Budaya Pop Lagu Korea di Medan Sumatera Utara (Studi Deskriptif : Pada Komunitas Cassiopeia Medan)

(1)

BUDAYA POP LAGU KOREA DI MEDAN, SUMATERA UTARA

(Studi Deskriptif : Pada Komunitas Cassiopeia Medan)

D I S U S U N OLEH :

FRISILIA V J PARDOSI 080901068

             

   

     

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN SOSIOLOGI  

Lembar Persetujuan

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh: Nama : Frisilia V J Pardosi

NIM : 080901068 Departemen : Sosiologi

Judul : Budaya Pop Lagu Korea di Medan Sumatera Utara (Studi Deskriptif : Pada Komunitas Cassiopeia Medan)

Dosen Pembimbing Ketua Departemen Sosiologi

(Drs. Muba Simanihuruk, M.Si) (Dra.LinaSudarwati,M.Si)

NIP. 196602281990031002 NIP. 196603181989032001

Dekan FISIP USU

(Prof. Dr. Badaruddin, M.Si) NIP. 196805251992031002

       


(3)

   

ABSTRAK

Saat ini budaya pop tidak hanya didominasi oleh budaya barat, tetapi Asia juga mulai menunjukkan dirinya mendominasi budaya pop. Jika beberapa tahun lalu hanya Jepang yang dianggap mewakili Asia dalam mengekspor budaya pop, sekarang Korea mulai menunjukkan bahwa dirinya mampu mengekspor budaya pop melalui jalur seni yaitu drama korea, lagu dan musik. Budaya pop Korea saat ini turut bersaing dengan Amerika dan negara-negara Eropa dalam industri musik dunia. Hal ini membuat kemajuan industri hiburan Korea melambung pesat. Gelombang korea (Hallyu Wave) menyapu berbagai negara di dunia, gelombang Korea terdiri dari drama Korea, fashion

Korea, dan musik Korea.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh gelombang Korea pada gaya hidup komunitas Cassiopeia Medan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif dan informan dalam penelitian ini adalah anggota Cassiopeia Medan yang berusia lebih dari 17 tahun dan sudah masuk dalam komunitas Cassiopeia Medan selama 1 tahun atau lebih dari 1 tahun.

Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa anggota Cassiopeia Medan mengadaptasi budaya Korea merupakan identitas yang menunjukkan jati diri mereka. Menggunakan atribut K-pop dan berpenampilan seperti idola mereka mereka dan menggunakan bahasa Korea apabila berjumpa dengan sesama anggota Cassiopeia Medan, dengan hal itu mereka menunjukkan identitas mereka sebagai K-popers.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nyalah, penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dan semoga Tuhan tetap melindungi pada hari yang akan datang. Penulis juga banyak dibantu oleh berbagai pihak yang turut mendukung penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini sebagaimana mestinya.

Telah menjadi kewajiban bagi setiap mahasiswa yang hendak menyelesaikan studinya di Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik untuk menyusun dan menyelesaikan suatu skripsi. Untuk itu penulis menyusun skripsi dengan judul “Budaya Pop Lagu Korea di Medan Sumatera Utara”.

Kepada Ayahanda Ir.T.Pardosi dan Ibunda Yani Simanjuntak, terima kasih atas kasih sayang, doa dan dukungannya baik moril maupun materil. Penulis hanya manusia biasa yang tidak terlepas dari kesalahan. Mohon maaf kepada orangtuaku jika selama ini banyak kesalahan yang diperbuat yang menyakitkan hati kalian. Skripsi ini penulis persembahkan buat kalian. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan berkat dan rahmat-Nya kepada kita semua.

Penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberi dukungan serta doanya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan, khususnya penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, berserta seluruh Pembantu Dekan.


(5)

2. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si, selaku Ketua Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan masukan dan pandangan dalam pengerjaan skripsi ini.

3. Bapak Drs. Muba Simanihuruk, M.Si, sebagai Dosen Pembimbing dan juga sebagai Dosen Wali yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, memberikan masukan, dan nasehat-nasehat yang berguna kepada penulis sehingga skripsi ini selesai.

4. Bapak Drs. Junjungan Simanjuntak, M.Si, sebagai Dosen Penguji yang banyak memberikan masukkan juga kepada penulis pada saat seminar hingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

5. Kepada adik-adik ku Grace Pardosi.Amd dan Andre Pardosi terima kasih untuk doa dan dukungannya adik-adik ku kakak sayang kalian.

6. Keluarga besar Pardosi dan Simanjuntak terima kasih untuk doa, dukungan serta nasehat-nasehat yang diberikan kepada penulis.

7. Seluruh staf pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara terima kasih telah banyak memberikan ilmu dan berbagi pengetahuan kepada penulis.

8. Kak Betty, Kak Feny dan seluruh staf pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu dalam penyelesaian Administrasi.

9. Teman-teman Sosiologi 2008 yang sangat penulis sayangi buat Vanny Virgita Batubara S.Sos, Shanty J V Nainggolan, Octa Virna Saragih, Riama Siringo S.Sos, Fitri Aprillia, Sri Hutabarat, Desi R.P.M S.Sos, dan


(6)

banyak lagi yang belum penulis sebutkan yang selalu bersama-sama selama perkuliahan hingga sampai saat ini dan masa yang akan datang. 10.Kepada anggota-anggota Cassiopeia Medan Un Nena, Un lyzha, Wiwin,

Agnes, Rena, Un Novi dll terima kasih sudah membantu penulis dalam memberikan data untuk penyelesaian skripsi ini.

11.Pihak-pihak lain yang telah memberikan bantuan kepada penulis untuk menyusun skripsi ini, namun tidak dapat disebutkan satu persatu.

Oleh karena keterbatasan penulis dalam mengerjakan skripsi ini, maka penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik yang berguna untuk penyempurnaan skripsi yang lebih baik lagi dihari-hari yang akan datang.

Akhir kata dari penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi setiap orang yang membacanya. Semoga ilmu yang diperoleh penulis dapat dipergunakan dan diterapkan oleh penulis.

Medan, 27 Juni 2014

Penulis


(7)

DAFTAR ISI

Hal.

LEMBAR PERSETUJUAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Defenisi Konsep ... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Budaya Massa dan Budaya Populer ... 6

2.2 Budaya Populer dan Hiburan Sebagai Realitas Sosial ... 7

2.3 Kaum Muda dan Musik Pop ... 8

2.4 Media Sosialisasi ... 10

2.5 Adaptasi Gaya Hidup ... 11

2.6 Interaksionisme Simbolik ... 12

2.7 Identitas ... 13

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 14

3.2 Lokasi Penelitian ... 15


(8)

3.3.2 Informan ... 18

3.3.2.1 Informan Kunci ... 19

3.3.2.2 Informan Tambahan ... 20

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 21

3.4.1 Data Primer ... 22

3.4.2 Data Skunder ... 23

3.5 Interpretasi Data ... 24

3.6 Jadwal Kegiatan ... 25

3.7 Keterbatasan Penelitian ... 26

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN DAN INTERPRETASI DATA 4.1 Gambaran Kota Medan ... 27

4.2 Profil Informan... 28

4.3 Interpretasi Data 4.3.1 Gambaran Cassiopeia Medan... 41

4.3.2 Adaptasi Budaya Korea Pada Anggota Cassiopeia Medan 42

4.3.3 Gaya Hidup Anggota Cassiopeia Medan ... 45

4.3.4 Media Sosialisasi... . 47

4.3.5 Budaya Konsumsi... . 48

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 49

5.2 Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

   

ABSTRAK

Saat ini budaya pop tidak hanya didominasi oleh budaya barat, tetapi Asia juga mulai menunjukkan dirinya mendominasi budaya pop. Jika beberapa tahun lalu hanya Jepang yang dianggap mewakili Asia dalam mengekspor budaya pop, sekarang Korea mulai menunjukkan bahwa dirinya mampu mengekspor budaya pop melalui jalur seni yaitu drama korea, lagu dan musik. Budaya pop Korea saat ini turut bersaing dengan Amerika dan negara-negara Eropa dalam industri musik dunia. Hal ini membuat kemajuan industri hiburan Korea melambung pesat. Gelombang korea (Hallyu Wave) menyapu berbagai negara di dunia, gelombang Korea terdiri dari drama Korea, fashion

Korea, dan musik Korea.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh gelombang Korea pada gaya hidup komunitas Cassiopeia Medan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif dan informan dalam penelitian ini adalah anggota Cassiopeia Medan yang berusia lebih dari 17 tahun dan sudah masuk dalam komunitas Cassiopeia Medan selama 1 tahun atau lebih dari 1 tahun.

Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa anggota Cassiopeia Medan mengadaptasi budaya Korea merupakan identitas yang menunjukkan jati diri mereka. Menggunakan atribut K-pop dan berpenampilan seperti idola mereka mereka dan menggunakan bahasa Korea apabila berjumpa dengan sesama anggota Cassiopeia Medan, dengan hal itu mereka menunjukkan identitas mereka sebagai K-popers.


(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki naluri untuk berinteraksi dan hidup dengan orang lain dalam kesehariannya. Hal tersebut menciptakan peradaban dan semenjak terciptanya peradaban dan seiring dengan terus berkembangnya peradaban tersebut, melahirkan berbagai macam bentuk kebudayaan. Kebudayaan merupakan salah satu bagian yang tidak bisa dipisahkan dan selalu melekat pada perkembangan manusia, dan juga terus berevolusi mengikuti perkembangan peradaban manusia, baik dari zaman prasejarah hingga era globalisasi. Kebudayaan memiliki tujuh unsur yang dapat ditemukan pada semua bangsa di dunia dan ketujuh unsur itu adalah:

1. Bahasa

2. Sistem pengetahuan 3. Organisasi sosial

4. Sistem peralatan hidup dan teknologi 5. Sistem mata pencaharian hidup 6. Sistem religi

7. Kesenian (Koentjaraningrat, 2002 : 203)

Perkembangan industri budaya dapat dilihat dari berbagai produk yang dihasilkan oleh budaya populer (popular culture). Konsep budaya populer itu ternyata sangat beraneka ragam, seperti yang dapat dirumuskan berikut ini. Pertama, budaya pop dapat dipahami sebagai kultur yang berasal dari rakyat, oleh


(11)

rakyat, serta semua hal yang disukai oleh rakyat. Namun, istilah budaya pop sebagai budaya rakyat mempunyai kesamaan dengan istilah folk culture. Folk

culture sebagai budaya rakyat sebenarnya berawal dari konsep tentang rakyat

pada zaman ketika produksi ekonomi masih dalam bentuk feodalisme. Konsep

folk culture pada akhirnya memang lebih dekat dengan produk kebudayaan yang

berkarakter tradisional, seperti lagu, musik, teater, serta bentuk kesenian lain yang bersifat tradisional. Jadi, secara lebih simplifikatif, budaya pop berarti produk kultural yang berasal dari kalangan kelas bawah, untuk kalangan kelas bawah, serta banyak disukai juga oleh kelas ini.

Kedua, budaya pop berarti lawan dari budaya tinggi (high culture). Budaya pop merupakan karya kultural yang tidak dapat masuk dalam kriteria budaya tinggi. Dalam pemahaman ini, budaya pop tidak lebih dari sekadar sebagai "sisa-sisa" budaya tinggi yang dianggap bernilai luhur, terhormat, serta bernilai. Apa yang dimaksud sebagai budaya tinggi ini, tentu saja, dimiliki oleh kalangan yang serba terbatas. Pemilik dari budaya tinggi ini adalah para elite, entah yang bernama intelektual, seniman besar, ataupun kritikus ternama yang mematok tinggi-rendahnya mutu suatu karya budaya. Jadi, lebih tepat kalau budaya pop disebut sebagai budaya sampah atau ada yang menamakannya sebagai kitsch. Ketiga, budaya pop berarti budaya massa (mass culture). Artinya adalah pengertian mengenai apa yang disebut populer sebagai the people atau rakyat, tidak berasal dari kalangan rakyat. Pengertian populer didesakkan dari kalangan tertentu, misalnya perusahaan besar atau korporasi media yang mempunyai tujuan komersial.


(12)

Dalam lingkup pengertian ini, budaya pop mempunyai tujuan untuk dijual atau dipasarkan, sehingga dapat meraup keuntungan sebanyak-banyaknya. Tidak pelak lagi, yang dicari adalah profit melalui mekanisme pasar dalam wujud permintaan-penawaran (http://www.suaramerdeka.com/harian/0311/04/kha1.htm) diakses pada tanggal 26 April 2013, pukul 20.13 WIB.

Menurut Adorno, musik pop dihasilkan melalui dua proses dominasi industri budaya, yakni standarisasi dan individualitas semu. Standarisasi menjelaskan mengenai tantangan dan permasalahan yang dihadapi musik pop dalam hal originalitas, autentisitas ataupun rangsangan intelektual. Standarisasi menyatakan bahwa musik pop mempunyai kemiripan dalam hal nada dan rasa antara satu dengan lainnya hingga dapat dipertukarkan (Strinati, 2007: 73). Dengan kata lain ada kemiripan mendasar pada musik pop dalam berbagai hal yang dikandungnya yang mampu dipertukarkan hingga menjadi komoditas tersendiri. Hal tersebut membuat individu maupun masyarakat salah alamat terhadap pemujaan mereka atas musik pop ( http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Musik_Pop_Theodor_Adorno, diakses 11/09/2012, pkl 21.16).

Saat ini budaya pop tidak hanya didominasi oleh budaya barat, tetapi Asia juga mulai menunjukkan dirinya mendominasi budaya pop. Jika beberapa tahun lalu hanya Jepang yang dianggap mewakili Asia dalam mengekspor budaya pop, sekarang Korea mulai menunjukkan bahwa dirinya mampu mengekspor budaya pop melalui jalur seni yaitu drama korea, lagu dan musik. Budaya pop Korea saat ini turut bersaing dengan Amerika dan negara-negara Eropa dalam industri musik dunia. Hal ini membuat kemajuan industri hiburan Korea melambung pesat.


(13)

Gelombang korea (Hallyu Wave) menyapu berbagai negara di dunia, gelombang Korea terdiri dari drama Korea, fashion Korea, dan musik Korea. Fenomena serbuan budaya popular korea meluas di berbagai negara, terutama di Asia, seperti China, Jepang, Malaysia, Vietnam, Filipina, Thailand, dan Indonesia. Serangan ini ditandai dengan populernya grup musik (K-Pop), fashion (K-Fashion), dan drama (K-Drama) yang semuanya khas Korea (Hyo Bin, 2011 :11).

Fenomena gelombang Korea atau biasa disebut Hallyu Wave dimulai dari China Daratan yang sejak tahun 2000 tergila-gila dengan apa pun yang berbau Korea. Dipicu dengan diputarnya sinetron dan lagu-lagu grup musik Korea di China, terjadilah suatu perubahan yang dimotori oleh para remaja yang mulai meniru apa yang mereka lihat, dari pakaian sampai gaya rambut para penyanyi dan model Korea. Jepang juga tak mampu mengelak dari besarnya pengaruh gelombang Korea terhadap anak muda di sana. Bila pada awal milenium budaya Jepang masih kental terasa di Korea, sekarang keadaan justru terbalik. Korea berhasil menciptakan suatu budaya yang sanggup menjadi tuan rumah di negeri sendiri dan membuat negara-negara tetangganya terpengaruh oleh budaya pop Korea, tak terkecuali Jepang. Jepang sebagai negara yang selama beberapa waktu memberi pengaruh pada Korea kini mengakui kehebatan Korea. Anak-anak muda di Jepang sangat menggandrungi lagu-lagu dan film-film Korea. Bahkan Jepang tak luput dari kedahsyatan film-film box office Korea(Hyo Bin, 2011 :13).

Ketika Korea Selatan mengalami krisis ekonomi pada awal tahun 2000-an, pemerintah Korea sadar bahwa gelombang korea (Hallyu Wave) bisa menjadi kekuatan baru untuk meningkatkan perekonomian dan pengaruh mereka di seluruh dunia. Dahsyatnya gelombang Korea juga bisa disamakan dengan


(14)

besarnya pengaruh Bollywood di berbagai negara Asia Tenggara, seperti Malaysia dan Indonesia.

Meningkatnya popularitas budaya populer Korea di dunia internasional banyak mempengaruhi kehidupan masyarakat dunia, tidak terkecuali masyarakat Indonesia. Fenomena hallyu yang saat ini sedang melanda Indonesia banyak mempengaruhi kehidupan masyarakat khususnya kawula muda. Banyak generasi muda yang saat ini menggandrungi tayangan entertainer Korea mulai dari drama, film, maupun musik. Fenomena hallyu kemudian diikuti dengan banyaknya perhatian terhadap produk Korea seperti, makanan, bahasa, dan produk-produk teknologi Korea.

Film dan drama Korea semakin marak diputar di stasiun televisi Indonesia. Film-film itu sudah mendapat lisensi penjualan melalui distributor resminya. Ini menandakan bahwa film Korea sejajar dengan film-film orisinal dari Hollywood yang dipasarkan di Indonesia. Begitu juga dengan perkembangan grup musik Korea yang akhir-akhir ini sering mengadakan konser di Indonesia. Antusias masyarakat terutama penggemar grup musik Korea tersebut atau biasa disebut dengan boygroup atau girlgroup sangat besar, dilihat dari ramainya yang menghadiri konser hanya untuk melihat lebih dekat idola mereka dan melihat penampilan idola mereka. Dengan kata lain, sebagian masyarakat sudah terpengaruh dengan gelombang Korea.

Sejarah K-Pop dimulai dengan munculnya boygroup yang beranggotakantiga orang seperti: Seo Taiji dan Boys pada tahun 1992, dan beberapa nama boyband maupun girlband yang sedang terkenal saat ini adalah


(15)

Bang, SS501,Girls 'Generation. Mereka saat ini sibuk menghibur para penggemar dengan konser, penampilan TV, konfrensi pers, dan festival baik di luar maupun dalamnegeri. Sedangkan di Indonesia sendiri, K-Pop sudah menjadi pilihan musik bagi kalangan remaja. Meluasnya gelombang Korea terutama dalam bidang musik atau K-pop tidak bisa dilepaskan dari peran media massa yang telah membantu terjadinya aliran budaya ini. Bisa dikatakan bahwa karena media massa gelombang Korea dapat memasuki semua sudut negara-negara Asia tak terkecuali Amerika dan Eropa (Hyo Bin, 2011 :15).

Budaya K-pop telah banyak mempengaruhi pemikiran kelompok-kelompok penggemar dan mempengaruhi bagaimana mereka memahami budaya pop Korea itu sendiri. Melalui budaya K-pop tersebut kelompok penggemar memahami dinamika budaya Korea. Pemahaman terhadap budaya Korea kemudian melahirkan budaya baru dalam kelompok penggemar yang biasanya berwujud fanatisme sebagai hasil interaksi dengan budaya pop Korea.

Melalui K-Pop dapat ditegaskan adanya identitas pribadi dan kelompok, hal ini menciptakan dampak sosial dan ekonomi. Ini terlihat dengan munculnya komunitas penggemar musik K-Pop. Komunitas penggemar musik K-Pop muncul karena kesamaan selera dalam dunia musik populer Korea. Tampilan berbeda dari satu kelompok dengan kelompok lainnya bisa merupakan penanda identitas. Seseorang ingin masuk ke sebuah kelompok pecinta musik biasanya akan meniru cara berpakaian dan mode rambut idolanya. Jika sebuah ciri khas lain muncul, maka atribut itu dikenakan sebagai ciri kebersamaan.

Melihat banyaknya jumlah penggemar musik Korea saat ini, maka terbentuklah wadah penggemar musik Korea yang dikenal dengan sebutan


(16)

Fandom. Fandom ialah wadah berkumpulnya para penggemar Boygroup Korea dengan idola yang sama. Mereka rutin saling bertemu dan saling tukar menukar informasi tentang idola mereka. Mereka juga mengadakan kegiatan rutin yang disebut Gathering yang fungsinya untuk merayakan ulang tahun idola mereka.

Medan sebagai salah satu kota besar di Indonesia juga terkena dampak

Hallyu Wave. Banyaknya penggemar grup musik Korea di Medan telah

membentuk beberapa fandom dengan idola yang berbeda dan mempunyai identitas berbeda juga. Identitas yang berbeda itu bisa dilihat dari atribut yang berbeda serta warna resmi yang berbeda pada setiap fandom. Ada beberapa

fandom di kota medan dan salah satunya ialah Cassiopeia Medan. Cassiopeia

Medan adalah wadah untuk fans yang menyukai boygroup Korea yang bernama DBSK ( Dong Bang Shin Ki). Cassiopeia Medan terbentuk pada 18 febuari 2009 dan telah memiliki anggota sebanyak 95 orang. Adapun aktifitas Cassiopeia Medan antara lain mengadakan gathering, dan mengadakan seminar. Berdasarkan latar belakang inilah peneliti tertarik melihat pengaruh gelombang korea terhadap gaya hidup Cassiopeia Medan.

1.2 Perumusan Masalah

Hal yang sangat penting untuk memulai suatu penelitian adalah adanya masalah yang akan diteliti. Agar penelitian dapat dilaksanakan sebaik-baiknya, maka peneliti harus merumuskan masalahnya dengan jelas sehingga akan jelas bagi peneliti dari mana harus mulai, ke mana harus pergi dan dengan apa (Arikunto, 1998:24)


(17)

Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah:

Bagaimana pengaruh gelombang Korea pada gaya hidup komunitas Cassiopeia Medan?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:

Untuk mengetahui pengaruh gelombang Korea pada gaya hidup Cassiopeia Medan

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan kajian ilmiah bagi mahasiswa khususnya mahasiswa sosiologi serta dapat memberikan sumbangsih dan kontribusi bagi ilmu sosial, masyarakat, pemerintah, khususnya bidang studi sosiologi.

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penulis dalam membuat karya tulis ilmiah tentang budaya pop lagu korea serta gaya hidup pada komunitas Cassiopeia Medan.


(18)

1.5. Definisi Konsep 1. Gaya Hidup

Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya.

2. Gelombang Korea

Gelombang korea (Hallyu Wave) adalah istilah yang diberikan untuk tersebarnya budaya pop korea secara global di berbagai negara di dunia.

3. Komunitas

Komunitas merupakan sebuah kelompok sosial dari beberapa orang dari berbagai lingkungan, umumnya memiliki ketertarikan dan habitat yang sama. Dalam komunitas manusia, individu-individu di dalamnya dapat memiliki maksud, kepercayaan, sumber daya, preferensi, resiko dan sejumlah kondisi lain yang sama.

4. Budaya Pop

Budaya pop merupakan budaya massa (mass culture) yang artinya adalah pengertian mengenai apa yang disebut populer sebagai the people atau rakyat.

5. Boygroup

Boygroup adalah sejenis kelompok musik pop atau R&B yang terdiri dari tiga anggota atau lebih, semuanya penyanyi lelaki muda. Biasanya anggota Boy Group selain menyanyi juga menari dalam pertunjukan mereka.


(19)

6. K-pop

K-pop (Korean pop) adalah jenis musik popular yang berasal dari Korea Selatan.

7. Fandom

Fandom merupakan wadah berkumpulnya para penggemar grup musik Korea dengan idola yang sama.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Budaya Massa Dan Budaya Populer

Salah satu fenomena penting yang menandai lahirnya era postmodern adalah tumbuhnya budaya massa dan budaya populer. Dalam realitas kebudayaan dimana konsumsi mengalahkan produksi, nilai-tanda dan nilai-simbol mengalahkan nilai-guna dan nilai-tukar, penampilan menjadi tujuan, tuntutan mengejar keuntungan adalah satu-satunya pegangan, maka tak pelak, budaya massa dan budaya populer adalah jawaban bagi masyarakat yang demikian. Sebagai semangat zaman baru, budaya massa dan budaya populer pun membawakan nilai-nilai baru, kegairahan baru dan etos kerja baru. Dalam rentang sejarah yang panjang, kebudayaan pop telah menarik minat para akademis, teoritis, analisis, kritisi, dan para pendukung kajian budaya yang mencuat bersamaan dengan kian derasnya gelombang kebudayaan pop dengan segala pernik, warna, dan nuansa yang menyertainya serta dengan muatan budaya yang dikandungnya (Ibrahim, 1997 :17).

Budaya massa dan budaya populer kemudian semakin berkembang dengan awal kebangkitan era ekonomi pasar pada abad ke-17 M. Dalam kurun ini, budaya massa dan budaya populer telah menjadi bagian ekonomi politik kapitalisme yang dituntun oleh prinsip kemajuan, keuntungan dan perluasan produksi. Prinsip-prinsip seperti mass production (produksi massal), minimization of cost

(pembiayaan yang rendah), standarization (standarisasi), homogenization of taste


(21)

acceleration (percepatan konstan) menjadi hukum baru proses produksi (Ibrahim, 1997: 19).

Allan O’Connor adalah salah seorang pengkaji budaya, saat menyoroti topik “popular culture”, menjelaskan bahwa terma ini mengacu pada “proses budaya yang berlangsung di antara masyarakat umumnya (general public)”

(Ibrahim, 1997 :18). Lalu, kalau budaya massa tak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari, sebelum ia menjadi bagian di dalam masyarakat, pasti ada kelompok atau bagian masyarakat yang merancang atau memproduksinya. Bagian produk budaya itu sampai ke masyarakat, dan produk yang bagaimana pula yang “dibutuhkan” oleh sejumlah massa yang besar. Semua ini tidak mungkin tanpa ada melibatkan teknologi. Pertumbuhan teknologi adalah hasil peradaban manusia yang penting tidak hanya menghasilkan produk budaya yang dibuat dalam jumlah besar (massa production), tapi berkat teknologi pula produk budaya bisa disebarkan (dissemination) (Ibrahim, 1997 :19).

Dalam perkembangan lebih lanjut, industrialisasi tidak hanya memungkinkan proses massifikasi, yang menurut standartisasi produk budaya dan homogenisasi cita rasa, tapi juga ia telah membawa perkembangan baru dengan semakin terbentangnya peluang pasar. Inilah yang menandai komersialisasi atas produk budaya. Dengan komersialisasi, produk budaya (massa) berubah seirama dengan percepatan tuntutan komersial atas produk budaya dan sasaran berondongan iklan. Kalau kenyataan inilah yang tidak bisa ditolak, yang muncul dalam pertumbuhan masyarakat modern yang terjadi hamper pada semua wilayah adalah munculnya pasar, keunggulan korporasi raksasa, dan tersedianya teknologi baru dalam proses produksi budaya (Ibrahim, 1997 :20).


(22)

Masyarakat yang terbentuk dari hasil polesan industri inilah yang kemudian dikenal sebagai masyarakat massa (mass society). Masyarakat massa adalah suatu kategori masyarakat industrial. Sementara budaya massa mewakili korelasi budaya dari masyarakat massa dan media massa. Budaya massa dibedakan berdasarkan standar produksi massa dan pemasarannya. Tentu saja industri media massa memegang peran penting dalam drama ini. Tak heran, kalau media massa merupakan basis bagi apa yang disebut “industri kebudayaan”. Dan, sebagai output media yang penting adalah kebudayaan pop (Ibrahim, 1997 :21).

Budaya populer yang saat ini banyak menarik perhatian dunia adalah kebudayaan populer dari Korea Selatan. Fenomena Hallyu (Korean wave) telah membawa aliran nilai-nilai budaya Korea meluas ke berbagai negara dan menarik banyak massa. Hallyu merupakan fenomena dalam dunia industri hiburan modern Korea. Produk-produk hallyu antara lain adalah drama, film dan musik (K-pop).

2.2 Budaya Populer dan Hiburan, sebagai Realitas Sosial

Pemikiran tentang budaya populer menurut Ben Agger (1992:24) dalam dikelompokkan pada empat aliran, (a) budaya di bangun berdasarkan kesenangan namun tidak berdasarkan substansial, dan mengentaskan orang dari kejenuhan kerja sepanjang hari; (b) kebudayaan populer menghancurkan budaya tradisional; (c) kebudayaan menjadi masalah besar dalam pandangan ekonomi Marx kapitalis; dan (d) kebudayaan populer merupakan budaya yang menetas dari atas (Burhan Bungin, 2008 :49).

Kebudayaan populer banyak berkaitan dengan masalah keseharian yang dapat dinikmati oleh semua orang atau kalangan orang tertentu seperti pementasan


(23)

mega bintang, kendaraan pribadi,fashion, model rumah, perawatan tubuh dan semacamnya.

Sebuah budaya yang akan memasuki dunia hiburan, maka budaya itu umumnya menempatkan unsur populer sebagai unsur utamanya. Dan budaya akan memperoleh kekuatannya manakala media massa digunakan sebagai penyebaran pengaruh di masyarakat (Burhan Bungin, 2008 :50).

Sebagaimana yang di jelaskan bahwa budaya populer lebih banyak mempertontonkan sisi hiburan, yang kemudian mengesankan lebih konsumtif. Richard Dyer (During, 1993: 217-272) mengatakan, hiburan merupakan kebutuhan pribadi masyarakat yang telah di pengaruhi oleh stuktur kapitalis. Hiburan menyatu dengan makna-makna hiburan dan saat ini di dominasi oleh musik. Saat musik merupakan perangkat hiburan yang lengkap yang di padukan dengan berbagai seni lainnya. Hampir tidak dapat ditemui sebuah hiburan tanpa mengabaikan peran musik, sebaliknya musik menjadi sebuah bangunan hiburan yang besar dan paling lengkap (Burhan Bungin, 2008 :51).

2.3 Kaum Muda dan Musik Pop

Kajian Cultural Studies berkenaan dengan budaya musik pop lebih tepat dimulai dengan karya Stuart Hall dan Paddy Whannel (1964). Sebagaimana mereka tegaskan, potret anak muda sebagai orang lugu yang di ekploitasi oleh industri musik-pop ‘terlalu disederhanakan’. Menanggapi hal ini, mereka berpendapat bahwa terdapat konflik yang sangat sering antara penggunaan teks atau praktik yang di pahami oleh khalayak, dan penggunaan yang dimaksudkan oleh para produser. Secara signifikan, mereka mengakui bahwa meskipun konflik


(24)

secara khusus menjadi ciri ranah hiburan remaja sampai pada tingkat tertentu, konflik ini juga jamak bagi keseluruhan wilayah hiburan massa dengan sebuah setting komersial. Budaya musik pop lagu, majalah, konser, festival, komik, wawancara dengan bintang pop, film, dan sebagainya membantu memperlihatkan pemahaman akan identitas dikalangan kaum muda.

Budaya yang disediakan oleh pasar komersial memainkan peran penting. Ia mencerminkan sikap dan sentimen yang telah ada disana, dan pada saat bersamaan menyediakan wilayah yang penuh ekspresi serta sederet simbol yang melalui simbol itu sikap tersebut dapat di proyeksikan. Ia adalah area ekspresi diri bagi kaum muda dan padang rumput yang subur bagi provider komersial. Selain itu, lagu-lagu pop merefleksikan kesulitan remaja dalam menghadapi kekusutan persoalan emosional. Lagu-lagu pop menyerukan kebutuhan untuk menjalani kebutuhan untuk menjalani kehidupan secara langsung dan intens. Lagu-lagu itu mengekspresikan dorongan akan keamanan didunia emosional yang tidak pasti dan berubah-ubah. Fakta bahwa lagu-lagu itu diproduksi bagi pasar komersial berarti bahawa lagu dan setting itu kekurangan autensitas. Kendati demikian, lagu-lagu itu mendramatisasi perasaan-perasaan autentik (John Storey, 1996 :126).

2.4 Media Sosialisasi

Media sosialisasi merupakan tempat di mana sosialisasi itu terjadi atau disebut juga sebagai agen sosialisasi atau sarana sosialisasi. Yang dimaksud dengan agen sosialisasi adalah pihak-pihak yang membantu seorang individu menerima nilai-nilai dari agen sosialisasi tersebut.


(25)

2.4.1 Kelompok Bermain

Kelompok bermain baik berasal dari kerabat, tetangga, maupun teman sekolah merupakan agen sosialisasi yang pengaruhnya besar dalam membentuk pola-pola perilaku seseorang. Di dalam kelompok bermain individu mempelajari norma nilai, kultural, peran, dan semua persyaratan lainnya yang dibutuhkan individu untuk memungkinkan partisipasinya yang efektif di dalam kelompok permainannya. Singkatnya, kelompok bermain ikut menentukan dalam pembentukan sikap untuk berprilaku yang sesuai dengan kelompoknya.

2.4.2 Media Massa

Dalam kehidupan masyarakat modern, komunikasi merupakan sesuatu kebutuhan yang sangat penting terutama untuk menerima dan menyampaikan informasi dari satu pihak ke pihak lain. Akibat pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam waktu yang sangat singkat, informasi-informasi tentang peristiwa-peristiwa, pesan, berita, ilmu pengetahuan, dan lain sebagainya dengan mudah diterima masyarakat.

2.5 Adaptasi Gaya Hidup

Mengutip dalam Ritzer (2007: 121) menjelaskan bahwa adaptasi

(adaptation) merupakan sebuah sistem harus menanggulangi situasi eksternal

yang gawat. Sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan dengan kebutuhannya.

Menurut Soerjono Soekanto (Soekanto, 2000: 10-11) memberikan beberapa batasan pengertian dari adaptasi sosial, yakni:


(26)

3) Proses perubahan untuk menyesuaikan dengan situasi yang berubah. 4) Mengubah agar sesuai dengan kondisi yang diciptakan.

5) Memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk kepentingan lingkungan dan sistem.

6) Penyesuaian budaya dan aspek lainnya sebagai hasil seleksi alamiah.

Dari batasan-batasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa adaptasi merupakan proses penyesuaian. Penyesuaian dari individu, kelompok, maupun unit sosial terhadap norma-norma, proses perubahan, ataupun suatu kondisi yang diciptakan.

Dalam Narwoko (2004: 163) menjelaskan gaya hidup sebagai berikut: Gaya hidup (life style) yang ditampilkan antara kelas sosial satu dengan kelas sosial yang lain dalam banyak hal tidak sama, bahkan ada kecenderungan masing-masing kelas mencoba mengembangkan gaya hidup yang eksklusif untuk membedakan dirinya dengan kelas yang lain. Berbeda dengan kelas sosial rendah yang umumnya bersikap konservatif di bidang agama, moralitas, selera pakaian, selera makanan, cara baru perawatan kesehatan, cara mendidik anak dan hal-hal lainnya, gaya hidup dan penampilan sosial menengah dan atas umumnya lebih atraktif dan eksklusif (Dickson, 1968).

Gaya hidup sebagai pembeda kelompok akan muncul dalam masyarakat yang terbentuk atas dasar stratifikasi sosial. Setiap kelompok dalam stratum sosial tertentu akan memiliki gaya hidup yang khas. Dapat dikatakan bahwa gaya hidup inilah yang menjadi simbol prestise dalam sistem stratifikasi sosial (Ibrahim, 1997: 228).

Masuk pada level konsumsi, yang dikonsumsi masyarakat pada level ini bukan lagi sesuatu berdasar nilai guna, nilai pakai, tetapi sesuatu yang kalau disebut dalam iatilah teoritis adalah simbol. Di sini kemudian citra atau image


(27)

di mana informasi bukan lagi sekedar sebagai alat atau modal untuk berdagang, melainkanmenjadi produk sendiri (Ibrahim, 1997: 181)\

2.6 Interaksionisme Simbolik

Teori Interaksionalisme simbolik (symbolic interactionism) adalah pendekatan teoritis dalam memahami hubungan antara manusia dan masyarakat. Ide dasar teori interaksionisme simbolik adalah bahwa tindakan dan interaksi manusia hanya dapat dipahami melalui pertukaran simbol atau komunikasi yang sarat makna.

Interaksionisme simbolik memandang manusia bukan dilihat sebagai produk yang ditentukan oleh struktur atau situasi obyektif, tetapi paling tidak sebagian, merupakan aktor-aktor bebas. Menurut Blumer, interaksionisme simbolis bertumpu pada tiga premis (Poloma, 2004: 258).

a. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasar makna-makna yang ada pada sesuatu itu.

b. Makna tersebut berasal dari “interaksi sosial seseorang dengan orang lain”.

c. Makna-makna tersebut disempurnakan disaat proses interaksi sosial berlangsung.

Sama halnya dengan Blumer, para penganut interaksionisme simbolik seperti Manis dan Meltzer, A Rose dan Snow mencoba mengemukakan prinsip dasar dari teori interaksionisme simbolik ( Ritzer, 2009:392) antara lain;

a. Manusia ditopang oleh kemampuan berfikir yang membedakan interaksionisme simbolik dengan behaviorisme yang menjadi akarnya.


(28)

Kemampuan berfikir memungkinkan orang untuk bertindak secara reflektif, mengonstruksi dan mengarahkan apa yang mereka lakukan. Penganut interaksionisme simbolik memandang bahwa pikiran muncul dalam sosialisasi kesadaran.

b. Kemampuan berfikir dibentuk oleh interaksi sosial. Kemampuan berfikir manusia berkembang pada saat masa kanak-kanak dan dipoles saat masa sosialisasi dewasa.

c. Dalam interaksi sosial orang mempelajari makna dan simbol yang memungkinkan mereka menggunakan kemampuan berfikir tersebut.

d. Makna dan simbol memungkinkan orang melakukan tindakan dan interaksi khas manusia

e. Orang mampu mengubah makna dan simbol yang mereka gunakan dalam tindakan dan interaksi berdasarkan tafsir mereka dalam situasi tersebut

f. Jalinan pola tindakan dengan interaksi ini kemudian menciptakan kelompok dan masyarakat

Dilihat dari perspektif teori interaksionisme simbolik, remaja yang fanatik terhadap budaya pop Korea memaknai budaya populer Korea sebagai sesuatu yang menarik sehingga membuat mereka menyukai hal tersebut. Musik K-pop atau drama-drama Korea diartikan sebagai simbol yang mengarahkan tindakan mereka sehingga banyak perilaku remaja yang yang berkiblat pada budaya Korea. Penggemar fanatik akan cenderung menjadi Korea-sentris, yakni tidak hanya sekedar menyukai musik K-pop atau dramanya saja tetapi juga produk-produk


(29)

budaya populer Korea lainya, seperti seni budaya asli Korea, bahasa Korea, produk-produk teknologi buatan Korea, bahkan negara Korea itu sendiri.

2.7 Identitas

Identitas merupakan suatu penyadaran yang dipertajam akan diri sendiri dan sebagai suatu kesatuan unik yang memelihara kesinambungan arti masa lampaunya sendiri bagi orang lain dan bagi diri sendiri (Erikson, 1989). Konsepsi yang kita yakini tentang diri kita disebut dengan identitas diri, sementara itu harapan dan pendapat orang lain membentuk identitas sosial (Barker, 2008: 173).

Giddens mengatakan bahwa identitas diri adalah apa yang kita pikirkan tentang diri kita sebagai pribadi (Barker, 2008). Identitas bukanlah kumpulan sifat-sifat yang kita miliki ataupun entitas atau benda yang bisa kita tunjuk. Giddens menyebut identitas sebagai proyek yakni identitas merupakan sesuatu yang kita ciptakan, sesuatu yang selalu dalam proses, suatu gerak berangkat ketimbang kedatangan. Proyek identitas membentuk apa yang kita pikir tentang diri kita saat ini dari sudut situasi masa lalu dan masa kini, bersama dengan apa yang kita pikir dan inginkan sebagai lintasan harapan kedepan.

Budaya media menkonstruksikan identitas penggemar melalui tayangan-tayangan budaya populer Korea. Tayangan tersebut membentuk bentuk identitas penggemar sebagai pecinta budaya pop Korea. Identitas tersebut kemudian terekspresi dari cara berpenampilan (fashion), penggunaan bahasa Korea dalam berkomunikasi dan penggunaan nama-nama Korea.


(30)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Hasil penelitian yang diperoleh dari hasil penelitian mengenai bagaimana pengaruh gelombang Korea pada gaya hidup komunitas Cassiopeia Medan.

Adapun yang mempengaruhi gelombang Korea pada gaya hidup komunitas Cassiopeia Medan adalah:

1. Media Sosialisasi, media sosial sangat berperan pada perkembangan gaya hidup komunitas Cassiopeia Medan. Adanya media sosial pada anggota komunitas Cassiopeia Medan membentuk suatu gaya hidup baru, hal ini ditunjukkan pada sifat konsumtif terhadap barang-barang yang digunakan oleh anggota Cassopeia Medan

2. Adaptasi, Pada anggota Cassiopeia Medan mengadaptasi budaya Korea merupakan identitas yang menunjukkan jati diri mereka. Menggunakan atribut K-pop dan berpenampilan seperti idola mereka mereka dan menggunakan bahasa Korea apabila berjumpa dengan sesama anggota Cassiopeia Medan, dengan hal itu mereka menunjukkan identitas mereka sebagai K-popers.

3. Gaya hidup, Gaya hidup sebagai pembeda kelompok akan muncul dalam masyarakat yang terbentuk atas dasar stratifikasi sosial. Dalam komunitas Cassiopeia Medan mereka menunjukkan gaya hidupnya dengan membahas

boygroup yang mereka gemari dan dalam bicara mereka biasanya


(31)

satu gaya hidup mereka, mereka sesekali berkumpul di restoran makanan Korea di Zingdo atau di Angry Korean Food, selain itu mereka juga sering pergi karaoke bersama dan menyanyikan lagu-lagu K-Pop. Selain itu mereka juga selalu membeli album terbaru idola mereka juga barang-barang yang berhubungan dengan idola mereka. Hal ini menyebabkan gaya hidup konsumtif tumbuh di komunitas tersebut.

Saran

Dari hasil penelitian mengenai budaya pop lagu korea dalam komunitas Cassiopeia Medan, adalah sebagai berikut:

1. Remaja harus mampu menyaring nilai-nilai budaya Korea, mana yang sesuai dengan nilai budaya Indonesia dan mana yang tidak sesuai.

2. Remaja harus mampu mengadaptasi sisi positif dari masuknya budaya populer Korea yaitu sifat kerja keras dan sopan santun bangsa Korea.

3. Korean Wave dapat dijadikan sebagai titik tolak bagi remaja untuk


(32)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Bungin, Burhan. 2008. Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Subandy Ibrahim, Idy. 1997. Ecstasy Gaya Hidup: Kebudayaan Pop Dalam Masyarakat Komoditas Indonesia. Yogyakarta: Jalasutra.

Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Hyo Bin, Song. 2011. Super Duper Korea Fever. Yogyakarta: Klik Publishing. Bungin, Burhan. 2008. Konstruksi Sosial Media Massa. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Soekanto, Soerjono. 2000. Sosiologi : Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers. Poloma, Margaret, 2004. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada.

Storey, John. 1996. Cultural Studies Dan Kajian Budaya Pop. Yogyakarta: Jalasutra

Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek.

Jakarta: Rineka Cipta.

Narwoko, J.Dwi & Bagong Suyanto. 2004. Sosiologi: Teks Pengantar & Terapan. Surabaya: Kencana Prenada Media Group.

Ritzer, George, 2003. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media.

Maleong, Lexy. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.


(33)

Situs internet

http://www.suaramerdeka.com/harian/0311/04/kha1.htm(diakses pada tanggal 26 April 2013, pukul 20.13 WIB)

http://yoonhyewon.blogspot.com/2013/08/teori-interaksionisme-simbolik-h-blumer.html (diakses pada tanggal 18 januari 2014, pukul 21.36 WIB)

http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:VB_-GuN0XSwJ:eprints.undip.ac.id/9820/1/POSMODERNISME_DAN_BUDAYA_ KONSUMEN.doc+&cd=1&hl=en&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a(diakses pada tanggal 15 mei 2014, pukul 19.00 WIB)


(1)

Kemampuan berfikir memungkinkan orang untuk bertindak secara reflektif, mengonstruksi dan mengarahkan apa yang mereka lakukan. Penganut interaksionisme simbolik memandang bahwa pikiran muncul dalam sosialisasi kesadaran.

b. Kemampuan berfikir dibentuk oleh interaksi sosial. Kemampuan berfikir manusia berkembang pada saat masa kanak-kanak dan dipoles saat masa sosialisasi dewasa.

c. Dalam interaksi sosial orang mempelajari makna dan simbol yang memungkinkan mereka menggunakan kemampuan berfikir tersebut.

d. Makna dan simbol memungkinkan orang melakukan tindakan dan interaksi khas manusia

e. Orang mampu mengubah makna dan simbol yang mereka gunakan dalam tindakan dan interaksi berdasarkan tafsir mereka dalam situasi tersebut

f. Jalinan pola tindakan dengan interaksi ini kemudian menciptakan kelompok dan masyarakat

Dilihat dari perspektif teori interaksionisme simbolik, remaja yang fanatik terhadap budaya pop Korea memaknai budaya populer Korea sebagai sesuatu yang menarik sehingga membuat mereka menyukai hal tersebut. Musik K-pop atau drama-drama Korea diartikan sebagai simbol yang mengarahkan tindakan mereka sehingga banyak perilaku remaja yang yang berkiblat pada budaya Korea. Penggemar fanatik akan cenderung menjadi Korea-sentris, yakni tidak hanya sekedar menyukai musik K-pop atau dramanya saja tetapi juga produk-produk


(2)

budaya populer Korea lainya, seperti seni budaya asli Korea, bahasa Korea, produk-produk teknologi buatan Korea, bahkan negara Korea itu sendiri.

2.7 Identitas

Identitas merupakan suatu penyadaran yang dipertajam akan diri sendiri dan sebagai suatu kesatuan unik yang memelihara kesinambungan arti masa lampaunya sendiri bagi orang lain dan bagi diri sendiri (Erikson, 1989). Konsepsi yang kita yakini tentang diri kita disebut dengan identitas diri, sementara itu harapan dan pendapat orang lain membentuk identitas sosial (Barker, 2008: 173).

Giddens mengatakan bahwa identitas diri adalah apa yang kita pikirkan tentang diri kita sebagai pribadi (Barker, 2008). Identitas bukanlah kumpulan sifat-sifat yang kita miliki ataupun entitas atau benda yang bisa kita tunjuk. Giddens menyebut identitas sebagai proyek yakni identitas merupakan sesuatu yang kita ciptakan, sesuatu yang selalu dalam proses, suatu gerak berangkat ketimbang kedatangan. Proyek identitas membentuk apa yang kita pikir tentang diri kita saat ini dari sudut situasi masa lalu dan masa kini, bersama dengan apa yang kita pikir dan inginkan sebagai lintasan harapan kedepan.

Budaya media menkonstruksikan identitas penggemar melalui tayangan-tayangan budaya populer Korea. Tayangan tersebut membentuk bentuk identitas penggemar sebagai pecinta budaya pop Korea. Identitas tersebut kemudian terekspresi dari cara berpenampilan (fashion), penggunaan bahasa Korea dalam berkomunikasi dan penggunaan nama-nama Korea.


(3)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Hasil penelitian yang diperoleh dari hasil penelitian mengenai bagaimana pengaruh gelombang Korea pada gaya hidup komunitas Cassiopeia Medan.

Adapun yang mempengaruhi gelombang Korea pada gaya hidup komunitas Cassiopeia Medan adalah:

1. Media Sosialisasi, media sosial sangat berperan pada perkembangan gaya hidup komunitas Cassiopeia Medan. Adanya media sosial pada anggota komunitas Cassiopeia Medan membentuk suatu gaya hidup baru, hal ini ditunjukkan pada sifat konsumtif terhadap barang-barang yang digunakan oleh anggota Cassopeia Medan

2. Adaptasi, Pada anggota Cassiopeia Medan mengadaptasi budaya Korea merupakan identitas yang menunjukkan jati diri mereka. Menggunakan atribut K-pop dan berpenampilan seperti idola mereka mereka dan menggunakan bahasa Korea apabila berjumpa dengan sesama anggota Cassiopeia Medan, dengan hal itu mereka menunjukkan identitas mereka sebagai K-popers.

3. Gaya hidup, Gaya hidup sebagai pembeda kelompok akan muncul dalam masyarakat yang terbentuk atas dasar stratifikasi sosial. Dalam komunitas Cassiopeia Medan mereka menunjukkan gaya hidupnya dengan membahas

boygroup yang mereka gemari dan dalam bicara mereka biasanya


(4)

satu gaya hidup mereka, mereka sesekali berkumpul di restoran makanan Korea di Zingdo atau di Angry Korean Food, selain itu mereka juga sering pergi karaoke bersama dan menyanyikan lagu-lagu K-Pop. Selain itu mereka juga selalu membeli album terbaru idola mereka juga barang-barang yang berhubungan dengan idola mereka. Hal ini menyebabkan gaya hidup konsumtif tumbuh di komunitas tersebut.

Saran

Dari hasil penelitian mengenai budaya pop lagu korea dalam komunitas Cassiopeia Medan, adalah sebagai berikut:

1. Remaja harus mampu menyaring nilai-nilai budaya Korea, mana yang sesuai dengan nilai budaya Indonesia dan mana yang tidak sesuai.

2. Remaja harus mampu mengadaptasi sisi positif dari masuknya budaya populer Korea yaitu sifat kerja keras dan sopan santun bangsa Korea.

3. Korean Wave dapat dijadikan sebagai titik tolak bagi remaja untuk


(5)

DAFTAR PUSTAKA Buku

Bungin, Burhan. 2008. Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan

Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Subandy Ibrahim, Idy. 1997. Ecstasy Gaya Hidup: Kebudayaan Pop Dalam

Masyarakat Komoditas Indonesia. Yogyakarta: Jalasutra.

Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Hyo Bin, Song. 2011. Super Duper Korea Fever. Yogyakarta: Klik Publishing. Bungin, Burhan. 2008. Konstruksi Sosial Media Massa. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Soekanto, Soerjono. 2000. Sosiologi : Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers. Poloma, Margaret, 2004. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada.

Storey, John. 1996. Cultural Studies Dan Kajian Budaya Pop. Yogyakarta: Jalasutra

Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Narwoko, J.Dwi & Bagong Suyanto. 2004. Sosiologi: Teks Pengantar & Terapan. Surabaya: Kencana Prenada Media Group.

Ritzer, George, 2003. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media.

Maleong, Lexy. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.


(6)

Situs internet

http://www.suaramerdeka.com/harian/0311/04/kha1.htm(diakses pada tanggal 26 April 2013, pukul 20.13 WIB)

http://yoonhyewon.blogspot.com/2013/08/teori-interaksionisme-simbolik-h-blumer.html (diakses pada tanggal 18 januari 2014, pukul 21.36 WIB)

http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:VB_-GuN0XSwJ:eprints.undip.ac.id/9820/1/POSMODERNISME_DAN_BUDAYA_ KONSUMEN.doc+&cd=1&hl=en&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a(diakses pada tanggal 15 mei 2014, pukul 19.00 WIB)