Penyusunan Rencana Pengelolaan Gugus Pulau Maratua Berbasis Zonasi

PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN
GUGUS PULAU MARATUA BERBASIS ZONASI

MAHDAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penyusunan Rencana
Pengelolaan Gugus Pulau Maratua Berbasis Zonasi adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016
Mahdan
NIM C252130311

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait

RINGKASAN
MAHDAN. Penyusunan Rencana Pengelolaan Gugus Pulau Maratua Berbasis
Zonasi. Dibimbing oleh ACHMAD FAHRUDIN dan SYAMSUL BAHRI AGUS.
Penelitian ini bertujuan untuk : 1) mengidentifikasi potensi sumberdaya
pesisir gugus Pulau Maratua, 2) menyusun arahan zonasi wilayah pesisir gugus
Pulau Maratua dengan mengintegrasikan kesesuaian perairan yang berdasarkan
parameter ekologi dengan kebijakan pemerintah dan 3) menentukan strategi
pengelolaan gugus Pulau Maratua.
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah gugus Pulau Maratua Kabupaten
Berau selama 3 bulan yaitu pada bulan Juli September 2014. Pengambilan data
ekologi (ekosistem dan oseanografi) dilakukan dengan metode survei lapang. Data
sosial, ekonomi, budaya dan kebijakan dilakukan dengan teknik wawancara serta
dilengkapi dengan data sekunder dari instansi terkait dan hasil penelitian yang

sudah ada. Metode analisis data terdiri dari analisis spasial dengan menggunakan
perangkat Sistem Informasi Geografis (SIG), analisis kesesuaian perairan, dan
analisis zonasi yang mengintegrasikan analisis kesesuaian perairan dengan
kebijakan pemerintah.
Hasil identifikasi potensi sumberdaya pesisir gugus Pulau Maratua
memperlihatkan bahwa luas hutan mangrove sebesar 167,26 ha, terumbu karang
2.050,44 ha dan lamun 1.018,79 ha. Hasil analisis kesesuaian perairan bagi
peruntukan wisata snorkling memperlihatkan bahwa ternyata kelas S1 memiliki
luas kesesuaian yang terbesar dibandingkan dengan kelas S2 dan N. Sedangkan
kesesuaian perairan untuk peruntukan wisata selam memperlihatkan bahwa
ternyata kelas N memiliki luas kesesuaian yang yang terbesar dibandingkan
dengan kelas S1 dan S2. Untuk kesesuaian perairan untuk budidaya rumput laut
dan budidaya ikan dalam KJA ternyata kelas N memiliki luasan kesesuaian yang
terbesar. Hasil analisis penentuan zonasi dibagi menjadi 9 zona yaitu alur
pelayaran seluas 800 ha, alur migrasi hiu paus 16.237,38 ha, kawasan konservasi
perairan Lumantang 86 ha, kawasan konservasi perairan payung payung 395 ha,
budidaya ikan dalam KJA 810,77 ha, budidaya rumput laut 1.462,84 ha, wisata
selam 1.232,58 ha, wisata snorkling 4.160,39 ha, wisata mangrove 167,26 ha dan
zona lainnya 45.225,80 ha.
Strategi kebijakan pengelolaan gugus Pulau Maratua secara umum yaitu : 1)

penetapan zonasi kawasan gugus Pulau Maratua, 2) meningkatkan kualitas
sumberdaya manusia, 3) meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat
masyarakat, 3) pembangunan infrastruktur, 5) menjaga kelestarian sumberdaya
alam, 6) optimalisasi potensi wisata, 7) memberikan bantuan modal usaha dan 8)
penegakan hukum.
Kata kunci: gugus Pulau Maratua, sistem informasi geografis, zonasi

SUMMARY
MAHDAN. Drafting of Maratua Islands Zonation Based Management Plan.
Supervised by ACHMAD FAHRUDIN and SYAMSUL BAHRI AGUS.
This research aimed at : 1) identification of Maratua Islands potential of coastal
resources, 2) drafting Maratua Islands zoning plan by integrating water suitability
based on ecology with government policy, and 3) determining of Maratua Islands
management strategy.
This research was conducted in Maratua Islands, Berau Regency for 3
months (July-September 2014). Ecological data (Ecosystem and oceanography)
collection were collected through on site survey. Data on social, economy, culture
and government policy were collected through interview complemented by
secondary data from relevant agencies and the results of previous research. Data
analysis comprises of several methods; namely spatial analysis using Geographic

Information System (GIS), analysis of water suitability, and analysis of area
which integrated water suitability with government policy.
Identification results of Maratua Island coastal resources, showed that the
mangrove forest had a 167,26 ha area, coral 2.050,44 ha, seagrass 1.018,79 ha.
Analysis results of the location suitability for snorkling tourism showed that S1
class had the largest suitability compared with those of classes S2 and N. On the
other hand, analysis results of the location suitability for diving tourism showed
that N class, had the largest suitability compared with those of classes S1 and S2.
For analysis results of the location suitability for seaweed culture and fish culture
in KJA showed that N class had the largest suitability compared those of classes
S1 and S2. The result for the zone allocation analysis revealed nine zones; namely
shipping channel at 800 ha, migration route for whale -16.237,38 ha, Lumantang
marine protected area -86 ha, Payung-Payung marine protected area -395 ha, fish
culture in KJA -810,77 ha, seaweed culture -1.462,84 ha, diving tourism -1.232,58
ha, snorkling tourism -4.160,39 ha, mangrove tourism -167,26 ha dan other zone 45.225,80 ha.
In Summary, Maratua Islands general management strategy consisted of: 1)
Establish Maratua Islands zonation area, 2) improve human resources, 3)
improve of public awareness and paticipation, 3) improve infrastructure, 5)
preserving of natural resources, 6) optimize potential for tourism, 7) provide
bussines capital, and 8) law enforcement.

Keywords: Geographic Information System (GIS), Maratua Islands, zoning

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2011
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN
GUGUS PULAU MARATUA BERBASIS ZONASI

MAHDAN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains

pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Isdradjad Setyobudiandi, MSc

Judul Tesis : Penyusunan Rencana Pengelolaan Gugus Pulau Maratua
Berbasis Zonasi
Nama
: Mahdan
NIM
: C252130311

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing


Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi
Ketua

Dr Syamsul Bahri Agus, SPi MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya
Pesisir dan Lautan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 31 Mei 2016


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Penyusunan
Rencana Pengelolaan Gugus Pulau Maratua Berbasis Zonasi . Penelitian ini
diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penulisan dan penyusunan tesis ini terutama kepada :
1. Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi dan Dr Syamsul Bahri Agus, SPi MSi selaku
komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran
selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan tesis ini.
2. Dr Ir Isdradjad Setyobudiandi, MSc selaku dosen penguji tamu yang telah
memberikan saran dan masukan dalam penyusunan tesis ini.
3. Kedua orang tua saya almarhum H Wahab dan almarhum ibunda Sakmah
yang telah membesarkan dan memberikan semangat dan doanya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
4. Istri tercinta Dedeh Irmasari, SPi, Ibunda H Siti Ratnajati, Keluarga Besar
almarhum H Dadang Iskandar dan ketiga buah hatiku Muhammad Taufikul

Hakim, Raditya Umar Syarif, dan Thalita Aisyah Puteri yang telah
memberikan semangat dan doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan tesis ini.
5. Pimpinan dan staf Direktorat Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan
dan Perikanan, Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Kementerian
Kelautan dan Perikanan dan Lembaga COREMAP-CTI yang telah membantu
selama proses pengumpulan data serta bantuan pendanaan penelitian ini.
6. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Berau dan almarhum Ir Budi
Wiyono, MSi yang telah membantu dalam proses pengambilan data.
7. Temen-temen seperjuangan SPL 2013, yang telah membantu dan memberikan
semangat selama menyelesaikan studi.
8. Temen-temen di Laboratorium GIS dan Pemetaan Departemen ITK-IPB yang
telah membantu dalam pembuatan peta.
9. Serta pihak lain yang turut membantu dalam penyusunan tesis ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016
Mahdan

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan dan Manfaat
Kerangka Pikir
2 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengambilan Data Primer dan Sekunder
Analisis Data
Analisis Data Ekosistem
Analisis Data Oseanografi
Analisis Spasial
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kondisi Sosial dan Budaya
Kondisi Infrastruktur
Kondisi Ekonomi Wilayah

Informasi Kebijakan
Analisis Oseanografi
Kondisi Pemanfaatan Ruang
Kondisi Ekosistem Pesisir
Sumberdaya Ikan dan Biota Laut Lainnya
Kondisi Sumberdaya Non Hayati
Potensi Konflik Pemanfaatan Ruang
Analisis Kesesuaian Perairan
Strategi Pengelolaan
4 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vii
vii
viii
1
1
2
4
4
7
7
7
11
11
13
13
19
19
22
24
26
29
32
38
43
46
51
53
55
69
73
73
73
74
79
95

DAFTAR TABEL
1 Jenis data yang diambil dalam penelitian
8
2 Kriteria baku kerusakan terumbu karang
11
3 Daftar penggolongan komponen dasar penyusun ekosistem terumbu
karang berdasarkan life form karang dan kodenya
11
4 Matriks kesesuain untuk wisata selam
14
5 Matriks kesesuaian untuk wisata snorkling
15
6 Matriks kesesuaian untuk budidaya ikan dalam KJA
16
7 Matriks kesesuaian untuk budidaya rumput laut
16
8 Matriks keterkaitan antar kegiatan pemanfaatan ruang pesisir
18
9 Volume produksi perikanan di wilayah gugus Pulau Maratua
28
10 Jumlah kapal dan perahu nelayan di wilayah gugus Pulau Maratua
29
11 Nilai hasil pengukuran parameter oseanografi
35
12 Luasan tutupan daratan di wilayah gugus Pulau Maratua
41
13 Nilai luasan ekosistem perairan gugus Pulau Maratua
43
14 Luas kelas kesesuaian untuk budidaya ikan dalam KJA
55
15 Luas kesesuaian perairan untuk budidaya rumput laut
55
16 Luas wilayah untuk kesesuaian wisata snorkeling
58
17 Luas wilayah kesesuaian untuk wisata selam
58
18 Luas wilayah untuk zonasi perairan gugus Pulau Maratua
63
19 Alokasi dan indikasi kegiatan pada alur pelayaran dan migrasi Hiu Paus
63
20 Alokasi dan indikasi kegiatan pada kawasan konservasi perairan
64
21 Alokasi dan indikasi kegiatan pada zona budidaya ikan dalam KJA dan
budidaya rumput laut
66
22 Alokasi dan indikasi kegiatan pada zona wisata selam dan wisata Snorkling 66
23 Alokasi dan indikasi kegiatan pada zona wisata mangrove
67
24 Alokasi dan indikasi kegiatan pada zona lainnya
69

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Kerangka pikir penelitian
Peta citra satelit Alos AVNIR-2 gugus Pulau Maratua
Peta lokasi penelitian di wilayah gugus Pulau Maratua
Peta orientasi wilayah gugus Pulau Maratua
Peta topografi wilayah gugus Pulau Maratua
Peta sebaran infrastruktur di wilayah gugus Pulau Maratua
Peta penggunaan perairan di wilayah gugus Pulau Maratua
Peta Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Kabupaten Berau
Hasil pengamatan pasang surut tanggal 13-19 Juli 2014
Peta sebaran batimetri perairan gugus Pulau Maratua
Peta sebaran kecepatan arus gugus Pulau Maratua
Peta sebaran suhu perairan gugus Pulau Maratua
Peta sebaran kecerahan perairan gugus Pulau Maratua

6
9
10
20
21
25
27
31
32
33
34
36
37

14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32

Peta sebaran kondisi pH perairan gugus Pulau Maratua
Peta sebaran salinitas perairan gugus Pulau Maratua
Peta tutupan lahan daratan gugus Pulau Maratua
Peta sebaran ekosistem perairan gugus Pulau Maratua
Peta kesesuaian tutupan karang (life form) gugus Pulau Maratua
Komposisi penyusunan terumbu karang gugus Pulau Maratua
Peta kesesuaian jumlah jenis karang gugus Pulau Maratua
Peta kesesuaian lebar hamparan karang gugus Pulau Maratua
Penyu di sekitar perairan gugus Pulau Maratua
Peta kesesuaian jumlah jenis ikan karang perairan gugus Pulau Maratua
Peta lokasi wisata di wilayah gugus Pulau Maratua
Peta konflik pemanfaatan ruang di wilayah gugus Pulau Maratua
Peta kesesuaian untuk budidaya ikan dalam KJA
Peta kesesuaian untuk budidaya rumput laut
Peta kesesuaian untuk wisata snorkling
Peta kesesuaian untuk wisata selam
Peta pola ruang atau zonasi perairan gugus Pulau Maratua
Peta kawasan konservasi perairan dan zona budidaya
Peta zona wisata selam, wisata snorkling dan wisata mangrove

39
40
42
44
45
46
47
48
49
50
52
54
56
57
59
60
62
65
68

DAFTAR LAMPIRAN
1 Persen penutupan (life form) terumbu karang di perairan gugus
Pulau Maratua
2 Jenis ikan karang di gugus Pulau Maratua
3 Jenis ikan yang terdapat diperairan gugus Pulau Maratua
4 Data arah dan kecepatan arus
5 Proses survai
6 Resort dan penginapan di gugus Pulau Maratua
7 Infrastuktur di gugus Pulau Maratua
8 Keindahan ekosistem di wilayah gugus Pulau Maratua
9 Kegiatan perikanan di perairan gugus Pulau Maratua
10 SK Bupati Berau tentang Pencadangan Kawasan Konservasi Daerah

79
83
87
88
89
90
91
92
93
94

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sumberdaya alam di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil terdiri dari
sumberdaya alam yang dapat pulih ( wable resources), sumberdaya alam yang
tidak dapat pulih (non-renewable resouces) dan jasa-jasa lingkungan
(environmental services). Kekayaan dan keanekaragaman sumberdaya alam serta
jasa-jasa lingkungan tersebut merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru
yang dapat menunjang pembangunan ekonomi dan sosial secara berkelanjutan di
pulau-pulau kecil bila pengelolaannya dilakukan secara bijaksana dan optimal
dengan memperhatikan kapasitas daya dukung lingkungan (carrying capacity)
(Dahuri 2000).
Dalam perspektif pengelolaan, pulau-pulau kecil memiliki karakteristik
yang unik dibandingkan dengan pulau besar, baik ditinjau dari aspek ekologis,
sosial, ekonomi dan budaya masyarakatnya. Oleh karena itu, dalam
pengelolaannya diperlukan pendekatan pengelolaan yang disesuaikan dengan
karakteristik pulau-pulau kecil tersebut. Secara ekologis, pulau-pulau kecil
memiliki risiko tekanan lingkungan yang tinggi, keterbatasan daya dukung (lahan
dan air tawar) dan umumnya memiliki spesies endemik dan keanekaragaman yang
tipikal dan bernilai tinggi; pulau-pulau kecil umumnya terpisah dari pulau besar,
sangat rentan terhadap perubahan alam dan bisa dalam bentuk gugusan atau
sendiri; dan secara sosial ekonomi budaya, penduduk pulau-pulau kecil memiliki
budaya dan sosial ekonomi yang khas, keterbatasan kualitas SDM, dan
aksesibilitas yang rendah (Bengen et al. 2006).
Secara fisik gugus Pulau Maratua merupakan pulau atol semi tertutup yang
memiliki keanekaragaman sumberdaya alam yang kaya dengan berbagai jenis
ikan dan tempat peneluran penyu hijau di bagian barat pulau. Di bagian timur
pulau menjadi area tempat memijah berbagai jenis ikan karang. Di bagian utara
sering ditemukan keberadaan lumba-lumba, paus dan hiu macan. Ada 5 jenis
lumba-lumba dan 4 jenis paus sperma (Wiryawan dan Tahir 2013).
Dalam Surat Keputusan Bupati Berau Nomor 202 tahun 2014 tentang
Perubahan Lampiran Keputusan Bupati Berau Nomor 516 tahun 2013 tentang
Pencadangan Kawasan konservasi Pesisir dan Pulau-pulau Kecil sebagai Taman
Pesisir Kepulauan Derawan Kabupaten Berau ditetapkan Daerah Perlindungan
Laut (DPL) di Desa Payung-Payung gugus Pulau Maratua seluas 395 hektar. DPL
ini memiliki ekosistem padang lamun yang merupakan daerah tempat mencari
makan dan bertelurnya penyu hijau. Dalam Peraturan Daerah Nomor 8 tahun 2014
tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, gugus Pulau
Maratua menjadi kawasan andalan laut untuk kegiatan pariwisata, perikanan dan
konservasi.
Kegiatan yang dilakukan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
cenderung meningkat sehingga akan menyebabkan terjadinya peningkatan
tekanan terhadap sumberdaya pesisir dan laut. Hal ini akan menjadi ancaman
keanekaragaman hayati pada berbagai habitat dan jasa ekosistem yang dihasilkan
seperti perlindungan pantai, keamanan pangan, kenyamanan wisata, perlindungan
biodiversitas, dan adaptasi perubahan iklim. Di samping itu juga pemanfaatan

2

ruang di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sering menimbulkan konflik antar
pemangku kepentingan (Agostini  . 2015).
Keberadaan potensi sumberdaya yang beranekaragam dapat memberikan
manfaat baik secara ekologi maupun ekonomi. Manfaat tersebut akan dapat
diterima jika dikelola secara baik dan benar berdasarkan konsep pengelolaan yang
komprehensif dan memperhatikan aspek pemanfaatan masyarakat yang sudah
ada, agar tidak terjadi konflik kepentingan (Wong 1991).
Pengelolaan berbasis zonasi merupakan pendekatan yang membantu
mengakomodasi berbagai kegiatan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil yang dikombinasikan dalam strategi pengelolaan (Agostini  . 2015).
Dalam Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 junto Undang-Undang Nomor 1
tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, zonasi
diartikan sebagai suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui
penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumber daya dan daya
dukung serta proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan
dalam Ekosistem pesisir. Sedangkan menurut Clark 1977, zonasi adalah suatu
sistem pembentukan wilayah daratan dan lautan untuk dialokasikan kepada
penggunaan spesifik; pembagian suatu wilayah khusus ke dalam beberapa
kawasan (zona) dimana setiap zona direncanakan untuk suatu penggunaan atau
kumpulan penggunaan khusus. Pengelolaan yang berbasis zonasi akan membagi
ruang-ruang di dalam wilayah pesisir pulau kecil untuk berbagai kegiatan dengan
mengintegrasikan faktor-faktor ekonomi, ekologi dan sosial budaya.
Perumusan Masalah
Dalam Anjani 2014, kondisi ekosistem terumbu karang di Kepulauan
Derawan khususnya di wilayah perairan gugus Pulau Maratua selama kurun
waktu 8 tahun (2003-2011) mengalami penurunan sebesar 36% dimana pada
tahun 2011 rata-rata tutupan karang dengan kondisi cukup baik sebesar 65%
menjadi 21% pada tahun 2011. Di samping itu juga kegiatan penangkapan ikan
masih berlangsung di daerah yang telah dicadangkan sebagai kawasan konservasi
dan menggunakan peralatan yang dilarang seperti bom dan potassium.
Manfaat pencadangan kawasan konservasi di wilayah gugus Pulau
Maratua belum dapat dirasakan secara nyata karena belum ditetapkan secara
hukum, belum adanya sistem zonasi yang lebih rinci dan belum dilakukan
pengelolan terhadap kawasan konservasi di gugus Pulau Maratua sehingga segala
bentuk penyimpangan yang terjadi terhadap pengelolaan kawasan belum dapat
diselesaikan (Anjani 2014).
Secara adat gugus Pulau Maratua merupakan hak ulayat masyarakat yang
telah dikelola secara turun-temurun. Masyarakat menganggap bahwa pulau,
kawasan pesisir dan laut beserta sumberdaya alam yang dikandungnya merupakan
milik mereka yang telah diwariskan secara turun temurun, sehingga masyarakat
bebas untuk menjual tanah yang dimiliki ke siapa saja (Giffari 2008). Sebagian
wilayah daratan dan pulau-pulau kecil sudah menjadi milik investor baik dari
dalam negeri maupun asing. Ada beberapa pulau yang sudah menjadi milik asing
yang dimanfaatkan sebagai   wisata seperti Pulau Nunukan, Pulau Bakungan
dan Pulau Nabuko.

3

Masyarakat gugus Pulau Maratua sebagian besar adalah nelayan dengan
kegiatan utama menangkap ikan dan mengumpulkan biota laut lainnya. Hanya
sebagian kecil yang sudah melakukan kegiatan budidaya ikan dengan bantuan
pemerintah daerah. Sebagian besar merupakan nelayan tradisional yang
menangkap ikan di sekitar daerah terumbu karang. Mereka sangat tergantung pada
kondisi cuaca dan iklim dimana pada saat musim barat atau utara mereka lebih
banyak tidak melaut karena gelombang besar dan cuaca buruk.
Penggunaan alat penangkapan yang tidak ramah lingkungan seperti
penggunaan bom dan potassium masih sering ditemukan. Pelaku pengeboman dan
pembiusan ikan ada yang berasal dari nelayan lokal dan ada juga dari luar wilayah
gugus Pulau Maratua. Penggunaan bom dan potassium telah mengakibatkan
degradasi ekosistem terumbu karang dan padang lamun (Anjani 2014).
Gugus Pulau Maratua memiliki hamparan pasir dan padang lamun yang
luas sebagai tempat mencari makan dan bertelur bagi penyu hijau. Akifitas
pengambilan telur penyu secara ilegal oleh masyarakat masih sering terjadi
walaupun sudah ada peraturan dan perundang-undangan yang mengatur hal ini.
Perairan gugus Pulau Maratua juga menjadi alur migrasi bagi Hiu Paus dan Pari
Manta sehingga berpotensi untuk dijadikan obyek wisata bahari.
Pemanfaatan terumbu karang dan pasir yang terjadi di pantai Desa
Payung-Payung untuk dijadikan sebagai bahan bangunan telah mengakibatkan
abrasi dan mundurnya garis pantai akibat tidak adanya perlindungan alamiah dari
gelombang besar. Dengan mundurnya garis pantai mengakibatkan banyak
infrastruktur jalan yang ada di pinggir pantai menjadi rusak. Di samping itu juga,
pengambilan terumbu karang dan pasir telah mengakibatkan terjadinya kerusakan
degradasi ekosistem terumbu karang di sekitar pantai Desa Payung-Payung.
Pemanfaatan wilayah gugus Pulau Maratua untuk kegiatan wisata dalam
skala yang lebih besar sudah dilakukan oleh beberapa investor asing dari Jerman,
Malaysia dan Taiwan. Ada beberapa
 yang ada di gugus pulau Maratua
yaitu     
 yang membangun sebagian
 nya di atas
hamparan pasir pantai Desa Teluk Harapan, Nabuco Resort yang memanfaatkan
Pulau Nabuco dan Maratua Guest House yang dibangun di pantai utara Teluk
Harapan. Disamping itu juga telah ada penginapan atau home stay milik warga
yang disewakan untuk wisatawan lokal (BPS Berau 2015). Ijin Pembangunan
sebagian resort tersebut hanya mengantongi perijinan dari Dinas Pariwisata
Kabupaten Berau tanpa melakukan koordinasi dengan Dinas Perikanan dan
Kelautan Kabupaten Berau.
Sebagian besar resort di wilayah gugus Pulau Maratua masih
menggunakan tenaga kerja dari luar negeri. Untuk masyarakat lokal belum banyak
diberdayakan untuk mengambil peran dan manfaat dari kegiatan wisata yang ada.
Hanya sebagian kecil saja yang sudah dilibatkan sebagai penyedia jasa sewa
perahu atau speed boat dan penyuplai logistik seperti air dan makanan.
Beragamnya penggunaan oleh para stakeholder dan masalah yang
ditimbulkan, mengharuskan pengaturan ruang atau zonasi yang lebih rinci disertai
dengan pengelolaan yang komprehensif dengan mempertimbangkan aspek
ekologi, ekonomi, sosial dan budaya. Penerapan aspek-aspek tersebut sejalan
dengan kaidah pembangunan yang berkelanjutan (Dahuri et al. 2001).

4

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka permasalahan yang ada dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Perlu adanya identifikasi potensi ekosistem pesisir gugus Pulau Maratua
dalam menentukan berapa besar potensi kawasan yang bisa dijadikan
sebagai kawasan pariwisata, perikanan, konservasi dan alur.
2. Penentuan zonasi selama ini masih bersifat umum sehingga belum terlihat
jelas batas-batas kawasan kawasan untuk kegiatan pariwisata, perikanan,
konservasi dan alur.
3. Strategi kebijakan pengelolaan yang ada belum mampu mengakomodasi
kepentingan para  termasuk aspirasi masyarakat lokal. Hal ini
masih terjadinya konflik perijinan dan pemanfaatan ruang serta prioritas
pengelolaan kawasan.
Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari penelitian ini yaitu 1) mengidentifikasi potensi sumberdaya
pesisir gugus Pulau Maratua, 2) menyusun arahan zonasi wilayah pesisir gugus
Pulau Maratua dengan mengintegrasikan kesesuaian perairan yang berdasarkan
parameter ekologi dengan kebijakan pemerintah, dan 3) menentukan strategi
pengelolaan gugus Pulau Maratua. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah
dapat memberikan masukan serta kajian kepada  yang terkait dalam
pemanfaatan wilayah pesisir gugus Pulau Maratua.
Kerangka Pikir
Gugus Pulau Maratua memiliki potensi sumberdaya alam dan serta jasajasa lingkungan yang cukup besar untuk dimanfaatkan untuk kesejahteraan
masyarakat seperti berbagai jenis ikan, terumbu karang, mangrove dan padang
lamun. Seiring dengan berkembangnya pembangunan dan meningkatnya
kebutuhan masyarakat terhadap sumberdaya yang ada menyebabkan mulai
munculnya permasalahan, di antaranya adalah munculnya konflik atau benturan
kepentingan dalam pemanfaatan ruang.
Konflik kepentingan yang timbul, disebabkan oleh adanya pemanfaatan
yang saling tumpang tindih antara kegiatan untuk wisata, perikanan tangkap dan
budidaya akibat dari belum adanya perencanaan spasial yang lebih rinci. Terdapat
kendala pengelolaan wilayah gugus Pulau Maratau yaitu kondisi sumberdaya
alam seperti terumbu karang dan ikan karang yang semakin menurun, kondisi
sosial ekonomi dimana masih rendahnya tingkat pendidikan dan pendapatan,
terbatasnya kualitas sumberdaya manusia, serta rendahnya kesadaran masyarakat
untuk menjaga kelestarian sumberdaya alam.
Pemanfaatan sumberdaya alam saat ini belum banyak memberikan hasil
yang signifikan. Pemanfaatan ini justru menimbulkan masalah-masalah baru baik
itu di bidang ekologi, ekonomi dan sosial. Pemanfatan sumberdaya yang tidak
terkendali dapat menyebabkan kerusakan lingkungan dimana tingkat
ketergantungan masyarakat pulau kecil terhadap sumberdaya sangat tinggi karena
akses yang terbatas dan jaraknya yang jauh dari daratan utama ( !" "). Oleh
karena itu perlu penyelesaian masalah-masalah yang ada dengan melakukan

5

pengelolaan yang berbasis zonasi dengan memperhatikan karakteristik ekologi,
ekonomi dan sosial.

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian
Informasi mengenai kondisi karakteristik ekologi gugus Pulau Maratua
belum banyak karena terkendala oleh dan biaya yang mahal untuk menuju ke
tempat ini. Oleh karena itu karakteristik ekologi seperti kondisi daratan, ekosistem
perairan dan kondisi oseanografi wilayah pesisir gugus Pulau Maratua perlu
diinventarisasi dengan pengambilan data primer dan sekunder. Data sekunder bisa
diperoleh dari instansi yang terkait baik, hasil penelitian sebelumnya dan analisis
citra satelit. Informasi ini kemudian dipetakan untuk menjadi kumpulan peta-peta
tematik. Informasi mengenai kondisi sosial, ekonomi dan budaya yang ada di
masyarakat gugus Pulau Maratua menjadi informasi pelengkap dalam penentuan
pengambilan keputusan dan strategi pengelolaan.

6

Peta-peta tematik dari parameter ekologi kemudian ditumpangsusunkan
atau #$%&'() dengan bantuan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis (SIG)
menjadi peta-peta kesesuaian untuk masih masing kegiatan atau peruntukan. Peta
kesesuaian dari masing-masing peruntukan kemudian ditumpangsusunkan lagi
dengan kebijakan-kebijakan yang sudah ada sehingga menghasilkan satu peta
yang mencakup semua rencana alokasi ruang yang disebut peta zonasi. Zonazona yang dihasilkan kemudian dilengkapi dengan strategi pengelolaan yang
diharapkan dapat menjadi acuan atau panduan untuk pemerintah dan pemerintah
daerah dalam mengatasi masalah-masalah yang ada sehingga tujuan pembangunan
dapat tercapai dan berkelanjutan.

2 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan September 2014
yang meliputi pengambilan data primer dan data sekunder. Lokasi penelitian
berada di wilayah pesisir gugus Pulau Maratua sampai sejauh 4 mil dari garis
pantai.
Secara administratif gugus Pulau Maratua termasuk kedalam wilayah
Kecamatan Maratua Kabupaten Berau Kalimantan Timur yang terletak pada
koordinat 02o15 12 LU dan 118o38 41 BT. Gugus Pulau Maratua terdiri dari
pulau utama yaitu Pulau Maratua dan pulau-pulau kecil lainnya yaitu Pulau Sidau,
Pulau Semut, Pulau Andongabu, Pulau Sangalan, Pulau Bulingisan, Pulau Nusa
Kokok, Pulau Bakungan, Pulau Nunukan dan Pulau Pabahanan (BPS Berau
2015).
Pengambilan Data Primer dan Sekunder
Data yang diambil dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung dan
wawancara dengan narasumber. Data primer terdiri dari data oseanografi, data
pemanfaatan perairan dan daratan serta data ekosistem. Data oseanografi terdiri
dari suhu, salinitas, kecerahan, kedalaman, pH, kecepatan arus dan pasang surut.
Pengambilan data suhu, salinitas, kecerahan dan pH perairan dilakukan secara *n
+*tu pada 18 titik stasiun. Pengukuran suhu dengan menggunakan termometer air
raksa, pengukuran salinitas dengan menggunakan ,-./ 0120-3t1o
m1t r
,
pengukuran kecerahan dengan +13,,* /*sk dan pengukuran pH dengan
menggunakan pH meter. Untuk pengukuran kedalaman menggunakan alat
13,4+45./1r yang dipasang pada perahu motor dan bergerak mengelilingi pulau
sampai sampai batas kedalaman 200 meter. Data kecepatan arus diperoleh dengan
menggunakan alat 63o
u3sti 71o
l r 85001n
p
t 901o
fril
(ADCP) yang diletakkan
pada dua lokasi yaitu di sebelah barat dan timur Pulau Maratua. Untuk
pengukuran pasang surut dilakukan pada satu lokasi yaitu di dermaga Desa Teluk
Harapan. Data pemanfaatan perairan dan daratan dilakukan berdasarkan observasi
lapangan dan dibantu dengan peralatan :4l ;-< 94+*tio
ng=>1st m
(GPS) dan
peta. Data ekosistem yang diambil adalah data kondisi terumbu karang dan ikan
karang pada 20 titik stasiun sebanyak satu kali pengamatan.
Penentuan stasiun untuk pengukuran kualitas air dan stasiun pengamatan
terumbu karang serta ikan karang dilakukan dengan menggunakan metode
siv +-?p
ro
u
p
lin
g
dengan mempertimbangkan kondisi karakteristik fisik
1
perairan gugus Pulau Maratua. Secara spasial stasiun terdistribusi menjadi dua
bagian yaitu di dalam laguna dan luar laguna. Untuk kualitas air stasiun di dalam
laguna ada 2 stasiun yaitu stasiun 17 dan 18, sedangkan stasiun 1 sampai dengan
stasiun 16 terletak di luar laguna. Untuk pengamatan terumbu karang penentuan
stasiun di dalam laguna sebanyak 4 stasiun yaitu stasiun 15-18, sedangkan yang
diluar laguna sebanyak 16 stasiun yaitu stasiun 1-14 dan stasiun 19-20.

8

Data sekunder terdiri dari informasi mengenai kondisi sosial, ekonomi dan
budaya sesuai dengan atribut yang dikaji. Data sekunder diperoleh dari instansi
yang terkait yaitu Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Balai Pengelolaan
Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Pontianak, Dinas Kelautan dan Perikanan
(DKP) Kabupaten Berau, Bappeda Kabupaten Berau, Dinas Perhubungan
Kabupaten Berau dan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Berau. Data-data
yang diperoleh didukung juga melalui interpretasi citra satelit Alos AVNIR-2
perekaman tanggal 22 Mei dan 17 September 2009 untuk mengetahui tutupan
lahan di darat dan ekosistem perairan. Selengkapnya mengenai jenis, sumber dan
metode pengumpulan data disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis data yang diambil dalam penelitian
No
Kategori
Jenis Data
Sumber
Keterangan
1 Kondisi
Pemukiman, pertanian dan Pengamatan Data primer dan
daratan
perkebunan, pemerintahan, langsung,BPS sekunder
pariwisata, iklim, topografi, Kabupaten
vegetasi
Berau
2 Pemanfaatan Pelabuhan, budidaya
Pengamatan Data
Primer
perairan
perikanan, pariwisata dan langsung,
dan sekunder
konservasi
DKP Berau
3 Demografi Jumlah penduduk,
BPS Berau
Data sekunder
kepadatan penduduk,
tingkat pendidikan dan
mata pencaharian
4 Infrastruktur Sarana dan prasarana
Bappeda
Data sekunder
pemukiman, pemerintahan, Berau, Dinas
perekonomian dan
Perhubungan
transportasi (aksesibilitas) Berau
5 Oseanografi Suhu, kecerahan,
Pengamatan Data Primer
kedalaman, salinitas, pH,
langsung
kecepatan arus, dan pasang
surut
6 Ekosistem Terumbu karang, dan
Pengamatan Data Primer
sumberdaya ikan.
langsung
7 Citra Satelit Alos AVNIR-2
BIG
Data sekunder
8 Laporan
Rencana Zonasi Wilayah
Bappeda
Data sekunder
Pesisir dan Pulau-Pulau
Berau, BPSPL
Kecil (RZWP3K)
Pontianak
Kabupaten Berau, Rencana dan KKP RI
Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kabupaten Berau,
Rencana StrategisWilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil (Renstra WP3K)
Kabupaten Berau, Rencana
Zonasi Kawasan Strategis
Nasional (Pulau Maratua).

8

9

Gambar 2 Peta citra Alos AVNIR-2 gugus Pulau Maratua

10

10
Gambar 3 Lokasi penelitian di wilayah gugus Pulau Maratua

11

Analisis Data
Analisis Data Ekosistem
Bentuk Pertumbuhan dan Persentase Penutupan Karang
rm ) dan persentase penutupan
Data bentuk pertumbuhan karang (l@ABAo
karang hidup diperoleh dengan menggunakan metode CDi B EBn
t FGBp
t HFIDJBGk
(LIT) atau dikenal dengan metode transek garis. Metode ini dilakukan dengan
cara membentangkan tali meteran sejauh sejauh 25 m pada kedalaman 3-7 meter.
Persentase penutupan karang hidup diketahui dengan menggunakan rumus
(English BtIK . 1994) :
Li =

(ni/L ) x 100 %

dimana :
Li = persen penutupan karang hidup
ni = panjang total karang hidup ke-i
L = panjang tali transek
Kondisi persentase penutupan karang hidup mengacu dari Kriteria Baku
Kerusakan Terumbu Karang menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor 04 tahun 2004 seperti yang tertera pada Tabel 2.
Tabel 2 Kriteria baku kerusakan terumbu karang
Kriteria baku kerusakan terumbu
Persen tutupan
Rusak
Baik

Buruk
Sedang
Baik
Baik sekali

0-24,9 %
25-49,9 %
50-74,9 %
75 100 %

Lebar Hamparan Karang
Lebar hamparan karang didapatkan dari hasil analisis citra Alos AVNIR-2
dengan cara mengukur lebar karang pada peta citra dari titik yang terdekat dengan
garis pantai ke arah laut pada setiap titik pengamatan. Lebar hamparan datar
karang berkaitan dengan luasan yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan wisata
rklin
o
sn
g
.
Jenis Ikan Karang
Jenis ikan karang dihitung dengan metode sensus visual dari stasiun
pengamatan yang sama dengan stasiun pengamatan terumbu karang. Perhitungan
dilakukan dengan cara menghitung jumlah dan jenis ikan karang yang ditemukan
pada jarak 2,5 meter ke kiri dan kanan pada transek LIT terumbu karang.
Keberadaan ikan karang dicatat berdasarkan gambar panduan jenis-jenis ikan
karang pada English BtIl . (1994).
Hasil dari analisis data ekosistem ini kemudian digambarkan dalam petapeta tematik dengan aplikasi SIG dengan metode interpolasi Dsp
li B w
ithLIFF@BFM
(Prahasta 2005).

12

Tabel 3 Daftar penggolongan komponen dasar penyusun ekosistem terumbu
karang berdasarkan NlOP Oorm karang dan kodenya
Kategori
Kode
Keterangan
DC
Baru saja mati, warna putih / putih kotor
QPRS TUVRW
DCA
Karang masih berdiri, struktur skeletal
QPRS TUVRW ithXWYR
masih terlihat
BVRZ[h
in
g
ACB
Bentuk pertumbuhan koloni bercabang
seperti ranting pohon
]Z[
t
s
u
r
i
g
n
ACE
Biasanya merupakan dasar dari bentuk
X[VU\UVR
R[VU\UVR belum dewasa, yang
pertumbuhannya merayap
^_`aRbbNP
v
ACS
Tegak dengan bentuk seperti baji atau gada
tP
ACD
Bercabang cukup rapat seperti jari tangan
Qig
R
cR`_WRdP
ACT Bentuk seperti meja datar
BVRZ[h
in
g
CB
Bercabang minimal 20, memiliki axial dan
radial coralit dan seperti ranting pohon
stin
g
CE
Sebagian besar terikat pada substrat
]Z[ru
(mengerak)
n f
CF
Karang terikat pada satu atau lebih titik,
eo
gUWiUbP
seperti daun, atau berupa piring
X[VU\UVR
v
CM
Seperti batu besar atau gundukan
hRbbNP
v
CS
Berbentuk tiang kecil, kenop atau baji
^_`aRbbNP
m
ro
sh
CMR Soliter, tidak melekat pada substrat dan
hu
berbentu jamur
CHL Karang biru
iPliU\UVR
CML Karang api
hilP\UVR
CTU Bentuk seperti pipa-pipa kecil
c_`N\UVR
SC
Karang bentuk lunak
^UOtTUVRW
SP
Tubuhnya lunak berpori seperti tabung, vas
^\UZYP
bunga dan mangkuk
iSb
ZO
Bisa individu maupun koloni atau hewan
joRZdh
kecil yang menempel, mirip seperti anemon
t Prs
OT
Termasuk ke dalamnya Rb[iSNRZbm RZPUmZm
kl
go
iRZ
n
o
rg
dan lain-lain
AA
Terdiri dari lebih satu spesies alga yang agak
XWYR
sulit dipisahkan
RbbPm̀WRYP
li PP
CA
Semua jenil alga yang dinding tubuhnya
TUVRWZ
mengandung kapur
RWYR
iRWim
PSR
PSR
HA
Alga dari genus iRWim
XWYR
hR[VURWYR
MA
Berbagai jenis alga, alga coklat, merah, dsb
cu
rfXWYR
TA
Alga halus berspiral lebat, seringkali
ditemukan dalam wilayah ikan damsel
^RZS
S
Pasir
R
Patahan karang yang sudah mati
n_``WP
^Nlt
tik
SL
Lumpur halus bila teraduk lama mengendap
X`No
W
Celah sempit yang lebih dalam 50 cm
oRdPr
RCK Batu granit atau batuan vulkanik
nU[k
Sumber : English PtRWp (1994) ; Subhan PtRW . (2016)
12

13

Analisis Data Oseanografi
Hasil analisis data oseanografi hasil pengukuran secara langsung (qnrqtu )
kemudian dibandingkan dengan referensi yang diacu untuk kegiatan budidaya
ikan dalam keramba jaring apung (KJA) dan budidaya rumput laut. Data hasil
analisis oseanografi ini kemudian digambarkan dalam peta-peta tematik mengenai
ithuvwwqtr
sebaran masing-masing paramater dengan metode interpolasi qsp
lst w
pada aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG).
Analisis Spasial
Analisis Citra Satelit untuk Identifikasi Ekosistem Perairan
Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah citra Alos AVNIR-2
dengan tanggal perekaman 22 Mei dan 17 September 2009 yang diperoleh dari
Badan Informasi Geospasial. Citra ini digunakan sebagai peta dasar untuk
mengetahui rona awal kondisi wilayah pesisir dan pulau pulau kecil pada gugus
Pulau Maratua serta untuk mengetahui sebaran ekosistem perairan dangkal seperti
terumbu karang, lamun, pasir, mangrove dan vegetasi daratan.
Citra yang didapat telah terkoreksi baik secara radiometrik maupun secara
geometrik. Citra yang telah terkoreksi secara radiometrik dan geometrik ini
kemudian diklasifikasi menjadi beberapa kelas dengan menggunakan aplikasi SIG
(Purwadhi tt vxy 2009zy Adapun kombinasi kanal yang digunakan untuk
interpretasi citra secara visual yaitu kombinasi 4-3-2 untuk untuk identifikasi
vegetasi dan kombinasi 3-2-1 untuk identifikasi sebaran sumberdaya perairan
dangkal (terumbu karang, lamun dan pasir).
Penentuan kelas sumberdaya perairan dangkal untuk ekosistem terumbu
karang, lamun dan pasir setelah dilakukan klasifikasi band, dilakukan juga koreksi
kolom air dengan menggunakan algoritma {tp
thivnwqvs| si {tx
(DII) yang biasa
dikenal dengan algoritma Lyzenga (Green ttvx . 2000). Algoritma {tp
thvinwqvs|
s
i {tx dituliskan dalam persamaan berikut :

dimana :
ij
= band-i, band-j
ki/kj = rasio koefisien atenuasi
a
= varian
= kovarian
X
= radian yang ditransformasi
L
= nilai piksel pada band

14

Koreksi kolom air dengan cara mengkombinasikan dua citra dari band
yang penetrasinya dalam air cukup baik yaitu kanal biru dan kanal hijau. Dengan
demikian pantulan hanya berasal dari objek yang ada di dasar perairan. Setelah
mengekstrak nilai digital dari kanal biru dan kanal hijau, maka dibuat koefisien
atenuasi perairan. Untuk mendapatkan nilai indeks yang benar, maka persyaratan
dalam menggunakan algoritma Lyzenga adalah pengambilan t}~€€ ‚~ƒp

harus dilakukan pada substrat yang sama dan pada kedalaman yang bervariasi.
Analisis Kesesuaian Perairan
Analisis kesesuaian perairan merupakan suatu kajian untuk menilai
kecocokan dan kelayakan berbagai macam aktivitas yang akan dilakukan di
suatu kawasan sesuai dengan potensi sumberdaya dan peruntukannya dengan
mempertimbangkan berbagai parameter. Hal ini mengingat walaupun secara visual
suatu lokasi kelihatan cocok untuk dijadikan lokasi wisata budidaya, namun
belum tentu sesuai secara ekologis mengingat ada berbagai parameter yang harus
diamati dan dinilai secara ilmiah untuk menentukan kesesuaiannya.
Kesesuaian kawasan juga merupakan suatu pola pikir yang mengarah
pada pertimbangan bahwa betapapun besarnya daya tarik dari suatu lokasi, secara
ekologis tetap akan memiliki keterbatasan (s ~r ty ), sehingga jumlah dan
frekuensi kunjungan dalam suatu ruang dan waktu harus disesuaikan dengan
kaedah yang berlaku.
Analisis kesesuaian yang dilakukan dalam penelitian ini hanya
l
difokuskan untuk peruntukan wisata selam, wisata krons
n , budidaya ikan dalam
keramba jaring apung (KJA) dan budidaya rumput laut sesuai dengan arahan pada
RTRW dan RZWP3K Kabupaten Berau serta perundang-undangan yang terkait.
Parameter yang digunakan adalah kombinasi antara parameter
ekosisten dan parameter oseanografi. Untuk masing-masing jenis kegiatan
penetapan parameter tidak sama. Parameter dan kriteria disusun berdasarkan
parameter biofisik yang relevan dengan setiap kegiatan. Parameter yang
menentukan di berikan bobot terbesar sedangkan kriteria (batas-batas) yang
sesuai diberikan skor tertinggi.
Dalam penelitian ini, kelas kesesuaian perairan dibagi dalam 3 kelas
yaitu; sangat sesuai (S1), sesuai (S2), dan tidak sesuai (N). Defenisi masingmasing kelas kesesuaian tersebut adalah :
1. Kelas S1: sangat sesuai yaitu tidak mempunyai pembatas yang berat
untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari, atau hanya mempunyai
pembatas yang kurang berarti dan tidak berpengaruh secara nyata
terhadap kegiatan tersebut.
2. Kelas S2: sesuai yaitu perairan yang mempunyai pembatas yang agak
besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus
diterapkan. Pembatas tersebut akan mengurangi aktivitas dan
keuntungan yang diperoleh, serta meningkatkan masukan untuk
mengusahakan perairan tersebut.
3. Kelas N: tidak sesuai yaitu perairan yang mempunyai pembatas
berat/permanen, sehingga tidak mungkin dipergunakan terhadap suatu
penggunaan tertentu yang lestari.
Bobot untuk setiap parameter adalah antara 1 100, sedangkan skor untuk
setiap kelas berkisar antara 1-3. Untuk parameter yang dianggap dominan

14

15

diberikan nilai bobot yang besar, sedangkan yang dianggap kurang
dominan/berpengaruh diberikan nilai yang rendah. Pemberian nilai skor (scoring)
berbeda untuk tiap kelas kesesuaian, tetapi sama nilainya untuk semua parameter
dalam kelas kesesuaian yang sama. Kelas S1 diberikan nilai 3, kelas S2
diberikan nilai 2, dan kelas N diberikan nilai 1.
a) Kriteria dan matriks kesesuaian untuk wisata selam
Kesesuaian wisata selam mempertimbangkan enam parameter dengan 3
klasifikasi penilaian. Parameter dimaksud antara lain kecerahan perairan, tutupan
karang, jenis karang, jenis ikan karang, kecepatan arus dan kedalaman terumbu
karang. Selanjutnya penetapan kriteria, bobot dan skor dari masing-masing
parameter dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Matriks kesesuaian untuk wisata selam
Kriteria

Bobot

Kecerahan (m)
Tutupan karang (%)
Jenis karang
Jenis ikan karang
Kecepatan arus (cm/dtk)

30
20
20
20
5

Kedalaman (m)

5

Kelas Kesesuaian dan Skor
Acuan
S1 Skor
S2
Skor
N
Skor
>10
3
5-10
2
75
3
50-75
2
12
3
7-12
2
100 3
50-100 2
15-50 2
>50
1
a
>30 atau
6-15 3
>15-30 2
1
a
10
3
5-10
2
75
3
50-75
2
12
3
7-12
2
50
3
30-50
2
15-50
2
>50
1
(cm/dtk)
Kedalaman
5
1-5
3
>5-10
2
>10
1
Lebar hamparan
5
>100
3
50-100
2
16
Kecerahan (m)
35
>3
3
2-3
2
8,5
< 27 atau
Salinitas (0/00)
5
>32-36
3
27-32
2
1
c
>36
28-32
3
25-28
2
1
c
>32
30-40
2
1
c
>40
Sumber : a. Bakosurtanal (2005); b. Radiartha (2015); c. KKP (2003)
d) Kriteria dan matriks kesesuaian lokasi untuk budidaya rumput laut
Kesesuaian budidaya rumput laut diperlukan 6 parameter yaitu kedalaman
perairan, kecepatan arus, salinitas, suhu, kecerahan dan pH. Penetapan kriteria,
bobot dan skor dari masing-masing parameter dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Matriks kesesuaian untuk budidaya rumput laut
Kelas Kesesuaian dan Skor
Kriteria
Bobot
Acuan
S1
Skor
S2
Skor
N
Skor
>10-15
15
Kecerahan (m)

25

>3

3

2-3

2

pH

10

7,5-8,5

3

4-8,5-10

2

Salinitas (O/OO)

10

32-34

3

28-