Rancangbangun pengelolaan pulau-pulau kecil berbasis pemanfaatan ruang (kasus gugus Pulau Kaledupa, Kabupaten Wakatobi)

(1)

RANCANGBANGUN PENGEL OLAAN

PULAU-PULAU KECIL BERBASIS PEMANFAATAN RUANG

(Kasus Gugus Pulau Kaledupa, Kabupaten Wakatobi)

MUHAMMAD RASMAN MANAFI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(2)

ii

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Rancangbangun Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Berbasis Pemanfaatan Ruang (Kasus Gugus Pulau Kaledupa, Kabupaten Wakatobi) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepad a perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2010

Muh.Rasman Manafi NIM C261050081


(3)

iii

ABSTRACT

MUH. RASMAN MANAFI. Management Design of Small Islands Based on Space Utilization (Case Kaledupa Islands, Wakatobi Regency) . Under direction of ACHMAD FAHRUDIN, DIETRIECH G. BENGEN, and MENNOFATRIA BOER.

This research was conducted in Kaledupa Islands (GPK), Wakatobi Regency Southeast Sulawesi. The research objective is to arrange the pattern of space utilization in the small islands based on eco -space value. The value of eco-economic space obtained by comparison 36:64's protected and sea farming areas of totally area of GPK. Results of analysis showed that the pattern of composition GPK space directed to the tourism and fisheries sectors, consist of 7 723.22 Ha (36.31% GPK) of protected areas and 13 549.65 Ha (63.69% GPK) of cultivation areas.

Keywords: small islands, suitability analysis, carrying capacity, total economic value, eco-space value.


(4)

iv

RINGKASAN

MUH. RASMAN MANAFI. Rancangbangun Pengelolaan Pulau -Pulau Kecil Berbasis Pemanfaatan Ruang (Kasus Gugus Pulau Kaledupa, Kabupaten Wakatobi). Dibimbing oleh ACHMAD FAHRUDIN, DIETRIECH G. BENGEN, dan MENNOFATRIA BOER.

Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state), artinya wilayah negara Republik Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan p emersatunya adalah lautan. Sebagai suatu negara kepulauan, Indonesia memiliki potensi sumberdaya alam pesisir dan lautan yang sangat besar . Potensi sumberdaya pesisir dan lautan tersebar di sekitar 17 480 buah pulau dan 95 181 km panjang pantai di kepulauan Indonesia. Pulau-pulau ini mempunyai nilai penting dari sisi politik, sosial, ekonomi, budaya dan pertahanan keamanan Indonesia. Sebagian besar dari pulau-pulau tersebut merupakan pulau -pulau kecil (PPK) yang di dukung oleh ekosistem dengan produktivitas hayati cukup tinggi seperti terumbu karang, padang lamun, dan hutan mangrove. Namun pemanfaatan potensi sumberdaya pulau-pulau kecil belum dikelola secara optimal sehingga tingkat kesejahteraan masyarakat pesisir dan PPK masih banyak tergolong miskin, dimana sebagian besar nelayan (khususnya penduduk di wilayah pulau -pulau kecil) di Indonesia masih hidup dibawah garis kemiskinan.

Dalam pengembangan pulau-pulau kecil dihadapkan pada 7 (tujuh) tantangan yaitu: (1) keterpencilan dan insularity pulau; (2) kep ekaan terhadap bencana alam; (3) keterbatasan kapasitas kelembagaan sektor publik; (4) keterbatasan diversifikasi produksi dan ekspor; (5) rentan dari guncangan ekonomi dan lingkungan eksternal; (6) keterbatasan akses terhadap modal eksternal; (7) kemiskinan. Upaya pengelolaan PPK berkelanjutan berkaitan erat dengan aktifitas manusia dan rencana pemanfaatan ruang wilayah PPK itu sendiri. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah Pendekatan Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu (PWPT) yang diimp lementasikan pada optimasi pola pemanfaatan ruang pulau kecil.

Masalah konflik pemanfaatan ruang (zonasi dan tata ruang wilayah) merupakan masalah yang mengemuka di Kepulauan Wakatobi. Konflik pemanfaatan yang terjadi berupa perbedaan rencana peruntukkan d an pemanfaatan suatu ruang antara upaya untuk konservasi dan upaya pelaksanaan pembangunan yang belum mempertimbangkan kesesua ian dan daya dukung suatu ruang.

Dalam merumuskan langkah untuk memecahkan masalah di atas, dilakukan penelitian secara bertahap untuk menemukan pola pemanfaatan ruang yang optimal dalam mengelola Gugus Pulau Kaledupa (GPK) secara berkelanjutan. Adapun tahapannya, yaitu: (1) Tahap Identifikasi dan Penyusunan Basis Data; (2) Tahap Analisis meliputi analisis kesesuaian lahan dan daya dukung ekologis analisis nilai ekonomi total sumberdaya (mangrove dan terumbu karang); dan (3) Tahap Penyusunan Pola Pemanfaatan Ruang GPK dengan menggunakan hasil overlay kesesuaian lahan, daya dukung dan nilai ekonomi total sumberdaya yang disebut sebaga i peta nilai eko-ekonomi ruang (Eco-Space Value = ESV).

Peta pola pemanfaatan GPK yang diperoleh harus mempertimbangkan kebutuhan air dan ketersediaan ruang disesuaikan dengan daya dukung kegiatan yang diperuntukkan. Perbandingan perhitungan kondisi sekar ang


(5)

v

dengan hasil analisis sebagai rencana pola pemanfaatan ruang direkomendasikan sekitar 6% dari luas GPK diwilayah kawasan lindung perairan dapat dimanfaatkan untuk kawasan budidaya dalam bentuk penyangga atau konservasi. Sementara itu diwilayah daratan direkomedasikan perlu upaya untuk menjadikan 9.8% dari luas GPK menjadi kawasan lindung diwilayah daratan. Hal ini tentunya dengan asumsi bahwa jumlah penduduk saat ini yang dijadikan acuan perhitungan kebutuhan akan air tawar dan kebutuhan ruang. Namun ji ka pertumbuhan penduduk di jadikan variabel peubah bagi penyusunan pola pemanfaatan ruang di GPK maka kebutuhan ruang untuk permukiman dan pemanfaatan ruang daratan untuk budidaya pertanian akan terus meningkat. Oleh karena itu kebijakan yang sangat pentin g adalah meningkatkan fungsi hutan yang ada saat ini sebagai wilayah tang kapan air dengan mengendalikan atau membatasi pembukaan lahan yaitu untuk permukiman maksimum seluas 4 249.72 Ha dan budidaya pertanian maksimum seluas 506 .84 Ha.


(6)

vi

© Hak Cipta milik IPB, tahun 20 10

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber nya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, p enyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah ; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk laporan apapun tanpa izin IPB .


(7)

vii

RANCANGBANGUN PENGELOLAAN

PULAU-PULAU KECIL BERBASIS PEMANFAATAN RUANG

(KASUS GUGUS PULAU KALEDUPA, KABUPATEN WAKATOBI)

MUHAMMAD RASMAN MANAFI

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(8)

viii

Penguji pada Ujian Tertutup: 1. Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc. 2. Dr. Ir. Awal Subandar, M.Sc.

Penguji pada Ujian Terbuka: 1. Prof. Dr . Ir. Ismudi Muchsin. 2. Dr. Ir. Sri Yanti Wibisana, MPM.


(9)

ix

Judul Disertasi : Rancangbangun Pengelolaan Pulau -Pulau Kecil Berbasis Pemanfaatan Ruan g (Kasus Gugus Pulau Kaledupa, Kabupaten Wakatobi)

Nama Mahasiswa : Muh. Rasman Manafi

NIM : C261050081

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M .Sc. Ketua

Prof. Dr. Ir. Dietriech G. Bengen, DEA. Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA.

Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA. Prof.Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.


(10)

x

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kep ada Allah SWT, Tuhan seru sekalian alam, karena berkat rahmat, hidayah dan petunjukNya sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan untuk penyusunan disertasi ini berjudul : Rancangbangun Pengelolaan Pulau -pulau Kecil Berbasis Pemanfaatan Ruang (Kasus Gugus Pulau Kaledupa, Kabupaten Wakatobi) , berlangsung dari bulan Maret 2007 sampai dengan bulan Maret 2008.

Terima kasih dan penghargaan penulis ucapkan kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Sc., Prof. Dr. Ir. Dietriech G. Be ngen, DEA., dan Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA., selaku Komisi Pembimbing, atas segala bimbingan dan arahan selama penulis melakukan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini.

2. Bapak Walikota Bau-Bau, Drs. H. MZ. Amirul Tamim, M.Si., atas kesempatan dan bantuan yang diberikan untuk menempuh pendidikan jenjang Doktoral (S3) di Institut Pertanian Bogor.

3. Bapak Bupati Wakatobi, Ir. Hugua, untuk dukungannya selama melaksanakan penelitian di Gugus Pulau Kaledupa.

4. Program COREMAP II yang telah membantu penuli san karya ilmiah ini. 5. Teman-teman mahasiswa Program Studi SPL, WACANA PESISIR, yang

banyak memberikan solusi yang sangat berarti dan menyemangati dalam menelusuri metode dan materi penelitian.

6. Bapak Drs. H. Manafi, Ibu Hj. Rasiah, Bapak Mertua (alm) Dr. Ir . H. Dwiatmo Siswomartono, M.Sc., Ibu Mertua Hj. Srigati, dan Tante Muni, yang tiada lelah menuntun dan memberikan petuah dalam menempuh pendidikan dan kehidupan selama ini. Tak akan pernah mampu terbalaskan apa yang telah kalian berikan kepada penulis dan keluarga.

7. Kakek (alm) La Kai dan Nenek (alm) Wa Sangu yang telah mendorong dan mensugesti penulis untuk bersekolah setinggi -tingginya.

8. Adik penulis Nani, Efi, Titin yang menjadi pengobar semangat berjuang. 9. Istri tercinta Reffiani Dwiatmo, ST dan Ananda t ercinta Muh. Fadhil Almarafi

yang telah dengan sabar dan memberikan doa serta kasih sayang.

10. Bapak para narasumber: (alm) La Ode Ali, Abdul Manan, Andi Hasan, Ediarto Karim, La Beloro dan teman -teman GUSPEMAKA, La Putu dan keluarga, serta para pihak yang telah banyak membantu dalam penelitian ini. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih perlu mendapat masukan konstruktif untuk kesempurnaannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya ilmu pengelolaan wilayah pesisir dan lautan.

Bogor, Januari 2010 Muh. Rasman Manafi


(11)

RANCANGBANGUN PENGEL OLAAN

PULAU-PULAU KECIL BERBASIS PEMANFAATAN RUANG

(Kasus Gugus Pulau Kaledupa, Kabupaten Wakatobi)

MUHAMMAD RASMAN MANAFI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(12)

ii

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Rancangbangun Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Berbasis Pemanfaatan Ruang (Kasus Gugus Pulau Kaledupa, Kabupaten Wakatobi) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepad a perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2010

Muh.Rasman Manafi NIM C261050081


(13)

iii

ABSTRACT

MUH. RASMAN MANAFI. Management Design of Small Islands Based on Space Utilization (Case Kaledupa Islands, Wakatobi Regency) . Under direction of ACHMAD FAHRUDIN, DIETRIECH G. BENGEN, and MENNOFATRIA BOER.

This research was conducted in Kaledupa Islands (GPK), Wakatobi Regency Southeast Sulawesi. The research objective is to arrange the pattern of space utilization in the small islands based on eco -space value. The value of eco-economic space obtained by comparison 36:64's protected and sea farming areas of totally area of GPK. Results of analysis showed that the pattern of composition GPK space directed to the tourism and fisheries sectors, consist of 7 723.22 Ha (36.31% GPK) of protected areas and 13 549.65 Ha (63.69% GPK) of cultivation areas.

Keywords: small islands, suitability analysis, carrying capacity, total economic value, eco-space value.


(14)

iv

RINGKASAN

MUH. RASMAN MANAFI. Rancangbangun Pengelolaan Pulau -Pulau Kecil Berbasis Pemanfaatan Ruang (Kasus Gugus Pulau Kaledupa, Kabupaten Wakatobi). Dibimbing oleh ACHMAD FAHRUDIN, DIETRIECH G. BENGEN, dan MENNOFATRIA BOER.

Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state), artinya wilayah negara Republik Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan p emersatunya adalah lautan. Sebagai suatu negara kepulauan, Indonesia memiliki potensi sumberdaya alam pesisir dan lautan yang sangat besar . Potensi sumberdaya pesisir dan lautan tersebar di sekitar 17 480 buah pulau dan 95 181 km panjang pantai di kepulauan Indonesia. Pulau-pulau ini mempunyai nilai penting dari sisi politik, sosial, ekonomi, budaya dan pertahanan keamanan Indonesia. Sebagian besar dari pulau-pulau tersebut merupakan pulau -pulau kecil (PPK) yang di dukung oleh ekosistem dengan produktivitas hayati cukup tinggi seperti terumbu karang, padang lamun, dan hutan mangrove. Namun pemanfaatan potensi sumberdaya pulau-pulau kecil belum dikelola secara optimal sehingga tingkat kesejahteraan masyarakat pesisir dan PPK masih banyak tergolong miskin, dimana sebagian besar nelayan (khususnya penduduk di wilayah pulau -pulau kecil) di Indonesia masih hidup dibawah garis kemiskinan.

Dalam pengembangan pulau-pulau kecil dihadapkan pada 7 (tujuh) tantangan yaitu: (1) keterpencilan dan insularity pulau; (2) kep ekaan terhadap bencana alam; (3) keterbatasan kapasitas kelembagaan sektor publik; (4) keterbatasan diversifikasi produksi dan ekspor; (5) rentan dari guncangan ekonomi dan lingkungan eksternal; (6) keterbatasan akses terhadap modal eksternal; (7) kemiskinan. Upaya pengelolaan PPK berkelanjutan berkaitan erat dengan aktifitas manusia dan rencana pemanfaatan ruang wilayah PPK itu sendiri. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah Pendekatan Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu (PWPT) yang diimp lementasikan pada optimasi pola pemanfaatan ruang pulau kecil.

Masalah konflik pemanfaatan ruang (zonasi dan tata ruang wilayah) merupakan masalah yang mengemuka di Kepulauan Wakatobi. Konflik pemanfaatan yang terjadi berupa perbedaan rencana peruntukkan d an pemanfaatan suatu ruang antara upaya untuk konservasi dan upaya pelaksanaan pembangunan yang belum mempertimbangkan kesesua ian dan daya dukung suatu ruang.

Dalam merumuskan langkah untuk memecahkan masalah di atas, dilakukan penelitian secara bertahap untuk menemukan pola pemanfaatan ruang yang optimal dalam mengelola Gugus Pulau Kaledupa (GPK) secara berkelanjutan. Adapun tahapannya, yaitu: (1) Tahap Identifikasi dan Penyusunan Basis Data; (2) Tahap Analisis meliputi analisis kesesuaian lahan dan daya dukung ekologis analisis nilai ekonomi total sumberdaya (mangrove dan terumbu karang); dan (3) Tahap Penyusunan Pola Pemanfaatan Ruang GPK dengan menggunakan hasil overlay kesesuaian lahan, daya dukung dan nilai ekonomi total sumberdaya yang disebut sebaga i peta nilai eko-ekonomi ruang (Eco-Space Value = ESV).

Peta pola pemanfaatan GPK yang diperoleh harus mempertimbangkan kebutuhan air dan ketersediaan ruang disesuaikan dengan daya dukung kegiatan yang diperuntukkan. Perbandingan perhitungan kondisi sekar ang


(15)

v

dengan hasil analisis sebagai rencana pola pemanfaatan ruang direkomendasikan sekitar 6% dari luas GPK diwilayah kawasan lindung perairan dapat dimanfaatkan untuk kawasan budidaya dalam bentuk penyangga atau konservasi. Sementara itu diwilayah daratan direkomedasikan perlu upaya untuk menjadikan 9.8% dari luas GPK menjadi kawasan lindung diwilayah daratan. Hal ini tentunya dengan asumsi bahwa jumlah penduduk saat ini yang dijadikan acuan perhitungan kebutuhan akan air tawar dan kebutuhan ruang. Namun ji ka pertumbuhan penduduk di jadikan variabel peubah bagi penyusunan pola pemanfaatan ruang di GPK maka kebutuhan ruang untuk permukiman dan pemanfaatan ruang daratan untuk budidaya pertanian akan terus meningkat. Oleh karena itu kebijakan yang sangat pentin g adalah meningkatkan fungsi hutan yang ada saat ini sebagai wilayah tang kapan air dengan mengendalikan atau membatasi pembukaan lahan yaitu untuk permukiman maksimum seluas 4 249.72 Ha dan budidaya pertanian maksimum seluas 506 .84 Ha.


(16)

vi

© Hak Cipta milik IPB, tahun 20 10

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber nya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, p enyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah ; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk laporan apapun tanpa izin IPB .


(17)

vii

RANCANGBANGUN PENGELOLAAN

PULAU-PULAU KECIL BERBASIS PEMANFAATAN RUANG

(KASUS GUGUS PULAU KALEDUPA, KABUPATEN WAKATOBI)

MUHAMMAD RASMAN MANAFI

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(18)

viii

Penguji pada Ujian Tertutup: 1. Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc. 2. Dr. Ir. Awal Subandar, M.Sc.

Penguji pada Ujian Terbuka: 1. Prof. Dr . Ir. Ismudi Muchsin. 2. Dr. Ir. Sri Yanti Wibisana, MPM.


(19)

ix

Judul Disertasi : Rancangbangun Pengelolaan Pulau -Pulau Kecil Berbasis Pemanfaatan Ruan g (Kasus Gugus Pulau Kaledupa, Kabupaten Wakatobi)

Nama Mahasiswa : Muh. Rasman Manafi

NIM : C261050081

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M .Sc. Ketua

Prof. Dr. Ir. Dietriech G. Bengen, DEA. Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA.

Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA. Prof.Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.


(20)

x

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kep ada Allah SWT, Tuhan seru sekalian alam, karena berkat rahmat, hidayah dan petunjukNya sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan untuk penyusunan disertasi ini berjudul : Rancangbangun Pengelolaan Pulau -pulau Kecil Berbasis Pemanfaatan Ruang (Kasus Gugus Pulau Kaledupa, Kabupaten Wakatobi) , berlangsung dari bulan Maret 2007 sampai dengan bulan Maret 2008.

Terima kasih dan penghargaan penulis ucapkan kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Sc., Prof. Dr. Ir. Dietriech G. Be ngen, DEA., dan Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA., selaku Komisi Pembimbing, atas segala bimbingan dan arahan selama penulis melakukan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini.

2. Bapak Walikota Bau-Bau, Drs. H. MZ. Amirul Tamim, M.Si., atas kesempatan dan bantuan yang diberikan untuk menempuh pendidikan jenjang Doktoral (S3) di Institut Pertanian Bogor.

3. Bapak Bupati Wakatobi, Ir. Hugua, untuk dukungannya selama melaksanakan penelitian di Gugus Pulau Kaledupa.

4. Program COREMAP II yang telah membantu penuli san karya ilmiah ini. 5. Teman-teman mahasiswa Program Studi SPL, WACANA PESISIR, yang

banyak memberikan solusi yang sangat berarti dan menyemangati dalam menelusuri metode dan materi penelitian.

6. Bapak Drs. H. Manafi, Ibu Hj. Rasiah, Bapak Mertua (alm) Dr. Ir . H. Dwiatmo Siswomartono, M.Sc., Ibu Mertua Hj. Srigati, dan Tante Muni, yang tiada lelah menuntun dan memberikan petuah dalam menempuh pendidikan dan kehidupan selama ini. Tak akan pernah mampu terbalaskan apa yang telah kalian berikan kepada penulis dan keluarga.

7. Kakek (alm) La Kai dan Nenek (alm) Wa Sangu yang telah mendorong dan mensugesti penulis untuk bersekolah setinggi -tingginya.

8. Adik penulis Nani, Efi, Titin yang menjadi pengobar semangat berjuang. 9. Istri tercinta Reffiani Dwiatmo, ST dan Ananda t ercinta Muh. Fadhil Almarafi

yang telah dengan sabar dan memberikan doa serta kasih sayang.

10. Bapak para narasumber: (alm) La Ode Ali, Abdul Manan, Andi Hasan, Ediarto Karim, La Beloro dan teman -teman GUSPEMAKA, La Putu dan keluarga, serta para pihak yang telah banyak membantu dalam penelitian ini. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih perlu mendapat masukan konstruktif untuk kesempurnaannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya ilmu pengelolaan wilayah pesisir dan lautan.

Bogor, Januari 2010 Muh. Rasman Manafi


(21)

xi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kendari pada tanggal 4 november 1973 sebagai anak pertama dari pasangan Manafi dan Rasiah. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari, lulus pada tahun 1997. Pada tahun 2001 penulis melanjutkan pendidikan Magister (S2) di program studi Ilmu Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor dan menyelesaikannya pada tahun 2003. Pada tahun 2005 penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan Doktor (S3) pada program yang sama.

Pada tahun 2003 penulis diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Pemerintah Kota Bau-Bau Sulawesi Tenggara dan ditempatkan di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA). Saat ini penulis mendapat Nota Tugas Walikota Bau-Bau sebagai Pengelola Kantor Perwakilan Pemerintah Kota Bau-Bau di Jakarta.


(22)

xii


(23)

xiii


(24)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Perbandingan umum ciri-ciri pulau oseanik, pulau kontinental dan

benua serta ciri biogeofisik pulau kecil ... ... 8 2 Baku mutu air laut untuk budidaya laut dan wisata ba hari ... 16 3 Nilai K, Lt, Wp, dan Wt untuk kegiata n wisata bahari dan wisata pantai.. 21 4 PDRB Kabupaten Wakatobi Atas Dasar Harga Berlaku 2003 -2006 (%).. 31 5 PDRB Per Kapita Kabupaten Wakatobi 2003 -2005 (Rupiah)... 31 6 Jenis dan sumber data yang dibutuhkan ... ... 34 7 Variabel kualitas perairan dan alat/metode pengukurannya ... 36 8 Unsur data setiap ekosistem ... ... 37 9 Matriks kesesuaian untuk permukiman ... 39 10 Matriks kesesuaian untuk budidaya pertanian ……… ... 39 11 Matriks kesesuaian untuk budidaya laut ... ... 40 12 Matriks kesesuaian untuk pariwisata pantai ... 40 13 Matriks kesesuaian untuk pariwisata bahari ... 41 14 Nilai K, Lt, Wp, dan Wt untuk kegiatan wisata di GPK ... 43 15 Total Nilai Manfaat Mangrove GPK ... ... 66 16 Total Nilai Manfaat Terumbu Karang GPK ... ... 71 17 Luas peruntukan kegiatan dalam pola pemanfaatan ruang GPK ... 78 18 Perhitungan jumlah penduduk GPK be rdasarkan daya dukung air tawar 79 19 Daya dukung setiap kegiatan berdasarkan pola pemanfaaatan ruang .... 80 20 Perbandingan pola pemanfaatan ruang ... 83


(25)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Kerangka pemikiran pengelolaan pulau ke cil melalui perencanaan

ruang ... 5 2 Elemen daya dukung ... ... 19 3 Tipologi Nilai Ekonomi Total (TEV) ... ... 23 4 Kerangka nilai ekonomi keanekaragaman h ayati berbasis ekosistem .. 25 5 Zonal Wilayah Sulawesi Tenggara... ... 27 6 Lokasi Penelitian ... ... 29 7 Alur Kegiatan Penelitian ... ... 33 8 Lokasi pengambilan sampel kualitas perairan ... 35 9 Rancangan Struktur Ruang Kab. Wakatobi deng an 4 SWP ... 49 10 Zonasi Taman Nasional Wakatobi tahun 1996 ... ... 51 11 Zonasi Taman Nasional Wakatobi tahun 2007 ... ... 52 12 Kondisi penggunaan lahan di GPK ... 55 13 Tumpang susun permukiman dan budidaya pertanian ... 73 14 Tumpang susun Pariwisata Pantai, Pariwisata Bahari, Budidaya Laut,

dan Mangrove ... ... 74 15 Tumpang susun Pariwisata Pantai, Pariwisata Bahari, Budidaya Laut,

dan Terumbu Karang ... .... 75 16 Nilai eko-ekonomi ruang GPK ... ... 76 17 Pola Pemanfaatan Ruang GPK ... ... 77


(26)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Matriks kegiatan yang boleh dan tidak boleh dalam setiap zona

di Taman Nasional Wakatobi ... 97 2 Deliniasi Batas Wilayah Penelitian ... 98 3 Peta Sumber Air GPK ... ... 99 4 Hasil Pengukuran Kualias Perairan di Gugus Pulau Kaledupa pada

Tahun 2001 dan Tahun 2007 pada setiap stasiun ... 100 5 Peta Kesesuaian Permukiman ... ... 101 6 Peta Kesesuaian Budidaya Pertanian ... 102 7 Peta Kesesuaian Pariwisata Pantai ... 103 8 Peta Kesesuaian Pariwisata Bahari .. ... 104 9 Peta Kesesuaian Budidaya Laut ... 105 10 Produksi perikanan tangkap di GPK ... ... 106 11 Biaya pembuatan dan operasional alat tangkap di GPK ... 107 12 Produksi rumput laut di GPK ... ... 108 13 Biaya yang dikeluarkan untuk budidaya rumput laut di GPK ... ... 109 14 Kombinasi Kelas ESV permukiman dan budidaya pertanian

(ESV Daratan) beserta luasnya ... ... 110 15 Kombinasi Kelas ESV pariwisata pantai, pariwisata bahari, budidaya

laut, dan mangrove (ESV_pp_pb_bl_M) beserta luasnya ... 111 16 Kombinasi Kelas ESV pariwisata pantai, pariwisata bahari, budidaya

laut, dan terumbu karang (ESV_pp_pb_bl_TK) beserta luasnya ... 112 17 Kombinasi Kelas ESV Perairan beserta luasnya ... 113 18 Kombinasi Kelas Nilai eko-ekonomi ruang GPK ... 114 19 Luas peruntukkan kegiatan dalam pola pemanfaatan ruang GPK ……. 115 20 Perhitungan total nilai manfaat sumberdaya mangrove di GPK ... 116 21 Nilai WTA dan WTP responden untuk sumberdaya mangrove di GPK .. 117 22 Perhitungan total nilai manfaat sumberdaya terumbu karang di GPK ... 118 23 Nilai WTA dan WTP responden untuk sumberdaya terumbu karang


(27)

xvii

DAFTAR SINGKATAN

PWP-PPK Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau -pulau Kecil PWPT Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu GPK Gugus Pulau Kaledupa

DDK Daya Dukung Kawasan RTRW Rencana Tata Ruang Wilayah

pm Permukiman

pms sesuai untuk permukiman

pmsb sesuai bersyarat untuk permukiman pmts tidak sesuai untuk permukiman bp Budidaya pertanian

bps sesuai untuk budidaya pertanian

bpsb sesuai bersyarat untuk budidaya pertanian bpts tidak sesuai untuk budidaya pertanian pp Pariwisata pantai

pps sesuai untuk pariwisata pantai

ppsb sesuai bersyarat untuk pariwisata pantai ppts tidak sesuai untuk pariwisata pantai pb Pariwisata bahari

pbs sesuai untuk pariwisata bahari

pbsb sesuai bersyarat untuk pariwisata bahari pbts tidak sesuai untuk pariwisata bahari

bl Budidaya laut

bls sesuai untuk budidaya laut

blsb sesuai bersyarat untuk budidaya laut blts tidak sesuai untuk budidaya laut

pa1 Potensi air tawar dari 6 sumber mata air di GPK

pa2 Potensi air tawar dari 25% resapan curah hujan tahunan pa3 Potensi air tawar dari 50% resapan curah hujan tahunan ESV Eco-Space Value atau Nilai Eko–Ekonomi Ruang

ESV_pm_bp Nilai Eko–Ekonomi Ruang untuk permukiman dan budidaya pertanian

ESV_pp_pb_bl Nilai Eko–Ekonomi Ruang untuk pariwisata pantai, pariwisata bahari, dan budidaya laut


(28)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state), artinya

wilayah negara Republik Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan pemersatunya adalah lautan. Sebagai suatu negara kepulauan, Indonesia memiliki potensi sumberdaya alam pesisir dan lautan yang sangat besar. Laporan Data Potensi, Produksi dan Eksport/Import Kelautan dan Perikanan tahun 2007 yang dikeluarkan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan menyebutkan bahwa potensi tersebut berupa potensi lestari perikanan tangkap yang mencapai 6.8 juta ton pertahun, potensi lahan budidaya 1 137 756 Ha, potensi jasa kelautan (berupa: transportasi laut dan industri maritim ), barang muatan kapal tenggelam, energi alternatif (ombak dan angin), 80% industri dan 75% kota besar berada di wilayah pesisir, 70% dari 60 cekungan migas Indonesia berada di laut, dan cadangan minyak bumi 9.1 milyar barel di wilayah laut. Selain itu, potensi jasa lingkungan seperti pariwisata, perhubungan dan industri lainnya y ang dapat menyerap tenaga kerja.

Potensi sumberdaya pesisir dan lautan di atas tersebar di sekitar 17 480 buah pulau dan 95 181 km panjang pantai di kepulauan Indonesia. Pulau-pulau ini mempunyai nilai penting dari sisi politik, sosial, ekonomi, budaya dan pertahanan keamanan Indonesia. Sebagian besar dari pulau-pulau tersebut merupakan pulau-pulau kecil (PPK) yang di dukung oleh ekosistem dengan produktivitas hayati cukup tinggi seperti terumbu karang, padang lamun, dan hutan mangrove. Namun pemanfaatan potensi sumberdaya pulau -pulau kecil belum dikelola secara optimal sehingga tingkat kesejahteraan masyarakat pesisir dan PPK masih banyak tergolong miskin , dimana sebagian besar nelayan (khususnya penduduk di wilayah pulau -pulau kecil) di Indonesia masih hidup dibawah garis kemiskinan . Hal ini terkait dengan masalah pembangunan yang tersendat akibat kesulitan transportasi dan sumberdaya manusia, diperlukan biaya yang lebih besar untuk pengembangannya, keterbatasan pemerintah daerah dan kekurangan dana untuk mengembangkan pulau-pulau kecil (Dahuri, 1998; Sugandhy, 1999; Yudhohusodo, 1998; Sriwidjoko, 1998) .

Rencana Strategis Departemen Kelautan dan Perikanan ( Renstra DKP) 2005-2009 menyebutkan bahwa permasalahan pembangunan tersebut muncul antara lain sebagai akibat dari paradigma pembang unan masa lalu yang lebih


(29)

2

berorientasi ke darat (teresterial), yang menyebabkan pengalokasian segenap sumberdaya pembangunan lebih diprioritaskan pad a sektor-sektor daratan. Akibatnya, kekayaan sumber daya kelautan dan perikanan yang besar itu belum dapat dimanfaatkan secara optimal untuk memecahkan problem krisis ekonomi, ketertinggalan serta kemiskinan nelayan dan pembudidaya ikan serta rakyat Indonesia pada umumnya. Selain itu pada pada beberapa PPK, sumberdaya alam dan lingkungan mengalami masalah degra dasi yang serius. Peningkatan populasi yang tinggi disertai dengan keinginan meningkatkan pendapatan membuat peningkatan tekanan terhadap lingkungan pulau (Tisdell, 1993).

Dalam pengembangan PPK terdapat 3 (tiga) isu utama (www.un.org/smallislands2004; http://www.unep.ch/islands/dd98 -7a3.htm) yaitu: (1) perubahan iklim, bencana alam dan lingkungan; (2) air bersih, sumberdaya lahan dan pengelolaan sampah; dan (3) wisata, energi, dan transportasi. Kirkman (2002) menyebutkan 7 (tujuh) tantangan yang dihadapi dalam pengembangan pulau kecil yaitu: (1) keterpencilan dan insularity pulau; (2) kepekaan terhadap bencana alam; (3) keterbatasan kapasitas kelembagaan sektor publik; (4) keterbatasan diversifikasi prod uksi dan ekspor; (5) rentan dari guncangan ekonomi dan lingkungan eksternal; (6) keterbatasan akses terhadap modal eksternal; (7) kemiskinan. Isu-isu diatas hingga sekarang yang banyak menjadi fokus pembahasan pengelolaan PPK berkelanjutan. Upaya pengelolaan PPK berkelanjutan berkaitan erat dengan aktifitas manusia dan rencana pemanfaatan ruang wilayah PPK itu sendiri. Dengan adanya U ndang-undang (UU) 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang ( UUTR) dan UU 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (UU PWP-PPK), upaya untuk mengelola ruang dengan tepat diharapkan dapat dilangsungkan dengan baik. UUTR dapat menjadi dasar penyusunanan tata ruang yang selanjutnya dijabarkan melalui pedoman penyusunan rencana tata ruang Propinsi/Kabupaten/Kota. Sedangkan UU PWP-PPK menjadi dasar pengelolaan ruang di wilayah perairan dalam bentuk zonasi, yang turunannya meliputi Permen DKP No. 16/Men/2008 dan SK Dirjen KP3K No. 31/KP3K/IX/2008. Kedua UU tersebut berikut turunannya mengamanatkan adanya keterpaduan penataan ruang baik didarat maupun di perairan yang optimal dengan mempertimbangkan kesesuaian dan daya dukung pemanfaatan. Salahsatu pendekatan yang dapat digunakan adalah Pendekatan Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu (PWPT) yang diimplemen tasikan pada optimasi pola


(30)

3

pemanfaatan ruang pulau kecil. Salah satu wilayah yang dapat menjelaskan uraian di atas adalah Kepulauan Wakatobi, yang berada sebelah timur Pulau Buton Propinsi Sulawesi Tenggara.

Sebagaimana gugusan pulau kecil lain di Kepulauan Indonesia, aktiftas pemanfaatan ruang wilayah dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat di Kepulauan Wakatobi sejak dulu lebih dominan digunakan untuk permukiman, pelabuhan, perikanan, pariwisata dan ruang sosial lainnya seperti kaombo/limbo.

Sedangkan kegiatan konservasi dan penelitian laut belum lama dilakukan di wilayah ini utamanya di Gugusan Pulau Kaledupa (GPK) dan Tomia. Berbagai masalah yang membutuhkan pengaturan dan pengendalian pemanfaatan sumberdaya yang tidak ramah lingkungan (seperti pemboman i kan, penggunaan racun ikan, pengambilan karang untuk fondasi rumah/pelabuhan /barikade pantai) dan konversi daerah tangkapan air untuk berbagai pemanfaatan (seperti pemukiman dan kebun/ladang) serta sampah domestik merupakan masalah relatif merata di Kepulauan Wakatobi. Masalah konflik pemanfaatan ruang (zonasi dan tata ruang wilayah) merupakan masalah yang mengemuka di Kepulauan Wakatobi. Konflik pemanfaatan yang terjadi b erupa perbedaan rencana peruntukan/pemanfaatan suatu ruang untuk konservasi dan pelaksanaan pembangunan yang belum mempertimbangkan kesesuaian dan daya dukung suatu ruang untuk kegiatan yang diperuntukkan. Sehubungan lokasi Kepulauan Wakatobi ini cukup luas dan pulau -pulau sangat kecil yang ada memiliki hubungan dengan 4 pulau induknya, mak a untuk mencari solusi terhadap masalah tersebut di atas, penelitian dilakukan di Gugus Pulau Kaledupa karena dapat merepresentasikan kegiatan pemanfaatan dan karakteristik wilayah pulau-pulau yang ada di wilayah Kepulauan Wakatobi.

1.2 Perumusan Masalah

Pokok permasalahan yang diteliti adalah sebagai berikut :

1. Pengelolaan pemanfaatan ruang GPK belum mempertimbangkan faktor kesesuaian dan daya dukung ruang sehingga dapat mengancam keberlanjutan pemanfaatan ruang yang ada

2. Belum ada pola pemanfaatan ruang GPK yang mensinergikan manfaat ekologi, ekonomi dan sosial melalui analisis kesesuaian dan daya dukung ekologis, serta nilai ekonomi total sumberdaya dan pertimbangan sosial untuk mencapai pengelolaan PPK yang berkelanjutan.


(31)

4

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah melakukan optimasi pola pemanfaatan ruang gugus pulau kecil yang mensinergikan manfaat ekologi, ekonomi dan sosial melalui analisis kesesuaian dan daya dukung ekologis, serta nilai ekonomi total sumberdaya dan pertimbangan sosial u ntuk mencapai pengelolaan PPK yang berkelanjutan.

Tujuan khusus penelitian yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis masalah pemanfaatan ruang GPK 2. Menduga kesesuaian lahan dan daya dukung di GPK 3. Mevaluasi nilai ekonomi total sumberdaya di GPK 4. Mengoptimasi pola pemanfaatan ruang GPK

1.4 Kerangka Pemikiran

Atas dasar latar belakang di atas maka dapat disusun bagan kerangka pemikiran (Gambar 1) dengan penjelasan sebagai berikut :

Indonesia sebagai negara kepulauan mem iliki sumberdaya PPK yang dapat dijadikan salah satu sumber pertumbuhan baru.

 Namun pemanfaatan potensi sumberdaya pulau -pulau kecil belum dikelola secara optimal serta pada beberapa PPK terjadi degradasi sumberdaya sehingga memerlukan pengelolaan kegiatan pemanfaatan

Bentuk pemanfaatan tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok manfaat yaitu manfaat ekologi, manfaat ekonomi dan manfaat sosial.

 Bentuk pemanfaatan ruang yang umum di PPK dapat dikelompokkan menjadi perikanan (budididaya dan tangkap), pa riwisata (pantai dan laut), pemukiman, pertanian tanaman pangan (kebun dan ladang), pelabuhan dan konservasi

Bentuk pemanfaatan tersebut perlu pengaturan karena berpeluang terjadi tumpangtindih pemanfaatan ruang dan sumberdaya yang sama sehingga dapat mengancam keberlanjutan kehidupan yang ada

 Dalam konteks inilah perlu dilakukan integrasi pola pemanfaatan ruang daratan dan perairan PPK yang didasarkan pada analisis kesesuaian dan daya dukung ekologis, serta nilai ekonomi total sumberdaya dan pertimbangan sosial untuk mencapai pengelolaan PPK yang berkelanjutan.


(32)

5

Keterangan :

Kegiatan pemanfaatan ruang pulau kecil

Gambar 1 Kerangka pemikiran pengelolaan pulau kecil melalui perencanaan ruang Optimasi Perencanaan

Analisis Kesesuaian dan

Daya Dukung

Nilai Ekonomi Total Sumberdaya

dan

Pertimbangan Sosial Sumberdaya PPK

:

Pengelolaan kegiatan pemanfaatan

Pemanfaatan SD PPK dan Jaslingnya

Manfaat Ekologis Manfaat Ekonomi Manfaat Sosial

Perikanan

Konflik Pemanfaatan Ruang Ancaman Keberlanjutan Ekosistem

Optimalisasi Pemanfaatan Ruang

Pengelolaan PPK Secara Berkelanjutan

Pariwisata Pemukiman Pertanian Tan.pangan

Pelabuhan Konservasi Dan lain-lain

Sebagai salah satu sumber pertumbuhan

NKRI

Terjadi degdadasi akibat pemanfaatan yang

tidak optimal

Berbasis ruang


(33)

6

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pulau Kecil

Pada UNCLOS 1982 Bab VIII Rej im Pulau Pasal 121 ayat 1 dinyatakan bahwa pulau adalah daerah daratan yang dibentuk secara alamiah yang dikelilingi oleh air dan yang ada di atas permukaan air pada air. Definisi kata “kecil” dapat diartikan menyangkut ukuran dari suatu wilayah. Hal ini dapat berupa area, populasi, kepadatan, indikator ekonomi misalnya PDB, karakteristik fisik dan geografi, atau kombinasinya. (Downes, 1988inSrebrnik, 2004).

Hess (1990), Dahuri (1998), dan Bengen (2001) menyebutkan pulau kecil adalah pulau yang berukuran kecil, yang secara ekologis terpisah dari pulau induknya dan memiliki batas yang pasti, terisolasi dari habitat lain, sehingga mempunyai sifat insular. Daratan yang pada saat pasang tertinggi permukaannya ditutupi air tidak termasuk kategori pulau kecil. Stratford, (2003) menambahkan bahwa pulau (kecil atau sangat kecil) peka terhadap perubahan budaya dan lingkungan eksternal. Selain itu terdapat pula batasan yang menyebutkan pulau kecil adalah pulau dengan luas 10 000 km2atau kurang (Bell et al., 1990 dalam

Dahuri, 1998; UNESCO, 1994 dalam Sugandhy, 1999; Hess, 1990). Batasan lain yang juga dipakai adalah pulau dengan luas 5 000 km2(Falkland, 1995) atau

dengan luas 2 000 km2(Ongkosongo, 1998; Falkland, 1995). Untuk pulau sangat

kecil dipakai ukuran luas maksimum 1 000 km2dengan lebar kurang dari 3 km

(Hehanusa, 1995; Falkland, 1995). UNESCO (1991) dalam Bengen (2006) menyatakan pulau sangat kecil luasnya tidak lebih besar dari 100 km2 atau

lebarnya tidak lebih besar dari 3 km. UU PWP-PPK pada pasal 1 angka 3 mendefinisikan pulau kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2 000 km2 (dua ribu kilometer persegi) beserta kesatuan ekosistemnya.

Pulau kecil merupakan habitat yang terisolasi dari habitat l ain sehingga membentuk kehidupan yang unik di pulau tersebut. Selain itu pulau kecil mempunyai lingkungan yang khusus dengan proporsi spesi es endemik yang tinggi bila dibandingkan dengan pulau kontinen (Dahuri, 1998). Keterisolasian bukan hanya terbatas pada keterpencilan, miskinnya fasilitas lokal dan keterkaitan eksternal, tetapi juga psikologi sosial kebangsaan, harapan dan nilai kemasyarakatan (Nutley 1980 in Cross and Nutley, 1999). Akibat ukurannya yang kecil maka kapasitas tangkapan air (catchment area) relatif kecil


(34)

7

masyarakat pulau kecil mempunyai budaya yang umumnya berbeda dari masyarakat pulau kontinen dan daratan (Dahuri, 1998).

Peraturan Menteri Departemen Kelautan dan P erikanan (Permen DKP) No. 16/Men/2008 dan SK Dirjen KP3K No. 31/KP3K/IX/2008 mendefinisikan bahwa pulau-pulau kecil adalah kumpulan pulau yang secara fungsional saling berinteraksi dari sisi ekologis, ekonomi, sosial budaya, baik secara individu maupun sinergis dapat meningkatkan skala ekonomi dari pengelolaan sumber dananya. Sedangkan gugus pulau merupakan sekumpulan pulau-pulau yang secara geografis saling berdekatan, dimana ada keterkaitan erat da n memiliki ketergantungan/interaksi antar (1) ekosistem, (2) ekonomi, (3) sosial budaya serta sejarah baik individual maupun secara berkelompok.

Pulau dikelompokkan berdasarkan karakteristiknya yaitu : Pulau kontinental dan pulau oseanik (Salm et al., 2000, Dahl, 1998, Bengen, 2002

dalam Bengen dan Retraubun, 20 06). Pulau kontinental (Continental Island)

terbentuk sebagai bagian dari benua dan setelah itu terpisah dari daratan utama. Kelompok pulau ini memiliki beragam jenis tanah dan kaya akan mineral karena batuannya berasal dari benua dengan umur yang beragam serta memiliki struktur yang kompleks (Dahl, 1998 dalam Bengen dan Retraubun, 2006 ). Biota yang terdapat di kelompok pulau ini sama dengan yang terdapat di daratan utama. Contoh kelompok pulau ini adalah Madagaskar, Seychelles, Kaledonia Baru, dan Selandia Baru. Lebih lanjut disebutkan bahwa terdapat pula pulau kontinental yang bersatu dengan benua pada zaman Pleistocene kemudian terpisah pada zaman Halocene ketika muka laut meninggi , seperti Kepulauan Inggris, Jepang, Tasmania, Sunda Besar (Sumatera, Jawa dan Kalimantan), Pulau Papua, dan lainnya. Pulau oseanik (Oceanik Island) dapat dibagi ke dalam 2 tipe yaitu pulau vulkanik dan pulau koral/ karang (Dahl, 1998 dan Salm

et al., 2000 dalam Bengen, 2006). Selanjutnya dinyatakan bahwa sebagian

besar pulau kecil adalah pulau oseanik. Pulau vulkanik sepenuhnya terbentuk dari kegiatan gunung berapi, yang timbul secara perlahan -lahan dari dasar laut ke permukaan. Pulau vulkanik bukan merupakan bagian dari daratan benua, dan terbentuk di sepanjang pertemuan lempeng-lempeng tektonik. Sedangkan Pulau karang adalah pulau yang terbentuk oleh terumbu karang yang terangkat ke atas (uplift) dan gerakan ke bawah (subsidence) dari dasar laut akibat proses

geologi. Untuk lebih memahami ciri umum kelompok pulau diatas serta secara khusus ciri pulau kecil dapat dilihat pada Tabel 1.


(35)

8

Tabel 1 Perbandingan umum ciri-ciri pulau oseanik, pulau kontinental dan benua serta ciri biogeofisik pulau kecil

Benua Pulau Kontinental Pulau Oseanik Pulau Kecil Karakteristik Geografis

Area daratan sangat besar Suhu udara

bervariasi Iklim musiman

 Dekat dari benua  Dikelilingi

sebagian oleh laut yang sempit  Area daratan

besar  Suhu agak

bervariasi  Iklim mirip benua

terdekat

 Jauh dari benua  Dikelilingi oleh

laut luas  Area daratan

kecil  Suhu udara

stabil  Iklim sering

berbeda dengan pulau kontinental terdekat Karakteristik Geologi  Beberapa mineral penting  Beragam tanahnya

Beberapa mineral penting Beragam tanahnya  Umumnya karang atau vulkanik  Sedikit mineral

penting Karakteristik Biologi  Keanekaraga man hayati tinggi  Pergantian spesies biasanya rendah  Sedikit pemijahan massal hewan laut bertulang belakang belakang Keanekaragaman hayati sedang Pergantian spesies agak rendah

Sering pemijahan massal hewan laut bertulang belakang  Keanekaragam an hayati rendah  Pergantian spesies cukup tinggi  Tingginya pemijahan massal hewan laut bertulang Karakteristik Ekonomi  Sumberdaya daratan luas  Sumberdaya laut sering tidak penting  Pasar relatif

mudah

Sumberdaya daratan agak luas Sumberdaya laut

lebih penting Lebih dekat pasar

 Sedikit sumberdaya daratan  Sumberdaya laut lebih penting  Jauh dari pasar

 Berukuran kecil dan terpisah dari pulau induk / pulau besar (mainland island), sehingga bersifat insular*)

 Memiliki sumberdaya alam, terutama sumberdaya air tawar yang terbatas baik air pemukaan maupun air tanah, dengan daerah tangkapan airnya relatif kecil sehingga sebagian besar aliran air

permukaan masuk ke laut

 Peka dan rentan terhadap pengaruh eksternal baik alami maupun akibat kegiatan manusia, misalnya badai dan gelombang besar serta pencemaran  Memiliki

keanekaragaman hayati terrestrial rendah, namun memiliki sejumlah spesis endemik yang bernilai ekologis tinggi

 Keanekaragaman hayati laut tinggi, dengan laju pergantian jumlah jenis tinggi akibat perubahan lingkungan

 Variasi iklim kecil tapi potensial terjadi perubahan cepat  Area perairannya lebih

luas dari area daratan utamanya (benua atau pulau besar)

 Tidak mempunyai hinterlandyang jauh dari pantai

Sumber: Bengen dan Retraubun, 2006. *)

Insular natural resources di pulau kecil meliputi: vegetasi, tanah, udara, sistem pantai, kehidupan liar (Hess, 1990)


(36)

9

Sumberdaya alam dan lingkungan pada beberapa PPK di dunia mengalami masalah degradasi yang serius. Peningkatan populasi yang tinggi disertai dengan keinginan meningkatkan pendapatan membuat peningkatan tekanan terhadap lingkungan pulau (McKee and Tisdell, 1990 in Tisdell, 1993). Masalah PPK dimaksud dapat dibagi kedalam 3 kelompok (http://www.unep.ch/islands/siem.htm) yaitu : (1) masalah-masalah lingkungan yang tersebar luas meliputi sampah domestik, perikanan yang tidak ramah lingkungan, perlindungan hutan, penggunaan tanah dan status tanah; (2) masalah-masalah lingkungan bersama meliputi erosi, pembuangan sampah padat, bahan kimia mengandung racun , species yang terancam, pengambilan pasir dan kerikil, kebutuhan hidup habitat manusia yang mendiaminya; (3) masalah lokal yang penting meliputi aberasi, pertambangan, pencemaran industri, keradioaktifan.

Dalam pengembangan PPK terdapat 3 isu utama (www.un.org/smallislands2004; http://www.unep.ch/islands/dd98 -7a3.htm) yaitu: (1) perubahan iklim, bencana alam dan lingkungan; (2) air bersih, sumberd aya lahan dan pengelolaan sampah; dan (3) wisata, energi, dan transportasi. Isu pertama berkaitan dengan peningkatan temperatur, kenaikan muka laut, presipitasi, peningkatan level CO2, frekuensi dan intensitas kejadian iklim yang

ekstim (Huang, 1998; Wilkie, 2002). Isu kedua berkaitan dengan kebutuhan masyarakat dan industri wisata, kepekaan pulau akibat pemanfaatan sumberdaya yang berlebih atau tidak terkendali ( Rahman, 1993; Teh and

Cabanban, 2007) hasil sampah domestik dan kegiatan wisata ( Rahman, 1993; Shafer and Inglis, 2000). Isu ketiga berkaitan dengan upaya peningkatan

pendapatan dari kegiatan wisata terhadap keberlanjutan lingkungan alam (Tisdell, 1993) misalnya kebutuhan energi, efek tidak terkontrolnya pembangunan wisata terhadap degradasi ekosist em pesisir (Wong, 1998), peran transportasi dalam membangun aksesibilitas (Royle, 1989 in Cross and Nutley,

1999).

Masalah air tawar dan kerentanan pulau kecil dari pengaruh perubahan iklim global merupakan masalah yang banyak dibahas dan didisku sikan selama ini. Departemen Ekonomi dan Sosial PBB ( http://www.unep.ch/islands/dd98 -7a3.htm) menyebutkan isu yang berkaitan dengan penggunaan air tawar dalam pengembangan pulau kecil adalah: (1) kapasitas penyimpanan air tawar yang terbatas; (2) permintaan air tawar untuk turisme dan pengembangan industri ;


(37)

10

(3) implementasi manajemen terintegrasi dengan perlindungan lingkungan ; (4) kebutuhan sumberdaya manusia; (5) pengetahuan dasar; (6) ketidakpastian

hydro-meterological; (7) polusi; (8) pendanaan dan regulasi; (9) kebutuhan

kegiatan pertanian, dan (10) kesadaran publik. Lebih lanjut Kirkman (2002) menyebutkan 7 (tujuh) tantangan yang dihadapi dalam pengembangan pulau kecil yaitu: (1) keterpencilan d an insularity pulau; (2) kepekaan terhadap bencana alam; (3) keterbatasan kapasitas kelembagaan sektor publik; (4) keterbatasan diversifikasi produksi dan ekspor; (5) rentan dari guncangan ekonomi dan lingkungan eksternal; (6) keterbatasan akse s terhadap modal eksternal; (7) kemiskinan.

Mencermati berbagai isu dan tantangan diatas maka pengelolaan PPK bersifat spesifik, dan dengan “keterbatasan” yang ada serta kompetisi pada lahan untuk kegiatan sektor yang berbeda membutuhkan keterpaduan dalam perencanaannya (Feick, 2000; Wilkie, 2002; http://www.unep.ch/islands/d96-20a7.htm; Edsel and Mark 2005; Calado, Quintela and Porteiro, 2007). Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah Pende katan Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu (PWPT) yang diimplementasikan pada optimasi pola pemanfaatan ruang pulau kecil. Hal ini sejalan dengan kebijakan Depertemen Perikanan dan Kelautan RI melalui Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Ditjen P3K), yaitu pengaturan pemanfaatan ruang PPK dengan mengutamakan kepentingan konservasi, budidaya perikanan, kepariwisataan, perikanan tangkap dan industri perikanan lestari, serta pertanian organik dan peternakan unggas (Retraubun, 2001).

2.2 Penataan Ruang

Seiring dengan perjalanan reformasi, pemerintah membuat Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UUPD) dan UU nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (UUPK). Pada dasarnya esensi kedua undang -undang tersebut secara tegas memberikan otonomi yang luas, nyata, dan bertanggungjawab, yang diwujudkan dengan pembagian dan pemanfaatan sumberdaya nasional serta adanya perimbangan keuangan antara pusat dan daerah secara proporsional sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan pemerataan. Pengaturan mendasar yang dibuat dan untuk pertama kalinya dimuat dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia yang termuat dalam UUPD ini adalah


(38)

11

mengenai otonomi daerah dalam pengelolaan sumberdaya kelautan, yang mencakup kewenangan sampai dengan 12 mil laut dari garis pantai pasang surut terendah untuk perairan dangkal, dan 12 mil laut dari garis pangkal ke laut lepas untuk daerah propinsi dan sepertiga dari batas propinsi untuk daerah kabupaten/kota. Kewenangan daerah terhadap sumberdaya kelautan meliputi kewenangan dalam: (a) eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut; (b) pengaturan kepentingan administratif; c) pengaturan tata ruang; (d) penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan pemerintah daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah; dan (e) bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara khususnya di laut (Dahuri, 2001)

Dengan pemberlakuan UU 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004 maka sistem dan mekanisme pemerintahan di daerah dalam proses pembangunan mengalami perubahan dim ana kewenangan daerah kabupaten/kota semakin besar dalam mengatur dan mengelola sumber daya alam di daerahnya. Perubahan ini tentunya akan memberikan suatu tantangan dalam pengelolaan sumberdaya disetiap ruang wilayah yang ada melalui penataan ruang yang lebih efisien dan efektif untuk mencapai kondisi yang diinginkan. Amanah tersebut secara jelas tertuang dalam pasal 14 ayat 1 huruf (b) UUPD yang menegaskan bahwa salah satu u rusan wajib dari 16 kewenangan yang menjadi kewenangan pe merintah daerah untuk kabupaten/kota adalah perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang. Hal ini sejalan juga dengan pasal 11 UU 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (UUTR) yang merincikan ke wenangan pemerintah daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan penataan ruang.

Ruang yang akan ditata menurut UUTR meliputi meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah (Pasal 1 dan Pasal 6 U UTR). Sementara itu ruang laut dan ruang udara, pengelolaannya diatur dengan undang -undang tersendiri (pasal 6 ayat 5 UUTR). Penataan ruang darat dapat disusun berdasarkan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai st rategis kawasan (Pasal 4 UUTR). Sementara itu, penataan ruang laut dapat disusun dengan mengacu dari UU No 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP-P2K) khususnya pada Bab IV Bagian Tiga tentang rencana zonasi, yang selanjutnya secara teknis di atur dalam


(39)

12

Permen DKP No. 16/Men/2008 tentang perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dan SK Dirjen KP3K No. 31/KP3K/IX/2008 tentang strategi penataan ruang dan rencana zonasi pulau -pulau kecil. Definisi ruang yang dimaksud adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya (Pasal 1 angka 1 UUTR). Sedangkan zonasi adalah suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui penetapan batas -batas fungsional sesuai dengan potensi sumber daya dan daya dukung serta proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan dalam Ekosistem pesisir (pasal 1 angka 12 UU PWP-P2K).

Penyusunan penataan ruang akan menghasilkan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang (Pasal 14 UU TR), dengan muatannya mencakup (1) rencana struktural yang meliputi rencana sistem pusat permukiman dan rencana sistem jaringan prasarana dan (2) rencana pola ruang

meliputi peruntukan kawasan lindung dan kawasan budidaya (Pasal 17 ayat 2 dan 3 UU TR). Penyusunan perencanaan zonasi menghasilkan pengalokasian ruang dalam kawasan pemanfaatan umum, kawasan konservasi, kawasan strategis nasional tertentu, dandan alur laut (Pasal 10 dan Pasal 11 UU PWP

-P3K). Penelitian ini lebih diarahkan pada optimasi pola pemanfaatan ruang, yang didasarkan pada analisis kesesu aian dan daya dukung arahan pemanfaatan ruang di gugus pulau kecil.

Secara singkat prosedur penyusunan rencana tata ruang pulau -pulau kecil diawali dengan menyusun peta kesesuaian lahan (land suitability),

didasarkan pada matriks kesesuaian peruntukkan lahan, yang mencakup lahan dan perairan pesisir yang me ngelilingi pulau tersebut. Selanjutnya peta kesesuaian lahan tersebut dioverlay dengan peta penggunaan lahan (land use).

Hasil dari proses overlay inilah yang dijadikan sebagai bahan dasar analisis

untuk mengoptimasi pola pem anfaatan ruang dengan memasukkan nilai ekonomi sumberdaya atas pertimbangan faktor sosial budaya. Alat analisis (tools) yang digunakan dalam penyusunan basis data dan analisis awal adalah Sistem Informasi Geografi (SIG). Selanjutnya nilai ekonomi sumberdaya melalui pertimbangan sosial akan dihitung/dipertimbangkan dengan menggunakan Total Nilai Ekonomi.


(40)

13

2.3 Sistem Informasi Geografis

Pada pengertian yang lebih luas Sistem Informasi Geografis (SIG) mencakup juga pengertian sebagai suatu sistem yang berkaitan dengan operasi pengumpulan, penyimpanan dan manipulasi data yang bereferensi geografi (ESRI, 1990; Chrisman, 1996). Burrough (1986) memberikan definisi yang agak bersifat umum, yaitu SIG sebagai suatu perangkat alat untuk mengumpulkan, menyimpan, menggali kembali, mentransformasi dan me nyajikan data spasial dari aspek–aspek permukaan bumi. DeMers (1997) , mendefinisikan SIG sebagai suatu teknologi informasi yang menyimpan, menganalisis, dan mengkaji baik data spasial maupun non spasial. Walaupun agak berbeda dalam definisi tersebut, kedua definisi menyatakan secara implisit bahwa SIG berkaitan langsung sebagai sistem informasi yang berorientasi teknologi, walaupun tidak menyebutkan secara spesifik definisi SIG sebagai suatu sistem berdasarkan komputer yang mempunyai kemampuan untuk menanga ni data yang bereferensi geografi yang mencakup: (a) pemasukan, (b) manajemen data (penyimpanan data dan pemanggilan kembali), (c) manipulasi dan analisis, dan (d) pengembangan produk dan pencetakan.

Pengertian SIG diatas perlu ditambahkan pernyataan Jura na (1996) bahwa dalam pengertian yang lebih luas lagi harus dimasukkan dalam definisi SIG selain perangkat keras dan perangkat lunak, juga pemakai dan organisasinya, serta data yang dipakai. Lebih lanjut Maguire and Dangermond (1991) mengidentifikasikan bahwa fungsi SIG adalah pengumpulan, pembaharuan dan perbaikan data; penyimpanan dan strukturisasi data, generalisasi data, transformasi data, pencarian data, analisis, dan presentasi hasil analisis. Kemampuan-kemampuan tersebut umum nya dimiliki oleh beberapa perangkat lunak SIG, dengan kemampuan yang memuaskan dan mudah digunakan. Beberapa perangkat lunak memiliki perbedaan pada beberapa fungsi seperti output kartografi dan presentasi serta cara analisis. Terdapat dua fungsi utama SIG yaitu kemampuan menca ri data (query) dan

analisis. Querydata dapat menghubungan antara data spasial dan data atribut. Fungsi query pada data spasial adalah pencarian data/lokasi dan overlay

(tumpang tindih) beberapa peta. Pencarian lokasi dilakukan berdasarkan kriteria yang ditetapkan seperti buffer (daerah penyangga), dan informasi yang terdapat

di wilayah buffer tersebut. Overlay peta dapat menggunakan objek (feature)


(41)

14

beberapa lokasi yang dipilih, seperti menentukan tipe penutupan vegetasi tertentu, jenis tanah, dan kepemilikannya. Hubungan antara data spasial dan atribut ini dapat pula menentukan obyek dengan kriteria titik seperti lokasi yang menghasilkan macam bahan pencemar.

Berbagai bentuk analisis spasial dapat dilakukan dengan menggunakan SIG. (1) operasi titik (point operation), yaitu tipe analisis dengan memasukan beberapa formula aljabar dan overlay beberapa layer data; (2) operasi tetangga (operation neighbourhood) yakni tipe analisis yang menghubungkan titik pada

suatu lokasi di permukaan bumi dengan semua informasi atributnya, dengan lingkungan disekitarnya, sebagai contoh menentukan kesesuaian lahan untuk berbagai kegiatan pembangunan; (3) analisis jaringan (network analysis) yakni tipe analisis yang menghubungkan beberapa tampilan data (feature) berupa

garis, seperti menentukan jalan dengan jarak terdekat di antara dua kota. Alat untuk melakukan analisis-analisis seperti tersebut di atas telah tersedia pada beberapa perangkat lunak SIG. Pada aplikasi penggunaan ketiga tipe analisis tersebut, sepenuhnya tergantung kepada keterampilan pengguna untuk menentukan tipe analisis mana yang akan di pakai. Beberapa perangkat lunak SIG menyediakan fasilitas bahasa pemrograman makro yang da pat diintegrasikan pada semua bentuk pekerjaan SIG. Dengan bahasa pemrograman tersebut pengguna dapat membuat aplikasi rutin untuk tujuan tertentu. Produk atau output SIG dapat berupa peta (berwarna atau hitam putih), tabel, angka statistik, dan laporan.

2.4 Kesesuaian Lahan

Harjowigeno S. dan Widiatmaka (2001) menyatakan bahwa lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaanya . Termasuk didalamnya adalah akibat-akibat kegiatan manusia, baik pada masa lalu maupun sekarang, seperti reklamasi daerah -daerah pantai, penebangan hutan, dan akibat-akibat yang merugikan seperti erosi dan akumulasi garam. Faktor -faktor sosial dan ekonomi secara murni tidak t ermasuk dalam konsep lahan ini. Selanjutnya dijelaskan bahwa kesesuaian lahan adalah kecocokan (adaptability)

suatu lahan untuk tipe penggunaan lahan tertentu. P enggunaan lahan secara umum adalah penggolongan penggunaan lahan secara umum seperti pertanian tadah hujan, pertanian beririgasi, padang rumput, kehutanan, atau daerah


(42)

15

rekreasi. Perkembangan penguasaan dan penggunaan lahan erat kaitannya dengan perkembangan populasi manusia dan tingkat kebudayaannya dalam upaya manusia mempertahankan kehidupannya. Perubahan penggunaan lahan yang tidak terkontrol dapat mengakibatkan terganggunya ekosistem di suatu wilayah apalagi bila wilayah tersebut adalah pulau kecil. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya untuk mengendalikan penggunaan lahan agar sesuai dengan peruntukannya. Tentunya peruntukan suatu lahan disusun berdasarkan gambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu yang di lakukan dengan menganalisis dalam bentuk klasifikasi kesesuaiannya.

Berdasarkan UU PWP-PPK Pasal 23 angka (2) yang di muat juga dalam penjelasan SK Dirjen KP3K No. 31/KP3K/IX/2008 dalam bentuk Lampiran pada Bab III Sub Bab 3.1 huruf (b) menyatakan bahwa pemanfaatan PPK dan perairan disekitarnya diprioritaskan untuk salah satu atau lebih kepentingan sebagai berikut: (1) konservasi; (2) pendidikan dan latihan; (3) penelitian dan pengembangan; (4) budidaya laut; (5) pariwisata; (6) usaha perikanan dan kelautan; (7) industri perikanan lestari; (8) pertanian; dan/atau (9) peternakan . Sementara itu berdasarkan Kemente rian Lingkungan Hidup dan FPIK IPB (2002) bahwa atas dasar karakteristik PPK, maka arahan peruntukkan dan pemanfaatan PPK adalah kegiatan konservasi, perikanan (tangkap dan budidaya), pariwisata bahari, dan pertanian. Dalam menentukan peruntuk an bagi arahan pemanfaatan di pulau kecil, perlu di lakukan analisis terhadap kualitas lahan (daratan dan perairan) sehingga dapat di peroleh lahan yang diinginkan. Analisis ini disebut sebagai analisis kesesuaian berdasarkan kriteria kesesuaian lahan untuk suatu pulau kecil yang disusun dalam bentuk matriks kesesuaian lahan (land suitability matrix).

Kualitas perairan untuk budidaya laut dan pariwisata di analisis dengan berpedoman pada baku mutu air laut yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup melalui SK Menteri Lingkungan Hidup No 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut, seperti yang tertera pada Tabel 2 .

Baku mutu di atas juga digunakan sebagai acuan penyusunan matriks kesesuaian, antara lain untuk matriks kesesuaian budidaya laut terdiri pH 6-9, DO >5 mg/lt, salinitas 30-35 o/

oo, fosfat 0-0.5 mg/lt, nitrat 0-0.5 mg/lt, suhu


(43)

16

Tabel 2 Baku mutu air laut untuk budidaya laut dan wisata bahari Baku mutu air laut

No. Parameter Satuan wisata

bahari budidayalaut

1 DO mg/l >5 >5

2 pH - 7–8.5a) 7–8.5

3 Salinitas %o alami1b) alami1b)

4 Nitrat mg/l 0.008 0.008

5 Fosfat mg/l 0.015 0.015

6 BOD5 mg/l 10 20

7 TSS mg/l 20 coral: 20

e)

mangrove: 80 e)

lamun: 20e)

8 Suhu OC alami1c) alami1c)

9 Kecerahan m >6d) coral: >5 d)

mangrove: -lamun: >3d)

Sumber: Lampiran II dan III SK Menteri Lingkungan Hidup No 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut

Keterangan:

1. Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, berva riasi setiap saat (siang, malam dan musim)

a. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <0 .2 satuan pH

b. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <5% salinitas rata -rata musiman c. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <2 oC dari suhu alami

d. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% kedalaman euphotic (lapisan paling atas dari tubuh air yang menerima cukup cahaya untuk fotosintesis)

e. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata2 musiman

Sementara itu untuk wisata bahari dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) bagian yaitu kesesuaian pariwisata pantai dan pariwisata bahari, untuk kesesuaian pariwisata pantai meliputi jarak dari sumber air tawar <=0.5 km, DO >5 mg/l, kecerahan >5 m, kecepatan arus <=0.3 m/det, dan material dasar perairan berpasir, sedangkan untuk kesesuaian pariwisata bahari meliputi jarak dari sumber air tawar <=0.5 km, DO >5 mg/lt, dan kecerahan >5 m kecepatan arus <=0.5 m/det, tutupan komunitas karang >75% (Bakosurtanal ,1996; Dahyar, 1999; Arifin, 2001; Soselisa, 2006).

Analisis kesesuaian permukiman dan budidaya pertanian mengacu Harjowigeno dan Widiatmaka (2001), dan Sjafii (2000) . Syarat lahan yang diperuntukan untuk permukiman yaitu jarak dari sumber air tawar <=0.5 km , jarak dari jalan <=0.1 km, kemiringan 0-5%, jarak dari pantai >200 m, drainase porous, erosi tanah tidak ada, dan kedalaman efektif tanah >30 cm. Syarat lahan


(44)

17

yang dapat diperuntukkan budidaya pertanian yaitu jarak dari sumber air tawar <=0.5 km, jarak dari jalan 0-1 km, kemiringan <8%, ketinggian 6-20 m, jarak dari pantai >200 m, drainase porous, dan kedalaman efektif tanah >30 cm.

Kesesuaian suatu ruang untuk kegiatan tertentu akan dapat berkurang bahkan menjadi tidak sesuai jika kemampuan sistem yang ada dida lamnya tidak mampu lagi untuk menanggung beban kegiatan yang dilakukan diatasnya. Oleh karena setiap sistem miliki ambang batas atau kemampuan untuk mendukung aktifitas didalamnya. Kemampuan dimaksud disebut sebagai kemampuan mendukung atau daya dukung yan g ada di suatu sistem tententu.

2.5 Daya Dukung

Pada UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) Bab I pasal 1 disebutkan bahwa daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antarkeduanya. Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya. Konsep dasar daya dukung mengacu pada teori malthus tentang pertumbuhan populasi manusia, dimana asumsi dasarnya bahwa peningkatan populasi manusia secara eksponensial dan ketersediaan makanan adalah faktor pembatas dari pertumbuhan populasi manusia (Seidl and Tisdell, 1999; Price, 1999). Deplesi yang cepat pada sumberdaya penting yang terjadi telah

mengakibatkan degradasi lahan daratan di seluruh dunia (Jacobs 1991, Myers 1984, Postel 1989) dan penurunan kualitas atmosfir (Jones and Wigley 1989,

Schneider 1990), mengindikasikan bahwa usaha yang di lakukan oleh manusia tidak hanya melewati daya dukung . Catton (1986) menyatakan bahwa daya dukung suatu lingkungan adalah beban maksimum yang dapat didukung oleh lingkungan tersebut.

Daya dukung merupakan alat perencanaan, digambarkan sebagai kemampuan dari suatu sistem tiruan atau alami untuk mendukung permintaan dari berbagai penggunaan sampai suatu titik tertentu yang dapat mengakibatkan ketidakstabilan, penurunan, atau kerusakan (Godschalk and Park, 1978).

Roughgarden (1979) menyatakan bahwa daya dukung adalah suatu ukuran jumlah organisme yang dapat di dukung oleh lingkungan pada sumberdaya yang dapat diperbaharui. Daya dukung manusia digambarkan sebagai tingkatan


(45)

18

maksimum pemanfaatan sumberdaya terbarukan sampai batas pemanfaatan lahan tertentu yang dapat menyebabkan degradasi sumberdaya (Kessler, 1994). Dalam turisme, daya dukung digambarkan sebagai jumlah maksimum pengunjung yang dapat diterima sampai batas tertentu yang dapat merusak fisik lingkungan dan mengurangi kepuasan pemakai (Mathieson andWall, 1982).

Turner (1998) dalam Rustam (2005) menyebutkan bahwa daya dukung adalah jumlah populasi organisme akuatik yang dapat di dukung oleh suatu kawasan/areal atau volume perairan tanpa mengalami penurunan kualitas lingkungan perairan tersebut. Quano (1993) menjelaskan bahwa daya dukung lingkungan diartikan sebagai kemampuan lingkungan perairan untuk menerima limbah, tanpa menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air yang diterapkan sebagai peruntukannya. Sementara itu Krom (1986) menyebutkan ba hwa daya dukung lingkungan perairan diartikan sebagai kemampuan lingkungan pesisir dan laut untuk menerima sejumlah limbah, tanpa mengakibatkan lingkungan tersebut tercemar. Dahuri (2002) menyebutkan daya dukung disebut sebagai

ultimate constraint yang diperhadapkan pada biota dengan adanya keterbatasan lingkungan, seperti: ketersediaan makanan, ruang atau tempat berpijak , siklus predator, oksigen, temperatur, atau cahaya matahari.

Dalam pembangunan berkelanjutan, Khanna et al., (1999) menyatakan

bahwa daya dukung digambarkan sebagai kemampuan untuk menghasilkan keluaran yang diinginkan dari suatu sumber daya dengan mempertimbangkan pemeliharaan mutu lingkungan dan kesehatan ekologis. Daya dukung lingkungan hidup terbagi menjadi 2 (dua) komponen, yaitu kapa sitas penyediaan (supportive capacity) dan kapasitas tampung limbah (assimilative capacity).

Kapasitas penyediaan dimaknai sebagai daya dukung lingkungan hidup, sedangkan kapasitas asimiliasi dimaknai sebagai daya tampung lingkungan hidup. Dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi dan kualitas hidup , kapasitas penyediaan merujuk pada sumberdaya alam yang selanjutnya sebagai input

sedangkan kapasitas tampung limbah meruju k pada lingkungan yang selanjutnya sebagai limbah/residu(Gambar 2).

Penentuan daya dukung lingkungan untuk permukiman dan budidaya pertanian menggunaan pendekatan daya dukung air tawar yang didasarkan perbandingan ketersediaan air tawar di suatu pulau kecil dengan kebutuhan air tawar untuk kegiatan di pulau kecil tersebut. Ketersediaan sumber air tawar


(46)

19

pulau kecil dipengaruhi oleh curah hujan lokal tahunan yang jatuh dipulau tersebut, lapisan geologi pembentuk pulau, dan tutupan vegetasi setempat.

Gambar 2 Elemen daya dukung (Khannaet al., 1999)

Pada umumnya ketebalan lapisan air dipulau kecil berkisar antara 1–2 m dimana akar tanaman kelapa mampu melakukan penetrasi sampai lapisan tersebut. Pada pulau attol, lapisan tanah umumnya sangat da ngkal dan bervariasi antara 0.3–0.5 m, sementara itu pada pulau yang sudah mengalami pengangkatan secara tektonik dengan formasi karst, air tanah ditemukan pada kedalaman 30–100 m dari permukaan (Adi, 2002). Lebih lanjut dijelaskan bahwa berdasarkan hasil ringkasan pada peneliltian diberbagai pulau kecil di kawasan tropis penelitian menunjukkan adanya korelasi positif antara resapan tahunan dengan curah hujan tahunan yaitu berkisar antara 25 - 50%.

Berdasarkan resolusi PBB tahun 1998, penyediaan air tawar (bersih) sejumlah 50 lt/orang/hari (=1.5 m3/orang/bln) merupakan hak asasi manusia

(Pawitan, 2002). Selanjutnya FAO (1996) menyatakan bahwa UNESCO pada tahun 2002 menetapkan hak dasar manusia atas air yaitu sebesar 60 lt/orang/hari. Konsekuensinya, negara wajib memenuhinya kebutuhan tersebut sebagai bagian dari layanan publik mendasar. Berdas arkan hasil kajian tentang

Daya dukung

Supportive / Capacity

Assimilative Capacity

Sumberdaya alam Lingkungan

Aktifitas pembangunan

Input Limbah/Residu

Output

Pertumbuhan ekonomi dan Kualitas hidup


(1)

Sumberdaya

Mangrove Fungsi dan Manfaat Metode

Nilai Manfaat Kotor

(Rp/tahun) Nilai Biaya (Rp/tahun)

Nilai Manfaat Bersih

(Rp/tahun) Data yang dibutuhkan Simbol (Satuan) Nilai

Direct Use Value Kayu Bakar Market price 11,250,000.00 1,680,000.00 9,570,000.00 Luas Mangrove di Kaledupa LMK (Ha) 1,249.43 Jumlah Potong Kayu Bakar perikat JPK (buah) 8.00

Volume Satu Potong Kayu Bakar VKB1 (m3) 0.0008

Volume Satu Ikat Kayu Bakar VKB2 (m3) 0.0064

Harga Satu Ikat Kayu Bakar HKB (Rp) 1,000.00

Produksi Kayu Bakar Sebulan di Kaledupa1 PKB1 (m3) 6.00 Produksi Kayu Bakar Sebulan di Kaledupa2 PKB2 (Ikat) 937.50 Rataan Jumlah Trip Pengambilan Kayu Sebulan RTK (trip) 4.00

Biaya Sewa Perahu Setiap Trip BSP1 (Rp) 30,000.00

Biaya Sewa Perahu Setiap Bulan BSP2 (Rp) 120,000.00

Biaya Makan-Minum Setiap Trip BMM1 5,000.00

Biaya Makan-Minum Setiap Bulan BMM2 20,000.00

Penelitian dan Pendidikan Surrogate market price 28,500,000,000.00 - 28,500,000,000.00 Jumlah Peneliti OPWALL yang meneliti dan berkunjung di Kaledupa Setiap Tahun

JP (orang) 400.00

Biaya Perorang Setiap Bulan BP1 (US$) 2,500.00

US$ 1 = 9,500.00

Biaya Perorang Setiap Bulan BP2(Rp) 23,750,000.00

Lama Waktu Tinggal Setiap Tahun di Kaledupa LW (Bulan) 3.00 Indirect Use Value Penahan Abrasi Replacement cost 301,827,391,280.33 - 301,827,391,280.33 Biaya membangun penahan gelombang dengan ukuran 1

m3

BBW (Rp) 4,462,013.81

Panjang pantai Gugus Pulau Kaledupa yang terlindungi oleh hutan mangrove

PPM (m) 67,643.76 Pengurang Emisi dgn menyerap

Karbon dan melepaskan Oksigen

Damage avoided cost 30,386,210,560.00 - 30,386,210,560.00 Jumlah karbon yang dapat disimpan oleh hutan mangrove adalah 36 - 220 ton per hektar

JKM (ton) 36 sampai 220

Nilai Karbon per ton NK1 (US$) 20.00

US$ 1 = 9,500.00

Nilai Karbon per ton NK2 (Rp) 190,000.00

Nilai karbon yang dapat disimpan oleh hutan mangrove adalah 36 ton per hektar.

NK36 (Rp) 6,840,000.00

Nilai karbon yang dapat disimpan oleh hutan mangrove adalah 220 ton per hektar.

NK220 (Rp) 41,800,000.00

Rataan Nilai karbon yang dapat disimpan oleh hutan mangrove per-Ha

NKR (Rp) 24,320,000.00

Luas Mangrove di Kaledupa LMK (Ha) 1,249.43

Option Value Keanekaragaman hayati Benefit transfer 178,044,202.50 - 178,044,202.50 NilaiBiodiversity Mangrove per kilometer persegi NBM1a(US$) 1,500.00

NilaiBiodiversity Mangrove per hektar NBM1b (US$) 15.00

US$ 1 = 9,500.00

NilaiBiodiversity Mangrove per kilometer persegi NBM2a(Rp) 14,250,000.00

NilaiBiodiversity Mangrove per hektar NBM2b (Rp) 142,500.00

Luas Mangrove di Kaledupa LMK (Ha) 1,249.43

Bequest Value TNC-WWF compensation costs 250,000,000.00 - 250,000,000.00 Nilai Program TNC-WWF yang masuk ke Kaledupa setahun

NTW (Rp) 250,000,000.00 Existence Value persepsi bahwa keberadaaannya

thdp ekosistem lainnya serta sosial budaya masyarakat

WTA - CVM 175,490,000,000.00 - 175,490,000,000.00

Nilai median perindividu =

MWTA (Rp)

10,000,000.00

Jumlah pddk GPK (jiwa) = PGPK (jiwa) 17,549.00

536,641,216,042.83

Lampiran 20. Perhitungan total nilai manfaat sumberdaya mangrove di GPK

Total Nilai Manfaat Mangrove


(2)

Responden

WTP(Rp)

WTA (Rp)

Tingkat pendidikan

Lama pendidikan

(thn)

Umur (thn)

Responden 1 (Pemda - Ka Bappeda Kab Wakatobi)

5,000,000.00

50,000,000.00

s2

19

47

Responden 2 (Camat Kaledupa )

5,000,000.00

10,000,000.00

s1

17

41

Responden 3 (Anggota Legislatif Asal Kaledupa)

5,000,000.00

10,000,000.00

sma

12

40

Responden 4 (Badan Pengelola TNKW)

20,000,000.00

75,000,000.00

s1

17

39

Responden 5 (Tokoh Masyarakat)

2,000,000.00

10,000,000.00

s1

17

60

Responden 6 (Tokoh Pemuda)

5,000,000.00

10,000,000.00

smp

9

43

Responden 7 (Nelayan Budidaya)

2,000,000.00

10,000,000.00

smp

9

40

Responden 8 (Nelayan Tangkap)

2,000,000.00

10,000,000.00

smp

9

27

Responden 9 (Pengusaha)

5,000,000.00

10,000,000.00

sma (kuliah selama 2 tahun)

14

44

Responden 10 (TNC-WWF)

10,000,000.00

50,000,000.00

s1

17

36

Nilai median WTA perindividu =

10,000,000.00

Jika jumlah pdkGPK (jiwa) =

17,549.00

175,490,000,000

Lampiran 21. Nilai WTA dan WTP responden untuk sumberdaya mangrove di GPK

maka jumlah Total WTA Mangrove GPK =


(3)

Lampiran 22. Perhitungan total nilai manfaat sumberdaya terumbu karang di GPK

Sumberdaya

Terumbu Karang Fungsi dan Manfaat Metode

Nilai Manfaat Kotor

(Rp/tahun) Nilai Biaya (Rp/tahun)

Nilai Manfaat Bersih

(Rp/tahun) Data yang dibutuhkan Simbol (Satuan) Nilai

Direct Use Value Perikanan Tangkap Market price 10,845,000,000.00 1,645,100,000.00 9,199,900,000.00 Luas Terumbu Karang LTK (Ha) 3,338.72 Produksi Ikan Setahun: PIK (kg) 649,000.00

-. Ikan Pelagis PIKp (kg) 427,000.00

januari (kg) 26,000.00

februari (kg) 29,000.00

maret (kg) 31,000.00

april (kg) 38,000.00

mei (kg) 39,000.00

juni (kg) 38,000.00

juli (kg) 37,000.00

agustus (kg) 37,000.00

september (kg) 38,000.00

oktober (kg) 38,000.00

nopember (kg) 39,000.00

desember (kg) 37,000.00

-. Ikan Demersal PIKd (kg) 222,000.00

januari (kg) 15,000.00

februari (kg) 15,000.00

maret (kg) 16,000.00

april (kg) 18,000.00

mei (kg) 20,000.00

juni (kg) 21,000.00

juli (kg) 17,000.00

agustus (kg) 19,000.00

september (kg) 20,000.00

oktober (kg) 20,000.00

nopember (kg) 21,000.00

desember (kg) 20,000.00

Rataan harga Ikan Pelagis per Kilogram RHIKp (Rp) 15,000.00 Rataan harga Ikan Demersal per

Kilogram

RHIKd (Rp) 20,000.00

Harga ikan setahun: 10,845,000,000.00

-. Ikan Pelagis HIp (Rp) 6,405,000,000.00

-. Ikan Demersal HId (Rp) 4,440,000,000.00

Total Biaya Penangkapan Ikan Pertahun BTI (Rp) 1,645,100,000.00

-. Pembuatan Sero Sr (Rp) 5,000,000.00

-. Operasional setahun Sero Osr (Rp) 8,000,000.00 -. Jumlah Sero di Kaledupa Jsr (unit) 12.00 - Sub total biaya sero di kaledupa Bsr (Rp) 156,000,000.00

-. Pembuatan Rumpon Rm (Rp) 3,500,000.00

-. Operasional setahun Rumpon Orm (Rp) 3,000,000.00 -. Jumlah Rumpon di Kaledupa Jrm (unit) 36.00 - Sub total biaya rumpon di kaledupa Brm (Rp) 234,000,000.00 -. Pembuatan jala (jaring angkat) Jl (Rp) 5,000,000.00 -. Operasional setahun jala (jaring angkat) Ojl (Rp) 5,000,000.00 -. Jumlah jala di Kaledupa Jjl (unit) 53.00 - Sub total biaya jala di kaledupa Bjl (Rp) 530,000,000.00 -. Pembuatan Bubu (polo) Bb (Rp) 300,000.00 -. Operasional setahun Bubu (polo) Obb (Rp) 1,000,000.00 -. Jumlah bubu di Kaledupa Jbb (unit) 257.00 - Sub total biaya bubu di kaledupa Bbb (Rp) 334,100,000.00


(4)

Sumberdaya

Terumbu Karang Fungsi dan Manfaat Metode

Nilai Manfaat Kotor

(Rp/tahun) Nilai Biaya (Rp/tahun)

Nilai Manfaat Bersih

(Rp/tahun) Data yang dibutuhkan Simbol (Satuan) Nilai

-. Pembuatan Bagan Bg (Rp) 15,000,000.00

-. Operasional setahun Bagan Obg (Rp) 8,000,000.00 -. Jumlah bagan di Kaledupa Jbg (unit) 17.00 - Sub total biaya bagan di kaledupa Bbg (Rp) 391,000,000.00 Perikanan Budidaya –

Rumput Laut

Market price 22,507,500,000.00 11,458,363,636.36 11,049,136,363.64 Produksi Rumput Laut PRL (kg) 3,001,000.00

januari (kg) 240,000.00

februari (kg) 247,000.00

maret (kg) 265,000.00

april (kg) 287,000.00

mei (kg) 250,000.00

juni (kg) 255,000.00

juli (kg) 240,000.00

agustus (kg) 240,000.00

september (kg) 243,000.00

oktober (kg) 246,000.00

nopember (kg) 247,000.00

desember (kg) 241,000.00

Rataan harga Rumput Laut per Kilogram RHRL (Rp) 7,500.00

Harga Rumput Laut Setahun HRL (Rp) 22,507,500,000.00

Produksi rumput laut per 1 gulung tali (1 gulung = 100 meter = 4 tali)

PR100 (kg) 50.00 Jumlah tali rumput laut pertahun JTR (gulung) 60,020.00 Panjang tali rumput laut setahun PTR (meter) 6,002,000.00 Rataan lebar ruang untuk 1 tali rumput

laut

RLT (meter) 0.30 Luas ruang usaha rumput laut setahun LRU (meter2) 1,800,600.00 Luas eksisting usaha rumput laut setahun LERL (Ha) 180.06 Produktifitas rumput laut pertahun PRR (kg/Ha) 16,666.67 Biaya tali rumput laut (4 mili) BTR1 (Rp / 100 m) 50,000.00 Biaya tali rumput laut (4 mili) setahun BTR2 (Rp) 3,001,000,000.00 Biaya batu gunung untuk pemberat dasar BBG1 (Rp / 100 m) 10,000.00 Biaya batu gunung untuk pemberat dasar

setahun

BBG2 (Rp) 600,200,000.00 Biaya pelampung BPA1 (Rp / 100 m) 10,000.00

Biaya pelampung setahun BPA2 (Rp) 600,200,000.00

Biaya tali labuh (5 mili) BTL1 (Rp / 100 m) 60,000.00 Biaya tali labuh (5 mili) setahun BTL2 (Rp) 3,601,200,000.00 Biaya bibit rumput laut BBR1 (Rp / 100 m) 20,000.00 Biaya bibit rumput laut setahun BBR2 (Rp) 1,200,400,000.00 Biaya tali pengikat bibit rumput laut BTP1 (Rp / 100 m) 28,000.00 Biaya tali pengikat bibit rumput laut

setahun

BTP2 (Rp) 1,680,560,000.00 Biaya panen -- sewa perahu per trip (1

trip untuk 15 tali atau 275 meter)

BSP1 (Rp / 275 m) 30,000.00 Biaya panen -- sewa perahu untuk 100

meter

BSP2 (Rp / 100 m) 10,909.09 Biaya panen -- sewa perahu untuk

setahun

BSP3 (Rp) 654,763,636.36 Biaya panen -- sewa cuci tali (1 tali = 25

meter)

BCT1 (Rp / 25 m) 500.00 Biaya panen -- sewa cuci tali untuk 100

meter

BCT2 (Rp / 100 m) 2,000.00


(5)

Sumberdaya

Terumbu Karang Fungsi dan Manfaat Metode

Nilai Manfaat Kotor

(Rp/tahun) Nilai Biaya (Rp/tahun)

Nilai Manfaat Bersih

(Rp/tahun) Data yang dibutuhkan Simbol (Satuan) Nilai

Biaya panen -- sewa cuci tali untuk setahun

BCT3 (Rp) 120,040,000.00

Biaya setahun BRS (Rp) 11,458,363,636.36

Batu karang Market price 14,400,000.00 7,920,000.00 6,480,000.00 Rataan jumlah batu karang yang diambil dalam sehari

JBK1 (m3) 1.00 Rataan pengambilan batu karang sebulan RPH (hari) 30.00 Rataan pengambilan batu karang setahun RPB (bulan) 6.00 Rataan jumlah hari pengambilan batu

karang setahun

RJH (hari) 180.00 Jumlah batu karang yang diambil setahun JBK2 (m3) 180.00 Harga batu karang per-meter kubik HBK1 (Rp) 80,000.00 Harga batu karang setahun HBK2 (Rp) 14,400,000.00 Biaya sewa perahu untuk sehari BSP1 (Rp) 30,000.00 Biaya sewa perahu setahun BSP2 (Rp) 5,400,000.00 Biaya bahan bakar untuk sehari BBB1 (Rp) 9,000.00 Biaya bahan bakar untuk setahun BBB2 (Rp) 1,620,000.00 Biaya makan minum untuk sehari BMM1 (Rp) 5,000.00 Biaya makan minum untuk setahun BMM2 (Rp) 900,000.00

Biaya setahun BTS (Rp) 7,920,000.00

Pariwisata dan Penelitian/Pendidikan

Surrogate market price

28,500,000,000.00 - 28,500,000,000.00 Jumlah Peneliti OPWALL yang meneliti dan berkunjung di Kaledupa Setiap Tahun

JP (orang) 400.00

Biaya Perorang Setiap Bulan BP1 (US$) 2,500.00

US$ 1 = 9,500.00

Biaya Perorang Setiap Bulan BP2(Rp) 23,750,000.00 Lama Waktu Tinggal Setiap Tahun di

Kaledupa

LW (Bulan) 3.00 Indirect Use Value Perlindungan Pantai Replacement cost 148,974,236,717,508.00 - 148,974,236,717,508.00 ✁✂ ✄✂☎✆ ☎✝✂ ✞✟✠ ✞✡✆ ✞✂ ☛✂ ✞✟✆ ☞✌ ☎✝✂ ✞✟

✍✆✞✟✂ ✞✠✎✠✏✂ ✞✑☎✒

BBW (Rp) 4,462,013.81

Luas terumbu karang Gugus Pulau Kaledupa

LTK (m2) 33,387,220.00

Option Value Keanekaragaman hayati Benefit transfer 3,171,785,900.00 - 3,171,785,900.00 Nilai Biodiversity Terumbu Karang per kilometer persegi

NBTK1a(US$) 10,000.00

Nilai Biodiversity Terumbu Karang per hektar

NBTK1b (US$) 100.00

US$ 1 = 9,500.00

Nilai Biodiversity Terumbu Karang per kilometer persegi

NBTK2a(Rp) 95,000,000.00

Nilai Biodiversity Terumbu Karang per hektar

NBTK2b (Rp) 950,000.00

Luas Terumbu Karang di Kaledupa LTK (Ha) 3,338.72 Bequest Value TNC-WWF compensation costs 250,000,000.00 - 250,000,000.00 Nilai Program TNC-WWF yang masuk ke

Kaledupa setahun

NTW (Rp) 250,000,000.00 Existence Value persepsi bahwa keberadaaannya

thdp ekosistem lainnya serta sosial budaya masyarakat

WTA - CVM 877,450,000,000.00 - 877,450,000,000.00 Nilai median perindividu = MWTA (Rp) 50,000,000.00

Jika jumlah pdkGPK (jiwa) = PGPK (jiwa) 17,549.00 149,903,864,019,772.00

Total Nilai Manfaat Terumbu Karang


(6)

Lampiran 23. Nilai WTA dan WTP responden untuk sumberdaya terumbu karang di GPK

Responden

WTP (Rp)

WTA (Rp)

Tingkat pendidikan

Lama pendidikan

(thn)

Umur (thn)

Responden 1 (Pemda - Ka Bappeda Kab Wakatobi)

100,000,000.00

1,000,000,000.00

s2

19

47

Responden 2 (Camat Kaledupa )

10,000,000.00

10,000,000.00

s1

17

41

Responden 3 (Anggota Legislatif Asal Kaledupa)

10,000,000.00

50,000,000.00

sma

12

40

Responden 4 (Badan Pengelola TNKW)

338,000,000.00

500,000,000.00

s1

17

39

Responden 5 (Tokoh Masyarakat)

50,000,000.00

500,000,000.00

s1

17

60

Responden 6 (Tokoh Pemuda)

5,000,000.00

20,000,000.00

smp

9

43

Responden 7 (Nelayan Budidaya)

5,000,000.00

20,000,000.00

smp

9

40

Responden 8 (Nelayan Tangkap)

10,000,000.00

50,000,000.00

smp

9

27

Responden 9 (Pengusaha)

5,000,000.00

50,000,000.00

sma (kuliah selama 2

tahun)

14

44

Responden 10 (TNC-WWF)

25,000,000.00 100,000,000.00

s1

17

36

Nilai median WTA perindividu =

50,000,000.00

Jika jumlah pdkGPK (jiwa) =

17,549.00

maka jumlah Total WTA Terumbu Karang GPK =

877,450,000,000