Strategi Peningkatan Kinerja Aparatur Pengelola Aset Daerah Di Kabupaten Tapanuli Tengah

STRATEGI PENINGKATAN KINERJA APARATUR PENGELOLA ASET
DAERAH DI KABUPATEN TAPANULI TENGAH

NALOM SANTUN SIHOMBING

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir berjudul Strategi Peningkatan
Kinerja Aparatur Pengelola Aset Daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tugass akhir ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, Juni 2016
Nalom Santun Sihombing
H252144165

RINGKASAN
NALOM SANTUN SIHOMBING. Strategi Peningkatan Kinerja Aparatur
Pengelola Aset Daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah. Dibimbing oleh DWI
RACHMINA dan MA’MUN SARMA.
Peningkatan kinerja pengelola aset daerah merupakan sebuah upaya
perbaikan capaian kinerja organisasi. Capaian kinerja diharapkan, berdampak pada
peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Peningkatan kinerja yang
diharapkan dapat melalui peningkatan SDM serta kualitas aparatur pemerintah itu
sendiri. Kelemahan aparatur dalam pengelolaan aset di Kabupaten Tapanuli Tengah
merupakan salah satu penyebab Kabupaten Tapanuli Tengah mendapatkan opini
wajar dengan pengecualian (WDP). Opini WDP atas laporan keuangan pemerintah
daerah (LKPD) Kabupaten Tapanuli Tengah menjadi fokus perhatian pemerintah
daerah dalam pembenahan pengelolaan aset.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi penyebab pengelolaan aset
yang belum maksimal, menganalisis sistem dan pengendalian serta faktor yang

mempengaruhi kinerja aparatur pengelola aset dan merumuskan strategi
peningkatan kinerja aparatur pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah.
Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh melalui survei lapangan
dan wawancara mendalam menggunakan kuesioner yang disebar kepada staf
pengelola aset dan pejabat pengelola aset disetiap satuan kerja perangkat daerah
(SKPD) Kabupaten Tapanuli Tengah. Data sekunder diperoleh melalui studi
pustaka dan dokumen yang berkaitan dengan data aset tetap.
Teknik pengolahan data menggunakan SWOT yang terdiri dari matriks internal
dan external (IFE &EFE). Matrik SWOT ini digunakan untuk memperoleh
alternatif strategi dalam peningkatan kinerja pengelola aset. Alternatif strategi
diperoleh melalui matriks IE yang kemudian dilakukan suatu pembobotan untuk
menentukan prioritas yang utama, kedua, ketiga dan keempat. Metode yang
digunakan metode matrix pairwise comparisons
Opini LKPD untuk tahun anggaran 2013 Kabupaten Tapanuli Tengah
menunjukkan hasil WDP. Badan pemeriksa keuangan memberikan hasil tersebut
dengan kriteria antara lain: sistem pengendalian internal memadai, namun terdapat
salah saji yang material pada beberapa pos laporan keuangan. Laporan hasil
pemeriksaan dengan opini wajar dengan pengecualian dapat diandalkan, tetapi
pemilik kepentingan harus memperhatikan beberapa permasalahan yang
diungkapkan auditor atas pos yang dikecualikan, agar tidak mengalami kekeliruan

dalam pengambilan keputusan
Upaya yang dilakukan menindaklanjuti opini WDP dilakukan dengan
melanjutkan validasi dan inventarisasi seluruh aset SKPD secara komprehensif,
memantapkan sistem dan prosedur pengelolaan anggaran yang terkait dengan
pengadaan aset, mensosialisasikan tata kelola keuangan yang baik pada seluruh
jajaran pemerintahan sesuai dengan PP No. 58 Tahun 2005 dan Permendagri No 13
Tahun 2006 dengan pola bimbingan teknis serta pendidikan dan pelatihan (diklat)
yang berkesinambungan, mengupayakan fasilitas e-audit yang terintregasi.
Berdasarkan indikator faktor internal dan eksternal, kebijakan Pemerintah
Kabupaten Tapanuli Tengah dalam mendukung pengelolaan aset dan Peraturan
Pemerintah Pusat tentang Tata Kelola Aset Daerah, untuk mempermudah tata

kelola sesuai dengan aturan, merupakan bobot tertinggi. Data skor terbobot sebesar
3.209 dan 3.056 dan berada pada kuadran 1 dengan strategi grow and build.
Pengolahan data melalui pairwise comparisons matrix, strategi dengan bobot
tertinggi (1) meningkatkan dukungan kebijakan pemerintah, baik pusat dan daerah
dalam pengembangan SDM dan peningkatan kompetensi pengelola aset daerah
melalui pelatihan penatausahaan aset untuk mempermudah tata kelola sesuai
dengan aturan. Strategi dengan bobot (2) peningkatan kebijakan pemerintah dalam
pengembangan dan penerapan sistem dan teknologi untuk mendukung pengawasan

dan pengendalian dalam pengelolaan aset di Kabupaten Tapanuli Tengah. Strategi
dengan bobot (3) peningkatan hubungan baik antar SKPD pengelola aset, terutama
dalam penerapan sistem dan teknologi yang terintegrasi dalam pengelolaan aset di
Kabupaten Tapanuli Tengah. Strategi dengan bobot terakhir (4) sinkronisasi
peraturan pemerintah pusat, provinsi dengan kebijakan Pemerintah Kabupaten
Tapanuli Tengah dalam mendukung pengelolaan aset.
Kata kunci: Faktor Eksternal, Faktor Internal, Good Governance, Strategi Intensif
Strategi Terintegrasi

SUMMARY
NALOM SANTUN SIHOMBING. Strategies to Improve the Performance of Local
Official Asset Manager in Tapanuli Tengah Regency. Supervised by DWI
RACHMINA and MA’MUN SARMA.
Improving the performance of local official asset manager is an attempt to
improve organization performance achievement. It is expected that performance
achievement will lead to better community service quality. Such expected
performance improvement can be conducted by improving human resources and
government apparatus quality. The Local official asset manager weaknesses in
Tapanuli Tengah Regency are the one of the causes of Tapanuli Tengah Regency
got “Fair with Exceptions” (FWE). The FWE status upon local government

financial reports (LGFR) of Tapanuli Tengah Regency has become the main focus
of the local government attention in organizing asset management.
The aims of this research are to identify the causes of unsatisfactory asset
management, analyze the system, control, and factors affecting performance of the
local official official asset manager, and formulate stategyes to improve the local
official asset manager in Tapanuli Tengah Regency. This research utilized primary
data, obtained through field survey and in-depth interviews using questionnaires
distributed to asset management staff and asset management officials in each
working units of Tapanuli Tengah Regency. The secondary data, also used in this
research, were attained through references and documents related to fixed asset data.
Data were processed using SWOT techniques, consisting of internal and
external matrices (IFE & EFE) in order to obtain strategy alternatives in improving
local asset management performance. Strategy alternatives resulted from IE matrix
were then scored to determine the first, second, third, and fourth priority
respectively. The method used in this process was pairwise comparison matrix
method.
The assessment of LGFR for the 2013 fiscal year in Tapanuli Tengah
Regency brought about FWE results. The Audit Board gave the above result with
a number of criteria, one of which was noted as follows: the internal control system
was adequate, but there was wrong presentation material in a few financial report

units. This shows that the report of assessment with “Fair with Exceptions” status
is reliable, but the related units need to pay attention to a number of problems
identified by auditor upon those belong under exception status so that there will not
be any mistakes in making decisions.
A number of efforts carried out to follow up such FWE status include
continuing validation and inventory of all working units asset comprehensively,
determining both system and procedures in managing budget related to asset
provision, socializing good financial governance to all levels of government
according to the Legislation no. 58 year 2005 and The Regulation of Domestic
Affair Ministry no 13 Year 2006, with technical guiding patterns along with
sustainable education and training, trying to apply integrated e-audit on such
facilities.
Based on the above internal and external factor indicators, regulations of
Tapanuli Tengah Regency Government and Central Government in supporting
asset management to ease the system based on the regulation have the highest value.

Data whose weighed scores were 3.209 and 3.056 so that they will be in quadrant
1, using “grow and build” strategy.
Data were then processed by using pairwise comparisons matrices. It was
identified that the strategy with the highest weighed scores were: (1) to improve

government policy support, not only in the central but also regional, in developing
human resources and improving competencies of local asset managers through
training and asset relocation to make governance easy in accordance with
regulations (2) to improve government policies in developing and applying system
and technology in order to support monitoring and control in asset management in
Tapanuli Tengah Regency. Strategy which weights (3) is to intensify the
relationship among SKPD asset managers, particularly in applying integrated
system and technology in asset management in Tapanuli Tengah Regency. Strategy
with the last weigh (4) is to synchronize regulations of central and province
governments with policies of Tapanuli Tengah Regency local government in
supporting asset management.
Key words: External Factor, Good Governance, Integrated Strategy, Intensive
Strategy, Internal Factor

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

STRATEGI PENINGKATAN KINERJA APARATUR PENGELOLA ASET
DAERAH DI KABUPATEN TAPANULI TENGAH

NALOM SANTUN SIHOMBING

Tugas Akhir
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesional
pada
Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir: Dr Ir Sri Mulatsih, MScAgr


iiii
ii
Judul Tugas Akhir : Strategi Peningkatan Kinerja Aparatur Pengelola Aset Daerah
di Kabupaten Tapanuli Tengah
Nama
: Nalom Santun Sihombing
NRP
: H252144165

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Ma’mun Sarma, MS MEc
Anggota

Dr Ir Dwi Rachmina, MSi
Ketua

Diketahui Oleh :

Diketahui oleh

Ke Ketua Program Studi
Manajemen Pembangunan Daerah

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Ma’mun Sarma, MS MEc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 22 Juni 2016

Tanggal Lulus:

3

3

4


PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan hanya kepada Tuhan yang Maha Esa atas
segala berkat-Nya sehingga penelitian ini berhasil disusun dan dilaksanakan. Penelitian
ini berjudul Strategi Peningkatan Kinerja Aparatur Pengelola Aset Daerah di Kabupaten
Tapanuli Tengah.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Dwi Rachmina, MSi dan Dr Ir Ma’mun
Sarma, MS MEc selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberi saran serta
arahan. Di samping itu, ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia yang telah mendanai
Pendidikan Pasca Sarjana dan penghargaan penulis sampaikan kepada Pemerintah
Kabupaten Tapanuli Tengah serta Pengelola Aset, dan unsur DPPKAD Kabupaten
Tapanuli Tengah yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terimakasih
juga disampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu memberikan motivasi,
dukungan dan doa kepada penulis khususnya anakku Dave, Chiara, Adewira Negara dan
Istri serta Orangtua.
Semoga penelitian ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juni 2016
Nalom Santun Sihombing
H252144165

5

6

7

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

ii
ii
ii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
4
6
7

TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Teori
Sistem Pengembangan Organisasi
Indikator Kinerja
Pengukuran Kinerja
Aset Daerah
Good Governance
Tinjauan Penelitian Terdahulu

7
7
11
12
13
14
18
21

METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Lokasi dan Waktu Penelitian
Metode Pengumpulan Data
Metode Penentuan Sampel
Metode Analisis Data

24
24
25
26
26
27

GAMBARAN UMUM KABUPATEN TAPANULI TENGAH
SDM Pengelola Aset daerah
Opini Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah

32
33
33

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kinerja Pengelola Aset di Kabupaten Tapanuli Tengah
Sistem Pengawasan dan Pengendalian Pengelolaan Aset Daerah
Identifikasi Faktor Internal dan External
Strategi Peningkatan Kinerja Aparatur Pengelola Aset Daerah
Prioritas Strategi Peningkatan Kinerja

35
35
38
40
47
50

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

53
53
54

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
GLOSARIUM
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

55
59
67
69

8

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Mutasi Aset Tetap Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2011
Mutasi Aset Tetap Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012
Mutasi Aset Tetap Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2013
Perbandingan Capaian Penilaian LAKIP Pemerintah Kab/Kota
di Provinsi Sumatera Utara
Kajian Penelitian Terdahulu
Matriks SWOT
Matriks Pendapat Gabungan
Indeks Acak Perhitungan Konsistensi Rasio
Skala Perbandingan Tingkat Kepentingan
Daftar Opini BPK Atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Kab/Kota di Sumatera Utara Tahun 2009 – 2013
Opini Bpk Atas LKPD Kab. Tapanuli Tengah Tahun 2009 – 2013
Alokasi Anggaran Peningkatan Penatausahaan dan SDM
Hasil Inventarisasi Aset Rusak Berat
Internal Faktor Evaluation Matrix (IFE)
External Faktor Evaluation Matrix (EFE)
Matriks SWOT
Hasil Pembobotan Strategi Peningkatan Kinerja Aparatur Pengelola
Aset di Kabupaten Tapanuli Tengah

2
3
3
5
23
28
29
31
31
33
33
36
37
45
47
50
52

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Kerangka Pemikiran Peningkatan Kinerja Aparatur Pengelola Aset
Struktur Organisasi Pengelola Aset
Hasil Pembobotan Faktor Internal
Hasil Pembobotan Faktor Eksternal
Matrik IE

25
32
44
46
48

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Total Aset Tetap per SKPD Kabupaten Tapanuli Tengah
Matriks Perbandingan IFE Strategi Peningkatan Kinerja
Aparatur Pengelola Aset Daerah
Pembobotan Faktor Strategis Internal dalam Strategi Peningkatan
Kinerja Aparatur Pengelola Aset Daerah
Matriks Perbandingan EFE Strategi Peningkatan Kinerja
Aparatur Pengelola Aset Daerah
Pembobotan Faktor Strategis Eksternal dalam Strategi Peningkatan
Kinerja Aparatur Pengelola Aset Daerah
Pembobotan Strategi Peningkatan Kinerja Aparatur Pengelola
Aset Daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah

60
63
64
65
66
67

9

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kinerja yang melandasi program birokrasi pemerintah ke depan adalah birokrasi
yang profesional, bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme serta tata kelola
yang efektif dan efisien. Ketiga kata kunci tersebut dapat dijadikan landasan terwujudnya
tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean governance). Prinsip/asas
dari tata kelola pemerintahan yang baik merupakan petunjuk (guidance) bagi birokrasi
pemerintah dalam menyelenggarakan tugas pokok dan fungsi pemerintahan negara dan
pemerintahan daerah.
Salah satu bidang yang menjadi fokus perhatian pemerintah dalam pengelolaannya
adalah permasalahan aset (kekayaan) negara/daerah. Sebagaimana diketahui bahwa
dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintahan negara dan pemerintahan daerah,
ketersediaan sarana dan prasarana merupakan unsur mutlak yang harus ada sebagai wujud
pelayanan kepada masyarakat. Sebagai unsur mutlak, maka sarana dan prasarana tersebut
yang merupakan aset negara/daerah harus dikelola secara efektif, efisien, transparan dan
akuntabel sesuai dengan prinsip-prinsip good governance. Hal ini dikarenakan aset
(kekayaan) negara/daerah merupakan bagian dari pengelolaan keuangan negara
sebagaimana diatur dalam Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara Pasal 2 yang menyebutkan bahwa keuangan Negara meliputi kekayaan
negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat
berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk
kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah.
Berdasarkan hasil pendalaman Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan
keuangan Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2011 terdapat beberapa kelemahan dalam
penatausahaan aset tetap di Kabupaten Tapanuli Tengah. Hal ini disebabkan bahwa data
yang digunakan untuk menyusun aset tetap dalam neraca per 31 Desember 2011 yakni
berdasarkan buku inventaris pada tahun 2010 dan daftar pengadaan inventaris tahun 2011.
Penyajian laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK, terdapat beberapa kelemahan
signifikan dalam penyajian aset tetap diantaranya adalah tidak dilaksanakannya
penyusutan aset tetap, pencatatan kartu inventaris barang (KIB) tidak didukung dengan
pencatatan pendukung lainnya seperti kartu inventaris ruangan (KIR). Berdasarkan
Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik
Daerah telah ditentukan bahwa pengguna/kuasa pengguna barang dalam melakukan
pendaftaran dan pencatatan barang sesuai format kartu inventaris barang A, B, C, D, E, F
dan kartu inventaris ruangan. Selanjutnya, kelemahan terdapat pada fisik barang dimana
sebagian besar fisik barang tidak bisa langsung diidentifikasi karena tidak diberi nomor
register barang atau nomor register yang menempel pada fisiknya. Nomor register
merupakan bagian dari kodefikasi aset daerah yang memuat nomor urut pencatatan dari
setiap barang, pencatatan terhadap barang yang sejenis, tahun pengadaan sama, besaran
harganya sama seperti meja dan kursi jumlahnya 150, maka pencatatannya dapat
dilakukan dalam suatu format pencatatan dalam lajur register, ditulis: 0001 s/d 0150
(Permendagri Nomor 17 Tahun 2007). Permasalahan kinerja pengelola aset terjadi karena
kelalaian petugas pencatatan aset sehingga terdapat aset yang belum terdata dalam KIB
serta kartu inventaris tidak dibuat berdasarkan data realisasi fisik barang, akan tetapi
mengikuti data dari Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD).

10

Hal yang cukup material juga ditemukan dimana adanya ketidaksamaan nilai
perolehan antara KIB dengan neraca sehingga sangat mempengaruhi penyajian laporan
keuangan yang valid di samping itu, kelemahan terjadi karena kurangnya ketelitian dan
ketidakcermatan petugas pencatatan aset sehingga terdapat aset yang belum terdata dalam
KIB serta pengelola tidak bekerja sesuai dengan standar operasional dan prosedur (SOP)
yang ada sehingga pola penatausahaan tidak sesuai lagi dengan yang diharapkan.
Tabel 1
No
1

2
3
4
5
6

Mutasi aset tetap Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2011 (juta rupiah)

Jenis
Aset Tetap

Saldo Awal
1 Jan 2011
(Rp)

Mutasi Aset Tetap
Tambah

Kurang

Saldo
Per 31 Des 2011
(Rp)

Tanah

138319.19

7 278.59

0.00

145 597.78

Peralatan dan mesin

85 427.20

19 733.90

2 731.35

102 429.75

487 943.23

56 630.78

0.00

544 574.00

445 276.97

29 428.77

0.00

474 705.74

9 433.43

18 520.07

0.00

27 953.50

Gedung dan
bangunan
Jalan irigasi dan
jaringan
Aset tetap lainnya

Konstruksi dalam
6 005.74
13 570.31
5 132.70
pengerjaan
Jumlah
1 172 405.76
145 162.41
7864.04
Sumber : LHP BPK Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah 2011

14 443.36
1309704.12

Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan (LHP) pada tahun 2011 Pemerintah
Kabupaten Tapanuli Tengah melakukan perbaikan kualitas pelaporan dan manajemen
aset, serta kualitas sumber daya manusia (SDM) yang diharapkan dapat merubah opini
untuk tahun berikutnya. Perubahan serta strategi yang di terapkan untuk menyelesaikan
kendala persoalan tersebut dengan mendatangkan konsultan, dan hasilnya mengalami
perubahan walaupun belum sepenuhnya berjalan seperti yang diharapkan. Laporan hasil
pemeriksaan tahun 2012, Kabupaten Tapanuli Tengah meraih opini wajar dengan
pengecualian (WDP) yaitu hasil pemeriksaan atas entitas yang menyatakan setuju dengan
pengecualian tertentu. Pada tahun 2012 dilakukan revaluasi terhadap seluruh nilai aset
tetap yang di peroleh untuk mendapatkan saldo akhir yang relevan.
Penyajian laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK untuk tahun 2012,
masih terdapat beberapa kelemahan dalam penyajian aset tetap, walaupun terdapat
perubahan dari tahun sebelumnya, diantaranya adalah penyajian saldo awal aset tetap
belum dapat diyakini kewajarannya. Menurut BPK nilai penyusutan yang dilakukan oleh
pengelola belum sesuai dengan aturan penyusutan yang di terapkan oleh standar
akuntansi. Pencatatan KIB tidak didukung dengan pencatatan pendukung lainnya seperti
kartu inventaris ruangan. Pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK, terlihat bahwa
lemahnya pengawasan aset oleh pengelola, disebabkan rendahnya SDM, kurangnya
motivasi, serta pengetahuan yang masih perlu ditingkatkan berupa pendidikan dan bimtek
terlebih tentang pengelolaan aset untuk dapat meningkatkan pengetahuan tentang tata
kelola aset.
Pada tahun 2013 LHP atas laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD)
Kabupaten Tapanuli tengah masih memperoleh opini wajar dengan pengecualian. Hal ini
dapat diartikan bahwa kinerja pengelola aset masih belum dapat dikatakan baik dari

11

pemeriksaan sebelumnya. Terdapat beberapa temuan dalam tata kelola aset yang hampir
sama dengan temuan pada tahun sebelumnya, berupa rendahnya kinerja, SDM dan
lemahnya kontrol aparatur pengelola aset.
Tabel 2

Mutasi aset tetap Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2012 (juta rupiah)

95 053.64

0.00

Saldo
Per 31 Des 2012
(Rp)
240 651.41

60 146.11

36 670.82

125 905.04

Gedung dan bangunan
544 574.00
37 526.14
357 957.52
Jalan irigasi dan
4
474 705.74
83 587.45
96 061.71
jaringan
5 Aset tetap lainnya
27 953.50
62.68
20 416.63
Konstruksi dalam
6
14 443.36
16 040.70
15 446.56
pengerjaan
Jumlah
1 309 704.13
292 416.72
526 553.24
Sumber : LHP BPK Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah 2012

224 142.62

Jenis
Aset Tetap

No
1

Tanah

2

Peralatan dan mesin

Saldo Awal
1 Jan 2012
(Rp)
145597.78
102 429.75

Mutasi Aset Tetap
Tambah

Kurang

3

462 231.48
7 599.55
15 037.50
1 075 567.60

Hasil pemeriksaan lapangan berdasarkan data aset tetap yang dilakukan BPK
terdapat selisih sebesar Rp 386 321 904 509.65 yang dihasilkan dari inventarisasi dan
revaluasi. Sampai berakhirnya pemeriksaan TA 2012 pengelola aset Kabupaten Tapanuli
Tengah tidak dapat menjelaskan dan menyerahkan data rincian per jenis aset tetap yang
mengalami perubahan. Aset dengan kondisi rusak berat atau hilang masih dicatat dalam
buku inventaris sebagai barang dengan kondisi baik yang seharusnya dapat dihapuskan
atau dipindahkan ke pos aset lainnya sesuai nilai tercatatnya. Temuan lainnya juga
mengarah kepada nilai penyusutan aset tetap. Sampai tahun anggaran 2013 pemerintah
Kabupaten Tapanuli Tengah belum menyajikan aset tetap berdasarkan biaya perolehan
aset tetap tersebut dikurangi penyusutan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan 2013 dapat dilihat ketidakcermatan
dalam
manajemen aset. Permasalahan yang timbul dari tahun ke tahun cenderung tidak
mengalami perubahan. Untuk saat ini SDM , fungsi pengawasan oleh aparatur pengelola
aset, pengetahuan dan kualitas SDM serta dukungan dari pemerintah daerah perlu di
tingkatkan, untuk dapat menyajikan laporan yang lebih baik untuk tahun berikutnya.
Tabel 3

Mutasi aset tetap Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2013 (juta rupiah)

3 731.21

0.00

Saldo
Per 31 Des 2013
(Rp)
244 382.62

83 845.88

0.00

209 750.90

Gedung dan Bangunan
224 142.62
75 289.52
0.00
Jalan Irigasi dan
462 231.48 118 869.61
0.00
Jaringan
Aset Tetap Lainnya
7 599.55
5 579.94
0.00
Konstruksi dalam
15 037.50
0.00
985.42
Pengerjaan
Jumlah
1 075 567.60 287 316.18
985.42
Sumber : LHP BPK Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah 2013

299 432.14

Jenis
Aset Tetap

No
1

Tanah

2

Peralatan dan Mesin

3
4
5
6

Saldo Awal
1 Jan 2013
(Rp)
240 651.41
125 905.04

Mutasi Aset Tetap
Tambah

Kurang

581 101.10
13 179.50
14 052.07
1 361 898.36

12

Kelemahan dalam pengelolaan aset tersebut diduga berkaitan dengan kinerja
aparatur pengelola aset dimana terdapat unsur ketidakcermatan dari pengelola aset dalam
melakukan penatausahaan. Kondisi pada saat pemeriksaan dapat dikatakan, kinerja
pengelola yang tidak teliti dan kurangnya kehati-hatian dalam melakukan tugas sebagai
pengelola aset. Hasil pemeriksaan BPK ditemukan kesalahaan sebagai bukti
ketidakcermatan para pengelola aset dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi masing
masing. Kinerja aparatur juga dinilai tidak mengikuti intruksi kerja (IK) serta tidak
menerapkan standar operasional dan prosedur (SOP) yang berlaku, sesuai dengan aturan
manajemen aset yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun
2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah Dalam Pelaksaan Proses
Penatausahaan Aset. Sehingga menimbulkan kesalahan dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya. Pada dasarnya hal ini dapat dilihat dari temuan BPK tahun 2011, 2012, 2013
dan merekomendasikan upaya pengamanan aset tetap. Banyak faktor yang menyebabkan
kinerja aparatur individu tersebut rendah.
Menurut Mangkunegara (2005), faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja
individu dalam organisasi adalah faktor individu dan faktor lingkungan kerja organisasi.
Lebih lanjut Mangkunegara (2005) menjelaskan bahwa faktor individu adalah
kemampuan individu dalam bekerja baik secara kognitif yang ditunjukkan dengan tingkat
kecerdasan pikiran (intelegency quotiont) maupun secara emosi yang ditunjukkan dengan
tingkat kecerdasan emosi (emotional quotiont). Faktor lingkungan kerja organisasi
merupakan bentuk dari uraian jabatan yang jelas, otoritas yang memadai, target kerja
yang menantang, pola komunikasi kerja yang efektif, hubungan kerja harmonis, iklim
kerja respek dan dinamis, peluang berkarier dan fasilitas kerja yang relatif memadai.
Berdasarkan pemikiran dan temuan di atas perlu dilakukan kajian tentang kinerja
aparatur pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah dan strategi apa yang tepat untuk
diterapkan pada pengelola aset daerah dalam rangka meningkatkan kinerja aparatur
pengelola aset dengan mengambil judul penelitian ”strategi peningkatan kinerja
aparatur pengelola aset daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah”.
Perumusan Masalah
Peningkatan kinerja aparatur pengelola aset daerah merupakan sebuah upaya
perbaikan capaian kerja organisasi daerah, baik dari sisi keluaran (outputs) maupun hasil
(outcomes) menuju capaian kerja atau kinerja yang diharapkan sehingga nantinya akan
berdampak pada peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat (impacts and
benefits). Kinerja yang diharapkan dalam tatanan pemerintah diharapkan mampu
menunjukkan hasil yang dapat dirasakan oleh masyarakat Kabupaten Tapanuli Tengah
melalui peningkatan SDM serta kualitas aparatur pemerintah itu sendiri.
Perbaikan kondisi kinerja tersebut tentu tidaklah mudah karena kemungkinan
organisasi menghadapi permasalahan yang terstruktur dan tidak terstruktur. Menurut
Zakiyudin (2012), masalah terstruktur adalah masalah yang sering terjadi dan sifatnya
berulang-ulang, sedangkan masalah tidak terstruktur adalah masalah yang jarang terjadi
dan tidak berulang, serta tidak ada model untuk memecahkan masalah ini. 1 Pada
pemerintahan daerah, permasalahan yang sering muncul dalam pengelolaan aset daerah
1

Zakiyudin, Ais. 2012. Masalah Terstruktur dan Tidak Terstruktur. Entri Populer diposkan pada 11 Mei
2012 di http://ais-zakiyudin.blogspot.co.id/2012/05/masalah-terstruktur-dan-tidak.html diakses tanggal 13
Februari 2016

13

diantaranya terjadi pada tahap penatausahaan aset daerah, tahap penilaian, tahap
pengawasan dan pengendalian.
Hasil evaluasi atas Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) Kabupaten
Tapanuli Tengah pada tahun 2012 memperoleh nilai D yang diinterpretasikan bahwa
perencanaan, pelaporan dan capaian kinerja Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah
masih kurang baik, artinya sistem dan tatanan tidak dapat diandalkan untuk manajemen
kinerja, perlu banyak perbaikan dan perubahan yang sangat mendasar (Peraturan Menpan
dan RB Nomor 20 Tahun 2013). Pada tahun 2013 terjadi kenaikan kriteria menjadi C
dengan interpretasi bahwa Kabupaten Tapanuli Tengah telah memiliki sistem untuk
manajemen kinerja tetapi kurang dapat diandalkan, masih perlu banyak perbaikan
termasuk perbaikan yang mendasar untuk dapat meningkatkan capaian penilaian yang
lebih baik. Hasil evaluasi yang dilakukan oleh Kementerian PAN dan RB atas
akuntabilitas kinerja Kabupaten Tapanuli Tengah tersebut merupakan salah satu penilaian
terendah diantara kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara.
Adapun perbandingan capaian Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(LAKIP) antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4
No.

Perbandingan capaian penilaian LAKIP Pemerintah Kabupaten/kota di Provinsi
Sumatera Utara Tahun 2012-2013
Nilai LAKIP
Kabupaten/Kota
2012
2013
Kab. Asahan
C
C
Kab. Dairi
C
C
Kab. Deli Serdang
D
Kab. Humbang Hasundutan
D
C
Kab. Karo
D
D
Kab. Labuhan Batu Utara
D
C
Kab. Labuhan Batu Selatan
C
C
Kab. Langkat
C
C
Kab. Mandailing Natal
C
Kab. Nias
C
C
Kab. Nias Barat
D
D
Kab. Nias Selatan
D
C
Kab. Nias Utara
D
D
Kab. Padang Lawas Utara
D
C
Kab. Pakpak Bharat
C
CC
Kab. Samosir
C
C
Kab. Serdang Berdagai
C
C
Kab. Tanapuli Selatan
C
C
Kab. Tapanuli Tengah
D
C
Kab. Toba Samosir
C
C
Kota Binjai
D
C
Kota Medan
C
CC
Kota Padang Sidempuan
C
Kota Sibolga
CC
CC
Kota Tanjung Balai
C
C
Kota Gunung Sitoli
C
C
Kota Tebing Tinggi
C
CC
Kota Pematang Siantar
D

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
Sumber: Kementerian PAN dan RB 2014

14

Hasil evaluasi atas manajemen kinerja yang diperoleh Pemerintah Kabupaten
Tapanuli Tengah sedikit-banyak menunjukkan adanya permasalahan dalam capaian
kinerja organisasi. Bila hasil evaluasi tersebut disandingkan dengan hasil audit BPK tahun
2012 – 2013 dimana Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah mendapatkan opini wajar
dengan pengecualian (WDP) yang memberikan catatan perhatian pada masalah aset tetap
/barang milik daerah (LHP Tapanuli Tengah 2013), maka dapat diutarakan bahwa capaian
opini BPK tersebut merupakan efek dari capaian kinerja pengelola aset daerah. Sehingga,
masih diperlukan kajian “mengapa laporan hasil pemeriksaan Kabupaten Tapanuli
Tengah masih WDP?”
Capaian kinerja aparatur pemerintah sebagai individu merupakan hasil sintesa dari
input – proses – output selama satu kurun tertentu (biasanya dalam jangka waktu 1 tahun).
Pada organisasi sektor publik tidak terkecuali pada Kabupaten Tapanuli Tengah,
perencanaan kinerja (input) pegawai dilakukan dengan membuat sasaran kinerja pegawai
(SKP) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian
Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil dimana dalam SKP tersebut memuat kegiatan yang
akan dilakukan sesuai dengan tugas pokok pegawai dan target (output) yang hendak
dicapai. Namun permasalahan yang terjadi pada Kabupaten Tapanuli Tengah berada pada
dimensi proses pelaksanaan kinerja tersebut dimana sistem pengawasan dan pengendalian
atas pengelolaan aset daerah kurang berjalan secara optimal. Disamping itu, sistem
rewards and punishments dari pencapaian kinerja aparatur tersebut juga tidak jelas dan
terukur. Hal ini terbukti dari adanya temuan pemeriksaan BPK atas aset daerah Kabupaten
Tapanuli Tengah selama 2 tahun berturut-turut, yakni pada tahun 2012 dan 2013,
sehingga perlu adanya telaah “bagaimana sistem pengawasan dan pengendalian serta
bagaimana sistem rewards and punishments yang diterapkan dalam pengelolaan aset
daerah?”
Hasil evaluasi terhadap kinerja aparatur pengelola aset daerah dan telaah atas sistem
pengawasan dan pengendalian serta sistem rewards and punishments yang diterapkan
atas pengelolaan aset daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah diharapkan dapat dijadikan
tolok ukur dalam meningkatkan kinerja aparatur pengelola aset sehingga akan berdampak
pada perbaikan capaian opini BPK atas laporan keuangan daerah. Oleh karena itu, hasil
penelitian ini diharapkan dapat merumuskan: “strategi peningkatan kinerja aparatur
pengelola aset daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah”.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari latar belakang, tujuan umum yang hendak dicapai dalam
penelitian ini adalah untuk menetapkan strategi dan kebijakan peningkatan kinerja
aparatur pengelola aset pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
Kabupaten Tapanuli Tengah.
Dalam mencapai tujuan umum tersebut perlu tujuan khusus agar dapat menjawab
maksud dan tujuan umum tersebut yaitu :
1. Mengidentifikasi penyebab pengelolaan aset yang belum maksimal di Kabupaten
Tapanuli Tengah
2. Menganalisis sistem dan pengendalian serta faktor yang mempengaruhi kinerja
aparatur pengelola aset di Kabupaten Tapanuli Tengah
3. Merumuskan strategi peningkatan kinerja aparatur pengelola aset di Kabupaten
Tapanuli Tengah.

15

Manfaat Penelitian
1.
2.
3.
4.
5.

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam:
Menambah ilmu pengetahuan dan wawasan berfikir tentang pengelolaan aset daerah.
Memberikan informasi yang relevan untuk penelitian selanjutnya.
Memberikan rekomendasi perbaikan atas permasalahan yang tengah dihadapi kepada
para pemangku kepentingan pengelolaan aset daerah.
Merencanakan upaya peningkatan kompetensi sumber daya manusia pengelola aset
daerah.
Mencapai tata kelola pemerintahan yang baik melalui pengelolaan aset daerah yang
efektif, efisien, transparan dan akuntabel.
TINJAUAN PUSTAKA

Berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 terdapat 4 kriteria opini yang
diberikan oleh BPK atas Pemeriksaan laporan keuangan pemerintah daerah masingmasing memiliki arti dari penilaian kesimpulan akhir tersebut, yaitu;
1.

Opini wajar tanpa pengecualian/WTP (Unqualified Opinion), sistem pengendalian
internal memadai dan tidak ada salah saji yang material atas pos-pos laporan
keuangan. Secara keseluruhan laporan keuangan telah menyajikan secara wajar
sesuai dengan SAP.

2.

Opini wajar dengan pengecualian/WDP (qualified opinion), sistem pengendalian
internal memadai, namun terdapat salah saji yang material pada beberapa pos laporan
keuangan. Laporan keuangan dengan opini WDP dapat diandalkan, tetapi pemilik
kepentingan harus memperhatikan beberapa permasalahan yang diungkapkan auditor
atas pos yang dikecualikan tersebut agar tidak mengalami kekeliruan dalam
pengambilan keputusan.

3.

Opini tidak memberikan pendapat (disclaimer opinion), diberikan apabila terdapat
suatu nilai yang secara material tidak dapat diyakini auditor karena ada pembatasan
lingkup pemeriksaan oleh manajemen sehingga auditor tidak cukup bukti dan atau
sistem pengendalian intern yang sangat lemah. Dalam kondisi demikian auditor tidak
dapat menilai kewajaran laporan keuangan. Misalnya, auditor tidak diperbolehkan
meminta data-data terkait penjualan atau aktiva tetap, sehingga tidak dapat
mengetahui berapa jumlah penjualan dan pengadaan aktiva tetapnya, serta apakah
sudah dicatat dengan benar sesuai dengan SAP. Dalam hal ini auditor tidak bisa
memberikan penilaian apakah laporan keuangan WTP, WDP, atau TW.

4. Opini tidak wajar/TW (adversed opinion), diberikan jika sistem pengendalian internal
tidak memadai dan terdapat salah saji pada banyak pos laporan keuangan yang
material. Dengan demikian secara keseluruhan laporan keuangan tidak disajikan
secara wajar sesuai dengan SAP.

16

Pengertian kinerja dan manajemen kinerja
Dewasa ini, istilah manajemen telah banyak diartikan oleh para pakar organisasi
baik yang berasal dari lingkungan akademisi maupun praktisi dan kalangan profesional.
Manajemen sendiri merupakan aktivitas kerja yang melibatkan koordinasi dan
pengawasan terhadap pekerjaan orang lain sehingga pekerjaan tersebut dapat diselesaikan
secara efisien dan efektif (Robbins et al. 2010).
Pengertian manajemen yang sering dijumpai di perguruan tinggi menurut Terry dan
Rue (2003), dalam dasar-dasar manajemen yang menyatakan bahwa:
“...manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan
atau pengarahan suatu kelompok orang-orang kearah tujuan-tujuan organisasional atau
maksud maksud yang nyata...”.
Menurut Stoner (1996), manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisasi,
memimpin, dan mengendalikan pekerjaan anggota organisasi dan menggunakan semua
sumber daya organisasi untuk mencapai sasaran organisasi yang sudah ditetapkan.
Pengertian serupa juga diungkapkan oleh Susilo (2002) yang menyatakan bahwa
manajemen adalah proses sistematis untuk mencapai tujuan melalui fungsi perencanaan,
pelaksanaan, pemeriksaan dan pengendalian/tindak lanjut.
Berdasarkan pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen
adalah sebuah proses mengelola organisasi melalui fungsi perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan dan pengendalian untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama oleh
anggota organisasi tersebut.
Sementara itu, kinerja atau dalam bahasa inggris disebut dengan “performance”
merupakan satu kata yang sering dijumpai terutama ketika berada dalam lingkungan
Kantor atau pekerjaan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia (2015), kinerja diartikan
sebagai sesuatu yang dicapai; prestasi yang diperlihatkan; dan kemampuan kerja.
Pengertian kinerja yang lebih luas menurut Prawirosentono (1999) adalah hasil kerja yang
dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai
dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai
tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan
moral maupun etika.
Berdasarkan dua pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja
merupakan buah karya seorang pegawai atau sekelompok pegawai yang turut andil dalam
menentukan pencapaian tujuan organisasi. Untuk menunjang tercapainya tujuan
organisasi yang diharapkan, keberadaan dari seluruh unsur kemampuan harus dapat
dioptimalkan peran dan fungsi strategisnya. Dengan demikian, secara umum kinerja dapat
dibagi menjadi 2, yaitu kinerja individu dan kinerja organisasi. Menurut Prawirosentono
(1999), terdapat hubungan yang erat antara perorangan (individual performance) dengan
kinerja organisasi atau lembaga (institutional performance). Dengan kata lain, jika kinerja
pegawai baik maka kemungkinan besar kinerja organisasi juga baik.
Sementara itu, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja pegawai dapat
dilihat dari berbagai aspek. Menurut Gunistiyo dan Subroto (2012) yang menyatakan
bahwa, faktor motivasi berprestasi seorang pegawai sangat berpengaruh terhadap
performance pegawai tersebut dimana motivasi dimaksud dapat berbentuk pemberian
kesempatan bagi pegawai untuk mengikuti pelatihan motivasi dan pemberian kesempatan
untuk menempuh jenjang pendidikan formal yang lebih tinggi. Faktor lainnya yang
berpengaruh terhadap kinerja pegawai adalah sistem pengawasan dan pengendalian yang

17

ada dalam organisasi terkait. Setiawan (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa,
sistem pengawasan dan pengendalian merupakan elemen yang paling penting dalam
meningkatkan kepuasan anggota organisasi. Kepuasan anggota organisasi disini berarti
kepuasan kerja atau kinerja.
Apabila kata manajemen dan kinerja digabungkan menjadi manajemen kinerja
(performance management), maka akan membentuk sebuah pengertian baru yang lebih
spesifik sebagaimana diungkapkan oleh Dharma (2005) yang menyatakan bahwa
manajemen kinerja adalah:
“...sebuah proses untuk menetapkan apa yang harus dicapai, dan pendekatannya
untuk mengelola dan pengembangan manusia melalui suatu cara yang dapat
meningkatkan kemungkinan bahwa sasaran akan dapat dicapai dalam suatu jangka waktu
tertentu baik pendek maupun panjang...”.
Ruky (2001), berpendapat bahwa manajemen kinerja diartikan sebagai “usaha,
kegiatan atau program yang diprakarsai dan dilaksanakan oleh pimpinan organisasi
(perusahaan) untuk merencanakan, mengarahkan dan mengendalikan prestasi karyawan”.
Dengan melihat beberapa pengertian dari manajemen kinerja tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa manajemen kinerja adalah upaya yang dilakukan oleh pimpinan
organisasi untuk mengelola dan mengendalikan prestasi kerja pegawainya dalam
mencapai tujuan organisasi, serta mampu mempertahankannya secara berkesinambungan.
Hal ini berarti bahwa ruang lingkup dari manajemen kinerja terdiri atas seluruh elemen
yang berhubungan dengan pekerjaan, selain dari pegawai itu sendiri. Elemen-elemen
tersebut adalah teknologi (peralatan, metode kerja) yang digunakan, kualitas dari input
(termasuk material), kualitas lingkungan fisik (keselamatan, kesehatan kerja, lay out
tempat kerja dan kebersihan), iklim dan budaya organisasi (termasuk supervisi dan
kepemimpinan) dan sistem kompensasi dan imbalan (Ruky 2001). Dengan ruang lingkup
yang melibatkan hampir seluruh bagian dari struktur organisasi tersebut, maka tujuan
yang hendak dicapai dengan diterapkannya manajemen kinerja menurut Ruky (2001)
adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan prestasi kerja karyawan, baik secara individu maupun sebagai
kelompok;
2. Peningkatan yang terjadi pada prestasi karyawan secara perorangan pada gilirannya
akan mendorong kinerja sumber daya manusia secara keseluruhan, yang direfleksikan
dalam kenaikan produktivitas;
3. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan meningkatkan hasil
karya dan prestasi pribadi serta potensi laten karyawan dengan cara memberikan
umpan balik pada mereka tentang prestasi mereka;
4. Membantu perusahaan untuk dapat menyusun program pengembangan dan pelatihan
karyawan yang lebih tepat guna;
5. Menyediakan alat/sarana untuk membandingkan prestasi kerja pegawai dengan tingkat
gajinya atau imbalannya sebagai bagian dari kebijakan dan sistem imbalan yang baik;
6. Memberikan kesempatan pada pegawai untuk mengeluarkan perasaannya tentang
pekerjaan atau hal-hal yang ada kaitannya.
Menurut Dharma (2005), tujuan secara khusus dan spesifik dari penerapan
manajemen kinerja oleh organisasi adalah sebagai berikut:
1. Memperoleh peningkatan kinerja yang berkelanjutan;
2. Bertindak sebagai daya dongkrak untuk perubahan yang lebih berorientasi kinerja;

18

3. Meningkatkan motivasi dan komitmen karyawan;
4. Memungkinkan individu untuk mengembangkan kemampuan, meningkatkan
kepuasan kerja dan mencapai potensi pribadi yang bermanfaat bagi individu dan
organisasi;
5. Mengembangkan hubungan yang terbuka dan konstruktif antara individu dan manajer
dalam suatu proses dialog yang berkesinambungan terkait dengan pekerjaan yang
dilakukan sepanjang tahun;
6. Menyediakan suatu kerangka kerja bagi kesepakatan sasaran yang dinyatakan dalam
bentuk target dan standar kinerja sehingga suatu pemahaman bersama mengenai
sasaran dan peranan yang harus dimainkan baik oleh manajer dan individu untuk
meningkatkan pencapaian sasaran;
7. Memfokuskan perhatian kepada atribut dan kompetensi yang diperlukan sehingga
dapat menunjukkan kinerja yang efektif dan kepada usaha pengembangan selanjutnya.
Pendekatan yang digunakan dalam pelaporan kinerja instansi pemerintah ini
bersifat top down (dari atas ke bawah), artinya para pimpinan instansi menetapkan tujuan
dan sasaran organisasi yang harus dicapai dalam kurun waktu 5 tahun kedepan.
Berdasarkan hal tersebut, maka organisasi menetapkan indikator-indikator kinerja
sasaran strategis yang harus dicapai oleh setiap unit kerja eselon II, SKPD atau unit kerja
mandiri lainnya. Penetapan indikator kinerja sasaran strategis ini dilakukan secara
berjenjang sampai dengan tingkat yang paling kecil, yakni penetapan sasaran kinerja
pegawai/individu atau disingkat dengan SKP. Setiap tahun, pegawai pemerintah wajib
membuat SKP yang berisi tentang uraian kegiatan dan target kinerja yang hendak dicapai
pada satu tahun ke depan.
Namun demikian, dalam rangka pengukuran kinerja instansi pemerintah maka
pendekatan yang digunakan bersifat bottom-up (dari bawah ke atas), artinya pengukuran
kinerja dilakukan dari unit terbawah organisasi sampai ke tingkat teratas organisasi secara
berjenjang. Oleh karena itu, kinerja individu pegawai sangat menentukan tingkat
keberhasilan pencapaian tujuan dan sasaran organisasi. Hal inilah mendorong pengelola
aset senantiasa bekerja dalam koridor yang telah ditentukan sesuai dengan instrument
yang disediakan baik melalui pemerintah pusat berupa peraturan pemerintah, perundangundangan dan perpres juga melalui peraturan daerah menyangkut pengelolaan barang
milik negara/daerah.
Sistem manajemen kinerja berdasarkan sasaran sebagaimana dijelaskan di atas
merupakan sistem manajemen yang pertama kali digunakan oleh Peter E. Drucker yang
dikenal dengan istilah manajemen berdasarkan sasaran (management by objective) atau
MBS/MBO (Ruky 2001). Dalam MBS tersebut, terdapat 6 elemen dasar yang menjadi
ciri utamanya sebagaimana diungkapkan oleh Ruky (2001) sebagai berikut:
1. Hasil (Results), adalah apa yang diperoleh oleh seseorang atau sekelompok orang
dari tindakan, kegiatan atau usaha yang dilakukannya.
2. Key result area (KRA) atau bidang-bidang hasil utama merupakan area dimana hasil
kerja harus diperoleh yang seorang atasan/pimpinan harus fokus dan lebih banyak
meluangkan waktu, energi dan bakatnya. Pada instansi pemerintah, key result area
sangat ditentukan oleh tugas pokok, fungsi dan kewenangan yang diatur dalam
struktur organisasi dan tata laksana.
3. Indikator adalah faktor-faktor yang menguraikan key result area menjadi istilahistilah hasil yang dapat diukur.

19

4.
5.
6.

Standar prestasi (dalam bentuk sasaran), biasanya ditetapkan dalam bentuk sebuah
sasaran atau target yang harus dicapai untuk suatu periode tertentu.
Tolok ukur keberhasilan adalah indikator sukses atau tidaknya suatu kegiatan.
Pengukuran (measurement)

Berdasarkan teori tersebut kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas yang
dimiliki dan dicapai individu maupun organisasi dalam melakukan tugas yang di tetapkan
oleh instansi maupun organisasi. Kinerja dapat di simpulkan bahwa kinerja adalah
kombinasi kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya.
Sistem Pengembangan Organisasi
Dalam organisasi pemerintah (public sector), manajemen kinerja yang diterapkan
mengacu pada sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (SAKIP) yang mencakup
indikator, metode, mekanisme dan tata cara pelaporan kinerja instansi pemerintah
sebagaimana tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan dioperasionalisasikan melalui Peraturan
Menteri PAN dan RB Nomor 29 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan
Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Dalam peraturan
tersebut dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan laporan akuntabilitas kinerja adalah
laporan kinerja tahunan yang berisi pertanggungjawaban kinerja suatu instansi dalam
mencapai tujuan/sasaran strategis instansi. Oleh karena itu Pasal 16 peraturan tersebut,
laporan kinerja berisikan ikhtisar pencapaian sasaran sebagaimana ditetapkan dalam
dokumen penetapan kinerja dan dokumen perencanaan, sekurang-kurangnya menyajikan
informasi tentang :
a. Pencapaian tujuan dan sasaran organisasi;
b. Realisasi pencapaian indikator kinerja utama organisasi;
c. Penjelasan yang memadai atas pencapaian kinerja; dan
d. Pembandingan capaian indikator kinerja sampai dengan tahun berjalan dengan target
kinerja 5 tahunan yang direncanakan.
Perilaku dan struktur organisasi pengelola aset (Gambar 2), menggambarkan
bagaiman hubungan yang jelas antar kinerja (performance), kemampuan mengelola,
merumuskan strategi dan menjalankan tugas pokok dan fungsi masing masing. Bahwa
peran yang dimainkan oleh perilaku organisasi sangatlah penting. Peran tersebut pada
dasarnya terdiri dua faktor yaitu faktor kemampuan, yang merupakan hasil interaksi dan
pengetahuan, kinerja dan keterampilan; dan faktor integritas, yang merupakan reduksi
hasil interaksi dan keadaan kondisi kerja. Interaksi antara kemampuan dan integritas
merupakan potensi seseorang untuk dapatberbuat dan melihat potensi seseorang yang
berintegrasi dengan sumber daya.
Menurut Siagian (2004), pengembangan organisasi (PO) dikatakan sebagai
instrument ilmiah dalam meningkatkan efektifitas dan kesehatan organisasi karena PO
mengandung unsur (1) terencana, (2) mencakup seluruh organisasi, (3) berdampak jangka
panjang, (4) melibatkan manajemen puncak dan, (5) menggunakan berbagai bentuk
intervensi berdasarkan pendekatan keperilakuan.

20

Indikator Kinerja
Menurut Iveta (2012), Indikator Kinerja Utama (IKU) atau Key Performance
Indicators (KPI) adalah ‘mirror of the organization performance’. Sementara pengertian
lain dari indikator kinerja berdasarkan lampiran peraturan Menteri PAN dan RB nomor
20 tahun 2008 tentang indikator kinerja utama adalah sesuatu yang dijadikan alat ukur
kinerja atau hasil yang dicapai dan ukuran kuantitatif dan kualitatif yang rnenggambarkan
tingkat pencapaian suatu kegiatan dan sasaran yang telah ditetapkan. Indikator kinerja
memberikan penjelasan, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif, mengenai apa
yang diukur untuk menentukan apakah tujuan sudah tercapai”.
Pengertian indikator kinerja utama menurut peraturan perundang-undangan
tersebut di atas adalah ukuran keberhasilan dari suatu tujuan dan sasaran strategis instansi
pemerintah.
Pengertian lain diungkapkan oleh Eckerson (2009) yang menyatakan bahwa, KPI
embodies a strategic objective and measures performance against a goal. The goals
attached to a KPI are multidimensional: they have ranges that are encoded in software,
a time frame by which the goals must be achieved, and a benchmark against which the
goals are compared.
Tujuan dari adanya IKU bagi setiap instansi pemerintah berdasarkan peraturan
Menteri PAN dan RB Nomor 20 Tahun 2008 adalah:
1. Untuk memperoleh informasi kinerja yang pent