Pengaruh Proyek Irigasi Pongkolen Terhadap Pengembangan Wilayah Kecamatan Kerajaan Kabupaten Pakpak Bharat

(1)

PENGARUH PROYEK IRIGASI PONGKOLEN TERHADAP

PENGEMBANGAN WILAYAH KECAMATAN KERAJAAN

KABUPATEN PAKPAK BHARAT

TESIS

Oleh

AUGUSMAN HARAPAN PADANG

087003003/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010

S

E K O L

A H

P A

S C

A S A R JA N


(2)

PENGARUH PROYEK IRIGASI PONGKOLEN TERHADAP

PENGEMBANGAN WILAYAH KECAMATAN KERAJAAN

KABUPATEN PAKPAK BHARAT

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

AUGUSMAN HARAPAN PADANG

087003003/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc,. Ph.D) Ketua

(Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE) Anggota

(Kasyful Mahalli, SE., M.Si) Anggota

Ketua Program Studi

(Prof. Bachtiar Hassan Miraza)

Direktur

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)

Tanggal lulus: 09 Februari 2010

Judul Tesis : PENGARUH PROYEK IRIGASI PONGKOLEN

TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH

KECAMATAN KERAJAAN KABUPATEN

PAKPAK BHARAT

Nama Mahasiswa : Augusman Harapan Padang

Nomor Pokok : 087003003

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD PP)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal 09 Februari 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc. Ph.D Anggota : 1. Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE

2. Kasyful Mahalli, SE, M.Si 3. Agus Purwoko, S.Hut, M.Si 4. Drs. Rujiman, MA


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul:

“PENGARUH IRIGASI PONGKOLEN TERHADAP PENGEMBANGAN

WILAYAH KECAMATAN KERAJAAN KABUPATEN PAKPAK BHARAT”

Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, 12 Februari 2010 yang membuat pernyataan:

Augusman Harapan Padang


(6)

ABSTRAK

Augusman Harapan Padang, 2010. Pengaruh Proyek Irigasi Pongkolen terhadap

Pengembangan Wilayah Kecamatan Kerajaan Kabupaten Pakpak Bharat, dengan

Komisi Pembimbing: Zulkifli Nasution, Sirojuzilam dan Kasyful Mahalli.

Tujuan dari penelitian ini dilakukan adalah (1) untuk mengetahui perbedaan tingkat pendapatan petani padi sawah non irigasi dengan petani padi sawah irigasi di Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat. (2) untuk mengetahui perbedaan fungsi faktor-faktor produksi padi sawah antara petani non irigasi dengan petani padi sawah irigasi (berupa lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja) terhadap hasil pertanian padi sawah di Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat, (3) untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor produksi padi sawah petani irigasi berupa lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja terhadap hasil pertanian padi sawah irigasi di Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat, (4) untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor produksi padi sawah petani non irigasi berupa lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja terhadap hasil pertanian padi sawah non irigasi di Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat (5) untuk mengetahui kontribusi Sektor Pertanian terhadap PDRB Kabupaten Pakpak Bharat.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Ordinary Least Square (OLS) dengan pengujian regresi berganda dan regresi sederhana dengan menggunakan persamaan fungsi produksi Cobb Douglass dan melakukan uji t. Variabel dalam penelitian ini adalah variabel independen sektor pertanian dan PDRB sebagai variabel dependen. Selain itu faktor-faktor produksi berupa luas lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja. Jumlah sampel 156 responden (irigasi dan non irigasi).

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara pendapatan petani pola irigasi dengan pendapatan petani non irigasi. Selain itu menunjukkan beberapa faktor produksi berupa luas lahan, pemakaian pestisida, penggunaan tenaga kerja dan jenis petani memberikan kontribusi yang signifikan terhadap jumlah produksi. Faktor produksi berupa luas lahan dan tenaga kerja berpengaruh terhadap jumlah produksi petani irigasi. Variasi variabel hasil produksi petani irigasi dapat dijelaskan oleh faktor-faktor produksi (lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja) sebesar 79,6% sedangkan sisanya sebesar 20,4% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dijelaskan oleh model penelitian ini. Faktor produksi petani non irigasi berupa luas lahan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap jumlah produksi petani non irigasi. Variasi variabel hasil produksi petani irigasi dapat dijelaskan oleh faktor-faktor produksi (lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja) sebesar 77,5% sedangkan sisanya sebesar 22,5% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dijelaskan oleh model penelitian ini. Selain itu, hasil lain menyimpulkan bahwa sektor pertanian di Kabupaten Pakpak Bharat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap total Product Domestic Regional Bruto Kabupaten Pakpak Bharat.

Kata Kunci: Sektor Pertanian, Product Domestic Regional Bruto, Tingkat Pendapatan, Fungsi Produksi, Luas Lahan, Pemakaian Pestisida, Penggunaan Tenaga Kerja, Petani Irigasi dan Petani Non Irigasi.


(7)

ABSTRACT

Augusman Harapan Padang, 2010. Influance of Pongkelan Irrigation Project to the Regional Developing of Kerajaan Sub Distric of Pakpak Bharat Regency, with counsellor commission: Zulkifli Nasution, Sirojuzilam and Kasyful Mahalli.

This research purpose is aim to know (1) difference of income level between farmer irrigation and farmer non irrigation in Kerajaan Sub Distric of Pakpak Bharat Regency. (2) aim to know difference of some production factor (land, seed, fertilizer and worker) by the farmer irrigation and farmer non irrigation to the riece field in Kerajaan sub district of Pakpak Bharat Regency. (3) aim to know influence of production factor (land, seed, fertilizer and worker) by the farmer irrigation to the total production in Kerajaan sub district of Pakpak Bharat Regency. (4) aim to know influence of production factor (land, seed, fertilizer and worker) by the farmer non irrigation to the total production in Kerajaan sub district of Pakpak Bharat Regency. and (5) aim to know an agriculture sector contribution to the Product Domestic Regional Bruto in Pakpak Bharat Regency.

The analyze method that is used in this research is quantitative method with ordinary least square (OLS) with multiple regression analysis and simple regression with Cobb Douglass estimation function and use t test model bring about classical assumption test before rushing up to best linier model. The use variable is agriculture sector contribution as independent variable and the Product Domestic Regional Bruto as dependend variable. Some production factor are land, seed, fertilizer and worker. The sample collect are 156 of farmer (irrigation and non irrigation farmer).

The result of this research finding of some significance difference of income level between, farmer irrigation and farmer non irrigation. In addition show some other factor are land size, fertilizer used, worker and kind of farmer can be contribute significance to the total production. For the irrigation farmer some production factor are land size and worker can be contribute significance to the total production, by variation the expressed in R2 equal to 79,6 % and while the rest equal to 20,4% influenced by other variable which is explained by this research model. For the non irrigation of farmer some production factor are land size only can be contribute significance to the total production by variation the expressed in R2 equal to 77,5 % and while the rest equal to 22,5% influenced by other variable which is explained by this research model. The other result conclusion that agriculture sector gave contribution to the Product Domestic Regional Bruto in Pakpak Bharat Regency.

Keywords: Income Level, Farmer Irrigation, Non Farmer Irrigation and Agriculture Sector and Product Domestic Regional Bruto, Irrigation and Non Irrigation Farmer.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji yang tidak terhingga kepada Tuhan, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini berjudul “Pengaruh Proyek Irigasi Pongkolen terhadap Pengembangan Wilayah Kecamatan Kerajaan Kabupaten Pakpak Bharat” yang dikaji dengan beberapa pendekatan/analisis sebagai aplikasi pengetahuan yang didapat oleh penulis selama mengikuti perkuliahan pada Program Magister Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Universitas Sumatera Utara Medan.

Selain itu tidak lupa saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan, terutama kepada:

1. Bapak Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A.(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc, Selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Bachtiar Hasan Miraza, Selaku Ketua Program Studi Magister Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc. Ph.D, selaku Pembimbing I, yang telah banyak membantu/membimbing saya dalam penyelesaian tesis ini.


(9)

5. Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE selaku Pembimbing II, yang telah banyak membantu/membimbing saya dalam penyelesaian tesis ini.

6. Bapak Kasyful Mahalli, SE, M.Si selaku Pembimbing III, yang telah banyak membantu/membimbing saya dalam penyelesaian tesis ini.

7. Bapak Dosen Penguji, Bapak Agus Purwoko, S.Hut, M.Si, Bapak Drs. Rudjiman,

M.Si dan Bapak Dr. Rahmanta Tarigan, M.Si yang telah banyak memberikan masukan dalam penyelesaian tesis ini.

8. Bapak Bupati, Wakil Bupati, Sekretaris Daerah (Sekda) dan Bapak Kepala Dinas

Pekerjaan Umum Kabupaten Pakpak Bharat selaku atasan saya yang telah banyak memberikan dukungan moril selama mengikuti pendidikan di Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan.

9. Istri saya tercinta dan ketiga anak saya yang telah mendorong menyelesaikan studi pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan.

Dengan segala kerendahan hati, Penulis memohon maaf kepada Bapak/Ibu Dosen serta segenap Civitas Akademika Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara maupun rekan-rekan.

Medan, 28 Januari 2010

Augusman Harapan Padang NPM. 087003003/PWK/PP


(10)

RIWAYAT HIDUP

1. N a m a : Augusman Harapan Padang 2. Tempat/Tanggal lahir : Salak, 17 Agustus 1972 3. Pekerjaan : PNS

4. Agama : Kristen Protestan 5. Orang tua

a. Ayah : Arc. Padang

b. Ibu : Nia Roswati Berutu

6. Istri : Nora Irawati Sihite

7. Anak : 1. Natauli Auresa Padang

2. Graha Tua Padang 3. Aura Alexa Padang

8. Alamat : Jl. Ahmad Yani No. 53 Batang Beruh Sidikalang 9. Pendidikan

a. SD Negeri : SD Negeri 030288 Sidikalang

b. SLTP Negeri : SMP Katolik St. Paulus Sidikalang

c. SMU Negeri : SMA Negeri 44 Jakarta

d. Universitas/Fakultas : Jurusan Teknik Sipil Univ. HKBP Nomensen Medan e. Sekolah Pascasarjana Program Studi Magister Perencanaan Pembangunan


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 9

2.1. Peranan Irigasi dan Penggunaan Input Kimia – Biologis dalam Produksi... 9

2.2. Konsep Pertanian yang Sehat... 12

2.2.1. Pertanian Ramah Lingkungan ... 13

2.2.2. Pupuk Hayati ... 14

2.2.3. Pengendalian Hama Terpadu ... 15

2.2.4. Pestisida Organik ... 16

2.3. Produksi dan Pendapatan Petani ... 17

2.4. Analisis Distribusi Pendapatan ... 21

2.5. Batasan dan Pengertian Faktor-faktor Produksi... 25

2.6. Pengembangan Wilayah... 29

2.7. Hubungan Hasil Produksi Pertanian terhadap Pengembangan Wilayah ... 33

2.8. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 35

2.9. Penelitian Terdahulu ... 38

2.10.Kerangka Pemikiran... 41

2.11.Hipotesis Penelitian... 44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 45

3.1. Waktu dan Lokasi ... 45

3.2. Populasi dan Sampel ... 45


(12)

3.4. Teknik Pengumpulan Data... 50

3.5. Teknik Analisis Data………... 51

3.6. Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) ... 58

3.7. Definisi Operasional... 61

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 63

4.1. Gambaran Proyek Irigasi Pongkelan ... 63

4.2. Kabupaten Pakpak Bharat ... 64

4.3. Karakteristik Responden ... 65

4.4. Analisis Pemanfaatan Input Produksi ... 66

4.5. Intensitas Pola Tanam ... 68

4.6. Uji Asumsi Klasik ... 68

4.7. Pembahasan Perbedaan Tingkat Pendapatan Petani Padi Sawah Irigasi dengan Petani Padi Sawah Non Irigasi... 71

4.8. Pembahasan Perbedaan Fungsi Faktor Produksi Petani Irigasi dan Non Irigasi... 72

4.9. Pembahasan Fungsi Faktor Produksi Petani Irigasi.. ... 75

4.10. Pembahasan Fungsi Faktor Produksi Petani Non Irigasi... 78

4.11. Pembahasan Peranan Sektor Pertanian terhadap PDRB... 81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 87

5.1. Kesimpulan ... 87

5.2. Saran... 88

DAFTAR PUSTAKA... 90


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1 Data Proyek Irigasi Kabupaten Pakpak Bharat Tahun 2008/2009... 4

1.2 PDRB Kabupaten Pakpak Bharat Menurut Sektor Tahun 2004 - 2008 ... 5

3.1 Jumlah Desa, Luas Lahan, Jumlah Petani di Kecamatan Kerajaan .... 46

3.2 Jumlah Desa Sampel dan Responden sebagai Petani Irigasi dan Non Irigasi... 50

4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia... 65

4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 66

4.3 Deskripsi Data Penelitian... 66

4.4 Deskripsi Berdasarkan Kelompok Petani... 67

4.5 Intensitas Pola Tanam dalam Setahun... 68

4.6 Pengujian Multikolinieritas... 70

4.7 Uji Sampel Berpasangan (Paired Sample Tes) ... 71

4.8 Pengujian Goodness of Fit ... 72

4.9 Uji F. ... 73

4.10 Uji t.. ... 73

4.11 Pengujian Goodness of Fit ... 76

4.12 Uji F. ... 76

4.13 Uji t.. ... 77

4.14 Pengujian Goodness of Fit ... 78

4.15 Uji F. ... 79

4.16 Uji t... ... 80

4.17 Pengujian Goodness of Fit ... 82


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Hubungan Distribusi Pendapatan Fungsional dan Personal ... 22

2.2 Unsur-Unsur Pengembangan Wilayah ... 31

2.3 Kerangka Pemikiran………... 43

4.1 Grafik Normal PP-Plot ………... 69


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 94

2. Data Pendapatan Petani Irigasi dan Non Irigasi... 96

3. Faktor Produksi Petani... ... 97

4. Kontribusi Sektor Pertanian terhadap PDRB... 99

5. Fungsi Cobb Douglass Faktor Produksi... 100

6. Hasil Uji Beda atas Pendapatan... ... 103

7. Hasil Regresi Sederhana... 104

8. Fungsi Cobb Douglass Faktor Produksi Petani Irigasi... 105

9. Fungsi Cobb Douglass Faktor Produksi Petani Non Irigasi... 108

10. Foto Lokasi Penelitian... 111


(16)

ABSTRAK

Augusman Harapan Padang, 2010. Pengaruh Proyek Irigasi Pongkolen terhadap

Pengembangan Wilayah Kecamatan Kerajaan Kabupaten Pakpak Bharat, dengan

Komisi Pembimbing: Zulkifli Nasution, Sirojuzilam dan Kasyful Mahalli.

Tujuan dari penelitian ini dilakukan adalah (1) untuk mengetahui perbedaan tingkat pendapatan petani padi sawah non irigasi dengan petani padi sawah irigasi di Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat. (2) untuk mengetahui perbedaan fungsi faktor-faktor produksi padi sawah antara petani non irigasi dengan petani padi sawah irigasi (berupa lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja) terhadap hasil pertanian padi sawah di Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat, (3) untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor produksi padi sawah petani irigasi berupa lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja terhadap hasil pertanian padi sawah irigasi di Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat, (4) untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor produksi padi sawah petani non irigasi berupa lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja terhadap hasil pertanian padi sawah non irigasi di Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat (5) untuk mengetahui kontribusi Sektor Pertanian terhadap PDRB Kabupaten Pakpak Bharat.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Ordinary Least Square (OLS) dengan pengujian regresi berganda dan regresi sederhana dengan menggunakan persamaan fungsi produksi Cobb Douglass dan melakukan uji t. Variabel dalam penelitian ini adalah variabel independen sektor pertanian dan PDRB sebagai variabel dependen. Selain itu faktor-faktor produksi berupa luas lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja. Jumlah sampel 156 responden (irigasi dan non irigasi).

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara pendapatan petani pola irigasi dengan pendapatan petani non irigasi. Selain itu menunjukkan beberapa faktor produksi berupa luas lahan, pemakaian pestisida, penggunaan tenaga kerja dan jenis petani memberikan kontribusi yang signifikan terhadap jumlah produksi. Faktor produksi berupa luas lahan dan tenaga kerja berpengaruh terhadap jumlah produksi petani irigasi. Variasi variabel hasil produksi petani irigasi dapat dijelaskan oleh faktor-faktor produksi (lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja) sebesar 79,6% sedangkan sisanya sebesar 20,4% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dijelaskan oleh model penelitian ini. Faktor produksi petani non irigasi berupa luas lahan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap jumlah produksi petani non irigasi. Variasi variabel hasil produksi petani irigasi dapat dijelaskan oleh faktor-faktor produksi (lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja) sebesar 77,5% sedangkan sisanya sebesar 22,5% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dijelaskan oleh model penelitian ini. Selain itu, hasil lain menyimpulkan bahwa sektor pertanian di Kabupaten Pakpak Bharat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap total Product Domestic Regional Bruto Kabupaten Pakpak Bharat.

Kata Kunci: Sektor Pertanian, Product Domestic Regional Bruto, Tingkat Pendapatan, Fungsi Produksi, Luas Lahan, Pemakaian Pestisida, Penggunaan Tenaga Kerja, Petani Irigasi dan Petani Non Irigasi.


(17)

ABSTRACT

Augusman Harapan Padang, 2010. Influance of Pongkelan Irrigation Project to the Regional Developing of Kerajaan Sub Distric of Pakpak Bharat Regency, with counsellor commission: Zulkifli Nasution, Sirojuzilam and Kasyful Mahalli.

This research purpose is aim to know (1) difference of income level between farmer irrigation and farmer non irrigation in Kerajaan Sub Distric of Pakpak Bharat Regency. (2) aim to know difference of some production factor (land, seed, fertilizer and worker) by the farmer irrigation and farmer non irrigation to the riece field in Kerajaan sub district of Pakpak Bharat Regency. (3) aim to know influence of production factor (land, seed, fertilizer and worker) by the farmer irrigation to the total production in Kerajaan sub district of Pakpak Bharat Regency. (4) aim to know influence of production factor (land, seed, fertilizer and worker) by the farmer non irrigation to the total production in Kerajaan sub district of Pakpak Bharat Regency. and (5) aim to know an agriculture sector contribution to the Product Domestic Regional Bruto in Pakpak Bharat Regency.

The analyze method that is used in this research is quantitative method with ordinary least square (OLS) with multiple regression analysis and simple regression with Cobb Douglass estimation function and use t test model bring about classical assumption test before rushing up to best linier model. The use variable is agriculture sector contribution as independent variable and the Product Domestic Regional Bruto as dependend variable. Some production factor are land, seed, fertilizer and worker. The sample collect are 156 of farmer (irrigation and non irrigation farmer).

The result of this research finding of some significance difference of income level between, farmer irrigation and farmer non irrigation. In addition show some other factor are land size, fertilizer used, worker and kind of farmer can be contribute significance to the total production. For the irrigation farmer some production factor are land size and worker can be contribute significance to the total production, by variation the expressed in R2 equal to 79,6 % and while the rest equal to 20,4% influenced by other variable which is explained by this research model. For the non irrigation of farmer some production factor are land size only can be contribute significance to the total production by variation the expressed in R2 equal to 77,5 % and while the rest equal to 22,5% influenced by other variable which is explained by this research model. The other result conclusion that agriculture sector gave contribution to the Product Domestic Regional Bruto in Pakpak Bharat Regency.

Keywords: Income Level, Farmer Irrigation, Non Farmer Irrigation and Agriculture Sector and Product Domestic Regional Bruto, Irrigation and Non Irrigation Farmer.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Infrastruktur memiliki peran yang cukup signifikan dalam perkembangan suatu wilayah. Infrastruktur dalam hal ini meliputi sektor-sektor seperti transportasi, air bersih dan sanitasi, listrik, irigasi, serta telekomunikasi, yang merupakan bentuk fasilitas publik yang memiliki jaringan (network) sebagai fitur fisik utamanya. Berbagai studi telah banyak dilakukan untuk membuktikan hubungan kuat antara pembangunan infrastruktur dengan pengembangan wilayah, tidak hanya dalam konteks makro namun juga konteks mikro yang terkait dengan peningkatan pendapatan perkapita masyarakat. Peran penting infrastruktur tersebut dalam pengembangan suatu wilayah terutama terletak pada fungsinya sebagai input dalam proses produksi. Sebagian besar mata pencaharian penduduk masyarakat pedesaan di Indonesia adalah bertani. Hal ini disebabkan karena letak geografis Indonesia berada di daerah Khatulistiwa yang memiliki kandungan kesuburan tanah yang tinggi. Karena itu bentuk keberhasilan pembangunan masyarakat pedesaan berada pada sektor pertanian.

Pertanian adalah mata pencaharian dan lapangan kerja yang pokok bagi penduduk pedesaan. Karena itu perhatian utama pada pembangunan desa tertuju pada pembangunan pertanian sebagai sektor kegiatan ekonomi yang paling dominan. Pembangunan sektor pertanian bertujuan untuk meningkatkan produksi komoditas


(19)

pertanian, perluasan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan petani secara khusus dan menunjang pertumbuhan ekonomi Indonesia pada umumnya. Oleh sebab itu sejak Pelita I hingga Pelita V, pemerintah Indonesia menitikberatkan usaha pembangunan pada sektor pertanian. Sesuai dengan Pembangunan Jangka Panjang Pelita V sasaran pembangunan sektor pertanian adalah menetapkan swasembada pangan dan meningkatkan produksi hasil pertanian dan upaya pelestarian sumber daya alam serta lingkungan hidup. Selanjutnya dalam kebijaksanaan pembangunan pertanian Pelita VI adalah pembangunan pertanian pangan terus ditingkatkan untuk memelihara kemantapan swasembada pangan, meningkatkan pendapatan masyarakat dan memperbaiki gizi melalui penganekaragaman jenis bahan pangan.

Untuk keberhasilan dalam sektor pertanian, haruslah memiliki persediaan air yang memadai karena tanpa adanya persediaan air yang memadai maka produktivitas dari hasil pertanian sulit untuk ditingkatkan. Hal ini dikarenakan sumber daya alam utama dalam usaha pertanian adalah tersedianya air secara terus menerus sepanjang tahun. Secara alamiah, pada musim hujan persediaan air merupakan bentuk keterikatan keadaan ruang dan waktu, di mana ketersediaan air dapat melimpah dan bahkan dapat menyebabkan banjir.

Sedangkan pada musim kemarau, sebagian daerah sangat kekurangan air sehingga para petani umumnya tidak dapat menanami tanam-tanaman mereka. Demikian juga lokasi atau daerah yang dekat dengan sumber air, persediaan air sering berlebihan dan pemakaiannya cenderung boros, sebaliknya daerah yang jauh dari sumber air sering mengalami kekurangan air. Kelebihan atau kekurangan air


(20)

sama-sama mempunyai akibat yang merugikan bagi usaha tani. Kelebihan air dapat menyebabkan terjadinya genangan dan penggaraman yang keduanya dapat merusak atau meracuni tanaman sedang kekeringan dapat mengakibatkan kegagalan panen. Memperhatikan kenyataan di atas dirasa perlu sistem irigasi yang mengatur distribusi dan pemakaian air sampai tingkat usaha tani di pedesaan. Oleh karena itu, Pemerintah membangun berbagai proyek irigasi yang tujuannya untuk memenuhi kebutuhan pengairan pertanian dan juga sebagai sarana untuk menanggulangi atau mencegah terjadinya banjir.

Dalam rehabilitasi, pengembangan tersier lebih berperan dari segi optimasi dan efisiensi irigasi serta pemerataan dan penyediaan air yang memadai. Sasaran utama dari pengembangan tersier ini adalah memperluas sawah dan areal tanaman. Sebelum adanya proyek irigasi, sistem pertanian yang dilakukan masyarakat adalah sistem tadah hujan sehingga penanaman padi hanya dapat dilakukan satu kali dalam setahun dan jika musim hujan datang sering menyebabkan banjir yang dapat mengganggu kegiatan masyarakat maupun ekonomi wilayah itu. Selama ini investasi pemerintah untuk sistem irigasi baru menelan biaya yang besar dengan kurang memperhatikan pemeliharaannya serta kurang memperhatikan manfaat yang dirasakan para petani pedesaan. Agar petani dapat menikmati manfaat yang lebih besar dari pembangunan irigasi, pemerintah memberikan tanggung jawab yang besar kepada petani dengan memberi subsidi langsung untuk memelihara dan merehabilitasi jaringan irigasi pedesaan melalui wadah penghubung antara


(21)

pemerintah dengan para petani dalam suatu organisasi perkumpulan petani pemakai air (P3A).

Proyek Irigasi Pongkolen yang dilaksanakan di Kecamatan Kerajaan Kabupaten Phakpak Bharat merupakan salah satu bentuk wadah kepedulian Pemerintah kepada rakyat. Adapun proyek irigasi yang dilakukan oleh Dinas PU dan Perhubungan Kabupaten Pakpak Bharat dilihat pada Tabel 1.1 berikut ini:

Tabel 1.1. Data Proyek Irigasi Kabupaten Pakpak Bharat Tahun 2008/2009

No Kecamatan

Districts

Nama Irigasi Name of Dam

Panjang Long (KM)

(1) (2) (3) (4)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Salak

Sitellu Tali Urang Jehe Pagindar

Sitellu Tali Urang Julu Pergetteng-getteng Sengkut Kerajaan Tinada Siempat Rube 17 DI 10 DI - 18 DI 15 DI 86 DI 16 DI 10 DI 104 85 - 98 94 867 93 98

Jumlah/Total 172 DI 1439

Sumber: Dokumentasi Dinas PU dan Perhubungan Kabupaten Pakpak Bharat 2009.

Dengan adanya Proyek Irigasi Pongkolen yang ada di Kecamatan Kerajaan maka diharapkan masyarakat dapat merasakan dampak bagi penghasilan petani dalam rangka mewujudkan taraf hidup kesejahteraan masyarakat petani yang lebih baik. Selain sistem irigasi, hasil produksi pertanian pedesaan tergantung dari faktor-faktor produksi pertanian yang digunakan seperti luas lahan, tenaga kerja, bibit, pupuk dan pestisida yang digunakan. Dengan adanya Irigasi yang dibangun, maka diharapkan dapat meningkatkan hasil produksi pertanian. Dengan meningkatnya hasil produksi pertanian tersebut, diharapkan akan meningkatkan pendapatan petani serta surplus


(22)

swasembada pangan akan terjamin. Karena itu pembangunan proyek irigasi Pongkolen ini diharapkan mampu mendorong pertumbuhan khusunya di sektor pertanian juga perekonomian pedesaan lainnya.

Perkembangan ekonomi suatu daerah dapat dilihat dari PDRB tahun 2005 sampai tahun 2008 (Produk Domestik Regional Bruto). Dalam hal ini Kabupaten Pakpak Bharat merupakan salah satu kabupaten yang di mana mata pencaharian masyarakat pada umumnya berada pada sektor pertanian padi sawah. Sumber mata pencaharian terbesar masyarakat adalah sektor pertanian dapat dilihat pada Tabel 1.2 sebagai berikut:

Tabel 1.2. PDRB Kabupaten Pakpak Bharat Menurut Sektor Tahun 2004 – 2008

Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008

(1) (2) (3) (4) (5)

1. Pertanian

2. Pertambangan & Penggalian 3. Industri dan Pengolahan 4. Listrik, Gas & Air Bersih 5. Bangunan

6. Perdagangan, Hotel & Restoran 7. Pengangkutan & Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan & Jasa

Perusahaan 9. Jasa-jasa 68,23 0,07 0,34 0,33 8,50 13,01 1,18 1,15 7,20 67,27 0,06 0,31 0,35 9,17 13,03 1,40 1,13 7,27 66,69 0,06 0,29 0,34 9,91 12,88 1,57 1,15 7,11 67,93 0,06 0,27 0,33 10,83 12,60 1,76 1,15 7,07

P D R B 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber: BPS dan BAPPEDA, Kabupaten Pakpak Bharat 2009.

Hal ini dapat dikatakan bahwa di Kabupaten Pakpak Bharat sangat tergantung kepada sektor Pertanian yang menyumbang lebih dari setengah PDRB Pakpak Bharat. Pembangunan pedesaan mempunyai arti dan peranan yang strategis dalam rangka pembangunan nasional karena desa beserta masyarakat di dalamnya merupakan


(23)

landasan dari kekuatan ekonomi, politik, sosial budaya dan pertahanan keamanan serta juga merupakan titik sentral dari pembangunan nasional. Pembangunan desa beserta dengan berbagai permasalahan di dalamnya merupakan pembangunan yang berkaitan secara langsung dengan sebagian masyarakat yang berada di pedesaan. Untuk melihat dampak atau pengaruh yang ditimbulkan dari Proyek Irigasi dalam pembangunan pedesaaan, maka penulis mengadakan penelitian mengenai “Dampak Proyek Irigasi Pongkolen terhadap Pengembangan Wilayah Kecamatan Kerajaan Kabupaten Pakpak Bharat”.

1.2. Perumusan Masalah

Dengan berpedoman terhadap patokan hasil perencanaan pembangunan irigasi Pongkolen dan masih ada areal persawahan yang belum terjangkau oleh irigasi akan dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan. Tolak ukur terhadap peningkatan hasil/ pendapatan masyarakat di wilayah proyek yaitu antara hasil pertanian yang memperoleh irigasi dengan yang belum mempergunakannya. Sehubungan dengan uraian tersebut, perumusan masalah pokok yang dapat diteliti dalam penelitian ini antara lain:

1. Apakah ada perbedaan tingkat pendapatan petani padi sawah non irigasi dengan petani padi sawah irigasi di Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat? 2. Apakah ada perbedaan fungsi faktor-faktor produksi padi sawah antara petani


(24)

dan tenaga kerja) terhadap hasil pertanian padi sawah di Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat?

3. Apakah faktor-faktor produksi petani padi sawah irigasi berupa lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja berpengaruh terhadap hasil pertanian padi sawah irigasi di Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat?

4. Apakah faktor-faktor produksi petani padi sawah non irigasi berupa lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja berpengaruh terhadap hasil pertanian padi sawah non irigasi di Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat?

5. Apakah Sektor Pertanian memberikan kontribusi yang signifikan terhadap PDRB

Kabupaten Pakpak Bharat?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui perbedaan tingkat pendapatan petani padi sawah irigasi dengan petani padi sawah non irigasi di Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat.

2. Untuk mengetahui perbedaan fungsi faktor-faktor produksi padi sawah antara petani irigasi dengan petani padi sawah non irigasi (berupa lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja) terhadap hasil pertanian padi sawah di Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat.

3. Untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor produksi padi sawah petani irigasi berupa lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja terhadap hasil pertanian padi sawah irigasi di Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat.


(25)

4. Untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor produksi padi sawah petani non irigasi berupa lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja terhadap hasil pertanian padi sawah non irigasi di Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat.

5. Untuk mengetahui kontribusi Sektor Pertanian terhadap PDRB Kabupaten Pakpak

Bharat.

1.4. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian, diharapkan penelitian ini nantinya menjadi sumbang saran yang dapat memberikan manfaat untuk:

1. Bahan masukan dan informasi bagi Pemerintah dalam rangka mengambil

keputusan untuk menetapkan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dapat ditempuh dalam rangka menciptakan dan mempertahankan swasembada beras.

2. Bahan pertimbangan masyarakat khususnya kaum petani yang ingin

meningkatkan hasil produksi padi sawahnya di Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat.

3. Bahan masukan bagi Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan di Universitas Sumatera Utara dalam melengkapi ragam penelitian yang telah dibuat oleh para mahasiswa maupun penelitian yang lain untuk menambah bacaan dan referensi bahan bacaan dan referensi dari suatu karya ilmiah.

4. Bagi ilmu pengetahuan sebagai bahan masukan bagi penelitian lain yang lebih lanjut, terutama yang berkaitan dengan penelitian bidang pertanian maupun irigasi.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Peranan Irigasi dan Penggunaan Input Kimia – Biologis dalam Produksi

Peranan irigasi dalam meningkatkan dan menstabilkan produksi pertanian tidak hanya bersandar pada produktivitas saja tetapi juga pada kemampuannya untuk meningkatkan faktor-faktor pertumbuhan lainnya yang berhubungan dengan input produksi. Irigasi mengurangi resiko kegagalan panen karena ketidakpastian hujan dan kekeringan, membuat unsur hara yang tersedia menjadi lebih efektif, menciptakan kondisi kelembaban tanah optimum untuk pertumbuhan tanaman, serta hasil dan kualitas tanaman yang lebih baik. Metoda penggunaan air irigasi untuk tanaman dapat digolongkan ke dalam: (a) Irigasi permukaan (surface irrigation), (b) Irigasi bawah-permukaan tanah (sub-surface irrigation), (c) Irigasi curah (sprinkler), dan (d) Irigasi tetes (drip atau trickle irrigation). Irigasi curah dan tetes disebut juga Irigasi bertekanan (pressurized irrigation). Pemilihan metoda irigasi tersebut tergantung pada: (a) Air yang tersedia, (b) Iklim, (c) Tanah, (d) Topografi, (e) Kebiasaan, dan (f) Jenis dan nilai ekonomi tanaman (IPB, 2008).

Pada irigasi permukaan berdasarkan perbedaan status kelembaban tanah dan keperluan air tanaman dibedakan menjadi dua hal yakni: (a) irigasi padi sawah dan (b) irigasi untuk tanaman bukan-padi sawah (upland crops). Irigasi secara langsung berfungsi untuk menyediakan air pada lahan usaha pertanian. Penggunaan pupuk dalam kondisi lahan yang kurang air di samping kurang efektif juga memberikan


(27)

akibat buruk bagi pertumbuhan tanaman. Selain itu perrtumbuhan buruk tanaman bisa diakibatkan karena menghilang dan melambungnya harga pupuk kimia seperti Urea, TSP dan KCl dan obat-obatan kimia dipasaran selalu terjadi setiap musim tanam seperti saat ini, sehingga membuat kita untuk berfikir ulang akan penggunaan pupuk dan obat-obatan kimia. Menyimak perkembangan praktek pertanian masa lalu, praktek penggunaan pupuk kimia yang berkonsentrasi tinggi dan dengan dosis yang tinggi dalam kurun waktu yang panjang ternyata menyebabkan terjadinya kemerosotan kesuburan tanah karena terjadi ketimpangan hara atau kekurangan hara lain, dan semakin merosotnya kandungan bahan organik tanah (IPB, 2008).

Demikian juga halnya dengan dampak negatif dari penggunaan pestisida ini mulai meresahkan masyarakat, antara lain berupa pencemaran air, tanah, dan hasil pertanian, gangguan kesehatan petani, menurunya keanekaragaman hayati. Penggunaan obat-obatan kimia dalam kurun yang panjang, akan berdampak pada kepunahan musuh alami hama dan penyakit, dan kehidupan biota tanah. Hal ini menyebabkan terjadinya ledakan hama penyakit dan degradasi biota tanah. Bahkan saat ini residu pestisida akan menjadi faktor penentu daya saing produk-produk pertanian yang akan memasuki pasar global.

Oleh karena itu perlu dicari pupuk dan obat-obatan yang ramah lingkungan, sehingga aman dan tidak menjamin kelestarian sumber daya lahan kita. Pada awal tahun 2000, para pakar pertanian ramai membahas mengenai konsep pertanian sehat. Namun para petani sebagai pelakunya tidak tahu apa yang harus dikerjakan untuk mencapai pertanian sehat tersebut. Pertanian sehat pada prinsipnya adalah sistem


(28)

pertanian yang dapat mempertahankan keberlanjutan kesuburan dan produktivitas tanah, menciptakan konservasi tanah dan mengurangi degradasi tanah. Kalo (1987) berkesimpulan bahwa bibit padi unggul memiliki hubungan timbal balik terhadap pemupukan pada kondisi irigasi yang terjamin. Di mana hasil penelitian Kalo menunjukkan adanya pengaruh irigasi terhadap produksi padi yang dicapai maksudnya usaha tani di lokasi yang terjamin irigasinya memberikan hasil produksi yang lebih tinggi daripada usaha tani di lokasi yang tidak terjamin irigasinya. Sedangkan hasil penelitian Sudaryanto (1980) dalam Wibowo (1986) menunjukkan bahwa petani yang menggunakan irigasi, menggunakan pupuk dan obat-obatan lebih banyak dari petani yang tidak menggunakan air irigasi. Hal ini akan menyebabkan perubahan pada intensitas tanaman. Beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa adanya irigasi telah meningkatkan intensitas tanam.

Seperti pada penelitian Saleh (1992) yang menunjukkan adanya kenaikan intensitas tanam sebesar 88% setelah petani menggunakan irigasi. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian Lydia (1993) yang menunjukkan bahwa kenaikan intensitas tanam sebesar 36% setelah petani menggunakan irigasi. Selain meningkatkan hasil produksi pertanian, penggunaan irigasi juga diharapkan mampu memberikan pengaruh yang positif dalam distribusi pendapatan melalui perbaikan dalam distribusi hasil tersebut di antara para pemilik faktor yang digunakan.

Secara khusus diharapkan terjadinya perbaikan distribusi pendapatan diantara penggarap, pemilik lahan dan buruh tani. Penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (1986) di Kabupaten Karawang menunjukkan terjadinya perubahan dalam distribusi


(29)

pendapatan dalam usaha tani setelah digunakan irigasi. Bagian pendapatan yang diterima oleh buruh tani dan pemilik lahan, baik absolut maupun relatif mengalami penurunan sedangkan bagian untuk input langsung (seperti pupuk, obat-obatan, bibit dan iuran irigasi) dan penggarap, baik absolut maupun relatif mengalami kenaikkan. Sedangkan hasil penelitian Kalo (1987) yang dilakukan pada Kabupaten Indramayu menunjukkan hasil yang agak berbeda. Beliau mengatakan bagian pendapatan yang diterima penggarap dan pemilik lahan, baik absolut maupun relatif besarnya naik apabila irigasinya lebih baik sedangkan tenaga kerja pra panen hanya menerima pendapatan absolut meningkat tetapi pendapatan relatifnya menurun dengan semakin baiknya irigasi.

2.2. Konsep Pertanian yang Sehat

Menurut Atmojo (2007), Prinsip sistem pertanian sehat ini meliputi: (1) memproduksi bahan makanan yang berkualitas tinggi (bebas dari senyawa/ polutan anorganik racun) dalam jumlah yang cukup, (2) memperbaiki dan mendukung siklus biologis dalam usaha tani dengan memanfaatkan mikrobia, flora dan fauna tanah serta tumbuhan dan tanaman, (3) mengelola dan meningkatkan kelestarian kesuburan tanah, (4) meminimalkan segala bentuk kerusakan dan polusi dalam tanah, serta (5) memanfaatkan dan menghasilkan produk pertanian organik yang mudah dirombak dari sumber yang dapat didaur ulang.

Berbagai istilah yang sering kita dengar dalam mewujudkan pertanian sehat antara lain seperti pertanian ramah lingkungan dan pertanian selaras dengan alam


(30)

yang pada prinsipnya sama, yaitu suatu sistem budidaya pertanian sehat dengan masukan rendah yang akan menjamin keberlanjutan usaha pertanian. Sistem pertanian ini bukan merupakan sistem usahatani tradisional yang stagnan tanpa masukan input dari luar, melainkan dengan menggunakan input luar secara arif mendasarkan pada produktivitas tinggi jangka panjang dengan pertimbangan sosio-ekonomi, budaya dan pemeliharaan sumber daya alam serta lingkungan secara lestari. Upaya-upaya strategis dalam menciptakan pertanian sehat ramah lingkungan dapat dilakukan antara lain melalui: (1) Penerapan pola pertanian organik ramah lingkungan dalam menjaga kesuburan tanah; dan (2) Penerapan konsep pengendalian hama terpadu.

2.2.1. Pertanian Ramah Lingkungan

Salah satu kunci terciptanya pertanian sehat adalah tersedianya tanah yang sehat, sehingga akan menghasilkan pangan yang sehat yang pada gilirannya akan menghasilkan manusia yang sehat pula. Sementara tanah yang sehat adalah tanah subur yang produktif, yaitu yang mampu menyangga bagi pertumbuhan tanaman dan bebas dari berbagai pencemar. Untuk itu keberadaan bahan organik penting untuk penyediaan hara dan untuk mempertahankan struktur tanah. Sistem pertanian organik ini dapat menjamin keberlanjutan usaha pertanian mengingat sistem usaha ini mapu menjamin kelestarian kesuburan dan lingkungannya.

Salah satu upaya dalam memelihara kesuburan tanah yaitu dengan penggunaan pupuk organik, yang mempunyai kelebihan tidak hanya meningkatkan kesuburan kimia tanah, namun juga kesuburan fisik (struktur labih baik) dan biologi


(31)

tanah serta mengandung senyawa pengatur tumbuh. Atau dengan kata lain penggunaan pupuk organik tidak sekedar mampu memperbaiki kesuburan saja, namun akan menyehatkan tanah, sehingga akan menjamin terhadap kesehatan tanaman dan hasilnya, serta akan menyehatkan manusia yang mengkomsumsinya.

Dalam praktek penerapan sistem pertanian organik sekarang ini, masalah utama yang sering timbul di lapangan adalah sumber bahan organik yang dapat digunakan. Untuk itu kita harus mencari sumber bahan organik potensial setempat, yang tersedia dan mempunyai hara tinggi. Misalnya dari: sisa dan kotoran hewan (pupuk kandang), sisa tanaman, pupuk hijau, sampah kota, limbah industri, dan kompos. Dalam praktek pertanian organik secara murni, pemupukan organik secara penuh memang sangatlah sulit, karena jumlah unsur hara yang dikandung dalam bahan organik memang relatif rendah, sehingga memerlukan bahan yang relatif banyak. Oleh karena itu selain pupuk organik, penggunaan pupuk anorganik masih dapat diberikan untuk memenuhi kebutuhan hara. Praktek penggunaan variasi pupuk organik dengan anorganik ini, sering kita sebut sebagai semi-organik (Atmojo, 2007).

2.2.2. Pupuk Hayati

Dalam rangka mewujudkan pertanian sehat dapat dilakukan dengan

memperbaiki dan mendukung siklus biologis dalam usaha tani dengan memanfaatkan mikrobia, flora dan fauna tanah serta tumbuhan dan tanaman. Misalnya pada tanaman kacang-kacangan mempunyai potensi untuk berswasembada hara nitrogen, melaui aktivitas bakteri rizobium. Nitrogen yang digunakan berasal dari udara, dan melalui aktivitas bakteri risobium, maka mampu menambat nitrogen di udara untuk


(32)

pertumbuhan tanaman. Tanaman akan mempunyai kemampuan menambat nitogen tersebut jika bakteri rizobium tersebut sudah berada dalam tanah.

Untuk tanah tanah yang jarang digunakan untuk budidaya kacang-kacangan umumnya keberadaan bakteri tersebut rendah. Untuk keperluan tersebut perlu adanya pemupukan hayati yang berupa spora dari risobium, yang salah satu nama dagangnya legin. Nitrogen ini dibutuhkan tanaman dalam jumlah paling banyak, sehingga jika tanaman mampu mempu memenuhi kebutuhan nitrogen sendiri, akan menekan pengeluaran untuk pupuk. Penggunaan legin ini tidak secara terus menerus, jika tanaman telah efektif dalam memfiksasi nitrogen, maka sudah tidak perlu pemupukan legin lagi. Hal ini dapat kita lihat dari banyak sedikitnya bintil akar yang ada. Pupuk hayati legin ini cara penggunaanya cukup mudah, yaitu biji (misal kedelai) kita basahi kemudian kita campur dengan legin, dan langsung kita tanam dilahan.

Karena pupuk ini merupakan bahan hidup maka baik penyimpanan maupun penggunaan agar terhindar dari matahari langsung. Di samping bakteri rizobium, penggunaan jamur mycoriza mampu mebantu terhadap penyerapan hara tanah dan air. Penggunaan mycorisa ini telah banyak digunakan pada tanaman kehutanan dan perkebunan (Atmojo, 2007).

2.2.3. Pengendalian Hama Terpadu

Praktek penggunaan pestisida takterkendali akan berdampak luas, antara lain berupa pencemaran air, tanah, dan hasil pertanian, gangguan kesehatan petani, menurunnya keanekaragaman hayati. Bahkan saat ini residu pestisida pada hasil akan menjadi faktor penentu daya saing produk-produk pertanian yang akan memasuki


(33)

pasar global. Oleh karena itu, dalam upaya dengan pengendalian hama dan penyakit, dapat dilakukan dengan menggunakan pestisida biologi, varietas toleran, maupun penggunaan agensia hayati.

Sehingga pengendalian hama terpadu adalah upaya mengendalikan tingkat populasi atau tingkat serangan organisme terhadap tanaman dengan menggunakan dua atau lebih teknik pengendalian dalam satu kesatuan untuk mencegah atau mengurangi kerugian secara ekonomis dan kerusakan lingkungan hidup. Konsep pengelolaan hama terpadu ini tidak bertujuan untuk mendapatkan suatu keadaan yang bebas hama, tetapi untuk mengendalikan populasi hama agar kerusakan yang terjadi selalu di bawah ambang ekonomi, lebih mementingkan penekanan hama oleh faktor-faktor alami, misalnya menggunakan musuh alami dan selalu didasari oleh pertimbangan ekologi.

Penerapan Pengelolaan hama terpadu secara konsekwen akan mampu menekan penggunaan pestisida kimia sehingga tidak berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Selain itu pendapatan petani meningkat dan kualitas hasil meningkat sehingga akan memperoleh harga jual yang lebih tinggi. Selain itu lebih bersifat ramah lingkungan, dan mampu menjamin keberlanjutan usaha pertanian (Suntoro Wongso Atmojo, 2007).

2.2.4. Pestisida Organik

Berbagai upaya dilakukan untuk mengganti pestisida sintetik (kimia), salah satunya dengan mengembangkan pestisida organik terutama untuk mengatasi masalah hama dan penyakit tumbuhan pada tanaman sayuran, buah, dan tanaman pangan. Kita


(34)

yang berada di daerah tropis sangat memungkinkan untuk mengembangkan pestisida organik, mengingat melimpah sumber keragaman hayati di negara kita ini. Yang termasuk pestisida organik meliputi pestisida biologi dan pestisida nabati.

Pestisida biologi ini bahan aktifnya berupa mikrobia yang digunakan untuk pengendalian hayati. Misalnya Bacillus thuringiensis yang mampu mengendalikan hama jenis ulat. Tricoderma koninggi untuk mengendalikan jamur akar karet dan layu pada cabe. Pestisida nabati sekarang banyak dikembangkan, yaitu pestisida yang dibuat dari bahan tumbuh-tumbuhan atau produk tumbuhannya. Banyak tanaman yang mempunyai potensi sebagai pestisida nabati baik dari akarnya, batangnya, daunnya, bunganya bahkan buangan (limbah) dari produk yang telah diproses, misalnya limbah pabrik rokok dan jamu. Para peneliti telah banyak menguji tentang efektivitasnya antara lain daun kecubung, daun mimbo, daun serai, daun secang, umbi bawang putih, rimpang lempuyang gajah dan emprit dan sebagainya.

Menyadari praktek pola pembangunan pertanian masa lalu dengan masukan tinggi (penggunaan pupuk kimia dan obat berlebih) ternyata berdampak negatif luas pada kesehatan dan lingkungan, maka perlu mengembangkan pola masukan rendah (low input sustainable agriculture, LISA) dengan penggunaan pupuk organik, pupuk hayati dan obat-obatan organik, yang sehat dan ramah likungan (Atmojo, 2007).

2.3. Produksi dan Pendapatan Petani

Ketahanan pangan tidak hanya mencakup pengertian ketersediaan pangan yang cukup, tetapi juga kemampuan untuk mengakses (termasuk membeli) pangan


(35)

dan tidak terjadinya ketergantungan pangan pada pihak manapun. Dalam hal inilah, petani memiliki kedudukan strategis dalam ketahanan pangan di mana petani adalah produsen pangan dan petani adalah juga sekaligus kelompok konsumen terbesar yang sebagian masih miskin dan membutuhkan daya beli yang cukup untuk membeli pangan. Petani harus memiliki kemampuan untuk memproduksi pangan sekaligus juga harus memiliki pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka sendiri. Karena itu perlu adanya pembangunan irigasi yang bertujuan untuk meningkatkan hasil produksi pertanian dan pendapatan petani sawah.

Dengan meningkatkan produksi pertanian diharapkan sekaligus juga meningkatnya keuntungan anggota masyarakatnya. Pendapatan petani dari usaha taninya dapat diperhitungkan dari total penerimaan yang berasal dari hasil penjualan produksi ditambah dengan nilai yang dikonsumsi sendiri dikurangi dengan total nilai pengeluaran yang terdiri dari:

1. Pengeluaran untuk input (bibit, pupuk dan pestida). 2. Pengeluaran upah tenaga kerja.

3. Pengeluaran untuk pajak, iuran air dan lain-lain.

Pada umumnya rumah tangga pedesaan sering beranggapan bahwa sumber utama pendapatan masyarakat berasal dari lahan pertanian. Di mana akan dikaitkan luas tanah yang dimiliki dengan besarnya pendapatan rumah tangga petani. Masyarakat masih beranggapan apabila tanah yang dimiliki oleh petani luas, maka besar pulalah pendapatan yang diterima dalam keluarganya. Pada saat sekarang ini kenyataan menunjukkan bahwa pendapatan keluarga tidak lagi sepenuhnya


(36)

tergantung kepada tanah yang dimiliki sebagai indikator pendapatan utama rumah tangga.

Usaha pertanian baik di pedesaan maupun di perkotaan saat sekarang ini sudah tidak begitu dominan dan tidak memberikan sumbangan yang besar lagi bagi pendapatan rumah tangga di pedesaan. Hal ini disebabkan mayoritas rumah tangga pedesaan khususnya yang tidak atau memiliki tanah yang sempit, kegiatan sekitar usaha tani merupakan keharusan (mungkin demikian sejak dahulu), sedangkan bagi rumah tangga yang lain kegiatan usaha tani dapat merupakan jalan menambah tingkat subsistensi. Selain itu pendapatan petani juga diperoleh dari berbagai sumber diantaranya (1) dari usaha tani sendiri, (2) dari sumber usaha lain di bidang pertanian, seperti buruh tani dan (3) dari kegiatan di luar usaha tani dan buruh tani. Kegiatan usaha tani bertujuan untuk mencapai produksi yang lebih tinggi di bidang pertanian. Sayogyo (1996) membagi penghasilan petani menjadi tiga tahap, yaitu: (1) tergolong miskin sekali jika penghasilannya setara dengan 118 kg/beras/tahun/orang, (2) tergolong miskin jika penghasilannya setara dengan 246 kg/beras/tahun/orang, (3) tergolong cukup jika penghasilannya setara dengan 408 kg/beras/tahun/orang.

Banyak di negara yang sedang berkembang, pertanyaan tentang penguasaan tanah yang luas berapakah yang paling kecil masih dapat diusahakan secara ekonomis, dalam arti berapa luas tanah yang diperlukan supaya kelengkapan petani dapat dimanfaatkan sepenuhnya adalah kurang penting bila dibandingkan dengan pertanyaan luas minimal guna mempertahankan hidup, baik dengan langsung menanam bahan pangan atau secara tidak langsung dengan memberikan penghasilan


(37)

dari hasil tanam-tanaman perdagangan. Standar itu diukur tidak dengan ukuran-ukuran suatu skala operasi yang diperlukan tetapi diukur dengan konsumsi pangan minimal. Bahkan dengan mempergunakan basis ini, luas tanah semata-mata tidak merupakan suatu kriteria yang mencukupi, karena terdapat perbedaan-perbedaan yang besar dalam intensitas pengusahaannya dan terdapat perbedaan-perbedaan mengenai jumlah kali penanam. Sebagai contoh, luas tanah satu hektar di sebuah lembah sungai di India yang dapat diairi dan dapat ditanami dua kali setahun dapat menghasilkan enam kali lebih banyak dari pada satu hektar tanah yang tidak dapat diairi dan hanya ditanami sekali setahunnya. Penerimaan usaha tani atau pendapatannya mendorong petani untuk mengalokasikannya dalam berbagai kegunaan, seperti untuk biaya produksi pada periode berikutnya, tabungan dan pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani dari usaha taninya adalah (1) luas areal tanaman, (2) produktivitas per Ha, pola tanam, ukuran keluarga petani dan modal yang dipakai petani untuk usaha taninya (Hermanto, 1993).

Produksi dapat ditingkatkan pada lahan usaha pertanian antara lain dengan intensifikasi melalui penerapan Panca Usaha yang meliputi: penggunaan benih unggul, pemberantasan hama dan penyakit, perbaikan teknik bercocok tanam, pemupukan dan perbaikan pengairan. Perpaduan semua unsur Panca Usahatani tersebut dapat mengakibatkan produksi yang lebih besar dari pemakaian satu atau beberapa unsur saja. Pendapatan petani yang bersumber dari kegiatan pertanian ditentukan oleh produksi usaha tani. Produksi usaha tani merupakan fungsi dari


(38)

faktor-faktor produksi berupa lahan garapan, modal dan ukuran keluarga petani. Kontribusi tanah adalah berupa unsur-unsur tanah yang menghasilkan produksi pertanian dan untuk memperoleh produksi itu diperlukan tenaga kerja. Modal merupakan biaya yang harus disediakan untuk membeli benih unggul, pupuk, pestisida dan input lainnya (Mubyarto, 2007).

Selain itu harga output dan harga input juga turut menentukan besarnya pendapatan petani. Pendapatan di luar usaha tani ditentukan antara lain oleh kesempatan kerja yang tersedia, tingkat upah dan banyaknya anggota keluarga yang dewasa. Tinggi rendahnya pendapatan yang diperoleh keluarga petani akan menentukan tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga terseebut. Di samping itu dalam melakukan usaha di bidang pertanian, sangat diperlukan sumber daya atau faktor produksi untuk mengembangkannya, seperti tanah, tenaga kerja, modal (meliputi modal tetap dan modal kerja untuk pembelian input variable) serta keterampilan manajemen dari para petani.

2.4. Analisis Distribusi Pendapatan

Pada dasarnya, analisis distribusi pendapatan dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu: (1) Analisis Distribusi Pendapatan Personal dan (2) Analisis Distribusi Pendapatan Fungsional. Pendekatan pertama mengukur distribusi pendapatan diantara individu dalam suatu masyarakat. Pendekatan kedua mengukur distribusi pendapatan diantara faktor produksi dalam suatu proses produksi (Soejono,


(39)

1977 dalam Kalo, 1987). Hubungan antara distribusi pendapatan fungsional dan personal diilustrasikan pada Gambar 2.1 berikut ini:

Sumber: Kalo, 1987.

Gambar 2.1. Hubungan Distribusi Pendapatan Fungsional dan Personal

Dari Gambar 2.1 dapat dilihat bahwa pendapatan yang diterima petani dapat diperoleh dari tanah, manajemen (operator’s residual) dan dari tenaga kerja dalam

keluarga. Berarti naiknya produktivitas tanah dapat menaikkan pendapatan dari

Distribusi Pendapatan

F u n g s i o n a l P e r s o n a l

KELUARGA

Diantara Pemilik Faktor Produksi (Earners)

TANAH Diantara Faktor

Produksi (Factors)

M a n a j e m e n

Tenaga Kerja

Tenaga Kerja Upahan


(40)

petani. Naiknya produktivitas tenaga kerja dapat menaikkan pendapatan tenaga kerja upahan. Analisis pendapatan fungsional (distribusi pendapatan diantara faktor-faktor produksi) dapat didekati dengan “pendekatan fungsi produksi” dan dengan apa yang

dinamakan “factor share analysis”. Prinsip dasar dari factor share analysis ialah

menghitung bagian (share) dari output (pendapatan) yang diterima oleh masing-masing input yang digunakan, di mana semua output (pendapatan) akan dialokasikan pada semua input tersebut. Karena prinsip ini serupa dengan prinsip “akuntansi”,

maka analisis ini sering disebut dengan “pendekatan akuntansi”. Dengan pendekatan

akuntansi nilai pengeluaran petani untuk faktor produksi (tanah, tenaga kerja, manajemen atau operator’s residual dan currents inputs) diartikan sebagai

pendapatan faktor produksi yang bersangkutan. Dengan memperhatikan siapa pemilik dari masing-masing input, maka factor share analysis” dapat diubah menjadi

earner share analysis”. Dengan “earner share analysis” berarti “analisis distribusi

pendapatan personal” dilakukan secara tidak langsung. Dalam penelitian ini, metode

analisis yang digunakan adalah “factor share analysis” dan “earner share analysis”,

atau lebih dikenal dengan “pendekatan akuntansi”. Dengan pendekatan akuntansi

nilai pengeluaran petani untuk faktor produksi yaitu tanah, tenaga kerja, manajemen (operator’s residual dan currents inputs) diartikan sebagai faktor produksi yang

bersangkutan. Semua nilai pembayaran untuk masing-masing input dan pemilik input dikonversikan ke dalam nilai riil ekuivalen kilogram gabah. Distribusi pendekatan usaha tani dapat dilihat dari dua aspek, yaitu:


(41)

1. Distribusi pendapatan absolut (absolut share)

Pada aspek ini, bagian pendapatan input (factor share) atau pemilik input (earner share) diukur dalam nilai absolutnya. Pendekatan ini dimaksudkan untuk menelaah bagaimana perubahan pendapatan absolut didistribusikan di antara input dan pemilik input yang mana lebih diuntungkan pada perubahan tersebut. Penerimaan atau pendapatan absolut (absolute share) dari faktor produksi secara langsung dapat dihitung sebagai berikut:

Sxi = Pxi. xi……….(1)

Di mana : Sxi = Pendapatan absolut yang diterima input xi

Pxi = Harga persatuan input xi

xi = Jumlah input xi yang digunakan

2. Distribusi pendapatan relatif (relative share)

Pada aspek ini, bagian pendapatan input (factor share) atau pemilik input

(earner share) diukur dalam nilai relatifnya. Pendapatan relatif (relatif share) input xi

adalah rasio antara pendapatan absolut (Sxi) terhadap nilai total output, secara

sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

R Sxi =

y . Py

x . xi i P

………(2)

Di mana : R Sxi = Pendapatan relatif yang diterima input xi


(42)

y = output

2.5. Batasan dan Pengertian Faktor-faktor Produksi

Usaha tani merupakan kemampuan petani dalam mengorganisasikan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi yang dikuasainya dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian petani yang kurang mampu memanfaatkan benih, pupuk, luas lahan, tenaga kerja dan pestisida akan memiliki tingkat pendapatan yang relatif lebih rendah. Namun demikian usaha tani ada yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga maupun untuk memperoleh keuntungan.

Pada umumnya ciri-ciri usaha tani yang ada di Indonesia antara lain berlahan sempit, modal relatif kecil, tingkat pengetahuan yang rendah dan kurang dinamis sehingga mengakibatkan tingkat dan pendapatan usaha tani yang rendah (Soekartawi, 1987). Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, salah satu diantaranya adalah subsektor tanaman pangan. Pembangunan subsektor tanaman pangan menerapkan pola intensifikasi, diversifikasi, ekstensifikasi dan rehabilitasi, mengacu pada fungsi-fungsi pokok pengembangan dan pembangunan pertanian. Fungsi-fungsi-fungsi pokok pengembangan dan pembangunan pertanian mencakup pengembangan produksi, pembinaan faktor produksi, pengembangan sumber daya alam dan lingkungan hidup, pengembangan dan ahli teknologi, pembinaan informasi pertanian, pembinaan pasca panen dan pemasaran, pembinaan pasar ekspor, pemantapan kelembagaan, pembinaan gizi masyarakat, pengembangan wilayah, pembinaan hubungan sektoral dan pembinaan kerja sama internasional.


(43)

Pembahasan aspek produksi tanaman pangan (padi sawah) adalah bagian dari proses produksi yang tercakup dalam variabel input atau faktor produksi. Tanaman padi merupakan tanaman semusim, termasuk golongan rumput-rumputan. Tanaman padi dapat dibedakan dalam dua tipe, yaitu padi kering yang tumbuh di dataran tinggi dan padi sawah yang memerlukan air menggenang. Dalam suatu proses produksi ada hubungan fisik antara faktor-faktor produksi dengan hasil produksi dan tujuannya adalah untuk menentukan kombinasi masukkan produksi mana yang baik, kemudian sampai seberapa besar masukkan produksi tersebut berpengaruh terhadap produksi yang diperoleh itu disebut dengan fungsi produksi yang secara sistematis dinyatakan sebagai berikut (Budiono, 1993):

Y =  x11. x

2

2

. x3 3 . x

4

4

. x5 5

Di mana:

Y = Produk yang dihasilkan (dependent variable)

x1, x2, x3, x4, x5 = Faktor-faktor produksi yang dipakai (independent variable)

Proses produksi sawah menggunakan faktor-faktor produksi seperti benih, pupuk, luas lahan, tenaga kerja, dan pestisida. Hubungan fisik antara produksi dengan hasil produksi atau biasa disebut dengan analisis fungsi produksi. Di mana analisis ini menunjukkan hubungan antara hasil produksi fisik (output) dengan faktor produksi/

input (Mubyarto, 2007).

Analisis ini sebagai dasar perhitungan sejauhmana pengaruh faktor-faktor produksi dan pendapatan petani dari hasil usaha tani padinya. Menurut Budiono


(44)

(1993) mengemukakan bahwa ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam penggunaan fungsi produksi tersebut, yaitu:

1. Tidak ada nilai pengamatan sama dengan nol, sebab logaritma dari bilangan nol adalah suatu bilangan yang ilegal, besarnya tidak diketahui.

2. Tidak terdapat perbedaan teknologi pada setiap pengamatan.

3. Tiap variabel regressor (x1) adalah berada pada perfect competitive market.

4. Variabel-variabel di luar model tercakup dalam faktor kesalahan.

Ada tiga macam fungsi produksi yaitu fungsi produksi linier, kuadratik, dan eksopensial (Cobb-Douglas). Fungsi produksi Cobb-Douglas ini merupakan fungsi produksi yang cukup baik digunakan dalam pertanian dan industri dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi, 1994):

Y = a x1b1

. x2 b2…………

xn bn………

..(1)

Untuk pengaplikasian ordinary Least Square maka persamaan ini dirubah menjadi bentuk regressi linear berganda, dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut seperti persamaan berikut:

Log Y = log a + b1log x1 + b2 log x2 + ... + bnlog xn + ……….(2)

Di mana:

Y = variabel yang dijelaskan x = variabel yang menjelaskan a, b = besaran yang akan diduga   = kesalahan


(45)

Keunggulan fungsi ini adalah pangkat dari fungsi atau koefisien i ( i = 1,2,…..,n) merupakan elastisitas produksi (Ep) yang dapat digunakan secara langsung

dan penjumlahan dari koefisien dapat menduga bentuk skala usaha (return to scale) atau tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi. Dengan skala usaha (return

to scale) akan diketahui apakah suatu kegiatan usaha tani yang diteliti dapat

mengikuti kaidah increasing, constant atau decreasing return to scale, di mana (Budiono, 1993):

1. Increasing return to scale, bila (b1 + b2 + ….+ b5) > 1. Ini artinya bahwa

proporsi penambahan faktor-faktor produksi akan menghasilkan tambahan hasil produksi yang proporsinya lebih besar. Jadi misalnya masukkan produksi ditambah 10 persen maka produksi akan bertambah sebesar 20 persen.

2. Constant return to scale, bila (b1 + b2 + ….+ b5) = 1. Dalam keadaan demikian

penambahan faktor-faktor produksi akan proporsional dengan penambahan hasil produksi yang diperoleh. Jadi misalnya masukkan produksi ditambah 20 persen maka produksi akan bertambah sebesar 20 persen.

3. Decreasing return to scale, bila (b1 + b2 + ….+ b5) < 1. Dalam keadaan

demikian penambahan faktor-faktor produksi melebihi proporsi penambahan hasil produksi yang diperoleh. Jadi misalnya masukkan produksi ditambah 20 persen maka hasil produksi akan lebih kecil dari 20 persen.


(46)

2.6. Pengembangan Wilayah

Pengembangan wilayah memiliki pengertian yang luas, tetapi pada dasarnya merupakan upaya yang dilakukan untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup wilayah tertentu. Tujuan pengembangan wilayah mengandung dua sisi yang saling berkaitan. Di sisi sektor ekonomis, pengembangan wilayah adalah upaya memberikan kesejahteraan kualitas hidup masyarakat.

Menurut Zen (2001), pengembangan dalam arti development bukanlah suatu kondisi atau keadaan yang ditentukan oleh apa yang dimiliki masyarakat penduduk setempat. Sebaliknya, pengembangan itu adalah kemampuan yang ditentukan oleh apa yang mereka dapat lakukan dengan apa yang mereka miliki guna meningkatkan kualitas hidupnya dan juga kualitas hidup orang lain. Jadi pengembangan harus diartikan sebagai keinginan untuk memperoleh perbaikan, serta kemampuan untuk merealisasikannya.

Menurut Miraza (2005), pengembangan wilayah pada dasarnya merupakan peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tertentu, mampu menampung lebih banyak penghuni dengan tingkat kesejahteraan rata-rata masyarakat yang lebih baik, di samping menunjukkan lebih banyak sarana/prasarana, barang atau jasa yang tersedia dan kegiatan-kegiatan usaha masyarakat yang meningkat, baik dalam arti jenis, intensitas, pelayanan maupun kualitasnya.

Dalam pengembangan wilayah biasanya terdapat beberapa kata kunci yang terdapat di dalamnya, antara lain:


(47)

1. Program yang menyeluruh dan terpadu.

Berbagai upaya yang dilaksanakan dalam rangka pengembangan suatu wilayah harus dilakukan secara menyeluruh dan terpadu. Hal ini dapat berupa berbagai program pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah atau masyarakat setempat. Dalam mengembangkan wilayah terdapat dua pendekatan yang dilakukan, yakni pendekatan sektoral atau fungsional (yang dilaksanakan melalui departemen atau instansi sektoral), dan pendekatan regional atau territorial yang dilakukan oleh daerah atau masyarakat setempat.

Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah selama ini cenderung didominasi oleh program-program sektoral sehingga apa yang dilaksanakan dan dihasilkan dari program tersebut sering kurang mencerminkan keinginan dari masyarakat setempat sehingga banyak dijumpai hasil pembangunan yang tidak memberikan manfaat secara optimal. Menurut Jayadinata (dalam Tiga Pilar Pengembangan Wilayah, 2001), pemberian otonomi kepada daerah diharapkan dapat mengurangi dominasi dari program-program regional.

2. Sumber daya yang tersedia dan kontribusinya terhadap wilayah.

Sumber daya yang dimiliki oleh suatu wilayah terbagi dalam sumber daya alam dan sumber daya manusia. Dalam suatu upaya pengembangan wilayah nasional, menyebutkan bahwa perkembangan Indonesia dalam dua tiga dasawarsa mendatang akan sangat tergantung pada kemampuannya dalam menggerakkan tiga unsur pokok yaitu (1) ketersediaan SDA, (2) kemampuan SDM, dan


(48)

(3) pemanfaatan teknologi, yang kesemuanya itu harus ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat. Hubungan antara tiga unsur tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut ini:

Teknologi

Sumber Daya Alam Sumber Daya Manusia

Sumber: Tiga Pilar Pengembangan Wilayah (Alkadrie & Suhanjodo, 2001)

Gambar 2.2. Unsur-unsur Pengembangan Wilayah

Berkembangnya suatu wilayah sangat ditentukan oleh tingkat pemanfaatan dari ketiga sumber daya tersebut, sehingga upaya pengembangan yang harus dilakukan akan berbeda antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lain.

Ada wilayah yang akan kaya SDA tetapi kurang mempunyai SDM dan tekonologinya, misalnya Irian Jaya. Sementara ada wilayah SDM-nya cukup besar, sedangkan mereka tidak memiliki SDA yang cukup, maka mereka


(49)

mengandalkan dari kemampuan memanfaatkan teknologi industri seperti Singapura dan Jepang.

3. Suatu wilayah tertentu.

Pembangunan suatu wilayah yang luas tidak mungkin dilakukan secara serentak dan menyeluruh. Untuk itu harus diprioritaskan kepada kawasan-kawasan tertentu yang memenuhi kriteria antara lain:

a. Mempunyai potensi untuk tumbuh cepat.

b. Mempunyai sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan

ekonomi di daerah sekitarnya.

Tujuan pengembangan wilayah antara lain Zen (2001):

1. Pengembangan Wilayah merupakan usaha memberdayakan suatu masyarakat yang berada di suatu daerah itu untuk memanfaatkan sumberdaya alam yang terdapat di sekeliling mereka dengan menggunakan teknologi yang relevan dengan kebutuhan, dan bertujuan meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang bersangkutan.

2 Membuat suatu komunitas dapat berdiri sendiri di atas usahanya sendiri, dan benar-benar menyadarkan bahwa mereka dapat memperbaiki nasibnya atas usaha mereka sendiri.


(50)

2.7. Hubungan Hasil Produksi Pertanian terhadap Pengembangan Wilayah

Produksi padi di Indonesia sangat fluktuatif. Ketajaman tingkat fluktuasi ini akan berdampak luas terhadap sistem tatanan negara yang sebagian besar rakyatnya memilih padi sebagai makanan pokok. Padi juga bersifat politis karena cukup padi berarti cukup pangan. Dalam negara yang cukup pangan gejolak politik jarang terjadi. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa perhatian terhadap tanaman padi sangat diperlukan bahkan Pemerintah selalu mengupayakan terwujudnya swasembada pangan.

Usaha untuk meningkatkan produksi hasil pertanian padi sawah tersebut sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor dan sesuai dengan pokok pembahasan bahwa salah satu faktor tersebut adalah faktor produksi yang meliputi benih, pupuk, luas lahan, tenaga kerja, dan pestisida. Lahan merupakan salah satu faktor produksi yang paling penting dalam usaha tani, karena fungsinya bukan hanya sebagai tempat tumbuhnya tanaman tetapi lebih dari itu bahwa lahan merupakan penyedia hara bagi tanaman. Kemudian lahan bukanlah merupakan ciptaan manusia, sehingga manusia hanya dapat memanfaatkan lahan tersebut dengan menyesuaikan melalui pengolahan agar sesuai dengan kebutuhan manusia.

Pentingnya faktor produksi luas lahan, bukan saja dilihat dari segi luas atau sempitnya lahan, tetapi juga segi lain, misalnya aspek kesuburan tanah, macam penggunaan lahan dan topografi (Soekartawi, 1995). Rata-rata luas lahan yang dimiliki setiap rumah tangga petani semakin lama semakin berkurang. Hal ini disebabkan karena perpecahan tanah akibat pembagian warisan serta akibat kemajuan


(51)

pembangunan yang membutuhkan pemanfaatan lahan menjadi berubah fungsi, misalnya pembangunan rumah, jalan irigasi dan lain-lain.

Akibat faktor-faktor tersebut mengakibatkan pengelolaan usaha tani menjadi tidak efisien dan tidak efektif. Faktor produksi tenaga kerja merupakan hal yang penting dipertimbangkan, karena faktor yang inilah yang mengelola dan mengolah lahan untuk mendapatkan hasil produksi. Oleh karena itu dalam analisa ketenagakerjaan di bidang pertanian, penggunaan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja yang dipakai adalah besarnya tenaga kerja yang efektif dipakai. Penggunaan benih, pupuk dan pemanfaatan pestisida dilakukan melalui pertimbangan-pertimbangan atau suatu perhitungan yang sesuai dengan luas lahan dan jenis tanaman. Maksudnya dalam hal ini adalah adanya keseimbangan penggunaan pupuk, pestisida dan jenis benih.

Fokus perhatian terhadap sektor pertanian, khususnya padi sawah semakin terasa penting mengingat jumlah populasi penduduk yang semakin bertambah dan merupakan salah satu sisi lain yang harus perlu diperhatikan sehubungan dengan kuantitas dan kualitas lahan pertanian yang ada. Oleh sebab itu diperlukan suatu ukuran kelangkaannya sebagai bahan analisa terhadap cara masyarakat dalam pengelolaannya. Salah satu cara untuk melihat kelangkaan tersebut adalah biaya produksi per satuan hasil produksi. Penggunaan faktor produksi dapat mempengaruhi peningkatan hasil produksi pertanian, namun apabila penggunaan faktor produksi tersebut dilakukan tanpa memperhatikan keseimbangan antara satu faktor produksi


(52)

dengan faktor produksi lainnya, maka dapat memungkinkan hal yang sebaliknya, yaitu penurunan tingkat hasil produksi pertanian.

Oleh sebab itu penggunaan faktor produksi hendaknya diikuti dengan sistem pengelolaan lahan pertanian yang memadai juga. Penggunaan faktor produksi yang memadai akan memungkinkan terhadap peningkatan hasil produksi pertanian dan peningkatan hasil produksi pertanian akan mempengaruhi terhadap pengembangan wilayah.

2.8. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Salah satu data yang dapat digunakan sebagai indikator untuk perencanaan dan evaluasi hasil pembangunan regional adalah data Produk Domestik Bruto (PDRB). Data PDRB ini dapat menunjukkan tingkat perkembangan ekonomi daerah secara makro, agregatif dan sektoral. Ada dua metode yang dapat dipakai untuk menghitung PDRB, yaitu (BPS Kabupaten Pakpak Bharat, 2008):

a. Metode Langsung

Penghitungan didasarkan sepenuhnya pada data daerah yang sama sekali terpisah dari data nasional, sehingga penghitungannya mencakup seluruh produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh daerah tersebut. Pemakaian metode ini dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, antara lain:

1. Pendekatan Produksi

PDRB merupakan jumlah Nilai Tambah Bruto (NTB) atau nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam suatu wilayah/region


(53)

dalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun. Sedangkan NTB diperoleh dari Nilai Produksi Bruto (NPB/Output) dikurangi seluruh biaya antara (biaya yang benar-benar habis dipakai dalam proses produksi yang dikeluarkan untuk meningkatkan output tersebut. NTB ini masih termasuk biaya penyusutan dan pajak tidak langsung netto yang merupakan bagian dari peran pemerintah dalam menentukan harga.

2. Pendekatan Pendapatan

PDRB adalah jumlah seluruh balas jasa yang diterima faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi yang ikut serta dalam proses produksi suatu wilayah/region dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. Berdasarkan pengertian tersebut, maka NTB adalah jumlah dari upah dan gaji, sewa, tanah, bunga modal. Dan keuntungan; semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam pengertian PDRB ini, di dalamnya termasuk pula komponen penyusutan dan pajak tak langsung netto. Berbeda dengan pendekatan produksi, maka kita perlu mengumpulkan data dari pendapatan faktor-faktor produksi yang dimiliki.

3. Pendekatan Pengeluaran

PDRB adalah jumlah seluruh pengeluaran yang dilakukan untuk konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan stok dan ekspor neto, di dalam suatu wilayah/region dalam periode tertentu, biasanya satu tahun. Dengan metode ini, penghitungan NTB bertitik tolak pada penggunaan akhir barang dan jasa yang diproduksi.


(1)

5. Sektor pertanian di Kabupaten Pakpak Bharat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap total Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Pakpak Bharat. Besarnya nilai R Square sebesar 0,800. Hal ini menunjukkan bahwa 80% variabel sektor pertanian dapat terjelaskan sedangkan sisanya sebesar 20% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dijelaskan model penelitian ini.

5.2. Saran

1. Guna mengoptimalkan jumlah produksi petani maka pemerintah harus memperbanyak saluran irigasi teknis sehingga sawah non irigasi dapat dikembangkan menjadi sawah irigasi teknis sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat yang berada di sekitar wilayah irigasi.

2. Beberapa faktor produksi berupa luas lahan, pemakaian pestisida, penggunaan tenaga kerja dan jenis petani memberikan kontribusi yang signifikan terhadap jumlah produksi. Untuk itu kepada pemerintah daerah agar mengintensifkan penyuluhan atas faktor produksi tersebut dalam produksi petani.

3. Faktor produksi berupa luas lahan dan penggunaan tenaga kerja memberikan kontribusi yang signifikan terhadap jumlah produksi petani irigasi. Untuk itu kepada pemerintah daerah agar mengintensifkan penyuluhan atas faktor produksi tersebut dalam produksi petani irigasi.

4. Faktor produksi berupa luas lahan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap jumlah produksi petani non irigasi. Untuk itu kepada pemerintah


(2)

daerah agar mengintensifkan penyuluhan atas faktor produksi tersebut dalam produksi petani non irigasi.

5. Sektor pertanian memberikan kontribusi yang signifikan atas pertumbuhan ekonomi pada Kabupaten Pakpak Bharat untuk itu pembangunan diarahkan pada pembangunan sektor pertanian.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Alkadri, Muchdie dan Suhandojo. 2001. Tiga Pilar Pengembangan Wilayah:

Sumberdaya Alam, Sumberdaya Manusia dan Teknologi. Pusat Pengkajian

Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah. BPPT. Jakarta. Arikunto, S. 1990. Manajemen Penelitian. Rineka Cipta. Jakarta.

Atmojo, Suntoro Wongso. 2007. Pertanian Sehat Ramah Lingkungan. http:// suntoro.staff.uns.ac.id/Diakses pada tanggal 10 Juni 2009, pukul 08.30 WIB. Badan Pusat Statistik Kabupaten Pakpak Bharat. 2008. Kabupaten Pakpak Bharat

dalam Angka Tahun 2008. Pakpak Bharat. BPS Kabupaten Pakpak Bharat.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Pakpak Bharat. 2008.

Kabupaten Pakpak Bharat dalam Angka Tahun 2008. Pakpak Bharat. BPS

Kabupaten Pakpak Bharat.

Budiono. 1993. Ekonomi Mikro. Cetakan Keenam Belas. BPFE UGM. Yogyakarta. Dumairy. 1992. Ekonomika Sumber Daya Air. Penerbit BPFE. Yogyakarta.

Fadholi Hernanto. 1989. Ilmu Usahatani. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ghozali, Imam. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Badan Universitas Diponegoro. Semarang.

Gultom, Robinhot. 1998. Analisis Fungsi Produksi Padi Sawah dan Pengaruhnya Terhadap Pengembangan Wilayah di Kecamatan Tanah Jawa Hulu Kabupaten Simalungun. Tesis. Program Pascasarjana USU. Medan.

Helmi, Sembiring H. 2002. Peningkatan Produktivitas Padi Melalui Pendekatan Pengolahan Lahan Terpadu di Lahan Sawah Irigasi di Simalungun dan Asahan, dalam Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengkajian

Pertanian Tahun 2003.


(4)

Institut Pertanian Bogor. 2008. Perancangan Irigasi dan Drainase Interaktif Berbasis

Teknologi Informasi.

http://www.scribd.com/doc/12921633/Teknik-Irigasi-dan-Drainase. Diakses pada tanggal 8 September 2009.

Kalo, H. T. 1987. Pembagian Pendapatan dalam Usaha Tani Padi di Daerah Irigasi Rentang Kab. Indramayu, Jabar. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana. IPB. Bogor. Lydia, Risna. 1993. Pengaruh Proyek Irigasi Bahbolon terhadap Produksi Padi Petani

Kec. Air Putih, Kab. Asahan, Sumut. Tesis. Program Pascasarjana. USU. Medan.

Miraza, B.H. 2005. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. ISEI. Bandung. Miraza, B.H., Mahalli, Kasyful dan Pratomo, Wahyu Ario, 2007. Perencanaan dan

Perubahan Bangsa di Masa yang akan Datang. Cetakan Pertama. Pustaka

Bangsa Press dan Sekolah Pascasarjana PWD. Medan. Mubyarto. 2007. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3S. Jakarta.

Muhajir, Utomo dan Nazaruddin. 1996. Bertanam Padi Sawah (Tanpa Olah Tanah). Cetakan Kedua. Penerbit PT. Penebar Swadaya. Jakarta.

Nasution, Muhammad Ishak. 2006. Dampak Proyek Irigasi Namusira-sira terhadap Pengembangan Wilayah Pedesaan di Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara. Tesis. Sekolah Pascasarjana. USU. Medan. Nurgiyanto B, Gunawan, dan Marzuki. 2000. Statistik Terapan untuk Penelitian

Ilmu-ilmu Sosial. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Pangaribuan, Jonson. 1999. Pengaruh Sistem Irigasi Pedesaan terhadap Pengembangan Wilayah dan Diversifikasi Usaha Tani di Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara. Tesis. Program Pascasarjana. USU. Medan.

Robert G.D. Steel dan James H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Terjemahan Bambang Sumantri. Cetakan Kedua. PT. Gramedia. Jakarta. Robert Redfield. 1985. Masyarakat Petani dan Kebudayaan. Edisi Kedua. Penerbit

CV. Rajawali. Jakarta.

Saleh, Chaeril. 1992. Pengaruh Penggunaan Pompa Air, terhadap Tingkat Pendapatan Petani, MS, Tesis. Fakultas Pasca Sarjana. IPB. Bogor.


(5)

Sayogyo. 1996. Demokrasi dan Menanggulangi Kemiskinan di Indonesia. Gramedia Widiasarana. Jakarta.

Sekaran, Uma. 2003. Research Methods for Business: A Skill Building Approach. sixth edition, John Willey & Sons, Inc. New York.

Sembiring, T., Zain Z. Sembiring H. 2002. Pengelolaan Tanaman Terpadu di Desa Lubuk Bayas Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara, dalam Prosiding

Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengkajian Pertanian Tahun 2003.

Sipayung, Friska. 1997. Pengaruh Irigasi terhadap Kinerja Usaha Tani Padi Sawah dan Distribusi Pendapatan Diantara Faktor-faktor Produksi di Kabupaten Simalungun. Tesis. Program Pascasarjana. USU. Medan.

Simatupang, Dian Puji N. 2005. Determinasi Kebijakan Anggaran Negara Indonesia. Papas Sinar Sinanti. Jakarta.

Sirojuzilam. 2005. Beberapa Aspek Pembangunan Regional. ISEI. Bandung.

Soekartawi. 1987. Prinsip-prinsip Dasar Ekonomi Pertanian, Teori dan Aplikasinya. CV. Rajawali. Jakarta.

Soekartawi, 1995. Pembangunan Pertanian. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sukoco. 1999. Pertanian Masa Depan: Pengantar untuk Pertanian Berkelanjutan

dengan Input Rendah. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Sumodiningrat G. dan Kuncoro M. 1991. Ekonomi Pertanian di Indonesia:

Perkembangan dan Peranan Modelling. PAU. EK-UI. Jakarta.

Suparyono dan Setyono. 1994. Padi. Cetakan Kedua. Penerbit Swadaya. Jakarta. Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan Ketujuh. Alfabeta. Bandung. Syahwier, Coki, Ahmad. 1994. Penentuan Tingkat Efisiensi Penggunaan Faktor

Produksi dan Pengaruhnya terhadap Produksi Usaha Tani Padi Sawah pada Dua Tipe Lahan Pasang Surut di Kabupaten Deli Serdang. Tesis. Jurusan Ekonomi Pertanian. Universitas Padjadjaran. Bandung.

Umar, Husein. 2003. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.


(6)

Wibowo, Soesilo. 1986. Dampak Investasi Sistem Irigasi terhadap Agihan Pendapatan dan Kesempatan Kerja. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana. IPB. Bogor.