Strategi Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Melalui Investasi Infrastruktur Jalan Dan Jembatan Di Provinsi Banten

(1)

STRATEGI MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI

MELALUI INVESTASI INFRASTRUKTUR JALAN DAN

JEMBATAN DI PROVINSI BANTEN

FITRIA DIAH HASTUTI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir berjudul strategi meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui investasi infrastruktur jalan dan jembatan di Provinsi Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2016 Fitria Diah Hastuti NIM H252144085


(4)

(5)

RINGKASAN

FITRIA DIAH HASTUTI. Strategi Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Melalui Investasi Infrastruktur Jalan dan Jembatan di Provinsi Banten. Dibimbing oleh

MA’MUN SARMA and MANUWOTO

Investasi infrastruktur jalan dan jembatan dapat meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis anggaran infrastruktur jalan dan jembatan di Provinsi Banten; menganalisis efektifitas investasi infrastruktur jalan dan jembatan dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi; dan menyusun strategi di bidang infrastruktur jalan dan jembatan yang efektif meningkatkan pertumbuhan ekonomi.Data primer dan sekunder diperoleh melalui studi lapangan, wawancara mendalam dengan pengambil kebijakan yang terkait dan kuesioner. Analisis data dilakukan dengan metode analisis deskrptif, analisis regresi, dan analisis Strength, Weakness, Opportunity, Threats (SWOT).

Hasil analisis anggaran dan realisasi investasi infrastruktur di Provinsi Banten sudah baik pada periode tahun 2008 sampai dengan 2012. Pada tahun tersebut, penyerapan anggaran dari tahun 2008 sanpai dengan 2012 selalu berada diatas 90%. Secara lebih rinci penyerapan tersebut mencapai 99.27% pada tahun 2008, 99.78% pada tahun 2009, 99.90% pada tahun 2010, 99.34% pada tahun 2011 dan 93.43% pada tahun 2012. Penyerapan anggaran yang kurang optimal terjadi pada tahun 2013 dan 2014. Pada tahun 2013 penyerapan anggaran hanya sebesar 70.64%, dan 21.50% pada tahun 2014. Penyebab rendahnya realisasi anggaran adalah rendahnya penyerapan pembangunan jalan tahun jamak dan adanya lelang ulang beberapa kali serta adanya paket yang belum selesai pengerjaannya pada saat akhir tahun anggaran.

Hasil pengujian terhadap variabel penelitian yaitu variabel konstruksi jalan dan jembatan dinyatakan lulus empat tahap pengujian. Pengujian yang dilakukan adalah uji multikolinearitas, uji normalitas, uji heteroskedastisitas dan ujiautokorelasi. Setelah itu, pengujian regresi dilakukan atas dua variabel tersebut. Hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel konstruksi jalan dan jembatan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 87.10% mampu dijelaskan oleh variabel jalan sedangkan 12.90% dijelaskan oleh variabel lainnya. Berdasarkan hasil regresi dapat diketahui bahwa setiap kenaikan realisasi anggaran pembangunan jalan 1% akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.55% dan setiap kenaikan realisasi anggaran pembangunan jembatan sebesar 1% akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.08% (ceteris paribus).

Hasil kedua analisis di atas, yang dilengkapi dengan hasil wawancara mendalam dan pengisian kuesioner oleh para pengambil kebijakan terkait investasi infrastruktur, menjadi sumber informasi dalam menyusun strategi. Strategi tersebut dirancang melalui analisis SWOT. Hasil analisis SWOT menunjukkan bahwa strategi utama yang perlu dilakukan adalah melakukan sinergi stakeholder pemerintah, swasta dan masyarakat. Sinergi hubungan antar pemerintah dan swasta dapat berupa program Corporate Sosial Responsibility(CSR). Program CSR ini harus ditujukan pada pembangunan jalan dan jembatan bagi industri yang terkait dengan tingkat kerusakan jalan misalnya


(6)

industri tambang. Sinergi hubungan antara pemerintah dengan masyarakat adalah difungsikannya secara intensif Subbagian humas di Dinas Bina Marga dan Tata Ruang (BMTR) yang bertanggungjawab terhadap berbagai kegiatan investasi infrastruktur jalan dan jembatan yang melibatkan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan, sinergi antar lembaga pemerintah adalah adanya rapat secara rutin untuk membahas dan menyelesaikan permasalahan yang terjadi antar instansi.


(7)

SUMMARY

FITRIA DIAH HASTUTI. Strategies for Increasing Economic Growth Through Road and Bridge Infrastructure Investments in Banten Province. Supervised by

MA’MUN SARMA and MANUWOTO

Road and bridge infrastructure investments have been proved to increase productivity and economic growth. This study aims to analyze the road and bridge infrastructure budget in Banten Province; analyze the effectiveness of road and bridge infrastructure investments related to economic growth; and develop strategies in the field of road and bridge infrastructure that effectively increase economic growth. Primary and secondary data obtained from field studies, in-depth interviews with relevant policy makers and questionnaires. Data were analyzed with descriptive analysis, regression, and Strength, Weakness, Opportunity, Threats (SWOT) analysis.

The results of the evaluation of the realization of road and bridge infrastructure investments in Banten Province revealed that the investment budget and realization was already well period from 2008 until 2012. In that year, the budget absorption is above 90% in 99.27 % in 2008, 99.78 % in 2009, 99.90 % in 2010, 99.34% in 2011 and 93.43% in 2012 has less than optimal realization occurred in 2013 and 2014. In 2013 realization decreased by 70.64 % in 2013 and 21.50 % in 2014. This is caused by the low absorption of multi-year road construction andactivities are delay in the bidding process and incompleted package of work past fiscal year.

Based on the test results analysis revealed that a variable construction of roads and bridges passed four good multicollinearity test, normality test, heteroscedasticity test, and autocorrelation test. The result of regression analysis shows that variables has significant correlation to the economic growth. The GDP growth of 87.10% is shown by the variables, while 12.90% is explained by other variables. The results of the regression also shows that every increase in the realization for the construction of road by 1% will increase economic growth by 0.56% and every increase in the realization for the construction of bridge by 1% will increase economic growth by 0.08% (ceteris paribus).

The results of both analyzes above, in-depth interviews and questionnaires by policy makers related to infrastructure investments is resources for developing the strategy. The strategy is designed through SWOT analysis. The main strategy to improve economic growth through the road and bridge infrastructure investments is a synergy of government, private and public stakeholders. The synergy between the public and private relationship is the cooperation with the private sector in the program of corporate social responsibility towards the construction of roads and bridges for the industries related to the level of damage to roads. Synergies relationship between government and society is their liaison subsections in the Department of Highways and Spatial Planning is responsible for the activities that involve interaction with the public both directly and indirectly related to road and bridge infrastructure investments. Meanwhile, the synergies between their government agencies are meeting regularly to discuss and resolve issues that occur between institutions.


(8)

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(10)

(11)

Tugas Akhir

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pembangunan Daerah

pada

Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah

STRATEGI MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI

MELALUI INVESTASI INFRASTRUKTUR JALAN DAN

JEMBATAN DI PROVINSI BANTEN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016


(12)

(13)

(14)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian tesis yang berjudul strategimeningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui investasi infrastruktur jalan dan jembatan di Provinsi Banten.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS,

M.Ec dan Bapak Dr. Ir. Manuwoto, M.Sc selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran dan masukan kepada penulis selama penyusunan penelitian ini. Di samping itu, ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan atas kesempatan mengikuti Beasiswa STAR yang telah mendanai pendidikan pasca sarjana.Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga, rekan-rekan Program Manajemen Pembangunan Daerah (MPD) Angkatan 17, rekan-rekan di Kementerian Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), rekan-rekan di Badan Perencanaan Daerah (Bappeda) dan Dinas BMTRPemerintah Provinsi Banten, Bapak/Ibu di Sekretariat Program MPD yang telah membantu dan memberi dukungan. Ungkapan terima kasih tak terhingga juga disampaikan kepada ibunda tersayang Ibu Wardliyah, suami tercinta Mujiono dan ananda tersayang Aretha Izzatunnisaatas segala pengertian, motivasi serta doa kepada penulis sehingga penelitian ini dapat diselesaikan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2016 Fitria Diah Hastuti


(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 7

Tujuan Penelitian 8

Manfaat Penelitian 8

2 TINJAUAN PUSTAKA 8

Investasi Infrastruktur 8

Infrastruktur Jalan 9

Infrastruktur Jembatan 10

Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal 12

Pengeluaran Pemerintah 13 Pertumbuhan Ekonomi 14 Produk Domestik Regional Bruto 17 Perencanaan Pembangunan 18

Tinjauan Penelitian Terdahulu 19 3 METODOLOGI KAJIAN 20

Kerangka Pemikiran 20

Lokasi dan Waktu Kajian 21

Jenis dan Teknik Pengambilan Data 22

Metode Pengolahan dan Analisis Data 23

Metode Perumusan Strategi 30

4 GAMBARAN UMUM 31

Kondisi Geografis 31

Kondisi Pemerintahan 32

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 35

Hasil Analisis Realisasi Anggaran Investasi Infrastruktur 35

Hasil Analisis Regresi Investasi Infrastruktur dan Pertumbuhan Ekonomi 36 Hasil Analisis SWOT Strategi Investasi Infrastruktur 40

6 RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM 51 7 SIMPULAN DAN SARAN 55

Simpulan 55

Saran 55

DAFTAR PUSTAKA 55 LAMPIRAN 60


(16)

DAFTAR TABEL

1 Kondisi jalan provinsi di Provinsi Banten 6

2 Matriks IE 26

3 Matriks SWOT 28

4 Hubungan tujuan, jenis data, metode dan model analisis 29

5 Hasil uji heteroskedasticity 36

6 Hasil uji autokorelasi 36

7 Hasil uji multikolinearitas 37

8 Hasil regresi 38

9 Evaluasi faktor internal (IFE) strategi investasi infrastruktur

jalan dan jembatan 42

10 Evaluasi faktor eksternal (EFE) strategi investasi infrastruktur jalan dan jembatan

46 11 Matriks IE strategi investasi infrastruktur jalan dan jembatan 47 12 Matriks SWOT strategi investasi infrastruktur jalan dan

jembatan 49

13 Pembobotan matriks SWOT strategi investasi infrastruktur jalan

dan jembatan 50

14 Urutan alternatif SWOT strategi investasi infrastruktur jalan

dan jembatan 50

15 Strategi program dan kegiatan investasi infrastruktur jalan dan jembatan


(17)

DAFTAR GAMBAR

1 Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten tahun 2001 s.d 2013atas dasar PDRB harga konstan tahun 2000

3 2 Laju pertumbuhan provinsi-provinsi di wilayah Pulau

Jawa-Bali Tahun 2013atas dasar PDRB harga konstan Tahun 2000

3

3 Laju pertumbuhan ekonomi 33 provinsi di Indonesia Tahun 2013atas dasar PDRB harga konstan

Tahun 2000

3 4 Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten dibandingkan

dengan pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2001 s.d 2013 atas dasar PDRB harga konstan

5

5 Belanja modal Provinsi Banten tahun anggaran 2010 - 2014 6

6 Kerangka pemikiran 21

7 Peta administrasi Provinsi Banten 31

8 Peta rencana sistem jaringan jalan dalam rencana tata ruang wilayah Provinsi Banten

34 9 Anggaran dan realisasi investasi konstruksi jalan dan

jembatan

35

10 Hasil uji normalitas 37

DAFTAR LAMPIRAN

1 Wawancara untuk pejabat terkait investasi infrastruktur jalan dan jembatan di Provinsi Banten

59


(18)

(19)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Infrastruktur merupakan komponen yang penting dalam menunjang pembangunan suatu negara. Hal ini sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo yang menekankan bahwa sektor infrastruktur menjadi salah satu prioritas pemerintahan dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi nasional. Menurut data Kementerian Perencanaan Pembangunan Negara/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bapenas), pemerintah dalam lima tahun mendatang (2015-2019) mencanangkan pembangunan jalan tol sepanjang 1.000 km, jalan baru 2.650 km, dan pemeliharaan jalan 46.770 km. Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan akan diproritaskan agar tercipta konektivitas antar wilayah, sehingga biaya logistik turun dan ekonomi biaya tinggi (high cost economy) dapat ditekan.1

Pembangunan infrastruktur di suatu daerah memerlukan investasi infrastruktur oleh pemerintah daerah tersebut. Hal ini dapat diwujudkan melalui anggaran yang tertuang dalam APBD dan dana dekonsentrasi yang didapatkan dari pemerintah pusat. Valeriani (2011) mengungkapkan bahwa fasilitas infrastruktur dipahami sebagai input infrastruktural publik dari sudut pandang suplai. Namun, dilihat dari sifat pelayanan yang diberikan, infrastruktur secara luas dapat digolongkan menjadi kategori fisik, sosial dan finansial.Kategori fisik meliputi transportasi (rel kereta, jalan, jalur udara dan jalur perairan), listrik, irigasi, telekomunikasi, suplai air dan sebagainya. Walaupun pengaruhnya bersifat langsung terhadap produksi melalui ekonomi eksternal, aspek tersebut berpengaruh pula secara menguntungkan dalam menarik investasi privat (domestik dan asing). Infrastruktur fisik berkontribusi kepada pertumbuhan ekonomi dengan cara mengurangi biaya transaksi dan menciptakan banyaknya investasi, lapangan kerja, hasil (output), pendapatan dan pertumbuhan. Infrastruktur sosial berkontribusi melalui pengayaan sumber daya manusia dalam hal pendidikan, kesehatan, perumahan, fasilitas rekreasi dan sebagainya. Dengan kata lain, pembangunan infrastruktur sosial akan memajukan kualitas hidup. Infrastruktur ini berpengaruh terhadap tingginya sumber daya manusia dalam hal kualitas dan membantu meningkatkan produktivitas pekerja. Selanjutnya, infrastruktur finansial mencakup antara lain kerjasama perbankan, pos, dan pajak dari suatu populasi yang mewakili kinerja finansial negara. Tiga aspek ini mewakili kemampuan menciptakan penghasilan dari suatu daerah dalam suatu negara atau suatu negara dalam suatu wilayah.

Pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita yang terus menerus dalam jangka panjang. Dengan demikian makin tingginya pertumbuhan ekonomi biasanya makin tinggi pula kesejahteraan masyarakat, meskipun terdapat indikator yang lain yaitu distribusi pendapatan (Sukirno, 2013). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan

1

http://www.beritasatu.com/ekonomi/264027-infrastruktur-jadi-prioritas-jokowi.html [diunduh tanggal 2015 Nov 28]


(20)

ekonomi merupakan ukuran yang perlu menjadi acuan bagi suatu negara atau daerah dalam mengevaluasi kegiatan pembangunan yang dilaksanakan tiap tahunnya. Beberapa studi yang menjelaskan mengenai hubungan antara investasi infrastruktur dengan pertumbuhan ekonomi, menyimpulkan ada yang memberikan korelasi positif ada pula yang negatif. Studi yang dilakukan oleh Anasmen (2009) menjelaskan bahwa belanja modal pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat secara statistik tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan PDRB. Namun, beberapa studi lainnya memberikan hasil kajian adanya hubungan positif antara investasi infrastruktur dengan pertumbuhan ekonomi.Kontribusi infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi memberikan pengaruh positif, apabila terjadi penambahan infrastruktur jalan, listrik, telepon. Peningkatan PDRB per kapita akan terjadi dengan investasi infrastruktur tersebut dengan asumsi ceteris paribus (hal-hal lainnya tetap sama). Selain itu, pelaksanaan kebijakan otonomi daerah memberikan pengaruh yang positif dan nyata terhadap PDRB per kapita yang disebabkan adanya pembangunan infrastruktur. Pada saat kebijakan ekonomi daerah diterapkan maka PDRB perkapita akan mengalami peningkatan atau terjadi pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut. Dalam konteks ini perlu ditekankan bahwa salah satu pihak yang bertanggung jawab terhadap ketersediaan infrastruktur untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi adalah pemerintah. Cara yang dapat dilakukan pemerintah yaitu pengadaan langsung, peraturan harga dan perundangan (Amrullah, 2006).

Pertumbuhan ekonomi suatu negara merupakan rata-rata dari pertumbuhan ekonomi provinsi-provinsi di negara tersebut. Salah satu Provinsi di Indonesia yang dinilai dapat memberikan pengaruh adalah Provinsi Banten. Pengaruh Provinsi Banten termasuk yang diperhitungkan karena Provinsi Banten merupakan bagian dari wilayah Jawa-Bali yang pengembangannya harus dilakukan dengan keterpaduan program antar provinsi untuk mendukung alokasi sumberdaya yang efisien dan pertumbuhan yang lebih seimbang.Wilayah Jawa-Bali sendiri memiliki karakteristik yang khas dengan posisinya sebagai pusat kegiatan ekonomi dan pariwisata Indonesia dan lokasi pusat pemerintahan (Bappenas, 2015).

Kinerja Provinsi Banten semenjak didirikan sampai dengan saat ini dapat dievaluasi dari pertumbuhan ekonomi tahun 2001 sampai dengan 2013. Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Banten mengalami fluktuasi. Pada tahun 2009, terjadi penurunan yang tajam sebesar 1,16% dibanding tahun sebelumnya. Hal ini merupakan efek dari krisis global yang melanda Indonesia pada waktu tersebut. Dampak krisis ekonomi pada tahun 2008 cukup nyata karena lesunya kegiatan usaha. Dari sisi pelaku usaha, performa ekonomi yang buruk juga akan berimbas pada menurunnya tingkat profit usaha. Kondisi ini pada akhirnya akan menahan pelaku usaha dalam melakukan ekspansi bisnisnya sehingga pertumbuhan ekonomi akan mengalami perlambatan (BI, 2009). Setelah melewati tahun 2009, pertumbuhan ekonomi kembali mengalami kenaikan hingga tahun 2012. Hal tersebut dijelaskan juga dalam Gambar 1.


(21)

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), 2015

Gambar 1 Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten tahun 2001 s.d 2013 atas dasar PDRB harga konstan tahun 2000

Provinsi Banten berada pada urutan ketiga terendah diantara provinsi-provinsi di Wilayah Jawa-Bali dari segi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2013. Urutan pertumbuhan ekonomi mulai dari yang terbesar hingga terkecil di Pulau Jawa adalah Jawa Timur, DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, dan DKI Yogyakarta. Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Wilayah Jawa-Bali adalah 5.97%. Sebagaimana disajikan pada Gambar 2 pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten masih berada dibawah rata-rata regional Jawa-Bali.

Sumber: BPS, 2015

Gambar 2 Laju pertumbuhan provinsi-provinsi di wilayah Pulau Jawa-Bali Tahun 2013atas dasar PDRB harga konstan tahun 2000


(22)

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten masih berada di bawah pertumbuhan ekonomi nasional yaitu sebesar 5.90%. Dari urutan peringkat pertumbuhan ekonomi skala nasioal, Provinsi Banten berada di peringkat ke-23 dari 33 provinsi di Indonesia. Ini mengindikasikan perlu dilakukannya usaha ekstra oleh pemerintah Provinsi Banten untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerahnya karena wilayah Provinsi Banten merupakan wilayah Jawa-Bali yang termasuk pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.Hal tersebut dijelaskan juga pada Gambar 3.

Sumber: BPS, 2015

Gambar 3 Laju pertumbuhan ekonomi 33 provinsi di Indonesia Tahun 2013 atas dasar PDRB harga konstan tahun 2000

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten dengan asumsi PDRB harga konstan juga cenderung lebih lambat dari pertumbuhan ekonomi nasional dari


(23)

tahun 2001 sampai dengan 2012. Hal ini disebabkan oleh sektor industri pengolahan non migas yang memberikan sumbangan terbesar dalam pembentukan total PDRB Banten, sementara itu peranan sektor-sektor yang mendukung industrialisasi sangat rendah. Pada tahun 2013, sektor tersier mulai memberikan konstribusi terhadap pertumbuhan ekonomi secara nyata. Tiga sektor utama penyumbang PDRB Provinsi Banten terbesar adalah sektor industri pengolahan (45.58%), disusul sektor perdagangan, hotel dan restoran (19.42%) dan sektor pengangkutan dan komunikasi (9.40%). Hal tersebut disajikan juga dalam Gambar 4.

Sumber : BPS, 2015

Gambar 4 Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2001 s.d 2013 atas dasar PDRB harga konstan

Komitmen Provinsi Banten untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi demi mewujudkan kemajuan daerahnya diwujudkan dalam visi dan misi yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Banten. Adapun rencana pembangunan Provinsi Banten sebagaimana tercantum dalam RPJMD Provinsi Banten Tahun 2012-2017, menyebutkan bahwa salah satu kebijakan umum di bidang pekerjaan umum Provinsi Banten adalah memantapkan kondisi jalan dan menambah panjang jalan guna mendukung pelayanan pergerakan orang, barang, dan jasa (Bappeda Banten, 2012). Selain itu, Pemerintah Provinsi Banten juga memfokuskan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan dalam upaya menunjang konektivitas antar wilayah dan kawasan pertumbuhan di Banten sebagaimana diungkapkan oleh Gubenur Banten.2 Perhatian pembangunan infrastruktur Provinsi Banten juga tercermin dalam belanja modal. Belanja modal merupakan sumber pembiayaan investasi infrastruktur di Provinsi Banten. Nilai belanja modal tersebut memiliki kecenderungan naik dari tahun ke tahun. Walaupun, pada tahun 2011 terjadi penurunan sebesar 2% dari tahun 2010, tetapi tahun 2011 hingga 2014 terjadi

2

http://banten.antaranews.com/berita/23376/rano-fokus-utama-pembangunan-pemprov-banten


(24)

kenaikan nilai belanja modal yaitu sebesar 30% dari tahun 2011 ketahun 2012, 24% dari tahun 2012 ke tahun 2013 dan 19% dari tahun 2012 ke tahun 2013. Hal tersebut disajikan dalam Gambar 5.

Sumber : Laporan realisasi anggaran Provinsi Banten, 2015

Gambar 5 Belanja modal Provinsi Banten tahun anggaran 2010-2014

Mengingat pentingnya keberadaan infrastruktur, maka program pembangunan infrastruktur mendapatkan prioritas. Bila terjadi kerusakan sistem infrastruktur khususnya infrastruktur jalan dan jembatan maka kondisi ini dapat menghambat mobilitas ekonomi, meningkatkan harga barang serta mempersulit upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal ini yang terjadi di salah satu penunjang fasilitas infrastruktur di Provinsi Banten yaitu jalan provinsi. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antar ibukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi. Perkembangan kuantitas jalan di Provinsi Banten dari tahun ke tahun semakin meningkat. Namun, ada hal yang perlu dicermati terkait kerusakan jalan provinsi, yang semakin lama semakin parah, yang berawal dari tahun 2012 hingga tahun 2014. Penambahan panjang jalan yang rusak semakin lama semakin tinggi. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 : Kondisi jalan provinsi di Provinsi Banten

Tahun

Jalan dalam kondisi (dalam km)

Baik Sedang Rusak Ringan Rusak Berat

2008 540 110 239 0

2009 327 375 186 0

2010 280 348 143 0

2011 355 254 162 0

2012 429 216 129 79

2013 230 380 174 67

2014 505 194 60 214

Sumber : BPS, 2015

2875 2830

4059 5347 6568 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000

2010 2011 2012 2013 2014

Laju P er tu m b u h an Ek on om i (%) Tahun


(25)

Pertumbuhan ekonomi melalui pembangunan infrastruktur tidak dapat dilepaskan oleh pembangunan infrastruktur jembatan. Nilai penting suatu jembatan adalah suatu bangunan yang memungkinkan menghubungkan jalan satu dengan jalan lain yang menyilang, sungai/saluran air, lembah atau menyilang jalan lain yang tidak sama permukaanya (Supriyadi dan Muntohar, 2007). Jembatan saat ini belum diakomodasi secara intensif di Provinsi Banten. Pembangunan jembatan di Provinsi Banten masih minim karena berdasarkan data yang ada terdapat 360 jembatan gantung di wilayah Kabupaten Lebak. Ratusan jembatan tua tersebut dapat mengakibatkan kecelakaan dan kondisi ini sudah dicermati selama tiga tahun terakhir. Mengingat pentingnya jembatan untuk membuka akses masyarakat terhadap perekonomian maka pembangunan jembatan penting untuk dijadikan skala prioritas pemerintah provinsi Banten.3 Selain jembatan gantung, ada jenis jembatan permanen yang dibangun oleh Dinas BMTR Provinsi Banten. Berdasarkan data tahun 2012 laporan kondisi jembatan sebagai berikut ada 242 jembatan dalam kondisi baik, 241 dalam kondisi sedang, 12 dalam kondisi rusak ringan dan 13 dalam kondisi rusak berat. Pembangunan jembatan tersebut tersebar ke beberapa wilayah yaitu Anyer 8 buah, Serang 162 buah, Tangerang 78 buah, Pandeglang 172 buah dan Lebak 88 buah. Data ini merupakan bangunan jembatan yang di bangun dengan pelat beton, komposit atau pelengkung baja.

Substansi dari investasi infrastruktur adalah upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan pemaparan yang telah disampaikan di atas, Pemerintah Provinsi Banten berkomitmen pada pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan. Hal ini perlu dievaluasi dampaknya terhadap kenaikan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Banten. sehingga menarik untuk dilakukan penelitian “Bagaimana strategi investasi infrastruktur di Provinsi Banten agar dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi?”

Perumusan Masalah

Tingkat pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator sukses tidaknya program-program pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi di suatu daerah akan meningkatkan rata-rata pertumbuhan ekonomi secara nasional yang berarti meningkatkan kesejahteraan masyarakat suatu negara. Salah satu cara yang diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata pada peningkatan pertumbuhan ekonomi adalah dengan melakukan investasi infrastruktur. Peran investasi infrastruktur jalan dan jembatan yang dilakukan pemerintah Provinsi Banten merupakan hal yang perlu dikaji efektivitasnya. Sesuai dengan prinsip ekonomi, ada opportunity cost yang dikorbankan pemerintah bila melakukan prioritas pembangunan di suatu bidang, maka tentu akan mengorbankan pembangunan di bidang lain.Pertanyaannya

adalah “Bagaimana gambaran alokasi anggaran pembangunan infratruktur jalan

dan jembatan di Provinsi Banten?”

3

http://www.beritasatu.com/nasional/256366-sebanyak-360-jembatan-gantung-di-wilayah-lebak-rawan-ambruk.html [diunduh tanggal : 2016 Jun 30]


(26)

Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang jalan menjelaskan bahwa penyelenggaraan jalan harus didasarkan pada asas kemanfaatan, keamanan dan keselamatan, keserasian, keselarasan dan keseimbangan, keadilan, transparansi dan akuntabilitas, keberdayagunaan dan keberhasilgunaan, kebersamaan dan kemitraan. Investasi infrastruktur jalan dan jembatan diharapkan dapat menjadi multiplier effect positif bagi pertumbuhan ekonomi di Provinsi Banten. Hal ini

menjadi pertanyaan selanjutnya “Bagaimana pengaruh investasi infrastruktur jalan dan jembatan terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Banten? “

Berdasarkan permasalahan di atas, ada hal yang penting untuk dikaji. Bagaimana output dari realisasi anggaran yang digunakan untuk memberikan hasil optimal terhadap pertumbuhan ekonomi. Untuk itu perlu ada kajian guna mengetahui “Melalui investasi infrastruktur jalan dan jembatan, strategi apakah yang paling efektif untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Provinsi

Banten?”

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, tujuan utama dari kajian ini adalah merumuskan strategi meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui investasi infrastruktur jalan dan jembatan. Tujuan spesifik dari kajian ini untuk menjawab tujuan utama tersebut sebagai berikut:

1. Menganalisis anggaran untuk pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan di Provinsi Banten

2. Menganalisis efektivitas investasi infrastruktur jalan dan jembatan bagi pertumbuhan ekonomi di Provinsi Banten

3. Merumuskan strategi yang efektif untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui investasi infrastuktur jalan dan jembatan di Provinsi Banten.

Manfaat Penelitian

Hasil-hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan dapat digunakan sebagai bahan tambahan rujukan bagi para mahasiswa yang berminat dibidang keuangan daerah dan manajemen pembangunan daerah. Penelitian ini diharapkan juga dapat menjadi bahan informasi tambahan bagi Pemerintah dalam mengambil keputusan kebijakan investasi infrastruktur jalan dan jembatan Provinsi Banten dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Investasi Infrastruktur

Menurut Sukirno (2013) kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan meningkatkan taraf kemakmuran masyarakat.Peningkatan ini bersumber dari tiga fungsi penting, yakni: (i) investasi


(27)

sebagai salah satu komponen dari pengeluaran agregat, sehingga kenaikan investasi akan meningkatkan permintaan agregat, pendapatan nasional serta kesempatan kerja; (ii) pertambahan barang modal sebagai akibat investasi akan menambah kapasitas produksi; dan (iii) investasi selalu diikuti oleh perkembangan teknologi. Investasi dapat dilakukan oleh sektor pemerintah dan swasta. Adapun investasi yang dilakukan pemerintah berkorelasi positif dengan pertumbuhan ekonomi. Dengan semakin besarnya investasi pemerintah pada barang publik maka diharapkan akan mendorong pertumbuhan sektor swasta dan rumah tangga dalam mengalokasikan sumberdaya yang ada di suatu daerah. Hal ini pada akhirnya akan menyebabkan makin meningkatnya PDRB.

Permana dan Asmara (2010) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa semua sektor dalam kategori infrastruktur memberikan multiplier effect yang positif terhadap sektor perekonomian lainnya. Semua sektor kategori infrastruktur memiliki nilai koefisien penyebaran lebih besar dari satu, namun kurang dari satu untuk kepekaan penyebaran. Selain itu, anggaran harus direncanakan dengan menganut prinsip ekonomi dengan anggaran tertentu menghasilkan output optimal. Janeski et al (2014) mengungkapkan pemerintah perlu melakukan program yang efektif dengan pembangunan infrastruktur publik yang tinggi pada saat slow down economic. Hal tersebut diharapkan akan memberikan kontribusi pada kenaikan pertumbuhan ekonomi.

Infrastruktur Jalan

Menurut Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia (2005), Infrastruktur Pekerjaan Umum berperan vital dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, terutama sebagai katalisator bagi proses produksi, pasar dan konsumen akhir. Keberadaannya dapat meningkatkan kemampuan berproduksi masyarakat, kesejahteraan masyarakat serta merupakan modal sosial bagi masyarakat dalam melakukan aktivitasnya. Ketersediaan infrastruktur yang dibangun sesuai tupoksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), yang merupakan bangunan fisik untuk kepentingan umum dan keselamatan umum, seperti: jalan, irigasi, air bersih, sanitasi dan berbagai bangunan pelengkap kegiatan permukiman lainnya, merupakan prasyarat agar roda ekonomi dapat berputar dengan baik. Agar infrastruktur PUPR dapat berfungsi sesuai perannya, berbagai upaya sedang dilakukan untuk dapat menyediakan infrastruktur PUPR yang handal, bermanfaat dan berkelanjutan dalam mendukung ekonomi bagiterwujudnya Indonesia yang lebih sejahtera.

Infrastruktur PUPR di Indonesia diklasifikasikan ke dalam tiga jenis, yaitu infrastruktur jalan, infrastruktur pengairan dan infrastruktur air minum dan sanitasi (Kastari, 2007). Jalan merupakan infrastruktur yang sangat dibutuhkan bagi transportasi darat. Fungsi jalan adalah sebagai penghubung satu wilayah dengan wilayah lainnya. Jalan merupakan infrastruktur yang paling berperan

dalam perekonomian nasional (Ma’ruf dan Daud, 2014). Infrastruktur jalan di berbagai negara, termasuk di negara industri seperti Amerika Serikat, hampir selalu memiliki budget constrains. Akumulasi pemeliharaan yang makin lama makin tinggi membutuhkan dana yang besar dan seringkali mengakibatkan defisit anggaran. Hal ini menjadikan program investasi bagi pembangunan infrastruktur


(28)

jalan perlu kajian yang mendalam oleh pemerintah, sebagaimana dilakukan di berbagai negara termasuk di Amerika Serikat. Kajian yang dilakukan biasanya mencakup aspek-aspek pemeliharaan, perbaikan dan pembukaan jalan baru (Seeboo, 2008).

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke dalam: (i) jalan nasional, (ii) jalan provinsi, (iii) jalan kabupaten, (iv) jalan kota, dan (v) jalan desa. Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antaribukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol. Jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antar ibukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi. Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten. Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan antar pusat permukiman yang berada di dalam kota. Jalan desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antar permukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.

Infrastruktur Jembatan

Jembatan dapat didefinisikan sebagai suatu konstruksi atau struktur bangunan yang menghubungkan rute atau lintasan transportasi yang terpisah baik oleh sungai, rawa, danau, selat, saluran, jalan raya, jalan kereta api, dan perlintasan lainnya. Konstruksi suatu jembatan terdiri dari bangunan atas, bangunan bawah dan pondasi.Sesuai dengan istilahnya bangunan atas berada pada bagian atas suatu jembatan yang berfungsi untuk menampung semua beban yang ditimbulkan oleh lalu lintas kendaraan atau orang yang kemudian disalurkan ke bagian bawah. Bangunan bawah terletak di bawah bangunan atas yang berfungsi untuk menerima atau memikul beban-beban yang diberikan bangunan atas dan kemudian menyalurkan ke pondasi. Pondasi berfungsi menerima beban beban dari bangunan bawah lalu disalurkan ke tanah (Supriyadi dan Muntohar, 2007).

Jembatan merupakan struktur yang perlu direncanakan dengan baik agar dapat berfungsi dengan optimal. Persyaratan ini dibuat sebagai pedoman teknis agar pekerjaan perencanaan struktur jembatan dapat terlaksana dengan baik sesuai dengan standar persyaratan teknis. Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor:07/SE/M/2015 yang menjelaskan tentang pedoman persyaratan umum perencanaan jembatan menjelaskan perencanaan jembatan harus mencantumkan perkiraan umur jembatan. Jembatan harus dibangun sesuai dengan persyaratan yang ditentukan dan dipelihara dengan baik sesuai umur yang ditentukan dalam rencana. Jembatan tidak dirancang untuk seluruh kemungkinan beban dan kondisi ekstrem seperti kondisi yang timbul dalam keadaan perang. Namun, setiap pengaruh yang mungkin terjadi dan dapat diramalkan sebelumnya


(29)

secara rasional harus dipertimbangkan dalam desain/perencanaan. Struktur jembatan yang berfungsi paling tepat untuik suatu lokasi tertentu adalah yang paling baik memenuhi pokok-pokok perencanaan jembatan yang meliputi:

1. Kekuatan dan stabilitas struktur (structural safety); 2. Keawetan dan kelayakan jangka panjang (durability); 3. Kemudahan pemeriksaan (inspectability);

4. Kemudahan pemeliharaan (maintainability);

5. Kenyamanan bagi pengguna jembatan (rideability); 6. Ekonomis

7. Kemudahan pelaksanaan; 8. Estetika;

9. Dampak lingkungan pada tingkat yang wajar dan cenderung minimal Jembatan terdiri dari beberapa macam berdasarkan strukturnya. Ada enam tipe jembatan yaitu sebagai berikut:

1. Jembatan lengkung (arch bridge)

Jembatan lengkung berbentuk non linier dan mempunyai kemampuan sangat tinggi terhadap respon momen lengkung. Bentuk Jembatan lengkung hanya bisa dipakai apabila tanah pendukung kuat dan stabil. Jembatan tipe lengkung lebih efisien digunakan untuk jembatan dengan panjang bentang 100 – 300 meter.

2. Jembatan gelagar (beam bridge)

Jembatan bentuk gelagar terdiri lebih dari satu gelagar tunggal yang terbuat dari beton, baja atau beton prategang. Jembatan ini digunakan untuk variasi panjang bentang 5 – 40 meter.

3. Jembatan cable-stayed

Jembatan cable-stayed menggunakan kabel sebagai elemen pemikul lantai lalu lintas. Jembatan cable-stayed memiliki titik pusat masa yang relatif rendah posisinya sehingga jembatan tipe ini sangat baik digunakan pada daerah dengan resiko gempa dan digunakan untuk variasi panjang bentang 100 - 600 meter.

4. Jembatan gantung (suspension bridge)

Sistem struktur dasar jembatan gantung berupa kabel utama (main cable) yang memikul kabel gantung (suspension bridge). Jembatan ini umumnya digunakan untuk panjang bentang sampai 1400 meter.

5. Jembatan beton prategang (prestressed concrete bridge)

Jembatan beton prategang merupakan suatu perkembangan mutakhir dari bahan beton. Jembatan jenis ini digunakan untuk variasi bentang jembatan 20 - 40 meter.

6. Jembatan rangka (truss bridge)

Jembatan rangka umumnya terbuat dari baja, dengan bentuk dasar berupa segitiga. Jembatan ini digunakan untuk variasi panjang bentang 50 – 100 meter.

Peraturan yang disusun oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) merupakan standard operational procedure (SOP) yangmenjadi panduan pembangunan konstruksi bagi pemerintah dan swasta di Indonesia. SOP ini harus digunakan sebagai acuan bagi pemerintah pusat dan daerah dalam membuat desain jembatan yang akan dibangun.


(30)

Pembangunan jembatan memiliki dampak positf dan negatif. Salah satu contoh adalah keberadaan Jembatan Suramadu sebagai jalur transportasi terpadu di Provinsi Jawa Timur. Nilai positif adanya Jembatan Suramadu adalah menjadi roda penggerak dalam perkembangan industri dan perdagangan di Indonesia, khususnya di Provinsi Jawa Timur. Selain itu, adanya jalur transportasi cepat dan efektif ini akan mampu menstimulus pembangunan sektoral dan mereduksi ketimpangan sosial yang ada (Yanti et al, 2010). Arus transportasi akan lebih singkat dan mobilitas sosial dan ekonomi masyarakat lebih cepat. Di sisi lain, pada jembatan yang terbentang di berbagai daerah yang banyak dilewati masyarakat, terdapat juga dampak negatif berupa banyaknya Pedagang Kaki Lima (PKL) berdagang di sepanjang sisi jalan. Hal tersebut dapat mengurangi kenyamanan pemakai jalan karena memicu penyempitan jalur oleh kendaraan pelanggan yang parkir di pinggiran jalan. Selain itu, akan terdapat masalah keamanaan, baik bagi PKL maupun terhadap pemakai jalan, karenaruas jalan yang dihubungkan oleh suatu jembatan termasuk dalam kriteria jalan arteri yang memungkinkan adanya lalu lintas berkecepatan tinggi(KemenPUPR, 2011).

Strategi yang dapat dilakukan pemerintah dalam mengurangi dampak negatif pembangunan jembatan adalah pendekatan sosial ekonomi masyarakat. Intervensi pemerintah mengatasi masalah sosial ekonomi akibat pembangunan jembatan, seperti yang terdapat di Jembatan Suramadu dapat dilakukan dengan menstimulasi peningkatan kondisi sosial maupun ekonomi masyarakat di Pulau Madura. Pembentukan Badan Pengembangan Wilayah Jembatan Suramadu (BPWS) diharapkan dapat menyusun kebijakan yang peningkatan partisipasi masyarakat, terutama masyarakat Madura.

Penelitian yang dilakukan oleh Ma’ruf dan Daud (2014) mengungkapkan

adanya korelasi positif antara pertumbuhan ekonomi dengan lima variabel infrastruktur pekerjaan umum di Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat. Lima variabel infrastruktur pekerjaan umum yang dikaji tersebut yaitu panjang jalan dan jembatan, panjang jalan mantap, luas areal beririgasi, suplai air minum dan pelayanan sampah.Berbagai hasil peneltian tersebut telah menunjukkan bahwa salah satu investasi infrastruktur yang patut diperhitungkan karena memiliki dampak positif dan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah pembangunan jembatan.

Provinsi Banten memandang pentingnya nilai jembatan bagi pertumbuhan ekonomi dengan mencantumkannya dalam dalam RPJMD Pemerintah Provinsi Banten. Dalam RPJMD tersebut Pemerintah Provinsi Banten berencana mengganti jembatan yang sudah tidak sesuai atau layak serta memperlebar jembatan yang berada di jalan strategis dengan lebar minimal 7 (tujuh) meter. Hal ini mengingat nilai penting jembatan sebagai sarana transportasi mempunyai peranan bagi kelancaran pergerakan lalu lintas barang dan jasa (Bappeda Banten, 2012).

Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal

Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku (Basri dan Munandar, 2002). Undang-undang No. 22 dan


(31)

No. 25 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, selanjutnya direvisi menjadi Undang-undang No. 32 dan No. 35 Tahun 2004 dan direvisi lagi menjadi Undang-undang No. 23 Tahun 2014 membawa perubahan yang mengarah kepada pengembangan otonomi daerah, yaitu perubahan mendasar pada pola hubungan antar pemerintahan dan keuangan antara pusat dan daerah (Mardiasmo, 2004).

Dari segi keuangan, daerah memiliki hak untuk menentukan arah kebijakan keuangan daerah masing-masing. Hal tersebut terwujud dalam desentralisasi fiskal yang dianut saat ini. Daerah-daerah tidak lagi menyerahkan pengelolaan keuangannya kepada ketentuan alokasi dari pusat melainkan memiliki otonomi untuk menentukan alokasi sesuai kebutuhan daerah yang bersangkutan (Basri dan Munandar, 2002). Investasi di bidang infrastruktur adalah merupakan perpaduan antara kebijakan pemerintah dengan keinginan masyarakat. Selain itu, rentang kebijakan pemerintah terkait infrastukrur harus ada di tiap tingkat pemerintahan (Zhao et al, 2011). Ini berarti kebijakan investasi infrastruktur terdapat di semua tingkat, mulai dari pemerintah pusat hingga daerah yaitu provinsi dan kabupaten atau kota, dan bahkan sampai desa.

Pembiayaan investasi infrastruktur bersumber dari penerimaan daerah yang bersangkutan. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah menjelaskan penerimaan daerah sebagai berikut:

1. Pendapatan asli daerah

Menurut jenisnya pendapatan asli daerah terdiri atas pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

2. Dana perimbangan

Menurut jenisnyadana perimbangan terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus.

3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah. Kelompok lain-lain pendapatan daerah yang sah dibagi menurut jenis pendapatan yang mencakup hibah berasal dari pemerintah pusat, pemerintah daerah lainnya, badan/lembaga/organisasi swasta dalam negeri, kelompok masyarakat/perorangan, dan lembaga luar negeri yang tidak mengikat, dana darurat dari pemerintah dalam rangka penanggulangan korban/kerusakan akibat bencana alam dan dana bagi hasil pajak dari provinsi kepada kabupaten/kota, dana penyesuaian dan dana otonomi khusus yang ditetapkan oleh pemerintah dan bantuan keuangan dari provinsi atau dari pemerintah daerah lainnya.

Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah yang merupakan cerminan dari kebijakan fiskal adalah salah satu instrumen pemerintah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Namun performance suatu perekonomian tentu tidak semata-mata karena pengaruh dari kebijakan fiskal tersebut. Performance perekonomian suatu daerah juga perlu dilihat dari sejauh mana integrasi kebijakan moneter dan fiskal


(32)

mampu mengurangi kesenjangan di masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian Putri (2015) peranan pengeluaran pemerintah baik yang dibiayai melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), khususnya pengeluaran untuk human capital dan infrastruktur fisik, dapat mempercepat pertumbuhan, tetapi pada sisi lain pembiayaan dari pengeluaran pemerintah tersebut dapat memperlambat pertumbuhan. Hal ini sangat tergantung pada sejauh mana produktifitas pengeluaran pemerintah tersebut dan distorsi pajak yang ditimbulkan di mana dalamkonteks ini pengeluaran pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi total output yaitu melalui penyediaan infrastruktur, barang–barang publik dan insentif pemerintah terhadap dunia usaha seperti subsidi ekspor. Pengeluaran pemerintah dalam infrastruktur memiliki multiplier effect artinya peningkatan pengeluaran nasional mempengaruhi pendapatan dan konsumsi yng lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah sebelumnya (Sukirno, 2013).

Pengeluaran pemerintah terkait investasi infrastruktur dalam klasifikasi anggaran masuk ke dalam item belanja modal.Pengertian belanja modal menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127/PMK.02/2015 tentang klasifikasi anggaran adalah pengeluaran untuk pembayaran perolehan aset tetap dan/atau aset lainnya atau menambah nilai aset tetap dan/atau aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi dan melebihi batas minimal kapitalisasi aset tetap/aset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Kriteria kapitalisasi dalam pengadaan/pemeliharaan barang/aset untuk penetapan belanja modal atau bukan, dan merupakan syarat wajib dalam penetapan kapitalisasi atas pengadaan barang/asset mencakup beberapa unsur. Pertama, pengeluaran anggaran belanja tersebut mengakibatkan bertambahnya aset dan/atau bertambahnya masa manfaat/umur ekonomis aset bersangkutan. Pengeluaran anggaran belanja tersebut mengakibatkan bertambahnya kapasitas, peningkatan standar kinerja, atau volume aset. Kedua, pengeluaran nggaran belanja memenuhi nilai minimum kapitalisasi sesuai dengan peraturan menteri keuangan yang mengatur mengenai penatausahaan barang milik negara.

Pertumbuhan Ekonomi

Pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peran pemerintah sebagai mobilisator pembangunan sangat strategis dalam mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat serta pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk melihat hasil pembangunan yang telah dilakukan dan juga berguna untuk menentukan arah pembangunan di masa yang akan datang. Pertumbuhan ekonomi yang positif menunjukkan adanya peningkatan perekonomian sebaliknya pertumbuhan ekonomi yang negatif menunjukkan adanya penurunan ekonomi (Prasetyo dan Firdaus, 2009).

Menurut (Adisasmita, 2010), ada lima macam teori pertumbuhan ekonomi suatu wilayah antara lain:


(33)

1. Teori Ekonomi Klasik

Aliran klasik muncul pada akhir abad 18 dipelopori oleh Adam Smith yang berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi disebabkan karena faktor kemajuan teknologi dan perkembangan jumlah penduduk.Kemajuan teknologi bergantung pada pembentukan modal. Dengan adanya akumulasi modal akan memungkinkan dilaksanakannya spesialisasi atau pembagian kerja sehingga produktivitas tenaga kerja dapat ditingkatkan. Dampaknya akan mendorong penambahan investasi dan persediaan modal yang selanjutnya diharapkan meningkatkan kemajuan teknologi dan menambah pendapatan. Bertambahnya pendapatan berarti meningkatnya kemakmuran dan kesejahteraan penduduk.Peningkatan kemakmuran mendorong peningkatan jumlah penduduk yang kemudian menyebabkan berlakunya hukum pertambahan hasil yang semakin berkurang, yang selanjutnya menurunkan akumulasi modal. 2. Teori Neo Klasik

Aliran neo klasik menggantikan aliran Klasik. Ahli-ahli neo klasik banyak menyumbangkan pemikiran mengenai teori pertumbuhan ekonomi, yaitu akumulasi modal merupakan faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi. Lebih jauh, teori ini menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan proses yang gradual, harmonis dan kumulatif dan optimis terhadap (perkembangan). Perbedaan teori klasik dan neo klasik adalah pada prinsip teori klasik yang menyebutkan bahwa perekonomian secara makro akan tumbuh dan berkembang apabila perekonomian diserahkan kepada pasar. Peran pemerintah dibatasi dengan mengasumsikan bahwa ada tangan yang tidak terlihat (invisible hand) yang mengatur ekonomi. Inti dari teori ekonomi klasik adalah kemakmuran dapat dicapai bila pasar berjalan sesuai dengan mekanismenya sendiri, tanpa campur tangan pemerintah.Teori pertumbuhan neo-klasik melihat barang, output dan distribusi pendapatan merupakan penentu kondisi pasar yang bergerak menurut hukum permintaan dan penawaran. Invisible hands terjadi berdasarkan tiga asumsi bahwa: (i) masyarakat mempunyai pertimbangan yang rasional dalam menentukan pilihan outcomes yang mereka ketahui berdasarkan sistem nilai yang nereka anut; (ii) individu akan selalu memaksimalkan utilitas dan korporasi memaksimalkan keuntungan; dan (iii) masyarakat bertindak bebas sesuai dengan informasi yang dipunyainya. Teori neoklasik ini merupakan salah satu teori ekonomi yang saat ini banyak dipakai untuk mendasari berbagai kebijakan pertumbuhan ekonomi.

3. Teori Keynes dan Pasca Keynes

Menurut Keynes, karena upah bergerak lamban, maka sistem kapitalisme tidak akan secara otomatis menuju kepada keseimbangan penggunaan tenaga kerja secara penuh (full-employment equillibrium). Akibat yang ditimbulkan adalah justru sebaliknya (equillibrium underemployment) yang dapat diperbaiki melalui kebijakan fiskal atau moneter untuk meningkatkan permintaan agregat. Aliran Pasca Keynes memperluas teori Keynes menjadi teori output dan kesempatan kerja


(34)

dalam jangka panjang, yang menganalisis fluktuasi jangka pendek untuk mengetahui adanya perkembangan jangka panjang. Apabila jumlah penduduk bertambah, maka pendapatan per kapita akan berkurang, kecuali bila pendapatan riil juga bertambah. Selanjutnya bila angkatan kerja berkembang, maka output harus bertambah juga untuk mempertahankan kesempatan kerja penuh. Bila terjadi investasi, maka pendapatan riil juga harus bertambah pula untuk mencegah terjadinya kapasitas yang menganggur (idle-capacity).

4. Teori Basis Ekspor

Teori ini menyederhanakan suatu sistem regional menjadi dua bagian yaitu daerah yangbersangkutan dan daerah-daerah lainnya. Masyarakat di dalam satu wilayah dinyatakan sebagai suatu sistem sosial ekonomi. Sebagai suatu sistem, keseluruhan masyarakat melakukan perdagangan dengan masyarakat lain di luar batas wilayahnya. Faktor penentu (determinant) pertumbuhan ekonomi dikaitkan secara langsung kepada permintaan akan barang dari daerah lain di luar batas masyarakat ekonomi regional. Pertumbuhan industri yang menggunakan sumber daya lokal termasuk tenaga kerja dan material (bahan) untuk komoditas ekspor, akan meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan masyarakat.Aktivitas dalam perekonomian regional digolongkan dalam dua sektor kegiatan yakni aktivitas basis dan non basis. Kegiatan basis merupakan kegiatan yang melakukan aktivitas yang berorientasi ekspor (barang dan jasa) ke luar batas wilayah perekonomian yang bersangkutan.Kegiatan non-basis adalah kegiatan yang menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang berada di dalam batas wilayah perekonomian yang bersangkutan.

5. Teori Sektor

Salah satu teori pertumbuhan wilayah yang paling sederhana adalah teori sektor. Teori ini dikembangkan berdasar hipotesis Clark Fisher yang mengemukakan bahwa kenaikan pendapatan per kapita akan dibarengi oleh penurunan dalam proporsi sumberdaya yang digunakan dalam sektor pertanian (sektor primer) dan kenaikan dalam sektor industri manufaktur (sektor sekunder) dan kemudian dalam industri jasa (sektor tersier). Laju pertumbuhan dalam sektor yang mengalami perubahandianggap sebagai determinan utama dari perkembangan suatu wilayah.

Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Banten sangat bergantung pada ketersediaan modal fisik yaitu infrastruktur. Semakin lengkap penunjang infrastruktur di suatu kabupaten/kota, maka semakin tinggi pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota tersebut. Kota Tangerang yang memiliki infrastruktur lengkap dengan adanya akses jalan protokol dan jalan tol serta sarana penunjang Bandara Soekarno Hatta memiliki pertumbuhan ekonomi tertinggi yaitu 33.12%. Sedangkan, Kabupaten Lebak dan Pandeglang memiliki angka pertumbuhan ekonomi yang rendah masing-masing tercatat 4.76% dan 4.92 %. Keadaan kedua kabupaten tersebut kurang ditunjang sarana infrastruktur baik jalan protokol, jalan tol maupun akses fasilitas infrastruktur misalnya pelabuhan. Oleh karena itu, Provinsi Banten lebih cenderung sesuai dengan teori neoklasik dimana


(35)

akumulasi modal yang tidak sepenuhnya diserahkan pada mekanisme pasar merupakan faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan baik di daerah perkotaan maupun daerah pedesaan dalam periode jangka waktu tertentu akan membawa suatu perubahan yaitu tingkat pertumbuhan ekonomi yang diikuti oleh perubahan-perubahan dalam struktur dan corak kegiatan ekonomi suatu wilayah Pertumbuhan ekonomi adalah ukuran dinamis yang digunakan untuk melihat perubahan tingkat ekonomi antar periode.

Sukirno (2013) menjelaskan PDRB merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi pada suatu daerah. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun berjalan, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar. PDRB menurut harga berlaku digunakan untuk mengetahui kemampuan sumber daya ekonomi, pergeseran, dan struktur ekonomi suatu daerah. Sementara itu, PDRB berdasarkan harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi secara riil dari tahun ke tahun atau pertumbuhan ekonomi yang tidak dipengaruhi oleh faktor harga.

Laju pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat diukur dengan menggunakan laju pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK).Berikut ini adalah rumus untuk menghitung tingkat pertumbuhan ekonomi (Sukirno, 2013):

G =

x 100 %

dengan, G = Laju pertumbuhan ekonomi

PDRB1 = PDRB ADHK pada suatu tahun tertentu PDRB0 = PDRB ADHK pada tahun dasar

Menurut Murni (2006), perhitungan produk domestik regional bruto secara konseptual menggunakan tiga macam pendekatan, yaitu: pendekatan produksi, pendekatan pengeluaran dan pendekatan pendapatan.

1. Pendekatan produksi

PDRB dihitung sebagai jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Unit-unit produksi dalam penyajian ini dikelompokkan dalam 9 lapangan usaha (sektor), yaitu: (1) pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan, (2) pertambangan dan penggalian, (3) industri pengolahan, (4) listrik, gas dan air bersih, (5)


(36)

konstruksi, (6) perdagangan, hotel dan restoran, (7) pengangkutan dan komunikasi, (8) keuangan, real estate dan jasa perusahaan, (9) jasa-jasa (termasuk jasa pemerintah).

2. Pendekatan pengeluaran

PDRB dihitung berdasarkan jumlah semua komponen permintaan akhir yang terdiri dari: (1) Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba, (2) konsumsi pemerintah, (3) pembentukan modal tetap domestik bruto, (4) perubahan inventori dan (5) ekspor neto (merupakan ekspor dikurangi impor).

3. Pendekatan Pendapatan

PDRB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas jasa yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan; semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya.Dalam definisi ini, PDRB mencakup juga penyusutan dan pajak tidak langsung neto (pajak tak langsung dikurangi subsidi).

PDRB juga dapat digunakan dalam melihat struktur ekonomi dari suatu wilayah. Struktur ekonomi digunakan untuk menunjukkan peran sektor-sektor ekonomi dalam suatu perekonomian. Laju pertumbuhan yang disajikan dalam penelitian ini menggunakan perhitungan PDRB harga konstan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan berdasarkan pendekatan produksi (lapangan usaha). Ini bermanfaat untuk mengetahui jenis usaha yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dilihat menurut lapangan usaha, seluruh sektor perekonomian di Provinsi Banten mengalami pertumbuhan yang meningkat. Sektor konstruksi adalah sektor yang pertumbuhannya paling tinggi pada tahun 2013 yaitu mencapai 9,68%. Sedangkan, sektor pertambangan dan penggalian adalah sektor yang pertumbuhannya paling kecil yaitu hanya 3,18% (BPS, 2014).

Perencanaan Pembangunan

Perencanaan pembangunan di daerah saat ini semakin penting mengingat era otonomi daerah telah semakin bergulir sejak tahun 1999.mmEfek dari hal tersebut adalah pemerintah daerah dituntut melakukan antisipasi terhadap berbagai perubahan dan menyusun skenario kebijakan pembangunan yang lebih responsif dan lentur dalam pengelolaan kekayaan sumber dayanya. Pemerintah daerah diharapkan dapat menggerakkan ekonomi riil sehingga pendapatan riil masyarakat meningkat. Pemerintah daerah juga menerapkan manajemen pembangunan yang sejalan dengan pengembangan usaha dan melibatkan seluruh stakeholderspembangunan (Sudantoko, 2003). Saat ini, peran pemerintah tidak hanya menjadi aktor dalam menggerakkan pertumbuhan ekonomi tetapi jugadiharapkan dapat memberikan kebijakan yang mengarah kepada pemerataan/distribusi pendapatan. Untuk menjamin perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang efektif pemerintah mengaturnya dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah pasal 262 dan 263. Peraturan tersebut menjelaskan bahwa rencana pembangunan daerah harus


(37)

dirumuskan secara transparan, responsif, efisien, efektif, akuntabel, partisipatif, terukur,berkeadilan, dan berwawasan lingkungan.RPJMD merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kepala daerah yang memuat tujuan, sasaran, strategi, arah kebijakan, pembangunan daerah, keuangan daerah, dan program perangkat daerah dan lintas perangkat daerah yang disertai dengan kerangka pendanaan bersifat indikatif untuk jangka waktu 5 (lima) tahun yang disusun dengan berpedoman pada RPJPD dan RPJMN. Pemerintah Provinsi Banten telah mengacu pada peraturan tersebut. Perencanaan pembangunan di Provinsi Banten dituangkan dalam RPJMD Provinsi Banten yang disusun setiap lima tahun sekali. Adapun salah satu kebijakan umum di bidang pekerjaan umum Provinsi Banten adalah memantapkan kondisi jalan dan menambah panjang jalan guna mendukung pelayanan pergerakan orang, barang, dan jasa pembangunan Provinsi Banten diungkapkan dalam RPJMD Provinsi Banten Tahun 2012-2017.

Tinjauan Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian yang mendasari penelitian ini adalah penelitian mengenai dampak investasi infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi.Ada enam penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini.

Pertama, Maryaningsih et al (2014) dalam penelitian yang berjudul pengaruh infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia melalui analisis data panel menyimpulkan bahwa Infrastruktur jalan dan listrik berdampak signifikan terhadap pertumbuhan pendapatan per kapita, tetapi masih ada kesenjangan pendapatan antar satu provinsi dengan provinsi lain.

Kedua, Sidik (2011) dalam penelitian yang berjudul pengaruh pembangunan infrastruktur jalan dan listrik terhadap pertumbuhan ekonomi di Kalimantan Tahun 1994 -2008 menggunakan analisis metode estimasi efek tetap dan metode efek random menyimpulkanbahwa iinfrastruktur jalan dan listrik signifikan memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Kalimantan.

Ketiga, Valeriani (2011) dalam penelitian yang berjudul analisis pengaruh kebijakan infrastruktur terhadap pendapatan perkapita masyarakat Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, melalui analisis regresi linier berganda menyimpulkan bahwa sektor-sektor pariwisata, transportasi, listrik secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap tingkat pendapatan per kapita. Dari tiga faktor yang diuji terbukti sektorpariwisata yang paling dominan berpengaruh terhadap pendapatan per kapita, sedangkan sektor yang paling kecil pengaruhnya adalah listrik.

Keempat, Anasmen (2009) dalam penelitian yang berjudul pengaruh belanja modal pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan analisis model regresi linier berganda dan data panel di Provinsi Sumatera Barat: 2000-2006 menyimpulkanbahwa belanja modal pemerintah tidak signifikan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan PDRB. Hal ini didukung oleh uji statistik dimana belanja modal pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan PDRB.

Kelima, Permana dan Asmara (2010) dalam penelitian yang berjudul analisis peranan dan dampak investasi infrastruktur terhadap perekonomian


(38)

indonesia: menyimpulkan bahwa infrastruktur mampu memberikan dampak multiplier positif terhadap sektor perekonomian lainnya. Pertumbuhan investasi pada sektor listrik, gas dan air bersih memberikan dampak terbesar terhadap perubahan output total sedangkan sektor pengangkutan/transportasi dan komunikasi memberikan dampak terbesar terhadap pertumbuhan pendapatan dan tenaga kerja total.

Keenam, Prasetyo dan Firdaus (2009) dalam penelitian yang berjudul pengaruh infrastruktur pada pertumbuhan ekonomi wilayah di Indonesia dengan metode analisis data panel, uji Hautsman, serta model empirikatas pengaruh tenaga kerja dan infrstruktur pada pertumbuhan ekonomimenunjukkan bahwa kegiatan perekonomian di Indonesia masih bersifat padat karya. Selain itu, infrastruktur baik listrik, jalan maupun air bersih mempunyai pengaruh yang positif terhadap perekonomian di Indonesia.

Penelitian-penelitian sebelumnya di atas menggambarkan peranan investasi infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi baik secara keseluruhan wilayah indonesia dan secara khusus yaitu terkait wilayah/daerah tertentu. Hasil dari enam penelitian diatas menunjukkan bahwa investasi infrasturktur berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Sedangkan satu penelitian di kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat tahun (2000-2006) menunjukkan bahwa belanja modal pemerintah tidak signifikan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan PDRB.Hal ini didukung oleh uji statistik dimana belanja modal pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan PDRB.

Enam Penelitian terdahulu menjadi rujukan bagi penelitian yang dilakukandi Provinsi Banten ini. Perbedaan penelitian saat ini dengan sebelumnya terdiri dari empat hal yaitu tempat penelitian, waktu penelitian, variabel yang digunakan dan metode yang digunakan. Pada penelitian yang dilakukan saat ini tempat penelitian adalah di Provinsi Banten dengan rentang waktu data yang diteliti selama periode tujuh tahun yaitu tahun 2008 sampai dengan 2014. Variabel yang digunakan terkait investasi infrastruktur pembangunan jalan dan jembatan tingkat provinsi. Selain itu, penelitian sebelumnya menggunakan metode kuantitatif. Sedangkan, penelitian di Provinsi Banten ini dilakukan menggabungkan metode kuantitatif melalui analisis regresi dengan metode kualitatif melalui analisis SWOT. Diharapkan penelitian saat ini dapat memberikan hasil yang lebih komprehensif dalam menghasilkan strategi bagi pengambilan keputusan investasi infrastruktur di Provinsi Banten.

3

METODOLOGI KAJIAN

Kerangka Pemikiran

Peran dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi menjadi semakin penting, terutama dalam era desentralisasi yang semakin menuntut diperhatikan serta dipraktekannya good governance. Tugas pemerintah daerah adalah bagaimana mengoptimalkan


(39)

anggaran yang dimiliki untuk meningkatkan pelayanan publik. Anggaran merupakan instrumen manajemen perencanaan dan pengendalian yang berperan penting dalam organisasi sektor publik. Anggaran berperan sebagai alat alokasi yaitu alat untuk mengalokasikan sumber daya agar tercipta pemerataan dan pelayanan publik yang optimal. Pelayanan publik yang menjadi penggerak ekonomi masyarakat, salah satunya adalah ketersediaan infrastruktur jalan dan jembatan. Pemerintah Provinsi Banten telah menjadikan peningkatan infrastruktur jalan dan jembatan sebagai salah satu visi, misi, kebijakan dan programnya.

Kerangka penelitian ini bermaksud untuk mengkaji efektivitas penggunaan anggaran di bidang investasi infrastruktur jalan dan jembatan. Hal ini digunakan untuk mengetahui peranan dari infrastruktur dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Melalui analisis regresi dari data penelitian sekunder akan diperoleh kecenderungan atau hubungan antar keduanya. Setelah itu, penelitian ini merumuskan strategi untuk menyusun kebijakan pembangunan infrastuktur jalan dan jembatan di Provinsi Banten. Kerangka pemikiran disajikan dalam Gambar 6.

Gambar 6 Kerangka pemikiran

Lokasi dan Waktu Kajian

Lokasi penelitian difokuskan pada Provinsi Banten. Waktu kajian selama 6 (enam) bulan yaitu pada Bulan Desember 2015 sampai dengan Mei 2016. Provinsi tersebut dipilih karena provinsi ini memiliki prioritas investasi infrastruktur yang tinggi yang di tuangkan dalam RPJMD 2012 – 2017 Provinsi Banten.

Anggaran dan Realisasi Investasi Infrastruktur Jalan dan jembatan APBD di

Provinsi Banten

Pengaruh Investasi Infrastruktur Jalan dan Jembatan pada Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi

Banten

Strategi Pemerintah Provinsi Banten menyusun kebijakan pembagunan infrastuktur jalan dan jembatan yang dapat meningkatkan pertumbuhan

ekonomi

Analisis Regresi

Analisis SWOT Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Banten masih

di bawah rata-rata pertumbuhan ekonomi di Wilayah Jawa-Bali

Analisis Deskriptif


(40)

Jenis dan Teknik Pengambilan Data

Data yang dipergunakan kajian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dengan pengamatan dan wawancara. Alat atau instumen pengumpulan data yang digunakan adalah dengan wawancara. Wawancara dilakukan untuk menilai keadaan lapangan dilakukan dengan tiga cara. Pertama, wawancara bebas yaitu pewawancara bebasmenanyakan apapun. Kedua, wawancara terpimpin yaitu pewawancara menanyakan sesuai daftar pertanyaan yang telah disusun. Ketiga, wawancara bebas terpimpin yaitu kombinasi bebas dan terpimpin. Cara ini mengungkapkan pewawancara hanya membawa pedoman garis besar terkait hal-hal yang penting untuk ditanyakan. (Etta dan Sopiah, 2010).

Data primer penelitian ini didapatkan melalui wawancara dengan pihak terkait yang mengetahui investasi infrastruktur jalan dan jembatan di Provinsi Banten. Wawancara yang dilakukan terdiri dari dua bagian yaitu in depth interview (pertanyaan terlampir dalam Lampiran 1) dan pengisian kuesioner (kuesioner terlampir dalam Lampiran 2). Responden dalam penelitian ini dilakukan secara purposive sampling yaitu pemilihan responden dilakukan secara sengaja sesuai dengan tujuan penelitian. Untuk tujuan mengidentifikasi dan menganalisis kondisi faktor-faktor internal dan eksternal serta rumusan strategi yang akan dikembangkan dipilih responden (expert) dari beberapa instansi yang terdiri atas:

1. Kepala Subbagian Perencanaan Evaluasi dan Pelaporan Dinas BMTR Provinsi Banten.

2. Kepala Seksi Perencanaan Jalan dan Jembatan Dinas BMTR Provinsi Banten.

3. Kepala Seksi Pembiayaan, Direktorat Bina Investasi Infrastruktur, Direktorat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

4. Satuan Kerja non Vertikal Perencanan dan Pengawasan Jalan Nasional di Provinsi Banten, Direktorat Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Satuan Kerja Wilayah I Pembangunan Jalan di Provinsi Banten, Direktorat Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

5. Auditor Madya Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi Banten.

6. Pengendali teknis survey pengelolaan infrastruktur pada pemerintah Provinsi Banten Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi Banten.

7. Staf perencana senior di Badan Pembangunan Daerah Provinsi Banten. Data sekunder dalam penelitian juga penting untuk menunjang analisis yang dilakukan. Data sekunder adalah data yang diterbitkan atau digunakan oleh organisasi yang bukan pengolahnya. Berdasarkan pengumpulan yang dilakukan ada dua tipe data. Pertama, data time series yaitu data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu pada suatu obyek dengan tujuan menggambarkan perkembangan.


(41)

Kedua, data cross section yaitu data yang dikumpulkan pada satu waktu tertentu pada beberapa obyek dengan tujuan menggambarkan keadaan (Suliyanto, 2009).

Data sekunder penelitian ini diperoleh melalui dokumen dari berbagai instansi yang memiliki keterkaitan dengan tujuan penelitian yaitu data pendapatan perkapita, data pertumbuhan ekonomi, data investasi infrastruktur di Provinsi Banten. Terkait data tersebut dilakukan penelusuran melalui website instansi terkait dan data yang diperoleh secara langsung. Adapun instansi yang terkait yaitu BPS, Badan Perencanaan Daerah Provinsi Banten, Dinas BMTR Provinsi Banten, Kementerian PUPR, dan Perwakilan BPKP Provinsi Banten.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode pengolahan data pada penelitian ini ada tiga cara yaitu analisis deskriptif, analisis regresi dan analisis SWOT. Ketiga analisis ini satu sama lain saling melengkapi. Hal ini bertujuan agar mendapatkan hasil yang komprehensif dan dapat memberikan dampak yang positif bila diaplikasikan oleh pengambil kebijakan.

Analisis Data Sekunder

Analisis data sekunder dilakukan melalui analisis regresi. Pemilihan analisis tersebut pada dasarnya mengkaji hubungan antar variabel. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa analisis korelasi memberikan ramalan/prediksi atas hubungan antar variabel (Santosa dan Van, 2005). Selain itu, hal tersebut merupakan poin penting di dalam perencanaan khususnya untuk membuat perkiraan. Bila, diketahui data masa lampau, saat ini dan kecenderungannya, maka dapat dibuat ramalan keadaan di masa yang akan datang. Sebelum mengkaji korelasi dan regresi harus diketahui pengertian variabel X dan Y. Firdaus (2011) menjelaskan apabila dua variabel X dan Y mempunyai hubungan sebab akibat, maka nilai variabel X yang sudah diketahui dapat dipergunakan untuk meramalkan Y. Nilai Y yang akan diramalkan disebut variabel tak bebas (dependent variable), sedangkan variabel X yang nilainya dipergunakan untuk meramalkan nilai Y disebut variabel bebas (independent variable).

Menurut Sugiyono (2011), analisis regresi digunakan untuk memprediksi seberapa besar perubahan nilai variabel dependen terhadap perubahan/naik turunnya nilai variabel independen. Hasil analisis regresi merupakan prediksi yang digunakan untuk membuat keputusan apakah naik turunnya variabel dependen dapat dilakukan melalui peningkatan variabel independen atau tidak. Regresi berganda adalah metode statistika model hubungan antara variabel terikat (dependen; Y) dengan banyak variabel bebas (independen; X). Analisis regresi memiliki tiga kegunaan, yaitu untuk tujuan deskripsi dari fenomena kasus yang sedang diteliti, untuk tujuan kontrol dan untuk tujuan prediksi. Model ini dipilih dalam penelitian untuk menentukan variabel bebas yang memiliki pengaruh terhadap variabel terikat.

Ada tiga jenis data yang digunakan dalam analisis regresi yaitu data runtun waktu (time series), data antar ruang (cross-sectional) dan pooled data


(42)

(gabungan dua jenis data sebelumnya. Data runtun waktu adalah data observasi yang dilakukan pada waktu yang berbeda misalnya harian, mingguan, bulanan dan tahunan. Ada dua jenis data yang dapat dikumpulkan secara kuantitatif misalnya pendapatan, angggaran dan secara kualitatif atau variabel dummy bersifat kategorikal misalnya laki-laki dan perempuan. Data antarruang adalah data yang dikumpulkn pada satu waktu tertentu misalnya data sensus penduduk setiap lima tahun sekali. Pooled data disebut juga data panel yang menggabungkan dua jenis data di atas misalnya data penjualan motor perusahaan X selama kurun waktu 5 tahun seluruh provinsi di Indonesia (Ghozali dan Ratmono, 2013).

Menurut Gujarati (2005) model estimasi untuk regresi linear berganda adalah metode ordinary least square atau yang dikenal asumsi klasik. Untuk mengetahui asumsi tersebut baik maka dilakukan pengujian asumsi model regresi meliputi:

1. Uji multikoleniaritas

Multikoleniaritas adalah kondisi adanya hubungan linier antar variabel independen. Metode yang digunakan untuk mengetahuinya dengan uji multikolinearitas yaitu uji yang bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regersi ditemukan adanya korelasi yang tinggi atau sempurna antar variabel independen. Jika antar variabel independen terjadi multikolinearitas sempurna, maka koefisien regresi variabel X tidak dapat ditentukan dan nilai standar error menjadi tak terhingga. Nilai cut off yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah tolerance < 0.10 atau sama dengan VIF > 10.

2. Uji heterokedastisitas

Masalah heterokedastisitas sering terjadi pada data yang bersifat cross section disbanding data runtut waktu, dimana nilai residual sulit memiliki varian yang konstan. Melalui uji Brench-Pagan Godfrey data dianalisis melalui hasil Chi-Square dengan catatan bila nilai hitung > nilai Tabel maka homoskeditas ditolak yang berarti terdapat heteroskedastisitas.

3. Uji Autokorelasi

Autokorelasi dapat diukur melalui nilai Durbin-Watson (DW). Uji ini digunakan untuk jumlah data/sampel kurang dari sama dengan seratus (Ghozali dan Ratmono, 2013). Kriteria autokelasinya adalah:

4. Uji Normalitas adalah data terdistribusi normal. Pengujian normalitas dapat dilakukan dengan menggunakan histogram. Kriteria normalitas:

1) Prob.Obs. < α → sebaran data tidak normal 2) Prob.Obs > α → sebaran data normal

d < dL : Terdapat autokorelasi d > 4- dL : Terdapat autokorelasi dU < d < 4- dU : Tidak terdapat autokorelasi


(1)

PEMBOBOTAN FAKTOR INTERNAL

NO KETERANGAN A B C D E F

1

Perencanaan Partisipatif melalui musrembang dalam penyusunan rencana investasi infrastruktur jalan

A

2 RPJMD yang sinergi dengan Pemerintah Pusat B

3 Staf yang sesuai dengan kompetensi C

4

Kebutuhan anggaran yang lebih besar dari anggaran yang tersedia pada pembangunan infrastruktur jalan

D

5 Beberapa perubahan kebijakan pemerintah pusat

dan kementerian terkait terkait infrastruktur E

6

Belum diterapkannyaadanya sistem online birokrasi (e-office) internal maupun eksternal organisasi


(2)

PEMBOBOTAN FAKTOR EKSTERNAL

NO KETERANGAN A B C D E F G H I

1 Peraturan pemerintah yang lebih terbuka terhadap investasi pihak swasta untuk kegiatan investasi infrastruktur

A

2 Banten sebagai provinsi penyangga dan penghubung langsung dengan ibu kota merupakan wilayah yang strategis untuk investasi infrastruktur

B

3 Belum banyak potensi wilayah di Banten yang belum dimanfaatkan secara optimalnya

C

4 Kerja sama dengan Pihak Swasta untuk membiayai pembangunan infrastruktur

D 5 Adanya era perdagangan bebas ASEAN

(MEA) akses modal, tenaga kerja, teknologi di bidang infrastruktur jalan semakin beragam

E

6 Perubahan iklim yang tidak menentu saat ini mengakibatkan estimasi biaya tidak pasti (adanya ancaman longsor dan banjir)

F

7 Adanya kegiatan bisnis masyarakat yang memanfaatkan bahu jalan, sehingga investasi infrastruktur jalan tidak optimal

G

8 Industri jasa konstruksi yang oligopoli, membuat posisi tawar menawar menjadi lebih sulit

H

9 Adanya perbedaan persepsi antar instansi terkait pembangunan infrastruktur


(3)

KUESIONER PENENTUAN RATING

STRATEGI PENINGKATAN PERTUMBUHAN EKONOMI MELALUI INVESTASI INFRASTRUKTUR JALAN DAN JEMBATAN DI PROVINSI

BANTEN

Tujuan :

Mendapatkan penilaian para ahli, baik dari lingkungan internal maupun eksternal institusi terhadap berbagai indikator yang menjadi pertimbangan utama dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui investasi infrastuktur jalan dan jembatan di Provinsi Banten. Tingkat rating atau peringkat adalah berupa pemberian Rating/Peringkat terhadap seberapa besar tingkat kepentingan indikator-indikator yang terdiri dari faktor internal (kekuatan dan Kelemahan) maupun faktor eksternal (peluang dan ancaman) dalam rencana peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui investasi infrastuktur jalan di Provinsi Banten. Petunjuk Umum :

1. Pengisian kuisioner dilakukan secara tertulis oleh responden (ahli).

2. Jawaban merupakan pendapat pribadi dari masing-masing responden (ahli)

dengan cara memberikan tanda (√) pada jawaban yang dianggap sesuai.

3. Dalam pengisian kuisioner, responden (ahli) diharapkan untuk melakukannya secara sekaligus (tidak tertunda) untuk menghindari inkonsistensi jawaban. 4. Seluruh definisi yang digunakan dalam kuisioner ini sepenuhnya menjadi hak

responden (ahli), dalam artian bahwa responden (ahli) dapat saja memiliki pandangan yang berbeda mengenai suatu faktor di dalam kuisioner ini, dengan responden lainnya. Hal ini dibenarkan jika dilengkapi dengan alasan yang kuat.

Petunjuk Khusus :

1. Pemberian Rating/Peringkat terhadap faktor internal (faktor kekuatan dan kelemahan) dalam kuisioner ini, memiliki ketentuan sebagai berikut :

Untuk faktor yang menjadi kelemahan diisikan peringkat: 1 = Sangat Rendah

2 = Rendah

Untuk faktor yang menjadi kekuatan diisikan peringkat : 3 = Tinggi

4 = Sangat Tinggi

2. Pemberian Rating/Peringkat terhadap faktor eksternal adalah respon terhadap unsur-unsur faktor eksternal dengan ketentuan sebagai berikut:

1 = Lemah/di bawah rata-rata, 2 = Rrata-rata,

3 = Di atas rata-rata, dan 4 = Superior/sangat bagus.

3. Penentuan Rating/Peringkat merupakan pandangan masing-masing responden terhadap faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (faktor peluang dan ancaman) yang telah ada.


(4)

FAKTOR INTERNAL

Adalah faktor-faktor yang secara internal merupakan kekuatan (strenght) dan kelemahan (weakness) dalam rencana peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui investasi infrastruktur jalan dan jembatan di Provinsi Banten

No. Faktor Strategis Internal Rating/Peringkat

Kekuatan 1 2 3 4

1 Perencanaan Partisipatif melalui musrembang dalam

penyusunan rencana investasi infrastruktur jalan 2 RPJMD yang sinergi dengan Pemerintah Pusat 3 Staf yang sesuai dengan kompetensi

No. Kelemahan 1 2 3 4

1 Kebutuhan anggaran yang lebih besar dari anggaran

yang tersedia pada pembangunan infrastruktur jalan 2 Beberapa perubahan kebijakan pemerintah pusat dan

kementerian terkait terkait infrastruktur 3 Belum diterapkannyaadanya sistem online birokrasi


(5)

FAKTOR EKSTERNAL

Adalah faktor-faktor yang secara eksternal merupakan peluang (Opportunity) dan ancaman (Threats) dalam rencana peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui investasi infrastruktur jalan dan jembatan di Provinsi Banten

SARAN/MASUKAN:

………...

@@@ TERIMA KASIH @@@

Faktor Strategis Eksternal

Kekuatan 1 2 3 4

1 Peraturan pemerintah yang lebih terbuka terhadap investasi pihak swasta untuk kegiatan investasi infrastruktur

2

Banten sebagai provinsi penyangga dan penghubung langsung dengan ibu kota merupakan wilayah yang strategis untuk investasi infrastruktur

3 Belum banyak potensi wilayah di Banten yang belum dimanfaatkan secara optimalnya

4 Kerja sama dengan Pihak Swasta untuk membiayai pembangunan infrastruktur

5

Adanya era perdagangan bebas ASEAN (MEA) akses modal, tenaga kerja, teknologi di bidang infrastruktur jalan dan jembatan semakin beragam

No. Tantangan 1 2 3 4

1 Perubahan iklim yang tidak menentu saat ini mengakibatkan estimasi biaya tidak pasti (adanya ancaman longsor dan banjir) 2 Adanya kegiatan bisnis masyarakat yang memanfaatkan bahu

jalan, sehingga investasi infrastruktur jalan tidak optimal

3 Industri jasa konstruksi yang oligopoli, membuat posisi tawar menawar menjadi lebih sulit

4 Adanya perbedaan persepsi antar instansi terkait pembangunan infrastruktur


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Yogyakarta, 11 Juli 1985 sebagai anak tunggal dari pasangan Bapak Hasan Basri dan Ibu Wardliyah. Pendidikan formal penulis diawali pada tahun 1992 – 1999 di SDN.Cengklong II. Selanjutnya, penulis meneruskan pendidikan di SLTPN I Kosambi pada tahun 1999 – 2000. Penulis menghabiskan masa SMU, di SMUN I Tangerang pada tahun 2000 – 2003. Penulis melanjutkan ke jenjang sarjana di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada tahun 2004 – 2008. Setelah lulus, Penulis bekerja di PT. MTI sampai dengan tahun 2010. Kemudian Penulis berpindah tempat kerja pada akhir tahun 2010. Pada tahun 2011, penulis mulai bekerja di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat hingga sekarang. Saat ini, Penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan studi S2 melalui beasiswa STAR BPKP di tahun 2014/2015 pada Sekolah Pascasarjana IPB, Program Studi Magister Profesional Manajemen Pembangunan Daerah.