Kajian Pengaruh Infrastruktur Terhadap Pembangunan Ekonomi Kabupaten/Kota Di Provinsi Banten

KAJIAN PENGARUH INFRASTRUKTUR TERHADAP
PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA DI
PROVINSI BANTEN

LUNDU NICODEMUS MANURUNG

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Pengaruh
Infrastruktur terhadap Pembangunan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi
Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Lundu Nicodemus Manurung
NIM H14100131

ABSTRAK
LUNDU NICODEMUS MANURUNG. Kajian Pengaruh Infrastruktur
terhadap Pembangunan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Banten. Dibimbing
oleh Bambang Juanda.
Provinsi Banten dibagi dua wilayah yaitu Banten Selatan (kabupaten Lebak
dan kabupaten Pandeglang) dan Banten Utara (kabupaten Tangerang, kabupaten
Serang, kota Tangerang, kota Cilegon, kota Serang, kota Tangerang Selatan).
Kedua wilayah diduga mengalami kesenjangan pembangunan antar wilayah
karena perbedaan sumberdaya, struktur keuangan dan ketersediaan infrastruktur.
Pembangunan ekonomi suatu wilayah bertujuan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat serta pertumbuhan ekonomi. Ketersediaan infrastruktur merupakan
salah satu penggerak pertumbuhan ekonomi guna mempercepat proses
pembangunan. Penelitian ini menggunakan metode Data Panel pada
kabupaten/kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012. Variabel-variabel

independen yang digunakan untuk menduga pertumbuhan ekonomi diwakilkan
PDRB (LnDPRB) adalah jumlah guru (LnPEND), volume kapasitas air yang
dipakai (LnAIR), jumlah ranjang rumah sakit (LnKSHTAN), panjang jalan
(LnJLN), dan akses rumah tangga terhadap listrik (LIS). Hasil penelitian ini
menunjukkan ketersediaan infrastruktur kesehatan, pendidikan, jalan, listrik, dan
air memiliki pengaruh yang positif.
Kata Kunci : Banten, Infrastruktur, PDRB, Pertumbuhan Ekonomi

ABSTRACT
LUNDU NICODEMUS MANURUNG. Study the influence of
infrastructure on economic growth districts/cities in Banten provincial
government. Supervised by BAMBANG JUANDA.
Banten provincial government is divided into two regions namely South
Banten (Lebak and Pandeglang district) and North Banten (Tangerang district,
Serang district, Tangerang City, Cilegon City, and South Tangerang City). Both
of regions is rumoured had a gap of development between the regions because of
the differences resources, financial structure, and the availability of infrastructure.
The economic development of a region aimed to increase the citizens welfare and
economic growth. The availability of infrastructure was one of the drivers of
economic growth in order to accelerate process of development. This research was

conducted using Data Panel Method on districts/towns in Banten provincial
government in periode of 2009 to 2012. The independent variables used to
suppose economic growth are represented GDP (LnPDRB) are the number of
schools (LnSCHOOL), the volume of water used capacity (LnAIR), the number of
hospital beds (LnKSHTAN), lenght of roads (LnJLN), and the access of
households to electricity (LIS). Result of this research can be concluded the
availability of infrastructure health, road, electricity, education, road, electricity,
and water having influence.
Keywords : Banten, Economic growth, GDP, Infrastructure

KAJIAN PENGARUH INFRASTRUKTUR TERHADAP
PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA DI
PROVINSI BANTEN

LUNDU NICODEMUS MANURUNG

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada

Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini ialah ekonomi regional, dengan judul Kajian Pengaruh
Infrastruktur terhadap Pembangunan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi
Banten.
Skripsi ini penulis selesaikan dengan usaha, bantuan, bimbingan dan
dorongan dari berbagai pihak. Maka dengan segala kerendahan penulis
menyampaikan terima kasih kepada :
1. Ketua Departemen Ilmu Ekonomi Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS selaku dosen dosen pembimbing
yang telah memberikan saran dan arahan selama penelitian dan penulisan

skripsi ini.
3. Ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr. selaku dosen penguji utama dan Bapak
Salahuddin El Ayyubi, Lc, M.A selaku Komdik atas saran dan masukannya
dalam skripsi ini.
4. Bapak dan Ibu staf pengajar program sarjana Ilmu Ekonomi Institut Pertanian
Bogor, yang telah banyak memberikan dan mengajarkan berbagai ilmu
pengetahuan selama penulis menempuh pendidikan.
5. Kedua orang tercinta yaitu Bapak Lukman Manurung dan Mama Berliana
Simanjuntak, serta adikku Bill Klinton Benediktus, Anastasya Inggrid, dan
Ardian Gilbert terima kasih atas doa dan nasihatnya.
6. Sahabat Bapa House (Rodex, Joen, Ranto, Tunggul, Hisar, Arnod, Jaya,
Agung), KPP PMK, BEM FEM, BEM KM IPB, OMDA Ikanmass, rekan
sepelayanan MSP (Entin, titin, dan Ebes), teman sebimbingan skripsi, Gagas,
Elli, Efita, dan Nindya, Nico, Rimayanti dan teman-teman IE 47.
Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
bagi pemerintah, khususnya Provinsi Banten dalam menentukan arah kebijakan
pembangunan.
Bogor, September 2014
Lundu Nicodemus Manurung


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Perumusan Masalah

3

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian

4

Ruang Lingkup Penelitian

4

Hipotesis Penelitian

5


TINJAUAN PUSTAKA

5

METODE PENELITIAN

12

Jenis Sumber Data

12

Metode Pengolahan

12

Perumusan Model Penelitian

14


HASIL DAN PEMBAHASAN

15

Analisis Deskriptif

15

Analisis Data Panel

22

Pengaruh infrastruktur terhadap PDRB perkapita

22

Pengaruh infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi

26


SIMPULAN DAN SARAN

30

Simpulan

30

Saran

30

DAFTAR PUSTAKA

31

LAMPIRAN

33


RIWAYAT HIDUP

36

DAFTAR TABEL
1 PDRB perkapita kabupaten/kota di Provinsi Banten Tahun 2012 (juta
rupiah)
2 Realisasi Investasi di Banten Struktur Perekonomian Provinsi Banten
3 Studi terdahulu mengenai infrastruktur dan pembangunan ekonomi
4 PDRB perkapita ADHK kabupaten/kota di Provinsi Banten tahun 20092012
5 Distribusi PDRB kabupaten/kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012
6 Total panjang jalan kabupaten, kota, dan provinsi Banten tahun 20092012 (km)
7 Perkembangan rasio panjang jalan terhadap luas wilayah (km per km²)
8 Persentase jumlah rumah tangga yang menggunakan listrik kabupaten/
kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 (%)
9 Persentase jumlah rumah tangga yang menggunakan air bersih dari air
dalam kemasan, ledeng, pompa, dan sumur di provinsi Banten (%)
10 Rasio ranjang rumah sakit terhadap jumlah rumah sakit kota/kabupaten
di Provinsi Banten tahun 2009-2012
11 Hasil Hausmann Test
12 Matriks korelasi
13 Hasil estimasi peran infrakstruktur pendidikan, kesehatan, jalan, air, dan
listrik terhadap PDRB perkapita kabupaten/kota di Provinsi Banten
14 Hasil Hausmann Test
15 Hasil estimasi peran sektor kesehatan, jalan, air, listrik, dan pendidikan
terhadap PDRB ADHK 2000 kabupaten/kota di Provinsi Banten

2
2
10
16
17
18
19
20
20
22
23
23
24
27
28

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Peta Administraitf Provinsi Banten
Kerangka pemikiran
Tahap pengujian model
Jumlah sekolah SD, SMP, SMA, dan SMK di Provinsi Banten tahun
2007-2012 (unit)
5 Rasio jumlah guru terhadap sekolah tahun 2012 (orang per sekolah)
6 Jumlah rumah sakit di kabupaten/kota di Provinsi Banten 2009-2012
(unit)

4
9
l1
15
15
18

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Data variabel operasional kabupaten/kota di Provinsi Banten
Uji Hausman pada persamaan pengaruh infrastruktur terhadap PDRB
perkapita
Hasil estimasi Eviews 6.0 persamaan pengaruh infrastruktur terhadap
PDRB perkapita
Uji Hausman pada persamaan pengaruh infrastruktur terhadap PDRB
ADHK 2000

33
34
35
36

5 Hasil estimasi Eviews 6.0 persamaan pengaruh infrastruktur terhadap
PDRB ADHK 2000

37

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan ekonomi suatu wilayah bertujuan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat serta pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut. Indikator
hasil pembangunan ekonomi dapat dicerminkan oleh pertumbuhan ekonomi yang
akan menentukan kebijakan pembangunan di waktu mendatang. Potensi
pertumbuhan ekonomi suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh kuantitas maupun
kualitas dari sumber daya yang dimilikinya, baik itu sumberdaya fisik berupa
tanah yang subur, kandungan mineral dan bahan mentah bernilai ekonomis
lainnya maupun sumber daya manusia yang meliputi jumlah penduduk, tingkat
keahlian, budaya dan pandangan hidup mereka (Todaro 2006).
Ketersediaan infrastruktur memiliki peran penting sebagai salah satu
penggerak pertumbuhan ekonomi guna mempercepat proses pembangunan
ekonomi. Perbaikan infrastruktur pada umumnya dapat meningkatkan mobilitas
penduduk, mempercepat laju pengangkutan barang, dan meningkatakan kualitas
dan kuantitas sarana pembangunan. Pembangunan dan peningkatan sarana dan
prasarana umum yang menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi untuk
memenuhi hajat dan melayani masyarakat dan untuk mempercepat pertumbuhan
ekonomi harus disesuaikan dengan kebutuhan, ketersediaan sumberdaya serta rasa
keadilan. Infrastruktur yang berperan secara langsung adalah infrastruktur sosial
dan ekonomi. Infrastruktur ekonomi merupakan infrastruktur fisik yang
diperlukan untuk menunjang aktivitas perekonomian, meliputi public utilities
(listrik, air, sanitasi dan gas) dan public work (jalan, bendungan, irigasi, dan
drainase). Infrastruktur sosial meliputi pendidikan, kesehatan dan perumahan
(World Bank 1994).
Pendidikan dan kesehatan sangat penting dalam pembangunan ekonomi.
Kesehatan merupakan inti kesejahteraan, dan pendidikan adalah hal pokok untuk
menggapai kehidupan yang memuaskan dan berharga. Pendidikan memainkan
peran utama dalam membentuk kemampuan suatu wilayah berkembang untuk
menyerap teknologi dan mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan
serta pembangunan yang berkelanjutan (Todaro 2006).
Perkembangan sejak era reformasi di Indonesia menunjukkan masyarakat
mengharapkan hasil pembangunan yang lebih merata. Harapan itu diwujudkan
melalui kebijakan otonomi daerah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 25
Tahun 1999. Pada tanggal 1 Januari 2001 berlaku desentralisasi pada sistem
pemeritahan. Provinsi Banten merupakan hasil pemekaran dari Provinsi Jawa
Barat berdasarkan Undang-undang No. 23 tahun 2003. Provinsi Banten dibagi dua
wilayah yaitu Banten Selatan (kabupaten Lebak dan kabupaten Pandeglang) dan
Banten Utara kabupaten Tangerang, kabupaten Serang, kota Tangerang, kota
Cilegon, kota Serang, kota Tangerang Selatan). Kedua wilayah diisukan
mengalami kesenjangan pembangunan antar wilayah karena perbedaan
sumberdaya, struktur keuangan dan ketersediaan infrastruktur.
Tabel 1 menunjukkan bahwa masih ada jarak yang cukup jauh antara
PDRB perkapita kabupaten/kota di Provinsi Banten. Hal ini terlihat dari nilai
PDRB perkapita kota Cilegon sebesar 97.15 juta rupiah pada tahun 2012.
Sedangkan PDRB perkapita kabupaten Lebak terendah hanya sebesar 8.18 juta

2

rupiah, sangat jauh dari PDRB perkapita Provinsi Banten sebesar 18.86 juta
rupiah. Hal ini menunjukkan masih belum meratanya distribusi pendapatan antar
kabupaten/kota di Provinsi Banten.
Tabel 1. PDRB perkapita kabupaten/kota di Provinsi Banten tahun 2012 (juta
rupiah/jiwa)
Kabupaten/Kota

Nilai

Kab. Pandeglang

9.01

Kab. Lebak

8.18

Kab. Tangerang

14.61

Kab. Serang

10.75

Kt. Tangerang

36.94

Kt. Cilegon

97.15

Kt. Serang

11.65

Kt. Tangerang Selatan

10.88

Provinsi Banten

18.86

Sumber : Banten dalam Angka 2013

Pembangunan daerah Banten lebih didasarkan pada orientasi output
dibandingkan pemerataan yang tercermin dari kondisi antara Banten Utara dengan
Banten Selatan. Banten Utara memiliki beberapa infrastruktur seperti Bandara
Soekarno Hatta dengan lapangan terbang terbesar dan paling sibuk di Indonesia
dan Pelabuhan Merak sebagai penyeberangan terbesar di Indonesia. Begitu juga
dengan pusat perbelanjaan yang menjamur di kota Tangerang, kota Tangerang
Selatan, dan kabupaten Tangerang. Namun, sangat bertolak belakang dengan
kondisi di Banten Selatan yang jauh tertinggal.
Secara geografis, Provinsi Banten memiliki posisi yang strategis dimana
menjadi penghubung antara Jawa dan Sumatera. Dengan posisi yang sangat
strategis dan potensial secara ekonomi, Banten menjadi salah satu daerah tujuan
investasi di Indonesia.
Tabel 2. Realisasi Investasi di Provinsi Banten
Sumber
Penanaman Modal Asing (PMA)
Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN)

361

2011
Investasi
(miliar US$)
2.1717

83

4.2986

Proyek

2012
Investasi
Proyek
(miliar US$)
405
2.7163
66

5.1175

Sumber : BKPMPT Provinsi Banten

Pada tahun 2011 total nilai investasi di Banten sebesar US$ 6.4703 miliar
dengan realisasi nilai PMDN sebesar US$ 2.1717 miliar dan PMA sebesar US$
4.2986 milliar. Pada tahun 2012, investasi meningkat menjadi US$ 7.8338 milliar
dengan realisasi nilai PMDN sebesar US$ 2.7163 milliar dan PMA sebesar US$
5.1175 milliar.
Provinsi Banten merupakan salah satu penerima investasi di Indonesia.
Namun, jumlah nilai investasi di Banten lebih banyak diserap oleh kota Tangerang

3

dan kabupaten Tangerang, kota Cilegon dan sebagian besar di kabupaten dan kota
di Banten Utara (Banten dalam Angka 2013). Nilai investasi di kota Tangerang
karena infrstruktur yang baik, dekat dengan Jakarta dan sebagai kota penyangga
Jakarta. Kabupaten dan kota di Banten Utara yang lain memiliki nilai investasi
yang tinggi juga karena memiliki infrastruktur yang mendukung seperti
pelabuhan, jalan, pasokan listrik, pendidikan dan kesehatan. Berbanding terbalik
dengan kondisi Banten Selatan dimana infrastruktur masih buruk.
Kebijakan pembangunan yang lebih mengedepankan pertumbuhan daripada
pemerataan. Pertumbuhan ekonomi didukung oleh ketersediaan infrastruktur.
Perbedaan infrastruktur merupakan salah satu penyebab adanya ketimpangan
perekonomian daerah yang satu dengan daerah yang lain. Adanya ketimpangan
pembangunan di Provinsi Banten ini, maka penting untuk menganalisis
ketersediaan infrastruktur terhadap pembangunan ekonomi di Provinsi Banten
pada periode tahun 2009-2012.

Rumusan Masalah
Provinsi Banten secara ekonomi berpotensi tinggi karena memiliki
kawasan industri, kawasan wisata yang sangat potensial, dan bandara udara dan
pelabuhan berskala internasional. Namun, keadaan infrastruktur wilayah Banten
yang tidak merata sehingga mengakibatkan adanya ketimpangan. Pertumbuhan
sektor infrastruktur di Provinsi Banten telah mengalami peningkatan yang
signifikan dan memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap pertumbuhan
ekonomi di beberapa kota dan kabupaten bagian Banten Utara. Pembangunan
infrastruktur mengalami kendala di kabupaten Pandeglang dan kabupaten Lebak.
Padahal dari segi investasi, para investor akan memilih daerah yang
infrastrukturnya lengkap. Infrastruktur yang memadai akan meningkatkan daya
saing.
Diperlukan adanya suatu model yang dapat memberikan arah dugaan yang
tepat terhadap pembangunan infrastruktur untuk mencapai peningkatan PDRB
perkapita dan pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya untuk mengetahui dugaan
tersebut maka dapat dirumuskan masalah-masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana perkembangan PDRB dan ketersediaan infrastruktur di Banten
Utara dan Banten Selatan?
2. Apakah infrastruktur (jalan, listrik, air, kesehatan, dan pendidikan)
mempunyai pengaruh signifikan terhadap PDRB perkapita dan pertumbuhan
ekonomi kabupaten/kota Provinsi Banten?

Tujuan Penelitian

1.
2.

Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah:
Untuk menganalisis perkembangan PDRB dan ketersediaan di Banten Utara
dan Banten Selatan.
Untuk menganalisis pengaruh infrastruktur jalan, listrik, air, kesehatan, dan
pendidikan terhadap PDRB perkapita dan pertumbuhan ekonomi di Provinsi
Banten.

4

Manfaat Penelitian
1.

2.
3.

Manfaat yang ingin diberikan pada penelitian ini adalah:
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah
sebagai pengambil keputusan dalam menentukan arah kebijakan
pembangunan infrastruktur agar perekonomian Banten menjadi lebih baik.
Bagi para akademisi. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
informasi bagi penelitian mendatang pada bidang yang sama.
Bagi masyarakat umum. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber
pengetahuan tambahan mengenai infrastruktur dan perkembangannya di
Banten.

Ruang Lingkup Penelitian
Fokus penelitian ini adalah menganalisis ketersediaan infrastruktur serta
pengaruhnya terhadap PDRB perkapita dan pertumbuhan ekonomi kabupaten/
kota di Provinsi Banten dengan menggunakan metode data panel. Penelitian ini
menggunakan variabel independen yaitu infrastruktur jalan, listrik, air, kesehatan,
dan pendidikan. Data yang digunakan adalah data cross section berupa data 8
kabupaten/kota di Provinsi Banten dan data time series selama 4 tahun dari tahun
2009 sampai dengan 2012.
Gambar 1. Peta administratif Provinsi Banten

Sumber : Peta Tematik Indonesia tahun 2014

5

Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini digunakan untuk mengetahui keterkaitan dari
variabel terikat dengan variabel bebas. Berdasarkan penelitian terdahulu, maka
dapat dirumuskan beberapa hipotesis sebagai berikut :
1. Pembangunan infrastruktur (jalan, listrik, air, pendidikan, dan kesehatan)
diduga mempunyai hubungan yang positif terhadap pembangunan ekonomi.
2. Tingkat pembangunan ekonomi Banten Utara lebih baik dibandingkan dengan
Banten Selatan dengan pembangunan infrastruktur.

TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum
Teori ekonomi pembangunan menjelaskan bahwa untuk meningkatkan
aktivitas ekonomi diperlukan sarana infrastruktur yang memadai. Oleh karena itu,
dalam rangka mempercepat peningkatan perekonomian dan memperkuat landasan
pembangunan eonomi yang berkelanjutan, diperlukan dukungan penyediaan
infrastruktur. Pertama penyediaan prasarana berdasarkan kebutuhan (demand
approach), dimana kebutuhan untuk memelihara prasarana yang telah dibangun.
Kedua penyediaan prasarana dalam mendorong tumbuhnya kegiatan ekonomi
suatu wilayah tertentu (supply approach). Pada saat ekonomi membaik, dapat
dilaksanakan pembangunan prasarana baru untuk mendorong tumbuhnya suatu
wilayah (Propenas 2000).
Dalam pengembangan ekonomi, faktor penting infrastruktur telah menjadi
bahan penelitian beberapa ahli. Hubungan antara infrastruktur seperti jalan, listrik,
dan air dengan pertumbuhan ekonomi telah sering di analisis, sekalipun hasil dari
penelitian tidak selalu sama namun pembangunan infrastruktur syarat perlu bukan
syarat cukup dari pertumbuhan ekonomi dan penyediaan jenis infrastruktur yang
sesuai pada tempat yang tepat secara efisien lebih penting daripada besarnya
investasi yang ditanamkan pada sektor infrastruktur yang di bangun.
Pentingnya peranan infrastruktur dalam mendorong pertumbuhan
ekonomi, maka diperlukan tinjauan secara teoritis kaitan infrastruktur terhadap
pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya, dijelaskan mengenai definisi infrastruktur
yang akan ditinjauan studi empiris yang telah dilakukan terkait dengan peranan
infrastruktur.

Pertumbuhan Ekonomi
Evolusi teori pertumbuhan ekonomi dimulai dari teori pertumbuhan linier
yang diungkap oleh Adam Smith, Karl Marx, dan David Ricardo (Kuncoro 2010).
Adam Smith menganggap kemakmuran negara diperoleh dari kemampuannya
untuk menggunakan sumberdaya alam dan manusia untuk menghasilkan tingkat
produksi yang lebih baik dengan menekankan adanya spesialisasi individu dan
pembagian kerja. Karl Marx melihat laba hanya akan tercipta melalui eksploitasi
pekerja. Dia menyimpulkan bahwa depresiasi yang datang secara perodik akan

6

meruntuhkan kapitalisme dan menimbulkan sosialisme. Ekonom lainnya, David
Ricardo memperkenalkan konsep Diminishing return dan marginal product yang
kemudian akan digunakan pada teori–teori pertumbuhan ekonomi selanjutnya
(Kuncoro 2010).
Pascateori pertumbuhan linier, banyak teori menekankankan adanya
perubahan struktural. Lewis melalui Teori Model Surplus Tenaga Kerja membagi
ekonomi ke dalam dua kategori, yaitu sektor yang subsistem dan kapitalis (Lynn
2003). Sektor subsistem adalah sektor pertanian dimana produksi pangan
dikonsumsi sebagian besar oleh petani itu sendiri. Sektor kapitalis adalah sektorsektor modern yang umumnya ditopang sektor-sektor industri. Inti model ini
adalah bagaimana proses pembangunan dimulai ketika terjadi migrasi tenaga kerja
dari sektor subsistem yang surplus, menuju sektor-sektor modern (Meier &
Stiglitz 2001).
Aliran dependensia pertama kali mencuat secara mendetail oleh Andre
Gunder Frank pada tahun 1967. Dia mengemukakan bahwa negara-negara dapat
dibagi menjadi dua golongan: negara-negara pusat pembangunan (negara maju)
dan negara-negara satelit (NSB). Para ekonom yang menyokong teori ini melihat
bahwa proses pembangunan digerakkan oleh negara-negara maju yang kemudian
mempengaruhi negara-negara satelit. Kesimpulan teori ini adalah negara-negara
miskin dapat berkembang hanya dengan memutus hubungan ekonomi dari negaranegara barat (Lynn 2003).
Teori neoklasik mencuat dua model yang terkenal, yaitu teori pertumbuhan
Harrod Domar dan Solow. Analisis Harrod Domar mengidentifikasi investasi dan
pembangunan mengambil peranan penting dalam sebuah ekonomi untuk mencapai
pertumbuhan yang kokoh melalui MPS (Marginal Prospensity to Save) dan ICOR
(Incremental Capital Output Ratio). MPS merupakan rasio perubahan tabungan
karena adanya perubahan pendapatan, S/Y, sedangkan ICOR adalah rasio yang
menunjukkan berapa tambahan stok modal yang dibutuhkan untuk memproduksi
sebesar satu dolar, K/Y. Analisis Robert Solow (1956) mengembangkan
sebuah teori yang disebut Model Solow. Solow mengatakan bahwa pertumbuhan
merupakan fungsi tenaga kerja dan modal. Ekonomi tumbuh hingga mencapai
keadaan stabil (steady state) dimana pendapatan tinggi dicapai. Setelah steady
state, tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi dapat dicapai melalui pengembangan
teknologi (Todaro 2006).
Terakhir muncul teori-toeri baru seperti teori Pertumbuhan Baru ( New
Growth Theory-NGT), Teori Ekonomi Baru (New Economic Geography-NEG),
dan teori Perdagangan Baru (New Trade Theory-NTT). Teori NGT yang
dikemukan oelh Paul Romer merupakan pengembangan dari teori Pertumbuhan
Neoklasik. Romer memasukkan variabel teknologi ke dalam model Solow, bukan
sebagai variabel diluar model. Oleh karena itu, kemampuan pengembangan
teknologi dan pengetahuan merupakan hal yang krusial dalam menciptakan
pertumbuhan (Kuncoro 2010).
Pertumbuhan ekonomi sebagai faktor terpenting dalam pembangunan.
Pemerintah dapat jatuh atau berkembang berdasarkan tinggi rendahnya tingkat
pertumbuhan ekonomi yang dicapai dan bahkan baik buruknya kualitas kebijakan
pemerintah diukur berdasarkan kecepatan pertumbuhan output yang dihasilkan
(Todaro 2000).

7

Tingkat produksi dari suatu wilayah yang dicapai dalam satu tahun
tertentu, dapat digambarkan oleh besarnya Produk Domestik Bruto (PDRB).
PDRB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha
dalam suatu wilayah tertentu atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir
yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi selama periode tertentu. Oleh karena
itu, tingkat pertumbuhan nilai PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK). Indeks
pertumbuhan ekonomi tersebut dapat dihitung dengan menggunakan formula
sebagai berikut :
Dimana:

LP= Laju pertumbuhan ekonomi
i = sektor 1,2,...9
t = tahun t
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

PDRB merupakan jumlah nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan
oleh seluruh unit usaha yang timbul akibat adanya aktivitas ekonomi suatu
wilayah tertentu. Dengan diketahui pertumbuhan sektor-sektor ekonomi yang
terdapat pada distribusi persentase sumbangan sektor ekonomi tertentu terhadap
nilai PDRB total dan laju pertumbuhan ekonomi, kebijakan dapat direncanakan ke
arah prioritas pembangunan ekonomi. Untuk menghitung PDRB ada tiga
pendekatan yang dapat digunakan, yaitu:
1) Pendekatan Produksi, PDRB merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir
yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah tertentu dalam
jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun).
2) Pendekatan Pendapatan, PDRB adalah jumlah balas jasa yang diterima
oleh faktor-faktor produksi di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu
(biasanya satu tahun).
3) Pendekatan Pengeluaran, PDRB merupakan semua komponen permintaan
akhir dari pengeluaran konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah,
perubahan investasi, dan ekspor neto dalam jangka waktu tertentu
(biasanya satu tahun).
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) digunakan untuk melihat
pergeseran dan struktur ekonomi. PDRB ADHB menggambarkan nilai tambah
barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada setiap tahun dan
menunujukkan pendapatan penduduk suatu daerah. PDRB perkapita ADHB
menunjukkan pendapatan per satu orang penduduk.
PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) digunakan untuk mengetahui
pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun dan menunjukkan laju pertumbuhan
ekonomi secara keseluruhan dari tahun ke tahun. PDRB ADHK menggambarkan
perkembangan riil barang dan jasa yang dihasilkan kegiatan ekonomi di daearah
tertentu. PDRB perkapita ADHK berguna untuk mengetahui pertumbuhan nyata
ekonomi per kapita. Penelitian ini digunakan PDRB ADHK 2000.

8

Infrastruktur
Infrastruktur adalah keseluruhan elemen yang berguna untuk memfasilitasi
dan mengintegrasi aktivitas-aktivitas ekonomi. Dalam hubungan infrastruktur
dengan pembangunan ekonomi, beberapa ekonom juga memberikan pendapatnya
mengenai infrastruktur. Hirschman (1958) mendefinisikan infrastruktur
dibutuhkan dalam mendukung kegiatan produksi pada berbagai sektor kegiatan
ekonomi.
Menurut Macmillan Distionary of Modern Economics (1996), infrastruktur
merupakan elemen struktural ekonomi yang memfasilitasi arus barang dan jasa
antara pembeli dan penjual. Sedangkankan The Routledge Dictionary of
Economics (1995) memberikan pengertian yang lebih luas bahwa infrastruktur
merupakan pelayan utama dari suatu wilayah yang membantu kegiatan ekonomi
dan kegiatan masyarakat sehingga dapat berlangsung melalui penyediaan
transportasi dan infrastrukur pendukung lainnya.
Menurut World Bank report 1994, dijelaskan bahwa infrastruktur dibagi
kedalam 3 golongan yaitu :
a. Infrastruktur ekonomi merupakan aset fisik yang menyediakan jasa yang
digunakan dalam produksi dan konsumsi final meliputi public utilities
(telekomunikasi, air minum, sanitasi dan gas), public works (jalan, bendungan
dan saluran irigasi dan drainase), serta sektor transportasi (jalan, kereta api,
angkutan pelabuhan dan lapangan terbang).
b. Infrastruktur sosial merupakan aset yang mendukung kesehatan dan keahlian
masyarakat meliputi pendidikan (sekolah dan perpustakaan), kesehatan (rumah
sakit dan pusat kesehatan) serta untuk rekreasi (taman, museum dan lain-lain).
c. Infrastruktur administrasi/ institusi meliputi penegakan hukum, kontrol
administrasi dan koordinasi serta kebudayaan.
Infrastruktur ekonomi umumnya memiliki karakteristik monopoli alamiah
karena pengadaan dan pengoperasian infrastruktur ekonomi akan lebih ekonomis
jika hanya dilakukan oleh satu perusahaan. Monopoli alamiah biasanya muncul
ketika skala ekonomis yang diperlukan untuk menyediakan suatu barang atau jasa
sedemikian besar sehingga akan lebih bermanfaat apabila pasokan barang atau
jasa diserahkan pada satu perusahaan (Mankiw 2003).
Infrastruktur dan Pertumbuhan Ekonomi
Faktor utama dalam pertumbuhan ekonomi yaitu akumulasi modal,
pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi (Todaro 2006). Akumulasi modal
diperoleh dari sebagian dari pendapatan yang ditabung dan diinvestasikan kembali
dengan tujuan memperbesar output dan pendapatan. Akumulasi modal ini dapat
dilakukan dengan investasi langsung terhadap stok modal secara fisik (pengadaan
pabrik baru, mesin-mesin, peralatan, dan bahan baku) dan dapat juga dengan
melakukan investasi terhadap fasilitas-fasilitas penunjang seperti investasi
infrastruktur, ekonomi dan sosial (pembangunan jalan, penyediaan listrik, dan air
bersih).
Salah satu teori pertumbuhan mengenai pembangunan adalah model
pertumbuhan Harrod-Domar. Model pertumbuhan ini menjelaskan bahwa tingkat
pertumbuhan dari GNP ( Y/Y) ditentukan oleh rasio tabungan (s) dan rasio
kapital-output nasional (k). Sementara, infrastruktur disini dapat dikategorikan ke

9

dalam capital stock (k). Sehingga secara tidak langsung, dapat dikatakan bahwa
peningkatan dalam capital stock termasuk infrastruktur akan berhubungan positif
dengan pertumbuhan ekonomi.
Teori pertumbuhan ekonomi neoklasik Solow memasukkan unsur
teknologi kedalam fungsi produksi. Menurut Solow, pertumbuhan ekonomi
berasal dari satu atau lebih dari tiga faktor berikut: peningkatan dalam kuantitas
dan kualitas pekerja, kenaikan dalam kapital (melalui tabungan dan investasi) dan
peningkatan dalam teknologi. Namun peran teknologi dalam model ini masih
eksogenous, yang artinya teknologi itu sendiri bukan merupakan hasil dari
pertumbuhan ekonomi, melainkan given. Investasi fisik seperti infrastruktur,
dalam model Solow ini dimasukkan dalam faktor kapital.
Teori ekonomi lain yang memasukkan peranan infrastruktur dalam
pertumbuhan ekonomi adalah teori pertumbuhan endogenous yang diperkenalkan
oleh Romer. Teori ini pada dasarnya menyatakan bahwa kemajuan teknologi tidak
dapat dikatakan eksogen, melainkan endogen karena kemajuan teknologi sangat
ditentukan oleh investasi dari sumber daya manusia dan industri berbasis ilmu
pengetahuan. Konsekuensi lebih lanjut dari teori ini adalah pentingnya penyediaan
infrastruktur yang dapat meningkatkan efisiensi alokasi sumber daya sehingga
menghasilkan increasing return to scale dalam proses produksi.

Penelitian Terdahulu
Rindang Bangun Prasetyo (2008) dalam penelitiannya mengenai
ketimpangan dan pengaruh infrastruktur terhadap pembangunan ekonomi
Kawasan Barat Indonesia, menganalisis bahwa panjang jalan, listrik, dan air
bersih berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan juga pendapatan
perkapita.
Menurut Deddy Radiansyah (2012) dalam penelitiannya mengenai
kontribusi infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi regional di Indonesia,
menganalisis bahwa infrastruktur jalan, listrik dan telepon berpengaruh secara
positif dan signifikan terhadap PDRB perkapita. Apabila terjadi penambahan pada
masing-masing infrastruktur jalan, listrik, dan telepon maka akan meningkatkan
PDRB perkapita dengan asumsi cateris paribus.
Menurut Heri Purnomo (2009) yang meneliti mengenai pembangunan
infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bekasi, menganalisis
bahwa infrastruktur memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian
dimana infrastruktur jalan, irigasi dan air bersih memberikan pengaruh nyata
terhadap PDRB.
Sedangkan Nella Helena (2013) yang meneliti kaitan ketersediaan
infrastruktur terhadap ketimpangan perndapatan perkapita, menganalisis bahwa
infrastruktur jalan, rasio ranjang rumah sakit, dan listrik berpengaruh positif dalam
meningkatkan ketimpangan pendapatan di Indonesia.
Menurut Meiyora Averiana (2013) yang meneliti dampak ketersediaan
infrastruktur terhadap kesejahteraan masyarakat kabupaten/kota di Indonesia,
menganalisis bahwa infrastruktur air, listrik, sekolah, dan tempat tidur rumah
sakit berpengaruh positif terhadap kesejahteraan masyarakat, sedangkan

10

ketersediaan infrastruktur panjang jalan per wilayah tidak berpengaruh signifikan
terhadap kesejahteraan masyarakat.
Beberapa Studi terdahulu di Indonesia mengenai keterkaitan pembangunan
infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Studi terdahulu mengenai infrastruktur dan pembangunan ekonomi
Penelitian/Studi
(Periode)
Ketimpangan dan
Pengaruh
Infrastruktur
terhadap
Pembangunan
Ekonomi KBI
(1995-2006)
Dampak
Pembangunan
Infrastruktur
terhadap
Pertumbuhan
Ekonomi
Kabupaten Bekasi
(1990-2006)
Analisis Kontribusi
Infrastruktur
Terhadap
Pertumbuhan
Ekonomi Regional
di Indonesia (19962008)

Pengaruh
Ketersediaan
Infrastruktur
terhadap
Ketimpangan
Pendapatan
Perkapita (20072011)

Pengaruh
Ketersediaan
Infrastruktur
terhadap
Kesejahteraan
Masyarakat (20092011)

Penelitian/
Penulis
(Tahun)

Rindang
Bangun
Prasetyo
(2008)

Heri Purnomo
(2009)

Deddy
Radiansyah
(2012)

Nella helena
(2013)

Meiyora
Averiana
(2013)

Lokasi

variabel
Independen

Hasil

1) Panjang
jalan 2)
Listrik 3)
Air bersih

panjang jalan, listrik,
dan air besih
memberikan pengaruh
yang postif terhadap
pertumbuhan ekonomi
dan juga pendapatan
perkapita.

Kabupaten
Bekasi

1) Jalan 2)
Irigasi 3)
Air Bersih

Secara bersama-sama
variabel infrastruktur
jalan, irigasi dan air
bersih memberikan
pengaruh nyata
terhadap variabel
PDRB.

26 Provinsi
di Indonesia

1) Investasi
2) Modal
Manusia 3)
jalan 4)
Listrik 5)
Telepon 6)
Dummy
Otonomi
Daerah

Indonesia

1) Jalan 2)
Listrik 3)Air
4)
Kesehatan
5)
Pendidikan

Kawasan
Barat
Indonesia
(KBI)

155
Kabupaten/
Kota di
Indonesia

1) Jalan 2)
Listrik 3)
Sekolah 4)
Kesehatan
5) Air

Pelaksanaan kebijakan
otonomi daerah
memberi pengaruh yang
positif dan signifikan
terhadap PDRB
perkapita yang
disebabkan oleh
pembangunan
infrastruktur.
Infrastruktur jalan,
kesehatan, dan listrik
berpengaruh signifikan
dan memiliki hubungan
yang negatif terhadap
ketimpangan
pendapatan yang berarti
meningkatkan
ketimpangan
pendapatan.
infrastruktur air, listrik,
sekolah, dan kesehatan
berpengaruh positif,
sedangkan ketersediaan
infrastruktur panjang
jalan per wilayah tidak
berpengaruh signifikan
terhadap kesejahteraan
masyarakat.

11

Kerangka Pemikiran
Pertumbuhan ekonomi dapat ditingkatkan melalui kebijakan moneter dan
kebijakan fiskal. Kebijakan moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan
keadaan makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui
pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Penelitian ini tidak
menggunakan kebijakan moneter. Kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan
ekonomi yang mengarahkan kondisi perekonomian menjadi lebih lebih baik
dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Pengeluaran
pemerintah dalam membangun infrastruktur mendukung perekonomian di daerah
kabupaten dan kota di Provinsi Banten pada penelitian ini. Analasis ketersediaan
infrastruktur di Provinsi Banten digunakan melihat peranan dari infrastruktur
dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Infrastruktur yang dianalisis dalam
penelitian ini adalah infrastruktur jalan, air, listrik, kesehatan, dan pendidikan
yang akan dilihat pengaruhnya terhadapt PDRB kabupaten/kota di Provinsi
Banten. Melalui penelitian ini dapat diperoleh kesimpulan dan rekomendasi yang
dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan arah pembangunan
ekonomi.
Pertumbuhan Ekonomi

Kebijakan Fiskal :
G untuk Infrastruktur

Kebijakan Moneter

Ketersediaan Infrastruktur kabupaten/kota di Provinsi
Banten 2009-2012

Infratruktur Sosial

Infrastruktur Ekonomi

Panjang jalan

Air

Kesehatan

Listrik

PDRB

Analisis Deskriptif dan analisis Data
Panel

Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan

Gambar 2. Kerangka Pemikiran

Pendidikan

12

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder periode 2009-2012 mencakup
wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Banten. Data sekunder diperoleh dari
berbagai sumber dan literatur, yakni Badan Pusat Statistik, Publikasi Kajian
Ekonomi Regional Bank Indonesia, Kajian Fiskal Regional Provinsi Banten, dan
Laporan tahunan kabupaten dan kota di Provinsi Banten.
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif dan
kuantitatif. Analisis kualitatif bertujuan memberikan gambaran umum tentang
data yang diperoleh dan mendeskripsikan dan mempermudah penafsiran yang
dilakukan dengan memberikan pemaparan dalam bentuk grafik, tabel, dan
diagram. Metode analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis data yang
dikumpulkan adalah model ekonometrika panel data. Data panel merupakan
gabungan dari data cross section dan data time series dengan keunggulan data
banyak tetapi model menjadi lebih kompleks (Nachrowi 2006). Model data panel
menggunakan metode teknik Pooled Least Square, Model Fixed Effect Model, dan
Random Effect Model. Kemudian digunakan uji kesesuain model dengan Chow
test dan Hausman Test menentukan model mana yang lebih tepat untuk
menjelaskan jenis infrastruktur yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
(Juanda 2012). Pemodelan panel data dilakukan dengan bantuan program aplikasi
Microsoft Excel 2010 dan E-Views 6.0 pada taraf nyata konsisten 5 persen.
a. Model Pooled Least Square (PLS)
Metode ini merupakan metode yang paling sederhana. Dalam estimasinya
diasumsikan bahwa setiap unit individu memiliki intersep dan slope yang
sama sehingga regresi data panel yang dihasilkan akan berlaku.
b. Fix Effect Model (FEM)
Metode FEM diasumsikan bahwa intersep pada regresi dapat dibedakan antar
individu karena setiap individu dianggap mempunyai karakteristik tersendiri.
Dalam membedakan intersepnya dapat digunakan peubah dummy, sehingga
metode ini juga dikenal dengan model Least Square Dummy Variable (LSDV).
c. Random Effect Model (REM)
Metode REM diasumsikan bahwa ada perbedaan karakteristik individu dan
waktu dimasukkan pada error dari model. Mengingat ada dua komponen yang
mempunyai kontribusi pada pembentukan error, yaitu individu dan waktu,
maka random error pada REM juga perlu dijabarkan menjadi error untuk
komponen individu, error komponen waktu dan error gabungan.

Pengujian Kesesuaian Model Penelitian
Pengolahan data panel menggunakan ketiga model di atas, maka perlu
dipilih model terbaik yang digunakan untuk mengestimasi data panel tersebut.

13

Gambar 3 menjelaskan pemilihan salah satu dari ketiga model tersebut dengan
melakukan uji.
FEM

PLS

REM

Hausman Test

Chow Test

Gambar 3. Tahap Pengujian Model
Dengan menggunakan program Eviews 6.0, pengujian model dilakukan
secara bertahap sesuai dengan gambar 1, yaitu :
a. Pemilihan Model PLS dengan FEM
Pemilihan model PLS dengan FEM dilakukan pengujian Chow test dengan
bentuk hipotesa:
H0 : Pooled Least Square
H1 : Fixed Effect

Keputusan:
H0 diterima apabila Fstat < Ftable
H1 diterima apabila Fstat > Ftable
Dimana;
SSRfixed = Sum Squared Resid pada model PLS
SSRpooled= Sum Squared Resid pada model FEM
N
= jumlah cross section
T
= jumlah time series
K
= jumlah variabel independen
Apabila hasil pengujian menunjukkan H1 diterima yang berarti model FEM
maka akan dibandingkan dengan REM.
b. Pemilihan FEM dengan REM
Pengujian ini telah tersedia dalam program Eviews 6.0 secara langsung untuk
melakukan Hausman Test dimana apabila nilai Prob. lebih kecil dari 0.05 ( =
5%) maka pendekatan yang paling cocok untuk mengestimasi data panel
adalah Fixed Effect Model.

Asumsi Dasar
Multikolinearitas
Indikasi multikolinearitas tercermin dengan hasil uji t dan uji F-statistic hasil
regresi. Jika banyak koefisien parameter dari uji t diduga tidak signifikan
sementara dari hasil uji F-statistic signifikan, maka dapat diduga ada
multikolinearitas. Multikolinearitas dapat diatasi dengan metode pooled sehingga
uji t maupun uji F-statistic menjadi signifikan.

14

Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas terjadi jika varians dari galat berubah yang biasa
terdapat pada data cross section akibat adanya perbedaan antar individu (Greene,
1997, 540). Heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan melakukan uji statistik
White Heteroskedasticity yang membandingkan sum square residual weighted
(SSRW) dengan unweighted (SSRUW). Jika nilai SSRW lebih kecil dari SSRUW
maka diasumsikan terjadi heteroskedastisitas.
Autokorelasi
Autokorelasi dapat timbul karena terjadinya inersia atau kelembaman,
terdapat bias, tidak dimasukkannya variabel yang ketinggalan atau terjadi
manipulasi data. Autokorealasi dapat diketahui dengan menggunakan uji DurbinWatson dengan membandingkan nilai statistik DW dengan nilai batas atas (du)
dan nilai batas bawah (dL) dari tabel Durbin Watson berdasarkan jumlah observasi
dan variabel bebas (tanpa nilai konstanata).

Perumusan Model Penelitian
Model penelitian data panel dari peranan variabel infrastruktur terhadap
PDRB perkapita pada penelitian ini yaitu:
LnPDRBit = i + β1LnKSHTANit + β2LnAIRit + β3LISTit + β4LnPENDit +
β5LnJLNit + β6(LnKSHTANit*Di + β7(LnAIRit*Di) + β8(LISTit*Di)
+ β9(LnPENDit*Di) + β6(LnJLNit*Di) +Di + Uit
Dimana;
LnPDRBit
LnJLNit

PDRB Perkapita daerah ke-i dan pada tahun ke-t (juta Rupiah/jiwa)
logaritma natural dari rasio total panjang jalan terhadap penduduk
daerah ke-i dan pada tahun ke-t (km/jiwa)
LISTit
persentase rumah tangga yang menggunakan listrik sebagai sumber
penerangan utama daerah ke-i dan pada tahun ke-t (%)
LnAIRit
logaritma natural dari rasio volume kapasitas air yang dipakai
terhadap jumlah penduduk daerah ke-i dan pada tahun ke-t
(m³/jiwa)
LnKSHTANit logaritma natural dari jumlah rumah sakit terhadap jumlah ranjang
rumah sakit daerah ke-i dan pada tahun ke-t
LnPENDit
logaritma natural dari rasio jumlah guru (SD, SMP, SMA, SMK)
terhadap jumlah penduduk daerah ke-i dan pada tahun ke-t
Di
dummy daerah ke-i dengan nilai 0 pada Banten Selatan dan 1
pada Banten Utara
i
Kabupaten Lebak, kabupaten Pandeglang, kabupaten Serang,
kabupaten Tangerang, kota Cilegon, kota Serang, kota Tangerang,
kota Tangerang Selatan

15

Model penelitian dari peranan variabel infrastruktur terhadap pertumbuhan
ekonomi pada penelitian ini yaitu:
LnPDRBit = i + β1LnKSHTANit + β2LnAIRit + β3LISTit + β4LnPENDit +
β5LnJLNit + β6(LnKSHTANit*Di + β7(LnAIRit*Di) + β8(LISTit*Di)
+ β9(LnPENDit*Di) + β6(LnJLNit*Di) +Di + Uit
Dimana;
LnPDRBit

PDRB ADHK 2000 daerah ke-i dan pada tahun ke-t (juta
Rupiah/jiwa)
LnJLNit
logaritma natural dari rasio total panjang jalan terhadap luas wilayh
daerah ke-i dan pada tahun ke-t (km/jiwa)
LISTit
persentase rumah tangga yang menggunakan listrik sebagai sumber
penerangan utama daerah ke-i dan pada tahun ke-t (%)
LnAIRit
logaritma natural dari rasio volume kapasitas air yang dipakai
terhadap jumlah penduduk daerah ke-i dan pada tahun ke-t
(m³/jiwa)
LnKSHTANit logaritma natural dari jumlah rumah sakit terhadap jumlah ranjang
rumah sakit daerah ke-i dan pada tahun ke-t
LnPENDit
logaritma natural dari rasio jumlah guru (SD, SMP, SMA, SMK)
terhadap jumlah penduduk daerah ke-i dan pada tahun ke-t
Di
dummy daerah ke-i dengan nilai 0 pada Banten Selatan dan 1
pada Banten Utara
i
Kabupaten Lebak, kabupaten Pandeglang, kabupaten Serang,
kabupaten Tangerang, kota Cilegon, kota Serang, kota Tangerang,
kota Tangerang Selatan

HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis deskriptif PDRB
Pertumbuhan ekonomi merupakan faktor penting dalam pembangunan.
Kualitas pemerintah dibidang ekonomi secara keseluruhan biasanya diukur
berdasarkan kecepatan pertumbuhan output nasional yang dihasilkan. Menurut
teori neoklasik, pertumbuhan output ekonomi dipengaruhi oleh pertumbuhan stok
kapital, pertumbuhan tenaga kerja dan kemajuan teknologi. Pengukuran
pertumbuhan ekonomi dihitung dengan peningkatan persentase dari Produk
Domestik Bruto (Mankiw 2003).
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menggambarkan kemampuan
suatu wilayah dalam menciptakan nilai tambah pada suatu waktu tertentu (Intan
2009). Tabel 4 menunjukkan PDRB Provinsi Banten mengalami peningkatan
dengan PDRB pada tahun 2012 sebesar 100816 miliar rupiah dari tahun 2009
sebesar 83596.4 miliar rupiah. Kondisi PDRB di Banten Utara dimana kota
Tangerang merupakan daerah dengan PDRB tertinggi sebesar 33428.9 miliar
rupiah pada tahun 2012, kabupaten Serang sebesar 20951.9 miliar rupiah, kota
Cilegon sebesar 19470.6 miliar rupiah, selanjutnya diikuti oleh kabupaten Serang

16

sebesar 7920.12 miliar rupiah, kota Tangerang Selatan sebesar 6303.48 miliar
rupiah, dan kota Serang sebesar 3330.16 miliar rupiah. Sedangkan kondisi di
Banten Selatan dimana kabupaten Pandeglang sebesar 4803.37 miliar rupiah dan
kabupaten Lebak 4607.59 miliar rupiah. Kota Tangerang memiliki PDRB
perkapita tertinggi karena daerah ini merupakan salah satu kota penyangga kota
Jakarta, memiliki pusat bisnis perbelanjaan dan memiliki kawasan industri yang
besar dengan perusahaan-perusahaan yang multinasional maka secara ekonomi
pendapatan akan sangat tinggi. Berbeda dengan Kabupaten Lebak dimana
pertanian mendominasi kegiatan perekonomian. Jumlah pendapatan daerah kota
Serang secara total lebih kecil dibanding dengan kabupaten Lebak dan kabupaten
Pandeglang. bila dilihat perbandingan jumlah penduduk dan luas daerah, kota
Serang lebih tinggi pendapatan perkapita dibandingkan kabupaten Lebak dan
kabupaten Pandeglang.
Tabel 4. PDRB ADHK kabupaten/kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012
(miliar rupiah)
Kabupaten/Kota
Kab. Pandeglang
Kab. Lebak

PDRB ADHK 2000
2009

2010

2011

2012

4032.4

4321.14

4547.85

4803.37

3895.5

4156.14

4387.62

4607.59

17382.1

18483.03

19725.85

20951.9

6850.9

7164.73

7536.1

7920.12

Kt. Tangerang

27562.5

29402.85

31414.1

33428.9

Kt. Cilegon

16246.8

17107.19

18228.29

19470.6

Kt. Serang

2678.3

2884.09

3110.15

3330.16

Kt. Tangerang Selatan

4947.9

5366.63

5823.83

6303.48

83596.4

88885.8

94773.79

100816

Kab. Tangerang
Kab. Serang

Provinsi Banten
Sumber : BPS, 2014 (Diolah)

Perkembangan distribusi PDRB kabupaten/kota di Provinsi Banten dapat
dilihat pada Tabel 5. Kota Tangerang dan kabupaten Tangerang mendominasi
perekonomian di Provinsi Banten yang dibuktikan dengan distribusi lebih dari 50
persen dari total PDRB Provinsi Banten selama kurun waktu 2009 hingga 2012.
Pada kurun waktu yang sama PDRB kota Cilegon memiliki distribusi terhadap
PDRB Provinsi Banten cukup tinggi sekitar 18 persen. Sedangkan kabupaten
Lebak dan kabupaten Pandeglang mempunyai PDRB relatif kecil, hal ini terlihat
dari distribusi masing-masing pada tahun 2012 sebesar 4.86 persen dan 5.07
persen. Bila dibandingkan dengan banyak penduduk dan luas wilayah antar
kabupaten/kota, kabupaten Lebak dan kabupaten Pandeglang merupakan yang
terbesar tetapi pendapatan dari wilayah Banten Selatan sangat rendah. Perbedaan
Banten Utara dengan Selatan hampir 10 banding 1. Dengan demikian terjadi
ketimpangan ekonomi antara Banten Utara dengan Banten Selatan.

17

Tabel 5. Distribusi PDRB kabupaten/kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012
(%)
Kabupaten/Kota

Distribusi PDRB
2009

2010

2011

2012

Kab. Pandeglang

5.29

5.10

5.04

5.07

Kab. Lebak

5.16

4.97

4.89

4.86

21.75

20.49

20.72

20.88

8.14

7.46

7.47

7.44

Kt. Tangerang

34.94

33.45

33.23

Kt. Cilegon

14.15

18.37

33.47
18.13

Kt. Serang

3.40

3.32

3.33

3.35

Kt. Tangerang Selatan

7.17

6.82

6.95

7.09

100.00

100.00

100.00

100.00

Kab. Tangerang
Kab. Serang

Provinsi Banten

18.09

Sumber : BPS, 2014 (Diolah)

Analisis Deskriptif Infrastruktur
Infrastruktur Pendidikan
Pendidikan membentuk kemampuan manusia lebih berkualitas yang
memiliki pengetahuan dan keterampilan menguasai teknologi. Dengan semakin
berkualitas sumberdaya manusia, kesejahteraan akan meningkat dan mendorong
pembangunan ekonomi. Pendidikan dapat ditempuh melalui sekolah. Pemerintah
memiliki program wajib belajar 12 tahun, maka pemerintah mengembangkan
infrastruktur pendidikan.
Infrastruktur pendidikan pada penelitian ini meliputi SD, SMP,SMA dan
SMK. Terlihat pada gambar 4 menunjukkan bahwa pembangunan sekolah
Provinsi Banten mengalami peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan jumlah
sekolah dikarenakan seluruh kabupaten/kota memprioritaskan pendidikan. Hal ini
tercemin dengan tingginya rasio belanja pendidikan sebesar 20% terhadap total
APBD menurut amanat Undang-undang.
Gambar 4. Jumlah sekolah SD, SMP, SMA, dan SMK di Provinsi Banten tahun
2007-2012 (unit)
7000
6500
BANTEN

6000
5500
2007 2008 2009 2010 2011 2012
Sumber : BPS, Banten Dalam Angka 2007-2013

Gambar 4 menunjukkan rasio jumlah guru terhadap sekolah pada tahun
2012. Perbandingan antara jumlah guru dengan jumlah sekolah memberi
informasi bahwa penempatan guru di Provinsi Banten ada ketimpangan. Rasio
jumlah guru terhadap sekolah tertinggi adalah kota Tangerang sebesar 22

18

sedangkan rasio terendah kabupaten Pandeglang sebesar 11. Diperlukan ada
kebijakan tentang penempatan guru sehingga terjadi pemerataan sehingga kualitas
sumberdaya manusia dapat bersaing.
Gambar 5. Rasio jumlah guru terhadap sekolah tahun 2012 (orang per sekolah)
25
20
15
10
5
0

Sumber :BPS, Banten Dalam Angka 2013

Infrastruktur Jalan
Banten sebagai penghubung antara Jawa dan Sumatera dan memiliki
potensi pertanian dan parawisata yang sangat baik, diperlukan infrastruktur jalan
yang memadai. Jalan penting juga untuk menghubungkan satu daerah dengan
daerah lain karena mobilisasi ekonomi saat ini bertumpu pada jaringan jalan.
Muatan barang sebagian besar masih diangkut melalui jalan darat khususnya
daerah Provinsi Banten dibandingkan penggunaan transportasi lain.
Seperti yang terlihat pada Tabel 6, total panjang jalan Provinsi Banten
pada tahun 2012 adalah 6501.88 km, hanya meningkat 0.88 persen dari tahun
2009 yang sebesar 6444.62 km. Selama periode tersebut daerah Provinsi Banten
menunjukkan tidak adanya peningkatan pembangunan jalan kecuali kota Cilegon
sebesar 13.85 persen. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan belanja jalan,
irigasi dan jalan dari Rp20.946 miliar tahun 2009 menjadi Rp64.036 miliar tahun
2012. Adanya kenaikan belanja sebesar Rp43.09 miliar mengindikasikan
peningkatan pembangunan panjang jalan.
Tabel 6. Total panjang jalan kabupaten,kota, dan provinsi Banten 2009-2012 (km)
Kabupaten/Kota
Kab. Pandeglang
Kab. Lebak
Kab. Tangerang
Kab. Serang
Kt. Tangerang
Kt. Cilegon
Kt. Serang
Kt. Tangerang Selatan
Provinsi Banten
Sumber : BPS, 2014 (Diolah)

2009
723.03
833.9
2080.35
997.64
530.63
330.87
307.27
640.93
6444.62

2010
723.03
837.96
2080.35
997.65
530.63
331.