Penggunaan Benzil Amino Purin (BAP) pada Okulasi Jeruk Keprok (Citrus reticulata)
PENGGUNAAN Benzil Amino Purin (BAP) PADA OKULASI
JERUK KEPROK (Citrus reticulata)
NUR WAHYU SARININGTIAS
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penggunaan Benzil
Amino Purin (BAP) pada Okulasi Jeruk Keprok (Citrus reticulata) adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Nur Wahyu Sariningtias
NIM A24090021
ABSTRAK
NUR WAHYU SARININTGTIAS. Penggunaan Benzil Amino Purin (BAP) pada
Okulasi Jeruk Keprok (Citrus reticulata). Dibimbing oleh ROEDHY
POERWANTO dan ENDANG GUNAWAN.
Jeruk keprok (Citrus reticulata) merupakan salah satu komoditas buah
yang penting di Indonesia. Permasalahan yang sering muncul dalam
pengembangan jeruk keprok adalah ketersediaan bibit yang sehat dan dalam
jumlah yang banyak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
pemberian Benzil amino purin (BAP) terhadap keberhasilan okulasi dan
pertumbuhan tunas pada tanaman jeruk keprok Borneo Prima dan Garut Dataran
Rendah. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Pasir Kuda, Ciomas,
Bogor pada bulan Januari sampai bulan Mei tahun 2013. Penelitian disusun dalam
rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) faktorial dengan dua faktor yakni
varietas batang atas (Borneo Prima dan Garut Dataran Rendah) dan konsentrasi
BAP (0 ppm, 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm) yang diulang 3 kali sehingga terdapat 24
unit percobaan. Data hasil percobaan dianalisis secara statistika dengan uji F pada
taraf nyata 5% dan dilanjutkan dengan uji lanjutan DMRT pada taraf nyata 5%
untuk nilai yang berbeda nyata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian
BAP dengan konsentrasi rendah pada dua varietas batang atas jeruk keprok tidak
memberikan hasil yang berbeda nyata pada peubah keberhasilan okulasi dan
pertumbuhan tunas tanaman.
Kata kunci: batang atas, batang bawah, nutrisi, sitokinin, tunas
ABSTRACT
NUR WAHYU SARININGTIAS. The Use of Benzyl Amino Purines (BAP) on
Budding Mandarins. Supervised by ROEDHY POERWANTO and ENDANG
GUNAWAN.
Mandarins (Citrus reticulata) is one of the important fruit commodity in
Indonesia. The problems that often arise in the development t is the availability of
healthy seedlings and in large numbers. The purpose of this research is to know
the effect of Benzyl Amino Purines (BAP) to the success of budding and bud
growth on the plant mandarins Borneo Prima and Garut Dataran Rendah. This
research was conducted at the Pasir Kuda Experimental Farm, Ciomas, Bogor in
January to May 2013. This research was arranged in a randomized complete block
design with two factors of the varieties of scions (Borneo Prima and Garut
Dataran Rendah) and the concentration of BAP (0 ppm, 5 ppm, 10 ppm, and 15
ppm) were repeated 3 times so there are 24 experimental units. The research data
was analyzed statically using F test at 5% and continued with DMRT test at 5%.
The results showed that the giving of BAP with low concentration on the scions of
two varieties of mandarins do not give significantly different results in the
variable success of budding and growth of plant shoots.
Keywords: bud, citokinin, nutrition, rootstock, scion
PENGGUNAAN Benzil Amino Purin (BAP) PADA OKULASI
JERUK KEPROK (Citrus reticulata)
NUR WAHYU SARININGTIAS
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Penggunaan Benzil Amino Purin (BAP) pada Okulasi Jeruk Keprok
(Citrus reticulata)
Nama
: Nur Wahyu Sariningtias
NIM
: A24090021
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Roedhy Poerwanto, MSc
Pembimbing I
Endang Gunawan, SP MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Agus Purwito, MSc Agr
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat,
hidayah dan inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
Penggunaan Benzil Amino Purin (BAP) pada Okulasi Jeruk Keprok (Citrus
reticulata). Skripsi ini merupakan laporan hasil penelitian yang telah penulis
laksanakan. Penelitian ini dilaksanakan karena terdorong keinginan untuk
mengetahui pengaruh pemberian BAP terhadap keberhasilan okulasi dan
pertumbuhan tanaman jeruk Keprok (Citrus reticulata Lour.) dan hasil penelitian
diajukan sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana. Penelitian ini
dibiayai dengan dana penelitian dari Kementerian Riset dan Teknologi dengan
nomor kontrak 38/SEK/INSINAS/PPK/I/2013 tanggal 14 Januari 2013, untuk itu
penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof Dr Ir Roedhy Poerwanto, MSc sebagai dosen pembimbing skripsi I dan
Endang Gunawan, SP MSi sebagai dosen pembimbing skripsi II yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan dalam pelaksanaan penelitian dan
penyusunan skripsi.
2. Kedua orang tua dan keluarga yang selalu memberikan dukungan moril dan
materil serta doa yang tulus kepada penulis.
3. Ir Adolf Pieter Lontoh, MS selaku dosen pembimbing akademik atas arahan
dan masukannya selama penulis melaksanakan studi.
4. Dr Ir Ketty Suketi, MSi sebagai dosen penguji pada ujian skripsi atas saran
dan masukannya untuk perbaikan skripsi.
5. Pusat Kajian Hortikultura Tropik (PKHT) yang telah membantu
terselenggaranya penelitian.
6. Bapak Baisuni dan Bapak Herman yang telah membantu dalam pelaksaan
penelitian.
7. Rekan-rekan Agronomi 46 (Socrates) khususnya Annisa, Mayang Sari,
Herlyana Indah Wardani, dan Sulaiman yang selalu memberikan dukungan
dan bantuannya selama pelaksanaan penelitian.
8. Teman-teman di KSB Masyarakat Roempoet yang selalu memberikan
semangat kepada saya dalam melewati segala rintangan selama kuliah di IPB.
9. Seluruh dosen dan karyawan Departemen Agronomi dan Hortikultura yang
telah memberikan bantuannya.
10. Semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan baik secara
langsung maupun tidak langsung selama pelaksanaan studi, penelitian dan
penyusunan skripsi.
Semoga skripsi ini akan bermanfaat bagi mahasiswa atau sivitas akademika
Institut Pertanian Bogor khususnya dan semua pihak yang memerlukan.
Bogor, September 2014
Nur Wahyu Sariningtias
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis
1
1
2
2
TINJAUAN PUSTAKA
Jeruk Keprok
Okulasi
Batang Bawah untuk Okulasi
Batang Atas untuk Okulasi
Zat Pengatur Tumbuh
2
2
4
4
5
5
METODE
Bahan
Alat
Tempat dan Waktu
Prosedur Analisis Data
Prosedur Percobaan
6
6
6
7
7
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keberhasilan Okulasi
Pertumbuhan Tunas Okulasi
12
12
15
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
18
18
19
DAFTAR PUSTAKA
19
LAMPIRAN
22
RIWAYAT HIDUP
24
DAFTAR TABEL
1 Persentase okulasi jadi pada pengamatan pertama pada konsentrasi
BAP dan varietas batang atas yang berbeda
2 Waktu mencapai 50% tumbuh tunas, persentase bibit dorman,
persentase bibit mati pada konsentrasi BAP dan varietas batang atas
yang berbeda
3 Jumlah okulasi yang tumbuh pada perlakuan konsentrasi BAP dan
varietas batang atas yang berbeda
4 Panjang tunas okulasi, jumlah daun pada tunas, dan diameter tunas
okulasi pada perlakuan konsentrasi BAP dan varietas batang atas
yang berbeda
13
14
16
17
DAFTAR GAMBAR
1 Langkah-langkah okulasi irisan
2 Tanaman jeruk hasil okulasi
9
10
DAFTAR LAMPIRAN
1 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh konsentrasi BAP dan varietas
batang atas terhadap keberhasilan okulasi dan pertumbuhan bibit
jeruk keprok
2 Luas daun varietas Keprok Garut
3 Luas daun varietas Keprok Borneo Prima
22
23
23
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jeruk keprok merupakan salah satu jenis jeruk berwarna jingga yang
tumbuh baik di dataran tinggi. Beberapa varietas jeruk keprok komersial hasil
seleksi Balitjestro dan dari Pemerintah Daerah yang sudah dilepas oleh
Kementerian Pertanian antara lain Keprok Batu 55 berasal dari Batu, Jawa Timur,
Keprok Garut dari Jawa Barat, Keprok Pulung dari Jawa Timur, Keprok
Tawangmangu dari Jawa Tengah, Keprok SOE dari NTT, Keprok Tejakula (Bali),
Keprok Madura, Keprok Borneo Prima (Kaltim) dan Keprok Trigas (Kalbar).
Terbatasnya lahan di dataran tinggi yang cocok untuk pertanian menyebabkan
pengembangan jeruk keprok tersebut terhambat. Saat ini ditemukan ada beberapa
varietas jeruk keprok yang dapat dikembangkan di dataran rendah dan
menghasilkan buah jeruk berwarna jingga.
Bergesernya selera masyarakat yang cenderung lebih menyukai jeruk
berwarna jingga menyebabkan terjadinya peningkatan permintaan terhadap jeruk
tersebut. Produksi jeruk berwarna jingga yang ada di Indonesia saat ini belum
mampu memenuhi kebutuhan permintaan konsumen. Kondisi tersebut membuat
Indonesia diserbu jeruk impor dari berbagai negara. Peningkatan impor jeruk
berwarna jingga terjadi setiap tahunnya. Hal ini menempatkan Indonesia termasuk
sebagai negara pengimpor jeruk terbesar kedua di ASEAN setelah Malaysia
(Hardiyanto 2012).
Berdasarkan Angka Tetap (ATAP) 2011 dari Direktorat Jenderal
Hortikultura, luas panen jeruk (jeruk siam/keprok dan jeruk besar) di Indonesia
pada tahun 2011 adalah 51.69 ribu ha. Provinsi di Luar Jawa umumnya lebih
mendominasi luas panen jeruk dibandingkan provinsi di Jawa. Tahun 2011 luas
panen jeruk di luar Jawa sebesar 40.23 ribu ha (77.83%), sedangkan di Jawa
sebesar 11.46 ribu ha (22.17%). Produksi jeruk di Indonesia pada tahun 2011
mencapai 1 818 949 ton dan mengalami penurunan pada tahun 2012 menjadi
sebesar 1 611 784 ton (BPS, 2013).
Hardiyanto (2012) menyatakan agribisnis jeruk masih didominasi oleh jeruk
Siam yang mencapai hampir 80%. Luas pertanaman jeruk di dataran rendah, 60
persennya merupakan jeruk Siam. Sutopo (2012) menambahkan bahwa petani
lebih senang menanam jeruk Siam karena lebih cepat berbuah dan
produktivitasnya lebih tinggi.
Di Jawa Barat khususnya Bogor sedang dikembangkan beberapa varietas
jeruk keprok yakni keprok Borneo Prima dan keprok Garut Dataran Rendah yang
menurut Poerwanto et al. (2013) kedua varietas jeruk tersebut berpotensi untuk
dikembangkan di dataran rendah. Bibit jeruk unggul bebas penyakit dibutuhkan
dalam jumlah banyak untuk pengembangan tersebut. Salah satu metode
perbanyakan bibit jeruk yang biasa digunakan adalah dengan okulasi.
Perbanyakan tanaman secara komersial dengan metode okulasi secara besarbesaran perlu dilakukan untuk menunjang program tersebut.
Kenyataannya untuk melakukan okulasi tidak sewaktu-waktu dapat
dilakukan karena apabila okulasi dilakukan pada saat kambium tidak sedang aktif
membelah, biasanya okulasi gagal. Di daerah tropis seperti di Indonesia agak sulit
2
untuk mengetahui kapan kambium jeruk sedang membelah atau tidak.
Penggunaan Benzil Amino Purin (BAP) diharapkan dapat mengurangi kegagalan
okulasi, sehingga okulasi jeruk dapat dilakukan kapan saja.
Benzil Amino Purin (BAP) adalah zat pengatur tumbuh yang termasuk ke
dalam jenis sitokinin yang dapat berperan untuk merangsang pembelahan sel.
Pada perbandingan konsentrasi tertentu, BAP bersama hormon yang lain dapat
merangsang pertumbuhan tunas tanaman. Namun, penelitian mengenai pengaruh
pemberian BAP terhadap keberhasilan okulasi pada tanaman jeruk belum banyak
dilakukan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai penggunaan BAP
kaitannya untuk meningkatkan keberhasilan okulasi pada tanaman jeruk.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian BAP
terhadap keberhasilan okulasi dan pertumbuhan tunas pada tanaman jeruk keprok
Borneo Prima dan jeruk keprok Garut Dataran Rendah.
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah:
1. Terdapat pengaruh pemberian BAP terhadap keberhasilan okulasi pada
tanaman jeruk keprok.
2. Terdapat pengaruh perbedaan varietas batang atas jeruk keprok terhadap
keberhasilan dan pertumbuhan tunas hasil okulasi.
3. Terdapat interaksi antara pemberian BAP dan varietas jeruk keprok terhadap
keberhasilan dan pertumbuhan tanaman okulasi
TINJAUAN PUSTAKA
Jeruk Keprok
Tanaman jeruk keprok (Citrus reticulata) diduga berasal dari Asia
Tenggara, kemudian menyebar ke seluruh dunia terutama di daerah subtropis.
Jeruk keprok dikenal dengan daging buah berwarna oranye dan kulitnya mudah
dikupas. Rasanya manis atau asam manis. Jumlah bijinya biasanya tidak terlalu
banyak. Warna jeruk masak adalah oranye. Jeruk keprok disebut juga mandarin
Indonesia. Buahnya bundar, tidak terlalu licin dan berkulit agak tebal. Kulit
berbenjol yang tidak mudah lepas dan berwarna oranye kekuningan. Buah jeruk
ada yang berbentuk bulat, oval atau lonjong sedikit memanjang (Kanisius, 1994).
Pada umumnya tanaman jeruk keprok tidak memiliki duri. Batangnya bulat
atau setengah bulat. Daunnya berbentuk bulat telur memanjang, elips atau lanset.
Permukaan atas daun berwarna hijau tua mengkilat dan permukaan daun berwarna
hijau muda. Panjang daun 4-8 cm dan lebarnya 1.5-4 cm. tangkai daun bersayap
sangat sempit sehingga bisa dikatakan tidak bersyap (Johani 2008).
3
Menurut Steenis (2006), kedudukan jeruk ini dalam sistematika tumbuhan
adalah sebagai berikut:
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Class
: Dicotyledonae
Ordo
: Rutales
Famili
: Rutaceae
Genus
: Citrus
Spesies
: Citrus reticulata
Komoditas buah jeruk dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat terutama
jenis komoditas jeruk keprok. Jeruk keprok mempunyai nilai ekonomi tinggi,
tahan agak lama dan mudah menyimpannya (Kanisius, 1994).
Jeruk Keprok Borneo Prima
Jeruk keprok Borneo Prima adalah tanaman jeruk asal kabupaten Kutai
Timur, Kalimantar Timur. Jeruk tersebut merupakan varietas lokal baru yang
dapat tumbuh dan menghasilkan buah dengan warna oranye pada dataran rendah
(seperti jeruk keprok yang tumbuh di dataran tinggi). Buah jeruk keprok Borneo
Prima berbentuk bulat pendek atau agak bulat dengan ukuran rata-rata tinggi 5.66.4 cm, diameter 6.1-7.6 cm. Kulit buah matang berwarna kuning dan
permukaannya halus. Ujung buah berlekuk dalam. Buah jeruk ini tidak berpusar
buah. Ketebalan kulit rata-rata 3.5 mm. Daging buah bertekstur lunak dengan rasa
manis. Buah mengandung jus 19.79-26.24%. Berat buah antara 60-290 gram per
buah. Biji berwarna krem dan berbentuk oval. Tiap buah memiliki 7-22 biji
dengan ukuran panjang 11-12 mm, diameter 6-7 mm. Tanaman tumbuh berupa
pohon berbatang rendah dengan tinggi rata-rata 3.5 m. Umumnya tanaman ini
tidak berduri. Batang bulat atau setengah bulat dan memiliki tajuk menjulang
dengan percabangan yang rapat mengarah ke atas. Daun berbentuk jorong dengan
tepi beringgit dan ujung meruncing. Permukaan atas daun berwarna hijau tua
mengilat, sedangkan permukaan bawah hijau muda. Panjang daun 8.2-9.6 cm dan
lebar 3.5-5.0 cm. Panjang tangkai daun 1.2-2.5 cm bersayap sangat sempit
sehingga bisa dikatakan tidak bersayap (Direktorat Budidaya Tanaman Buah
2010).
Jeruk Keprok Garut Dataran Rendah
Jeruk keprok Garut merupakan tanaman jeruk asli dari daerah Wanaraja,
Garut. Tanaman jeruk keprok Garut tumbuh berupa pohon berbatang rendah
dengan tinggi antara 2-8 m. Umumnya tanaman ini tidak berduri. Batang bulat
atau setengah bulat dan memiliki percabangan yang banyak dengan tajuk sangat
rindang. Dahan kecil dan letaknya berpencar tidak beraturan. Daun berbentuk
bulat telur memanjang, elips, atau lanset dengan pangkal tumpul dan ujung
meruncing seperti tombak. Permukaan atas daun berwarna hijau tua mengilat,
sedangkan permukaan bawah hijau muda. Panjang daun 4-8 cm dan lebar 1.5-4
cm. Tangkai daunnya bersayap sangat sempit sehingga bisa dikatakan tidak
bersayap (Direktorat Budidaya Tanaman Buah 2010). Buah berbentuk bulat agak
gepeng, bagian ujung menjorok ke dalam, dan bagian pangkal terdapat puting.
Tebal kulit buah 3 – 5 mm, berpori-pori nyata serta berwarna hijau saat buah
4
muda dan berwarna hijau kekuningan saat buah matang. Sementara itu, daging
buah berwarna kuning atau jingga dengan aroma buah harum khas keprok Garut
dan rasa yang manis segar (Keputusan Menteri Pertanian, 1999). Jeruk keprok
Garut Dataran Rendah berbeda dengan jeruk keprok Garut Dataran Tinggi. Jeruk
keprok Garut Dataran Rendah memiliki karakter buah yang dapat memenuhi
standar kualitas OECD (Organisation for Economic Co-operation and
Development) dan layak untuk dikembangkan (Suleyman, 2013).
Okulasi
Sebagian besar tanaman jeruk ditanam dari bibit hasil okulasi (budding) dan
sambung (grafting) (Ashari 2006). Okulasi atau menempel tunas pada dasarnya
sama dengan menyambung batang, hanya saja pada okulasi yang dipindahkan
hanyalah sebuah mata tunas dengan kulit tempatnya melekat tidak dengan
batanynya (Tohir 1981). Menurut Hartman dan Kester (1983) budding adalah
salah satu bentuk dari grafting dengan ukuran batang atas tereduksi menjadi hanya
terdiri atas satu mata tunas. Batang atas berupa potongan pucuk tanaman yang
terdiri atas beberapa tunas dorman yang akan berkembang menjadi tajuk,
sedangkan batang bawah akan berkembang menjadi sistem perakaran.
Setiono dan Supriyanto (2004) menyatakan bahwa ada beberapa teknik
okulasi yang dapat diterapkan di pembibitan jeruk, yaitu: 1) okulasi biasa (forkert
modification budding), 2) okulasi-T (T-budding), dan 3) okulasi irisan (chip
budding). Tiga macam cara okulasi tersebut dapat dimodifikasi menjadi beberapa
cara yang merupakan hasil pengembangan atau kombinasi dari beberapa cara
okulasi yang ada. Okulasi pada penelitian ini dilakukan dengan sistem okulasi
irisan (chip budding).
Okulasi dilakukan dengan teknik okulasi irisan karena menurut Setiono dan
Supriyanto (2004) okulasi irisan memiliki beberapa keunggulan, antara lain: 1.)
secara teknis mudah dilakukan, cepat, persen keberhasilan tinggi, dan
pertumbuhan bibit relatif cepat, 2.) dapat dilakukan pada kondisi semaian batang
bawah yang masih muda, 3.) dapat dilaksanakan pada semaian batang bawah yang
kulitnya tipis dan sulit dikelupas.
Okulasi memiliki beberapa keunggulan dibanding dengan cara perbanyakan
yang lain, yakni: secara teknis mudah dilakukan, cepat, perakarannya adalah akar
tunggang sehingga lebih kuat, sama dengan induknya, relatif lebih resisten
terhadap hama dan penyakit. Perbanyakan secara okulasi lebih efektif dalam
menunjang pengembangan tanaman.
Waktu untuk melakukan okulasi yang paling baik adalah pada saat kulit
batang bawah maupun batang atas mudah dikelupas dari kulitnya. Saat ini terjadi
pada waktu pembelahan sel dalam kambium berlangsung secara aktif (Wudianto
2001).
Batang Bawah untuk Okulasi
Batang bawah yang biasa digunakan untuk penyambungan dan penempelan
pada prinsipnya harus mampu menjalin persatuan yang normal dan mampu
5
mendukung pertumbuhan batang atasnya tanpa menimbulkan gejala negatif yang
tidak diinginkan. Untuk batang bawah yang perlu diperhatikan adalah sistem
perakarannya (Hartman dan Kester, 1983).
Batang bawah yang banyak digunakan di Indonesia saat ini adalah
Javansche Citroen (JC) dan Rough Lemon (RL) (Poerwanto et al., 2002). Selain
itu ada beberapa varietas lain cukup menjanjikan dan telah banyak digunakan di
luar negeri antara lain: Flying Dragon, Citrumelo, Volkameriana, dan Rangpur
Lime. Tidak semua varietas tersebut dapat langsung dimanfaatkan sebagai batang
bawah di Indonesia, misalnya Flying Dragon merupakan tanaman daerah subtropika, sehingga kurang adaptif di daerah tropika.
Umur batang bawah untuk dapat diokulasi sangat beragam tergantung
kepada jenis tanamannnya. Ada yang masih berumur 9 bulan sudah bisa diokulasi,
tetapi ada juga lebih dari 4 tahun baru bisa diokulasi. Tetapi yang umum tanaman
dapat diokulasi lebih kurang berumur 1 tahun atau cabangnya sudah mencapai
sebesar ibu jari (Wudianto 2001).
Menurut Joesoef (1993), yang menjadi syarat batang bawah adalah:
a. Perakaran yang kuat dan dalam serta tahan terhadap penyakit akar dan batang.
b. Pertumbuhan kuat dan sehat serta dapat tumbuh serasi dengan batang atas
(kompatibel).
c. Toleran terhadap penyakit virus Tristeza.
d. Buah dan biji banyak.
Batang Atas untuk Okulasi
Batang atas dari bibit okulasi sebenarnya hanya berupa mata dari tanaman
yang kita kehendaki. Agar okulasi memuaskan tentu saja mata ini harus diambil
dari pohon induk yang subur dan dari cabang yang tidak terserang hama-penyakit.
Sebab penyakit dapat ditularkan oleh mata yang ditempelkan. Bentuk mata yang
baik adalah bulat dan besar-besar. Mata demikian dapat diperoleh dari cabang
yang telah berumur lebih-kurang 1 tahun. Jika cabang yang diambil matanya
masih terlalu muda biasanya mata sulit untuk dilepas. Tanda cabang yang
memenuhi syarat adalah berwarna hijau kelabu atau kecoklatan (Wudianto 2001).
Menurut Joesoef (1993) yang menjadi syarat batang atas adalah:
1. Produksi tinggi dan kualitas buah baik.
2. Pohon sehat, terutama bebas dari penyakit virus Tristeza dan CVPD.
3. Umur tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua.
4. Ranting untuk mata tempel dan sambungan tidak berduri dan tidak ada
menunjukkan gejala-gejala kuning atau mutasi.
5. Pohon induk berada ditempat yang sekitarnya (radius 5 km) tidak ada tanaman
yang sakit, terutama CVPD.
Zat Pengatur Tumbuh
Zat pengatur tumbuh menurut Salisbury dan Ross (1992) adalah senyawa
organik yang disintesis di salah satu bagian tumbuhan dan dipindahkan ke bagian
lain, dan pada konsentrasi yang sangat rendah mampu menimbulkan suatu respon
6
fisiologis. Sitokinin merupakan salah satu dari jenis zat pengatur tumbuh.
Sitokinin disintesis dari akar dan ditransfer melalui pembuluh angkut ke daun.
Pada daun tersebut, sitokinin merangsang aktivitas pembelahan sel. Sitokinin
merupakan zat pengatur tumbuhan turunan adenin yang berfungsi untuk
merangsang pembelahan sel dan diferensiasi mitosis, disintesis pada ujung akar
dan ditranslokasikan melalui pembuluh xilem.
Jenis sitokinin biasanya digunakan untuk merangsang pertumbuhan dan
perkembangan. Yang termasuk ke dalam jenis sitokinin yang sering digunakan
adalah kinetin, 2iP, PBA, dan Benzil Amino Purine (BAP) (Pierik 1987). Salah
satu golongan sitokinin yang aktif adalah BAP. Dalam jumlah yang sangat kecil
(0,01-0,05 mg l-1) dapat bersifat merangsang multiplikasi pucuk. Menurut Pierik
(1987), 6-Benzil Amino Purine (BAP) digunakan karena aktif pada konsentrasi
rendah, relatif stabil pada larutan encer, dan mudah di serap. Salisbury dan Ross
(1992) menambahkan bahwa BAP mampu memacu perkembangan kloroplas dan
sintesis klorofil. BAP akan merangsang pecahnya seludang tunas dan tumbuhnya
mata tunas, serta mencegah dominansi apikal yang menghambat pertumbuhan
tunas samping. Menurut Wattimena (1992), pengaruh sitokinin pada sintesis
protein diduga karena kesamaan struktur sitokinin dengan adenin yang merupakan
komponen DNA dan RNA.
Sitokinin banyak digunakan dalam pembibitan tanaman karena berperan
penting dalam pembelahan sel pada jaringan dan mendorong differensiasi jaringan
dalam pembentukan tunas tanaman. Menurut Hartman dan Kester (1983) bahwa
sitokinin merupakan zat pengatur tumbuh yang merangsang pembentukan tunas
dan pembelahan sel terutama jika diberikan bersama-sama auksin.
METODE
Bahan
Bahan tanaman yang digunakan adalah dua varietas tanaman jeruk yakni
jeruk keprok Borneo Prima dan jeruk keprok Garut Dataran Rendah. Tanaman
tersebut nantinya akan digunakan sebagai batang atas untuk diambil mata
tunasnya. Bahan tanaman lain yang utama adalah bibit jeruk varietas Rough
Lemon (RL) yang memiliki batang dan perakaran kuat. Tanaman tersebut
berperan sebagai batang bawah. Pada penelitian ini digunakan pula zat pengatur
tumbuh, yakni BAP sebagai perlakuan dan air bersih.
Alat
Alat yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan tersebut meliputi alatalat okulasi, yakni: pisau okulasi atau silet, gunting stek, baskom, gelas ukur,
plastik penutup/pengikat, label, penggaris, alat tulis untuk mencatat, kamera, dan
alat-alat lain yang menunjang dalam pelaksanaan kegiatan penelitian. Selain itu,
diperlukan paranet untuk menaungi bibit yang telah di okulasi dan diberi
perlakuan atau rumah kaca untuk menyimpan tanaman hasil okulasi.
7
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksakan di Kebun Percobaan Pasir Kuda, Ciomas, Bogor.
Kegiatan penelitian berlangsung selama 5 bulan, mulai bulan Januari sampai
bulan Mei tahun 2013.
Prosedur Analisis Data
Penelitian ini menggunakan rancangan perlakuan faktorial dengan dua
faktor yang disusun dalam rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT). Faktor
pertama adalah varietas tanaman untuk batang atas, yakni jeruk keprok Borneo
Prima dan jeruk keprok Garut Dataran Rendah. Faktor kedua adalah konsentrasi
pemberian BAP yang terdiri atas empat taraf, yakni 0 ppm, 5 ppm, 10 ppm, dan
15 ppm. Dari rancangan percobaan tersebut diperoleh 8 kombinasi perlakuan dan
setiap kombinasi terdiri atas 3 ulangan sehingga terdapat 24 unit percobaan. Tiap
unit digunakan 20 bibit tanaman sehingga dibutuhkan 480 bibit tanaman untuk
okulasi.
Model linier aditif rancangan percobaan yang digunakan:
Yijk = + i + + ( )ij + ρk +
i = 1, 2
j = 1,2,3,4
k = 1,2,3
Keterangan :
Yijk
= Nilai pengamatan pada varietas taraf ke-i, konsentrasi pemberian BAP
taraf ke-j dan kelompok ke-k
i, = Komponen aditif dari rataan, pengaruh utama varietas, dan pengaruh
utama konsentrasi pemberian BAP
( )ij = Komponen interaksi dari varietas dan konsentrasi pemberian BAP
ρk
= Pengaruh aditif dari kelompok dan diasumsikan tidak berinteraksi
dengan perlakuan
= Pengaruh acak yang menyebar nornal
Data yang diperoleh diuji secara statistsik dengan uji F dengan perangkat
lunak SAS 9.1.3. Jika berbeda nyata, maka akan dilakukan uji lanjut dengan
Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5%.
Prosedur Percobaan
Persiapan Batang Bawah
Bibit tanaman jeruk yang digunakan sebagai batang bawah adalah tanaman
jeruk varietas RL (Rough Lemon) yang berasal dari Garut. Umur tanaman sekitar
3-4 bulan dengan tinggi 30-40 cm dan diameter batang ± 1 cm. Kondisi bibit yang
digunakan dalam keadaan sehat, memiliki perakaran yang baik dan cukup air.
Tanaman yang digunakan dipilih tanaman yang memiliki diamater batang dan
tinggi hampir sama.
Bibit-bibit yang telah terpilih kemudian dipindahkan ke dalam green house
yang dilakukan pada 3 hari sebelum okulasi dilakukan. Hal ini bertujuan agar
bibit-bibit jeruk tersebut dapat beradaptasi terlebih dahulu dengan lingkungannya
yang baru.
8
Ada beberapa hama yang menyerang bibit tanaman batang bawah, antara
lain ulat dan bekicot. Hama ini mengganggu pertumbuhan bibit karena memakan
daun-daun tanaman dan ranting-ranting tanaman yang masih muda. Sedangkan
penyakit yang banyak menyerang tanaman batang bawah adalah kudis. Penyakit
ini menyerang bagian daun dan ranting tanaman dengan gejala yang ditimbulkan
berupa bercak kecil jernih yang kemudian berubah menjadi gabus berwarna
kuning atau oranye.
Persiapan Batang Atas
Batang atas untuk okulasi diambil dari tanaman pengganda mata tempel,
yakni tanaman duplikat dari pohon induk yang ada di kebun percobaan PKHT IPB
Pasirkuda. Ada 20 tanaman jeruk keprok Boerneo Prima yang ditanam di kebun
percobaan PKHT IPB Pasirkuda dan telah diverifikasi serta diidentifikasi. Dua
puluh tanaman jeruk tersebut dijadikan duplikat pohon induk untuk bahan
perbanyakan sumber entres atau batang atas.
Batang atas yang digunakan dalam okulasi diambil dari cabang terminal
yang sudah dewasa atau sudah berhenti tumbuh. Batang atas diambil dari cabangcabang tanaman yang tidak terlalu tua ataupun tidak terlalu muda yang biasanya
berasal dari bagian tengah dari cabang-cabang tanaman. Hal ini karena
dikhawatirkan sel-sel pada cabang yang muda belum aktif membelah sedangkan
sel-sel pada batang yang tua tidak aktif lagi membelah. Keaktifan sel-sel untuk
membelah mempengaruhi proses menyatuan antara batang atas dan batang bawah.
Selain pemilihan letak cabang pada pohon induk, tidak ada kriteria-kriteria
lainnya untuk cabang akan digunakan sebagai sumber batang atas.
Kondisi tanaman yang digunakan sebagai batang atas dari jeruk keprok
Borneo Prima tergolong baik. Sedangkan untuk batang atas dari jeruk keprok
Garut Garut Dataran Rendah tanamannya masih kecil, namun sudah dapat
digunakan untuk okulasi. Wudianto (2001) menyatakan bahwa tanda cabang yang
memenuhi syarat sebagai batang atas adalah berwarna hijau kelabu atau
kecoklatan. Setiono dan Supriyanto (2004) menambahkan bahwa ranting mata
tempel berpenampang bulat agak pipih dengan mata tempel aktif merupakan
kriteria mata tempel yang ideal.
Pengambilan batang atas dilakukan pada pagi hari, 1 jam sebelum dilakukan
okulasi ketika cuaca sedang cerah. Cabang-cabang yang digunakan sebagai batang
atas dipotong dengan gunting stek. Kemudian batang-batang tersebut dibuang
daunnya.
Batang atas yang telah terkumpul kemudian direndam di dalam larutan BAP
sesuai perlakuan konsentrasi yang telah ditentukan selama 30 menit. Selanjutnya,
batang atas tersebut ditiriskan dan dikeringanginkan. Batang atas siap digunakan
untuk okulasi.
Pelaksanaan Okulasi
Sebelum okulasi, dilakukan penandaan letak penempelan mata tunas pada
batang bawah yaitu 10 cm dari permukaan tanah dengan menggunakan spidol.
Selain itu, dilakukan pula pemangkasan daun-daun yang berbeda disekitar daerah
9
penempelan yang telah ditandai sebelumnya. Kedua hal ini bertujuan untuk
mempermudah pelaksanaan okulasi.
Okulasi dimulai dengan kulit batang bawah disayat dan dikelupas dengan
ukuran 2-3 cm. Segera setelah itu, mata tunas diambil dari batang atas tanaman
yang telah disiapkan. Ukuran sayatan mata tunas harus lebih kecil atau sama
dengan ukuran sayatan pada batang bawah. Mata tunas tersebut kemudian
disisipkan pada sayatan kulit batang bawah. Hasil okulasi tersebut lalu diikat
dengan plastik bening yang telah dipotong menyerupai tali untuk menyatukan
keduanya dan untuk menghindari dari masuknya air yang berlebih yang dapat
memacu pembusukan.
(a.)
(b.)
(c.)
(d.)
(e.)
(f.)
(g.)
(h.)
(i.)
Perawatan
Tanaman
Gambar
1 Langkah-langkah
okulasi irisan. (a.) menyayat dan mengelupas kulit
batang bawah, (b.) kulit batang bawah yang telah dikelupas, (c.)
menyayat mata tunas dari batang atas, (d.) mata tunas, (e.)
menyisipkan mata tunas ke sayatan pada batang bawah, (f.) mata
tunas yang telah disisipkan, (g.) mengikat okulasi dengan plastik
bening, (h.) hasil okulasi, (i.) hasil okulasi yang bertunas
Pada waktu hasil okulasi berumur 3 minggu, dilakukan pengamatan
terhadap mata tunas. Jika mata tunas tersebut tetap berwarna hijau segar dan tetap
melekat kuat pada batang bawah, maka ikatan dari okulasi tersebut dapat dibuka.
Setelah itu, dilakukan looping (pembengkokan batang bawah ke arah yang
berlawanan dengan letak penempelan mata tunas, kemudian batang bawah
10
diikatkan ke ajir untuk menjaga agar pohon tetap melengkung). Looping ini
bertujuan agar unsur-unsur dan asimilat fotosintesis yang diperlukan pada daerah
yang telah diokulasi tetap terpenuhi oleh batang bawah dan diharapkan
pertumbuhan tunas lebih kuat karena adanya translokasi unsur-unsur dan asimilat
fotosintesis tersebut. Pembengkokan batang dilakukan ke arah yang berlawanan
dengan letak mata tunas bertujuan agar tidak menggangu dan menghalangi
pertumbuhan mata tunas okulasi.
Setelah tunas tumbuh dilakukan pemotongan sekitar 2 cm di atas daerah
okulasi dengan posisi miring terhadap bagian dari batang bawah yang sebelumnya
telah dibengkokkan. Hal ini bertujuan untuk memaksimalkan pertumbuhan tunas
hasil okulasi.
Tanaman hasil okulasi tersebut diletakkan pada tempat persemaian yang
telah disiapkan sebelumnya (di dalam greenhouse). Perawatan pada tanaman
dilakukan dengan penyiraman yang dilakukan sebanyak 2-3 kali dalam seminggu.
Penyiraman dilakukan pada pagi hari. Penyemprotan insektisida dan fungisida
juga dilakukan pada dua minggu setelah ikatan okulasi dibuka. Selanjutnya,
penyemprotan insektisida dilakukan setiap 2 minggu sekali. Selain itu, dilakukan
pula perompelan atau pembuangan tunas-tunas yang tumbuh selain dari mata
tunas hasil okulasi agar tidak mengganggu pertumbuhan tunas hasil okulasi.
Setelah bibit berumur sekitar 1.5 bulan setelah okulasi, bibit dikeluarkan dari
greenhouse dengan maksud agar tanaman mendapatkan lebih banyak intensitas
cahaya matahari sehingga dapat memacu pertumbuhan tunas tanaman hasil
okulasi agar lebih cepat dan lebih kuat.
(a)
(b)
Gambar 2 Tanaman jeruk hasil okulasi. (a) tanaman saat di dalam
greenhouse, (b) tanaman setelah di luar greenhouse
Pengamatan
Pengamatan dilakukan selama kurang lebih 12 minggu yakni 0-12 minggu
setelah okulasi (MSO). Mengacu pada penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya oleh Yusran dan Noer (2011), faktor-faktor yang diamati pada
penelitian ini adalah:
1. Pengamatan terhadap parameter keberhasilan okulasi
Pada pengamatan terhadap parameter ini dilakukan terhadap seluruh
tanaman yang menjadi bahan dalam percobaan. Adapun parameter-parameter
penentu keberhasilan okulasi yang akan diamati meliputi:
11
a. Persentase okulasi jadi (%)
Persentase okulasi jadi adalah persentase entris yang telah pecah tunas masih
berwarna hijau. Persentase okulasi jadi mulai diamati sejak plastik pembalut
dibuka yaitu pada 3 minggu setelah okulasi (MSO). Kemudian pengamatan
dilakukan setiap 3 hari sekali sampai tanaman berumur 100 hari setelah
okulasi (HSO).
b. Waktu mencapai 50% tumbuh tunas (hari)
Waktu mencapai 50% tumbuh tunas adalah waktu yang dibutuhkan
perlakuan untuk pecah tunas sebanyak 50% dari jumlah bibit yang
digunakan.
c. Persentase okulasi dorman (%)
Bibit dorman adalah hasil penyambungan atau hasil penempelan yang hanya
sampai pecah tunas dan selanjutnya daun tidak dapat berkembang lagi. Bibit
dorman dihitung pada 100 HSO.
d. Persentase okulasi mati
Bibit mati adalah bibit yang mata tunasnya mati, berwarna coklat, hitam
ataupun yang terserang cendawan. Persentase bibit mati dihitung pada 100
HSO.
2. Pengamatan terhadap parameter pertumbuhan tunas
Pengamatan terhadap parameter ini dilakukan terhadap 3 tanaman contoh
dari setiap unit percobaan yang ada. Adapun parameter-parameter yang
menggambarkan pertumbuhan tunas meliputi:
a. Jumlah okulasi tumbuh
Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah bibit okulasi yang
berhasil tumbuh menjadi tunas baru. Pengamatan ini dilakukan pada seluruh
bibit yang digunakan dalam penelitian dan dihitung setiap 3 hari sekali pada
saat 1 minggu setelah plastik pengikat dilepas sampai umur 100 HSO.
b. Panjang tunas (mm)
Pengukuran dilakukan dari pangkal tunas sampai ujung titik tumbuh tunas
dan dihitung setiap 3 hari sekali pada saat 1 minggu setelah plastik pengikat
dilepas sampai umur 100 HSO.
c. Jumlah daun pada tunas (helai)
Jumlah daun yang dihitung adalah daun yang telah terbuka sempurna.
Jumlah daun dihitung setiap 3 hari sekali pada saat 1 minggu setelah plastik
pengikat dilepas sampai umur 100 HSO.
d. Diameter tunas okulasi (mm)
Diukur 1 cm dari pangkal tunas dan pengukuran dilakukan setiap 3 hari
sekali pada saat 1 minggu setelah plastik pengikat dilepas sampai umur 100
HSO.
e. Luas daun (cm2)
Langkah pertama dilakukan pengukuran terhadap panjang daun (p) dari
pangkal sampai ujung daun dan lebar daun (l) di bagian tengah daun.
Selanjutnya dilakukan perhitungan luas daun dengan metode gravimetri,
yakni dengan menjiplak daun contoh di kertas kemudian menimbang daun
tersebut. Luas daun dihitung dengan rumus:
LD = =
12
Langkah kedua adalah untuk mencari konstanta. Perhitungan tersebut
dilakukan dengan membandingkan bobot daun replika dengan kertas sampel
yang diketahui luas dan bobotnya. Persamaan rumusnya adalah sebagai
berikut:
pxlxk
=
k
=
Setelah nilai konstanta diperoleh (Lampiran 2) maka luas daun jeruk keprok
dapat dihitung dengan rumus:
LD = p x l x k
Pengukuran luas daun dilakukan satu kali saja pada saat daun telah dewasa
yakni telah membuaka sempurna dan berwarna hijau tua. Pengukuran
tersebut dilakukan pada 10 daun contoh untuk masing-masing varietas
batang atas.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keberhasilan Okulasi
Penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian BAP dan perbedaan varietas
batang atas memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap keberhasilan okulasi
jeruk keprok. Interaksi antara konsentrasi BAP dan varietas batang atas juga tidak
berpengaruh nyata terhadap keberhasilan okulasi. Permberian BAP dengan
beberapa konsentrasi pada dua varietas batang atas menunjukkan nilai yang tidak
berbeda nyata terhadap 4 parameter keberhasilan okulasi, yakni persentase okulasi
jadi, waktu mencapai 50% tumbuh tunas, persentase bibit dorman, dan persentase
bibit mati.
Hasil uji lanjut pada Tabel 1 menunjukkan bahwa pemberian BAP belum
memberikan hasil yang baik pada keberhasilan okulasi tanaman jeruk keprok.
Persentase okulasi jadi pada saat plastik penutup dibuka (21 HSO) berkisar antara
83.33%-90.83% (Tabel 1). Hasil penelitian menunjukkan bahwa diberi atau tidak
diberi BAP persentase okulasi yang berhasil telah tinggi yakni di atas 80%.
Okulasi yang dilakukan pada dua varietas batang atas yang berbeda
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Hal ini berarti bahwa perbedaan
varietas batang atas tidak mempengaruhi keberhasilan okulasi. Hasil penelitian
yang menunjukkan bahwa persentase keberhasilan okulasi pada varietas Garut
Dataran Rendah lebih tinggi mengindikasikan bahwa keprok Garut Dataran
Rendah mempunyai kompatibilitas dengan batang bawah (RL) yang lebih tinggi
dibanding varietas keprok Borneo Prima. Yusran dan Noer (2011) menyatakan
bahwa kompatibilitas okulasi juga ditentukan oleh kondisi antara batang bawah
dan batang atas dalam mempermudah pertautan. Batang yang dalam keadaan
mudah dikelupas kulitnya atau meristemnya sedang aktif membelah akan lebih
13
mudah menyatu sehingga memberikan tingkat keberhasilan okulasi yang lebih
tinggi.
Tabel 1 Persentase okulasi jadi pada pengamatan pertama pada konsentrasi BAP
dan varietas batang atas yang berbeda
Perlakuan
Konsentrasi BAP
0 ppm
5 ppm
10 ppm
15 ppm
Varietas batang atas
Garut Dataran Rendah
Borneo Prima
KK (%)
Umur bibit okulasi (HSO)
46
64
82
Persentase okulasi jadi (%)
21
28
100
90.83
86.67
83.33
85.83
90.00
83.33
82.50
81.67
90.00
81.67
80.83
80.83
85.00
76.67
80.00
80.00
75.83
65.83
70.83
65.83
55.00
53.33
55.00
55.00
89.17
84.17
13,19
87.50
81.25
13.77
85.83
80.83
12.22
82.50
78.33
14.55
72.08
67.08
16.86
58.75
50.42
24.51
Keberhasilan pada okulasi sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara
lain adalah kondisi materi perbanyakan, kondisi lingkungan tumbuh, dan
keterampilan pelaksana (Setiono dan Supriyanto, 2004). Kondisi optimal semaian
batang bawah untuk diokulasi adalah batang yang sedang mengalami
pertumbuhan aktif (tumbuhnya tunas baru dan kulit batangnya mudah dikelupas)
dengan diameter batang yang tidak terlalu kecil. Sedangkan mata tunas yang
hendak digunakan sebaiknya berasal dari Blok Penggandaan Mata Tempel
(BPMT), karena selain dijamin kemurnian varietas, kesehatan dan juga mutunya.
Lingkungan tumbuh yang optimal diperlukan untuk proses penyembuhan luka
jaringan mata tempel dan semaian batang bawah. Keterampilan pelaksana okulasi
menjadi faktor penting pada kegiatan okulasi karena berkaitan dengan pemilihan
teknik okulasi yang sesuai, efisiensi waktu, tenaga dan biaya.
Setiono dan Supriyanto (2004) menyatakan bahwa lingkungan tumbuh yang
optimal diperlukan untuk proses penyembuhan luka jaringan mata tempel dan
semaian batang bawah. Oksigen, temperatur, dan kelembaban mempunyai peran
penting dalam mengatur prose penyatuan jaringan. Kebutuhan oksigen dapat
dipenuhi dengan cara pengikatan okulasi yang tidak terlalu kencang, temperatur
optimal berkisar antara 20-30 0C, kelembaban udara dipertahankan diatas 70%.
Sutami (2009) menyatakan hal yang sama bahwa suhu dan kelembaban sangat
berperan dalam proses pertautan antara batang bawah dan entris. Hartman dan
Kester (1983) menyatakan bahwa suhu udara berpengaruh terhadap pembentukan
sel sel parenkim penyusun jaringan kalus yang terbentuk akibat adanya perlukaan
(irisan). Suhu optimum 27-290 C. suhu lebih tinggi dari 290 C menyebabkan
pembentukan sel-sel parenkim berlebihan, tetapi dinding selnya tipis sehingga
mudah rusak. Pada suhu dibawah 200 C, pembentukan kalus lambat dan dibawah
150 C kalus sama sekali tidak akan terbentuk.
Selama pengamatan dilakukan, persentase okulasi jadi mengalami
penurunan (Tabel 1). Penurunan yang terjadi nilainya relatif sama yakni berkisar
antara 25%-35%. Selama pengamatan terdapat beberapa bibit atau tunas yang
14
mati. Adapun penyebab matinya bibit hasil okulasi tersebut diantaranya adalah
perawatan tanaman yang kurang baik sehingga kebutuhan akan air dan unsur hara
kurang tercukupi. Selain itu terdapat beberapa hama dan penyakit yang
menyerang bibit okulasi. Hama yang menyerang bibit okulasi antara lain ulat,
belalang, dan bekicot. Ulat yang menyerang bibit okulasi adalah jenis ulat peliang
daun (Phyllocnistis citrella). Ulat ini menyerang bagian daun muda tanaman.
Gejala yang timbul adalah adanya alur melingkar transparan atau keperakan, tunas
atau daun muda mengkerut, menggulung, dan rontok. Sedangkan penyakit yang
menyerang bibit okulasi adalah busuk akar dan pangkal batang. Penyakit ini
disebabkan oleh jamur Phyrophthora nicotianae. Bagian yang diserang adalah
akar dan pangkal batang. Gejala yang timbul yakni bagian bawah tanaman kering
yang selanjutnya menyebabkan bibit mati.
.Menurut Prastowo dan Roshetko (2006) ada beberapa hal yang perlu
dilakukan dalam upaya pemeliharaan bibit setelah okulasi. Penyiraman dilakukan
paling lama 2 hari sekali karena tanaman yang ditempel mengalami
pelukaan/stress sehingga memerlukan makanan, air, dan perawatan yang baik.
Pemupupukan tanaman dapat dilakukan pada seminggu sekali. Penyemprotan
insektisida dapat dilakukan apabila terdapat hama yang menyerang tanaman.
Penyemprotan dengan fungisida apabila terdapat serangan penyakit lodoh/busuk
daun, gejala bercak-bercak hitam pada permukaan daun , daun melipat dan
melekat satu sama lainnya, selanjutnya daun menjadi kecoklatan, kering dan mati.
Biasanya penyakit yang menyerang tanaman di pembibitan terutama yang
disebabkan oleh Rhizoctonia sp, Phytophthora sp, Fusarium sp dan Phytium sp.
Tabel 2 Waktu mencapai 50% tumbuh tunas, persentase bibit dorman, persentase
bibit mati pada konsentrasi BAP dan varietas batang atas yang berbeda
Perlakuan
Konsentrasi BAP
0 ppm
5 ppm
10 ppm
15 ppm
Varietas batang atas
Garut Dataran Rendah
Borneo Prima
Waktu 50%
tumbuh tunas (hari)
Persentase
dorman (%)
Persentase
mati (%)
47.67
52.00
48.83
50.50
3.33
3.33
4.17
2.50
45.00
46.67
45.00
45.00
50.42
49.01
4.17
2.50
41.25
49.58
Pertumbuhan pada okulasi dimulai dengan adanya pertautan antara batang
atas dan batang bawah, selanjutnya terbentuk tunas yang mengawali perubahan
bentuk tanaman menjadi individu baru. Waktu mencapai 50% tumbuh tunas
merupakan salah satu indikasi adanya pertumbuhan tanaman. Kecepatan okulasi
dalam mencapai 50% tumbuh tunas ditampilkan pada Tabel 2.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian BAP pada okulasi
memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap waktu mencapai 50%
tumbuh tunas. Hal ini dapat disebabkan konsentrasi BAP yang terlalu rendah
belum mampu untuk memacu pertumbuhan tunas. Bibit hasil okulasi mencapai
50% tumbuh tunas pada kisaran 47-51 hari setelah okulasi dilakukan. Salisbury
dan Cleon (1992) menyatakan bahwa BAP mampu memacu perkembangan
15
kloroplas dan sintesis klorofil. BAP akan merangsang pecahnya seludang tunas
dan tumbuhnya mata tunas, serta mencegah dominansi apikal yang menghambat
pertumbuhan tunas samping. Hal ini mengindikasikan bahwa pemberian BAP
seharusnya mampu mempercepat pertumbuhan tunas. Namun, pada penelitian ini
pemberian BAP belum mampu menunjukkan hal tersebut.
Bibit dorman merupakan kondisi dimana mata tunas okulasi masih dalam
keaadan hijau namun belum atau tidak dapat berkembang menjadi tunas tanaman.
Pada penelitian ini, persentase bibit okulasi yang dorman menunjukkan nilai yang
berkisar antara 2.5%-4.17% (Tabel 2). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa
pemberian BAP tidak berpengaruh nyata terhadap persentase bibit yang dorman.
Persentase bibit dorman yang terdapat pada bibit okulasi dari dua varietas batang
atas yang berbeda juga memberikan hasil yang tidak berbeda nyata. Sunaryono
(1984) menyatakan bahwa entress yang masih tidur atau dorman akan lambat
membentuk pertautan dan sukar menuju pecah tunas. Supriyanto (1990)
menambahkan entress yang dorman dikaitkan dengan kondisi dorman entress
pada pohon induknya.
Tingkat keberhasilan okulasi sangat dipengaruhi oleh banyak faktor baik
dari dalam maupun dari luar. Ketepatan dalam menentukan waktu, cara, dan
perawatan dalam melaksanakan okulasi akan menekan jumlah okulasi yang mati
atau gagal. Hasil analisis terhadap persentase bibit okulasi yang mati dapat dilihat
pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tersebut, persentase bibit yang mati
menunjukkan nilai yang hampir sama atau tidak berbeda nyata. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa bibit hasil okulasi yang mati berkisar antara 41%-50% dari
jumlah bibit yang digunakan.
Okulasi pada penelitian ini dilakukan pada kondisi semua batang bawah
yang digunakan mudah dikelupas kulit batangnya. Hal ini mengindikasikan bahwa
pemberian BAP tidak memberikan hasil yang berbeda ketika diaplikasikan pada
bibit jeruk yang tengah aktif membelah, yakni kulit batangnya mudah dikelupas.
Wudianto (2002) menyatakan waktu untuk melakukan okulasi yang paling baik
adalah pada saat kulit batang bawah maupun batang atas mudah dikelupas dari
kayunya. Saat ini terjadi pada waktu pembelahan sel dalam kambium berlangsung
secara aktif. Setiap pohon mempunyai waktu pembelahan yang berbeda, ada yang
aktif di musim kemarau ada pula yang aktif di musim hujan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi mudah atau sulitnya pelepasan kulit kayu diantaranya adalah curah
hujan, pengairan, dan ketinggian tempat. Pada umumnya tanaman mudah di lepas
kulit kayunya pada kondisi curah hujan tinggi atau pengairan yang cukup.
Pertumbuhan Tunas Okulasi
Pertumbuhan selanjutnya diawali dengan pecahnya mata tunas yang
kemudian tumbuh membentuk individu baru tanaman. Penelitian ini menunjukkan
bahwa pemberian BAP dan perbedaan batang atas memberikan pengaruh tidak
nyata terhadap parameter pertumbuhan tunas hasil okulasi. Jumlah okulasi yang
berhasil tumbuh dari seluruh tanaman yang diokulasi dapat dilihat pada Tabel 3.
Rata-rata jumlah okulasi yang berhasil tumbuh pada setiap perlakuan tidak
berbeda nyata. Meskipun pada keprok Garut Dataran Rendah menunjukkan angka
16
yang lebih tinggi dibandingkan keprok Borneo Prima, namun nilainya tidak
berbeda nyata.
Tabel 3
Jumlah okulasi yang tumbuh pada perlakuan konsentrasi BAP dan
varietas batang atas yang berbeda
Perlakuan
Konsentrasi BAP
0 ppm
5 ppm
10 ppm
15 ppm
Varietas batang atas
Garut Dataran Rendah
Borneo Prima
Rata-rata jumlah okulasi yang tumbuh pada hari ke28 HSO 37 HSO 46 HSO 73 HSO 100 HSO
Jumlah tunas okulasi tumbuh
0.67
1.17
2.00
2.33
5.50
6.33
5.67
6.67
9.17
8.17
8.17
8.50
13.67
12.17
11.67
12.67
10.33
10.00
10.17
10.50
2.08
1.00
6.75
5.33
8.75
8.25
13.17
11.92
10.92
9.58
Pertumbuhan tunas akan ditandai dengan adanya pertambahan panjang dari
tunas yang telah tumbuh (Tabel 4). Dari hasil uji lanjut menunjukkan bahwa
pengaruh perlakuan pemberian BAP tidak berbeda nyata. Tunas hasil okulasi
mulai tumbuh dab terus bertambah panjang pada bibit umur 28 HSO.
Pertambahan panjang tunas terjadi tidak berbarengan dan tidak seragam, ada yang
cepat dan ada juga yang lambat.
Pertumbuhan tunas diikuti dengan pertumbuhan daun pada tunas. Jumlah
daun yang tumbuh semakin banyak mengikuti pertumbuhan tunas. Hasil analisis
terhadap jumlah daun pada tunas hasil okulasi dapat dilihat pada Tabel 4. Data
hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah daun pada saat bibit umur 46 HSO
dan 100 HSO memiliki nilai yang berbeda nyata. Okulasi yang diberi BAP
dengan konsentrasi 10 ppm memiliki jumlah daun paling banyak pada umur 46
HSO yakni sebanyak 4.28 helai (5 helai). Pada bibit umur 100 HSO jumlah daun
paling banyak terdapat pada bibit okulasi yang tidak diberi BAP yakni sebanyak
11.3 helai (12 helai). Hal ini sejalan dengan panjang tunas okulasi.
Jumlah daun erat hubungannya dengan panjang tunas. Banyaknya daun
pada tunas perbibit disebabkan pertumbuhan tunas yang baik. Semakin panjang
tunas semakin banyak daun yang dihasilkan. Jumlah daun akan bertambah seiring
dengan panjang tunas, karena tunas yang lebih panjang menyebabkan
bertambahnya jumlah ruas dan buku tempat tumbuhnya daun (Karnedi, 1998).
Pemberian BAP dengan beberapa konsentrasi yang berbeda pada okulasi
tanaman jeruk menunjukkan pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap diameter
tunas okulasi yang muncul. Rata-rata diameter tunas pada tunas okulasi
ditampilkan pada Tabel 4. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa
pemberian BAP dengan konsentrasi 10 ppm mendominasi pada awal pengamatan
yaitu sebesar 1.11 mm, namun nilai tersebut tidak berbeda nyata dengan perlakuan
pemberian BAP dengan konsentrasi lainnya. Varietas keprok Garut Dataran
Rendah memiliki diameter tunas yang lebih besar daripada keprok Borneo Prima,
namun nilainya juga tidak berbeda nyata.
Data hasil pengamatan terhadap pertumbuhan tunas hasil okulasi
menunjukkan bahwa dari kecenderungan data yang ada mengindikasikan kalau
17
pemberian BAP mampu memacu pertumbuhan tunas okulasi sampai tanaman
berumur sekitar 1.5 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa BAP bertahan dalam
jaringan tanaman selama 1.5 bulan untuk kemudian dapat diberikan BAP lagi
secara berkala seperti pada penelitian Karintus (2011) pemberian BAP pada
okulasi karet dilakukan secara berkala setiap 2 minggu.
Tabel 4 Panjang tunas okulasi, jumlah daun pada tunas, dan diameter tunas
okulasi pada perlakuan konsentrasi BAP dan varietas batang atas yang
berbeda
Perlakuan
Konsentrasi BAP
0 ppm
5 ppm
10 ppm
15 ppm
Varietas batang atas
Garut Dataran rendah
Borneo Prima
Konsentra
JERUK KEPROK (Citrus reticulata)
NUR WAHYU SARININGTIAS
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penggunaan Benzil
Amino Purin (BAP) pada Okulasi Jeruk Keprok (Citrus reticulata) adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Nur Wahyu Sariningtias
NIM A24090021
ABSTRAK
NUR WAHYU SARININTGTIAS. Penggunaan Benzil Amino Purin (BAP) pada
Okulasi Jeruk Keprok (Citrus reticulata). Dibimbing oleh ROEDHY
POERWANTO dan ENDANG GUNAWAN.
Jeruk keprok (Citrus reticulata) merupakan salah satu komoditas buah
yang penting di Indonesia. Permasalahan yang sering muncul dalam
pengembangan jeruk keprok adalah ketersediaan bibit yang sehat dan dalam
jumlah yang banyak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
pemberian Benzil amino purin (BAP) terhadap keberhasilan okulasi dan
pertumbuhan tunas pada tanaman jeruk keprok Borneo Prima dan Garut Dataran
Rendah. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Pasir Kuda, Ciomas,
Bogor pada bulan Januari sampai bulan Mei tahun 2013. Penelitian disusun dalam
rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) faktorial dengan dua faktor yakni
varietas batang atas (Borneo Prima dan Garut Dataran Rendah) dan konsentrasi
BAP (0 ppm, 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm) yang diulang 3 kali sehingga terdapat 24
unit percobaan. Data hasil percobaan dianalisis secara statistika dengan uji F pada
taraf nyata 5% dan dilanjutkan dengan uji lanjutan DMRT pada taraf nyata 5%
untuk nilai yang berbeda nyata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian
BAP dengan konsentrasi rendah pada dua varietas batang atas jeruk keprok tidak
memberikan hasil yang berbeda nyata pada peubah keberhasilan okulasi dan
pertumbuhan tunas tanaman.
Kata kunci: batang atas, batang bawah, nutrisi, sitokinin, tunas
ABSTRACT
NUR WAHYU SARININGTIAS. The Use of Benzyl Amino Purines (BAP) on
Budding Mandarins. Supervised by ROEDHY POERWANTO and ENDANG
GUNAWAN.
Mandarins (Citrus reticulata) is one of the important fruit commodity in
Indonesia. The problems that often arise in the development t is the availability of
healthy seedlings and in large numbers. The purpose of this research is to know
the effect of Benzyl Amino Purines (BAP) to the success of budding and bud
growth on the plant mandarins Borneo Prima and Garut Dataran Rendah. This
research was conducted at the Pasir Kuda Experimental Farm, Ciomas, Bogor in
January to May 2013. This research was arranged in a randomized complete block
design with two factors of the varieties of scions (Borneo Prima and Garut
Dataran Rendah) and the concentration of BAP (0 ppm, 5 ppm, 10 ppm, and 15
ppm) were repeated 3 times so there are 24 experimental units. The research data
was analyzed statically using F test at 5% and continued with DMRT test at 5%.
The results showed that the giving of BAP with low concentration on the scions of
two varieties of mandarins do not give significantly different results in the
variable success of budding and growth of plant shoots.
Keywords: bud, citokinin, nutrition, rootstock, scion
PENGGUNAAN Benzil Amino Purin (BAP) PADA OKULASI
JERUK KEPROK (Citrus reticulata)
NUR WAHYU SARININGTIAS
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Penggunaan Benzil Amino Purin (BAP) pada Okulasi Jeruk Keprok
(Citrus reticulata)
Nama
: Nur Wahyu Sariningtias
NIM
: A24090021
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Roedhy Poerwanto, MSc
Pembimbing I
Endang Gunawan, SP MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Agus Purwito, MSc Agr
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat,
hidayah dan inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
Penggunaan Benzil Amino Purin (BAP) pada Okulasi Jeruk Keprok (Citrus
reticulata). Skripsi ini merupakan laporan hasil penelitian yang telah penulis
laksanakan. Penelitian ini dilaksanakan karena terdorong keinginan untuk
mengetahui pengaruh pemberian BAP terhadap keberhasilan okulasi dan
pertumbuhan tanaman jeruk Keprok (Citrus reticulata Lour.) dan hasil penelitian
diajukan sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana. Penelitian ini
dibiayai dengan dana penelitian dari Kementerian Riset dan Teknologi dengan
nomor kontrak 38/SEK/INSINAS/PPK/I/2013 tanggal 14 Januari 2013, untuk itu
penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof Dr Ir Roedhy Poerwanto, MSc sebagai dosen pembimbing skripsi I dan
Endang Gunawan, SP MSi sebagai dosen pembimbing skripsi II yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan dalam pelaksanaan penelitian dan
penyusunan skripsi.
2. Kedua orang tua dan keluarga yang selalu memberikan dukungan moril dan
materil serta doa yang tulus kepada penulis.
3. Ir Adolf Pieter Lontoh, MS selaku dosen pembimbing akademik atas arahan
dan masukannya selama penulis melaksanakan studi.
4. Dr Ir Ketty Suketi, MSi sebagai dosen penguji pada ujian skripsi atas saran
dan masukannya untuk perbaikan skripsi.
5. Pusat Kajian Hortikultura Tropik (PKHT) yang telah membantu
terselenggaranya penelitian.
6. Bapak Baisuni dan Bapak Herman yang telah membantu dalam pelaksaan
penelitian.
7. Rekan-rekan Agronomi 46 (Socrates) khususnya Annisa, Mayang Sari,
Herlyana Indah Wardani, dan Sulaiman yang selalu memberikan dukungan
dan bantuannya selama pelaksanaan penelitian.
8. Teman-teman di KSB Masyarakat Roempoet yang selalu memberikan
semangat kepada saya dalam melewati segala rintangan selama kuliah di IPB.
9. Seluruh dosen dan karyawan Departemen Agronomi dan Hortikultura yang
telah memberikan bantuannya.
10. Semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan baik secara
langsung maupun tidak langsung selama pelaksanaan studi, penelitian dan
penyusunan skripsi.
Semoga skripsi ini akan bermanfaat bagi mahasiswa atau sivitas akademika
Institut Pertanian Bogor khususnya dan semua pihak yang memerlukan.
Bogor, September 2014
Nur Wahyu Sariningtias
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis
1
1
2
2
TINJAUAN PUSTAKA
Jeruk Keprok
Okulasi
Batang Bawah untuk Okulasi
Batang Atas untuk Okulasi
Zat Pengatur Tumbuh
2
2
4
4
5
5
METODE
Bahan
Alat
Tempat dan Waktu
Prosedur Analisis Data
Prosedur Percobaan
6
6
6
7
7
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keberhasilan Okulasi
Pertumbuhan Tunas Okulasi
12
12
15
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
18
18
19
DAFTAR PUSTAKA
19
LAMPIRAN
22
RIWAYAT HIDUP
24
DAFTAR TABEL
1 Persentase okulasi jadi pada pengamatan pertama pada konsentrasi
BAP dan varietas batang atas yang berbeda
2 Waktu mencapai 50% tumbuh tunas, persentase bibit dorman,
persentase bibit mati pada konsentrasi BAP dan varietas batang atas
yang berbeda
3 Jumlah okulasi yang tumbuh pada perlakuan konsentrasi BAP dan
varietas batang atas yang berbeda
4 Panjang tunas okulasi, jumlah daun pada tunas, dan diameter tunas
okulasi pada perlakuan konsentrasi BAP dan varietas batang atas
yang berbeda
13
14
16
17
DAFTAR GAMBAR
1 Langkah-langkah okulasi irisan
2 Tanaman jeruk hasil okulasi
9
10
DAFTAR LAMPIRAN
1 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh konsentrasi BAP dan varietas
batang atas terhadap keberhasilan okulasi dan pertumbuhan bibit
jeruk keprok
2 Luas daun varietas Keprok Garut
3 Luas daun varietas Keprok Borneo Prima
22
23
23
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jeruk keprok merupakan salah satu jenis jeruk berwarna jingga yang
tumbuh baik di dataran tinggi. Beberapa varietas jeruk keprok komersial hasil
seleksi Balitjestro dan dari Pemerintah Daerah yang sudah dilepas oleh
Kementerian Pertanian antara lain Keprok Batu 55 berasal dari Batu, Jawa Timur,
Keprok Garut dari Jawa Barat, Keprok Pulung dari Jawa Timur, Keprok
Tawangmangu dari Jawa Tengah, Keprok SOE dari NTT, Keprok Tejakula (Bali),
Keprok Madura, Keprok Borneo Prima (Kaltim) dan Keprok Trigas (Kalbar).
Terbatasnya lahan di dataran tinggi yang cocok untuk pertanian menyebabkan
pengembangan jeruk keprok tersebut terhambat. Saat ini ditemukan ada beberapa
varietas jeruk keprok yang dapat dikembangkan di dataran rendah dan
menghasilkan buah jeruk berwarna jingga.
Bergesernya selera masyarakat yang cenderung lebih menyukai jeruk
berwarna jingga menyebabkan terjadinya peningkatan permintaan terhadap jeruk
tersebut. Produksi jeruk berwarna jingga yang ada di Indonesia saat ini belum
mampu memenuhi kebutuhan permintaan konsumen. Kondisi tersebut membuat
Indonesia diserbu jeruk impor dari berbagai negara. Peningkatan impor jeruk
berwarna jingga terjadi setiap tahunnya. Hal ini menempatkan Indonesia termasuk
sebagai negara pengimpor jeruk terbesar kedua di ASEAN setelah Malaysia
(Hardiyanto 2012).
Berdasarkan Angka Tetap (ATAP) 2011 dari Direktorat Jenderal
Hortikultura, luas panen jeruk (jeruk siam/keprok dan jeruk besar) di Indonesia
pada tahun 2011 adalah 51.69 ribu ha. Provinsi di Luar Jawa umumnya lebih
mendominasi luas panen jeruk dibandingkan provinsi di Jawa. Tahun 2011 luas
panen jeruk di luar Jawa sebesar 40.23 ribu ha (77.83%), sedangkan di Jawa
sebesar 11.46 ribu ha (22.17%). Produksi jeruk di Indonesia pada tahun 2011
mencapai 1 818 949 ton dan mengalami penurunan pada tahun 2012 menjadi
sebesar 1 611 784 ton (BPS, 2013).
Hardiyanto (2012) menyatakan agribisnis jeruk masih didominasi oleh jeruk
Siam yang mencapai hampir 80%. Luas pertanaman jeruk di dataran rendah, 60
persennya merupakan jeruk Siam. Sutopo (2012) menambahkan bahwa petani
lebih senang menanam jeruk Siam karena lebih cepat berbuah dan
produktivitasnya lebih tinggi.
Di Jawa Barat khususnya Bogor sedang dikembangkan beberapa varietas
jeruk keprok yakni keprok Borneo Prima dan keprok Garut Dataran Rendah yang
menurut Poerwanto et al. (2013) kedua varietas jeruk tersebut berpotensi untuk
dikembangkan di dataran rendah. Bibit jeruk unggul bebas penyakit dibutuhkan
dalam jumlah banyak untuk pengembangan tersebut. Salah satu metode
perbanyakan bibit jeruk yang biasa digunakan adalah dengan okulasi.
Perbanyakan tanaman secara komersial dengan metode okulasi secara besarbesaran perlu dilakukan untuk menunjang program tersebut.
Kenyataannya untuk melakukan okulasi tidak sewaktu-waktu dapat
dilakukan karena apabila okulasi dilakukan pada saat kambium tidak sedang aktif
membelah, biasanya okulasi gagal. Di daerah tropis seperti di Indonesia agak sulit
2
untuk mengetahui kapan kambium jeruk sedang membelah atau tidak.
Penggunaan Benzil Amino Purin (BAP) diharapkan dapat mengurangi kegagalan
okulasi, sehingga okulasi jeruk dapat dilakukan kapan saja.
Benzil Amino Purin (BAP) adalah zat pengatur tumbuh yang termasuk ke
dalam jenis sitokinin yang dapat berperan untuk merangsang pembelahan sel.
Pada perbandingan konsentrasi tertentu, BAP bersama hormon yang lain dapat
merangsang pertumbuhan tunas tanaman. Namun, penelitian mengenai pengaruh
pemberian BAP terhadap keberhasilan okulasi pada tanaman jeruk belum banyak
dilakukan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai penggunaan BAP
kaitannya untuk meningkatkan keberhasilan okulasi pada tanaman jeruk.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian BAP
terhadap keberhasilan okulasi dan pertumbuhan tunas pada tanaman jeruk keprok
Borneo Prima dan jeruk keprok Garut Dataran Rendah.
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah:
1. Terdapat pengaruh pemberian BAP terhadap keberhasilan okulasi pada
tanaman jeruk keprok.
2. Terdapat pengaruh perbedaan varietas batang atas jeruk keprok terhadap
keberhasilan dan pertumbuhan tunas hasil okulasi.
3. Terdapat interaksi antara pemberian BAP dan varietas jeruk keprok terhadap
keberhasilan dan pertumbuhan tanaman okulasi
TINJAUAN PUSTAKA
Jeruk Keprok
Tanaman jeruk keprok (Citrus reticulata) diduga berasal dari Asia
Tenggara, kemudian menyebar ke seluruh dunia terutama di daerah subtropis.
Jeruk keprok dikenal dengan daging buah berwarna oranye dan kulitnya mudah
dikupas. Rasanya manis atau asam manis. Jumlah bijinya biasanya tidak terlalu
banyak. Warna jeruk masak adalah oranye. Jeruk keprok disebut juga mandarin
Indonesia. Buahnya bundar, tidak terlalu licin dan berkulit agak tebal. Kulit
berbenjol yang tidak mudah lepas dan berwarna oranye kekuningan. Buah jeruk
ada yang berbentuk bulat, oval atau lonjong sedikit memanjang (Kanisius, 1994).
Pada umumnya tanaman jeruk keprok tidak memiliki duri. Batangnya bulat
atau setengah bulat. Daunnya berbentuk bulat telur memanjang, elips atau lanset.
Permukaan atas daun berwarna hijau tua mengkilat dan permukaan daun berwarna
hijau muda. Panjang daun 4-8 cm dan lebarnya 1.5-4 cm. tangkai daun bersayap
sangat sempit sehingga bisa dikatakan tidak bersyap (Johani 2008).
3
Menurut Steenis (2006), kedudukan jeruk ini dalam sistematika tumbuhan
adalah sebagai berikut:
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Class
: Dicotyledonae
Ordo
: Rutales
Famili
: Rutaceae
Genus
: Citrus
Spesies
: Citrus reticulata
Komoditas buah jeruk dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat terutama
jenis komoditas jeruk keprok. Jeruk keprok mempunyai nilai ekonomi tinggi,
tahan agak lama dan mudah menyimpannya (Kanisius, 1994).
Jeruk Keprok Borneo Prima
Jeruk keprok Borneo Prima adalah tanaman jeruk asal kabupaten Kutai
Timur, Kalimantar Timur. Jeruk tersebut merupakan varietas lokal baru yang
dapat tumbuh dan menghasilkan buah dengan warna oranye pada dataran rendah
(seperti jeruk keprok yang tumbuh di dataran tinggi). Buah jeruk keprok Borneo
Prima berbentuk bulat pendek atau agak bulat dengan ukuran rata-rata tinggi 5.66.4 cm, diameter 6.1-7.6 cm. Kulit buah matang berwarna kuning dan
permukaannya halus. Ujung buah berlekuk dalam. Buah jeruk ini tidak berpusar
buah. Ketebalan kulit rata-rata 3.5 mm. Daging buah bertekstur lunak dengan rasa
manis. Buah mengandung jus 19.79-26.24%. Berat buah antara 60-290 gram per
buah. Biji berwarna krem dan berbentuk oval. Tiap buah memiliki 7-22 biji
dengan ukuran panjang 11-12 mm, diameter 6-7 mm. Tanaman tumbuh berupa
pohon berbatang rendah dengan tinggi rata-rata 3.5 m. Umumnya tanaman ini
tidak berduri. Batang bulat atau setengah bulat dan memiliki tajuk menjulang
dengan percabangan yang rapat mengarah ke atas. Daun berbentuk jorong dengan
tepi beringgit dan ujung meruncing. Permukaan atas daun berwarna hijau tua
mengilat, sedangkan permukaan bawah hijau muda. Panjang daun 8.2-9.6 cm dan
lebar 3.5-5.0 cm. Panjang tangkai daun 1.2-2.5 cm bersayap sangat sempit
sehingga bisa dikatakan tidak bersayap (Direktorat Budidaya Tanaman Buah
2010).
Jeruk Keprok Garut Dataran Rendah
Jeruk keprok Garut merupakan tanaman jeruk asli dari daerah Wanaraja,
Garut. Tanaman jeruk keprok Garut tumbuh berupa pohon berbatang rendah
dengan tinggi antara 2-8 m. Umumnya tanaman ini tidak berduri. Batang bulat
atau setengah bulat dan memiliki percabangan yang banyak dengan tajuk sangat
rindang. Dahan kecil dan letaknya berpencar tidak beraturan. Daun berbentuk
bulat telur memanjang, elips, atau lanset dengan pangkal tumpul dan ujung
meruncing seperti tombak. Permukaan atas daun berwarna hijau tua mengilat,
sedangkan permukaan bawah hijau muda. Panjang daun 4-8 cm dan lebar 1.5-4
cm. Tangkai daunnya bersayap sangat sempit sehingga bisa dikatakan tidak
bersayap (Direktorat Budidaya Tanaman Buah 2010). Buah berbentuk bulat agak
gepeng, bagian ujung menjorok ke dalam, dan bagian pangkal terdapat puting.
Tebal kulit buah 3 – 5 mm, berpori-pori nyata serta berwarna hijau saat buah
4
muda dan berwarna hijau kekuningan saat buah matang. Sementara itu, daging
buah berwarna kuning atau jingga dengan aroma buah harum khas keprok Garut
dan rasa yang manis segar (Keputusan Menteri Pertanian, 1999). Jeruk keprok
Garut Dataran Rendah berbeda dengan jeruk keprok Garut Dataran Tinggi. Jeruk
keprok Garut Dataran Rendah memiliki karakter buah yang dapat memenuhi
standar kualitas OECD (Organisation for Economic Co-operation and
Development) dan layak untuk dikembangkan (Suleyman, 2013).
Okulasi
Sebagian besar tanaman jeruk ditanam dari bibit hasil okulasi (budding) dan
sambung (grafting) (Ashari 2006). Okulasi atau menempel tunas pada dasarnya
sama dengan menyambung batang, hanya saja pada okulasi yang dipindahkan
hanyalah sebuah mata tunas dengan kulit tempatnya melekat tidak dengan
batanynya (Tohir 1981). Menurut Hartman dan Kester (1983) budding adalah
salah satu bentuk dari grafting dengan ukuran batang atas tereduksi menjadi hanya
terdiri atas satu mata tunas. Batang atas berupa potongan pucuk tanaman yang
terdiri atas beberapa tunas dorman yang akan berkembang menjadi tajuk,
sedangkan batang bawah akan berkembang menjadi sistem perakaran.
Setiono dan Supriyanto (2004) menyatakan bahwa ada beberapa teknik
okulasi yang dapat diterapkan di pembibitan jeruk, yaitu: 1) okulasi biasa (forkert
modification budding), 2) okulasi-T (T-budding), dan 3) okulasi irisan (chip
budding). Tiga macam cara okulasi tersebut dapat dimodifikasi menjadi beberapa
cara yang merupakan hasil pengembangan atau kombinasi dari beberapa cara
okulasi yang ada. Okulasi pada penelitian ini dilakukan dengan sistem okulasi
irisan (chip budding).
Okulasi dilakukan dengan teknik okulasi irisan karena menurut Setiono dan
Supriyanto (2004) okulasi irisan memiliki beberapa keunggulan, antara lain: 1.)
secara teknis mudah dilakukan, cepat, persen keberhasilan tinggi, dan
pertumbuhan bibit relatif cepat, 2.) dapat dilakukan pada kondisi semaian batang
bawah yang masih muda, 3.) dapat dilaksanakan pada semaian batang bawah yang
kulitnya tipis dan sulit dikelupas.
Okulasi memiliki beberapa keunggulan dibanding dengan cara perbanyakan
yang lain, yakni: secara teknis mudah dilakukan, cepat, perakarannya adalah akar
tunggang sehingga lebih kuat, sama dengan induknya, relatif lebih resisten
terhadap hama dan penyakit. Perbanyakan secara okulasi lebih efektif dalam
menunjang pengembangan tanaman.
Waktu untuk melakukan okulasi yang paling baik adalah pada saat kulit
batang bawah maupun batang atas mudah dikelupas dari kulitnya. Saat ini terjadi
pada waktu pembelahan sel dalam kambium berlangsung secara aktif (Wudianto
2001).
Batang Bawah untuk Okulasi
Batang bawah yang biasa digunakan untuk penyambungan dan penempelan
pada prinsipnya harus mampu menjalin persatuan yang normal dan mampu
5
mendukung pertumbuhan batang atasnya tanpa menimbulkan gejala negatif yang
tidak diinginkan. Untuk batang bawah yang perlu diperhatikan adalah sistem
perakarannya (Hartman dan Kester, 1983).
Batang bawah yang banyak digunakan di Indonesia saat ini adalah
Javansche Citroen (JC) dan Rough Lemon (RL) (Poerwanto et al., 2002). Selain
itu ada beberapa varietas lain cukup menjanjikan dan telah banyak digunakan di
luar negeri antara lain: Flying Dragon, Citrumelo, Volkameriana, dan Rangpur
Lime. Tidak semua varietas tersebut dapat langsung dimanfaatkan sebagai batang
bawah di Indonesia, misalnya Flying Dragon merupakan tanaman daerah subtropika, sehingga kurang adaptif di daerah tropika.
Umur batang bawah untuk dapat diokulasi sangat beragam tergantung
kepada jenis tanamannnya. Ada yang masih berumur 9 bulan sudah bisa diokulasi,
tetapi ada juga lebih dari 4 tahun baru bisa diokulasi. Tetapi yang umum tanaman
dapat diokulasi lebih kurang berumur 1 tahun atau cabangnya sudah mencapai
sebesar ibu jari (Wudianto 2001).
Menurut Joesoef (1993), yang menjadi syarat batang bawah adalah:
a. Perakaran yang kuat dan dalam serta tahan terhadap penyakit akar dan batang.
b. Pertumbuhan kuat dan sehat serta dapat tumbuh serasi dengan batang atas
(kompatibel).
c. Toleran terhadap penyakit virus Tristeza.
d. Buah dan biji banyak.
Batang Atas untuk Okulasi
Batang atas dari bibit okulasi sebenarnya hanya berupa mata dari tanaman
yang kita kehendaki. Agar okulasi memuaskan tentu saja mata ini harus diambil
dari pohon induk yang subur dan dari cabang yang tidak terserang hama-penyakit.
Sebab penyakit dapat ditularkan oleh mata yang ditempelkan. Bentuk mata yang
baik adalah bulat dan besar-besar. Mata demikian dapat diperoleh dari cabang
yang telah berumur lebih-kurang 1 tahun. Jika cabang yang diambil matanya
masih terlalu muda biasanya mata sulit untuk dilepas. Tanda cabang yang
memenuhi syarat adalah berwarna hijau kelabu atau kecoklatan (Wudianto 2001).
Menurut Joesoef (1993) yang menjadi syarat batang atas adalah:
1. Produksi tinggi dan kualitas buah baik.
2. Pohon sehat, terutama bebas dari penyakit virus Tristeza dan CVPD.
3. Umur tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua.
4. Ranting untuk mata tempel dan sambungan tidak berduri dan tidak ada
menunjukkan gejala-gejala kuning atau mutasi.
5. Pohon induk berada ditempat yang sekitarnya (radius 5 km) tidak ada tanaman
yang sakit, terutama CVPD.
Zat Pengatur Tumbuh
Zat pengatur tumbuh menurut Salisbury dan Ross (1992) adalah senyawa
organik yang disintesis di salah satu bagian tumbuhan dan dipindahkan ke bagian
lain, dan pada konsentrasi yang sangat rendah mampu menimbulkan suatu respon
6
fisiologis. Sitokinin merupakan salah satu dari jenis zat pengatur tumbuh.
Sitokinin disintesis dari akar dan ditransfer melalui pembuluh angkut ke daun.
Pada daun tersebut, sitokinin merangsang aktivitas pembelahan sel. Sitokinin
merupakan zat pengatur tumbuhan turunan adenin yang berfungsi untuk
merangsang pembelahan sel dan diferensiasi mitosis, disintesis pada ujung akar
dan ditranslokasikan melalui pembuluh xilem.
Jenis sitokinin biasanya digunakan untuk merangsang pertumbuhan dan
perkembangan. Yang termasuk ke dalam jenis sitokinin yang sering digunakan
adalah kinetin, 2iP, PBA, dan Benzil Amino Purine (BAP) (Pierik 1987). Salah
satu golongan sitokinin yang aktif adalah BAP. Dalam jumlah yang sangat kecil
(0,01-0,05 mg l-1) dapat bersifat merangsang multiplikasi pucuk. Menurut Pierik
(1987), 6-Benzil Amino Purine (BAP) digunakan karena aktif pada konsentrasi
rendah, relatif stabil pada larutan encer, dan mudah di serap. Salisbury dan Ross
(1992) menambahkan bahwa BAP mampu memacu perkembangan kloroplas dan
sintesis klorofil. BAP akan merangsang pecahnya seludang tunas dan tumbuhnya
mata tunas, serta mencegah dominansi apikal yang menghambat pertumbuhan
tunas samping. Menurut Wattimena (1992), pengaruh sitokinin pada sintesis
protein diduga karena kesamaan struktur sitokinin dengan adenin yang merupakan
komponen DNA dan RNA.
Sitokinin banyak digunakan dalam pembibitan tanaman karena berperan
penting dalam pembelahan sel pada jaringan dan mendorong differensiasi jaringan
dalam pembentukan tunas tanaman. Menurut Hartman dan Kester (1983) bahwa
sitokinin merupakan zat pengatur tumbuh yang merangsang pembentukan tunas
dan pembelahan sel terutama jika diberikan bersama-sama auksin.
METODE
Bahan
Bahan tanaman yang digunakan adalah dua varietas tanaman jeruk yakni
jeruk keprok Borneo Prima dan jeruk keprok Garut Dataran Rendah. Tanaman
tersebut nantinya akan digunakan sebagai batang atas untuk diambil mata
tunasnya. Bahan tanaman lain yang utama adalah bibit jeruk varietas Rough
Lemon (RL) yang memiliki batang dan perakaran kuat. Tanaman tersebut
berperan sebagai batang bawah. Pada penelitian ini digunakan pula zat pengatur
tumbuh, yakni BAP sebagai perlakuan dan air bersih.
Alat
Alat yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan tersebut meliputi alatalat okulasi, yakni: pisau okulasi atau silet, gunting stek, baskom, gelas ukur,
plastik penutup/pengikat, label, penggaris, alat tulis untuk mencatat, kamera, dan
alat-alat lain yang menunjang dalam pelaksanaan kegiatan penelitian. Selain itu,
diperlukan paranet untuk menaungi bibit yang telah di okulasi dan diberi
perlakuan atau rumah kaca untuk menyimpan tanaman hasil okulasi.
7
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksakan di Kebun Percobaan Pasir Kuda, Ciomas, Bogor.
Kegiatan penelitian berlangsung selama 5 bulan, mulai bulan Januari sampai
bulan Mei tahun 2013.
Prosedur Analisis Data
Penelitian ini menggunakan rancangan perlakuan faktorial dengan dua
faktor yang disusun dalam rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT). Faktor
pertama adalah varietas tanaman untuk batang atas, yakni jeruk keprok Borneo
Prima dan jeruk keprok Garut Dataran Rendah. Faktor kedua adalah konsentrasi
pemberian BAP yang terdiri atas empat taraf, yakni 0 ppm, 5 ppm, 10 ppm, dan
15 ppm. Dari rancangan percobaan tersebut diperoleh 8 kombinasi perlakuan dan
setiap kombinasi terdiri atas 3 ulangan sehingga terdapat 24 unit percobaan. Tiap
unit digunakan 20 bibit tanaman sehingga dibutuhkan 480 bibit tanaman untuk
okulasi.
Model linier aditif rancangan percobaan yang digunakan:
Yijk = + i + + ( )ij + ρk +
i = 1, 2
j = 1,2,3,4
k = 1,2,3
Keterangan :
Yijk
= Nilai pengamatan pada varietas taraf ke-i, konsentrasi pemberian BAP
taraf ke-j dan kelompok ke-k
i, = Komponen aditif dari rataan, pengaruh utama varietas, dan pengaruh
utama konsentrasi pemberian BAP
( )ij = Komponen interaksi dari varietas dan konsentrasi pemberian BAP
ρk
= Pengaruh aditif dari kelompok dan diasumsikan tidak berinteraksi
dengan perlakuan
= Pengaruh acak yang menyebar nornal
Data yang diperoleh diuji secara statistsik dengan uji F dengan perangkat
lunak SAS 9.1.3. Jika berbeda nyata, maka akan dilakukan uji lanjut dengan
Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5%.
Prosedur Percobaan
Persiapan Batang Bawah
Bibit tanaman jeruk yang digunakan sebagai batang bawah adalah tanaman
jeruk varietas RL (Rough Lemon) yang berasal dari Garut. Umur tanaman sekitar
3-4 bulan dengan tinggi 30-40 cm dan diameter batang ± 1 cm. Kondisi bibit yang
digunakan dalam keadaan sehat, memiliki perakaran yang baik dan cukup air.
Tanaman yang digunakan dipilih tanaman yang memiliki diamater batang dan
tinggi hampir sama.
Bibit-bibit yang telah terpilih kemudian dipindahkan ke dalam green house
yang dilakukan pada 3 hari sebelum okulasi dilakukan. Hal ini bertujuan agar
bibit-bibit jeruk tersebut dapat beradaptasi terlebih dahulu dengan lingkungannya
yang baru.
8
Ada beberapa hama yang menyerang bibit tanaman batang bawah, antara
lain ulat dan bekicot. Hama ini mengganggu pertumbuhan bibit karena memakan
daun-daun tanaman dan ranting-ranting tanaman yang masih muda. Sedangkan
penyakit yang banyak menyerang tanaman batang bawah adalah kudis. Penyakit
ini menyerang bagian daun dan ranting tanaman dengan gejala yang ditimbulkan
berupa bercak kecil jernih yang kemudian berubah menjadi gabus berwarna
kuning atau oranye.
Persiapan Batang Atas
Batang atas untuk okulasi diambil dari tanaman pengganda mata tempel,
yakni tanaman duplikat dari pohon induk yang ada di kebun percobaan PKHT IPB
Pasirkuda. Ada 20 tanaman jeruk keprok Boerneo Prima yang ditanam di kebun
percobaan PKHT IPB Pasirkuda dan telah diverifikasi serta diidentifikasi. Dua
puluh tanaman jeruk tersebut dijadikan duplikat pohon induk untuk bahan
perbanyakan sumber entres atau batang atas.
Batang atas yang digunakan dalam okulasi diambil dari cabang terminal
yang sudah dewasa atau sudah berhenti tumbuh. Batang atas diambil dari cabangcabang tanaman yang tidak terlalu tua ataupun tidak terlalu muda yang biasanya
berasal dari bagian tengah dari cabang-cabang tanaman. Hal ini karena
dikhawatirkan sel-sel pada cabang yang muda belum aktif membelah sedangkan
sel-sel pada batang yang tua tidak aktif lagi membelah. Keaktifan sel-sel untuk
membelah mempengaruhi proses menyatuan antara batang atas dan batang bawah.
Selain pemilihan letak cabang pada pohon induk, tidak ada kriteria-kriteria
lainnya untuk cabang akan digunakan sebagai sumber batang atas.
Kondisi tanaman yang digunakan sebagai batang atas dari jeruk keprok
Borneo Prima tergolong baik. Sedangkan untuk batang atas dari jeruk keprok
Garut Garut Dataran Rendah tanamannya masih kecil, namun sudah dapat
digunakan untuk okulasi. Wudianto (2001) menyatakan bahwa tanda cabang yang
memenuhi syarat sebagai batang atas adalah berwarna hijau kelabu atau
kecoklatan. Setiono dan Supriyanto (2004) menambahkan bahwa ranting mata
tempel berpenampang bulat agak pipih dengan mata tempel aktif merupakan
kriteria mata tempel yang ideal.
Pengambilan batang atas dilakukan pada pagi hari, 1 jam sebelum dilakukan
okulasi ketika cuaca sedang cerah. Cabang-cabang yang digunakan sebagai batang
atas dipotong dengan gunting stek. Kemudian batang-batang tersebut dibuang
daunnya.
Batang atas yang telah terkumpul kemudian direndam di dalam larutan BAP
sesuai perlakuan konsentrasi yang telah ditentukan selama 30 menit. Selanjutnya,
batang atas tersebut ditiriskan dan dikeringanginkan. Batang atas siap digunakan
untuk okulasi.
Pelaksanaan Okulasi
Sebelum okulasi, dilakukan penandaan letak penempelan mata tunas pada
batang bawah yaitu 10 cm dari permukaan tanah dengan menggunakan spidol.
Selain itu, dilakukan pula pemangkasan daun-daun yang berbeda disekitar daerah
9
penempelan yang telah ditandai sebelumnya. Kedua hal ini bertujuan untuk
mempermudah pelaksanaan okulasi.
Okulasi dimulai dengan kulit batang bawah disayat dan dikelupas dengan
ukuran 2-3 cm. Segera setelah itu, mata tunas diambil dari batang atas tanaman
yang telah disiapkan. Ukuran sayatan mata tunas harus lebih kecil atau sama
dengan ukuran sayatan pada batang bawah. Mata tunas tersebut kemudian
disisipkan pada sayatan kulit batang bawah. Hasil okulasi tersebut lalu diikat
dengan plastik bening yang telah dipotong menyerupai tali untuk menyatukan
keduanya dan untuk menghindari dari masuknya air yang berlebih yang dapat
memacu pembusukan.
(a.)
(b.)
(c.)
(d.)
(e.)
(f.)
(g.)
(h.)
(i.)
Perawatan
Tanaman
Gambar
1 Langkah-langkah
okulasi irisan. (a.) menyayat dan mengelupas kulit
batang bawah, (b.) kulit batang bawah yang telah dikelupas, (c.)
menyayat mata tunas dari batang atas, (d.) mata tunas, (e.)
menyisipkan mata tunas ke sayatan pada batang bawah, (f.) mata
tunas yang telah disisipkan, (g.) mengikat okulasi dengan plastik
bening, (h.) hasil okulasi, (i.) hasil okulasi yang bertunas
Pada waktu hasil okulasi berumur 3 minggu, dilakukan pengamatan
terhadap mata tunas. Jika mata tunas tersebut tetap berwarna hijau segar dan tetap
melekat kuat pada batang bawah, maka ikatan dari okulasi tersebut dapat dibuka.
Setelah itu, dilakukan looping (pembengkokan batang bawah ke arah yang
berlawanan dengan letak penempelan mata tunas, kemudian batang bawah
10
diikatkan ke ajir untuk menjaga agar pohon tetap melengkung). Looping ini
bertujuan agar unsur-unsur dan asimilat fotosintesis yang diperlukan pada daerah
yang telah diokulasi tetap terpenuhi oleh batang bawah dan diharapkan
pertumbuhan tunas lebih kuat karena adanya translokasi unsur-unsur dan asimilat
fotosintesis tersebut. Pembengkokan batang dilakukan ke arah yang berlawanan
dengan letak mata tunas bertujuan agar tidak menggangu dan menghalangi
pertumbuhan mata tunas okulasi.
Setelah tunas tumbuh dilakukan pemotongan sekitar 2 cm di atas daerah
okulasi dengan posisi miring terhadap bagian dari batang bawah yang sebelumnya
telah dibengkokkan. Hal ini bertujuan untuk memaksimalkan pertumbuhan tunas
hasil okulasi.
Tanaman hasil okulasi tersebut diletakkan pada tempat persemaian yang
telah disiapkan sebelumnya (di dalam greenhouse). Perawatan pada tanaman
dilakukan dengan penyiraman yang dilakukan sebanyak 2-3 kali dalam seminggu.
Penyiraman dilakukan pada pagi hari. Penyemprotan insektisida dan fungisida
juga dilakukan pada dua minggu setelah ikatan okulasi dibuka. Selanjutnya,
penyemprotan insektisida dilakukan setiap 2 minggu sekali. Selain itu, dilakukan
pula perompelan atau pembuangan tunas-tunas yang tumbuh selain dari mata
tunas hasil okulasi agar tidak mengganggu pertumbuhan tunas hasil okulasi.
Setelah bibit berumur sekitar 1.5 bulan setelah okulasi, bibit dikeluarkan dari
greenhouse dengan maksud agar tanaman mendapatkan lebih banyak intensitas
cahaya matahari sehingga dapat memacu pertumbuhan tunas tanaman hasil
okulasi agar lebih cepat dan lebih kuat.
(a)
(b)
Gambar 2 Tanaman jeruk hasil okulasi. (a) tanaman saat di dalam
greenhouse, (b) tanaman setelah di luar greenhouse
Pengamatan
Pengamatan dilakukan selama kurang lebih 12 minggu yakni 0-12 minggu
setelah okulasi (MSO). Mengacu pada penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya oleh Yusran dan Noer (2011), faktor-faktor yang diamati pada
penelitian ini adalah:
1. Pengamatan terhadap parameter keberhasilan okulasi
Pada pengamatan terhadap parameter ini dilakukan terhadap seluruh
tanaman yang menjadi bahan dalam percobaan. Adapun parameter-parameter
penentu keberhasilan okulasi yang akan diamati meliputi:
11
a. Persentase okulasi jadi (%)
Persentase okulasi jadi adalah persentase entris yang telah pecah tunas masih
berwarna hijau. Persentase okulasi jadi mulai diamati sejak plastik pembalut
dibuka yaitu pada 3 minggu setelah okulasi (MSO). Kemudian pengamatan
dilakukan setiap 3 hari sekali sampai tanaman berumur 100 hari setelah
okulasi (HSO).
b. Waktu mencapai 50% tumbuh tunas (hari)
Waktu mencapai 50% tumbuh tunas adalah waktu yang dibutuhkan
perlakuan untuk pecah tunas sebanyak 50% dari jumlah bibit yang
digunakan.
c. Persentase okulasi dorman (%)
Bibit dorman adalah hasil penyambungan atau hasil penempelan yang hanya
sampai pecah tunas dan selanjutnya daun tidak dapat berkembang lagi. Bibit
dorman dihitung pada 100 HSO.
d. Persentase okulasi mati
Bibit mati adalah bibit yang mata tunasnya mati, berwarna coklat, hitam
ataupun yang terserang cendawan. Persentase bibit mati dihitung pada 100
HSO.
2. Pengamatan terhadap parameter pertumbuhan tunas
Pengamatan terhadap parameter ini dilakukan terhadap 3 tanaman contoh
dari setiap unit percobaan yang ada. Adapun parameter-parameter yang
menggambarkan pertumbuhan tunas meliputi:
a. Jumlah okulasi tumbuh
Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah bibit okulasi yang
berhasil tumbuh menjadi tunas baru. Pengamatan ini dilakukan pada seluruh
bibit yang digunakan dalam penelitian dan dihitung setiap 3 hari sekali pada
saat 1 minggu setelah plastik pengikat dilepas sampai umur 100 HSO.
b. Panjang tunas (mm)
Pengukuran dilakukan dari pangkal tunas sampai ujung titik tumbuh tunas
dan dihitung setiap 3 hari sekali pada saat 1 minggu setelah plastik pengikat
dilepas sampai umur 100 HSO.
c. Jumlah daun pada tunas (helai)
Jumlah daun yang dihitung adalah daun yang telah terbuka sempurna.
Jumlah daun dihitung setiap 3 hari sekali pada saat 1 minggu setelah plastik
pengikat dilepas sampai umur 100 HSO.
d. Diameter tunas okulasi (mm)
Diukur 1 cm dari pangkal tunas dan pengukuran dilakukan setiap 3 hari
sekali pada saat 1 minggu setelah plastik pengikat dilepas sampai umur 100
HSO.
e. Luas daun (cm2)
Langkah pertama dilakukan pengukuran terhadap panjang daun (p) dari
pangkal sampai ujung daun dan lebar daun (l) di bagian tengah daun.
Selanjutnya dilakukan perhitungan luas daun dengan metode gravimetri,
yakni dengan menjiplak daun contoh di kertas kemudian menimbang daun
tersebut. Luas daun dihitung dengan rumus:
LD = =
12
Langkah kedua adalah untuk mencari konstanta. Perhitungan tersebut
dilakukan dengan membandingkan bobot daun replika dengan kertas sampel
yang diketahui luas dan bobotnya. Persamaan rumusnya adalah sebagai
berikut:
pxlxk
=
k
=
Setelah nilai konstanta diperoleh (Lampiran 2) maka luas daun jeruk keprok
dapat dihitung dengan rumus:
LD = p x l x k
Pengukuran luas daun dilakukan satu kali saja pada saat daun telah dewasa
yakni telah membuaka sempurna dan berwarna hijau tua. Pengukuran
tersebut dilakukan pada 10 daun contoh untuk masing-masing varietas
batang atas.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keberhasilan Okulasi
Penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian BAP dan perbedaan varietas
batang atas memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap keberhasilan okulasi
jeruk keprok. Interaksi antara konsentrasi BAP dan varietas batang atas juga tidak
berpengaruh nyata terhadap keberhasilan okulasi. Permberian BAP dengan
beberapa konsentrasi pada dua varietas batang atas menunjukkan nilai yang tidak
berbeda nyata terhadap 4 parameter keberhasilan okulasi, yakni persentase okulasi
jadi, waktu mencapai 50% tumbuh tunas, persentase bibit dorman, dan persentase
bibit mati.
Hasil uji lanjut pada Tabel 1 menunjukkan bahwa pemberian BAP belum
memberikan hasil yang baik pada keberhasilan okulasi tanaman jeruk keprok.
Persentase okulasi jadi pada saat plastik penutup dibuka (21 HSO) berkisar antara
83.33%-90.83% (Tabel 1). Hasil penelitian menunjukkan bahwa diberi atau tidak
diberi BAP persentase okulasi yang berhasil telah tinggi yakni di atas 80%.
Okulasi yang dilakukan pada dua varietas batang atas yang berbeda
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Hal ini berarti bahwa perbedaan
varietas batang atas tidak mempengaruhi keberhasilan okulasi. Hasil penelitian
yang menunjukkan bahwa persentase keberhasilan okulasi pada varietas Garut
Dataran Rendah lebih tinggi mengindikasikan bahwa keprok Garut Dataran
Rendah mempunyai kompatibilitas dengan batang bawah (RL) yang lebih tinggi
dibanding varietas keprok Borneo Prima. Yusran dan Noer (2011) menyatakan
bahwa kompatibilitas okulasi juga ditentukan oleh kondisi antara batang bawah
dan batang atas dalam mempermudah pertautan. Batang yang dalam keadaan
mudah dikelupas kulitnya atau meristemnya sedang aktif membelah akan lebih
13
mudah menyatu sehingga memberikan tingkat keberhasilan okulasi yang lebih
tinggi.
Tabel 1 Persentase okulasi jadi pada pengamatan pertama pada konsentrasi BAP
dan varietas batang atas yang berbeda
Perlakuan
Konsentrasi BAP
0 ppm
5 ppm
10 ppm
15 ppm
Varietas batang atas
Garut Dataran Rendah
Borneo Prima
KK (%)
Umur bibit okulasi (HSO)
46
64
82
Persentase okulasi jadi (%)
21
28
100
90.83
86.67
83.33
85.83
90.00
83.33
82.50
81.67
90.00
81.67
80.83
80.83
85.00
76.67
80.00
80.00
75.83
65.83
70.83
65.83
55.00
53.33
55.00
55.00
89.17
84.17
13,19
87.50
81.25
13.77
85.83
80.83
12.22
82.50
78.33
14.55
72.08
67.08
16.86
58.75
50.42
24.51
Keberhasilan pada okulasi sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara
lain adalah kondisi materi perbanyakan, kondisi lingkungan tumbuh, dan
keterampilan pelaksana (Setiono dan Supriyanto, 2004). Kondisi optimal semaian
batang bawah untuk diokulasi adalah batang yang sedang mengalami
pertumbuhan aktif (tumbuhnya tunas baru dan kulit batangnya mudah dikelupas)
dengan diameter batang yang tidak terlalu kecil. Sedangkan mata tunas yang
hendak digunakan sebaiknya berasal dari Blok Penggandaan Mata Tempel
(BPMT), karena selain dijamin kemurnian varietas, kesehatan dan juga mutunya.
Lingkungan tumbuh yang optimal diperlukan untuk proses penyembuhan luka
jaringan mata tempel dan semaian batang bawah. Keterampilan pelaksana okulasi
menjadi faktor penting pada kegiatan okulasi karena berkaitan dengan pemilihan
teknik okulasi yang sesuai, efisiensi waktu, tenaga dan biaya.
Setiono dan Supriyanto (2004) menyatakan bahwa lingkungan tumbuh yang
optimal diperlukan untuk proses penyembuhan luka jaringan mata tempel dan
semaian batang bawah. Oksigen, temperatur, dan kelembaban mempunyai peran
penting dalam mengatur prose penyatuan jaringan. Kebutuhan oksigen dapat
dipenuhi dengan cara pengikatan okulasi yang tidak terlalu kencang, temperatur
optimal berkisar antara 20-30 0C, kelembaban udara dipertahankan diatas 70%.
Sutami (2009) menyatakan hal yang sama bahwa suhu dan kelembaban sangat
berperan dalam proses pertautan antara batang bawah dan entris. Hartman dan
Kester (1983) menyatakan bahwa suhu udara berpengaruh terhadap pembentukan
sel sel parenkim penyusun jaringan kalus yang terbentuk akibat adanya perlukaan
(irisan). Suhu optimum 27-290 C. suhu lebih tinggi dari 290 C menyebabkan
pembentukan sel-sel parenkim berlebihan, tetapi dinding selnya tipis sehingga
mudah rusak. Pada suhu dibawah 200 C, pembentukan kalus lambat dan dibawah
150 C kalus sama sekali tidak akan terbentuk.
Selama pengamatan dilakukan, persentase okulasi jadi mengalami
penurunan (Tabel 1). Penurunan yang terjadi nilainya relatif sama yakni berkisar
antara 25%-35%. Selama pengamatan terdapat beberapa bibit atau tunas yang
14
mati. Adapun penyebab matinya bibit hasil okulasi tersebut diantaranya adalah
perawatan tanaman yang kurang baik sehingga kebutuhan akan air dan unsur hara
kurang tercukupi. Selain itu terdapat beberapa hama dan penyakit yang
menyerang bibit okulasi. Hama yang menyerang bibit okulasi antara lain ulat,
belalang, dan bekicot. Ulat yang menyerang bibit okulasi adalah jenis ulat peliang
daun (Phyllocnistis citrella). Ulat ini menyerang bagian daun muda tanaman.
Gejala yang timbul adalah adanya alur melingkar transparan atau keperakan, tunas
atau daun muda mengkerut, menggulung, dan rontok. Sedangkan penyakit yang
menyerang bibit okulasi adalah busuk akar dan pangkal batang. Penyakit ini
disebabkan oleh jamur Phyrophthora nicotianae. Bagian yang diserang adalah
akar dan pangkal batang. Gejala yang timbul yakni bagian bawah tanaman kering
yang selanjutnya menyebabkan bibit mati.
.Menurut Prastowo dan Roshetko (2006) ada beberapa hal yang perlu
dilakukan dalam upaya pemeliharaan bibit setelah okulasi. Penyiraman dilakukan
paling lama 2 hari sekali karena tanaman yang ditempel mengalami
pelukaan/stress sehingga memerlukan makanan, air, dan perawatan yang baik.
Pemupupukan tanaman dapat dilakukan pada seminggu sekali. Penyemprotan
insektisida dapat dilakukan apabila terdapat hama yang menyerang tanaman.
Penyemprotan dengan fungisida apabila terdapat serangan penyakit lodoh/busuk
daun, gejala bercak-bercak hitam pada permukaan daun , daun melipat dan
melekat satu sama lainnya, selanjutnya daun menjadi kecoklatan, kering dan mati.
Biasanya penyakit yang menyerang tanaman di pembibitan terutama yang
disebabkan oleh Rhizoctonia sp, Phytophthora sp, Fusarium sp dan Phytium sp.
Tabel 2 Waktu mencapai 50% tumbuh tunas, persentase bibit dorman, persentase
bibit mati pada konsentrasi BAP dan varietas batang atas yang berbeda
Perlakuan
Konsentrasi BAP
0 ppm
5 ppm
10 ppm
15 ppm
Varietas batang atas
Garut Dataran Rendah
Borneo Prima
Waktu 50%
tumbuh tunas (hari)
Persentase
dorman (%)
Persentase
mati (%)
47.67
52.00
48.83
50.50
3.33
3.33
4.17
2.50
45.00
46.67
45.00
45.00
50.42
49.01
4.17
2.50
41.25
49.58
Pertumbuhan pada okulasi dimulai dengan adanya pertautan antara batang
atas dan batang bawah, selanjutnya terbentuk tunas yang mengawali perubahan
bentuk tanaman menjadi individu baru. Waktu mencapai 50% tumbuh tunas
merupakan salah satu indikasi adanya pertumbuhan tanaman. Kecepatan okulasi
dalam mencapai 50% tumbuh tunas ditampilkan pada Tabel 2.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian BAP pada okulasi
memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap waktu mencapai 50%
tumbuh tunas. Hal ini dapat disebabkan konsentrasi BAP yang terlalu rendah
belum mampu untuk memacu pertumbuhan tunas. Bibit hasil okulasi mencapai
50% tumbuh tunas pada kisaran 47-51 hari setelah okulasi dilakukan. Salisbury
dan Cleon (1992) menyatakan bahwa BAP mampu memacu perkembangan
15
kloroplas dan sintesis klorofil. BAP akan merangsang pecahnya seludang tunas
dan tumbuhnya mata tunas, serta mencegah dominansi apikal yang menghambat
pertumbuhan tunas samping. Hal ini mengindikasikan bahwa pemberian BAP
seharusnya mampu mempercepat pertumbuhan tunas. Namun, pada penelitian ini
pemberian BAP belum mampu menunjukkan hal tersebut.
Bibit dorman merupakan kondisi dimana mata tunas okulasi masih dalam
keaadan hijau namun belum atau tidak dapat berkembang menjadi tunas tanaman.
Pada penelitian ini, persentase bibit okulasi yang dorman menunjukkan nilai yang
berkisar antara 2.5%-4.17% (Tabel 2). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa
pemberian BAP tidak berpengaruh nyata terhadap persentase bibit yang dorman.
Persentase bibit dorman yang terdapat pada bibit okulasi dari dua varietas batang
atas yang berbeda juga memberikan hasil yang tidak berbeda nyata. Sunaryono
(1984) menyatakan bahwa entress yang masih tidur atau dorman akan lambat
membentuk pertautan dan sukar menuju pecah tunas. Supriyanto (1990)
menambahkan entress yang dorman dikaitkan dengan kondisi dorman entress
pada pohon induknya.
Tingkat keberhasilan okulasi sangat dipengaruhi oleh banyak faktor baik
dari dalam maupun dari luar. Ketepatan dalam menentukan waktu, cara, dan
perawatan dalam melaksanakan okulasi akan menekan jumlah okulasi yang mati
atau gagal. Hasil analisis terhadap persentase bibit okulasi yang mati dapat dilihat
pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tersebut, persentase bibit yang mati
menunjukkan nilai yang hampir sama atau tidak berbeda nyata. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa bibit hasil okulasi yang mati berkisar antara 41%-50% dari
jumlah bibit yang digunakan.
Okulasi pada penelitian ini dilakukan pada kondisi semua batang bawah
yang digunakan mudah dikelupas kulit batangnya. Hal ini mengindikasikan bahwa
pemberian BAP tidak memberikan hasil yang berbeda ketika diaplikasikan pada
bibit jeruk yang tengah aktif membelah, yakni kulit batangnya mudah dikelupas.
Wudianto (2002) menyatakan waktu untuk melakukan okulasi yang paling baik
adalah pada saat kulit batang bawah maupun batang atas mudah dikelupas dari
kayunya. Saat ini terjadi pada waktu pembelahan sel dalam kambium berlangsung
secara aktif. Setiap pohon mempunyai waktu pembelahan yang berbeda, ada yang
aktif di musim kemarau ada pula yang aktif di musim hujan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi mudah atau sulitnya pelepasan kulit kayu diantaranya adalah curah
hujan, pengairan, dan ketinggian tempat. Pada umumnya tanaman mudah di lepas
kulit kayunya pada kondisi curah hujan tinggi atau pengairan yang cukup.
Pertumbuhan Tunas Okulasi
Pertumbuhan selanjutnya diawali dengan pecahnya mata tunas yang
kemudian tumbuh membentuk individu baru tanaman. Penelitian ini menunjukkan
bahwa pemberian BAP dan perbedaan batang atas memberikan pengaruh tidak
nyata terhadap parameter pertumbuhan tunas hasil okulasi. Jumlah okulasi yang
berhasil tumbuh dari seluruh tanaman yang diokulasi dapat dilihat pada Tabel 3.
Rata-rata jumlah okulasi yang berhasil tumbuh pada setiap perlakuan tidak
berbeda nyata. Meskipun pada keprok Garut Dataran Rendah menunjukkan angka
16
yang lebih tinggi dibandingkan keprok Borneo Prima, namun nilainya tidak
berbeda nyata.
Tabel 3
Jumlah okulasi yang tumbuh pada perlakuan konsentrasi BAP dan
varietas batang atas yang berbeda
Perlakuan
Konsentrasi BAP
0 ppm
5 ppm
10 ppm
15 ppm
Varietas batang atas
Garut Dataran Rendah
Borneo Prima
Rata-rata jumlah okulasi yang tumbuh pada hari ke28 HSO 37 HSO 46 HSO 73 HSO 100 HSO
Jumlah tunas okulasi tumbuh
0.67
1.17
2.00
2.33
5.50
6.33
5.67
6.67
9.17
8.17
8.17
8.50
13.67
12.17
11.67
12.67
10.33
10.00
10.17
10.50
2.08
1.00
6.75
5.33
8.75
8.25
13.17
11.92
10.92
9.58
Pertumbuhan tunas akan ditandai dengan adanya pertambahan panjang dari
tunas yang telah tumbuh (Tabel 4). Dari hasil uji lanjut menunjukkan bahwa
pengaruh perlakuan pemberian BAP tidak berbeda nyata. Tunas hasil okulasi
mulai tumbuh dab terus bertambah panjang pada bibit umur 28 HSO.
Pertambahan panjang tunas terjadi tidak berbarengan dan tidak seragam, ada yang
cepat dan ada juga yang lambat.
Pertumbuhan tunas diikuti dengan pertumbuhan daun pada tunas. Jumlah
daun yang tumbuh semakin banyak mengikuti pertumbuhan tunas. Hasil analisis
terhadap jumlah daun pada tunas hasil okulasi dapat dilihat pada Tabel 4. Data
hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah daun pada saat bibit umur 46 HSO
dan 100 HSO memiliki nilai yang berbeda nyata. Okulasi yang diberi BAP
dengan konsentrasi 10 ppm memiliki jumlah daun paling banyak pada umur 46
HSO yakni sebanyak 4.28 helai (5 helai). Pada bibit umur 100 HSO jumlah daun
paling banyak terdapat pada bibit okulasi yang tidak diberi BAP yakni sebanyak
11.3 helai (12 helai). Hal ini sejalan dengan panjang tunas okulasi.
Jumlah daun erat hubungannya dengan panjang tunas. Banyaknya daun
pada tunas perbibit disebabkan pertumbuhan tunas yang baik. Semakin panjang
tunas semakin banyak daun yang dihasilkan. Jumlah daun akan bertambah seiring
dengan panjang tunas, karena tunas yang lebih panjang menyebabkan
bertambahnya jumlah ruas dan buku tempat tumbuhnya daun (Karnedi, 1998).
Pemberian BAP dengan beberapa konsentrasi yang berbeda pada okulasi
tanaman jeruk menunjukkan pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap diameter
tunas okulasi yang muncul. Rata-rata diameter tunas pada tunas okulasi
ditampilkan pada Tabel 4. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa
pemberian BAP dengan konsentrasi 10 ppm mendominasi pada awal pengamatan
yaitu sebesar 1.11 mm, namun nilai tersebut tidak berbeda nyata dengan perlakuan
pemberian BAP dengan konsentrasi lainnya. Varietas keprok Garut Dataran
Rendah memiliki diameter tunas yang lebih besar daripada keprok Borneo Prima,
namun nilainya juga tidak berbeda nyata.
Data hasil pengamatan terhadap pertumbuhan tunas hasil okulasi
menunjukkan bahwa dari kecenderungan data yang ada mengindikasikan kalau
17
pemberian BAP mampu memacu pertumbuhan tunas okulasi sampai tanaman
berumur sekitar 1.5 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa BAP bertahan dalam
jaringan tanaman selama 1.5 bulan untuk kemudian dapat diberikan BAP lagi
secara berkala seperti pada penelitian Karintus (2011) pemberian BAP pada
okulasi karet dilakukan secara berkala setiap 2 minggu.
Tabel 4 Panjang tunas okulasi, jumlah daun pada tunas, dan diameter tunas
okulasi pada perlakuan konsentrasi BAP dan varietas batang atas yang
berbeda
Perlakuan
Konsentrasi BAP
0 ppm
5 ppm
10 ppm
15 ppm
Varietas batang atas
Garut Dataran rendah
Borneo Prima
Konsentra