Pembentukan Biofilm Salmonella sp. pada Permukaan Berbagai Food Contact Material

PEMBENTUKAN BIOFILM Salmonella sp. PADA
PERMUKAAN BERBAGAI FOOD CONTACT MATERIAL

DINI FITRIA SULISTYOWATI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pembentukan Biofilm
Salmonella sp. pada Permukaan Berbagai Food Contact Material adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Dini Fitria Sulistyowati
NIM F24090142

ABSTRAK
DINI FITRIA SULISTYOWATI. Pembentukan Biofilm Salmonella sp. pada
Permukaan Berbagai Food Contact Material. Dibimbing oleh RATIH
DEWANTI-HARIYADI.
Tujuan penelitian ini adalah mempelajari kemampuan Salmonella sp.
membentuk biofilm pada permukaan stainless steel, polytetrafluoroetilen (PTFE),
dan karet buna-n pada waktu inkubasi 24 jam, 48 jam, dan 72 jam menggunakan
media 1/5 TSB serta mempelajari pengaruh matriks pangan terhadap densitas
biofilm menggunakan media 1/5 TSB yang ditambahkan kasein, susu, dan susu
formula. Metode yang digunakan adalah metode swab yang dilanjutkan dengan
pemupukan menggunakan media TSA. Densitas biofilm S. Typhimurium dan
S. Enteritidis mengalami pembentukan optimal pada waktu inkubasi 48 jam dan
kemudian menurun pada waktu inkubasi 72 jam. Laju pembentukan biofilm

S. Enteritidis lebih tinggi daripada laju pembentukan biofilm S. Typhimurium.
Laju pembentukan S. Typhimurium paling tinggi terjadi pada permukaan stainless
steel, sedangkan S. Enteritidis pada permukaan PTFE. Penambahan kasein pada
media 1/5 TSB serta adanya matriks pangan pada susu dan susu formula
menunjukkan hasil yang bervariasi terhadap densitas biofilm S. Typhimurium dan
S. Enteritidis dibandingkan dengan media 1/5 TSB, namun matriks pangan pada
susu formula secara keseluruhan dapat mengurangi densitas biofilm
S. Typhimurium.
Kata kunci: biofilm, sel planktonik, Salmonella, food contact materials

ABSTRACT
DINI FITRIA SULISTYOWATI. Biofilm formation of Salmonella sp. on Various
Surfaces of Food Contact Materials. Supervised by RATIH DEWANTIHARIYADI.
The aim of this research was to study the ability of Salmonella sp. to form
biofilm on the surface of stainless steel, polytetrafluoroethylene (PTFE), and
buna-n rubber on 24 hours, 48 hours, and 72 hours using media 1/5 TSB and to
study the effect of food matrix on the biofilm density using 1/5 TSB added casein,
milk, and infant formula. Biofilm density was determined using the swab method
and followed by fertilization using TSA. Biofilm density of S. Typhimurium and
S. Enteritidis experience optimum formation on 48 hours and then decreased at 72

hours. The rate of biofilm formation of S. Enteritidis is higher than
S. Typhimurium. The rate of formation of S. Typhimurium is the highest on the
surface of stainless steel, while the S. Enteritidis on the surface of PTFE. The
addition of casein in 1/5 TSB and the presence of food matrix on milk and milk
formula shows the results of varying biofilm density of S. Typhimurium and S.
Enteritidis compared to 1/5 TSB, but the food matrix on infant formula can reduce
biofilm density of S. Typhimurium.
Keywords: biofilm, planktonic cell, Salmonella, food contact materials

PEMBENTUKAN BIOFILM Salmonella sp. PADA
PERMUKAAN BERBAGAI FOOD CONTACT MATERIAL

DINI FITRIA SULISTYOWATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan


DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Pembentukan Biofilm Salmonella sp. pada Permukaan Berbagai
Food Contact Material
Nama
: Dini Fitria Sulistyowati
NIM
: F24090142

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc
Pembimbing

Diketahui oleh


Dr Ir Feri Kusnandar, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Alhamdulillahirabbil’alamiin. Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat
Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir dengan judul skripsi “Pembentukan Biofilm
Salmonella Sp. pada Permukaan Berbagai Food Contact Material”
Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada
semua pihak yang telah membantu sehingga akhirnya penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir ini, yaitu:
1. Prof Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc selaku dosen pembimbing yang telah
memberi banyak bimbingan, arahan, bantuan, dan dukungan kepada penulis
2. Dr Elvira Syamsir, MSi dan Dr Siti Nurjanah, MSi selaku dosen penguji pada
sidang akhir skripsi yang telah memberi saran, kritik dan evaluasi.
3. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi melalui BOPTN IPB program
Penelitian Unggulan Sesuai Mandat Pusat sebagai pemberi dana penelitian.
4. Keluarga tercinta, Papa, Ibu, dan kakak (Yuni & Giri dan Deri & Sumi) atas

doa, dukungan, dan kasih sayang yang diberikan hingga saat ini.
5. Teman-teman Lab Mikrobiologi Seafast Center, Cynthia, Mila, Syarah, Kak
Yuda, Kak Ian, atas keceriaan, semangat, dukungan, kebersamaan selama
penelitian.
6. Teknisi dan laboran Lab Seafast, Mbak Ari, Mas Yerris, dan Teh Asih atas
bantuannya selama penelitian.
7. Teman-teman ITP 46, terutama Nadya, Tika, Dhini, Dian, Cora, Yonas, atas
kebersamaan dan kekeluargaannya selama perkuliahan.
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas do’a, dukungan,
semangat yang diberikan kepada penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
pengetahuan.

Bogor, Februari 2014

Dini Fitria Sulistyowati

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian


2

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Salmonella sp.

2

Biofilm

3

METODOLOGI PENELITIAN


4

Bahan

4

Alat

4

Metode

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
SIMPULAN DAN SARAN

7
14


Simpulan

15

Saran

16

DAFTAR PUSTAKA

16

LAMPIRAN

19

RIWAYAT HIDUP

24


DAFTAR GAMBAR
1 Pembentukan biofilm S. Typhimurium pada permukaan berbagai FCM
pada media 1/5 TSB
2 Pembentukan biofilm S. Enteritidis pada permukaan berbagai FCM
pada media 1/5 TSB
3 Pengaruh penambahan kasein pada media 1/5 TSB terhadap densitas
biofilm S. Typhimurium
4 Pengaruh penambahan kasein pada media 1/5 TSB terhadap densitas
biofilm S. Enteritidis
5 Pengaruh matriks pangan pada media susu terhadap densitas biofilm
S. Typhimurium
6 Pengaruh matriks pangan pada media susu terhadap densitas biofilm
S. Enteritidis
7 Pengaruh matriks pangan pada media susu formula terhadap densitas
biofilm S. Typhimurium
8 Pengaruh matriks pangan pada media susu formula terhadap densitas
biofilm S. Enteritidis

8
9
11
11
12
13
13
14

DAFTAR TABEL
1 Perubahan densitas biofilm S. Typhimurium selama waktu inkubasi
2 Perubahan densitas biofilm S. Enteritidis selama waktu inkubasi
3 Rasio jumlah sel biofilm dan sel planktonik S. Typhimurium dan
S. Enteritidis

8
9
15

DAFTAR LAMPIRAN
1 Uji statistik pembentukan biofilm S. Typhimurium pada permukaan
berbagai FCM
2 Uji statistik pembentukan biofilm S. Enteritidis pada permukaan
berbagai FCM
3 SNI 01-3955-1995 Tentang Pengganti Air Susu Ibu
4 Jumlah sel Planktonik S. Typhimurium dan S. Enteritidis

19
21
23
23

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyakit bawaan pangan (foodborne illness) telah menjadi masalah serius di
seluruh dunia. Center for Disease Control and Prevention (CDC) memperkirakan
setiap tahunnya 1 dari 6 orang (48 juta orang) sakit, 128.000 ribu dirawat, dan
3000 orang diantaranya meninggal dunia karena penyakit bawaan pangan di
Amerika Serikat (Gould et al. 2013). Penyakit bawaan pangan disebabkan oleh
patogen yang mengontaminasi pangan. Dari sekian banyak patogen yang
berperan dalam kasus penyakit bawaan pangan, Salmonella merupakan patogen
yang berkontribusi besar, terutama Salmonella enterica serotipe Typhimurium dan
Enteritidis (52,3% dan 23,3%). Habitat alami Salmonella adalah di saluran
pencernaan sebagian besar makhluk vertebrata, sehingga kemungkinan besar
penyebaran Salmonella terjadi melalui feses (Giaouris et al. 2013).
Kontaminasi pada pangan dapat terjadi setiap saat selama produksi, panen,
pengolahan, serta transportasi (Lapidot et al. 2006), baik kontak secara langsung
dengan permukaan peralatan yang terkontaminasi atau melalui udara yang
mengandung bakteri (Bae et al. 2010). Salah satu penyebab terjadinya
kontaminasi pangan adalah menempelnya bakteri pada peralatan pengolahan
pangan sehingga dapat berpindah ke makanan atau kemasan dan menyebabkan
penyakit (Schlisselberg dan Yaron 2013). Dari data outbreaks penyakit bawaan
pangan pada restoran full service di Amerika Serikat, disebutkan bahwa peralatan
yang tercemar berkontribusi sebesar 35% dan merupakan penyebab nomor 3
infeksi atau keracunan bawaan pangan setelah penyimpangan suhu pangan
(54.7%) serta higiene pekerja (40.9%) (FDA 2009).
Secara umum, bakteri memiliki kemampuan untuk menempel dan
membentuk biofilm pada permukaan padat. Menempelnya bakteri pada
permukaan benda padat merupakan langkah awal pembentukan biofilm.
Diperkirakan, 99.9% bakteri yang menempel pada permukaan secara alami
membentuk biofilm. Biofilm yang terbentuk terperangkap di dalam polimer
ekstraseluler yang dihasilkan oleh bakteri tersebut (Murphy et al. 2002).
Keberadaan polisakarida ekstraseluler tersebut mengakibatkan peningkatan
ketahanan bakteri terhadap desinfektan dan antimikroba. Hal ini dapat menjadi
masalah dalam industri pangan karena berujung pada kerugian secara ekonomi
karena menyebabkan cacat produk dan mengurangi umur simpan produk (Aviles
et al. 2013). Hingga saat ini, informasi mengenai keberadaan biofillm Salmonella
pada lingkungan pengolahan pangan yang nyata masih sangat terbatas (Giaouris et
al. 2013). Namun beberapa penelitian menunjukkan Salmonella mudah menempel
dan membentuk biofilm pada permukaan abiotik yang digunakan dalam proses
pengolahan pangan seperti plastik, karet, gelas, semen, dan stainless steel
(Schlisselberg dan Yaron 2013). Semua bahan tersebut secara umum digunakan
pada peralatan perkebunan, rumah pemotongan hewan, industri pengolahan
pangan, serta dapur rumah tangga, sehingga dapat menimbulkan resiko kesehatan
yang serius (Giaouris et al. 2013).

2
Tujuan Penelitian
Tujuan pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mempelajari pembentukan biofilm Salmonella pada permukaan berbagai food
contact material
2. Mempelajari pengaruh adanya matriks pangan terhadap pembentukan biofilm
dan sel planktonik Salmonella.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi mengenai
mekanisme pembentukan biofilm Salmonella pada permukaan berbagai food
contact material dengan adanya matriks tertentu.

TINJAUAN PUSTAKA
Salmonella sp.
Salmonella merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang, tidak
membentuk spora, dan termasuk ke dalam kelas Enterobacteriaceae (Jay et al.
2005). Salmonella berukuran relatif kecil, yaitu sekitar 0.7-1.5 x 2.0-5.0 μm (Bell
dan Kyriakides 2003). Salmonella hidup secara anaerobik fakultatif. Bakteri ini
tidak dapat berkompetisi secara baik dengan mikroba-mikroba umum yang
terdapat di dalam makanan. Oleh karena itu, pertumbuhannya sangat terhambat
dengan adanya bakteri-bakteri lain, misalnya bakteri pembusuk, bakteri genus
Escherichiae dan bakteri asam laktat (Supardi dan Sukamto 1999).
Umumnya Salmonella mampu memfermentasi glukosa dan monosakarida
lainnya dengan menghasilkan gas (Jay et al. 2005). Menurut Hanes (2003),
Salmonella mampu menggunakan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon di
saat genus lainnya membutuhkan sumber karbon kompleks sebagai sumber
nutrisinya. Semua Salmonella kecuali Salmonella Typhi memproduksi gas selama
proses fermentasi. Salmonella mampu mengubah nitrat menjadi nitrit dan tidak
membutuhkan NaCl untuk pertumbuhannya.
Supardi dan Sukamto (1999) menyebutkan bahwa Salmonella umumnya
dapat tumbuh pada media yang memiliki aw di atas 0.94 dan pH 4.1-9.0 dengan
pH optimum 6.5-7.5. Nilai pH minimum bervariasi tergantung pada serotipe, suhu
inkubasi, komposisi media, aw, dan jumlah sel. Pada pH di bawah 4,1, Salmonella
akan mati secara perlahan. Selain itu Salmonella dapat tumbuh pada suhu 5-47°C,
dengan suhu optimum 35-37 °C. Berbeda dengan Staphylococcus, Salmonella
tidak tahan terhadap kadar garam tinggi. Salmonella akan mati jika berada pada
media dengan kadar garam di atas 9% (Jay et al. 2005).
Menurut Jay et al. (2005), Salmonella tidak dapat dibedakan dengan E. coli
jika dilihat dengan mikroskop ataupun dengan menumbuhkannya pada media
yang mengandung nutrien umum. Salmonella dapat tumbuh optimum pada media
pertumbuhan yang sesuai dan memproduksi koloni yang tampak oleh mata dalam

3
jangka waktu 24 jam pada suhu 37 °C. Salmonella sensitif terhadap panas
sehingga dapat mati pada suhu pasteurisasi. Namun Salmonella relatif dapat
bertahan hidup pada suhu rendah.
Salmonella merupakan bakteri yang menjadi indikator keamanan pangan
(food safety) karena keberadaannya dalam bahan pangan dapat menyebabkan
penyakit pada manusia. Salmonella yang tertelan dan masuk ke dalam tubuh akan
menimbulkan gejala yang disebut Salmonellosis. Gejala Salmonellosis dimulai
dari masuknya sejumlah sel Salmonella ke dalam saluran pencernaan dan masuk
ke dalam usus. Bakteri ini dapat melakukan penetrasi pada usus, terutama pada
ileum dan sedikit pada usus besar sehingga menimbulkan reaksi inflamasi. Sel-sel
Salmonella kadang-kadang dapat menembus sistem pertahanan mukosal dan
limfatik dan dapat mencapai saluran darah sehingga menyebabkan bakterimia atau
abses (Yousef dan Carlstrom 2003). Pada umumnya orang yang terinfeksi
Salmonella mengalami sakit kepala, demam, kejang perut mulai 12-72 jam setelah
infeksi dan biasanya berlangsung selama 4-7 hari atau lebih lama. Bayi, orang
lansia dan yang sistem ketahanannya lemah cenderung mengalami sakit yang
lebih parah (CDC 2013).
Biofilm
Definisi Biofilm
Biofilm adalah sekelompok bakteri yang terimobilisasi (menempel) pada
permukaan padat oleh senyawa ekstraseluler yang dihasilkan oleh
mikroorganisme yang terlibat (Hood dan Zotola 1997). Prakash et al. (2003)
mendefinisikan biofilm sebagai sekelompok sel bakteri yang terstruktur dan
melekat pada permukaan hidup atau inert yang terperangkap di dalam matriks
polimer yang dihasilkan oleh bakteri tersebut, yang merupakan perlindungan diri
dari lingkungan yang tidak bersahabat.
Proses Pembentukan Biofilm
Pembentukan biofilm terdiri dari beberapa tahap yaitu a) penempelan
bakteri ke permukaan, b) pembentukan koloni, c) Akumulasi sel biofilm, d)
pelepasan sel kembali (detachment) (Prakash et al. 2003)
a. Penempelan bakteri ke permukaan
Pada tahap ini beberapa sel planktonik mikroba akan berpindah dari cairan
ke permukaan benda padat. Bakteri yang memiliki flagella cenderung lebih mudah
bergerak sehingga menyebabkan transport bakteri ke dari cairan ke permukaan
padat. Peristiwa ini mengawali terjadinya penempelan yang bersifat dapat balik.
b. Pembentukan koloni
Setelah bakteri menempel pada permukaan, bakteri mulai berkembang biak
dan memancarkan sinyal kimiawi sebagai alat komunikasi antarsel bakteri. Jika
intensitas sinyal mencapai ambang batas tertentu, mekanisme genetik
pembentukan polisakarida ekstraseluler diaktifkan dengan bagitu bakteri dapat
berkembang biak dalam matriks yang dihasilkannya tersebut dan kemudian
membentuk sebuah koloni (Prakash et al. 2003).
c. Akumulasi sel biofilm
Bila sel bakteri berkembang biak dan membentuk polisakarida ekstraseluler
serta mampu menarik bakteri lainnya untuk bergabung dengan bakteri yang telah

4
menempel terlebih dahulu, maka akan terbentuk beberapa lapisan biofilm. Sel
yang berada pada lapisan dalam akan terlindungi oleh lapisan yang lebih luar.
Komunitas ini dapat memenuhi kebutuhan nutriennya sendiri karena sel-sel yang
mati dapat berfungsi sebagai nutrien bagi sel yang masih hidup (Dewanti-Hariyadi
et al. 1997)
d. Pelepasan sel biofilm
Sel penyusun biofilm dapat melepaskan diri, sel-sel yang telah terakumulasi
akan berpindah ke medium cair. Pelepasan sel mikroba ini menyebabkan
terurainya komponen pembentuk biofilm, sehingga dapat mengontaminasi bagian
lain dari suatu sistem.
Pelepasan dapat berarti erosi, sloughing, dan abrasi, dimana erosi adalah
hilangnya bagian-bagian kecil dari biofilm secara kontinyu disebabkan oleh
adanya gaya gesek, sloughing adalah hilangnya sebagian besar dari biofilm yang
disebabkan oleh perubahan kondisi lingkungan, sedangkan abrasi adalah
hilangnya hilangnya biofilm yang disebabkan oleh terjadinya tabrakan terusmenerus dengan partikel pada permukaan (Characklis 1990)

METODOLOGI PENELITIAN
Bahan
Bakteri uji yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah kultur
Salmonella Tyhpimurium dan Salmonella Enteritidis yang diisolasi dari udang.
Kultur merupakan koleksi dari Laboratorium Mikrobiologi SEAFAST CENTER
IPB.
Bahan yang digunakan adalah Stainless Steel (SS) tipe 304 yang biasa
digunakan di industri pangan, plastik PTFE (Polytetrafluoroethylene) yang biasa
digunakan untuk papan pemotongan, dan karet buna-n yang biasa digunakan
sebagai gasket pada peralatan pengolahan pangan. Semua bahan dipotong menjadi
berukuran 1 cm 1 cm diperoleh dari CV. Halilintar Mekanika, Bandung. Selain
itu, digunakan juga swab yang dibuat dengan cara menyambungkan tusuk gigi
yang panjangnya 10 cm dengan cotton bud dan direndam di dalam larutan alginat
1 % kemudian di dalam CaCl2.2H2O 1 % lalu disterilisasi 121 °C, 15 menit
Media yang digunakan antara lain Trypticase Soy Broth (TSB; oxoid),
Trypticase Soy Agar (TSA; oxoid), Susu UHT komersil (protein 6 g; lemak 6 g;
karbohidrat total 10 g), dan susu formula (protein 2 g per 100 kkal; lemak 4.9 g
per 100 kkal; karbohidrat total 12 g per 100 kkal). Pembuatan media susu formula
dilakukan dengan cara menambahkan 29.3 gram susu formula bubuk ke dalam
erlenmeyer yang berisi 200 ml akuades steril dan food contact material.
Bahan-bahan kimia yang digunakan antara lain akuades, KH2PO4, alkohol
70%, kasein (Sigma Aldrich), Na-heksametafosfat (Sigma Aldrich), deterjen, dan
spiritus.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah autoklaf, mikroskop,
neraca analitik, inkubator bersuhu 37 °C dan 55 °C, inkubator shaker, sudip, hot

5
plate, vortex, pinset, pipet mikro, tips, sudip, ose bulat, kantung plastik tahan
panas, lemari pendingin (chiller dan freezer), bunsen, rak tabung reaksi, tutup
kapas, aluminium foil, alat semprot, dan alat-alat gelas seperti cawan petri, tabung
reaksi, Erlenmeyer, gelas piala, gelas ukur, labu takar, corong gelas, pipet mohr
dan gelas pengaduk.
Metode
Metode penelitian mencakup persiapan kultur kerja, persiapan pelat food
contact materials (FCM), pembentukan biofilm pada permukaan FCM, dan
analisis pembentukan biofilm pada FCM.
Persiapan Kultur Kerja
Sebelum dilakukan penelitian, terlebih dahulu dilakukan penyegaran
terhadap kultur Salmonella Typhimurium dan Salmonella Enteritidis. Penyegaran
kultur bertujuan meningkatkan viabilitas sel dan mempercepat fase adaptasi.
Kultur yang telah diawetkan diambil sebanyak satu ose kemudian dipindahkan ke
media TSB dan diinkubasi pada suhu 37 °C hingga mencapai fase log akhir
masing-masing galur. Berdasarkan penelitian Sari (2004) Salmonella sp.
mencapai fase log akhir setelah diinkubasi selama 20 jam. Pertumbuhan mikroba
ditandai dengan perubahan warna media, kekeruhan, serta terbentuknya endapan.
Hasil biakan pada media TSB diambil satu ose dan ditumbuhkan ke media TSA
miring lalu diinkubasi 37 °C, 24 jam. Hasil ini kemudian disimpan sebagai kultur
stok. Dari kultur stok diambil satu ose untuk ditumbuhkan pada 10 ml TSB dan
diinkubasi 37 °C, 20 jam untuk selanjutnya digunakan sebagai kultur kerja.
Persiapan Food Contact Materials (Marques et. al 2007)
Sebelum digunakan, SS, plastik PTFE, dan karet buna-n terlebih dahulu
dibersihkan dari kotoran yang menempel di permukaannya. FCM direndam dalam
larutan deterjen selama satu jam lalu dibilas dengan menggunakan akuades,
dikeringkan, kemudian dibersihkan dengan alkohol 70%. Setelah proses sanitasi,
pelat dikeringkan pada suhu 55 °C selama 2 jam dan disterilisasi 121 °C, 15 menit.
Pembentukan Biofilm pada Permukaan Berbagai Food Contact Materials
Pembentukan biofilm dilakukan pada tiga permukaan FCM, yaitu stainless
steel, plastik PTFE, dan karet buna-n pada media pertumbuhan TSB yang
diencerkan 5 kali. Pengaruh matriks pangan protein dilakukan dengan
menggunakan media 1/5 TSB yang ditambahkan 2% kasein, susu, dan susu
formula. Sebanyak 2 ml kultur kerja (sekitar 107 CFU/ml) dipindahkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml yang berisi 200 ml media pertumbuhan dan pelat Food
Contact Materials sehingga jumlah bakteri awal sekitar 105 CFU/ml, kemudian
diinkubasi 27-30°C dengan agitasi 70 rpm selama 24, 48, dan 72 jam.
Analisis Densitas Biofilm (Yunus 2000) dan Analisis Sel Planktonik
Metode untuk menghitung densitas biofilm pada permukaan FCM dilakukan
dengan cara sebagai berikut. Biofilm yang terbentuk pada permukaan selama
inkubasi 24, 48, dan 72 jam diambil dari erlenmeyer menggunakan pinset steril.
Permukaan dicuci dan dibilas menggunakan larutan fisiologis KH2PO4. Setelah itu,
permukaan diswab dengan menggunakan swab steril. Swab dan sel biofilm yang

6
terperangkap kemudian dipindahkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml
larutan fisiologis KH2PO4 dan 1 ml larutan Na-heksametafosfat lalu divortex.
Larutan kemudian diencerkan dan dipupuk dengan menggunakan metode
cawan tuang (pour plate) dimana sebanyak 1 ml dan 0.1 ml sampel hasil
pengenceran dimasukkan ke cawan petri kemudian dipupuk dengan menggunakan
media TSA dan diinkubasi 37 °C, 24 jam. Setelah inkubasi, jumlah koloni yang
tumbuh pada cawan dihitung berdasarkan rumus:

Keterangan:
N : Total koloni per ml atau gram sampel
C : Jumlah koloni dari semua cawan yang masuk dalam batas perhitungan
n1 : Jumlah cawan pada pengenceran pertama
n2 : Jumlah cawam pada pengenceran kedua
d : Tingkat pengenceran pertama saat mulai perhitungan
Batas koloni yang dihitung: 25-250 CFU
Metode untuk menghitung sel planktonik pada media pertumbuhan
dilakukan dengan mengambil sebanyak 1 ml sampel dari masing-masing media
dan diencerkan secara seri dengan menggunakan larutan fisiologis KH2PO4. Lalu
dilakukan pemupukan ke dalam cawan dengan media TSA dan diinkubasi pada
suhu 37 °C selama 24 jam. Jumlah sel planktonik dinyatakan dalam log CFU/ml.
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan
Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan dua kali ulangan. Data densitas biofilm
dianalisis menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) pada taraf signifikasi
0.05. Data-data tersebut diuji statistik menggunakan perangkat SPSS 16.0.
Prosedur Analisis Data
Perubahan densitas biofilm selama waktu inkubasi dihitung berdasarkan
rumus:

Keterangan:
X : Perubahan densitas biofilm selama waktu inkubasi
Nt : Densitas biofilm pada waktu inkubasi t
No: Densitas biofilm pada waktu inkubasi 24 jam
Perbandingan jumlah sel biofilm dan sel planktonik dihitung sebagai rasio
dengan rumus sebagai berikut

Keterangan:
Y: rasio jumlah sel biofilm dan sel planktonik

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembentukan Biofilm pada Permukaan Food Contact Materials
Pada Gambar 1 dapat dilihat densitas biofilm S. Typhimurium yang
terbentuk pada media 1/5 TSB. Biofilm yang terbentuk pada FCM selama 24 jam
berkisar antara 4.54-5.21 log CFU/cm2. Biofilm tertinggi terbentuk pada
permukaan PTFE dengan nilai 5.21 log CFU/cm2, diikuti oleh karet buna-n
sebesar 5.14 log CFU/cm2, dan stainless steel sebesar 4.54 log CFU/cm2. Pada
waktu inkubasi 48 jam, biofilm yang terbentuk berkisar antara 5.24-5.36 log
CFU/cm2. Biofilm tertinggi terbentuk pada permukaan PTFE, sedangkan yang
terendah terbentuk pada permukaan karet buna-n. Biofilm yang terbentuk pada
waktu inkubasi 72 jam berkisar antara 4.82-5.13 log CFU/cm2. Biofilm tertinggi
terbentuk pada permukaan karet buna-n dan terendah pada permukaan stainless
steel.
Perubahan densitas biofilm S. Typhimurium selama waktu inkubasi dapat
dilihat pada Tabel 1. Densitas biofilm pada permukaan stainless steel mengalami
peningkatan hingga waktu inkubasi 72 jam. Pada permukaan PTFE dan karet
buna-n, densitas biofilm meningkat hingga waktu inkubasi 48 jam namun
kemudian mengalami penurunan pada waktu inkubasi 72 jam. Hal ini
menunjukkan bahwa densitas biofilm mengalami laju pembentukan yang tinggi
pada permukaan stainless steel.
Untuk melihat adanya pengaruh FCM terhadap densitas biofilm
S. Typhimurium dilakukan uji statistik (Lampiran 1). Hasilnya jenis FCM, waktu
inkubasi, serta interaksi FCM dan waktu inkubasi berpengaruh (p0.05), sedangkan densitas
biofilm pada waktu inkubasi 48 jam berbeda nyata dengan waktu inkubasi 24 jam
dan 72 jam (p>0.05).
Pembentukan biofilm S. Enteritidis dapat dilihat pada Gambar 2. Biofilm
yang terbentuk pada FCM selama 24 jam berkisar antara 4.71-4.93 log CFU/cm2.
Biofilm tertinggi terbentuk pada permukaan PTFE dengan nilai 4.93 log CFU/cm2,
diikuti oleh karet buna-n sebesar 4.81 log CFU/cm2, dan stainless steel sebesar
4.71 log CFU/cm2.Pada waktu inkubasi 48 jam, biofilm yang terbentuk berkisar
antara 5.14-5.56 log CFU/cm2. Biofilm tertinggi terbentuk pada permukaan PTFE,
sedangkan yang terendah terbentuk pada permukaan stainless steel. Biofilm yang
terbentuk pada waktu inkubasi 72 jam berkisar antara 4.83-5.19 log CFU/cm2.
Biofilm tertinggi terbentuk pada permukaan karet buna-n dan terendah pada
permukaan stainless steel.
Perubahan densitas biofilm S. Enteritidis dapat dilihat pada Tabel 2.
Densitas biofilm pada ketiga permukaan FCM memiliki laju pembentukan paling
tinggi pada permukaan PTFE. Laju pembentukan pada permukaan stainless steel
dan buna-n memiliki nilai yang sama pada waktu 48 jam namun laju pembentukan

8
pada permukaan karet buna-n pada waktu 72 jam lebih tinggi daripada stainless
steel.
Untuk melihat pengaruh nyata dari jenis FCM, waktu inkubasi, serta
interaksi antara jenis FCM dan waktu inkubasi terhadap densitas biofilm S.
Enteritidis dilakukan uji statistik (Lampiran 2). Hasilnya jenis FCM dan waktu
inkubasi yang berpengaruh (p