Pemanfaatan Citra Landsat dan Global Positioning System (GPS) untuk Evaluasi Blok Bekas Tebangan di IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri Provinsi Papua

PEMANFAATAN CITRA LANDSAT DAN GLOBAL POSITIONING SYSTEM
(GPS) UNTUK EVALUASI BLOK BEKAS TEBANGAN DI IUPHHK-HA
PT. MAMBERAMO ALASMANDIRI PROVINSI PAPUA

PAMUNGKAS NURAFRIZAL

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Citra
Landsat dan Global Positioning System (GPS) untuk Evaluasi Blok Bekas
Tebangan di IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Pamungkas Nurafrizal
NIM E14080081

ABSTRAK
PAMUNGKAS NURAFRIZAL. Pemanfaatan Citra Landsat dan Global
Positioning System (GPS) untuk Evaluasi Blok Bekas Tebangan di IUPHHK-HA
PT. Mamberamo Alasmandiri Papua. Dibimbing oleh M. BUCE SALEH.
Pemanfaatan citra satelit dalam bidang kehutanan adalah untuk memonitor dan
mengevaluasi laju deforestasi hutan serta perubahan tutupan lahan. Tujuan dari
penelitian ini adalah mendetailkan kondisi tutupan lahan yang ada pada blok
bekas tebangan dengan menggunakan citra landsat dan GPS di IUPHHK-HA PT.
Mamberamo Alasmandiri. Penelitian ini memiliki 4 tahapan yaitu i) identifikasi
citra, ii) identifikasi objek berupa hutan primer dan hutan sekunder, iii) identifikasi
tunggak terjauh dari jaringan jalan, dan iv) interpretasi visual untuk evaluasi blok
bekas tebangan. Identifikasi citra untuk membandingkan citra landsat belum
terkoreksi ortho dengan citra landsat terkoreksi ortho berdasarkan topografi
lapangan. Identifikasi objek berupa hutan primer dan hutan sekunder untuk

mengetahui perbedaan kenampakan objek pada citra dan di lapangan. Identifikasi
tunggak terjauh dari jaringan jalan untuk mempermudah deliniasi tutupan lahan
khususnya hutan primer dan hutan sekunder. Tahap terakhir interpretasi visual
untuk evaluasi blok bekas tebangan diperoleh dari deliniasi citra terhadap kelas
tutupan lahan yang telah diperoleh dari identifikasi objek. Hasil evaluasi blok bekas
tebangan adalah kondisi detail dan luas blok bekas tebangan.
Kata Kunci : Citra Landsat, Identifikasi Citra, Interpretasi Visual,
Evaluasi Blok Tebangan.

ABSTRACT
PAMUNGKAS NURAFRIZAL. Utilization of Landsat Imagery and Global
Positioning System (GPS) for The Evaluation of The Former Block Fells in
IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri Papua. Supervised by M. BUCE
SALEH.
The utilization of satellite imagery in forestry to monitor and evaluation of
forest degradation along with land cover changed. The objective of study was
details land cover conditions that exist in the area of the former fells by using
landsat imagery and GPS in IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri Papua.
The study have 4 stage there are i) imagery identification, ii) the identification of
an object in the form of primary forest and secondary forest, iii) arrears farthest

away identification from the road network, and iv) visual intrepretation for
evaluation block of former fells. Identification of landsat imagery to compare the
image has not been rectified landsat imagery ortho with imagery ortho rectified
based on the topography of the field. Object identification form of primary forest
and secondary forest to known differences in the appearance of objects in the
imagery and in the field. Identification arrears farthest from the road network to
ease delineation of land cover especially the forest the primary and secondary. The
last phase of the interpretation visual for evaluation block obtained the result of a
delineation imagery for land cover class based on object identification. The result
of evaluation block former fells is details condition and area former fells block.
Keywords
: Landsat imagery, Imagery Identification, Visual Interpretation, Fell
Block Evaluation

PEMANFAATAN CITRA LANDSAT DAN GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)
UNTUK EVALUASI BLOK BEKAS TEBANGAN DI IUPHHK-HA
PT. MAMBERAMO ALASMANDIRI PROVINSI PAPUA

PAMUNGKAS NURAFRIZAL


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Pemanfaatan Citra Landsat dan Global Positioning System (GPS)
untuk Evaluasi Blok Bekas Tebangan di IUPHHK-HA PT.
Mamberamo Alasmandiri Provinsi Papua
Nama
: Pamungkas Nurafrizal
NIM
: E14080081


Disetujui oleh

Dr Ir M Buce Saleh, MS
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Ahmad Budiaman, MSc F Trop
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah perkembangan blok tebang dengan
menggunakan citra landsat, dengan judul Pemanfaatan Citra Landsat dan Global
Positioning System (GPS) untuk Evaluasi Blok Bekas Tebangan di IUPHHK-HA
PT. Mamberamo Alasmandiri Provinsi Papua.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir M Buce Saleh, MS

selaku pembimbing, serta Bapak Prof Dr Ir I Nengah Suratijaya, MSi dan Bapak
Uus Saepul yang telah banyak memberi saran, masukan, dan motivasi dalam
penyelesaian skripsi ini. Di samping itu, terimakasih penulis sampaikan kepada
Bapak Guntur Wibowo, Bapak Maman, serta seluruh keluarga besar IUPHHK-HA
PT. Mamberamo Alasmandiri atas segala bantuan dalam melakukan pengambilan
data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga,
rekan Praktik Kerja Lapang (PKL), keluarga besar Laboratorium Remote Sensing
dan GIS, keluarga besar Manajemen Hutan 45, keluarga besar Fakultas Kehutanan
IPB, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala doa,
semangat, dan kasih sayangnya.
Penulis sadar akan kekurangan dalam penulisan skripsi. Oleh karena itu
penulis mengharapkan saran, kritik, dan masukan demi perbaikan tulisan ini.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan.
Bogor, Agustus 2014
Pamungkas Nurafrizal
E14080081

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian


2

Manfaat Penelitian

2

METODE

3

Lokasi dan Waktu Penelitian

3

Bahan

3

Alat


4

Prosedur Penelitian

4

Pengolahan Data

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Identifikasi Citra

6

Identifikasi Objek Berupa Hutan Primer dan Sekunder


9

Identifikasi Tunggak Terjauh dari Jaringan Jalan

12

Interpretasi Visual untuk Evaluasi Blok Bekas Tebangan

14

SIMPULAN DAN SARAN

18

Simpulan

18

Saran


18

DAFTAR PUSTAKA

19

RIWAYAT HIDUP

20

DAFTAR TABEL
Kelas lereng PT. Mamberamo Alasmandiri
Tutupan lahan pada citra selain HP dan HS
Tunggak terjauh RKT 2012A
Tunggak terjauh RKT 2012B
Luas tutupan lahan pada beberapa blok bekas tebangan

7
11
13
13
17

DAFTAR GAMBAR
Lokasi penelitian
3
Diagram alir penelitian
5
Perbandingan citra landsat 2010 dan citra landsat terkoreksi ortho 2009 8
Citra landsat terkoreksi ortho tahun 2002
8
Citra landsat terkoreksi ortho 2009
9
HP pada citra landsat terkoreksi ortho 2009 dan foto objek lapangan 10
HS pada citra landsat terkoreksi ortho 2002 dan foto objek lapangan 10
Identifikasi tunggak terjauh dan foto lapangan
12
Blok RKT 2008
14
Blok RKT 2006
15
Blok RKT 2001
15
Blok RKT 1998-1999
15
Blok RKT 1996-1997
16

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sebagian dari hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia.
Berdasarkan luasannya, hutan tropis Indonesia menempati urutan ketiga setelah
Brazil dan Republik Demokrasi Kongo (dulunya Zaire) yaitu 99.6 juta ha
(Kemenhut 2012). Semakin luas hutan, maka manfaat yang diperoleh dari
keberadaan hutan tersebut juga semakin banyak. Oleh karena itu, pengelolaan hutan
secara lestari harus dilakukan guna menjaga keberadaan hutan agar dalam
pemanfaatannya tetap lestari. Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam kaitannya
dengan pengelolaan hutan adalah menggunakan citra satelit penginderaan jauh.
Penginderaan jauh merupakan suatu teknik untuk mengumpulkan informasi
mengenai objek dan lingkungannya dari jarak jauh tanpa sentuhan fisik (Lo 1995).
Keseluruhan proses mulai dari pengambilan data, analisis data hingga penggunaan
data disebut sistem penginderaan jauh (Purwadhi 2001). Penginderaan jauh sebagai
suatu ilmu pengetahuan berkembang seiring dengan berkembangnya perangkatperangkat pendukung penginderaan jauh seperti perangkat pengumpul data,
perangkat pengolah data dan perangkat penyaji data hasil olahan, serta
perkembangan pengetahuan analisis dalam memaksimalkan informasi yang dapat
digali dari data penginderaan jauh. Aplikasi data penginderaan jauh sesuai dengan
sifatnya yang multiguna, maka penggunannya disesuaikan dengan kepentingan dan
kebutuhan dari penggunanya. Hasil perekaman sensor penginderaan jauh dapat
berwujud foto udara, citra satelit, citra radar, dan dapat berupa data analog dan
numerik lainnya (Purwadhi & Sanjoto 2008).
Citra penginderaan jauh merupakan gambaran yang mirip dengan wujud
aslinya atau paling tidak berupa gambaran planimetriknya dan bersifat multiguna
atau multi-disiplin. Artinya, dapat digunakan dalam berbagai bidang pengguna
seperti kependudukan, pemetaan, pertanian, kehutanan, industri, perkotaan,
kelautan, pemantauan lingkungan dan cuaca, serta penggunaan lain yang
berhubungan dengan kondisi fisik permukaan bumi (Purwadhi & Sanjoto 2008).
Penggunaan citra satelit dalam bidang kehutanan diantaranya untuk
memonitor dan mengevaluasi laju deforestasi hutan serta perubahan tutupan lahan.
Salah satu citra satelit yang dapat digunakan adalah citra landsat yang dalam hal ini
Kementerian Kehutanan Republik Indonesia juga menggunakan citra tersebut.
Dalam kaitannya dengan kegiatan suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang
kehutanan, data citra landsat ini berperan penting dalam berbagai proses
perencanaan dan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pengelolaan hutan
tersebut. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA)
PT. Mamberamo Alasmandiri adalah salah satu perusahaan yang bergerak di bidang
kehutanan khususnya pengelolaan dan pemanfaatan hutan alam. Oleh karena itu,
dengan citra landsat tersebut sangat membantu dalam memonitoring serta
mengevaluasi kondisi blok bekas tebangan setelah dilakukan kegiatan pemanenan
hutan dilihat dari tutupan lahannya.

2

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mendetailkan kondisi tutupan lahan yang ada
pada blok bekas tebangan dengan menggunakan citra landsat dan GPS di IUPHHKHA PT. Mamberamo Alasmandiri Provinsi Papua.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini dapat memberikan informasi yang diperlukan dalam
kegiatan pengelolaan hutan di IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri,
terutama dalam memonitor dan mengevaluasi blok bekas tebangan dilihat dari
tutupan lahannya.

3

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengambilan data penelitian dilakukan mulai dari bulan Juni sampai dengan
Juli 2012. Kegiatan pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium
Remote Sensing dan GIS, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan,
Institut Pertanian Bogor. Lokasi penelitian ini adalah IUPHHK-HA PT.
Mamberamo Alasmandiri Provinsi Papua.

Gambar 1 Lokasi penelitian
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi:
a. Data marking tunggak terjauh dari jaringan jalan dengan menggunakan GPS.
b. Citra landsat tahun 2010 yang bersumber dari IUPHHK-HA PT.
Mamberamo Alasmandiri dan peta tematik perusahaan yang berupa peta
batas kawasan, peta petak kerja perusahaan, blok Rencana Kerja Tahunan
(RKT), jaringan jalan, dan jaringan sungai.
c. Citra Landsat terkoreksi ortho path 102 row 062, path 103 row 061 dan path
103 row 062 dari tahun 2000 sampai dengan 2012 yang bersumber dari
LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional).

4

Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS CS 60, alat tulis,
kamera digital, dan seperangkat komputer dengan sistem operasi Microsoft
Windows 7 yang dilengkapi beberapa perangkat lunak:
a. ArcGIS 9.3
b. Erdas Imagine Ver 9.1
c. Map Source
d. Global Mapper 7
e. Microsoft Office Word 2010 dan Microsoft Office Excel 2010
Prosedur Penelitian
Tahapan penelitian secara diagramatik disajikan pada Gambar 2. Data yang
digunakan dalam penelitian ini sebagaimana diuraikan dalam sub bab bahan yang
diperoleh dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), IUPHHKHA PT. Mamberamo Alasmandiri, serta GCP menggunakan GPS.
Pengolahan Data
Identifikasi Citra
Terdapat dua jenis citra landsat yang diperoleh, yaitu citra landsat tahun 2010
(belum terkoreksi ortho) dan citra landsat terkoreksi ortho tahun 2000 sampai 2012.
Citra landsat terkoreksi ortho terlebih dahulu dilakukan mosaik citra terhadap
ketiga scene yang terpisah (path 102 row 062, path 103 row 061 dan path 103 row
062) sehingga berada pada satu scene citra yang merepresentasikan daerah
penelitian. Kemudian dilakukan perbandingan terhadap kedua jenis citra tersebut
untuk menentukan citra landsat yang lebih baik sehingga dapat digunakan dalam
proses pengolahan selanjutnya. Pemilihan citra dilakukan setelah salah satu jenis
citra tersebut terpilih. Dalam hal ini citra yang dipilih sebagai citra untuk proses
pengolahan selanjutnya adalah citra landsat terkoreksi ortho tahun 2009 dan tahun
2002 yang bersumber dari LAPAN.
Identifikasi Objek Berupa Hutan Primer dan Sekunder
Identifikasi objek dikhususkan terhadap hutan lahan kering primer dan hutan
lahan kering sekunder yang ada di lapangan. Identifikasi ini dilakukan untuk
mengetahui perbedaan tutupan lahan antara hutan lahan kering primer dan hutan
lahan kering sekunder dilihat dari citra landsat dan kondisi lapangannya. Dari
Identifikasi Tunggak Terjauh dari Jaringan Jalan
Identifikasi tunggak terjauh dari jaringan jalan dilakukan dengan marking
terhadap tunggak menggunakan GPS CS 60. Kegiatan marking di lapangan
dilakukan dengan penyelusuran jaringan jalan sarad di beberapa petak kerja yang
masih aktif sehingga diperoleh jarak tunggak terjauh dari jaringan jalan. Hasil dari
identifikasi tersebut digunakan sebagai salah satu acuan dalam melakukan
interpretasi visual terhadap tutupan lahan yang ada pada daerah penelitian
khususnya hutan lahan kering primer dan hutan lahan kering sekunder.

5

Interpretasi Visual untuk Evaluasi Blok Bekas Tebangan
Pada tahap interpretasi visual ini dilakukan pendeliniasian objek yang tampak
pada citra berdasarkan unsur spasial dan spektral yang mengacu pada kunci
interpretasi, identifikasi objek yang ada di lapangan, serta jarak tunggak terjauh dari
jaringan jalan. Interpretasi ini dilakukan untuk mengevaluasi blok bekas tebangan
dengan menggunakan citra landsat terkoreksi ortho yang telah ditentukan
sebelumnya. Evaluasi yang dimaksud adalah bagaimana melihat tutupan lahan yang
ada pada masing-masing blok RKT yang telah dilakukan kegiatan pemanenan.
Identifikasi
citra

Citra landsat
terkoreksi ortho
2000-2012

Citra landsat tahun
2010 (belum
terkoreksi ortho)

Topografi
lapangan

Citra landsat
terkoreksi ortho

Identifikasi objek yang berupa
Hutan Primer dan Hutan
Sekunder

Identifikasi tunggak
terjauh dari jalan sarad

Interpretasi visual untuk
evaluasi blok bekas
tebangan

Gambar 2 Diagram alir penelitian

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Citra
Citra landsat yang diperoleh dari LAPAN adalah citra landsat terkoreksi ortho
multiwaktu dari tahun 2000 sampai 2012 sedangkan citra landsat yang diperoleh
dari PT. Mamberamo Alasmandiri adalah citra landsat tahun 2010. Citra landsat
terkoreksi ortho terlebih dahulu dilakukan proses mosaik citra karena kawasan PT.
Mamberamo Alasmandiri berada pada 3 scene citra yang terpisah, yaitu path 102
row 062, path 103 row 061 dan path 103 row 062. Mosaik citra merupakan proses
menggabungkan tumpang tindih (overlapping) dua citra atau lebih menjadi satu
kesatuan citra sehingga menghasilkan citra yang representatif sesuai kebutuhan
penggunaan citra tersebut. Syarat dapat dilakukannya mosaik citra yaitu berada
pada sistem proyeksi peta yang sama serta mempunyai kombinasi band dan jumlah
band yang sama.
Proyeksi peta merupakan cara dalam usaha menyajikan bentuk matematis
bumi (elipsoid atau 3 dimensi) ke bidang 2 dimensi berupa bidang datar. Tujuan
dilakukannya proyeksi adalah memperkecil kesalahan dalam melakukan
penggambaran dari bidang lengkung ke bidang datar. Ketiga scene citra harus
diproyeksikan sesuai dengan sistem koordinat yang benar, yaitu datum WGS84 dan
WGS_84_UTM_Zone_53S (proyeksi peta UTM zona 53 berada di selatan
khatulistiwa). Sistem proyeksi peta UTM (Universal Tranvers Mercator)
merupakan proyeksi silinder melintang yang dikenalkan oleh Mercator dan bersifat
universal. Sistem ini juga telah dibakukan oleh BAKOSURTANAL sebagai sistem
proyeksi pemetaan nasional. Proyeksi UTM ini dipilih karena kondisi geografis
Indonesia membujur disekitar garis khatulistiwa atau garis lingkar equator dari
ujung barat sampai ujung timur yang relatif seimbang dan juga memberikan hasil
dengan distorsi minimal (paling ideal). Acuan proyeksi UTM yang digunakan untuk
wilayah Indonesia adalah WGS84 (parameter ini telah baku untuk peta rupa bumi
nasional).
Citra landsat terkoreksi ortho yang telah sesuai proyeksinya terhadap posisi
yang sebenarnya di permukaan bumi kemudian dilakukan proses layer stacking
yang bertujuan untuk membuat citra komposit berwarna dengan
mengkombinasikan beberapa band. Citra landsat mempunyai 7 saluran yang terdiri
dari spektrum tampak pada saluran 1, 2, dan 3, spektrum inframerah dekat pada
saluran 4, 5, dan 7 dan spektrum inframerah termal pada saluran 6. Resolusi spasial
pada saluran 1-5 dan 7 mencapai 30 meter, sedangkan untuk saluran 6 resolusi
spasial mencapai 60 meter (Raharjo 2010). Untuk memudahkan dalam melihat serta
menganalisa wilayah yang dikaji, layer stacking ini dilakukan dengan
menggabungan tiga band (saluran) dari citra satelit Landsat.
Penggabungan saluran band menggunakan format RGB (Red-Green-Blue)
yang nantinya bisa menghasilkan gambar true color atau false color. True color
adalah gambar yang dihasilkan dari penggabungan band yang hasilnya memiliki
warna yang sama dengan yang dilihat mata manusia. Kombinasi yang dapat
digunakan untuk menghasilkan image true color adalah RGB 3-2-1. Sedangkan
gambar false color adalah gambar yang dihasilkan dari penggabungan band yang
hasilnya memiliki warna berbeda dengan yang dilihat mata manusia, hal ini
disebabkan penggunaan inframerah dalam kombinasi RGB. Dari kombinasi yang

7

menghasilkan gambar dengan warna yang berbeda ini dapat mempermudah dalam
proses klasifikasi tutupan dan penggunaan lahan yang dilakukan. Kombinasi band
yang dipilih adalah RGB (Red-Green-Blue) 5-4-3. Pemilihan kombinasi band
tersebut paling mendekati dengan kenampakan asli di bumi serta band 5-4-3
merupakan natural colour atau warna komposit alami. Apabila citra telah sesuai
syarat, maka proses mosaik citra dapat dilakukan sehingga citra landsat terkoreksi
ortho tersebut merepresentasikan daerah kajian yang dalam hal ini adalah kawasan
PT. Mamberamo Alasmandiri.
Citra landsat tahun 2010 masih terdapat banyak stripping yang ada pada citra
tersebut. Stripping itu sendiri disebabkan oleh sensor optik citra landsat yang
mengalami kerusakan mulai tahun 2003 sehingga menyebabkan nilai digital
number pada setiap pikselnya menjadi 0 (nol). IUPHHK-HA PT. Mamberamo
Alasmandiri memiliki kelas lereng yang didominasi oleh kelas lereng agak curam
sebesar 215 920 ha atau 31.9 % dari luas total keseluruhan areal, sedangkan daerah
yang belum terjangkau sebagian didominasi oleh perbukitan. Kelas lereng dan luas
PT. Mamberamo Alasmandiri disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Kelas lereng PT. Mamberamo Alasmandiri
Kelerengan

Kelas lereng

40% (sangat curam)
Total

A
B
C
D
E

Luas (Ha)
202 658
185 784
215 920
60 106
12 843
677 310

Luas (%)
29.9
27.4
31.9
8.9
1.9
100

Sumber: PT. Mamberamo Alasmandiri 2009

Hal ini dapat menyebabkan terjadinya relief displacement atau pergeseran
posisi terutama pada daerah yang relatif berbukit akibat pengaruh ketinggian.
Menurut Purwadhi dan Sanjoto (2008), kesalahan geometrik citra dapat terjadi
karena posisi dan orbit maupun sikap sensor pada saat satelit mengindera bumi,
kelengkungan dan putaran bumi serta adanya relief atau ketinggian yang berbeda
dari permukaan bumi yang diindera. Akibat dari kesalahan geometrik ini maka
posisi piksel dari data inderaja satelit tersebut tidak sesuai dengan posisi (lintang
dan bujur) yang sebenarnya.
Resiko terjadinya relief displacement dapat dikurangi dengan menggunakan
data acuan yang koreksi geometriknya tidak hanya melibatkan absis (sumbu x) dan
ordinat (sumbu y), tetapi juga melibatkan ketinggian yang terkoreksi (sumbu z yang
terkoreksi). Data acuan yang sesuai digunakan untuk kondisi tersebut adalah citra
landsat terkoreksi ortho yang bersumber dari Lembaga Antariksa dan Penerbangan
Nasional (LAPAN). Orthorektifikasi merupakan proses yang dilakukan untuk
memperbaiki medan (terrain displacement) yang diakibatkan oleh variasi sudut
pandang wahana pengindera (satelit). Perbaikan yang dilakukan menghasilkan citra
yang secara planimetris cukup akurat, sehingga citra landsat terkoreksi ortho
tersebut dapat digabungkan dengan data tematik lainnya untuk memberikan
informasi yang lebih menyeluruh (Kemenhut 2008). Selain itu, pada citra landsat
terkoreksi ortho tidak terdapat adanya stripping pada citra sehingga tiap pikselnya
mempunyai nilai digital number.

8

Gambar 3 Perbandingan citra landsat 2010 dan citra landsat terkoreksi ortho 2009
Perbandingan terhadap dua jenis citra yang dilakukan, maka dipilih citra
landsat yang akan digunakan untuk proses pengolahan selanjutnya berdasarkan
kelebihan dan kekurangan pada citra tersebut. Citra landsat yang dipilih adalah citra
landsat terkoreksi ortho. Cita landsat terkoreksi ortho yang diperoleh dari LAPAN
merupakan citra landsat multiwaktu dari tahun 2000 sampai 2012. Oleh karena itu,
dari keseluruhan citra tersebut dipilih citra landsat yang paling baik dan tahun
perekamannya paling baru. Hasil pemilihan citra yang dilakukan diperoleh citra
landsat yang digunakan dalam proses pengolahan selanjutnya adalah citra landsat
terkoreksi ortho tahun 2009 dan 2002. Hal ini berdasarkan atas pertimbangan
kelengkapan scene pada tiap tahunnya dan banyak sedikitnya awan yang menutupi
tutupan lahan dibawahnya.

Gambar 4 Citra landsat terkoreksi ortho tahun 2002

9

Gambar 5 Citra landsat terkoreksi ortho 2009
Identifikasi Objek Berupa Hutan Primer dan Sekunder
Identifikasi merupakan pengamatan dan pengenalan objek pada citra
penginderaan jauh berdasarkan sifat citranya, dengan menggunakan keterangan
yang cukup. Sebelum mengidentifikasi objek pada citra terlebih dahulu harus
mengetahui karakteristik dan sifat citra yang akan diidentifikasi atau diamati
objeknya (Purwadhi dan Sanjoto 2008). Identifikasi objek pada citra penginderaan
jauh harus dibantu dengan unsur-unsur interpretasi dan juga pengetahuan
bagaimana kenampakan objek citra dengan kenampakan di lapangan.
Identifikasi dilakukan dengan interpretasi visual citra. Interpretasi citra secara
visual merupakan suatu kegiatan dalam rangka mendeteksi dan mengidentifikasi
objek-objek yang terdapat pada potret udara atau citra lainnya melalui unsur-unsur
spasial dan spektral utama dari objek yang bersangkutan (Purwadhi dan Sanjoto
2008). Pengenalan objek merupakan bagian vital dalam interpretasi citra. Untuk itu
identitas dan jenis objek pada citra sangat diperlukan dalam analisis pemecahan
masalah yang dihadapi. Karakteristik objek pada citra dapat digunakan untuk
mengenali objek yang dimaksud dengan unsur interpretasi. Menurut Purwadhi dan
Sanjoto (2008), unsur interpretasi memiliki kemampuan untuk mengenali objek
pada citra penginderaan jauh, dimana masing-masing unsur tersebut adalah rona
atau warna, bentuk, ukuran, tekstur, pola, bayangan, situs, dan asosiasi.
Identifikasi lebih dikhususkan pada tutupan lahan yang berupa hutan lahan
kering primer (HP) dan hutan lahan kering sekunder (HS). Hal ini disebabkan
karena kenampakan pada citra untuk dua tutupan lahan tersebut lebih sulit
dibedakan dibandingkan dengan jenis tutupan lahan yang lainnya.

10

Hutan lahan
kering primer

Gambar 6 HP pada citra landsat terkoreksi ortho 2009 dan foto objek lapangan

Hutan lahan
kering sekunder

Gambar 7 HS pada citra landsat terkoreksi ortho 2002 dan foto objek lapangan
Pada gambar 5 dan 6 ditunjukkan hasil kenampakan tutupan lahan untuk
hutan lahan kering primer dan hutan lahan kering sekunder beserta objek lapangan
yang dtunjukkan dengan foto lapangannya. Deliniasi terhadap tutupan lahan
tersebut ditunjukkan dengan garis hitam pada citra landsat. Dari kenampakan citra
terlihat bahwa tutupan lahan antara HP dan HS cukup sulit untuk dibedakan. Hal
ini terlihat dari rona atau warnanya yang hampir mirip antar keduanya. Selain itu
untuk pemanenan pada hutan alam sistem penebangan yang dilakukan adalah
tebang pilih, maka rona atau warna yang ditunjukkan pada citra tidak kontras
perbedaanya sehingga hanya terlihat bercak bercak bekas dilakukannya pemanenan.
Oleh karena itu, dalam melakukan interpretasi visual antara HP dengan HS
membutuhkan data penunjang lainnya seperti jaringan jalan dan data tunggak
terjauh sehingga deliniasi akan lebih mudah dilakukan. Tutupan lahan yang diamati
pada IPUHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri selain hutan lahan kering primer
dan hutan lahan kering sekunder disajikan pada tabel 2.

11

Tabel 2 Tutupan lahan pada citra selain HP dan HS
No Tutupan
Citra
Citra
lahan
2002
2009
1

Badan
jalan

2

Badan air

3

Semak

4

Tanah
terbuka

Foto
lapangan

12

Identifikasi Tunggak Terjauh dari Jaringan Jalan
Tunggak merupakan sisa batang kayu dan akar yang masih tertinggal di
dalam tanah setelah dilakukan kegiatan penebangan. Pada suatu petak kerja tungak
menandakan bahwa petak kerja dalam blok RKT tertentu sudah dilakukan kegiatan
pemanenan. Identifikasi tunggak dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh dan
rata-rata jarak tunggak pada petak kerja yang telah dilakukan kegaitan pemanenan.
Sehingga dari kegiatan tersebut dapat membantu dalam melakukan deliniasi
tutupan lahan khususnya hutan lahan kering primer dengan hutan lahan kering
sekunder.

Gambar 8 Identifikasi tunggak terjauh dan foto lapangan
Identifikasi tunggak terjauh dari jaringan jalan dilakukan dengan menyelusuri
jalan sarad menggunakan GPS CS 60 dari pangkal jalan sarad (jalan sarad yang
dekat dengan jalan utama) sampai ujung jalan sarad (tunggak terjauh dari jalan
utama). Kemudian dilakukan marking terhadap tunggak terjauh penyaradan.
Identifikasi tersebut dilakukan pada petak kerja yang berada pada blok RKT 2012A
masing-masing pada petak kerja 35QQ-36QQ, 36QQ-36RR, 36SS-37SS, 37QQ37RR, 38RR-38SS dan blok RKT 2012B masing-masing pada petak kerja 36AC,
36AD-36AE, 37AC-37AD, 38AC. Pemilihan tersebut dilakukan berdasarkan
pertimbangan akses menuju ke lokasi petak kerja yang masih dapat terjangkau serta
kondisi jalan sarad yang masih baru sehingga masih jelas terlihat dan dapat dilalui
dari pangkal sampai ujung jalan sarad. Hasil kegiatan marking tunggak terjauh dari
jaringan jalan utama, disajikan pada Tabel 3 dan Tabel 4.

13

Tabel 3 Tunggak terjauh RKT 2012A
Tunggak Terjauh dari
No Petak Kerja
Jalan Utama (m)
1 36QQ-35QQ
540
2 36QQ-35QQ
226
3 36QQ-35QQ
551
4 36QQ-35QQ
710
5 36QQ-36RR
501
6 36QQ-36RR
966
7 36QQ-36RR
674
8 36QQ-36RR
467
9
36SS-37SS
1 294
10
36SS-37SS
215
11
36SS-37SS
327
12
36SS-37SS
261
13
36SS-37SS
856
14 37QQ-37RR
1 300
15 37QQ-37RR
696
16 37QQ-37RR
345
17 37QQ-37RR
672
18 37QQ-37RR
356
19 37QQ-37RR
820
20 37QQ-37RR
734
21 38RR-38SS
492
22 38RR-38SS
206
23 38RR-38SS
286
24 38RR-38SS
384
25 38RR-38SS
721
26 38RR-38SS
479
Total
15 079
Rata-rata
579.96

Tabel 4 Tunggak terjauh RKT 2012B
No

Petak Kerja

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26

36AC
36AC
36AC
36AC
36AC
36AC
36AD-36AE
36AD-36AE
36AD-36AE
36AD-36AE
36AD-36AE
37AC-38AC
37AC-38AC
37AC-38AC
37AC-38AC
37AC-38AC
37AD
37AD
37AD
37AD
37AD
37AD
37AD
37AD
37AD
37AD
Total
Rata-rata

Tunggak Terjauh dari
Jalan Utama (m)
953
1 425
784
301
1 122
738
1 145
902
567
970
784
344
416
539
360
881
641
753
515
555
1 156
296
250
647
368
228
17 640
678.46

Tunggak terjauh dari jalan utama yang ada pada sebagian petak kerja blok
RKT 2012A memiliki total jarak 15 079 m dengan rata-rata jarak tungak 579.96 m.
Penyelusuran jarak tunggak terjauh terdapat pada petak kerja 37QQ-37RR dengan
panjang 1 300 m sedangkan yang terpendek terdapat pada petak kerja 38RR-38SS
dengan panjang 206 meter. Untuk tunggak terjauh yang ada pada sebagian petak
kerja blok RKT 2012B total jarak tunggak adalah 17 640 m yang mempunyai ratarata 678.46 m. Penyelusuran jarak tunggak terjauh terdapat pada petak kerja 36AC
dengan panjang 1 425 m dan yang terpendek terdapat pada petak kerja 37AD
dengan panjang jalan sarad 228 m. Dari hasil yang diperoleh, maka dapat diperoleh
hasil bahwa dalam satu petak kerja rata-rata jarak tunggak terjauh dari jaringan jalan
adalah ± 600 m.

14

Interpretasi Visual untuk Evaluasi Blok Bekas Tebangan
Citra landsat terkoreksi ortho tahun 2009 digunakan untuk mengevaluasi blok
RKT 2008 sampai RKT 2006 sedangkan citra landsat terkoreksi ortho tahun 2002
untuk evaluasi blok RKT 2001 sampi RKT 1994-1995. Pada tahun 2003 sampai
2005 perusahaan tidak melakukan kegiatan produksi karena pada periode tersebut
terjadi peralihan kepemilikan antara perusahaan sebelumnya yaitu PT. Kodeco
Grup dengan PT. Mamberamo Alasmandiri sehingga perusahaan tidak melakukan
kegiatan (stagnan), hanya mencari perusahaan yang mau menjadi investor.
Meskipun terjadi peralihan, Rencana Kerja Usaha (RKU) yang digunakan tetap
sama. Pada tiap blok RKT bekas dilakukannya kegiatan penebangan, evaluasi
dilakukan dengan interpretasi visual terhadap tutupan lahannya dengan cara
mendeliniasi tutupan lahan yang telah ditentukan sebelumnya khususnya hutan
lahan kering primer dan hutan lahan kering sekunder serta tutupan lahan lainnya
yang berupa badan jalan, badan air, semak, tanah terbuka berdasarkan unsur
interpretasi citra, identifikasi objek, jarak tunggak terjauh dari jaringan jalan, serta
pengecekan lapang. Perbandingan antara tutupan lahan yang berupa hutan lahan
kering sekunder dan hutan lahan kering primer serta tutupan lahan yang lainnya
pada beberapa blok bekas tebangan dapat dilihat pada gambar sebagai berikut:

Gambar 9 Blok RKT 2008

15

Gambar 10 Blok RKT 2006

Gambar 11 Blok RKT 2001

Gambar 12 Blok RKT 1998-1999

16

Gambar 13 Blok RKT 1996-1997
Gambar 9 dan 10 menunjukkan perbedaan antara tutupan lahan berupa hutan
bekas tebangan dengan hutan lahan kering primer yang diinterpretasi visual
menggunakan citra landsat terkoreksi ortho tahun 2009. Terdapat adanya perbedaan
warna hijau yang lebih terang dan tekstur yang kasar pada bekas tebangan
dibandingkan dengan hutan lahan kering primer. Begitu pun pada Gambar 11, 12,
dan 13 yang diinterpretasi menggunakan citra landsat tahun 2002. Bercak yang
terlihat pada citra menandakan bahwa tutupan lahan tersebut sudah dilakukan
kegiatan penebangan. Akan tetapi, pada gambar 13 yaitu blok RKT 1996-1997
tidak terdapat adanya tutupan lahan yang berupa hutan lahan kering primer. Hal ini
disebabkan karena kenampakan pada citra sangat sulit untuk dibedakan antara
hutan lahan kering primer dan hutan lahan kering sekunder. Begitu pula dengan
blok RKT yang lebih tua.
Jarak tunggak terjauh dari jaringan jalan sangat membantu dalam
pendeliniasian antara hutan lahan kering primer dengan hutan lahan kering
sekunder yang terdapat pada blok bekas tebangan sehingga dapat diketahui bahwa
dalam satu blok RKT yang telah dilakukan kegiatan pemanenan atau blok bekas
tebangan tidak semua tutupan lahan pada blok tersebut merupakan hutan bekas
tebangan (hutan lahan kering sekunder) tetapi juga terdapat hutan lahan kering
primer serta beberapa tutupan lahan lainnya seperti semak dan tanah terbuka.
Semakin tua umur blok RKT bekas tebangan yang diinterpretasi secara visual,
semakin terang warna tutupan lahan yang terdapat pada citra dibandingkan dengan
umur blok yang lebih muda hal ini menyebabkan semakin sulit untuk membedakan
tutupan lahan yang berupa hutan lahan kering primer dengan hutan lahan kering
sekunder.
Informasi data lain yang diperoleh dari interpretasi visual untuk evaluasi blok
bekas tebangan selain hasil deliniasi tutupan lahan pada citra juga diperoleh data
luas terhadap tutupan lahan yang telah dideliniasi tersebut. Luas tutupan lahan pada
blok RKT yang telah dilakukan kegiatan pemanenan, disajikan pada Tabel 5 dan
Tabel 6.

Tabel 5 Luas tutupan lahan pada beberapa blok bekas tebangan
Tutupan Lahan
Hutan lahan kering primer
Hutan lahan kering sekunder
Badan jalan
Badan air
Semak
Tanah terbuka
Total

RKT 1997
RKT 1999
RKT 2001
Luas
Luas
Luas
Luas
Luas
Luas
(ha)
(%)
(ha)
(%)
(ha)
(%)
7469.4 44.76 4353.83 31.58
642.13
8.69
8471.4 50.76 8621.39 62.53
6332.58 85.72
497.3 2.98
364.56 2.64
281.41
3.81
114.0 0.68
306.49 2.22
30.53
0.41
92.2 0.55
71.43 0.52
32.45
0.44
43.7 0.26
68.40
0.93
70.15 0.51
13787.85
7387.50
100 16688.02
100
100

RKT 2006
Luas
Luas
(ha)
(%)
1039.9 21.8
3548.5 74.4
121.8 2.55
19.5 0.41
14.5
0.3
25.5 0.53
4769.65
100

RKT 2008
Luas
Luas
(ha)
(%)
4254.44
54.93
3228.83
41.69
210.99
2.72
28.01
0.36
22.32
0.29
7744.59

100

17

18

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Monitoring dan evaluasi blok bekas tebangan di IUPHHK-HA PT.
Mamberamo Alasmandiri bisa dilakukan menggunakan citra landsat yang didukung
dengan peta jaringan jalannya dan informasi mengenai tunggak terjauh dari
jaringan jalan yang diambil menggunakan GPS (Global Positioning System) dengan
tutupan lahan yang terdiri dari hutan lahan kering primer, hutan lahan kering
sekunder, badan jalan, badan air, semak, dan tanah terbuka. Penggunaan citra
landsat dalam mengevaluasi blok bekas tebangan, untuk citra landsat terkoreksi
ortho tahun 2009 dapat digunakan sampai umur 3 tahun (2006 sampai 2008) dan
citra landsat terkoreksi ortho tahun 2002 dapat digunakan sampai umur 5 tahun
(1997-1998 sampai 2001).
Saran
Monitoring dan evaluasi tutupan lahan baik di bidang kehutanan ataupun
yang lain dapat menggunakan citra landsat terkoreksi ortho. Penggunaan citra
landsat multiwaktu dalam melakukan monitoring dan evaluasi blok bekas tebangan
perlu dilakukan sehingga dapat memaksimalkan hasil interpretasi citra. Monitoring
dan evaluasi menggunakan klasifikasi digital dengan bantuan informasi mengenai
deliniasi tunggak terjauh dari jaringan jalan, karena pada penelitian ini hanya
melakukan klasifikasi secara visual.

19

DAFTAR PUSTAKA
[GKAN] GIS Konsorsium Aceh Nias. 2007. Modul Pelatihan ArcGIS Tingkat
Dasar. Banda Aceh (ID): GIS Konsorsium Aceh Nias.
Jaya INS. 2002. Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Kehutanan. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
[Kemenhut] Kementerian Kehutanan. 2008. Inventarisasi dan Perpetaan
Kehutanan Badan Planologi Kehutanan. Jakarta (ID): Kemenhut.
[Kemenhut] Kementerian Kehutanan. 2012. Statistik Kehutanan Indonesia 2011.
Jakarta (ID): Kementerian Kehutanan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan.
Lo CP. 1995. Penginderaan Jauh Terapan. Bambang Purbowiseso, penerjemah.
Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari: Applied Remote Sensing.
[PTMAM] PT Mamberamo Alasmandiri. 2009. RKUPHHK dalam Hutan Alam
pada Hutan Produksi Periode 2008 s/d 2017. Papua (ID): PT. MAM.
Purwadhi SH. 2001. Interpretasi Citra Digital. Jakarta (ID): Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Purwadhi SH, Sanjoto TB. 2008. Pengantar Interpretasi Citra Penginderaan Jauh.
Jakarta (ID): Pusat Data Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan
Antariksa Nasional dan Jurusan Geografi Universitas Negeri Semarang.
Raharjo PD. 2010. Teknik Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis
untuk Identifikasi Potensi Kekeringan. J Makara Teknologi. 14(2): 97-105.
Setiyono B. 2006. Deteksi Perubahan Penutupan Lahan Menggunakan Citra Satelit
Landsat ETM+ di Daerah Aliran Sungai Juwana, Jawa Tengah [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Wardhani CGS. 2013. Pembuatan baseline sistem informasi geografis pada Hutan
Areal Kerja IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri, Provinsi Papua
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Wicaksono MDA. 2006. Deteksi Perubahan Penutupan Lahan Hutan Mangrove
Menggunakan Data Landsat di Delta Sungai Mahakam, Kalimantan Timur
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

20

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Purworejo Jawa Tengah pada tangal 31 Oktober 1990
dari ayah Maktum dan Sugiyah. Penulis adalah putra ketiga dari tiga bersaudara.
Tahun 2008 penulis lulus SMA Negeri 2 Purworejo dan pada tahun yang sama,
penulis diterima di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah
Inventarisasi Hutan tahun akademik 2010-2011, Teknik Inventarisasi Sumberdaya
Hutan 2011-2012, dan Geomatika dan Inderaja Kehutanan 2011-2012. Selain itu,
penulis juga aktif pada himpunan profesi Forest Management Student Club
(FMSC) sebagai anggota Kelompok Studi Hidrologi di Forest Management Student
Club (FMSC) periode 2011-2012 dan anggota divisi Pengembangan Sumberdaya
Mahasiswa (PSDM) periode 2011-2012, anggota divisi Kemahasiswaan Badan
Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kehutanan periode 2011-2012, serta anggota
Koperasi Mahasiswa (KOPMA) periode 2009-2012. Penulis juga aktif berpatisipasi
dalam berbagai kepanitiaan kegiatan kemahasiswaan di Fakultas Kehutanan dan
Institut Pertanian Bogor.
Penulis melaksanakan kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH)
di Gunung Papandayan dan Sancang Barat, Jawa Barat pada tahun 2010; Praktek
Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Sukabumi
dan KPH Cianjur Jawa Barat pada tahun 2011; dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di
IUPHHK-HA PT Mamberamo Alasmandiri, Provinsi Papua pada tahun 2012.
Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di IPB, penulis menyelesaikan skripsi
yang berjudul Pemanfaatan Citra Landsat dan Global Positioning System (GPS)
untuk Evaluasi Blok Bekas Tebangan di IUPHHK-HA PT. Mamberamo
Alasmandiri Provinsi Papua di bawah bimbingan Dr Ir M. Buce Saleh, MS.