Deteksi Perubahan Penggunaan Lahan Di Kabupaten Lampung Barat
DETEKSI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN
DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT
JULIYANI WIDIYA ASTUTI
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
2
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Deteksi Perubahan
Penggunaan Lahan di Kabupaten Lampung Barat adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016
Juliyani Widiya Astuti
NIM A14110006
4
ABSTRAK
JULIYANI WIDIYA ASTUTI. Deteksi Perubahan Penggunaan Lahan di
Kabupaten Lampung Barat. Dibimbing oleh MUHAMMAD ARDIANSYAH dan
KHURSATUL MUNIBAH.
Perubahan penggunaan lahan merupakan suatu proses perubahan dari
penggunaan lahan sebelumnya ke penggunaan lahan lain yang bersifat permanen
maupun sementara dan dapat berdampak positif maupun negatif. Tujuan dari
penelitian ini adalah mengetahui pola penggunaan lahan dan perubahannya pada
periode 2000-2010 dan prediksi penggunaan lahan Kabupaten Lampung Barat
tahun 2030 dengan metode Artificial Neural Network (ANN) serta melihat
ketidakselarasan alokasi pemanfaatan lahan RTRWK terhadap penggunaan lahan.
Perubahan penggunaan lahan pada periode 2000-2010 menunjukkan bahwa hutan
lahan kering primer berkurang drastis seluas 15.578 ha, sementara pertanian lahan
kering campur semak bertambah seluas 25.943 ha. Prediksi penggunaan lahan
tahun 2030 menggunakan ANN mengindikasikan bahwa terjadi penurunan luas
penggunaan lahan hutan lahan kering primer (26.118 ha), belukar (17.624 ha),
hutan lahan kering sekunder (798 ha), belukar rawa (294 ha), rumput (87 ha ) dan
tanah kosong (85 ha), sedangkan pertambahan luas terjadi pada penggunaan lahan
pertanian lahan kering campur semak (42.966 ha), pertanian lahan kering (1.296
ha), pemukiman (582 ha) dan sawah (162 ha). Analisis ketidakselarasan
penggunaan lahan menghasilkan bahwa terdapat 197.709 ha (39,42%)
penggunaan lahan di tahun 2030 tidak selaras terhadap peruntukan lahan dalam
RTRWK. Ketidakselarasan pemanfaatan lahan terbesar terjadi di peruntukan
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) sebesar 94.796 ha (18,90%).
Kata kunci: Artificial Neural Networks (ANN), ketidakselarasan, pemodelan
perubahan penggunaan lahan, perubahan penggunaan lahan
ABSTRACT
JULIYANI WIDIYA ASTUTI. Detection of Land Use Change in West Lampung.
Supervised by MUHAMMAD ARDIANSYAH dan KHURSATUL MUNIBAH.
Land use change is a process of permanent or temporary change from the
previous land use to the other land and can impact positively or negatively. The
objectives of this study was to determine land use patterns and changes in the
period 2000-2010 and prediction of land use in West Lampung regency in 2030
by the method of Artificial Neural Network (ANN) and see the inconsistencies in
allocation of RTRWK on land use. Changes in land use in the period 2000-2010
showed that the area of primary dry forest decreased 15.578 ha, whereas dryland
farming mixed shrub increased area of 25.943 ha. Prediction of land use in 2030
using the ANN indicates that a decrease in the of forest land dry land primary
(26.118 ha), shrub (17.624 ha), dry forest secondary (798 ha), shrub swamp (294
ha), grass (87 ha) and vacant land (85 ha), whereas the increase of dryland
farming mixed shrub (42.966 ha), dryland farming (1.296 ha), settlement (582 ha)
and paddy (162 ha). The inconsistent analysis of land use produce that there are
197.709 ha (39,42%) the land use in 2030 is inconsistent to the land allocation in
RTRWK. The largest inconsistent of land use is in Taman Nasional Bukit Barisan
Selatan (TNBBS) for about 94.796 ha (18,90%).
Keywords: Artificial Neural Networks, inconsistency, land use change, land use
changes modeling
DETEKSI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN
DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT
JULIYANI WIDIYA ASTUTI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
8
PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan
skripsi ini. Penelitian ini berjudul “Deteksi Perubahan Penggunaan Lahan di
Kabupaten Lampung Barat”.
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada:
1. Dr Ir Muhammad Ardiansyah selaku pembimbing I yang telah memberikan
arahan dan bimbingan selama kegiatan penelitian dan penulisan skripsi.
2. Dr Khursatul Munibah, MSc selaku pembimbing II yang telah memberikan
motivasi dan masukan bagi penulis selama kegiatan penelitian dan penulisan
skripsi.
3. Dr Ir Widiatmaka, DDA selaku dosen penguji yang telah memberikan
masukan bagi penulis dalam penulisan skripsi.
4. Orang tua tercinta (Bapak Sudarmo dan Ibu Suwarti) dan adik tersayang
(Dina, Fathan dan Robbani), atas doa, perhatian dan dukungan kepada
penulis.
5. Seluruh dosen dan staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan yang
telah memberikan ilmu, bantuan dan dukungan kepada penulis selama
menyelesaikan studi.
6. Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Barat dan Pesisir Barat yang telah
memberikan informasi dan bantuan kepada penulis.
7. Teman-teman Tanah 48 terutama teman seperjuangan di Lab PPJ (Yuli, Novi,
Huzaimah, Indah, Fitri, Zahra, Noviana, Anis, Dien, Royan, Roki) atas saran
dan motivasi kepada penulis.
8. Kakak-kakak di CCROM, kak Farid dan mba Nina atas bantuan dan saran
kepada penulis.
9. Sahabat-sahabat kontrakan, Fany dan Riana yang telah memberikan keceriaan
dan semangat serta kekeluargaan selama kuliah.
10. Rahmat yang telah memberikan kasih sayang serta dukungan kepada penulis.
11. Semua pihak yang telah membantu kegiatan penelitian dan penyusunan
skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan
skripsi ini, sehingga saran dan kritik yang dapat membangun sangat diharapkan
oleh penulis. Semoga penelitian ini dapat memberikan informasi yang berguna
bagi pembaca.
Bogor, Januari 2016
Juliyani Widiya Astuti
NIM. A14110006
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
3
Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan
3
Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis
4
Pemodelan Perubahan Penggunaan Lahan dengan Metode ANN
5
Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang
7
METODOLOGI PENELITIAN
8
Waktu dan Tempat Penelitian
8
Bahan dan Alat
8
Metode Penelitian
8
Tahap Persiapan
10
Tahap Pengolahan Data
10
Interpretasi Citra untuk Pemetaan Penggunaan Lahan
10
Pengolahan Data Atribut dan Spasial untuk Peubah Bebas
11
Pemodelan dan Proyeksi Penggunaan Lahan
11
Validasi Model
13
Ketidakselarasan Penggunaan Lahan dengan RTRW
13
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
14
Keadaan Umum Daerah
14
Topografi
15
Klimatologi
16
Geomorfologi dan Kemiringan Lereng
16
HASIL DAN PEMBAHASAN
17
Penggunaan Lahan Di Kabupaten Lampung Barat
17
Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Lampung Barat
18
Pemodelan Perubahan Penggunaan Lahan dengan Metode ANN
19
Validasi Peta Proyeksi Penggunaan Lahan
21
Prediksi Penggunaan Lahan Kabupaten Lampung Barat Tahun 2030
21
Ketidakselarasan Pemanfaatan Lahan RTRW Kabupaten Lampung Barat 23
SIMPULAN DAN SARAN
27
Simpulan
27
Saran
27
DAFTAR PUSTAKA
28
LAMPIRAN
30
RIWAYAT HIDUP
52
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Bahan yang digunakan dalam penelitian
8
Software yang digunakan dalam penelitian
8
Luas wilayah Kabupaten Lampung Barat dan kepadatan penduduk tahun
2010 menurut kecamatan
15
Kemiringan lereng di Kabupaten Lampung Barat dan luasannya
16
Luas penggunaan lahan Kabupaten Lampung Barat tahun 2000 dan 2010 18
Matriks peluang perubahan penggunaan lahan tahun 2030
22
Luas penggunaan lahan tahun 2010 dan prediksi tahun 2030
23
Tingkat kesulitan dalam pengembalian ke peruntukan RTRW dari
penggunaan lahan tahun 2010
25
Tingkat kesulitan dalam pengembalian ke peruntukan RTRW dari prediksi
penggunaan lahan tahun 2030
26
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Kurva reflektansi dari objek vegetasi, tanah dan air
4
Simple Perceptron (A) dan Multi-layer Perceptron (B) ilustrasi input layer,
hidden nodes and output layer
6
Diagram alir metode penelitian
9
Citra landsat tahun 2010 yang mengalami kerusakan (LSC off)
10
Tampilan jendela menu Land Change Modeler (LCM) tab Change Analysis
pada Idrisi Selva
12
Tampilan jendela Crosstab
13
Peta lokasi penelitian
14
Peta penggunaan lahan Kabupaten Lampung Barat tahun 2000
17
Peta penggunaan lahan Kabupaten Lampung Barat tahun 2010
17
Perubahan luas penggunaan lahan tahun 2000-2010
20
Peta perubahan penggunaan lahan tahun 2000-2010
20
Peta prediksi penggunaan lahan tahun 2030
22
Grafik ketidakselarasan pemanfaatan lahan tahun 2010
23
Grafik ketidakselarasan pemanfaatan lahan tahun 2030
24
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Matriks transisi penggunaan lahan Kabupaten Lampung Barat tahun 20002010
31
Hasil pemodelan dan peta peluang perubahan
32
Nilai Cramer’s V masing-masing variabel
39
Peta penggunaan lahan tahun 2014 dan peta prediksi penggunaan lahan
tahun 2014 Kabupaten Lampung Barat
40
Validasi silang metode Crosstab antara luas proyeksi ANN tahun 2014
dengan luas peta penggunaan lahan tahun 2014
41
Peta RTRW Kabupaten Lampung Barat periode 2010-2030
42
Luasan hasil overlay penggunaan lahan tahun 2010 dengan RTRWK
43
Luasan hasil overlay penggunaan lahan prediksi tahun 2030 dengan
RTRWK
44
Tutorial Land Change Modeler
45
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penggunaan lahan merupakan suatu proses yang bersifat dinamis.
Kegiatan pembangunan tidak terlepas dari kebutuhan akan sumberdaya alam,
salah satunya yaitu lahan. Lahan merupakan sumberdaya alam yang mempunyai
sifat terbatas baik ketersediaan maupun kemampuannya. Seiring dengan
meningkatnya populasi manusia, kebutuhan akan lahan juga semakin tinggi untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia. Usaha peningkatan daya guna lahan tersebut
menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan lahan.
Aktivitas masyarakat dalam menjalankan kegiatan sosial, ekonomi, dan
budaya di suatu wilayah dapat berdampak pada bentuk penggunaan lahan di
wilayah tersebut. Perubahan penggunaan lahan dapat berdampak positif maupun
negatif. Perubahan penggunaan lahan kearah positif yaitu pembangunan yang
sesuai dengan perencanaan dan daya dukung lahan, sedangkan perubahan kearah
negatif seperti degradasi lahan, polusi udara, pencemaran air, perubahan iklim
lokal dan hilangnya biodiversitas. Faktor-faktor pendorong perubahan sangat
beragam, antara lain faktor ekonomi, faktor kebijakan dan faktor alamiah seperti
iklim, bencana, dan lain-lain.
Kabupaten Lampung Barat merupakan kabupaten paling barat di Provinsi
Lampung dengan luas 4.951 km2 yang meliputi dataran tinggi dan dataran pesisir.
Sebesar 76% wilayah merupakan kawasan hutan dengan berbagai fungsi, salah
satunya yaitu kawasan lindung Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).
Pada tahun 2012 terjadi pemekaran wilayah Lampung Barat dengan membentuk
Kabupaten Pesisir Barat. Adanya pemekaran wilayah mengindikasikan cepatnya
pembangunan daerah yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemungkinan
juga dapat menimbulkan dampak negatif pada daya dukung wilayah.
Kabupaten Lampung Barat dikenal sebagai kabupaten konservasi, namun
juga merupakan kawasan rawan bencana sebesar 87,81% dari luas total wilayah.
Fungsi konservasi tetap dijaga dengan cara mengalokasikan sebesar 69,12 % dari
total luasan wilayah ini dijadikan sebagai kawasan lindung sekaligus untuk
mengantisipasi (mitigasi) potensi bencana alam yang mungkin terjadi, sehingga
peruntukan lahan sebagai kawasan budidaya sangat terbatas hanya sebesar
29,38% dari luas total wilayah (Dokumen RTRWK Lampung Barat, 2012).
Berdasarkan hasil penelitian World Agroforestry Center-Asia Tenggara
tahun 2006 dalam Dokumen RTRWK Lampung Barat (2012) menyatakan bahwa
70% TNBBS diduga mengalami alih fungsi lahan dan rusak. Alih guna lahan
hutan merupakan salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan akan lahan,
sehingga pembukaan lahan-lahan baru marak terjadi di daerah ini yang dilakukan
masyarakat untuk meningkatkan pendapatan. Soeharto et al., (2011), menyatakan
bahwa pendapatan total masyarakat tertinggi terjadi bila 61% areal ditanami kopi
dengan pola agroforestri, namun penghasilan terendah terjadi apabila 84% areal
didominasi oleh hutan.
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang dimiliki setiap daerah
kabupaten dan kota pada dasarnya berfungsi sebagai alat pengendali perubahan
tata guna lahan. Pemanfaatannya sumberdaya lahan sering kali tidak sesuai
dengan peruntukannya sehingga terjadi inkonsistensi pemanfaatan lahan. RTRW
2
berperan penting dalam menentukan keberlanjutan fungsi ekonomi, sosial dan
ekologi, sehingga diperlukan gambaran penggunaan lahan di waktu yang akan
datang agar dapat dilihat adanya indikasi konsistensi maupun inkonsistensi dalam
penataan ruang dengan pemodelan perubahan penggunaan lahan. Pemodelan
dengan sistem pendekatan dinamis dapat memprediksi kondisi waktu yang akan
datang karena memiliki sifat dinamis dalam waktu (Munibah, 2008). Pemodelan
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode Artificial Neural
Networks (ANN) untuk menentukan penggunaan lahan yang berpotensi untuk
berubah ke penggunaan lain.
Kondisi geografis yang strategis, wilayah yang masih kaya akan
sumberdaya lahan dan kebutuhan masyarakat akan lahan serta adanya pemekaran
wilayah berpotensi menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan lahan di
Kabupaten Lampung Barat. Oleh karena itu, dilakukan penelitian deteksi
perubahan penggunaan lahan yang dimodelkan dengan metode ANN yang dapat
digunakan sebagai pemantau dalam pemanfaatan ruang dan landasan
pengendalian tata ruang wilayah serta perencanaan keberlanjutan pembangunan
dan kebijakan penggunaan lahan di masa yang akan datang.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pola penggunaan lahan dan perubahannya pada periode 20002010
2. Proyeksi penggunaan lahan Kabupaten Lampung Barat tahun 2030 dengan
metode Artificial Neural Network (ANN)
3. Melihat ketidakselarasan alokasi pemanfaatan lahan RTRWK dengan
penggunaan lahan
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Bagi penulis yaitu menambah pengetahuan serta mengaplikasikan ilmu
penginderaan jauh dan interpretasi spasial
2. Bagi pemerintah daerah sebagai informasi dan masukan dalam
pengembangan wilayah daerah
3. Bagi masyarakat dapat dijadikan informasi dalam mengambil keputusan
untuk mengkonversi lahan agar tidak terjadi kerusakan lahan
4. Bagi peneliti lain dan akademisi dapat sebagai informasi tambahan dan
bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya.
TINJAUAN PUSTAKA
Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan
Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief,
hidrologi dan vegetasi serta benda yang ada diatasnya sepanjang ada pengaruhnya
terhadap penggunaan lahan (Arsyad, 2006), termasuk didalamnya adalah akibatakibat kegiatan manusia, baik pada masa lalu maupun sekarang, seperti reklamasi
daerah-daerah pantai, penebangan hutan, dan akibat-akibat yang merugikan
seperti erosi dan akumulasi garam (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).
Penggunaan lahan merupakan semua bentuk intervensi (campur tangan)
manusia terhadap lahan untuk memenuhi kebutuhan hidup baik materil maupun
spiritual (Arsyad, 2006). Secara umum penggunaan lahan di Indonesia merupakan
akibat nyata dari suatu proses yang lama dari adanya interaksi yang tetap, adanya
keseimbangan, serta keadaan dinamis antara aktifitas-aktifitas penduduk diatas
lahan dan keterbatasan-keterbatasan di dalam lingkungan tempat hidup (Assyakur et al., 2010). Penggunaan lahan (land use) berhubungan dengan kegiatan
manusia pada suatu bidang lahan tertentu, sedangkan penutupan lahan (land
cover) merupakan perwujudan fisik obyek-obyek yang menutupi lahan tanpa
adanya kaitannya dengan kegiatan manusia (Lillesand dan Kiefer, 1997).
Perubahan penggunaan lahan diartikan sebagai suatu proses perubahan
dari penggunaan lahan sebelumnya ke penggunaan lahan lain yang dapat bersifat
permanen maupun sementara. Rustiadi et al., (2007), menyatakan bahwa
perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan pembangunan merupakan proses
yang tidak dapat dihindari. Perubahan penggunan lahan di suatu wilayah
merupakan pencerminan upaya manusia memanfaatkan dan mengelola
sumberdaya lahan, dimana perubahan tersebut berdampak terhadap manusia dan
kondisi lingkungannya. Selain berdampak terhadap lingkungan, perubahan
penggunaan lahan juga berdampak besar terhadap ketahanan pangan (Verburg et
al., 1999).
Identifikasi perubahan penggunaan lahan pada suatu wilayah merupakan
suatu proses mengindentifikasi perbedaan keberadaan suatu objek atau fenomena
yang diamati pada waktu yang berbeda (As-syakur et al., 2010). Deteksi
perubahan penggunaan lahan merupakan sebuah proses mengidentifikasi
perbedaan keberadaan suatu obyek atau fenomena yang diamati pada rentang
waktu yang berbeda (Santoso, 2011).
Banyak faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan, antara
lain faktor sosial, ekonomi dan kondisi biofisik. Faktor-faktor tersebut
memberikan dampak yang berbeda terhadap aktivitas masyarakat dalam sistem
penggunaan lahan. Urbanisasi umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti
pembangunan ekonomi, aksesibilitas dan perencanaan tata ruang. Kegiatan
pertanian sangat dipengaruhi oleh agro-ekonomi dan kondisi biofisik lokal,
sedangkan perubahan di daerah alami umumnya dipengaruhi oleh perspektif
pertanian dan intervensi kebijakan (Koomen et al., 2015). Perubahan penggunaan
telah dan akan terus terjadi bila pola perubahan yang berlangsung dimodelkan
secara dinamik dan berbasis spasial, maka akan diperoleh informasi tentang lokasi
dan luas perubahan penggunaan lahan yang berpotensi menimbulkan penurunan
kualitas lingkungan (Munibah, 2008).
4
Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis
Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi
tentang suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh
dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena
yang dikaji. Komponen dasar suatu sistem penginderaan jauh ditunjukkan dengan
adanya hal suatu sumber tenaga yang seragam, atmosfer yang tidak mengganggu,
sensor yang sempurna, serangkaian interaksi yang unik antara tenaga dengan
benda di muka bumi, sistem pengolahan data tepat waktu dan berbagai
penggunaan data (Lillesand and Kiefer, 1997). Penginderaan jauh terdiri atas tiga
komponen utama yaitu objek yang diindera, sensor untuk merekam objek dan
gelombang elektronik yang dipantulkan atau dipancarkan oleh permukaan bumi.
Prinsip dasar penginderaan jauh adalah perekaman informasi dengan
menggunakan radiasi matahari dan sumber energi dalam sensor sebagai sumber
tenaga. Radiasi yang dipancarkan oleh matahari atau sumber energi lainnya akan
dipantulkan kembali oleh permukaan bumi melalui atmosfer dalam bentuk
reflektansi permukaan yang akan direkam oleh sensor (Jaya, 1997). Hasil
perekaman oleh sensor digunakan dalam proses pengolahan data untuk
memperoleh informasi tentang permukaan bumi.
Data penginderaan jauh dapat berupa data analog, misalnya foto udara
cetak atau data video, dan data digital, misalnya citra satelit. Deteksi penutupan
lahan oleh perekaman satelit umumnya teramati pada objek tanah, air dan vegetasi
dengan panjang gelombang masing-masing objek yang berbeda (Gambar 1).
Pantulan setiap objek memiliki karakteristik tertentu untuk setiap saluran spektral
sehingga setiap objek dapat dikenali perbedaannya (Lillesand and Kiefer, 1997).
Gambar 1 Kurva reflektansi dari objek vegetasi, tanah dan air
Air jernih menyerap tenaga relatif lebih sedikit pada panjang gelombang
kurang dari 0,6µm. Transmisi yang tinggi menandai panjang gelombang tersebut
dan mencapai maksimumnya pada bagian spektrum biru-hijau. Spektrum tampak
ke arah inframerah pantulan kira-kira pada 0,7 µm, pantulan vegetasi meningkat
dengan cepat. Pada gelombang antara 0,7 µm-1,3 µm, daun tumbuhan
memantulkan 50% tenaga yang datang dan selebihnya ditransmisikan. Pantulan
pada panjang gelombang tersebut dihasilkan terutama oleh struktur internal daun
tumbuhan tersebut. Penurunan pantulan terjadi pada panjang gelombang 1,4 µm,
1,9 µm dan 2,7 µm karena daya serap air yang terdapat di daun sangat kuat
serapannya pada gelombang ini (Lillesand and Kiefer, 1997).
5
Teknologi Penginderaan jauh berkembang pesat seiring peranannya yang
semakin diperlukan dalam proses pengambilan dan pengumpulan informasi
mengenai obyek yang diamati. Informasi yang dapat diekstrak melalui data
penginderaan jauh yaitu klasifikasi penutupan lahan, deteksi perubahan
penggunaan lahan, kualitas fisik bumi, indeks vegetasi, dan identifikasi bencana
alam (Murai, 1996).
SIG adalah sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data
yang bereferensi spasial bersamaan dengan seperangkat operasi kerja (Barus dan
Wiradisastra, 2000). Penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG)
memberikan metode yang efisien untuk analisis penggunaan lahan, perencanaan
penggunaan lahan dan pemodelan. Penerapan metode penginderaan jauh dan SIG
dilakukan untuk analisa perubahan penggunaan lahan dan tingkat pencemaran
sungai di wilayah Kali Surabaya (Sukojo dan Diah, 2003). Santoso (2011)
melakukan analisis perubahan penggunaan lahan dan potensi terjadinya lahan
kritis di Kabupaten Kulon Progo. Aplikasi penginderaan jauh dan SIG juga telah
diterapkan untuk perencanaan pertanian dengan deteksi penyebaran lahan sawah
dalam usaha ketahanan pangan (Wahyunto et al., 2013). Aplikasi penginderaan
jauh juga dapat diterapkan dalam analisis terpadu terhadap penggunaan lahan,
debit air, data kependudukan dan pengaruh dari masing-masing data. Dengan
menggunakan SIG maka keterkaitan antara faktor yang mempengaruhi sistem
dapat dianalisis (Aronoff, 1989).
Pemodelan Perubahan Penggunaan Lahan dengan Metode ANN
Secara umum model didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi
dari suatu obyek atau situasi aktual dengan menggambarkan hubungan langsung
ataupun tidak langsung serta kaitan timbal balik. Model merupakan abstraksi dari
suatu realitas, sehingga wujudnya kurang kompleks dibandingkan dengan realitas
itu sendiri. Model dapat dikatakan lengkap bila mewakili berbagai aspek dari
situasi aktual (Marimin dan Maghfiroh, 2010). Tujuan dari penggunaan model
adalah untuk memahami dengan mudah cara kerja sistem dengan
menyederhanakan prosesnya. Salah satu dasar utama pengembangan model adalah
untuk menemukan peubah-peubah penting dan tepat.
Model Perubahan penggunaan lahan dapat menunjukkan sebagian
kompleksitas sistem penggunaan lahan serta dapat menguji stabilitas hubungan
sistem sosial dan ekologi melalui skenario yang dibangun (Veldkamp dan
Lambin, 2001). Analisis aspek biofisik dan sosial dapat diintegrasikan dengan
perkembangan model. Pemodelan perubahan penggunaan lahan memiliki
beberapa manfaat, antara lain untuk mengeksplorasi beragam aktifitas terjadinya
suatu perubahan penggunaan lahan dan memprediksi dampak yang ditimbulkan
dari perubahan penggunaan lahan serta pengelolaan lahan.
Aplikasi pemodelan perubahan penggunaan lahan yang dilakukan oleh
beberapa peneliti yaitu bertujuan untuk memahami proses dan pola perubahan
penggunaan lahan yang terjadi di Kabupaten Siak serta faktor yang mendorong
terjadinya perubahan tersebut (Wijaya, 2011). Kayoman (2010) melakukan
pemodelan spasial resiko kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Barat untuk
mengidentifikasi faktor yang menyebabkan terjadinya kebakaran hutan dan lahan
serta memetakan sebaran kelas resiko kebakaran hutan dan lahan.
6
Artificial Neural Network (ANN) dikembangkan untuk model sistem
interkoneksi otak neuron sehingga komputer dibuat meniru kemampuan otak
untuk memilah pola dan belajar dari kesalahan percobaan, sehingga dapat teramati
adanya hubungan antar data (Pijanowski et al., 2002). ANN dalam bahasa
Indonesia mengandung arti jaringan syaraf tiruan, merupakan suatu struktur
komputasi yang dikembangkan berdasarkan proses sistem jaringan syaraf biologi
dalam otak. ANN merupakan suatu metode, teknik atau pendekatan yang
memiliki kemampuan untuk mengukur dan memodelkan suatu perilaku dan pola
yang kompleks.
Kunci dari ANN adalah struktur sistem proses informasi yang terdiri dari
sejumlah besar pengolahan unsur yang saling berhubungan seperti neuron dan
terikat dengan koneksi bobot yang dianalogikan dengan sinapsis (Mas, 2004).
Rosenblatt (1958) dalam (Pijanowski et al., 2002) melakukan pengembangan
jaringan syaraf tiruan, dengan menciptakan ''perceptron''. Perceptron (Gambar
2A) terdiri dari satu simpul, yang menerima input dan hasil sesuai dengan aturan
yang ditetapkan. Jenis jaringan saraf tiruan sederhana ini mampu
mengklasifikasikan data yang terpisah secara linear dan membentuk fungsi linear.
Multi-layer Perceptron (MLP) adalah salah satu bentuk arsitektur jaringan
ANN yang paling banyak digunakan. Umumnya MLP terdiri dari tiga jenis layer
dengan topologi jaringan (Gambar 2B) yaitu lapisan masukan (input layer),
lapisan tersembunyi (hidden nodes) dan lapisan keluaran (output layer) yang
dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu hubungan non-linier di kehidupan
nyata (Rumelhart, Hinton dan Williams, 1986 dalam Pijanowski et al., 2002).
Gambar 2 Simple Perceptron (A) dan Multi-layer Perceptron (B) ilustrasi input
layer, hidden nodes and output layer
Aplikasi ANN untuk memodelkan suatu perubahan penggunaan lahan
terdiri dalam empat tahap, yaitu (1) menentukan input dan arsitektur jaringan, (2)
melatih jaringan menggunakan sebagian piksel dari input, (3) menguji jaringan
menggunakan semua piksel dari input dan (4) menggunakan informasi yang telah
dihasilkan oleh jaringan untuk memprediksi perubahan pengunaan lahan
(Pijanowski et al., 2002).
Penggunaan metode ANN untuk pemodelan perubahan penggunaan lahan
sudah banyak digunakan oleh peneliti, yaitu untuk memodelkan perubahan
pemukiman di Michigan, baik pada skala lokal maupun regional (Pijanowski et
al., 2002). Tasya (2012) yang melakukan pemodelan perubahan penggunaan lahan
dengan pendekatan ANN untuk memprediksi perubahan penggunaan lahan dan
prediksi penggunaan lahan tahun 2018 di Kabupaten Bengkalis. Selain sebagai
metode pengolahan spasial perubahan penggunaan lahan, metode ANN juga
7
digunakan untuk mengetahui pengaruh perubahan iklim pada produktivitas
perkebunan kelapa sawit (Hermantoro, 2011) dan modelisasi curah hujan
limpasan (Ardanaka, 2013). ANN telah digunakan di berbagai disiplin ilmu
seperti ekonomi, kesehatan, klasifikasi bentang lahan, pengenalan pola, prediksi
kondisi iklim, dan penginderaan jauh (Atkinson dan Tatnall, 1997).
Keuntungan dari pendekatan ANN yaitu kemampuan dalam menangani
fungsi non-linear, melakukan estimasi fungsi model bebas, mengidentifikasi dari
hubungan data yang tidak diketahui, dan menggeneralisasi error. ANN terbukti
sangat fleksibel untuk fungsi approximators semua jenis data (Mas, 2004).
Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang
Menurut UU N0.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, tata ruang
adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Penataan ruang adalah suatu sistem
proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan
ruang. Rencana tata ruang pada hakekatnya menjadi arahan pemanfaatan ruang
untuk mewujudkan keserasian dan keselarasan pemanfaatan ruang untuk kawasan
lindung dan budidaya. Rencana tata ruang berfungsi sebagai pengendali
pemanfaatan ruang agar aspek-aspek keselarasan dan kelestarian lingkungan
hidup tetap terjaga.
Pemanfaatan ruang/ lahan merupakan realisasi dari Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) yang telah disusun. Pemanfaatan ruang/ lahan yang sesuai
dengan ketentuan RTRW dikatakan konsisten atau selaras dengan rencana
peruntukan. Namun, permasalahan dalam pengembangan wilayah mengakibatkan
terjadinya pemanfaatan ruang/lahan menyimpang dari ketentuan RTRW.
Inkonsistensi atau ketidakselarsan tata ruang merupakan bentuk ketidaksesuaian
antara pemanfaatan ruang dengan peruntukan tata ruang. Analisis inkonsistensi
pemanfaatan ruang terhadap RTRW bertujuan untuk mengetahui apakah
pemanfaatan ruang yang telah dilakukan sesuai dengan RTRW yang telah
ditetapkan.
Rencana tata ruang wilayah yang dimiliki setiap kabupaten dan kota pada
dasarnya berfungsi sebagai alat pengendali perubahan tata guna lahan. Namun
proses perencanaan tata ruang wilayah masih berorientasi pada pertimbangan
ekonomi menyebabkan kepentingan-kepentingan untuk berlangsungnya fungsi
ekologis kurang diakomodasi (Pribadi et al., 2006). Pemanfaatan dan penggunaan
lahan diperlukan suatu perencanaan tataguna lahan sehingga pemanfaatan suatu
lahan sesuai dengan peruntukan dan kapasitasnya (Hardjowigeno dan
Widiatmaka, 2007).
Menurut Rustiadi (2001), proses alih fungsi lahan merupakan suatu bentuk
konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi perubahan struktur
sosial ekonomi masyarakat yang sedang berkembang. Perkembangan yang
dimaksud tercermin dari adanya: 1) pertumbuhan aktivitas pemanfaatan
sumberdaya alam akibat meningkatnya permintaan kebutuhan terhadap
penggunaan lahan sebagai dampak dari peningkatan jmlah penduduk dan
pendapatan perkapita, dan 2) adanya pergeseran kontribusi sektor-sektor
pembangunan dari sektor-sektor primer (sektor-sektor pertanian dan pengelolaan
sumberdaya alam) ke aktivitas sektor-sektor sekunder (industri manufaktur dan
jasa).
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret 2015 sampai Agustus 2015
dengan Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung sebagai studi kasus
penelitian. Analisis data dilakukan di Laboratorium Penginderaan Jauh dan
Informasi Spasial, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Tabel 1 Bahan yang digunakan dalam penelitian
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Data
Citra Landsat TM 7
tahun 2000, 2010 dan
2011
Citra Landsat TM 8
tahun 2014
Peta Rupa Bumi
Indonesia (RBI)
Peta penggunaan/
penutupan lahan tahun
2000, 2010 dan 2014
Data kepadatan
penduduk Kabupaten
Lampung Barat tahun
2010
Peta DEM-SRTM
Peta RTRW Kabupaten
Lampung Barat
Skala/
Resolusi
30 x 30 m
30 x 30 m
1:50.000
-
30x30
-
Sumber
Keterangan
www.earthexplorer.
usgs.gov
Interpretasi
penggunaan lahan
www.earthexplorer.
usgs.gov
Bakosurtanal/
Badan Informasi
Geospasial (BIG)
Kementerian
Kehutanan
Interpretasi
penggunaan lahan
Peta dasar,
variabel atau
faktor pendorong
Acuan dalam
interpretasi
penggunaan lahan
Variabel atau
faktor pendorong
dalam pemodelan
Badan Pusat
Statistik
Kabupaten
Lampung Barat
earthexplorer.usgs.
gov
Bappeda
Kabupaten
Lampung Barat
variabel atau
faktor pendorong
dalam pemodelan
Analisis
Peruntukan Lahan
Tabel 2 Software yang digunakan dalam penelitian
No.
Software
Fungsi
1. Idrisi Selva
Pemodelan perubahan penggunaan lahan
2. ArcGis 9.3
Interpretasi citra
3. Erdas 9.2
Pengolahan citra
4. Microsoft Excel
Pengolahan data atribut dari peta penggunaan lahan
5. Microsoft Word
Penulisan Tugas Akhir
Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu tahap persiapan, tahap
pengolahan data, tahap pembuatan model dan peta proyeksi penggunaan lahan
serta tahap validasi model. Secara ringkas tahapan penelitian disajikan pada
Gambar 3.
Citra Landsat
Tahun 2000
Citra Landsat
Tahun 2010
Citra Landsat
Tahun 2014
Peta
Kemiringan
Lereng
Peta Penggunaan
Lahan Tahun 2010
Peta Penggunaan
Lahan Tahun 2014
Peta Jarak ke
Pemukiman
Distance
Image Calculator
Jarak ke Jalan, Jarak ke Sungai,
Jarak ke Pemukiman, Jarak ke Hutan
Proporsi=0.2402 * e (-0.9464 *
(peta jarak ke pemukiman)/1000)
Peubah Bebas
Interpretasi Visual
Peta Penggunaan
Lahan Tahun 2000
Peta Jalan, Peta Sungai, Peta Penggunaan Lahan
Pemukiman, Peta Penggunaan Lahan Hutan
Input Model
Land
Change
Modeler
Running Model
Peta Peluang Perubahan
Metode ANN
Peta Proporsi
Image Calculator
Validasi Model
Peta Ketidakselarasan Penggunaan
Lahan Kabupaten Lampung Barat
Tahun 2010 dan 2030
Peta Prediksi Penggunaan
Lahan Tahun 2030
Kepadatan penduduk
Pd = ρ* A * P * C
Overlay
Peta Kepadatan
Penduduk
Peta RTRW Kabupaten Lampung
Barat Tahun 2010-2030
Overlay
Gambar 3 Diagram alir metode penelitian
9
10
Tahap Persiapan
Tahap persiapan meliputi penentuan metode, studi literatur, dan
pengumpulan data yang dibutuhkan dalam penelitian. Data yang dipersiapkan
dalam penelitian ini antara lain citra landsat, peta RBI, data kepadatan penduduk,
DEM-SRTM dan peta RTRW Kabupaten Lampung Barat.
Tahap Pengolahan Data
Tahap pengolahan data mencakup interpretasi citra Landsat untuk
pemetaan penggunaan lahan dan pengolahan data atribut dan spasial.
Interpretasi Citra untuk Pemetaan Penggunaan Lahan
Interpretasi citra Landsat tahun 2000, 2010 dan 2014 dilakukan secara
visual. Citra satelit Kabupaten Lampung Barat terdiri dari 2 scene: path/row
124/63 dan 124/64 sehingga perlu dilakukan penggabungan (mosaic) citra. Citra
landsat tahun 2010 mengalami kerusakan (LSC off) (Gambar 4) dan diperbaiki
dengan cara menampal gap dengan citra tahun sebelum dan sesudah 2010.
Selanjutnya, semua citra diinterpretasi dengan mengacu pada peta penutup lahan
dari Kementerian Kehutanan dengan cara menyesuaikan atau menambahkan
poligon pada peta penutupan lahan Kementerian Kehutanan. Interpretasi
menghasilkan peta penggunaan lahan Kabupaten Lampung Barat tahun 2000,
2010 dan 2014. Perubahan penggunaan lahan dari tahun 2000 ke tahun 2010
dijadikan sebagai peubah dependen dalam model, sedangkan hasil interpretasi
tahun 2014 digunakan sebagai validasi peta proyeksi pemodelan.
Gambar 4 Citra landsat tahun 2010 yang mengalami kerusakan (LSC off)
Peta penggunaan lahan hasi reinterpretasi diDissolve ke kelas penggunaan
lahan. Format data yang dipakai dalam Idrisi Selva berupa raster dan memilih
piksel dengan ukuran 50 x 50 m. Ukuran ini dipilih atas dasar pertimbangan yang
paling mendekati ukuran resolusi spasial citra Landsat dan berdasarkan penelitian
sebelumnya yaitu Tasya, 2010 dan Ridwan, 2014, ukuran ini merupakan ukuran
piksel terbaik untuk pemodelan menggunakan citra landsat. Tipe data yang
digunakan adalah dalam bentuk byte, yang menyatakan bilangan dengan nilai
range 8 bit biner (0-255) dan hanya berisi bilangan non-negatif.
11
Pengolahan Data Atribut dan Spasial untuk Peubah Bebas
Peubah bebas yang dipakai yaitu jarak ke jalan, jarak ke sungai, jarak ke
pemukiman, jarak ke hutan, peta lereng dan kepadatan penduduk. Peta jalan dan
sungai diperoleh dari peta RBI skala 1 : 50.000. Peta jarak ke jalan dibuat dengan
cara memasukkan peta jalan ke modul Distance dengan memilih menu GIS
Analysis -Distance Operator - Distance pada Idrisi Selva. Jarak dihitung
berdasarkan Euclidean, yaitu jarak dari satu obyek ke obyek lainnya. Satuan jarak
yang digunakan adalah meter. Peta jarak ke sungai, jarak ke pemukiman dan jarak
ke hutan diolah mengikuti cara pengolahan peta jarak ke jalan. Jarak ke jalan
merupakan faktor pendorong perubahan dari segi ekonomi. Semakin dekat dengan
jalan maka peluang terjadinya perubahan penggunaan lahan semakin besar karena
akses semakin mudah. Jarak ke sungai, jarak ke pemukiman dan jarak ke hutan
merupakan faktor pendorong terjadinya perubahan berkaitan dengan budaya
masyarakat. Budaya masyarakat yang hidup bergantung pada sumber air dan
hutan, maka semakin dekat dengan sumber air dan hutan, maka semakin banyak
peluang terjadinya perubahan karena banyaknya faktor campur tangan manusia.
Begitu juga dengan jarak ke pemukiman, semakin dekat jarak ke pemukiman
maka semakin besar terjadinya perubahan penggunaan lahan karena kebutuhan
manusia yang bergantung pada alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kepadatan penduduk merupakan faktor pendorong terjadinya perubahan
dari segi sosial. Data kepadatan penduduk digunakan untuk membuat peta
kepadatan penduduk. Semakin padat penduduk, maka kebutuhan akan pemukiman
akan semakin besar sehingga sehingga konversi lahan akan semakin banyak. Peta
kepadatan penduduk dibuat dengan modul Image Calculator pada Idrisi Selva
dengan memasukkan rumus proporsi populasi (Muin, 2009).
Rumus proporsi populasi yaitu:
P = 0.2402 * e (-0.9464 * (peta jarak ke pemukiman)/1000)
dimana jarak ke pemukiman dalam satuan meter. Peta kepadatan penduduk per
piksel dibuat dengan rumus :
Pd = ρ* A * P * C
dimana
Pd : peta kepadatan penduduk per piksel
ρ : kepadatan penduduk non-spasial (penduduk/km2)
A : luas wilayah penyebaran populasi (km2) = 3,14 * (2 km)2 = 12,5 km2
P : proporsi populasi
C : faktor konversi, dari 1 km2 ke 1 piksel
Peta lereng dibuat dari DEM-SRTM 30 m dengan memilih menu GIS
Analysis - Surface Analysis - Topographic Variables - Slope pada Idrisi Selva.
Lereng dikelompokkan dari lereng datar sampai sangat curam dengan simbol
gradasi warna gelap sampai ke terang. Lereng digunakan sebagai variabel
pendorong terjadinya perubahan dari segi kondisi fisik lahan.
Pemodelan dan Proyeksi Penggunaan Lahan
Model yang digunakan dalam penelitian adalah ANN. Pemodelan dan
proyeksi dilakukan dengan menggunakan menu Land Change Modeler (LCM) di
dalam software Idrisi Selva, yang terdiri dari analisis perubahan (Change
12
Analysis), pemodelan perubahan penggunaan lahan (Transition Potential), dan
proyeksi penggunaan lahan (Change Prediction).
Gambar 5 Tampilan jendela menu Land Change Modeler (LCM)
tab Change Analysis pada Idrisi Selva
Analisis perubahan (Change Analysis). Tahapan ini untuk menganalisis
perubahan penggunaan lahan yang telah terjadi selama dua titik tahun. Tahap ini
menghasilkan grafik perubahan luas setiap penggunaan lahan dan menghasilkan
kelas perubahan dimana pada proyeksi penggunaan lahan ini merupakan peubah
dependen yang akan digunakan dalam ANN pada tahap selanjutnya. Luas
perubahan penggunaan lahan kurang dari 10 ha tidak dilakukan pemodelan
prediksi penggunaan lahannya dikarenakan luasan tersebut sangat kecil.
Pemodelan perubahan penggunaan lahan (Transition Potentials). Tahapan
ini bertujuan untuk memprediksi lokasi yang berpotensi mengalami perubahan
penggunaan lahan. Variabel pendorong yang digunakan untuk membangun model
ditentukan pada tahap ini. Peubah dependen dimodelkan satu per satu yang
dinamakan Sub-Model dengan peubah bebas dimasukkan kedalam masing-masing
Sub-Model tersebut. Variabel pendorong masing-masing diuji nilai Cramer’s V
untuk melihat keterkaitan antara variabel tersebut dengan kelas penggunaan lahan.
Rentang nilai yang didapat berkisar antara 0-1, dimana 0 menunjukkan tidak ada
keterkaitan, sedangkan 1 menunjukkan adanya keterkaitan antara variabel tersebut
dengan kelas penggunaan lahan yang mendorong terjadinya perubahan. Nilai
Cramer’s V > 0,10 berarti variabel tersebut dapat digunakan dalam model.
Keenam variabel yang digunakan memiliki nilai Cramer’s V lebih dari 0,1
sehingga variabel tersebut dapat dimasukkan ke dalam model.
Setelah nilai Cramer’s V semua variabel diuji, selanjutnya running model
dengan memilih pendekatan yang ditetapkan yaitu Multilayer Perceptron (MLP)
Neural Network. Model akan berhenti apabila telah mencapai kondisi yang
ditentukan, yaitu iterasi 5000, RMS 0,0001 dan akurasi model 100%. Nilai iterasi
5000 dipilih karena merupakan nilai pengulangan terbaik yang disarankan
software untuk mendapatkan hasil pemodelan yang baik. Sedangkan nilai RMS
(Root Mean Square) 0,0001 merupakan nilai error atau kesalahan yang
diharapkan sekecil mungkin dan akurasi model 100% yang menunjukkan
ketepatan dalam memprediksi peluang perubahan penggunaan lahan yang terjadi.
13
Proyeksi penggunaan lahan (Change Prediction). Peta proyeksi
penggunaaan lahan dilakukan dibuat dalam tahap ini dengan menggunakan
metode Markov Chain. Pada tahap ini menghasilkan matriks peluang perubahan
yang didasarkan pada perubahan penggunaan lahan tahun 2000-2010. Metode ini
mengasumsikan bahwa perubahan yang terjadi di masa depan memiliki pola dan
peluang serupa dengan pola perubahan yang terjadi selama periode waktu yang
digunakan. Proyeksi dilakukan ke tahun 2014 agar peta dapat divalidasi dengan
peta penutupan penggunaan lahan tahun 2014. Proyeksi juga dilakukan ke tahun
2030 karena mengikuti target RTRWK Lampung Barat periode 2010-2030.
Secara rinci, langkah-langkah dalam pemodelan perubahan penggunaan lahan
dengan metode ANN disajikan dalam Lampiran 9.
Validasi Model
Validasi model dilakukan dengan crosstab peta prediksi penggunaan lahan
tahun 2014 terhadap peta penggunaan lahan tahun 2014. Hasil dari crosstab
adalah tabel tabulasi silang luas dan nilai Kappa.
Gambar 6 Tampilan jendela Crosstab
Ketidakselarasan Penggunaan Lahan dengan RTRW
Analisis ketidakselarasan (inkonsistensi) RTRW merupakan cara untuk
melihat seberapa besar tingkat ketidakselarasan pemanfaatan ruang terhadap
RTRW. Analisis dilakukan dengan cara overlay peta Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten (RTRWK) Lampung Barat dengan peta penggunaan lahan
tahun 2010 dan peta prediksi penggunaan lahan tahun 2030. Pengolahan data
atribut dilakukan dalam spread sheet pivot table, sehingga diperoleh luas/proporsi
ketidakselarasan alokasi pemanfaatan lahan RTRWK terhadap target penggunaan
lahan (tahun 2010 dan prediksi 2030).
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Keadaan Umum Daerah
Kabupaten Lampung Barat dengan Ibukota Liwa merupakan salah satu
kabupaten yang ada di Provinsi Lampung. Secara geografis Kabupaten Lampung
Barat terletak pada koordinat antara 4° 47’ 16” – 5° 56’ 42” Lintang Selatan dan
103° 35’ 08” – 104° 33’ 51” Bujur Timur (Gambar 7), dengan batas wilayah
yaitu:
Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bengkulu Selatan Propinsi
Bengkulu dan Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan Propinsi Sumatera
Selatan;
Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten
Way Kanan, Kabupaten Tanggamus, dan Kabupaten Lampung Tengah;
Sebelah selatan berbatasan dengan Selat Sunda dan Samudera Indonesia;
Sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia (BPS, 2010).
Gambar 7 Peta lokasi penelitian
Wilayah Lampung Barat memiliki luas 4.951 km2 atau 13,99% dari luas
wilayah Provinsi Lampung. Secara administrasi Kabupaten Lampung Barat terdiri
dari 17 wilayah kecamatan. Pada tahun 2012 terjadi pemekaran wilayah Lampung
Barat dengan membentuk kabupaten Kabupaten Pesisir Barat dengan luas ± 2.907
km2 atau 8,39% dari Luas Wilayah Provinsi Lampung. Luas Kabupaten Lampung
Barat yang dibagi menjadi 17 kecamatan disajikan pada Tabel 3 berikut ini.
15
Tabel 3 Luas wilayah Kabupaten Lampung Barat dan kepadatan penduduk tahun
2010 menurut kecamatan
Jumlah
penduduk (jiwa)
Pesisir Selatan
409
21.346
Bengkunat
215
7.443
Bengkunat Belimbing
944
23.528
Ngambur
327
17.580
Pesisir Tengah
198
34.437
Karya Penggawa
211
13.986
Pesisir Utara
128
9.332
Lemong
455
14.089
Balik Bukit
176
35.177
Sukau
246
26.800
Belalau
322
25.848
Sekincau
228
36.734
Suoh
342
42.590
Batu Brak
262
12.690
Sumber Jaya
210
41.216
Way Tenong
193
42.117
Gedung Surian
87
14.124
Total
4.951
419.037
Sumber: Badan Pusat Statistika Kabupaten Lampung Barat (2011)
Kecamatan
Luas (km2)
Kepadatan per
km2
52
35
25
54
174
66
73
31
200
109
80
161
125
49
196
218
162
106
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor:
256/Kpts-II/2000, total luas hutan di Kabupaten Lampung Barat (tidak termasuk
Cagar Alam Laut seluas 77.281 ha) adalah 362.811 ha atau 73,0% dari luas
kabupaten. Berdasarkan fungsi hutannya, Kabupaten Lampung Barat memiliki 3
fungsi kawasan hutan, yaitu Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS),
Taman Suaka berupa Cagar Alam Laut (CAL), Hutan Lindung (HL) dan Hutan
Produksi Terbatas (HPT).
Jaringan transportasi di wilayah Kabupaten Lampung Barat sangat
strategis terletak pada perlintasan dari beberapa Provinsi yaitu Bengkulu,
Sumatera Selatan dan Lampung. Secara geografis wilayah ini diuntungkan karena
dilalui oleh jalan Lintas Barat Sumatera, akibatnya mobilitas penduduk, barang
dan jasa dari dan ke wilayah Kabupaten Lampung Barat ini cukup tinggi. Selain
itu, daerah ini juga dilalui oleh jaringan Jalan Nasional yang menghubungkan dari
arah Utara ke Selatan yaitu Propinsi Bengkulu – Provinsi Lampung – Pulau Jawa,
sehingga aksesibilitas transportasi di wilayah ini cukup padat.
Topografi
Topografi Kabupaten Lampung Barat dibagi menjadi 3 (tiga) unit topografi
yakni:
- Daerah dataran rendah: ketinggian 0 sampai 600 meter dari permukaan laut
- Daerah berbukit: ketinggian 600 sampai 1.000 meter dari permukaan laut
- Daerah pegunungan: daerah ketinggian 1.000 sampai dengan 2.000 meter dari
permukaan laut
Bentuk bentang alam sepanjang Pantai Pesisir Barat umumnya datar
sampai berombak dengan kemiringan berkisar antara 3 – 5 persen. Kecamatan
Balik Bukit, Belalau dan Sumberjaya sebagian besar wilayahnya mempunyai
16
ketinggian antara 500 – 1000 meter dari permukaan laut (dpl), sedangkan
Kecamatan Pesisir Utara, Pesisir Tengah dan Pesisir Selatan pada umumnya
mempunyai ketinggian berkisar antara 0 – 500 meter dpl.
Klimatologi
Karakteristik iklim di Kabupaten Lampung Barat diklasifikasikan
berdasarkan klasifikasi Oldemen dan Las Davies. Wilayah ini memiliki dua tipe
iklim akibat pengaruh dari rantai pegunungan Bukit Barisan, yaitu:
1. Zone A (jumlah bulan basah > 9 Bulan) terdapat di bagian barat Taman
Nasional Bukit Barisan Selatan termasuk Krui dan Bintuhan.
2. Zone B (jumlah bulan basah 7 - 9 bulan) terdapat di bagian timur Taman
Nasional Bukit Barisan Selatan.
Curah hujan di Kabupaten Lampung Barat berkisar antara 2.500 – 3.000
mm per tahun. Regim kelembaban tergolong basah (udic), dengan kelembaban
berkisar antara 50 – 80%. Regim suhu berkisar dari panas (isohypothermic) pada
dataran pantai (di bagian barat) sampai dingin (isomesic) di daerah perbukitan,
dengan persentase penyinaran matahari berkisar 37,9 – 50,0%.
Geomorfologi dan Kemiringan Lereng
Kabupaten Lampung Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 grup landform
utama, yaitu: (1) Marin (M), (2) Fluvial (F), (3) Denudasional (D) , (4) Struktural
(S), (5) Vulkanik (V), (6) Kars (K). Sebagian besar wilayah Kabupaten Lampung
Barat merupakan daerah perbukitan dan pegunungan dengan kelerengan curam
hingga terjal. Morfometrik kabupaten ini dibagi menjadi 3 (tiga) satuan
geomorfologi yaitu:
a. Satuan geomorfologi dataran aluvial
b. Satuan geomorfologi perbukitan
c. Satuan geomorfologi pegunungan
Kemiringan lereng bervariasi dari datar sampai sangat terjal. Sebagian
besar wilayah Lampung Barat berlereng miring (5-15%) sampai sangat terjal
(>40%) yang memanjang dari utara ke selatan di sepanjang Patahan Semangka
(Tabel 4).
Tabel 4 Kemiringan lereng di Kabupaten Lampung Barat dan luasannya
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Kelas Lereng (%)
0–3
3–5
5 – 15
15 – 25
25 – 40
> 40
Keterangan
Datar
Landai
Miring
Curam
Terjal
Sangat Terjal
Luas (Ha)
16.267
70.358
100.938
131.259
109.489
72.315
Luas (%)
3,25
14,05
20,16
26,22
21,87
14,44
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penggunaan Lahan di Kabupaten Lampung Barat
Hasil interpretasi visual citra Landsat tahun 2000 dan 2010, Kabupaten
Lampung Barat memiliki 11 kelas penggunaan lahan yaitu belukar, belukar rawa,
hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, pemukiman, pertanian
lahan kering, pertanian lahan kering campur semak, rumput, sawah, tanah kosong
dan tubuh air (Gambar 8 dan Gambar 9).
Gambar 8 Peta penggunaan lahan Kabupaten Lampung Barat tahun 2000
Gambar 9 Peta penggunaan lahan Kabupaten Lampung Barat tahun 2010
18
Proporsi luas penggunaan lahan di Kabupaten Lampung Barat tahun 2000
dan 2010 disajikan pada Tabel 5 berikut ini.
Tabel 5 Luas penggunaan lahan Kabupaten Lampung Barat tahun 2000 dan 2010
Penggunaan Lahan
Belukar
Belukar Rawa
Hutan Lahan Kering Primer
Hutan Lahan Kering Sekunder
Pemukiman
Pertanian Lahan Kering
Pertanian Lahan Kering Campur Semak
Rumput
Sawah
Tanah Kosong
Tubuh Air
Total
2000
(Ha)
(%)
87.905
17,53
815
0,16
138.603
27,64
57.069
11,38
2.590
0,52
15.399
3,07
178.223
35,54
658
0,13
18.466
3,68
505
0,10
1.278
0.25
501.509
100.00
2010
(Ha)
74.533
377
123.025
59.648
2.873
15.998
204.166
608
18.850
153
1.280
501.509
(%)
14,86
0,08
24,53
11,89
0,57
3,19
40,71
0,12
3,76
0,03
0.26
100.00
Penggunaan lahan terbesar di Kabupaten Lampung Barat tahun 2000 dan
2010 adalah pertanian lahan kering campur semak. Pada tahun 2000 pertanian
lahan kering campur semak memiliki luas 178.223 ha atau 35,54% dari total luas
wilayah, namun pada tahun 2010 terjadi peningkatan pertanian lahan kering
campur semak menjadi 40,71%. Penggunaan lahan terbesar kedua adalah hutan
lahan kering primer. Hutan lahan primer yang pada tahun 2000 seluas 138.603 ha.
Pada tahun 2010 luas hutan ini menurun sebesar 15.578 ha menjadi 123.025 ha
(24,53%). Hutan lahan kering primer di Kabupaten Lampung Barat masih
tergolong luas dikarenakan daerah ini termasuk dalam kawasan Taman Nasional
Bukit Barisan Selatan. Sementara, luas hutan lahan kering sekunder mengalami
peningkatan sebesar 2.579 ha selama kurun waktu 2000-2010.
Peningkatan luasan juga terjadi pada pertanian lahan kering, sawah dan
pemukiman masing-masing seluas 599 ha, 383 ha dan 283 ha. sebaliknya, belukar
mengalami penurunan luas dari tahun 2000 seluas 87.905 ha menjadi 74.533 ha
pada tahun 2010. Hal yang sama terjadi pada penggunaan lahan belukar rawa,
tanah kosong dan rumput yang mengalami penurunan luasan masing-masing
sebesar 438 ha, 352 ha dan 50 ha. Sementara itu, tubuh air cenderung tetap
luasannya.
Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Lampung Barat
Deteksi perubahan penggunaan lahan Kabupaten Lampung Barat tahun
2000-2010 dilakukan dengan metode tabulasi silang (crosstab)
DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT
JULIYANI WIDIYA ASTUTI
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
2
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Deteksi Perubahan
Penggunaan Lahan di Kabupaten Lampung Barat adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016
Juliyani Widiya Astuti
NIM A14110006
4
ABSTRAK
JULIYANI WIDIYA ASTUTI. Deteksi Perubahan Penggunaan Lahan di
Kabupaten Lampung Barat. Dibimbing oleh MUHAMMAD ARDIANSYAH dan
KHURSATUL MUNIBAH.
Perubahan penggunaan lahan merupakan suatu proses perubahan dari
penggunaan lahan sebelumnya ke penggunaan lahan lain yang bersifat permanen
maupun sementara dan dapat berdampak positif maupun negatif. Tujuan dari
penelitian ini adalah mengetahui pola penggunaan lahan dan perubahannya pada
periode 2000-2010 dan prediksi penggunaan lahan Kabupaten Lampung Barat
tahun 2030 dengan metode Artificial Neural Network (ANN) serta melihat
ketidakselarasan alokasi pemanfaatan lahan RTRWK terhadap penggunaan lahan.
Perubahan penggunaan lahan pada periode 2000-2010 menunjukkan bahwa hutan
lahan kering primer berkurang drastis seluas 15.578 ha, sementara pertanian lahan
kering campur semak bertambah seluas 25.943 ha. Prediksi penggunaan lahan
tahun 2030 menggunakan ANN mengindikasikan bahwa terjadi penurunan luas
penggunaan lahan hutan lahan kering primer (26.118 ha), belukar (17.624 ha),
hutan lahan kering sekunder (798 ha), belukar rawa (294 ha), rumput (87 ha ) dan
tanah kosong (85 ha), sedangkan pertambahan luas terjadi pada penggunaan lahan
pertanian lahan kering campur semak (42.966 ha), pertanian lahan kering (1.296
ha), pemukiman (582 ha) dan sawah (162 ha). Analisis ketidakselarasan
penggunaan lahan menghasilkan bahwa terdapat 197.709 ha (39,42%)
penggunaan lahan di tahun 2030 tidak selaras terhadap peruntukan lahan dalam
RTRWK. Ketidakselarasan pemanfaatan lahan terbesar terjadi di peruntukan
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) sebesar 94.796 ha (18,90%).
Kata kunci: Artificial Neural Networks (ANN), ketidakselarasan, pemodelan
perubahan penggunaan lahan, perubahan penggunaan lahan
ABSTRACT
JULIYANI WIDIYA ASTUTI. Detection of Land Use Change in West Lampung.
Supervised by MUHAMMAD ARDIANSYAH dan KHURSATUL MUNIBAH.
Land use change is a process of permanent or temporary change from the
previous land use to the other land and can impact positively or negatively. The
objectives of this study was to determine land use patterns and changes in the
period 2000-2010 and prediction of land use in West Lampung regency in 2030
by the method of Artificial Neural Network (ANN) and see the inconsistencies in
allocation of RTRWK on land use. Changes in land use in the period 2000-2010
showed that the area of primary dry forest decreased 15.578 ha, whereas dryland
farming mixed shrub increased area of 25.943 ha. Prediction of land use in 2030
using the ANN indicates that a decrease in the of forest land dry land primary
(26.118 ha), shrub (17.624 ha), dry forest secondary (798 ha), shrub swamp (294
ha), grass (87 ha) and vacant land (85 ha), whereas the increase of dryland
farming mixed shrub (42.966 ha), dryland farming (1.296 ha), settlement (582 ha)
and paddy (162 ha). The inconsistent analysis of land use produce that there are
197.709 ha (39,42%) the land use in 2030 is inconsistent to the land allocation in
RTRWK. The largest inconsistent of land use is in Taman Nasional Bukit Barisan
Selatan (TNBBS) for about 94.796 ha (18,90%).
Keywords: Artificial Neural Networks, inconsistency, land use change, land use
changes modeling
DETEKSI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN
DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT
JULIYANI WIDIYA ASTUTI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
8
PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan
skripsi ini. Penelitian ini berjudul “Deteksi Perubahan Penggunaan Lahan di
Kabupaten Lampung Barat”.
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada:
1. Dr Ir Muhammad Ardiansyah selaku pembimbing I yang telah memberikan
arahan dan bimbingan selama kegiatan penelitian dan penulisan skripsi.
2. Dr Khursatul Munibah, MSc selaku pembimbing II yang telah memberikan
motivasi dan masukan bagi penulis selama kegiatan penelitian dan penulisan
skripsi.
3. Dr Ir Widiatmaka, DDA selaku dosen penguji yang telah memberikan
masukan bagi penulis dalam penulisan skripsi.
4. Orang tua tercinta (Bapak Sudarmo dan Ibu Suwarti) dan adik tersayang
(Dina, Fathan dan Robbani), atas doa, perhatian dan dukungan kepada
penulis.
5. Seluruh dosen dan staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan yang
telah memberikan ilmu, bantuan dan dukungan kepada penulis selama
menyelesaikan studi.
6. Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Barat dan Pesisir Barat yang telah
memberikan informasi dan bantuan kepada penulis.
7. Teman-teman Tanah 48 terutama teman seperjuangan di Lab PPJ (Yuli, Novi,
Huzaimah, Indah, Fitri, Zahra, Noviana, Anis, Dien, Royan, Roki) atas saran
dan motivasi kepada penulis.
8. Kakak-kakak di CCROM, kak Farid dan mba Nina atas bantuan dan saran
kepada penulis.
9. Sahabat-sahabat kontrakan, Fany dan Riana yang telah memberikan keceriaan
dan semangat serta kekeluargaan selama kuliah.
10. Rahmat yang telah memberikan kasih sayang serta dukungan kepada penulis.
11. Semua pihak yang telah membantu kegiatan penelitian dan penyusunan
skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan
skripsi ini, sehingga saran dan kritik yang dapat membangun sangat diharapkan
oleh penulis. Semoga penelitian ini dapat memberikan informasi yang berguna
bagi pembaca.
Bogor, Januari 2016
Juliyani Widiya Astuti
NIM. A14110006
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
3
Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan
3
Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis
4
Pemodelan Perubahan Penggunaan Lahan dengan Metode ANN
5
Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang
7
METODOLOGI PENELITIAN
8
Waktu dan Tempat Penelitian
8
Bahan dan Alat
8
Metode Penelitian
8
Tahap Persiapan
10
Tahap Pengolahan Data
10
Interpretasi Citra untuk Pemetaan Penggunaan Lahan
10
Pengolahan Data Atribut dan Spasial untuk Peubah Bebas
11
Pemodelan dan Proyeksi Penggunaan Lahan
11
Validasi Model
13
Ketidakselarasan Penggunaan Lahan dengan RTRW
13
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
14
Keadaan Umum Daerah
14
Topografi
15
Klimatologi
16
Geomorfologi dan Kemiringan Lereng
16
HASIL DAN PEMBAHASAN
17
Penggunaan Lahan Di Kabupaten Lampung Barat
17
Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Lampung Barat
18
Pemodelan Perubahan Penggunaan Lahan dengan Metode ANN
19
Validasi Peta Proyeksi Penggunaan Lahan
21
Prediksi Penggunaan Lahan Kabupaten Lampung Barat Tahun 2030
21
Ketidakselarasan Pemanfaatan Lahan RTRW Kabupaten Lampung Barat 23
SIMPULAN DAN SARAN
27
Simpulan
27
Saran
27
DAFTAR PUSTAKA
28
LAMPIRAN
30
RIWAYAT HIDUP
52
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Bahan yang digunakan dalam penelitian
8
Software yang digunakan dalam penelitian
8
Luas wilayah Kabupaten Lampung Barat dan kepadatan penduduk tahun
2010 menurut kecamatan
15
Kemiringan lereng di Kabupaten Lampung Barat dan luasannya
16
Luas penggunaan lahan Kabupaten Lampung Barat tahun 2000 dan 2010 18
Matriks peluang perubahan penggunaan lahan tahun 2030
22
Luas penggunaan lahan tahun 2010 dan prediksi tahun 2030
23
Tingkat kesulitan dalam pengembalian ke peruntukan RTRW dari
penggunaan lahan tahun 2010
25
Tingkat kesulitan dalam pengembalian ke peruntukan RTRW dari prediksi
penggunaan lahan tahun 2030
26
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Kurva reflektansi dari objek vegetasi, tanah dan air
4
Simple Perceptron (A) dan Multi-layer Perceptron (B) ilustrasi input layer,
hidden nodes and output layer
6
Diagram alir metode penelitian
9
Citra landsat tahun 2010 yang mengalami kerusakan (LSC off)
10
Tampilan jendela menu Land Change Modeler (LCM) tab Change Analysis
pada Idrisi Selva
12
Tampilan jendela Crosstab
13
Peta lokasi penelitian
14
Peta penggunaan lahan Kabupaten Lampung Barat tahun 2000
17
Peta penggunaan lahan Kabupaten Lampung Barat tahun 2010
17
Perubahan luas penggunaan lahan tahun 2000-2010
20
Peta perubahan penggunaan lahan tahun 2000-2010
20
Peta prediksi penggunaan lahan tahun 2030
22
Grafik ketidakselarasan pemanfaatan lahan tahun 2010
23
Grafik ketidakselarasan pemanfaatan lahan tahun 2030
24
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Matriks transisi penggunaan lahan Kabupaten Lampung Barat tahun 20002010
31
Hasil pemodelan dan peta peluang perubahan
32
Nilai Cramer’s V masing-masing variabel
39
Peta penggunaan lahan tahun 2014 dan peta prediksi penggunaan lahan
tahun 2014 Kabupaten Lampung Barat
40
Validasi silang metode Crosstab antara luas proyeksi ANN tahun 2014
dengan luas peta penggunaan lahan tahun 2014
41
Peta RTRW Kabupaten Lampung Barat periode 2010-2030
42
Luasan hasil overlay penggunaan lahan tahun 2010 dengan RTRWK
43
Luasan hasil overlay penggunaan lahan prediksi tahun 2030 dengan
RTRWK
44
Tutorial Land Change Modeler
45
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penggunaan lahan merupakan suatu proses yang bersifat dinamis.
Kegiatan pembangunan tidak terlepas dari kebutuhan akan sumberdaya alam,
salah satunya yaitu lahan. Lahan merupakan sumberdaya alam yang mempunyai
sifat terbatas baik ketersediaan maupun kemampuannya. Seiring dengan
meningkatnya populasi manusia, kebutuhan akan lahan juga semakin tinggi untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia. Usaha peningkatan daya guna lahan tersebut
menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan lahan.
Aktivitas masyarakat dalam menjalankan kegiatan sosial, ekonomi, dan
budaya di suatu wilayah dapat berdampak pada bentuk penggunaan lahan di
wilayah tersebut. Perubahan penggunaan lahan dapat berdampak positif maupun
negatif. Perubahan penggunaan lahan kearah positif yaitu pembangunan yang
sesuai dengan perencanaan dan daya dukung lahan, sedangkan perubahan kearah
negatif seperti degradasi lahan, polusi udara, pencemaran air, perubahan iklim
lokal dan hilangnya biodiversitas. Faktor-faktor pendorong perubahan sangat
beragam, antara lain faktor ekonomi, faktor kebijakan dan faktor alamiah seperti
iklim, bencana, dan lain-lain.
Kabupaten Lampung Barat merupakan kabupaten paling barat di Provinsi
Lampung dengan luas 4.951 km2 yang meliputi dataran tinggi dan dataran pesisir.
Sebesar 76% wilayah merupakan kawasan hutan dengan berbagai fungsi, salah
satunya yaitu kawasan lindung Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).
Pada tahun 2012 terjadi pemekaran wilayah Lampung Barat dengan membentuk
Kabupaten Pesisir Barat. Adanya pemekaran wilayah mengindikasikan cepatnya
pembangunan daerah yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemungkinan
juga dapat menimbulkan dampak negatif pada daya dukung wilayah.
Kabupaten Lampung Barat dikenal sebagai kabupaten konservasi, namun
juga merupakan kawasan rawan bencana sebesar 87,81% dari luas total wilayah.
Fungsi konservasi tetap dijaga dengan cara mengalokasikan sebesar 69,12 % dari
total luasan wilayah ini dijadikan sebagai kawasan lindung sekaligus untuk
mengantisipasi (mitigasi) potensi bencana alam yang mungkin terjadi, sehingga
peruntukan lahan sebagai kawasan budidaya sangat terbatas hanya sebesar
29,38% dari luas total wilayah (Dokumen RTRWK Lampung Barat, 2012).
Berdasarkan hasil penelitian World Agroforestry Center-Asia Tenggara
tahun 2006 dalam Dokumen RTRWK Lampung Barat (2012) menyatakan bahwa
70% TNBBS diduga mengalami alih fungsi lahan dan rusak. Alih guna lahan
hutan merupakan salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan akan lahan,
sehingga pembukaan lahan-lahan baru marak terjadi di daerah ini yang dilakukan
masyarakat untuk meningkatkan pendapatan. Soeharto et al., (2011), menyatakan
bahwa pendapatan total masyarakat tertinggi terjadi bila 61% areal ditanami kopi
dengan pola agroforestri, namun penghasilan terendah terjadi apabila 84% areal
didominasi oleh hutan.
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang dimiliki setiap daerah
kabupaten dan kota pada dasarnya berfungsi sebagai alat pengendali perubahan
tata guna lahan. Pemanfaatannya sumberdaya lahan sering kali tidak sesuai
dengan peruntukannya sehingga terjadi inkonsistensi pemanfaatan lahan. RTRW
2
berperan penting dalam menentukan keberlanjutan fungsi ekonomi, sosial dan
ekologi, sehingga diperlukan gambaran penggunaan lahan di waktu yang akan
datang agar dapat dilihat adanya indikasi konsistensi maupun inkonsistensi dalam
penataan ruang dengan pemodelan perubahan penggunaan lahan. Pemodelan
dengan sistem pendekatan dinamis dapat memprediksi kondisi waktu yang akan
datang karena memiliki sifat dinamis dalam waktu (Munibah, 2008). Pemodelan
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode Artificial Neural
Networks (ANN) untuk menentukan penggunaan lahan yang berpotensi untuk
berubah ke penggunaan lain.
Kondisi geografis yang strategis, wilayah yang masih kaya akan
sumberdaya lahan dan kebutuhan masyarakat akan lahan serta adanya pemekaran
wilayah berpotensi menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan lahan di
Kabupaten Lampung Barat. Oleh karena itu, dilakukan penelitian deteksi
perubahan penggunaan lahan yang dimodelkan dengan metode ANN yang dapat
digunakan sebagai pemantau dalam pemanfaatan ruang dan landasan
pengendalian tata ruang wilayah serta perencanaan keberlanjutan pembangunan
dan kebijakan penggunaan lahan di masa yang akan datang.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pola penggunaan lahan dan perubahannya pada periode 20002010
2. Proyeksi penggunaan lahan Kabupaten Lampung Barat tahun 2030 dengan
metode Artificial Neural Network (ANN)
3. Melihat ketidakselarasan alokasi pemanfaatan lahan RTRWK dengan
penggunaan lahan
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Bagi penulis yaitu menambah pengetahuan serta mengaplikasikan ilmu
penginderaan jauh dan interpretasi spasial
2. Bagi pemerintah daerah sebagai informasi dan masukan dalam
pengembangan wilayah daerah
3. Bagi masyarakat dapat dijadikan informasi dalam mengambil keputusan
untuk mengkonversi lahan agar tidak terjadi kerusakan lahan
4. Bagi peneliti lain dan akademisi dapat sebagai informasi tambahan dan
bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya.
TINJAUAN PUSTAKA
Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan
Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief,
hidrologi dan vegetasi serta benda yang ada diatasnya sepanjang ada pengaruhnya
terhadap penggunaan lahan (Arsyad, 2006), termasuk didalamnya adalah akibatakibat kegiatan manusia, baik pada masa lalu maupun sekarang, seperti reklamasi
daerah-daerah pantai, penebangan hutan, dan akibat-akibat yang merugikan
seperti erosi dan akumulasi garam (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).
Penggunaan lahan merupakan semua bentuk intervensi (campur tangan)
manusia terhadap lahan untuk memenuhi kebutuhan hidup baik materil maupun
spiritual (Arsyad, 2006). Secara umum penggunaan lahan di Indonesia merupakan
akibat nyata dari suatu proses yang lama dari adanya interaksi yang tetap, adanya
keseimbangan, serta keadaan dinamis antara aktifitas-aktifitas penduduk diatas
lahan dan keterbatasan-keterbatasan di dalam lingkungan tempat hidup (Assyakur et al., 2010). Penggunaan lahan (land use) berhubungan dengan kegiatan
manusia pada suatu bidang lahan tertentu, sedangkan penutupan lahan (land
cover) merupakan perwujudan fisik obyek-obyek yang menutupi lahan tanpa
adanya kaitannya dengan kegiatan manusia (Lillesand dan Kiefer, 1997).
Perubahan penggunaan lahan diartikan sebagai suatu proses perubahan
dari penggunaan lahan sebelumnya ke penggunaan lahan lain yang dapat bersifat
permanen maupun sementara. Rustiadi et al., (2007), menyatakan bahwa
perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan pembangunan merupakan proses
yang tidak dapat dihindari. Perubahan penggunan lahan di suatu wilayah
merupakan pencerminan upaya manusia memanfaatkan dan mengelola
sumberdaya lahan, dimana perubahan tersebut berdampak terhadap manusia dan
kondisi lingkungannya. Selain berdampak terhadap lingkungan, perubahan
penggunaan lahan juga berdampak besar terhadap ketahanan pangan (Verburg et
al., 1999).
Identifikasi perubahan penggunaan lahan pada suatu wilayah merupakan
suatu proses mengindentifikasi perbedaan keberadaan suatu objek atau fenomena
yang diamati pada waktu yang berbeda (As-syakur et al., 2010). Deteksi
perubahan penggunaan lahan merupakan sebuah proses mengidentifikasi
perbedaan keberadaan suatu obyek atau fenomena yang diamati pada rentang
waktu yang berbeda (Santoso, 2011).
Banyak faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan, antara
lain faktor sosial, ekonomi dan kondisi biofisik. Faktor-faktor tersebut
memberikan dampak yang berbeda terhadap aktivitas masyarakat dalam sistem
penggunaan lahan. Urbanisasi umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti
pembangunan ekonomi, aksesibilitas dan perencanaan tata ruang. Kegiatan
pertanian sangat dipengaruhi oleh agro-ekonomi dan kondisi biofisik lokal,
sedangkan perubahan di daerah alami umumnya dipengaruhi oleh perspektif
pertanian dan intervensi kebijakan (Koomen et al., 2015). Perubahan penggunaan
telah dan akan terus terjadi bila pola perubahan yang berlangsung dimodelkan
secara dinamik dan berbasis spasial, maka akan diperoleh informasi tentang lokasi
dan luas perubahan penggunaan lahan yang berpotensi menimbulkan penurunan
kualitas lingkungan (Munibah, 2008).
4
Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis
Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi
tentang suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh
dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena
yang dikaji. Komponen dasar suatu sistem penginderaan jauh ditunjukkan dengan
adanya hal suatu sumber tenaga yang seragam, atmosfer yang tidak mengganggu,
sensor yang sempurna, serangkaian interaksi yang unik antara tenaga dengan
benda di muka bumi, sistem pengolahan data tepat waktu dan berbagai
penggunaan data (Lillesand and Kiefer, 1997). Penginderaan jauh terdiri atas tiga
komponen utama yaitu objek yang diindera, sensor untuk merekam objek dan
gelombang elektronik yang dipantulkan atau dipancarkan oleh permukaan bumi.
Prinsip dasar penginderaan jauh adalah perekaman informasi dengan
menggunakan radiasi matahari dan sumber energi dalam sensor sebagai sumber
tenaga. Radiasi yang dipancarkan oleh matahari atau sumber energi lainnya akan
dipantulkan kembali oleh permukaan bumi melalui atmosfer dalam bentuk
reflektansi permukaan yang akan direkam oleh sensor (Jaya, 1997). Hasil
perekaman oleh sensor digunakan dalam proses pengolahan data untuk
memperoleh informasi tentang permukaan bumi.
Data penginderaan jauh dapat berupa data analog, misalnya foto udara
cetak atau data video, dan data digital, misalnya citra satelit. Deteksi penutupan
lahan oleh perekaman satelit umumnya teramati pada objek tanah, air dan vegetasi
dengan panjang gelombang masing-masing objek yang berbeda (Gambar 1).
Pantulan setiap objek memiliki karakteristik tertentu untuk setiap saluran spektral
sehingga setiap objek dapat dikenali perbedaannya (Lillesand and Kiefer, 1997).
Gambar 1 Kurva reflektansi dari objek vegetasi, tanah dan air
Air jernih menyerap tenaga relatif lebih sedikit pada panjang gelombang
kurang dari 0,6µm. Transmisi yang tinggi menandai panjang gelombang tersebut
dan mencapai maksimumnya pada bagian spektrum biru-hijau. Spektrum tampak
ke arah inframerah pantulan kira-kira pada 0,7 µm, pantulan vegetasi meningkat
dengan cepat. Pada gelombang antara 0,7 µm-1,3 µm, daun tumbuhan
memantulkan 50% tenaga yang datang dan selebihnya ditransmisikan. Pantulan
pada panjang gelombang tersebut dihasilkan terutama oleh struktur internal daun
tumbuhan tersebut. Penurunan pantulan terjadi pada panjang gelombang 1,4 µm,
1,9 µm dan 2,7 µm karena daya serap air yang terdapat di daun sangat kuat
serapannya pada gelombang ini (Lillesand and Kiefer, 1997).
5
Teknologi Penginderaan jauh berkembang pesat seiring peranannya yang
semakin diperlukan dalam proses pengambilan dan pengumpulan informasi
mengenai obyek yang diamati. Informasi yang dapat diekstrak melalui data
penginderaan jauh yaitu klasifikasi penutupan lahan, deteksi perubahan
penggunaan lahan, kualitas fisik bumi, indeks vegetasi, dan identifikasi bencana
alam (Murai, 1996).
SIG adalah sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data
yang bereferensi spasial bersamaan dengan seperangkat operasi kerja (Barus dan
Wiradisastra, 2000). Penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG)
memberikan metode yang efisien untuk analisis penggunaan lahan, perencanaan
penggunaan lahan dan pemodelan. Penerapan metode penginderaan jauh dan SIG
dilakukan untuk analisa perubahan penggunaan lahan dan tingkat pencemaran
sungai di wilayah Kali Surabaya (Sukojo dan Diah, 2003). Santoso (2011)
melakukan analisis perubahan penggunaan lahan dan potensi terjadinya lahan
kritis di Kabupaten Kulon Progo. Aplikasi penginderaan jauh dan SIG juga telah
diterapkan untuk perencanaan pertanian dengan deteksi penyebaran lahan sawah
dalam usaha ketahanan pangan (Wahyunto et al., 2013). Aplikasi penginderaan
jauh juga dapat diterapkan dalam analisis terpadu terhadap penggunaan lahan,
debit air, data kependudukan dan pengaruh dari masing-masing data. Dengan
menggunakan SIG maka keterkaitan antara faktor yang mempengaruhi sistem
dapat dianalisis (Aronoff, 1989).
Pemodelan Perubahan Penggunaan Lahan dengan Metode ANN
Secara umum model didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi
dari suatu obyek atau situasi aktual dengan menggambarkan hubungan langsung
ataupun tidak langsung serta kaitan timbal balik. Model merupakan abstraksi dari
suatu realitas, sehingga wujudnya kurang kompleks dibandingkan dengan realitas
itu sendiri. Model dapat dikatakan lengkap bila mewakili berbagai aspek dari
situasi aktual (Marimin dan Maghfiroh, 2010). Tujuan dari penggunaan model
adalah untuk memahami dengan mudah cara kerja sistem dengan
menyederhanakan prosesnya. Salah satu dasar utama pengembangan model adalah
untuk menemukan peubah-peubah penting dan tepat.
Model Perubahan penggunaan lahan dapat menunjukkan sebagian
kompleksitas sistem penggunaan lahan serta dapat menguji stabilitas hubungan
sistem sosial dan ekologi melalui skenario yang dibangun (Veldkamp dan
Lambin, 2001). Analisis aspek biofisik dan sosial dapat diintegrasikan dengan
perkembangan model. Pemodelan perubahan penggunaan lahan memiliki
beberapa manfaat, antara lain untuk mengeksplorasi beragam aktifitas terjadinya
suatu perubahan penggunaan lahan dan memprediksi dampak yang ditimbulkan
dari perubahan penggunaan lahan serta pengelolaan lahan.
Aplikasi pemodelan perubahan penggunaan lahan yang dilakukan oleh
beberapa peneliti yaitu bertujuan untuk memahami proses dan pola perubahan
penggunaan lahan yang terjadi di Kabupaten Siak serta faktor yang mendorong
terjadinya perubahan tersebut (Wijaya, 2011). Kayoman (2010) melakukan
pemodelan spasial resiko kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Barat untuk
mengidentifikasi faktor yang menyebabkan terjadinya kebakaran hutan dan lahan
serta memetakan sebaran kelas resiko kebakaran hutan dan lahan.
6
Artificial Neural Network (ANN) dikembangkan untuk model sistem
interkoneksi otak neuron sehingga komputer dibuat meniru kemampuan otak
untuk memilah pola dan belajar dari kesalahan percobaan, sehingga dapat teramati
adanya hubungan antar data (Pijanowski et al., 2002). ANN dalam bahasa
Indonesia mengandung arti jaringan syaraf tiruan, merupakan suatu struktur
komputasi yang dikembangkan berdasarkan proses sistem jaringan syaraf biologi
dalam otak. ANN merupakan suatu metode, teknik atau pendekatan yang
memiliki kemampuan untuk mengukur dan memodelkan suatu perilaku dan pola
yang kompleks.
Kunci dari ANN adalah struktur sistem proses informasi yang terdiri dari
sejumlah besar pengolahan unsur yang saling berhubungan seperti neuron dan
terikat dengan koneksi bobot yang dianalogikan dengan sinapsis (Mas, 2004).
Rosenblatt (1958) dalam (Pijanowski et al., 2002) melakukan pengembangan
jaringan syaraf tiruan, dengan menciptakan ''perceptron''. Perceptron (Gambar
2A) terdiri dari satu simpul, yang menerima input dan hasil sesuai dengan aturan
yang ditetapkan. Jenis jaringan saraf tiruan sederhana ini mampu
mengklasifikasikan data yang terpisah secara linear dan membentuk fungsi linear.
Multi-layer Perceptron (MLP) adalah salah satu bentuk arsitektur jaringan
ANN yang paling banyak digunakan. Umumnya MLP terdiri dari tiga jenis layer
dengan topologi jaringan (Gambar 2B) yaitu lapisan masukan (input layer),
lapisan tersembunyi (hidden nodes) dan lapisan keluaran (output layer) yang
dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu hubungan non-linier di kehidupan
nyata (Rumelhart, Hinton dan Williams, 1986 dalam Pijanowski et al., 2002).
Gambar 2 Simple Perceptron (A) dan Multi-layer Perceptron (B) ilustrasi input
layer, hidden nodes and output layer
Aplikasi ANN untuk memodelkan suatu perubahan penggunaan lahan
terdiri dalam empat tahap, yaitu (1) menentukan input dan arsitektur jaringan, (2)
melatih jaringan menggunakan sebagian piksel dari input, (3) menguji jaringan
menggunakan semua piksel dari input dan (4) menggunakan informasi yang telah
dihasilkan oleh jaringan untuk memprediksi perubahan pengunaan lahan
(Pijanowski et al., 2002).
Penggunaan metode ANN untuk pemodelan perubahan penggunaan lahan
sudah banyak digunakan oleh peneliti, yaitu untuk memodelkan perubahan
pemukiman di Michigan, baik pada skala lokal maupun regional (Pijanowski et
al., 2002). Tasya (2012) yang melakukan pemodelan perubahan penggunaan lahan
dengan pendekatan ANN untuk memprediksi perubahan penggunaan lahan dan
prediksi penggunaan lahan tahun 2018 di Kabupaten Bengkalis. Selain sebagai
metode pengolahan spasial perubahan penggunaan lahan, metode ANN juga
7
digunakan untuk mengetahui pengaruh perubahan iklim pada produktivitas
perkebunan kelapa sawit (Hermantoro, 2011) dan modelisasi curah hujan
limpasan (Ardanaka, 2013). ANN telah digunakan di berbagai disiplin ilmu
seperti ekonomi, kesehatan, klasifikasi bentang lahan, pengenalan pola, prediksi
kondisi iklim, dan penginderaan jauh (Atkinson dan Tatnall, 1997).
Keuntungan dari pendekatan ANN yaitu kemampuan dalam menangani
fungsi non-linear, melakukan estimasi fungsi model bebas, mengidentifikasi dari
hubungan data yang tidak diketahui, dan menggeneralisasi error. ANN terbukti
sangat fleksibel untuk fungsi approximators semua jenis data (Mas, 2004).
Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang
Menurut UU N0.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, tata ruang
adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Penataan ruang adalah suatu sistem
proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan
ruang. Rencana tata ruang pada hakekatnya menjadi arahan pemanfaatan ruang
untuk mewujudkan keserasian dan keselarasan pemanfaatan ruang untuk kawasan
lindung dan budidaya. Rencana tata ruang berfungsi sebagai pengendali
pemanfaatan ruang agar aspek-aspek keselarasan dan kelestarian lingkungan
hidup tetap terjaga.
Pemanfaatan ruang/ lahan merupakan realisasi dari Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) yang telah disusun. Pemanfaatan ruang/ lahan yang sesuai
dengan ketentuan RTRW dikatakan konsisten atau selaras dengan rencana
peruntukan. Namun, permasalahan dalam pengembangan wilayah mengakibatkan
terjadinya pemanfaatan ruang/lahan menyimpang dari ketentuan RTRW.
Inkonsistensi atau ketidakselarsan tata ruang merupakan bentuk ketidaksesuaian
antara pemanfaatan ruang dengan peruntukan tata ruang. Analisis inkonsistensi
pemanfaatan ruang terhadap RTRW bertujuan untuk mengetahui apakah
pemanfaatan ruang yang telah dilakukan sesuai dengan RTRW yang telah
ditetapkan.
Rencana tata ruang wilayah yang dimiliki setiap kabupaten dan kota pada
dasarnya berfungsi sebagai alat pengendali perubahan tata guna lahan. Namun
proses perencanaan tata ruang wilayah masih berorientasi pada pertimbangan
ekonomi menyebabkan kepentingan-kepentingan untuk berlangsungnya fungsi
ekologis kurang diakomodasi (Pribadi et al., 2006). Pemanfaatan dan penggunaan
lahan diperlukan suatu perencanaan tataguna lahan sehingga pemanfaatan suatu
lahan sesuai dengan peruntukan dan kapasitasnya (Hardjowigeno dan
Widiatmaka, 2007).
Menurut Rustiadi (2001), proses alih fungsi lahan merupakan suatu bentuk
konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi perubahan struktur
sosial ekonomi masyarakat yang sedang berkembang. Perkembangan yang
dimaksud tercermin dari adanya: 1) pertumbuhan aktivitas pemanfaatan
sumberdaya alam akibat meningkatnya permintaan kebutuhan terhadap
penggunaan lahan sebagai dampak dari peningkatan jmlah penduduk dan
pendapatan perkapita, dan 2) adanya pergeseran kontribusi sektor-sektor
pembangunan dari sektor-sektor primer (sektor-sektor pertanian dan pengelolaan
sumberdaya alam) ke aktivitas sektor-sektor sekunder (industri manufaktur dan
jasa).
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret 2015 sampai Agustus 2015
dengan Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung sebagai studi kasus
penelitian. Analisis data dilakukan di Laboratorium Penginderaan Jauh dan
Informasi Spasial, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Tabel 1 Bahan yang digunakan dalam penelitian
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Data
Citra Landsat TM 7
tahun 2000, 2010 dan
2011
Citra Landsat TM 8
tahun 2014
Peta Rupa Bumi
Indonesia (RBI)
Peta penggunaan/
penutupan lahan tahun
2000, 2010 dan 2014
Data kepadatan
penduduk Kabupaten
Lampung Barat tahun
2010
Peta DEM-SRTM
Peta RTRW Kabupaten
Lampung Barat
Skala/
Resolusi
30 x 30 m
30 x 30 m
1:50.000
-
30x30
-
Sumber
Keterangan
www.earthexplorer.
usgs.gov
Interpretasi
penggunaan lahan
www.earthexplorer.
usgs.gov
Bakosurtanal/
Badan Informasi
Geospasial (BIG)
Kementerian
Kehutanan
Interpretasi
penggunaan lahan
Peta dasar,
variabel atau
faktor pendorong
Acuan dalam
interpretasi
penggunaan lahan
Variabel atau
faktor pendorong
dalam pemodelan
Badan Pusat
Statistik
Kabupaten
Lampung Barat
earthexplorer.usgs.
gov
Bappeda
Kabupaten
Lampung Barat
variabel atau
faktor pendorong
dalam pemodelan
Analisis
Peruntukan Lahan
Tabel 2 Software yang digunakan dalam penelitian
No.
Software
Fungsi
1. Idrisi Selva
Pemodelan perubahan penggunaan lahan
2. ArcGis 9.3
Interpretasi citra
3. Erdas 9.2
Pengolahan citra
4. Microsoft Excel
Pengolahan data atribut dari peta penggunaan lahan
5. Microsoft Word
Penulisan Tugas Akhir
Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu tahap persiapan, tahap
pengolahan data, tahap pembuatan model dan peta proyeksi penggunaan lahan
serta tahap validasi model. Secara ringkas tahapan penelitian disajikan pada
Gambar 3.
Citra Landsat
Tahun 2000
Citra Landsat
Tahun 2010
Citra Landsat
Tahun 2014
Peta
Kemiringan
Lereng
Peta Penggunaan
Lahan Tahun 2010
Peta Penggunaan
Lahan Tahun 2014
Peta Jarak ke
Pemukiman
Distance
Image Calculator
Jarak ke Jalan, Jarak ke Sungai,
Jarak ke Pemukiman, Jarak ke Hutan
Proporsi=0.2402 * e (-0.9464 *
(peta jarak ke pemukiman)/1000)
Peubah Bebas
Interpretasi Visual
Peta Penggunaan
Lahan Tahun 2000
Peta Jalan, Peta Sungai, Peta Penggunaan Lahan
Pemukiman, Peta Penggunaan Lahan Hutan
Input Model
Land
Change
Modeler
Running Model
Peta Peluang Perubahan
Metode ANN
Peta Proporsi
Image Calculator
Validasi Model
Peta Ketidakselarasan Penggunaan
Lahan Kabupaten Lampung Barat
Tahun 2010 dan 2030
Peta Prediksi Penggunaan
Lahan Tahun 2030
Kepadatan penduduk
Pd = ρ* A * P * C
Overlay
Peta Kepadatan
Penduduk
Peta RTRW Kabupaten Lampung
Barat Tahun 2010-2030
Overlay
Gambar 3 Diagram alir metode penelitian
9
10
Tahap Persiapan
Tahap persiapan meliputi penentuan metode, studi literatur, dan
pengumpulan data yang dibutuhkan dalam penelitian. Data yang dipersiapkan
dalam penelitian ini antara lain citra landsat, peta RBI, data kepadatan penduduk,
DEM-SRTM dan peta RTRW Kabupaten Lampung Barat.
Tahap Pengolahan Data
Tahap pengolahan data mencakup interpretasi citra Landsat untuk
pemetaan penggunaan lahan dan pengolahan data atribut dan spasial.
Interpretasi Citra untuk Pemetaan Penggunaan Lahan
Interpretasi citra Landsat tahun 2000, 2010 dan 2014 dilakukan secara
visual. Citra satelit Kabupaten Lampung Barat terdiri dari 2 scene: path/row
124/63 dan 124/64 sehingga perlu dilakukan penggabungan (mosaic) citra. Citra
landsat tahun 2010 mengalami kerusakan (LSC off) (Gambar 4) dan diperbaiki
dengan cara menampal gap dengan citra tahun sebelum dan sesudah 2010.
Selanjutnya, semua citra diinterpretasi dengan mengacu pada peta penutup lahan
dari Kementerian Kehutanan dengan cara menyesuaikan atau menambahkan
poligon pada peta penutupan lahan Kementerian Kehutanan. Interpretasi
menghasilkan peta penggunaan lahan Kabupaten Lampung Barat tahun 2000,
2010 dan 2014. Perubahan penggunaan lahan dari tahun 2000 ke tahun 2010
dijadikan sebagai peubah dependen dalam model, sedangkan hasil interpretasi
tahun 2014 digunakan sebagai validasi peta proyeksi pemodelan.
Gambar 4 Citra landsat tahun 2010 yang mengalami kerusakan (LSC off)
Peta penggunaan lahan hasi reinterpretasi diDissolve ke kelas penggunaan
lahan. Format data yang dipakai dalam Idrisi Selva berupa raster dan memilih
piksel dengan ukuran 50 x 50 m. Ukuran ini dipilih atas dasar pertimbangan yang
paling mendekati ukuran resolusi spasial citra Landsat dan berdasarkan penelitian
sebelumnya yaitu Tasya, 2010 dan Ridwan, 2014, ukuran ini merupakan ukuran
piksel terbaik untuk pemodelan menggunakan citra landsat. Tipe data yang
digunakan adalah dalam bentuk byte, yang menyatakan bilangan dengan nilai
range 8 bit biner (0-255) dan hanya berisi bilangan non-negatif.
11
Pengolahan Data Atribut dan Spasial untuk Peubah Bebas
Peubah bebas yang dipakai yaitu jarak ke jalan, jarak ke sungai, jarak ke
pemukiman, jarak ke hutan, peta lereng dan kepadatan penduduk. Peta jalan dan
sungai diperoleh dari peta RBI skala 1 : 50.000. Peta jarak ke jalan dibuat dengan
cara memasukkan peta jalan ke modul Distance dengan memilih menu GIS
Analysis -Distance Operator - Distance pada Idrisi Selva. Jarak dihitung
berdasarkan Euclidean, yaitu jarak dari satu obyek ke obyek lainnya. Satuan jarak
yang digunakan adalah meter. Peta jarak ke sungai, jarak ke pemukiman dan jarak
ke hutan diolah mengikuti cara pengolahan peta jarak ke jalan. Jarak ke jalan
merupakan faktor pendorong perubahan dari segi ekonomi. Semakin dekat dengan
jalan maka peluang terjadinya perubahan penggunaan lahan semakin besar karena
akses semakin mudah. Jarak ke sungai, jarak ke pemukiman dan jarak ke hutan
merupakan faktor pendorong terjadinya perubahan berkaitan dengan budaya
masyarakat. Budaya masyarakat yang hidup bergantung pada sumber air dan
hutan, maka semakin dekat dengan sumber air dan hutan, maka semakin banyak
peluang terjadinya perubahan karena banyaknya faktor campur tangan manusia.
Begitu juga dengan jarak ke pemukiman, semakin dekat jarak ke pemukiman
maka semakin besar terjadinya perubahan penggunaan lahan karena kebutuhan
manusia yang bergantung pada alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kepadatan penduduk merupakan faktor pendorong terjadinya perubahan
dari segi sosial. Data kepadatan penduduk digunakan untuk membuat peta
kepadatan penduduk. Semakin padat penduduk, maka kebutuhan akan pemukiman
akan semakin besar sehingga sehingga konversi lahan akan semakin banyak. Peta
kepadatan penduduk dibuat dengan modul Image Calculator pada Idrisi Selva
dengan memasukkan rumus proporsi populasi (Muin, 2009).
Rumus proporsi populasi yaitu:
P = 0.2402 * e (-0.9464 * (peta jarak ke pemukiman)/1000)
dimana jarak ke pemukiman dalam satuan meter. Peta kepadatan penduduk per
piksel dibuat dengan rumus :
Pd = ρ* A * P * C
dimana
Pd : peta kepadatan penduduk per piksel
ρ : kepadatan penduduk non-spasial (penduduk/km2)
A : luas wilayah penyebaran populasi (km2) = 3,14 * (2 km)2 = 12,5 km2
P : proporsi populasi
C : faktor konversi, dari 1 km2 ke 1 piksel
Peta lereng dibuat dari DEM-SRTM 30 m dengan memilih menu GIS
Analysis - Surface Analysis - Topographic Variables - Slope pada Idrisi Selva.
Lereng dikelompokkan dari lereng datar sampai sangat curam dengan simbol
gradasi warna gelap sampai ke terang. Lereng digunakan sebagai variabel
pendorong terjadinya perubahan dari segi kondisi fisik lahan.
Pemodelan dan Proyeksi Penggunaan Lahan
Model yang digunakan dalam penelitian adalah ANN. Pemodelan dan
proyeksi dilakukan dengan menggunakan menu Land Change Modeler (LCM) di
dalam software Idrisi Selva, yang terdiri dari analisis perubahan (Change
12
Analysis), pemodelan perubahan penggunaan lahan (Transition Potential), dan
proyeksi penggunaan lahan (Change Prediction).
Gambar 5 Tampilan jendela menu Land Change Modeler (LCM)
tab Change Analysis pada Idrisi Selva
Analisis perubahan (Change Analysis). Tahapan ini untuk menganalisis
perubahan penggunaan lahan yang telah terjadi selama dua titik tahun. Tahap ini
menghasilkan grafik perubahan luas setiap penggunaan lahan dan menghasilkan
kelas perubahan dimana pada proyeksi penggunaan lahan ini merupakan peubah
dependen yang akan digunakan dalam ANN pada tahap selanjutnya. Luas
perubahan penggunaan lahan kurang dari 10 ha tidak dilakukan pemodelan
prediksi penggunaan lahannya dikarenakan luasan tersebut sangat kecil.
Pemodelan perubahan penggunaan lahan (Transition Potentials). Tahapan
ini bertujuan untuk memprediksi lokasi yang berpotensi mengalami perubahan
penggunaan lahan. Variabel pendorong yang digunakan untuk membangun model
ditentukan pada tahap ini. Peubah dependen dimodelkan satu per satu yang
dinamakan Sub-Model dengan peubah bebas dimasukkan kedalam masing-masing
Sub-Model tersebut. Variabel pendorong masing-masing diuji nilai Cramer’s V
untuk melihat keterkaitan antara variabel tersebut dengan kelas penggunaan lahan.
Rentang nilai yang didapat berkisar antara 0-1, dimana 0 menunjukkan tidak ada
keterkaitan, sedangkan 1 menunjukkan adanya keterkaitan antara variabel tersebut
dengan kelas penggunaan lahan yang mendorong terjadinya perubahan. Nilai
Cramer’s V > 0,10 berarti variabel tersebut dapat digunakan dalam model.
Keenam variabel yang digunakan memiliki nilai Cramer’s V lebih dari 0,1
sehingga variabel tersebut dapat dimasukkan ke dalam model.
Setelah nilai Cramer’s V semua variabel diuji, selanjutnya running model
dengan memilih pendekatan yang ditetapkan yaitu Multilayer Perceptron (MLP)
Neural Network. Model akan berhenti apabila telah mencapai kondisi yang
ditentukan, yaitu iterasi 5000, RMS 0,0001 dan akurasi model 100%. Nilai iterasi
5000 dipilih karena merupakan nilai pengulangan terbaik yang disarankan
software untuk mendapatkan hasil pemodelan yang baik. Sedangkan nilai RMS
(Root Mean Square) 0,0001 merupakan nilai error atau kesalahan yang
diharapkan sekecil mungkin dan akurasi model 100% yang menunjukkan
ketepatan dalam memprediksi peluang perubahan penggunaan lahan yang terjadi.
13
Proyeksi penggunaan lahan (Change Prediction). Peta proyeksi
penggunaaan lahan dilakukan dibuat dalam tahap ini dengan menggunakan
metode Markov Chain. Pada tahap ini menghasilkan matriks peluang perubahan
yang didasarkan pada perubahan penggunaan lahan tahun 2000-2010. Metode ini
mengasumsikan bahwa perubahan yang terjadi di masa depan memiliki pola dan
peluang serupa dengan pola perubahan yang terjadi selama periode waktu yang
digunakan. Proyeksi dilakukan ke tahun 2014 agar peta dapat divalidasi dengan
peta penutupan penggunaan lahan tahun 2014. Proyeksi juga dilakukan ke tahun
2030 karena mengikuti target RTRWK Lampung Barat periode 2010-2030.
Secara rinci, langkah-langkah dalam pemodelan perubahan penggunaan lahan
dengan metode ANN disajikan dalam Lampiran 9.
Validasi Model
Validasi model dilakukan dengan crosstab peta prediksi penggunaan lahan
tahun 2014 terhadap peta penggunaan lahan tahun 2014. Hasil dari crosstab
adalah tabel tabulasi silang luas dan nilai Kappa.
Gambar 6 Tampilan jendela Crosstab
Ketidakselarasan Penggunaan Lahan dengan RTRW
Analisis ketidakselarasan (inkonsistensi) RTRW merupakan cara untuk
melihat seberapa besar tingkat ketidakselarasan pemanfaatan ruang terhadap
RTRW. Analisis dilakukan dengan cara overlay peta Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten (RTRWK) Lampung Barat dengan peta penggunaan lahan
tahun 2010 dan peta prediksi penggunaan lahan tahun 2030. Pengolahan data
atribut dilakukan dalam spread sheet pivot table, sehingga diperoleh luas/proporsi
ketidakselarasan alokasi pemanfaatan lahan RTRWK terhadap target penggunaan
lahan (tahun 2010 dan prediksi 2030).
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Keadaan Umum Daerah
Kabupaten Lampung Barat dengan Ibukota Liwa merupakan salah satu
kabupaten yang ada di Provinsi Lampung. Secara geografis Kabupaten Lampung
Barat terletak pada koordinat antara 4° 47’ 16” – 5° 56’ 42” Lintang Selatan dan
103° 35’ 08” – 104° 33’ 51” Bujur Timur (Gambar 7), dengan batas wilayah
yaitu:
Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bengkulu Selatan Propinsi
Bengkulu dan Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan Propinsi Sumatera
Selatan;
Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten
Way Kanan, Kabupaten Tanggamus, dan Kabupaten Lampung Tengah;
Sebelah selatan berbatasan dengan Selat Sunda dan Samudera Indonesia;
Sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia (BPS, 2010).
Gambar 7 Peta lokasi penelitian
Wilayah Lampung Barat memiliki luas 4.951 km2 atau 13,99% dari luas
wilayah Provinsi Lampung. Secara administrasi Kabupaten Lampung Barat terdiri
dari 17 wilayah kecamatan. Pada tahun 2012 terjadi pemekaran wilayah Lampung
Barat dengan membentuk kabupaten Kabupaten Pesisir Barat dengan luas ± 2.907
km2 atau 8,39% dari Luas Wilayah Provinsi Lampung. Luas Kabupaten Lampung
Barat yang dibagi menjadi 17 kecamatan disajikan pada Tabel 3 berikut ini.
15
Tabel 3 Luas wilayah Kabupaten Lampung Barat dan kepadatan penduduk tahun
2010 menurut kecamatan
Jumlah
penduduk (jiwa)
Pesisir Selatan
409
21.346
Bengkunat
215
7.443
Bengkunat Belimbing
944
23.528
Ngambur
327
17.580
Pesisir Tengah
198
34.437
Karya Penggawa
211
13.986
Pesisir Utara
128
9.332
Lemong
455
14.089
Balik Bukit
176
35.177
Sukau
246
26.800
Belalau
322
25.848
Sekincau
228
36.734
Suoh
342
42.590
Batu Brak
262
12.690
Sumber Jaya
210
41.216
Way Tenong
193
42.117
Gedung Surian
87
14.124
Total
4.951
419.037
Sumber: Badan Pusat Statistika Kabupaten Lampung Barat (2011)
Kecamatan
Luas (km2)
Kepadatan per
km2
52
35
25
54
174
66
73
31
200
109
80
161
125
49
196
218
162
106
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor:
256/Kpts-II/2000, total luas hutan di Kabupaten Lampung Barat (tidak termasuk
Cagar Alam Laut seluas 77.281 ha) adalah 362.811 ha atau 73,0% dari luas
kabupaten. Berdasarkan fungsi hutannya, Kabupaten Lampung Barat memiliki 3
fungsi kawasan hutan, yaitu Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS),
Taman Suaka berupa Cagar Alam Laut (CAL), Hutan Lindung (HL) dan Hutan
Produksi Terbatas (HPT).
Jaringan transportasi di wilayah Kabupaten Lampung Barat sangat
strategis terletak pada perlintasan dari beberapa Provinsi yaitu Bengkulu,
Sumatera Selatan dan Lampung. Secara geografis wilayah ini diuntungkan karena
dilalui oleh jalan Lintas Barat Sumatera, akibatnya mobilitas penduduk, barang
dan jasa dari dan ke wilayah Kabupaten Lampung Barat ini cukup tinggi. Selain
itu, daerah ini juga dilalui oleh jaringan Jalan Nasional yang menghubungkan dari
arah Utara ke Selatan yaitu Propinsi Bengkulu – Provinsi Lampung – Pulau Jawa,
sehingga aksesibilitas transportasi di wilayah ini cukup padat.
Topografi
Topografi Kabupaten Lampung Barat dibagi menjadi 3 (tiga) unit topografi
yakni:
- Daerah dataran rendah: ketinggian 0 sampai 600 meter dari permukaan laut
- Daerah berbukit: ketinggian 600 sampai 1.000 meter dari permukaan laut
- Daerah pegunungan: daerah ketinggian 1.000 sampai dengan 2.000 meter dari
permukaan laut
Bentuk bentang alam sepanjang Pantai Pesisir Barat umumnya datar
sampai berombak dengan kemiringan berkisar antara 3 – 5 persen. Kecamatan
Balik Bukit, Belalau dan Sumberjaya sebagian besar wilayahnya mempunyai
16
ketinggian antara 500 – 1000 meter dari permukaan laut (dpl), sedangkan
Kecamatan Pesisir Utara, Pesisir Tengah dan Pesisir Selatan pada umumnya
mempunyai ketinggian berkisar antara 0 – 500 meter dpl.
Klimatologi
Karakteristik iklim di Kabupaten Lampung Barat diklasifikasikan
berdasarkan klasifikasi Oldemen dan Las Davies. Wilayah ini memiliki dua tipe
iklim akibat pengaruh dari rantai pegunungan Bukit Barisan, yaitu:
1. Zone A (jumlah bulan basah > 9 Bulan) terdapat di bagian barat Taman
Nasional Bukit Barisan Selatan termasuk Krui dan Bintuhan.
2. Zone B (jumlah bulan basah 7 - 9 bulan) terdapat di bagian timur Taman
Nasional Bukit Barisan Selatan.
Curah hujan di Kabupaten Lampung Barat berkisar antara 2.500 – 3.000
mm per tahun. Regim kelembaban tergolong basah (udic), dengan kelembaban
berkisar antara 50 – 80%. Regim suhu berkisar dari panas (isohypothermic) pada
dataran pantai (di bagian barat) sampai dingin (isomesic) di daerah perbukitan,
dengan persentase penyinaran matahari berkisar 37,9 – 50,0%.
Geomorfologi dan Kemiringan Lereng
Kabupaten Lampung Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 grup landform
utama, yaitu: (1) Marin (M), (2) Fluvial (F), (3) Denudasional (D) , (4) Struktural
(S), (5) Vulkanik (V), (6) Kars (K). Sebagian besar wilayah Kabupaten Lampung
Barat merupakan daerah perbukitan dan pegunungan dengan kelerengan curam
hingga terjal. Morfometrik kabupaten ini dibagi menjadi 3 (tiga) satuan
geomorfologi yaitu:
a. Satuan geomorfologi dataran aluvial
b. Satuan geomorfologi perbukitan
c. Satuan geomorfologi pegunungan
Kemiringan lereng bervariasi dari datar sampai sangat terjal. Sebagian
besar wilayah Lampung Barat berlereng miring (5-15%) sampai sangat terjal
(>40%) yang memanjang dari utara ke selatan di sepanjang Patahan Semangka
(Tabel 4).
Tabel 4 Kemiringan lereng di Kabupaten Lampung Barat dan luasannya
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Kelas Lereng (%)
0–3
3–5
5 – 15
15 – 25
25 – 40
> 40
Keterangan
Datar
Landai
Miring
Curam
Terjal
Sangat Terjal
Luas (Ha)
16.267
70.358
100.938
131.259
109.489
72.315
Luas (%)
3,25
14,05
20,16
26,22
21,87
14,44
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penggunaan Lahan di Kabupaten Lampung Barat
Hasil interpretasi visual citra Landsat tahun 2000 dan 2010, Kabupaten
Lampung Barat memiliki 11 kelas penggunaan lahan yaitu belukar, belukar rawa,
hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, pemukiman, pertanian
lahan kering, pertanian lahan kering campur semak, rumput, sawah, tanah kosong
dan tubuh air (Gambar 8 dan Gambar 9).
Gambar 8 Peta penggunaan lahan Kabupaten Lampung Barat tahun 2000
Gambar 9 Peta penggunaan lahan Kabupaten Lampung Barat tahun 2010
18
Proporsi luas penggunaan lahan di Kabupaten Lampung Barat tahun 2000
dan 2010 disajikan pada Tabel 5 berikut ini.
Tabel 5 Luas penggunaan lahan Kabupaten Lampung Barat tahun 2000 dan 2010
Penggunaan Lahan
Belukar
Belukar Rawa
Hutan Lahan Kering Primer
Hutan Lahan Kering Sekunder
Pemukiman
Pertanian Lahan Kering
Pertanian Lahan Kering Campur Semak
Rumput
Sawah
Tanah Kosong
Tubuh Air
Total
2000
(Ha)
(%)
87.905
17,53
815
0,16
138.603
27,64
57.069
11,38
2.590
0,52
15.399
3,07
178.223
35,54
658
0,13
18.466
3,68
505
0,10
1.278
0.25
501.509
100.00
2010
(Ha)
74.533
377
123.025
59.648
2.873
15.998
204.166
608
18.850
153
1.280
501.509
(%)
14,86
0,08
24,53
11,89
0,57
3,19
40,71
0,12
3,76
0,03
0.26
100.00
Penggunaan lahan terbesar di Kabupaten Lampung Barat tahun 2000 dan
2010 adalah pertanian lahan kering campur semak. Pada tahun 2000 pertanian
lahan kering campur semak memiliki luas 178.223 ha atau 35,54% dari total luas
wilayah, namun pada tahun 2010 terjadi peningkatan pertanian lahan kering
campur semak menjadi 40,71%. Penggunaan lahan terbesar kedua adalah hutan
lahan kering primer. Hutan lahan primer yang pada tahun 2000 seluas 138.603 ha.
Pada tahun 2010 luas hutan ini menurun sebesar 15.578 ha menjadi 123.025 ha
(24,53%). Hutan lahan kering primer di Kabupaten Lampung Barat masih
tergolong luas dikarenakan daerah ini termasuk dalam kawasan Taman Nasional
Bukit Barisan Selatan. Sementara, luas hutan lahan kering sekunder mengalami
peningkatan sebesar 2.579 ha selama kurun waktu 2000-2010.
Peningkatan luasan juga terjadi pada pertanian lahan kering, sawah dan
pemukiman masing-masing seluas 599 ha, 383 ha dan 283 ha. sebaliknya, belukar
mengalami penurunan luas dari tahun 2000 seluas 87.905 ha menjadi 74.533 ha
pada tahun 2010. Hal yang sama terjadi pada penggunaan lahan belukar rawa,
tanah kosong dan rumput yang mengalami penurunan luasan masing-masing
sebesar 438 ha, 352 ha dan 50 ha. Sementara itu, tubuh air cenderung tetap
luasannya.
Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Lampung Barat
Deteksi perubahan penggunaan lahan Kabupaten Lampung Barat tahun
2000-2010 dilakukan dengan metode tabulasi silang (crosstab)