Strategi Pengembangan Hutan Rakyat Di Kabupaten Kebumen

STRATEGI PENGEMBANGAN HUTAN RAKYAT
DI KABUPATEN KEBUMEN

ANDY RISASMOKO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Pengembangan
Hutan Rakyat di Kabupaten Kebumen adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2015

Andy Risasmoko
NIM E151130161

RINGKASAN
ANDY RISASMOKO. Strategi Pengembangan Hutan Rakyat di Kabupaten
Kebumen. Dibimbing oleh HARDJANTO dan LETI SUNDAWATI.
Pengembangan hutan rakyat perlu memahami sistem pengelolaan hutan
rakyat yang meliputi subsistem produksi, pemasaran, pengolahan dan
kelembagaan. Apabila dalam pengelolaan hutan rakyat masih ada subsistem yang
lemah, maka subsistem ini akan menentukan keberhasilan dan keberlanjutan
usaha hutan rakyat. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis sistem pengelolaan
hutan rakyat di Kabupaten Kebumen dan mengetahui subsistem yang paling
lemah sehingga dapat disusun strategi untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Kebumen mulai Januari sampai
dengan Maret 2015 dengan menggunakan metode survey dan observasi lapang.
Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara sedangkan data sekunder
diperoleh dari instansi terkait melalui penelusuran dokumen. Pemilihan responden
dilakukan secara purposive sampling dengan jumlah responden 60 orang petani
hutan rakyat, 7 orang tengkulak dan 5 orang pemilik industri pengolahan kayu.
Pemilihan responden ahli dilakukan dengan cara snowball sampling dengan

jumlah responden 12 orang. Analisis data secara kualitatif dan kuantitatif
dilakukan pada subsistem produksi, pemasaran, pengolahan, dan kelembagaan.
Analisis SWOT digunakan untuk merumuskan strategi pengembangan hutan
rakyat dan strategi prioritas ditentukan dengan menggunakan analisis QSPM.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa subsistem pemasaran merupakan
subsistem yang paling lemah dalam pengelolaan hutan rakyat di Kabupaten
Kebumen. Pola pemasaran dan perilaku pasar merupakan titik lemah pada
subsistem pemasaran. Faktor kekuatan dominan berupa status kepemilikan lahan
milik sendiri. Sedangkan faktor kelemahan utama adalah petani sulit untuk
memperoleh informasi pasar. Faktor peluang dominan berupa permintaan kayu
selalu ada. Sedangkan faktor ancaman yang memiliki nilai tertinggi, yaitu
tengkulak menguasai pemasaran kayu. Analisis SWOT berada pada posisi strategi
(O – W) yang didasarkan pada pemanfaatan seluruh peluang untuk mengurangi
kelemahan. Hasil matriks QSPM menunjukkan strategi prioritas alternatif yang
terpilih, yaitu pemberian pelatihan, pembinaan dan penyuluhan untuk
meningkatkan kapasitas petani terkait pemanenan, pengolahan dan pemasaran
kayu. Oleh karena itu, Dinas Kehutanan dan pihak-pihak terkait perlu merubah
strategi dalam memberikan program dan bantuan terkait dengan hutan rakyat.
Program dan bantuan perlu dialokasikan untuk penguatan pengetahuan,
keterampilan dan kapasitas petani dalam kegiatan pemanenan, pengolahan dan

pemasaran kayu.
Kata kunci: hutan rakyat, pemasaran, strategi pengembangan

SUMMARY
ANDY RISASMOKO. Development Strategy of Private Forest in Kebumen
District. Supervised by HARDJANTO and LETI SUNDAWATI.
Developing private forest needs understanding of management systems that
include production, marketing, processing and institutional sub systems. The
weakness subsystem will affect the success and sustainability of private forest.
The purposes of this study are to analyze the system of private forest management
in Kebumen District and to observe the weakest subsystem in order to formulate
strategies to address the problem.
This study was conducted in Kebumen District from January until March
2015, applying survey methods and field observations. Primary data were
collected through interviews, while secondary data were obtained from relevant
agencies through searching documents and reports. Respondents were selected
purposively. Number of respondent is 60 private forest farmers, 7 middlemen, and
5 sawmill industry owners. While expert respondent was selected using snowball
sampling, the number of respondent is 12 people. Qualitative and quantitative
analysis methods were performed on the analisys of subsystems of production,

marketing, processing, and institutional. While SWOT analysis was implemented
to formulate the development strategies of private forests and priority strategies
was determined by using QSPM analysis.
This study shows that marketing subsystem is the weakest subsystem in the
management of private forests in Kebumen District. Marketing patterns and
market behavior are two weakest points in the marketing subsystem. Dominant
factor of strength was private land ownership. While the main factor of
weaknesses was difficulties of farmers to obtain market information. Dominant
factor of opportunity was continous availability of demand on timber. The factor
of threat that has largest value was middlemen control on timber marketing.
Result of SWOT analysis shows the strategy position at opportunity-weakness
strategy, which based on the exploiting of entire external forces opportunities to
reduce internal weaknesses. QSPM matrix result shows that the chosen alternative
strategy priorities is the first alternative, i.e. provision of training, coaching and
extension to improve the farmer capacity on harvesting, processing and marketing
of timber. Therefore, forestry agencies and stakeholders need to change their
strategies to provide programs and assistances related to private forest. Programs
and assistances need to be allocated more to strengthening knowledge, skills and
capacity of farmers in harvesting, processing and marketing of timber.
Keywords: development strategies, marketing, private forest


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

STRATEGI PENGEMBANGAN HUTAN RAKYAT
DI KABUPATEN KEBUMEN

ANDY RISASMOKO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada

Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS

Judul Tesis : Strategi Pengembangan Hutan Rakyat di Kabupaten Kebumen
Nama
: Andy Risasmoko
NIM
: E151130161

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Hardjanto, MS
Ketua


Dr Ir Leti Sundawati, MSc F Trop
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Pengelolaan Hutan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Tatang Tiryana, SHut MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

Tanggal Ujian: 29 Oktober 2015

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 ini ialah
hutan rakyat, dengan judul Strategi Pengembangan Hutan Rakyat di Kabupaten
Kebumen.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Hardjanto, MS dan
Ibu Dr Ir Leti Sundawati, MSc F Trop selaku dosen pembimbing atas bimbingan,
nasehat, dan arahan serta kepada Bapak Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto selaku
dosen penguji. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak
Sutarman, A.Md, Bapak Widodo, Bapak Triyono, S.TP dan Bapak Rusman dari
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kebumen atas bantuan dan
kerjasamanya selama di lokasi penelitian. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada bapak, ibu, istri serta seluruh keluarga atas segala doa dan
dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor,

November 2015
Andy Risasmoko


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
3
6
6
6

2 METODOLOGI

Kerangka Pemikiran
Lokasi dan Waktu Penelitian
Metode Pengumpulan Data
Analisis Data

7
7
8
8
9

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
13
Kondisi Umum Kabupaten Kebumen
13
Iklim
13
Jenis Tanah
14
Hidrologi

14
Penggunaan Lahan
14
Kondisi Perekonomian
15
Kondisi Sosial Ekonomi Pelaku Usaha Hutan Rakyat
15
Faktor-Faktor Strategis Pengembangan Hutan Rakyat di Kabupaten
Kebumen
17
Subsistem Produksi
17
Kepemilikan Lahan
17
Luas Hutan Rakyat
18
Potensi Tegakan
19
Pola Tanam
20
Pemeliharaan Tanaman
21
Hama dan Penyakit Tanaman
21
Subsistem Pemasaran
21
Pola Pemasaran dan Efisiensi Pemasaran
21
Rantai Pemasaran
24
Struktur Pasar
25
Perilaku Pasar
26
Subsistem Pengolahan
28
Jumlah Industri Pengolahan Kayu Rakyat
28
Kapasitas Produksi
29
Tingkat Persediaan Bahan Baku Industri
30
Subsistem Kelembagaan
30
Lembaga Pengurusan Hutan Rakyat
30

Peran Pemerintah
Aturan
Lembaga Keuangan (Permodalan)
Analisis Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat
Subsistem yang sudah baik
Subsistem yang paling lemah
Analisis Strategi
Faktor Internal-Kekuatan (Strength)
Faktor Internal-Kelemahan (Weakness)
Faktor Eksternal-Peluang (Opportunities)
Faktor Eksternal-Ancaman (Threat)
Analisis Strategi Prioritas Pengembangan Hutan Rakyat

31
31
32
32
35
36
36
37
39
42
45
47

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

50
50
50

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

51
54
64

DAFTAR TABEL
1 Kategori nilai subsistem pengelolaan hutan rakyat
2 Penggunaan lahan di Kabupaten Kebumen
3 Jumlah responden berdasarkan kelas umur
4 Jenis pekerjaan utama responden
5 Pendidikan formal responden
6 Jumlah responden yang pernah dan tidak pernah mengikuti pelatihan
7 Pendapatan dan biaya usaha hutan rakyat
8 Sebaran hutan rakyat di wilayah Utara dan Selatan Kabupaten Kebumen
9 Luas hutan rakyat milik responden
10 Potensi hutan rakyat yang dimiliki responden di lokasi penelitian
11 Pola tanam hutan rakyat
12 Distribusi responden berdasarkan saluran pemasaran
13 Distribusi responden berdasarkan sistem pemanenan
14 Analisis margin pemasaran dan keuntungan kayu sengon dan jati
di Kabupaten Kebumen
15 Jumlah tengkulak kayu berdasarkan wilayah pemasaran
16 Industri penggergajian kayu rakyat di lokasi penelitian
17 Kapasitas produksi industri penggergajian kayu di lokasi penelitian
18 Tingkat persediaan bahan baku industri pengolahan kayu rakyat
di lokasi penelitian
19 Karakteristik KTH Sidodadi dan KTH Tlogo Mulyo
20 Jenis bantuan pemerintah untuk pengembangan hutan rakyat
21 Hasil penilaian subsistem produksi
22 Hasil penilain subsistem pemasaran
23 Hasil penilaian subsistem pengolahan
24 Hasil penilaian subsistem kelembagaan
25 Kategori nilai subsistem pengelolaan hutan rakyat
26 Evaluasi faktor internal kekuatan (strength)
27 Jenis penggunaan lahan di lokasi penelitian
28 Evaluasi faktor internal kelemahan (weakness)
29 Evaluasi faktor eksternal peluang (opportunities)
30 Industri pengolahan kayu di sekitar Kabupaten Kebumen
31 Evaluasi faktor eksternal ancaman (threat)
32 Matriks SWOT
33 Rekapitulasi matriks pengambilan keputusan strategi pengembangan
hutan rakyat di Kabupaten Kebumen

11
15
15
16
16
17
17
18
19
19
20
22
22
23
25
28
29
30
30
31
33
33
34
34
35
37
39
40
43
44
45
47
49

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

Perkembangan luas hutan rakyat di Kabupaten Kebumen
Pohon masalah (problem tree) pengelolaan hutan rakyat
Kerangka pemikiran
Diagram SWOT
Hutan rakyat di wilayah Kabupaten Kebumen
Pola tanam agroforestri pada hutan rakyat

1
3
7
12
19
20

7 Pola pemasaran kayu rakyat
8 Persentase penentuan harga kayu rakyat
9 Industri penggergajian kayu
10 Rekapitulasi nilai masing-masing subsistem
11 Pertemuan rutin paguyuban KTH
12 Posisi strategi pengembangan hutan rakyat di Kabupaten Kebumen

22
27
29
35
39
48

DAFTAR LAMPIRAN
1 Jenis, sumber dan teknik pengumpulan data
2 Variabel dan definisi operasional dari karakteristik petani hutan rakyat
3 Variabel dan definisi operasional dari subsistem produksi
4 Variabel dan definisi operasional dari subsistem pemasaran
5 Variabel dan definisi operasional dari subsistem pengolahan
6 Variabel dan definisi operasional dari subsistem kelembagaan
7 Data karakteristik responden
8 Karakteristik lahan responden
9 Nilai rata-rata dan rata-rata rating faktor strategis pada analisis SWOT
10 Prioritas strategi alternatif terpilih berdasarkan QSPM

55
56
56
57
58
58
58
60
61
62

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang

Luas hutan rakyat (ha)

Kabupaten Kebumen merupakan salah satu daerah di Jawa Tengah yang
mempunyai potensi wilayah yang beragam. Sektor pertanian (termasuk
kehutanan) merupakan sektor penyumbang produk domestik regional bruto
(PDRB) terbesar di Kabupaten Kebumen, yaitu 34.26% (BPS Kabupaten
Kebumen 2013). Hal ini menunjukkan Kabupaten Kebumen memiliki
sumberdaya alam pertanian dan kehutanan termasuk hutan rakyat yang bisa
dikelola dengan baik dan berkelanjutan. Luas wilayah Kabupaten Kebumen
adalah 128 111.50 ha memiliki kondisi wilayah berupa daerah dataran rendah dan
pegunungan. Pada tahun 2010 tercatat 88 343.50 ha (69%) merupakan lahan
kering dan 39 768 ha (31%) lahan sawah. Penggunaan lahan kering (bukan sawah)
dibagi menjadi lahan untuk pertanian seluas 42 799.50 ha dan bukan untuk
pertanian 45 544 ha (Pemkab Kebumen 2012). Sedangkan luas lahan kritis di
Kabupaten Kebumen adalah 31 819.36 ha (Dishutbun Kabupaten Kebumen 2014).
Apabila lahan kering dikelompokkan menjadi lahan untuk pertanian dan
bukan untuk pertanian, maka sekitar 48% lahan kering dimanfaatkan untuk
kegiatan pertanian. Lahan kering tersebut dapat berupa tegalan, ladang,
perkebunan, hutan rakyat dan padang penggembalaan.
Kabupaten Kebumen memiliki perkembangan luas hutan rakyat yang terus
meningkat. Pada tahun 2011, hutan rakyat di wilayah Kabupaten Kebumen seluas
11 474 ha, meningkat menjadi 18 250 ha pada tahun 2014. Pembangunan hutan
rakyat di Kabupaten Kebumen pada tahun 2011 sampai dengan 2031 diharapkan
mencapai 30 926 ha. Hal ini dituangkan dalam Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun
2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kebumen. Jumlah
Kelompok Tani Hutan (KTH) saat ini sebanyak 370 kelompok. Sedangkan jumlah
industri kayu di Kabupaten Kebumen sebanyak 93 unit (Dishutbun Kabupaten
Kebumen 2014). Gambar 1 memperlihatkan perkembangan luas hutan rakyat di
Kabupaten Kebumen.

Tahun
Gambar 1 Perkembangan luas hutan rakyat di Kabupaten Kebumen

2
Untuk itu, sektor kehutanan memiliki potensi yang dapat dikembangkan
melalui usaha hutan rakyat. Apalagi hutan rakyat di Kabupaten Kebumen
memiliki perkembangan luas yang terus meningkat. Untuk memperoleh manfaat
yang optimal dari hutan rakyat maka perlu dukungan dari berbagai pihak untuk
terus meningkatkan sistem pengelolaan hutan rakyat yang telah berjalan saat ini.
Manfaat hutan rakyat meliputi manfaat ekologi, ekonomi dan sosial.
Mahendra (2009) menyatakan hutan rakyat dengan pola tanam agroforestri
(wanatani) memiliki pengaruh terhadap aspek ekologi yang signifikan. Pohon
memiliki peranan terhadap peningkatan kesuburan tanah, mengurangi laju erosi
(Andayani 2003; Sudiana et al. 2009) karena serasah ada di permukaan tanah,
terciptanya iklim mikro, memperbaiki karakter hidrologi serta melimpahnya
keragaman flora dan fauna. Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah
XI Jawa Madura (2009) menyebutkan hutan rakyat berperan terhadap lingkungan
terutama ketersediaan sumber air secara lokal dan dapat memunculkan sumbersumber air yang menjadi sumber air bersih. Selain itu, hutan rakyat memiliki
manfaat ekonomi, yaitu berperan dalam meningkatkan pendapatan petani dan
perekonomian daerah (Dirgantara 2008; Irawanti et al. 2012). Pendapatan dari
hutan rakyat adalah pendapatan tambahan dengan kisaran tidak lebih dari 10%
dari total pendapatan petani (Hardjanto 2000; Darusman dan Hardjanto 2006).
Hardjanto (2001) menyebutkan bahwa pendapatan hutan rakyat pada Sub DAS
Cimanuk Hulu berbeda pada zona atas, tengah dan bawah yaitu, 31.5%, 5.6% dan
10.2%. Manfaat lain dari hutan rakyat, yaitu manfaat sosial. Pengembangan hutan
rakyat melibatkan banyak pihak, selain petani sebagai pelaku utama juga
didukung adanya kelembagaan yang berperan dalam pengembangannya. Beberapa
lembaga yang berpengaruh dalam pengembangan hutan rakyat adalah kelompok
tani, instansi pemerintah, lembaga-lembaga masyarakat dan lembaga
perekonomian seperti bank, koperasi, industri (Diniyati et al. 2008). Aspek sosial
yang dapat dilihat dari kegiatan hutan rakyat secara langsung adalah terbukanya
lapangan pekerjaan (Djajapertjunda 2003; Sudiana et al. 2009).
Oleh karena itu, berdasarkan kondisi penggunaan lahan, luas hutan rakyat,
kelompok tani hutan rakyat, jumlah industri kayu yang ada saat ini dan peraturan
daerah yang ada maka memungkinkan dilakukan pengembangan hutan rakyat di
Kabupaten Kebumen. Akan tetapi, dalam pengembangan hutan rakyat perlu
memahami sistem pengelolaan hutan rakyat yang meliputi subsistem produksi,
pemasaran, pengolahan dan kelembagaan (Darusman dan Hardjanto 2006).
Apabila sistem pengelolaan hutan rakyat masih ada subsistem yang lemah, maka
subsistem ini akan menentukan keberhasilan dan keberlanjutan usaha hutan
rakyat. Untuk itu, perlu dilakukan analisis sistem pengelolaan hutan rakyat di
Kabupaten Kebumen untuk mengetahui subsistem yang paling lemah sehingga
dapat ditentukan strategi alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Penelitian mengenai strategi pengembangan hutan rakyat antara lain
dilakukan oleh Supriono et al. (2013) strategi pengembangan hutan rakyat dapat
dilakukan dengan meningkatkan minat masyarakat terhadap usaha rakyat melalui
pembinaan intensif dengan memanfaatkan potensi modal sosial berupa semangat
kekeluargaan, gotong royong serta swadaya para petani. Fauziah dan Diniyati
(2011) menyatakan strategi pengembangan hutan rakyat dapat melibatkan
pesantren. Pesantren dapat memanfaatkan peluang berupa program pemerintah
dalam pengembangan hutan rakyat dan penghijauan. Namun demikian, penelitian

3
strategi pengembangan hutan rakyat di Kabupaten Kebumen dengan menganalisis
subsistem yang paling lemah dapat mengisi kekosongan kajian ilmiah mengenai
pengembangan hutan rakyat. Penelitian ini juga pertama kali dilakukan di wilayah
Kabupaten Kebumen.
Oleh karena itu, penelitian ini menganalisis faktor-faktor internal maupun
faktor-faktor eksternal yang berpengaruh dalam upaya pengembangan hutan
rakyat di Kabupaten Kebumen. Faktor-faktor tersebut berasal dari petani hutan
rakyat, pedagang, industri pengolahan kayu rakyat, pemerintah dan pihak-pihak
lain yang berperan dalam upaya pengembangan hutan rakyat. Tujuan akhir
penelitian ini merekomendasikan strategi pengembangkan hutan rakyat yang
dapat dilakukan di Kabupaten Kebumen.
Perumusan Masalah
Menurut Darusman dan Hardjanto (2006) permasalahan hutan rakyat
meliputi empat subsistem, yaitu produksi, pemasaran, pengolahan dan
kelembagaan. Permasalahan pengelolaan hutan rakyat di Kabupaten Kebumen
ditunjukkan oleh pohon masalah (problem tree) pada Gambar 2.
Produktivitas tegakan
hutan rakyat rendah

Pendapatan masyarakat
belum meningkat

Pasokan bahan baku kayu
tidak kontinyu
Akibat

Pengelolaan Hutan Rakyat
Belum Optimal

Sebab

Subsistem
yang lemah

Subsistem
produksi

Subsistem
pemasaran

 Kepemilikan
lahan
 Luas lahan
 Potensi tegakan
 Pola tanam
 Pemeliharaan
tegakan
 Hama dan
penyakit
tanaman

 Pola dan efisiensi
pemasaran
 Struktur pasar
 Perilaku pasar

Key problem

Subsistem
pengolahan

 Jumlah industri
pengolahan kayu
 Kapasitas
produksi
 Tingkat
persediaan bahan
baku

Subsistem
kelembagaan

 Lembaga
pengurusan hutan
rakyat
 Peran pemerintah
 Aturan disinsentif
 Kerja sama
(lembaga
permodalan)

Gambar 2 Pohon masalah (problem tree) pengelolaan hutan rakyat

4
Permasalahan dalam pengelolaan hutan rakyat:
1. Subsistem produksi yang lemah
Subsistem produksi yang lemah dapat disebabkan oleh lahan bukan milik
sendiri dan luas lahan yang sempit. Status kepemilikan lahan merupakan faktor
penting dalam usaha hutan rakyat. Apabila lahan hutan rakyat bukan milik petani
sendiri maka petani memiliki bargaining position yang lemah. Menurut Suprapto
(2010) keputusan penggunaan lahan tersebut bergantung kepada pemilik lahan,
lahan tersebut tetap akan dipertahankan sebagai hutan rakyat atau akan
dipergunakan untuk peruntukan lain. Selain itu, hutan rakyat dibangun di tanah
milik masyarakat yang luasannya sempit. Hutan rakyat di Jawa pada umumnya
hanya sedikit yang memiliki luasan mencapai 0.25 ha (Hardjanto 2000; Yunus
dan Dharmawan 2005).
Masalah lain pada subsistem produksi, yaitu potensi tegakan rendah yang
disebabkan oleh pola tanam yang kurang optimal dan pemeliharaan tanaman yang
kurang intensif serta masih ada serangan hama dan penyakit tanaman. Pola tanam
hutan rakyat, yaitu campuran terdiri atas berbagai jenis tanaman, umur tanaman
yang beragam dan jarak tanam tidak teratur. Selain itu, pemeliharaan tanaman
tidak dilakukan secara intensif. Mustari (2000) menyebutkan pemeliharaan
tanaman berupa pemupukan dilakukan untuk memupuk tanaman pertanian yang
ada di bawah pohon. Pemupukan hanya dilakukan sampai umur pohon 3 tahun.
Hama dan penyakit tanaman pada hutan rakyat juga masih banyak ditemukan.
Serangan hama dan penyakit berupa ulat dan karat puru sering ditemukan pada
hutan rakyat (Ismail dan Anggraeni 2008).
2. Subsistem pemasaran yang lemah
Permasalahan pada subsistem pemasaran, yaitu sistem distribusi hasil hutan
rakyat dari petani (produsen) ke konsumen yang kurang baik. Sistem pemasaran
kayu rakyat cenderung merugikan petani, terlalu menguntungkan pedagang kayu
dikarenakan: (a) penjualan dalam bentuk tegakan (borongan) sehingga
keuntungan rendah (b) penjualan dalam bentuk kayu bulat ke luar daerah, nilai
tambah bagi masyarakat rendah (Efendi 2008).
Permasalahan lain pada subsistem pemasaran adalah petani bukan sebagai
penentu harga. Harga kayu ditentukan oleh pembeli atau tengkulak. Para petani
hutan rakyat bukan merupakan pihak yang memiliki modal usaha yang besar.
Dalam penentuan harga jual kayu, petani tidak memiliki suatu acuan yang jelas.
Hal ini terjadi karena informasi pasar tentang harga kayu merupakan sesuatu yang
sulit untuk didapatkan. Jika informasi itu ada, dapat dipastikan bahwa harga kayu
tersebut telah diatur oleh pemilik modal/pembeli.
Sistem informasi pemasaran menjadi hal penting untuk meningkatkan posisi
tawar petani. Informasi harga kayu rakyat terbaru dapat diperoleh dari sesama
petani hutan rakyat, industri pengolahan kayu, petugas/penyuluh kehutanan yang
mengetahui perkembangan harga kayu rakyat.
3. Subsistem pengolahan yang lemah
Permasalahan pada subsistem pengolahan antara lain jumlah industri
pengolahan kayu rakyat terbatas, kapasitas produksi rendah dan bahan baku kayu
rakyat tidak kontinyu. Masalah terbesar saat ini pada subsistem pengolahan, yaitu
masalah jumlah dan kontinuitas sediaan bahan baku. Pengelolaan hutan rakyat

5
masih bersifat individu, penanaman dan pemanenan dilakukan dalam waktu yang
berbeda-beda sesuai dengan kondisi dan tujuan masing-masing sehingga
keteraturan pengelolaannya belum optimal. Hardjanto (2003) menyatakan
masalah kontinuitas industri akan mempengaruhi besaran dan kontinuitas
permintaan bahan baku. Selanjutnya besaran dan kontinuitas permintaan bahan
baku akan mempengaruhi volume pasar.
Unit manajemen berupa koperasi atau kelompok usaha dapat menjadi
solusi pemecahan masalah tersebut. Unit manajemen dapat mengatur waktu
pemanenan dan penanaman sehingga dapat membantu kontinuitas bahan baku
kayu rakyat.
4. Subsistem kelembagaan yang lemah
Penyebab subsistem kelembagaan yang lemah antara lain lembaga
pengurusan hutan rakyat belum ada, misalkan belum ada KTH pada tingkat
petani. Masalah lain dapat disebabkan oleh KTH yang sudah terbentuk tetapi tidak
berfungsi optimal. Sutrisna (2011) menyatakan KTH yang ada saat ini hanya
berfungsi pada kegiatan produksi, yaitu penyiapan bibit, pengadaan sarana
prasarana dan penanaman. KTH belum dapat berperan pada tahap akhir usaha
hutan rakyat, yaitu panen dan pemasaran hasil. Pada tahap ini anggota KTH
berjalan masing-masing.
Masalah lain pada subsistem kelembagaan adalah peran pemerintah. Peran
pemerintah masih kurang khususnya dalam penyediaan lahan untuk hutan rakyat,
pemerintah belum mampu mendorong tumbuhnya industri sekunder untuk
pengolahan kayu rakyat. Pemerintah juga berperan dalam pembuatan aturan
mengenai hutan rakyat. Menurut Kotler et al. (2009) pembuatan suatu peraturan
memiliki alasan yang sah, tapi peraturan tersebut mungkin memiliki dampak yang
tidak terduga yang dapat mematikan inisiatif dan memperlambat pertumbuhan
ekonomi. Karena itu, pemberian insentif kepada petani diharapkan dapat
mendorong petani untuk terus mengembangkan hutan rakyat.
Pada subsistem kelembagaan diperlukan lembaga ekonomi yang dapat
memfasilitasi petani dalam melakukan usaha kayu rakyat, menyediakan informasi
yang dibutuhkan petani guna memperlancar sistem usaha kayu rakyat (Hardjanto
2003). Menurut Efendi (2008) kelembagaan pengelolaan produk hutan rakyat
yang ada di daerah perlu melakukan peningkatan penanganan pasca panen dan
jaringan pemasaran kayu rakyat, pemerintah daerah, pihak swasta dan masyarakat
duduk bersama dalam merencanaan pengelolaan produk hutan rakyat dari hulu
sampai hilir sehingga dicapai pengelolaan hasil hutan rakyat yang lebih baik.
Permasalahan lain pada subsistem kelembagaan, yaitu belum ada kerjasama
antar lembaga usaha hutan rakyat. Menurut Seran (2011) usaha kayu rakyat
diperlukan suatu kelembagaan yang dapat menjembatani kepentingan petani dan
juga konsumen, sehingga terjadi sinergisitas antara para pihak yang terlibat dalam
usaha kayu rakyat. Peran kelembagaan tersebut diharapkan mampu untuk
mengangkat kepentingan petani agar mempunyai peran yang seimbang dengan
pihak pedagang dan industri kayu. Pemerintah sebagai mitra petani berperan
sebagai pembuat kebijakan yang berpihak pada petani, untuk mendorong upaya
keberhasilan pembangunan di bidang kehutanan.
Permasalahan-permasalahan tersebut apabila tidak diatasi maka akan
mengakibatkan pengelolaan hutan rakyat yang tidak optimal. Pengelolaan hutan

6
rakyat yang belum optimal antara lain mengakibatkan produktivitas tegakan hutan
rakyat rendah, pendapatan masyarakat belum meningkat dan pasokan bahan baku
kayu rakyat yang tidak kontinyu.
Oleh karena itu, penelitian ini menganalisis faktor-faktor pada sistem
pengelolaan hutan rakyat, mulai dari subsistem produksi, pemasaran, pengolahan
dan kelembagaan. Dengan demikian, penelitian ini akan mendapatkan subsistem
yang sudah baik dan masih lemah. Subsistem yang masih lemah dianalisis dengan
analisis Strength, Weakness, Opportunity, Threat (SWOT) untuk merumuskan
strategi pengembangan hutan rakyat yang optimal. Hasil penelitian ini
merekomendasikan strategi pengembangan hutan rakyat yang paling optimal di
Kabupaten Kebumen. Rumusan ini memberikan masukan bagi para pihak untuk
pengembangan hutan rakyat di wilayah Kabupaten Kebumen.
Pertanyaan penelitian yang akan dijawab adalah:
1. Bagaimana kondisi pengelolaan hutan rakyat saat ini di wilayah Kabupaten
Kebumen ?
2. Subsistem mana saja yang sudah baik dan masih lemah dalam pengelolaan
hutan rakyat di wilayah Kabupaten Kebumen ?
3. Bagaimana merumuskan strategi untuk mengoptimalkan pengembangan
hutan rakyat di wilayah Kabupaten Kebumen ?
Tujuan Penelitian
1.
2.
3.

Tujuan penelitian ini adalah:
Menganalisis sistem pengelolaan hutan rakyat di wilayah Kabupaten
Kebumen berdasarkan subsistemnya.
Menemukenali subsistem pengelolaan hutan rakyat yang paling lemah.
Merumuskan strategi berdasarkan subsistem pengelolaan hutan rakyat yang
paling lemah untuk mengoptimalkan pengembangan hutan rakyat di wilayah
Kabupaten Kebumen.
Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:
1. Meningkatkan pemahaman mengenai praktik pengelolaan hutan rakyat.
2. Memberikan pertimbangan kepada para pihak dalam menyusun rencana
pengembangan hutan rakyat.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini yaitu:
1. Wilayah populasi penelitian adalah wilayah pengelolaan hutan rakyat di
Kabupaten Kebumen yang diwakili oleh kondisi geografis bagian Utara
(daerah pegunungan) dan Selatan (daerah dataran rendah).
2. Masyarakat yang dijadikan contoh adalah masyarakat yang telah
mengusahakan hutan rakyat.

7

2 METODOLOGI
Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran penelitian strategi pengembangan hutan rakyat
ditunjukkan pada Gambar 3.
Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat

Subsistem
Produksi
 Kepemilikan
lahan
 Luas lahan
 Potensi tegakan
 Pola tanam
 Pemeliharaan
tegakan
 Hama dan
penyakit

Subsistem
Pemasaran
 Pola pemasaran
dan efisiensi
pemasaran
 Struktur pasar
 Perilaku pasar

Subsistem
Pengolahan
 Jumlah industri
kayu
 Kapasitas
produksi
 Tingkat
persediaan bahan
baku

Subsistem
Kelembagaan
 Lembaga
pengurusan
hutan rakyat
 Peran
pemerintah
 Aturan
 Kerja sama
(lembaga
permodalan)

Strategi Pengembangan Hutan Rakyat

Faktor Internal
(Kekuatan dan Kelemahan)

Subsistem
Pengelolaan
Hutan Rakyat
yang lemah

Evaluasi Faktor Internal

Faktor Eksternal
(Peluang dan Ancaman)

Evaluasi Faktor Eksternal

Analisis SWOT dan QSPM

Gambar 3 Kerangka pemikiran

8
Menurut Hardjanto (2003) usaha kayu rakyat merupakan suatu sistem yang
terdiri atas 4 (empat) subsistem yaitu:
1. Subsistem produksi, yaitu struktur tegakan dan potensi produksi, tercapainya
keseimbangan produksi dalam jumlah jenis dan kualitas tertentu serta
tercapainya kelestarian usaha.
2. Subsistem pemasaran, yaitu serangkaian proses tercapainya tingkat penjualan
yang optimal.
3. Subsistem pengolahan, yaitu proses menghasilkan bentuk produk terakhir
untuk dijual oleh petani hutan rakyat atau dipakai sendiri.
4. Subsistem kelembagaan, yaitu adanya lembaga yang melaksanakan dan
mengatur mengenai pelaksanaan pengelolaan hutan rakyat baik lembaga formal
maupun nonformal sehingga kinerja usaha hutan rakyat menjadi lebih baik.
Pengelolaan hutan rakyat yang optimal harus memahami kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman yang sedang dihadapi dalam usaha ini, sehingga
usaha hutan rakyat dapat berkembang dengan baik. Maksud penelitian ini adalah
melihat dan menentukan subsistem pengelolaan hutan rakyat yang sudah baik dan
masih lemah. Selanjutnya, berdasarkan kekuatan dan kelemahan subsistem
tersebut dirumuskan strategi pengembangan pengelolaan hutan rakyat yang paling
optimal.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Desa Glontor, Kecamatan Karanggayam yang
berada di bagian Utara Kabupaten Kebumen dan di Desa Tlogosari, Kecamatan
Ayah di bagian Selatan Kabupaten Kebumen. Penelitian dilakukan selama tiga
bulan, yaitu Januari sampai dengan Maret 2015.
Metode Pengumpulan Data
a. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan beberapa
teknik, sebagai berikut:
1. Pengamatan, yaitu data dikumpulkan melalui pengamatan langsung di
lapangan melalui observasi.
2. Wawancara, yaitu tatap muka langsung dengan responden untuk
mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan dengan menggunakan
kuesioner.
3. Focus group discussion (FGD), yaitu kelompok diskusi terarah yang
bertujuan untuk menggali gagasan, mengidentifikasi dan merumuskan
masalah dan mencari alternatif pemecahan masalah yang efektif dan efisien.
4. Studi literatur, yaitu mencari pustaka, laporan dan hasil penelitian
sebelumnya terkait dengan penelitian yang akan dilakukan.
Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data
primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari responden dan data sekunder,
yaitu data yang diperoleh dari instansi atau lembaga yang terkait dengan
penelitian.
Pengambilan data primer dan sekunder dengan wawancara, observasi, dan
studi pustaka. Data yang dikumpulkan dapat dilihat pada Lampiran 1.

9
b. Teknik penarikan contoh
1. Responden petani hutan rakyat
Pertama menentukan kecamatan di wilayah Kabupaten Kebumen yang
memiliki luas hutan rakyat paling luas di bagian Utara (daerah pegunungan),
yaitu Kecamatan Karanggayam dan bagian Selatan (daerah dataran rendah),
yaitu Kecamatan Ayah. Tahap kedua memilih secara acak masing-masing
satu desa di bagian Utara dan Selatan pada Kecamatan yang terpilih. Tahap
ketiga memilih secara acak responden petani hutan rakyat pada desa atau
KTH di desa tersebut. Menurut Singarimbun dan Sofian (1995) dalam
penelitian survei standar minimal responden yang diambil sebanyak 30 orang.
Oleh karena itu, jumlah responden masing-masing desa adalah 30 orang
sehingga total responden 60 orang.
2. Responden pemilik industri pengolahan kayu, tengkulak dan pihak-pihak
yang terkait dengan pengelolaan hutan rakyat
Teknik penarikan contoh untuk memilih responden pemilik industri
pengolahan kayu rakyat dan tengkulak dengan cara snowball sampling.
Pemilihan responden secara berantai dari petani hutan rakyat, tengkulak dan
pemilik industri pengolahan kayu rakyat. Jumlah responden tengkulak adalah
7 orang dan pemilik industri pengolahan kayu adalah 5 orang.
Teknik penarikan contoh dengan cara snowball sampling juga digunakan
untuk memilih responden ahli (expert) mengenai pengelolaan hutan rakyat di
Kabupaten Kebumen. Informasi tersebut digunakan untuk perumusan strategi
pengembangan hutan rakyat dengan menggunakan analisis SWOT dan
analisis Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). Ada 12 orang
terpilih untuk perumusan strategi, terdiri atas pejabat Dinas Kehutanan dan
Perkebunan, penyuluh kehutanan, pengurus KTH, petani hutan rakyat,
tengkulak dan pemilik industri pengolahan kayu.
c. Variabel pengamatan dan definisi operasional
Faktor-faktor yang merupakan variabel yang diamati pada penelitian ini
merupakan faktor-faktor pada sistem pengelolaan hutan rakyat terdiri atas
karakteristik petani hutan rakyat (Lampiran 2) dan variabel pada subsistem
produksi (Lampiran 3), pemasaran (Lampiran 4), pengolahan (Lampiran 5) dan
kelembagaan (Lampiran 6).
Analisis Data
1. Analisis karakteristik petani hutan rakyat
Analisis deskripsi digunakan untuk menganalisis karakteristik petani hutan
rakyat yang terdiri atas umur, pendidikan formal, pendidikan informal,
pendapatan dan biaya usaha hutan rakyat. Umur petani, yaitu waktu mulai dari
lahir sampai dengan saat ini. Pendidikan formal, yaitu tingkat pendidikan formal
terakhir yang ditempuh oleh petani hutan rakyat. Pendidikan informal, yaitu
pendidikan yang diikuti oleh petani hutan rakyat di luar sekolah (informal),
berupa pelatihan-pelatihan. Pendapatan petani, yaitu seluruh pendapatan yang
diperoleh dari pemanfaatan lahan hutan rakyat, berupa kayu, hasil pertanian,
ternak, buah-buahan dan seluruh produk yang dihasilkan dari usaha hutan rakyat.

10
Biaya, yaitu seluruh biaya yang dikeluarkan untuk usaha hutan rakyat, mulai dari
biaya persiapan lahan, pembelian bibit, penanaman dan pemeliharaan.
2. Analisis sistem pengelolaan hutan rakyat
Analisis deskripsi digunakan untuk mendeskripsikan data nominal menjadi
data kategori ke dalam tiga kelas, yaitu rendah, sedang, tinggi dengan persamaan
sebagi berikut:
Nilai tertinggi – Nilai terendah
Selang nilai =
Jumlah kelas
Analisis kuantitatif digunakan untuk menggambarkan variabel-variabel pada
aspek produksi dan pemasaran. Pada aspek produksi, analisis kuantitatif dilakukan
untuk mengetahui potensi tegakan. Potensi tegakan menggunakan pendekatan
yang dikembangkan oleh Jariyah dan Cahyono (2006), yaitu:
Total volume tegakan
Potensi hutan rakyat =

m3/ha

Luas areal

Pada aspek pemasaran analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui
margin pemasaran dan margin keuntungan. Analisis margin pemasaran dilakukan
untuk mengetahui selisih harga produk di tingkat konsumen dengan harga produk
di tingkat petani hutan rakyat atau penjumlahan biaya pada tiap lembaga
pemasaran dengan keuntungan masing-masing dengan menggunakan pendekatan
yang dikembangkan oleh Tomeck dan Robinson (1990), yaitu:
MP = Pr – Pf atau MP = Σ bi + Σ ki
Keterangan:
MP : Margin pemasaran
Pr : Harga di tingkat konsumen
Pf : Harga di tingkat produsen
bi : Biaya pada tiap lembaga pemasaran
ki : Keuntungan pada tiap lembaga pemasaran
Analisis margin keuntungan merupakan selisih harga jual dengan harga beli
dan biaya pemasaran. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan
yang dikembangkan oleh (Setyaningsih 2007), yaitu:
MKi = Harga jual – (Σ harga beli + biaya)
Keterangan:
Mki : Margin keuntungan
Analisis data untuk mengetahui dan menentukan subsistem pengelolaan
hutan rakyat yang sudah baik dan masih lemah dengan menggunakan rating scale.
Menurut Riduwan (2010) rating scale dapat mengartikan atau menafsirkan setiap
angka yang diberikan dalam alternatif jawaban pada setiap item pertanyaan.
Persamaan rating scale sebagai berikut:
Jumlah skor kriterium = skor tertinggi tiap pertanyaan × jumlah pertanyaan
× jumlah responden

11
Jika kategori nilai dibagi menjadi lima kategori, yaitu sangat lemah, lemah,
sedang, baik dan sangat baik, maka dapat dibuat kategori seperti pada Tabel 1
berikut:
Tabel 1 Kategori nilai subsistem pengelolaan hutan rakyat
Nilai
Kategori

0–20%
Sangat lemah

21–40%
Lemah

41–60%
Sedang

61–80%
Baik

81–100%
Sangat baik

Setelah mengetahui dan menentukan subsistem pengelolaan hutan rakyat
yang paling lemah, selanjutnya menganalisis faktor internal dan eksternal serta
merumuskan strategi dengan analisis SWOT dan QSPM untuk mengoptimalkan
pengelolaan hutan rakyat.
3. Analisis faktor internal/ Internal Factor Evaluation (IFE) dan analisis faktor
eksternal/ External Factor Evaluation (EFE)
Analisis IFE dan EFE digunakan untuk menganalisis dan mengevaluasi
bobot faktor internal yang terdiri atas kekuatan dan kelemahan serta faktor
eksternal yang terdiri atas peluang dan ancaman dalam mengelola hutan rakyat.
Menurut Rangkuti (2000), tahap-tahap untuk mengidentifikasi faktor internal
dan eksternal dalam matriks IFE dan EFE adalah sebagai berikut:
1) Menentukan faktor-faktor strategis internal yang menjadi kekuatan dan
kelemahan serta faktor-faktor strategis eksternal yang menjadi peluang dan
ancaman (pada kolom 1).
2) Memberikan bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala mulai dari
1,0 (paling penting) sampai 0,0 (tidak penting) berdasarkan pengaruh
faktor-faktor tersebut (pada kolom 2).
3) Menghitung peringkat (rating) baik pada matriks IFE maupun EFE untuk
masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (sangat baik)
sampai dengan 1 (buruk) untuk mengidentifikasi kekuatan utama,
kelemahan utama, peluang dan ancaman serta nilai pengaruhnya (pada
kolom 3).
4) Mengalikan bobot kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk
memperoleh faktor pembobotan yang menunjukkan nilai pengaruh faktor
(skor).
5) Menjumlahkan bobot skor pada kolom 4 untuk memperoleh total skor
pembobotan.
4. Analisis SWOT
Analisis SWOT digunakan untuk merumuskan berbagai strategi
pengembangan hutan rakyat dengan mempertimbangkan faktor internal
(strength dan weakness) dan eksternal (opportunity dan threat). Nilai IFE dan
EFE digunakan untuk membuat diagram SWOT yang merupakan perpaduan
antara perbandingan kekuatan dan kelemahan (diwakili garis horizontal)
dengan perbandingan peluang dan ancaman (diwakili garis vertikal). Pada
diagram tersebut kekuatan dan peluang diberi tanda positif, sedangkan
kelemahan dan ancaman diberi tanda negatif. Selanjutnya menempatkan selisih
nilai kekuatan (S) – kelemahan (W) pada sumbu (x), dan menempatkan selisih
nilai antara peluang (O) – ancaman (T) pada sumbu (y), maka koordinat (x,y)
akan menempati salah satu sel pada diagram SWOT. Letak nilai S – W dan O –

12
T dalam diagram SWOT akan menentukan arah strategi (Rangkuti 2000).
Diagram SWOT ditunjukkan pada Gambar 4.
Opportunity (O)

Sel 3

Sel 1

Weakness (W)

Strength (S)
Sel 4

Sel 2

Threat (T)
Gambar 4 Diagram SWOT
5. Analisis QSPM
Analisis QSPM digunakan untuk mendapatkan prioritas strategi
pengembangan hutan rakyat dari berbagai alternatif strategi yang telah
dirumuskan. Setelah diperoleh beberapa alternatif strategi yang dihasilkan
melalui analisis SWOT, langkah selanjutnya adalah menetapkan prioritas
strategi dari alternatif strategi tersebut dengan menggunakan analisis QSPM
(David 2009).
Langkah-langkah dalam analisis QSPM adalah sebagai berikut :
1) Mendaftar kekuatan dan kelemahan kunci internal, serta peluang dan
ancaman kunci eksternal dalam kolom kiri dari QSPM, informasi ini
diambil dari matriks IFE dan EFE.
2) Memberikan bobot untuk setiap faktor sukses kritis internal dan eksternal.
Bobot ini identik dengan yang digunakan dalam matriks IFE dan matriks
EFE. Bobot dituliskan dalam kolom disebelah kanan faktor sukses kritis
internal dan eksternal.
3) Memeriksa matriks SWOT dan mengidentifikasi alternatif strategi yang
harus dipertimbangkan untuk diimplementasikan. Catat semua strategi ini
dibaris teratas dari matriks QSPM.
4) Menetapkan nilai daya tarik (Attractiveness Score = AS), tentukan nilai
yang menunjukkan daya tarik relatif dari setiap alternatif strategi. Secara
spesifik, nilai daya tarik harus diberikan pada setiap strategi untuk
menunjukkan daya tarik relatif dari satu strategi atas strategi lain,
mempertimbangkan faktor tertentu. Nilai daya tarik itu adalah 1 = tidak
menarik, 2 = agak menarik, 3 = menarik, dan 4 = sangat menarik.
5) Menghitung total nilai daya tarik (Total Attractiveness Score = TAS).
Total nilai daya tarik ditetapkan sebagai hasil perkalian bobot dengan nilai
daya tarik dalam setiap baris. Total nilai daya tarik menunjukkan daya

13
tarik relatif dari setiap strategi alternatif, hanya mempertimbangkan
dampak dari faktor sukses kritis internal dan eksternal dibaris tertentu.
Semakin tinggi total nilai daya tarik, semakin menarik strategi alternatif.
6) Menghitung jumlah total nilai daya tarik. Menjumlahkan total nilai daya
tarik dalam setiap kolom strategi QSPM. Jumlah total nilai daya tarik
mengungkapkan strategi yang paling menarik dalam setiap alternatif
strategi. Semakin tinggi nilai menunjukkan strategi itu semakin menarik.
mempertimbangkan semua faktor sukses kritis internal dan eksternal
relevan yang dapat mempengaruhi keputusan strategis.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Kabupaten Kebumen
Kabupaten Kebumen secara geografis terletak pada 7°27'−7°50' Lintang
Selatan dan 109°22'−109°50' Bujur Timur. Secara administratif terdiri atas 26
kecamatan dengan luas wilayah sebesar 128 111.50 ha. Secara administratif
Kabupaten Kebumen berbatasan dengan:
Sebelah Timur : Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Purworejo
Sebelah Utara : Kabupaten Banjarnegara
Sebelah Selatan : Samudera Hindia
Sebelah Barat
: Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Cilacap
Kabupaten Kebumen memiliki kondisi topografi yang bervariasi, bagian
Selatan Kabupaten Kebumen merupakan dataran rendah, sedangkan pada bagian
Utara berupa pegunungan, mempunyai daerah perbukitan bergelombang halus
hingga hampir tegak yang dibentuk oleh batuan tua berumur tersier.
Perbatasan wilayah dengan Kabupaten Banjarnegara terdapat Waduk
Sempor yang telah dibangun sejak tahun 1960an, sedangkan di perbatasan dengan
Kabupaten Wonosobo terdapat Waduk Wadaslintang yang mampu menghasilkan
energi listrik cukup besar serta mampu mengairi sawah hingga ribuan hektar. Oleh
karena itu, bidang pertanian terutama lahan untuk tanaman padi, terutama yang
beririgasi teknis cukup mendominasi areal persawahan di Kabupaten Kebumen
(BPS Kabupaten Kebumen 2013).
Iklim
Kabupaten Kebumen beriklim tropis dengan dua musim yakni musim hujan
dan kemarau. Pada umumnya musim kemarau jatuh pada bulan April–September.
Sedangkan musim hujan dari bulan Oktober–Maret. Pada peralihan musim hujan
dan kemarau, sering terjadi angin kencang yang bertiup dari Tenggara ke arah
Barat dan bersifat kering. Dilihat dari keadaan temperatur udaranya, Kabupaten
Kebumen mempunyai 2 (dua) bagian temperatur yakni di bagian Utara dan
Selatan. Pada bagian Utara, temperatur rata-rata adalah 20°–25°C, sedangkan di
bagian Selatan adalah 27°–32°C. Hal ini kemungkinan disebabkan kondisi
topografi wilayah yang berbeda antara bagian Utara yang didominasi pegunungan
dan di bagian Selatan yang didominasi dataran rendah. Sedangkan curah hujan
rata-rata sebanyak 2 816 mm/tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata selama 110
hari/tahun. Dengan kondisi tersebut, maka lahan persawahan yang berupa sawah

14
tadah hujan memungkinkan untuk panen padi 1 kali dalam setahun dan tanaman
komoditi palawija lainnya seperti kacang tanah, kedelai, jagung. Sedangkan areal
persawahan yang beririgasi teknis mampu panen padi 2 (dua) kali dalam setahun,
serta panen komoditi pertanian lainnya (Pemkab Kebumen 2012).
Jenis Tanah
Jenis-jenis tanah yang ada di Kabupaten Kebumen dapat dibedakan atas
tanah alluvial, latosol, podsolik, regosol, glei humus, alluvial kelabu dan
mediteran coklat. Hal tersebut menunjukkan bahwa Kabupaten Kebumen pada
sebagian wilayahnya tergolong cukup subur, sehingga dapat difungsikan sebagai
lahan pertanian, walaupun terdapat pula wilayah yang kurang subur untuk
dibudidayakan sebagai lahan pertanian sebagian besar di bagian Utara berupa
pegunungan. Menurut hasil studi yang dilakukan oleh PT. Saranabudi
Prakarsaripta pada tahun 2003 bahwa geologi yang terdapat di Kabupaten
Kebumen sangat menarik karena mempunyai 3 (tiga) jenis batuan yang terdapat di
alam, yakni batuan beku, batuan metamorf, dan batuan sedimen. Melihat kondisi
geologi yang demikian, maka terdapat beberapa daerah yang mempunyai kondisi
geomorfologi yang kontras walaupun daerah tersebut berdekatan. Sebagai contoh
hasil inventariasi yang dilakukan oleh Ditjen Geologi dan Sumber Daya Mineral
bahwa terdapat kondisi geomorfologi yang kontras antara bagian Selatan dan
Utara. Lahan pada bagian Selatan sebagian besar berupa daerah dataran rendah
yang dibentuk oleh endapan limbah banjir, endapan rawa dan pantai. Sementara
itu di sebelah Utara berupa daerah perbukitan dengan berbagai struktur geologi
(sesar/patahan, lipatan, ketidakselarasan retakan/rekahan batuan). Pada daerahdaerah tersebut, terdapat berbagai jenis batuan tua hingga batuan campur aduk
(malange) dan batuan malihan serta berbagai proses geologi seperti erosi dan
longsoran (Pemkab Kebumen 2012).
Hidrologi
Kabupaten Kebumen mempunyai beberapa sungai yaitu, Sungai Luk Ulo,
Ijo, Cincingguling, Karanganyar, Kedung Bener, Jati Negara dan Sungai Mawar.
Hulu-hulu sungai tersebut pada umumnya terdapat di bagian tengah maupun Utara
wilayah yang merupakan wilayah dataran agak tinggi dan banyak ditumbuhi hutan
dan bermuara di Samudera Hindia. Sungai-sungai tersebut berfungsi untuk
mendukung jaringan irigasi guna mengairi areal persawahan (Pemkab Kebumen
2012).
Penggunaan Lahan
Luas wilayah Kabupaten Kebumen sekitar 128 111.50 ha. Luas lahan kering
88 343.50 ha (69%) sedangkan luas sawah 39 768 ha (31%). Penggunaan lahan
kering (bukan sawah) dibagi menjadi lahan pertanian sebesar 42 799.50 hektar
(48%) dan bukan untuk pertanian sebesar 45 544.00 hektar (52%). Lahan kering
untuk penggunaan lain berupa perkebunan, tegalan, padang penggembalaan dan
bangunan. Tabel 2 menunjukkan penggunaan lahan di Kabupaten Kebumen
(Pemkab Kebumen 2012).

15
Tabel 2 Penggunaan lahan di Kabupaten Kebumen
No.
1.
2.
3.
4.

Penggunaan lahan
Hutan negara
Hutan rakyat
Penggunaan lain
Sawah

Jumlah
Sumber: BPS Kabupaten Kebumen (2013)

Luas (ha)
16 861.00
18 249.63
53 232.87
39 768.00

Persentase (%)
13.16
14.25
41.55
31.04

128 111.50

100.00

Kondisi Perekonomian
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Kebumen pada tahun
2012 didominasi oleh sektor pertanian sebagai penyumbang terbesar PDRB
mencapai 34.26%. PDRB perkapita atas harga dasar berlaku sebesar Rp 6 690
000. Perekonomian Kabupaten Kebumen pada tahun 2012 tumbuh sebesar 5.47%.
Sektor bangunan merupakan sektor yang mengalami pertumbuhan paling tinggi
(6.27%). Sedangkan sektor pertanian mengalami pertumbuhan 3.67%. Sektor
kehutanan tumbuh 0.75% disumbang oleh peningkatan produksi tanaman
kehutanan berupa kayu jati (8.86%) pada tahun 2012. Peningkatan produksi
tanaman kehutanan berasal dari peningkatan produksi kayu rakyat dan
peningkatan permintaan kayu jati bulat dari konsumen (BPS Kabupaten Kebumen
2013).
Kondisi Sosial Ekonomi Pelaku Usaha Hutan Rakyat
Umur
Umur responden sebagain besar lebih dari 40 tahun. Seluruh responden
berada pada usia produktif yaitu, 15–64 tahun. Hal ini menunjukkan usaha hutan
rakyat mampu menjadi usaha untuk pemberdayaan masyarakat dan menyerap usia
produktif untuk bekerja. Selain itu, usaha hutan rakyat masih menjadi usaha
rumah tangga sehingga pengelolaannya juga melibatkan seluruh anggota keluarga.
Tabel 3 menyajikan jumlah responden berdasarkan kelas umur.
Tabel 3 Jumlah responden berdasarkan kelas umur
Umur (tahun)
 30–39
 40–49
 50–59
 >59
Jumlah

Desa Glontor
Jumlah (orang)
%
2
6.67
17
56.67
7
23.33
4
13.33
30

100.00

Desa Tlogosari
Jumlah (orang)
%
3
10
9
30
12
40
6
20
30

100

Pekerjaan
Pekerjaan utama masyarakat di pedesaan sebagaian besar sebagai petani.
Jumlah responden yang memiliki pekerjaan petani di Desa Glontor sekitar 73.3%
dan di Desa Tlogosari sekitar 60%. Sebagian besar masyarakat memiliki
pekerjaan utama sebagai petani namun tidak menjadikan usaha hutan rakyat
sebagai pekerjaan utama. Hal tersebut karena usaha hutan rakyat memerlukan
jangka waktu yang lama untuk memperoleh pendapatan dari usaha tersebut.
Masyarakat memilih usaha hutan rakyat sebagai pekerjaan sampingan karena

16
usaha hutan rakyat mudah dilakukan, tidak membutuhkan usaha yang intensif dan
tidak membutuhkan banyak waktu. Menurut Fauziyah (2009) masyarakat
menjadikan usaha hutan rak