Integrasi Pasar Dan Daya Saing Udang Indonesia Di Pasar Internasional

INTEGRASI PASAR DAN DAYA SAING UDANG
INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

ULFIRA ASHARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul Integrasi Pasar dan Daya
Saing Udang Indonesia di Pasar Internasional adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, Januari 2016

Ulfira Ashari
NIM H453130101

RINGKASAN
ULFIRA ASHARI. Integrasi Pasar dan Daya Saing Udang Indonesia di Pasar
Internasional. Dibimbing oleh SAHARA dan SRI HARTOYO.
Udang menjadi salah satu komoditi ekspor bernilai tinggi mendominasi
lebih dari 40 persen hasil perikanan untuk ekspor. Sebagai komoditi unggulan
perikanan, udang diklasifikasikan atas udang segar dan udang beku yang memiliki
harga yang berfluktuasi dari waktu ke waktu. Perubahan harga tersebut umumnya
dipengaruhi oleh jumlah permintaan udang yang diinginkan negara importir dan
jumlah yang ditawarkan oleh negara eksportir. Integrasi pasar yang terjadi antara
negara eksportir dan negara importir udang dimana perubahan harga yang terjadi
di negara importir mampu ditransmisikan secara simetri ke negara eksportir dari
segi waktu atau segi besaran menunjukkan sistem pemasaran yang efisien. Akan
tetapi, kenyataannya efisiensi pasar yang demikian diduga sulit terjadi. Hal ini
disebabkan karena perdagangan udang di pasar internasional lebih dikendalikan
oleh negara importir utama yang memiliki pangsa pasar yang besar. Malaysia

menjadi tujuan utama ekspor udang segar Indonesia sedangkan Amerika Serikat
sebagai tujuan ekspor udang beku Indonesia. Ketimpangan terlihat dimana
perbedaan harga udang segar antara Malaysia dan Indonesia sangat besar dan
Indonesia cenderung lambat merespon perubahan harga di Malaysia. Sebaliknya
perkembangan harga udang beku Indonesia cenderung mengikuti tren harga udang
beku Amerika Serikat. Akan tetapi, apabila ditinjau dari segi besarannya terlihat
ada perbedaan respon perubahan harga udang beku antara Indonesia dan Amerika
Serikat. Selain itu, suatu sistem pemasaran yang efisien juga memberikan
implikasi bahwa udang segar dan udang beku memiliki keunggulan komparatif di
pasar internasional. Dalam hal ini, daya saing dapat dilihat dari perkembangan
volume ekspor Indonesia yang ternyata masih tergolong rendah dibandingkan
dengan negara pesaingnya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis: (1) integrasi pasar dan
transmisi harga udang Indonesia dengan negara importir utama, (2) faktor-faktor
yang mempengaruhi pembentukan harga ekspor udang Indonesia, (3) posisi daya
saing udang Indonesia dan negara eksportir utama di pasar internasional, (4)
faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing udang Indonesia di pasar
internasional. Penelitian ini menggunakan uji kointegrasi untuk menganalisis
integrasi pasar udang dan Asymmetric Error Correction Model (AECM) untuk
menganalisis transmisi harga udang, faktor-faktor yang mempengaruhi

pembentukan harga ekspor dan daya saing udang Indonesia menggunakan ECM
(Error Correction Model), posisi daya saing udang Indonesia dan pesaingnya di
pasar internasional dianalisis menggunakan pendekatan Revealed Comparative
Advantage (RCA). Data yang digunakan adalah data sekunder time series dari
tahun 2005 hingga 2014 (120 bulan). Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat
Statistik (BPS), Statistik Perikanan (KKP), Trade Map/ITC, Trading Economic,
Kementrian Perdagangan, dan instansi lainnya.
Hasil penelitian berdasarkan uji kointegrasi menunjukkan bahwa terjadi
integrasi pasar dalam jangka panjang pada udang segar antara Indonesia dengan
Malaysia dan udang beku antara Indonesia dan Amerika Serikat. Transmisi harga
asimetri dari segi waktu penyesuaian terjadi pada udang segar dan udang beku

dalam jangka pendek antara Indonesia dengan Malaysia dan Indonesia dengan
Amerika Serikat yang disebabkan karena adanya adjustment costs. Transmisi
harga simetri terjadi pada pasar udang segar dan udang beku dalam jangka
panjang antara Indonesia dan Malaysia serta Indonesia dan Amerika Serikat.
Dalam hal ini, faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi pembentukan harga
ekspor udang segar Indonesia dalam jangka pendek adalah harga ekspor udang
segar Indonesia periode sebelumnya, harga impor udang segar Malaysia, dan
ekspor udang segar Indonesia ke Malaysia. Sedangkan yang mempengaruhi

pembentukan harga ekspor udang beku Indonesia adalah harga ekspor udang beku
Indonesia periode sebelumnya, harga impor udang beku Amerika Serikat dan nilai
tukar Rupiah terhadap Dolar.
Udang segar Indonesia memiliki keunggulan komparatif di pasar Malaysia
dilihat dari nilai RCA. Akan tetapi, udang segar asal Indonesia memiliki nilai
RCA yang lebih rendah dibandingkan dengan Thailand. Sedangkan udang beku
asal Indonesia memiliki nilai rata-rata RCA yang lebih tinggi dibandingkan
dengan China, Thailand, India, dan Vietnam. Dalam hal ini, daya saing udang
segar Indonesia masih rendah dibandingkan daya saing udang beku. Hal ini
menunjukkan bahwa ekspor Indonesia lebih bertumpu pada spesifik produk udang
beku. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing udang segar Indonesia dalam
jangka pendek adalah harga ekspor udang segar Indonesia dan total produksi
udang segar Indonesia. Sedangkan yang mempengaruhi daya saing udang beku
Indonesia adalah harga ekspor udang beku Vietnam, produksi udang beku
Indonesia dan integrasi pasar udang beku.

Kata Kunci: Daya Saing, Integrasi Pasar, Transmisi Harga, Udang Beku, Udang
Segar

SUMMARY

ULFIRA ASHARI. Market Integration and Competitiveness of Indonesian
Shrimp in International Market. Supervised by SAHARA and SRI HARTOYO.
Shrimp is one of the high-value commodities which dominates more than 40
percent of fishery products for export. As fisheries commodity, shrimp consists of
fresh and frozen shrimp which has fluctuative price over time. Change of prices
are generally influenced by shrimp demand of importing countries and shrimp
supply of exporting countries. Market integration that occurs between the
exporting and importing countries where change of shrimp price in the importing
country is able to be transmitted symmetrically to exporting country in terms of
time or magnitude showed efficient in marketing system. However, the fact that
efficiency in the shrimp market alleged difficult to occur. This is because the
shrimp trade in the international market is controlled by major importing countries
which have a large market share. Malaysia is the main export destination of
Indonesian fresh shrimp and United State of America is export destination of
Indonesian frozen shrimp. Inequality seen where fresh shrimp price difference
between Malaysia and Indonesia is huge and Indonesia tend to be slow in
responding changes of Malaysia price. By contrast, the development of
Indonesian frozen shrimp prices tend to follow the trend of United States of
American frozen shrimp prices. However, if the terms of the magnitude seen
difference response to changes of frozen shrimp prices between Indonesia and the

United States. In addition, an efficient marketing system also implies that fresh
shrimp and frozen shrimp has a comparative advantage in the international
market. In this case, the competitiveness can be seen from the development of
Indonesia's export volume was still lower than its competitors.
The purposes of this study were to analyze: (1) market integration and
shrimp price transmission between Indonesia and the major importing countries,
(2) the factors that affect formation of Indonesian shrimp export price, (3) the
competitive position of Indonesian shrimp and the main exporting countries in the
international market, (4) the factors affecting the competitiveness of Indonesian
shrimp in the international market. This study used cointegration test to analyze
shrimp market integration and Asymmetric Error Correction Model (AECM) to
analyze shrimp price transmission, factors that affect formation of export prices
and competitiveness of Indonesian shrimp used ECM (Error Correction Model),
competitive position of Indonesian shrimp and its competitors in the international
market were analyzed using Revealed Comparative Advantage (RCA). The data
used were time series from 2005 to 2014 (120 months). Data obtained from
Central Bureau of Statistics Indonesia (BPS), Fishery Statistics (KKP), Trade
Map/ITC, Economic Trade, Ministry of Trade, and other agencies.
The results based on cointegration test shows that there is market integration
in the long term on fresh shrimp between Indonesia and Malaysia and frozen

shrimp between Indonesia and the United States. Asymmetric price transmission
in terms of time adjustment occurs on fresh shrimp between Indonesia and
Malaysia and frozen shrimp between Indonesia and United State of America in
the short term due to adjustment costs. Symmetric price transmission occurs in the
fresh shrimp and frozen shrimp market in the long term. In this case, the factors

that significantly affect the formation of Indonesian fresh shrimp export price in
the short term is Indonesian fresh shrimp export price of previous period,
Malaysia fresh shrimp import price, and fresh shrimp exports of Indonesia to
Malaysia. Whereas affects the formation of Indonesian frozen shrimp export price
is Indonesian frozen shrimp export price of previous period, USA frozen shrimp
import price and exchange rate.
Fresh shrimp of Indonesia has a comparative advantage in the Malaysian
market seen from the RCA value. However, fresh shrimp from Indonesia had
RCA lower than Thailand. While frozen shrimp from Indonesia have an average
value of RCA were higher than China, Thailand, India, and Vietnam. In this case,
competitiveness of Indonesian fresh shrimp is still lower than competitiveness of
frozen shrimp. This showed that export of Indonesia more specific resting on
frozen shrimp products. Factors which affect the competitiveness of Indonesian
fresh shrimp in the short term is the price of Indonesian fresh shrimp exports and

Indonesia's total production of fresh shrimp. While affecting the competitiveness
of Indonesian frozen shrimp is frozen shrimp export price of Vietnam, production
of Indonesian frozen shrimp and frozen shrimp market integration.
Keywords: Competitiveness, Market Integration, Price Transmission, Frozen
Shrimp, Fresh Shrimp

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

INTEGRASI PASAR DAN DAYA SAING UDANG
INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

ULFIRA ASHARI


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis :
Dr. Ir. Ratna Winandi Asmarantaka, MS

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat
karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini membahas
tentang perdagangan udang di Indonesia, dengan judul Integrasi Pasar dan Daya
Saing Udang Indonesia di Pasar Internasional.

Penulis menyadari dalam penyusunan tesis ini tidak luput dari bimbingan,
arahan, curahan ilmu, masukan, dan dorongan dari komisi pembimbing dan
bantuan serta masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan
ini, penulis menghaturkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya
kepada:
1. Dr. Sahara, SP, M.Si, selaku ketua komisi pembimbing, dan Prof. Dr. Ir. Sri
Hartoyo, M.S, selaku anggota komisi pembimbing dan ketua Program Studi
Ilmu Ekonomi Pertanian yang selalu meluangkan waktunya untuk
memberikan koreksi dan masukan serta sebagai sumber inspirasi bagi
penulis dalam penyusunan tesis.
2. Dr. Ir. Ratna Winandi Asmarantaka, MS selaku penguji Luar Komisi dan
Dr. Meti Ekayani, S.Hut, M.Sc, selaku penguji Wakil Komisi Program Studi
atas semua pertanyaan, masukan dan saran untuk perbaikan yang diberikan
kepada penulis.
3. Seluruh dosen Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian atas segala ilmu yang
telah diberikan selama penulis menempuh pendidikan.
4. Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia atas dukungan beasiswa BPPDN pendidikan Program
Magister di IPB.
5. Bapak Johan, Ibu Ina, Bapak Widi, Ibu Kokom, Bapak Erwin, Bapak

Khusein, selaku staf administrasi di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian,
yang telah banyak membantu selama penulis menempuh pendidikan.
6. Seluruh anggota keluarga penulis, khususnya orang tua tercinta Arnida dan
Muhammad Idris terima kasih atas doa dan dukungan yang diberikan
selama studi. Adik-adikku tersayang Arifa Nurul Riski dan Mutia Nur
Rahmi, yang telah memberikan semangat dan dorongan selama pendidikan.
7. Sahabat-sahabatku Dinda Julia, Nurul Iski, Noratun Juliaviani, Khumairah,
Nor Qomariah, Nurlela, Saipul Jafri, dan Zakiah yang telah seperti keluarga
di Bogor, memberikan dukungan serta semangat.
8. Teman-teman di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Angkatan 2013
yang telah berbagi ilmu, berdiskusi dan belajar bersama selama mengikuti
kuliah.
9. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah
membantu terlaksananya penelitian dan penyusuan tesis ini.
Penulis menyadari dalam penyusunan tesis ini masih terdapat kekurangan
yang merupakan tanggung jawab penulis. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan masukan yang dapat membangun penyempurnaan tesis ini.
Semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Bogor, Januari 2016
Ulfira Ashari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

x

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

1
1
4
10
10
10

2 TINJAUAN PUSTAKA
Kerangka Teoritis
Penelitian Terdahulu
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian

11
11
27
34
35

3 METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Metode Analisis Data
Analisis Integrasi dan Transmisi Harga
Analisis Daya Saing

37
37
37
37
40

4 GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN UDANG
Sejarah Perudangan Indonesia
Perkembangan Produksi Udang Indonesia
Peluang Pasar Udang Indonesia
Perkembangan Ekspor Udang Indonesia
Perdagangan Udang Internasional
Kontrak Perdagangan Udang Indonesia
Kebijakan Terkait Perudangan

42
42
43
45
47
49
54
56

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Integrasi Pasar Udang Indonesia – Importir Utama
Transmisi Harga Udang Indonesia – Importir Utama
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Harga Ekspor Udang
Indonesia
Posisi Daya Saing Udang Indonesia di Pasar Internasional
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya Saing Udang Indonesia di Pasar
Internasional

60
60
64
72
78
83

6 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

89
89
90

DAFTAR PUSTAKA

91

LAMPIRAN

97

RIWAYAT HIDUP

125

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23

24

PDB atas dasar harga konstan 2000 (triliun rupiah) tahun 2010-2014
Produksi perikanan tangkap dan budidaya Indonesia tahun 2009-2013
Volume ekspor udang Indonesia dan negara pesaing utama (000 ton)
tahun 2008-2013
Deskripsi statistik dari harga udang segar dan udang beku Indonesiaimportir utama, Januari 2005-Desember 2014
Hasil uji stationeritas data integrasi pasar udang indonesia-importir
utama
Hasil pengujian lag optimal udang segar
Hasil pengujian lag optimal udang beku
Hasil uji cointegration rank (trace) udang segar
Hasil uji Granger Causality
Hasil estimasi model AECM pada udang segar dan udang beku
Indonesia dengan negara importir utama, Januari 2005 – Desember
2014 66
Hasil wald test pada kesimetrisan harga udang segar dan udang beku
Elastisitas transmisi udang segar dan udang beku dengan AECM,
Januari 2005-Desember 2014
Hasil uji stationeritas data faktor pembentuk harga ekspor udang
Indonesia
Hasil pengujian lag optimal faktor pembentuk harga ekspor udang
Indonesia
Hasil uji cointegration rank (trace) faktor pembentuk harga udang
ekspor Indonesia
Hasil estimasi hubungan jangka pendek faktor-faktor pembentuk harga
ekspor udang Indonesia, Januari 2005 – Desember 2014
Hasil estimasi hubungan jangka panjang faktor-faktor pembentuk harga
ekspor udang Indonesia, Januari 2005 – Desember 2014
Nilai rata-rata RCA dan RSCA udang segar Indonesia dan Thailand di
Malaysia, Januari 2005-Desember 2014
Nilai rata-rata RCA dan RSCA udang beku Indonesia, China, Thailand,
India, dan Vietnam di Amerika Serikat, Januari 2005-Desember 2014
Hasil uji stationeritas data faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing
udang Indonesia
Hasil pengujian lag optimal faktor-faktor yang mempengaruhi daya
saing udang Indonesia
Hasil uji cointegration rank (trace) faktor-faktor yang
mempengaruhi daya saing udang Indonesia
Hasil estimasi hubungan jangka pendek faktor-faktor yang
mempengaruhi daya saing udang Indonesia, Januari 2005-Desember
2014
Hasil estimasi hubungan jangka panjang faktor-faktor yang
mempengaruhi daya saing udang Indonesia, Januari 2005-Desember
2014

1
2
8
62
62
63
63
64
64

68
70
73
73
74
75
76
81
82
84
84
85

86
88

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26

Pangsa ekspor udang Indonesia berdasarkan nilai di negara importir
utama tahun 2013
Volume dan nilai ekspor (a) udang segar, (b) udang beku negaranegara eksportir terbesar di Dunia tahun 2013
Perkembangan volume dan nilai ekspor udang beku dan segar
Indonesia tahun 2004-2013
Volume dan nilai ekspor (a) udang segar, (b) beku Indonesia ke
negara importir utama tahun 2013
Perkembangan harga udang segar di Indonesia menurut negara
importir utama tahun 2009-2013
Perkembangan harga udang beku di Indonesia menurut negara
importir utama tahun 2009-2013
Pengaruh dunia terhadap pasar udang domestik
Model keseimbangan integrasi spasial dua pasar
Transmisi harga asimetri menurut kecepatan dan besaran
Transmisi harga asimetri positif dan negative
Manfaat perdagangan karena adanya keunggulan komparatif
Kerangka pemikiran operasional
Skema jalur distribusi udang dari hulu ke hilir
Perkembangan produksi udang hasil budidaya tambak dan hasil
tangkap, tahun 2005-2014
Konsumsi udang di tingkat rumah tangga
Distribusi konsumsi udang di pasar domestik
Perkembangan volume ekspor udang segar dan udang beku
Indonesia tahun 2005-2014
Perkembangan nilai ekspor (a) udang segar dan (b) udang beku
Indonesia, tahun 2005-2014
Perkembangan volume ekspor udang segar Indonesia dan negara
pesaing ke Malaysia, tahun 2014
Perkembangan nilai ekspor udang segar Indonesia dan negara
pesaing ke Malaysia, tahun 2014
Perkembangan volume ekspor udang beku Indonesia dan negara
pesaing ke Amerika Serikat, tahun 2014
Perkembangan nilai ekspor udang beku Indonesia dan negara
pesaing ke Amerika Serikat, tahun 2014
Perkembangan harga udang segar Indonesia dan Malaysia pada
Januari 2005-Desember 2014
Perkembangan harga udang beku Indonesia dan Amerika Serikat
pada Januari 2005-Desember 2014
Pangsa ekspor udang segar Indonesia dan Thailand menurut nilai di
pasar Malaysia, Januari 2005-Desember 2014
Pangsa ekspor udang beku Indonesia, China, India, Vietnam dan
Thailand menurut nilai di pasar Amerika Serikat, Januari 2005Desember 2014

2
3
4
5
7
7
13
16
17
18
25
35
44
44
45
46
48
49
52
52
53
54
60
61
79
80

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Integrasi pasar udang segar Indonesia – Malaysia
Integrasi pasar udang beku Indonesia – Amerika Serikat
Transmisi harga udang segar Indonesia – Malaysia
Transmisi harga udang beku Indonesia – Amerika Serikat
Faktor-faktor pembentuk harga udang segar Indonesia
Faktor-faktor pembentuk harga udang beku Indonesia
RCA (Revealed Comparative Advantage) udang segar
RSCA (Revealed Symetri Comparative Advantage) udang segar
RCA (Revealed Comparative Advantage) udang beku
RSCA (Revealed Symetri Comparative Advantage) udang beku
Faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing udang segar Indonesia
Faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing udang beku Indonesia

99
100
101
103
105
108
111
112
113
116
119
122

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perikanan merupakan salah subsektor yang berperan dalam perekonomian
nasional. Subsektor ini mendorong pertumbuhan agroindustri melalui
penyediaan bahan baku, meningkatkan devisa negara melalui ekspor hasil
perikanan, menyediakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan petani serta
menunjang pembangunan nasional. Pembangunan subsektor perikanan bertujuan
dalam meningkatkan produktivitas, nilai tambah, perluasan kesempatan kerja
dan efisiensi usaha. Subsektor perikanan juga memiliki kontibusi dalam
peningkatan produk domestik bruto (PDB) (KKP 2013).
Tabel 1 PDB atas dasar harga konstan 2000 (triliun rupiah) tahun 2010-2014
Lapangan Usaha
1. Kelompok Pertanian
Tanaman Pangan
Tanaman Perkebunan
Peternakan
Kehutanan
Perikanan
2. Kelompok Lainnya
PDB
PDB Tanpa Migas

2010
304.78
151.50
47.15
38.21
17.25
50.66
2 009.68
2 314.46
2 171.11

2014
2011
2012
2013
315.04 328.28
339.56 350.73
154.15 158.91
161.93 164.08
57.25
49.26
52.33
54.63
45.96
40.04
41.92
43.90
17.48
17.40
17.42
17.44
65.95
54.19
57.70
61.66
2 149.53 2 290.66 2 429.49 2 558.45
2 464.57 2 618.94 2 769.05 2 909.18
2 322.65 2 481.80 2 635.61 2 779.06

Sumber: BPS 2014 (diolah)

Berdasarkan harga konstan tahun 2000, terjadi peningkatan PDB subsektor
perikanan selama 5 tahun terakhir dengan laju pertumbuhan sekitar 6.82 persen.
Kontribusi subsektor perikanan terhadap PDB sektor pertanian sebesar 65.95
triliun rupiah atau sekitar 18.80 persen pada tahun 2014. Kenaikan tersebut
mencerminkan kenaikan daya beli para pelaku sektor perikanan secara rata-rata.
Pertumbuhan PDB nasional pada periode tersebut sebesar 5.06 persen lebih
rendah dibandingkan dengan PDB subsektor perikanan. Hal ini menunjukkan
bahwa subsektor perikanan memiliki peranan penting dalam perekonomian
Indonesia.
Subsektor perikanan dibagi menjadi dua jenis yaitu perikanan tangkap dan
perikanan budidaya. Berdasarkan laporan FAO Year Book 2009, produksi
perikanan Indonesia sampai dengan tahun 2007 berada pada peringkat ke-3
dunia setelah China dan Peru dengan tingkat produksi rata-rata sebesar 1,54
persen. Sedangkan posisi perikanan budidaya Indonesia pada tahun yang sama
berada pada urutan ke-4 dengan kenaikan rata-rata produksi mencapai 8,73
persen. Saat itu kontribusi subsektor perikanan pada PDB nasional di Negara
Asia Pasifik masih didominasi oleh perikanan tangkap. Sejalan dengan tren
perkembangan perikanan dunia, Indonesia mulai mengusahakan perikanan
budidaya (DKP 2012).

2

Tabel 2 Produksi perikanan tangkap dan budidaya Indonesia tahun 2009-2013
Perikanan Tangkap
Tahun

Perikanan Budidaya

Volume

Nilai

Volume

Nilai

(Ribu Ton)

(Miliar Rupiah)

(Ribu Ton)

(Miliar Rupiah)

2009
2010
2011
2012
2013

5 107.97
5 384.42
5 714.27
5 829.19
5 862.17

53 929.37
64 549.40
70 031.28
79 393.33
85 101.99

4 708.56
6 277.92
7 928.96
9 675.55
5 198.90

40 584.22
63 329.19
66 549.92
76 922.77
41 601.73

Total
Rata-rata/tahun

27 898.02
5 579.60

353 005.37
70 601.07

33 789.90
6 757.98

288 987.83
57 797.57

Sumber: KKP 2013

Berdasarkan Tabel 2, produksi perikanan Indonesia mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Pada perikanan tangkap memiliki rata-rata
volume produksi per tahun lebih kecil dibandingkan dengan perikanan budidaya.
Akan tetapi, nilai produksi perikanan tangkap lebih tinggi dibandingkan dengan
perikanan budidaya. Kementrian Kelautan dan Perikanan (2013) melaporkan
pada tahun 2013, total produksi perikanan Indonesia mencapai 11.06 juta ton
berasal dari sektor perikanan tangkap dan perikanan budidaya masing-masing
sebesar 5.86 juta ton dan 5.20 juta ton. Pada periode 2009-2013, laju
pertumbuhan perikanan budidaya mencapai 8.83 persen mayoritas dari budidaya
kolam sebesar 17.82 persen. Sedangkan pertumbuhan perikanan tangkap sebesar
3.53 persen.
Salah satu komoditas perikanan bernilai tinggi yaitu udang dapat berasal
dari perikanan tangkap maupun perikanan budidaya. Selain digunakan untuk
memenuhi kebutuhan domestik, udang juga diproduksi untuk keperluan ekspor.
Udang mendominasi lebih dari 40 persen hasil perikanan untuk ekspor
(APINDO 2014). Tahun 2013, volume ekspor udang hanya sebesar 11.15 persen
tetapi nilai ekspor sebesar 33.10 persen lebih tinggi dibandingkan dengan TTC
(tuna, tongkol, cakalang) yang hanya 16.53 persen (KKP 2013).

Sumber: KKP 2013 (diolah)

Gambar 1 Pangsa ekspor udang Indonesia berdasarkan nilai di negara importir
utama tahun 2013

3

Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat bahwa negara importir utama udang
Indonesia dengan volume terbanyak yaitu Amerika Serikat, Jepang, dan Uni
Eropa. Pada tahun 2013, pangsa ekspor udang Indonesia ke negara importir
utama yaitu Amerika Serikat sebesar 54 persen, Jepang sebesar 29 persen dan
Uni Eropa sebesar 9 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pasar Amerika Serikat
merupakan pasar terbesar bagi ekspor udang Indonesia.
Indonesia merupakan salah satu eksportir udang terbesar di dunia (UN
COMTRADE 2015). Udang ekspor Indonesia secara umum dibedakan atas dua
jenis meliputi udang segar dan udang beku. Negara-negara pesaing utama udang
Indonesia meliputi Vietnam, China, India dan Thailand. Adapun urutan beberapa
negara eksportir udang terbesar dunia dapat dilihat pada Gambar 2.

(a)

(b)

Sumber: ITC 2015 (diolah)

Gambar 2 Volume dan nilai ekspor (a) udang segar, (b) udang beku negaranegara eksportir terbesar di Dunia tahun 2013
Pada tahun 2013, nilai ekspor udang segar Belanda menempati peringkat
pertama di dunia dengan pangsa sebesar 27.30 persen sedangkan Indonesia
berada di urutan ke-17 dengan pangsa hanya sebesar 0.65 persen. Sedangkan
pada ekspor udang beku, India (17.13%) menempati peringkat pertama eksportir
udang beku terbesar di dunia, disusul oleh Vietnam (13.19%) dan Ecuador
(11.80%). Sedangkan Indonesia berada pada peringkat ke-4 dengan pangsa
ekspor sebesar 8.05 persen. Rendahnya pangsa ekspor Indonesia menunjukkan
kemungkinan daya saing ekspor udang Indonesia masih rendah dibandingkan

4

negara lain disebabkan karena rendahnya produktivitas dan mutu udang di
Indonesia. Berdasarkan DKP (2004), China dan Thailand berfokus pada
peningkatan mutu, efisiensi dan produktivitas udang sedangkan Vietnam
berfokus pada produk ramah lingkungan.
Secara teoritis, volume ekspor udang dipengaruhi oleh harga udang dunia
dan pasar domestik. Kenaikan harga udang menyebabkan penurunan terhadap
permintaan impor udang. Akan tetapi, semakin tinggi harga udang dunia maka
para produsen cenderung untuk mengekspor udangnya ke luar negeri karena
adanya kenaikan pasokan ekspor udang (Irwan 1997 dalam Rotua 2011).
Mengingat udang sebagai komoditi ekspor penghasil devisa dan Indonesia
sebagai salah satu pengekspor udang sangat tergantung dengan perubahanperubahan yang terjadi di pasar dunia baik di pasar eksportir maupun importir.
Oleh karena itu, kajian mengenai integrasi pasar dan daya saing udang Indonesia
di pasar internasional dianggap penting untuk dilakukan.

Perumusan Masalah
Luas wilayah Indonesia sebanyak 2/3 merupakan lautan. Oleh sebab itu,
perikanan menjadi subsektor riil yang potensial di Indonesia. Potensi perikanan
dan kelautan Indonesia yang besar memungkinkan Indonesia untuk dapat
memasarkan hasil perikanan dan kelautan tidak hanya untuk kebutuhan domestik
saja, tetapi juga untuk pasar ekspor. Udang menjadi salah satu komoditi ekspor
bernilai tinggi mendominasi lebih dari 40 persen hasil perikanan untuk ekspor
(APINDO 2014). Oleh sebab itu, udang sangat berperan dalam peningkatan
devisa negara. Berdasarkan data Kementrian Perdagangan, produk udang
Indonesia yang diekspor ke berbagai negara dapat diklasifikasikan menjadi dua
jenis yaitu udang segar dan udang beku.

Sumber: UN COMTRADE 2015 (diolah)

Gambar 3 Perkembangan volume dan nilai ekspor udang beku dan segar
Indonesia tahun 2004-2013

5

Berdasarkan Gambar 3, volume dan nilai ekspor udang beku menempati
peringkat pertama sebesar 82.34 persen, udang segar hanya 3.56 persen, sisanya
udang olahan 14.10 persen selama 10 tahun terakhir. Pada umumnya, udang
segar menjadi bahan baku untuk industri udang beku sehingga membutuhkan
proses lebih lanjut. Pada tahun 2006, udang beku memiliki volume ekspor
tertinggi sebesar 135.39 ribu ton dengan nilai ekspor sebesar US$ 939.71 juta.
Tahun 2013 volume ekspor udang beku hanya sebesar 113.33 ribu ton tetapi
nilai ekspor lebih tinggi mencapai US$ 1 219.53 juta.

(a)

(b)

Sumber: UN COMTRADE 2015 (diolah)

Gambar 4 Volume dan nilai ekspor (a) udang segar, (b) beku Indonesia ke
negara importir utama tahun 2013
Berdasarkan Gambar 4, pada tahun 2013 tujuan ekspor udang segar
Indonesia dengan volume terbanyak terdapat di Singapura. Akan tetapi jika
melihat nilai ekspor terbesar terletak pada Malaysia sebesar US$ 2 826.55 ribu.
Ekspor udang segar Indonesia ke Malaysia mencapai 33.84 persen disusul oleh
Singapura sebesar 15 persen. Sedangkan importir utama udang beku Indonesia
yaitu Amerika Serikat dengan volume sebesar 62 501.27 ton dan nilai sebesar
US$ 663 542.53 ribu. Amerika Serikat menguasai sekitar 54.41 persen ekspor
udang beku Indonesia disusul Jepang sebesar 32.56 persen. Hal ini menunjukkan
pasar spesifik udang beku terletak di Amerika Serikat sedangkan untuk udang
segar terletak pada Malaysia.
Sebagai komoditi unggulan perikanan, udang memiliki harga yang
berfluktuasi dari waktu ke waktu. Perubahan harga tersebut umumnya
dipengaruhi oleh jumlah permintaan udang yang diinginkan negara konsumen
dan jumlah yang ditawarkan oleh negara produsen. Fluktuasi harga
menyebabkan pelaku pasar udang tidak dapat memprediksi harga yang akan
terjadi di pasaran apakah harga yang diterima akan tinggi atau malah jatuh di

6

pasaran. Harga yang terjadi mempengaruhi keputusan-keputusan yang akan
diambil oleh pelaku usaha.
Resiko yang ditimbulkan akibat harga yang berfluktuasi yaitu berhentinya
produksi akibat tidak tersedianya bahan baku atau harga bahan baku yang terlalu
tinggi. Apabila terjadi kelebihan ketersediaan pasokan udang akan menyebabkan
kerugian dari segi biaya penyimpanan dan adanya resiko kerusakan mengingat
sifat produk perikanan yang perishable sehingga menurunkan kualitas dari
udang yang akan diekspor. Dengan adanya ketersediaan informasi yang dapat
diakses tanpa hambatan berguna untuk memprediksi penawaran dan permintaan
di masa yang akan datang sehingga diharapkan terciptanya sistem pemasaran
yang efisien dimana pelaku usaha dapat merencanakan pengembangan produk
udang ke depannya.
Efisiensi dalam pemasaran udang dapat diukur dengan menggunakan
integrasi pasar dan daya saing. Integrasi pasar yang terjadi antara negara
eksportir dan negara importir udang dimana perubahan harga yang terjadi di
negara importir mampu ditransmisikan secara simetri ke negara eksportir
menunjukkan sistem pemasaran yang efisien, terutama efisiensi harga (Meyer
dan von Cramon-Taubadel 2004). Sistem pemasaran yang efisien dapat
memberikan kepuasan maksimum bagi eksportir dan importir udang dalam
memasarkan produknya dengan penggunaan sumber daya ekonomi yang
serendah-rendahnya. Akan tetapi, kenyataannya efisiensi pasar yang demikian
diduga sulit terjadi. Hal ini disebabkan karena struktur pasar perdagangan
internasional untuk komoditi perikanan terlihat terjadi praktek oligopsoni
dengan kekuatan pasar (market power) dikendalikan oleh negara importir utama
yang memiliki pangsa pasar yang besar (Conforti 2004, Faminow dan Benson
1990, Serra dan Goodwin 2002).
Selain itu, adanya biaya transaksi yang relatif tinggi turut mempengaruhi
asimetri harga yang terjadi antara negara eksportir dan negara importir udang
(Meyer dan von Cramon-Taubadel 2004). Perubahan harga antar negara
umumnya dipengaruhi oleh kontrak yang terjalin antar pelaku usaha sehingga
membutuhkan biaya tambahan dalam penyesuaian harga (adjustment cost).
Biaya tersebut dibedakan menjadi biaya pencarian informasi, biaya pelabelan,
biaya perubahan katalog harga, biaya pengambilan keputusan dan pembuatan
kontrak serta biaya pengamanan kontrak. Semakin tinggi ketidakpastian dan
semakin rumit mekanisme transaksi menyebabkan semakin besar biaya
pencarian informasi. Termasuk biaya pengamanan kontrak bertujuan untuk
menjaga agar kontrak terlaksana sesuai dengan kesepakatan antar negara yang
bermitra. Selain dipengaruhi oleh ketidakpastian dan jaringan transaksi yang
rumit, perilaku negara mitra yang oportunistik juga mempengaruhi biaya
transaksi yang tinggi (Juarno 2012). Oleh sebab itu, kontrak dengan jangka
waktu relatif panjang berisiko merugikan salah satu pihak yang terlibat
mengingat harga udang yang cenderung fluktuatif dari waktu ke waktu. Adanya
kontrak akan menguntungkan bagi negara eksportir apabila terjadi penurunan
harga udang di pasar internasional di bawah harga yang disepakati dalam
kontrak. Akan tetapi, di sisi lain kenaikan harga udang di pasar internasional di
atas harga yang disepakati dalam kontrak akan merugikan bagi negara eksportir.

7

Sumber: ITC 2015 (diolah)

Gambar 5 Perkembangan harga udang segar di Indonesia menurut negara
importir utama tahun 2009-2013
Pada Gambar 5, Malaysia menjadi tujuan utama ekspor udang segar
Indonesia. Ketimpangan harga ditunjukkan dengan adanya selisih harga yang
sangat besar antara udang segar Malaysia dan udang segar Indonesia. Tahun
2012, harga udang segar Malaysia mengalami peningkatan hingga 109 persen
yakni mencapai US$ 4 663.40/ton dimana pada tahun sebelumnya harga udang
segar hanya sebesar US$ 2 233.10/ton. Akan tetapi, Indonesia cenderung lambat
merespon kenaikan harga di Malaysia.

Sumber: ITC 2015 (diolah)

Gambar 6 Perkembangan harga udang beku di Indonesia menurut negara
importir utama tahun 2009-2013
Berdasarkan Gambar 6, terlihat fluktuasi harga udang beku dengan negara
importir utama. Pada tahun 2013, harga udang beku Indonesia mengalami
kenaikan yang signifikan sebesar 22.28 persen dimana pada tahun sebelumnya

8

harga udang beku Indonesia sebesar US$ 6 587.59/ton menjadi US$ 8
055.05/ton. Respon Indonesia terhadap perubahan harga udang beku di Amerika
cenderung lebih cepat bila dibandingkan dengan perubahan harga udang segar di
Malaysia. Akan tetapi, apabila ditinjau dari segi besarannya terlihat ada
perbedaan respon perubahan harga udang beku antara Indonesia dan Amerika
Serikat.
Jika melihat perkembangan harga udang segar dan udang beku antara
Indonesia dan negara importir (Gambar 5 dan Gambar 6) secara keseluruhan
menunjukkan tren yang sama yakni cenderung meningkat. Meskipun demikian,
adanya perbedaan respon terhadap perubahan harga (saat kenaikan dan
penurunan harga) yang terjadi pada pasar udang segar dan udang beku
menunjukkan kemungkinan bahwa perubahan harga tidak ditransmisikan secara
sempurna dari negara importir ke negara eksportir. Dengan kata lain, diduga
terjadi asimetri harga pada udang segar maupun udang beku yang disebabkan
karena adanya perbedaan respon penyesuaian harga dari segi kecepatan waktu
(speed) atau segi besaran (magnitude). Jika asimetri harga terjadi dari segi waktu
maka respon pasar udang Indonesia terhadap perubahan harga yang terjadi di
negara importir relatif lambat seperti yang dijumpai pada pasar udang segar
antara Indonesia dan Malaysia. Sebaliknya jika asimetri harga terjadi dari segi
besaran maka perubahan harga udang di negara importir tidak ditransmisikan
secara penuh oleh pasar udang Indonesia artinya ketika terjadi kenaikan atau
penurunan harga udang di negara importir tidak direspon dengan perubahan
harga yang sama besarnya di pasar udang Indonesia (Meyer dan von CramonTaubadel 2004). Dalam hal ini, terdapat perbedaan antara produk udang segar
dan udang beku. Udang segar memiliki sifat yang perishabel dibandingkan
dengan udang beku dimana harga udang segar cenderung lebih fluktuatif karena
ketersediaan produk tersebut dipengaruhi oleh faktor penyakit serta musim.
Suatu sistem pemasaran yang efisien juga memberikan implikasi bahwa
udang segar dan udang beku memiliki keunggulan komparatif di pasar
internasional. Artinya bahwa kedua jenis produk tersebut mampu bersaing
dengan negara-negara lain di pasar internasional baik dari aspek harga, kualitas,
serta kemananan produk. Dengan kata lain, sistem pemasaran udang yang
berdaya saing tinggi ditunjukkan dengan kemampuan untuk merespon setiap
perubahan pasar secara efisien. Dalam hal ini, daya saing dapat dilihat dari
perkembangan volume ekspor Indonesia yang ternyata masih tergolong rendah
dibandingkan dengan negara pesaingnya.
Tabel 3 Volume ekspor udang Indonesia dan negara pesaing utama (000 ton)
tahun 2008-2013
Tahun

Udang Segar
Udang Beku
Indonesia Thailand Indonesia Thailand Vietnam
2008
8.17
8.07
115.40
190.20
196.93
2009
7.75
5.75
99.86
214.31
192.19
2010
3.42
5.34
99.39
237.44
251.75
2011
3.19
12.24
108.74
191.27
272.49
2012
2.79
16.24
110.11
170.16
112.32
2013
3.11
10.02
113.33
89.19
129.38
Sumber: ITC, UN COMTRADE 2015 (diolah)

India
114.48
124.44
168.59
233.53
271.89
248.74

China
52.14
127.96
142.04
143.49
137.61
139.05

9

Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan ekspor udang segar Indonesia terus
mengalami penurunan dengan volume ekspor lebih rendah dibandingkan
Thailand. Tahun 2010, penurunan ekspor Indonesia hingga 55.89 persen.
Sedangkan ekspor udang beku Indonesia menurun hingga 13.47 persen tahun
2009. Jika dibandingkan dengan pesaingnya, ekspor udang beku Indonesia juga
masih rendah dibandingkan dengan pesaingnya Vietnam, India, dan China.
Sedangkan Thailand terus mengalami penurunan ekspor udang beku dari tahun
2011. Hal ini disebabkan karena adanya penyakit yang menyerang udang
Thailand sehingga produksi udang di negara tersebut mengalami penurunan
(FAO 2013, Jory 2014). Meskipun demikian, rata-rata ekspor udang beku
Thailand masih lebih tinggi dibandingkan dengan udang beku Indonesia.
Sementara China mampu menggeser posisi Indonesia sebagai pengekspor udang
beku dunia. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan daya saing udang
Indonesia masih rendah dibandingkan negara lainnya.
Di satu sisi, adanya liberalisasi perdagangan yang semakin bebas akan
mengancam pasar udang dalam negeri di pasar internasional apabila Indonesia
belum mampu mempertahankan keunggulan komparatif di pasar internasional.
Keunggulan komparatif dicirikan dengan besarnya daya saing komoditi udang
yang dimiliki Indonesia dalam subsektor perikanan di dunia dan negara importir
utama.
Mengingat ketergantungan Indonesia terhadap pasar internasional
mengakibatkan harga udang cenderung berfluktuasi, hal ini menyebabkan
volume dan nilai ekspor juga mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Fluktuasi
harga udang ditentukan oleh perubahan-perubahan yang terjadi di pasar
internasional. Perubahan-perubahan tersebut ditransmisikan ke pasar ekspor
Indonesia disebabkan karena pasar udang domestik terintegrasi dengan pasar
udang internasional. Integrasi pasar menyebabkan harga di suatu negara
berkorelasi dengan harga di pasar-pasar lainnya. Perubahan harga ditransmisikan
ke pasar-pasar lainnya. Meskipun demikian, Indonesia merupakan negara kecil
mengakibatkan pasar ini berperan sebagai price taker terhadap perubahan harga
yang terjadi di pasar internasional. Kekuatan pasar dimiliki negara importir
dengan pangsa pasar yang besar menunjukkan adanya praktek oligopsoni
mengakibatkan terjadinya transmisi harga yang asimetri.
Berdasarkan uraian tersebut, adapun permasalahan yang menarik untuk
dikaji dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah integrasi pasar dan transmisi harga udang Indonesia dengan
negara importir utama?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pembentukan harga ekspor udang
Indonesia?
3. Bagaimanakah posisi daya saing udang Indonesia dan negara eksportir utama
di pasar internasional?
4. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi daya saing udang Indonesia di
pasar internasional?

10

Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis integrasi pasar dan transmisi harga udang Indonesia dengan
negara importir utama
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan harga ekspor
udang Indonesia
3. Menganalisis posisi daya saing udang Indonesia dan negara eksportir utama
di pasar internasional
4. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing udang Indonesia
di pasar internasional
Manfaat Penelitian
Penelitian mengenai integrasi pasar dan daya saing udang Indonesia di
pasar internasional diharapkan dapat memberikan informasi bagi pengembangan
perdagangan udang Indonesia dan dapat berguna bagi:
1. Pemerintah dan pengambil keputusan sebagai bahan pertimbangan dan
masukan dalam mengambil keputusan dan kebijakan dalam rangka
pengembangan pemasaran udang Indonesia.
2. Penulis diharapkan bertambah wawasan terutama mengenai kondisi
perdagangan udang di pasar internasional.
3. Pihak-pihak yang berkepentingan lainnya, diharapkan penelitian ini dapat
memberikan informasi yang bermanfaat, masukan dan pertimbangan untuk
penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
1.

2.
3.

4.

Ruang lingkup penelitian ini mencakup:
Penelitian ini mengkaji potensi udang Indonesia dan pasar internasional
dilihat dari aspek perdagangan berupa ekspor Indonesia ke negara importir
utama serta membandingkan dengan negara pengekspor utama sedangkan
aspek produksi tidak dianalisis dalam penelitian ini.
Integrasi pasar udang Indonesia dan negara importir utama dianalisis melalui
hubungan harga
Pasar udang dunia merupakan negara importir atau konsumen udang
Indonesia terbesar dimana udang beku yaitu Amerika Serikat. Udang segar
yaitu Malaysia serta negara eksportir utama dari benua Asia yaitu Thailand,
China, India dan Vietnam.
Produk udang yang digunakan jenis udang dengan kode Harmonized System
(HS-1992) 6-dijit menurut Kementrian Perdagangan yaitu
030613 (beku): udang kecil dan udang biasa, termasuk yang berkulit,
dimasak dengan dikukus atau dengan direbus dalam air,
beku
030623 (segar): udang kecil dan udang biasa, hidup, segar, dingin atau dalam
air garam, atau dimasak dengan dikukus atau direbus dalam
air, tidak beku

11

Sedangkan keterbatasan penelitian ini mencakup:
1. Penelitian ini menganggap biaya-biaya transaksi perdagangan antar pasar
konstan dan hanya difokuskan melihat hubungan harga antar pasar udang
Indonesia dengan pasar eksportir dan importir udang sehingga pengaruh
harga di luar negara-negara tersebut diabaikan.
2. Secara spesifik, wilayah penghasil udang tidak dipisahkan berdasarkan
perikanan tangkap dan budidaya.
3. Produk udang yang diteliti tidak menggunakan jenis udang dengan kode
Harmonized System 10-dijit karena berbeda dengan kode HS di negara
importir
4. Harga udang yang digunakan diproksi dari harga rata-rata ekspor dan impor
yaitu nilai ekspor/impor dibagi volume ekspor/impor disebabkan karena
kesulitan memperoleh data udang.
5. Karena menggunakan data perdagangan UN Comtrade dan trade map
sehingga jenis udang tidak diklasifikasikan berdasarkan ukurannya. Rata-rata
harga tersebut diperoleh dengan membagi nilai eskpor dengan volumenya
seperti yang dilakukan studi Suryana et al., (1989) dan Juarno (2012).
6. Untuk udang olahan tidak dimasukkan dalam penelitian ini karena
ketidaksesuaian jenis udang olahan Indonesia dengan negara importir utama.
7. Penelitian ini tidak memasukkan harga udang di tingkat produsen disebabkan
karena penggolongan jenis udang yang berbeda dengan udang yang dieskpor
Indonesia. Harga udang tingkat produsen digolongkan menjadi 2 yaitu udang
tangkap dan budidaya.
8. Produksi bulanan diperoleh dari hasil interpolasi data produksi tahunan
dengan mengikuti variasi ekspor udang setiap bulannya.
9. Variabel integrasi pasar sebagai faktor yang mempengaruhi daya saing
merupakan hasil proksi dari nilai Error Correction Term (ECT) atau
kecepatan penyesuaian pada keseimbangan seperti yang dilakukan Muzendi
(2014)
10. Tarif bea masuk yang dikenakan Amerika Serikat terhadap udang beku
Indonesia sebesar nol persen sehingga tidak dimasukkan dalam model.
11. Hambatan non tarif terkait standarisasi mutu dan food safety tidak dibahas
dalam penelitian ini karena pengamatan dilakukan dari tahun 2005 hingga
2014 sedangkan kebijakan tersebut mulai diterapkan pada tahun 1997.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Kerangka Teoritis
Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional tercermin dari kegiatan ekspor dan impor suatu
negara. Perdagangan bertujuan untuk memberikan keuntungan bagi setiap
negara. Krugman dan Obstfeld (2003) mengungkapkan terdapat dua alasan
utama tiap negara berkontribusi dalam mencari keuntungan dari proses
perdagangan. Pertama, negara-negara melakukan perdagangan disebabkan

12

karena tiap negara berbeda satu sama lain. Pada dasarnya tidak semua kebutuhan
suatu negara dapat dipenuhi di dalam negeri disebabkan karena setiap negara
memiliki faktor produksi yang berbeda. Kedua, negara-negara melakukan
perdagangan untuk mencapai skala ekonomi dalam produksi. Tidak ada negara
yang mampu menghasilkan segala produk di negaranya sendiri melainkan
memilih untuk memproduksi sejumlah produk yang berbeda (differensiasi).
Perbedaan antar negara menyebabkan perbedaan dalam hal permintaan
pasar terhadap komoditi tertentu karena perbedaan kondisi dan karakteristik
sosial ekonomi masing-masing negara. Hal tersebut juga terjadi pada kurva
penawaran komoditi, dan juga akan berbeda antar negara karena adanya
perbedaan faktor bawaan (factor endowment) baik kuantitas, kualitas maupun
komposisi sumber dayanya (Oktariza 2000). Perbedaan sumber daya bawaan
(resource endowments) antar negara atau wilayah menyebabkan tiap negara
memperoleh manfaat dari memproduksi suatu produk tertentu. Negara-negara
yang mampu memproduksi komoditi memperoleh keuntungan dan melakukan
perdagangan untuk memperoleh barang lain dalam memenuhi konsumsi
masyarakat di negaranya (Koo dan Kennedy 2005).
Selain itu, faktor harga merupakan sinyal yang menarik bagi pelaku usaha
dalam melakukan perdagangan internasional. Kegiatan perdagangan ditunjukkan
dari mengalirnya suatu produk negara yang menawarkan harga jual rendah ke
negara dengan harga jual yang tinggi. Dalam hal ini, Indonesia akan mengekspor
udang ke negara importir apabila harga domestik negara Indonesia (kondisi
autarki) relatif lebih rendah dibandingkan dengan harga domestik negara
importir udang. Struktur harga yang terjadi di Indonesia lebih rendah karena
produksi udang domestik melebihi konsumsi udang domestiknya, sehingga
Indonesia memiliki kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain.
Sedangkan di negara importir terjadi kekurangan supply karena konsumsi
domestiknya melebihi produksi domestiknya (excess demand), sehingga harga
yang terjadi di negara importir lebih tinggi. Negara importir akan membeli
udang dari negara lain yang menawarkan harga relatif rendah. Jika terjadi
komunikasi antara Indonesia dan negara importir udang maka akan terjadi
perdagangan diantara kedua negara dengan harga yang diterima keduanya adalah
sama sebesar harga dunia (Tomek dan Robinson 1990).
Dalam perdagangan udang segar dan udang beku dunia apabila ditinjau
dari pangsa ekspornya, Indonesia diasumsikan sebagai negara kecil (small
country). Pada perdagangan udang segar Indonesia selama periode 2005-2014,
rata-rata pangsa nilai hanya sebesar 2.01 persen dengan ekspor sekitar 3.75
persen. Sedangkan perdagangan udang beku, rata-rata pangsa nilai ekspor hanya
sebesar 12.47 persen dengan ekspor sekitar 10.48 persen. Karena pangsa yang
relatif kecil, maka Indonesia tidak dapat mempengaruhi pasar dunia (lihat
Gambar 7).

13

Sumber: Koo dan Kennedy 2005

Gambar 7 Pengaruh dunia terhadap pasar udang domestik
Berdasarkan Gambar 7, harga udang dunia diasumsikan eksogen.
Indonesia sebagai negara eksportir udang tidak dapat mempengaruhi pasar dunia
artinya Indonesia berperan sebagai price taker. Pada kondisi autarki (sebelum
terjadinya perdagangan) terjadi keseimbangan antara permintaan domestik dan
penawaran domestik dengan harga pasar sebesar PE. Pada saat terjadinya
perdagangan internasional, keseimbangan harga dunia sebesar Pw mempengaruhi
jumlah udang yang diperdagangkan negara eksportir. Pada kondisi tersebut,
permintaan udang domestik adalah sebesar QD sedangkan penawaran domestik
sebesar QS sehingga jumlah udang yang diekspor ke pasar dunia sebesar X (QSQD).
Integrasi Pasar dan Transmisi Harga
Integrasi pasar berkaitan erat dengan perdagangan internasional.
Berdasarkan perdagangan internasional, produk akan mengalir dari negara yang
harga jual komoditasnya rendah ke negara yang harga jual komoditasnya tinggi
sehingga harga di pasar acuan (referensi) akan mempengaruhi harga di pasar
pengikutnya. Suatu pasar dikatakan terintegrasi dengan pasar lain apabila
informasi pasar ditransmisikan dengan cepat ke pasar lain sehingga antara pasar
acuan dan pasar pengikut memiliki informasi yang sama. Informasi pasar berupa
harga, volume, dan kualitas sangat diperlukan untuk mencapai alokasi yang
optimal dalam sistem pemasaran yang efisien (Hanafiah dan Saefuddin 2010).
Akan tetapi kenyataanya, harga mungkin saja tidak ditransmisikan dengan baik,
hal ini menunjukkan inefisiensi dalam proses pemasaran.
Teori harga berperan penting dalam ekonomi neo klasik. Harga
mendorong alokasi sumber daya dan pengambilan keputusan oleh pelaku
ekonomi. Para ekonom neo-klasik mengungkapkan bahwa harga merupakan
indikator utama yang dapat mencerminkan tingkat efisiensi suatu pasar.
Transmisi harga dan tingkat integrasi dapat dijadikan indikasi efisiensi yang

14

terbentuk antar dua pasar yang saling berinteraksi, baik secara vertikal maupun
spasial (Meyer dan von Cramon-Taub