Analisis Daya Saing Dan Integrasi Pasar Lada Indonesia Di Pasar Internasional

ANALISIS DAYA SAING DAN INTEGRASI PASAR LADA
INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

DEWI ASRINI FAZARIA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Daya Saing dan
Integrasi Pasar Lada Indonesia di Pasar Internasional adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2016
Dewi Asrini Fazaria
NIM H453130141

RINGKASAN
DEWI ASRINI FAZARIA. Analisis Daya Saing dan Integrasi Pasar Lada
Indonesia di Pasar Internasional. Dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM dan
SAHARA.
Lada Indonesia merupakan komoditas tradisional yang telah
diperdagangkan sejak lama. Lada memiliki peran penting dalam pertumbuhan
ekonomi Indonesia. Permintaan lada dunia meningkat sekitar 5-7 persen pertahun,
namun produksi Indonesia berfluktuasi dengan pertumbuhan penawaran yang
tidak sebanding dengan permintaan. Ketidakmampuan Indonesia dalam mengikuti
pertumbuhan permintaan lada dunia dapat dimanfaatkan negara lain untuk
meningkatkan perdagangan dan menguatkan daya saing mereka dalam
perdagangan lada dunia. Hal tersebut tentu membahayakan posisi dan daya saing
Indonesia dalam perdagangan lada dunia. Harga yang merupakan sinyal dalam
pengambilan keputusan ekonomi dirasa kurang menarik menjadi insentif
peningkatan produksi sehingga mempengaruhi kemampuan ekspor lada Indonesia.
Ketergantungan Indonesia pada pasar ekspor menjadikan harga lada Indonesia

mengikuti fluktuasi yang terjadi di pasar internasional. Analisis integrasi harga di
pasar lada Indonesia dan pasar internasional diperlukan untuk mengetahui
efisiensi pemasaran yang salah satunya ditandai dengan lancarnya penyaluran
informasi harga.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis daya saing ekspor lada
Indonesia dan negara eksportir utama di negara importir utama; (2) menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing lada ekspor Indonesia; (3)
menganalisis integrasi pasar lada hitam dan lada putih Indonesia dengan pasar
lada hitam dan lada putih dunia. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data time series harga bulanan dari tahun 1995-2014 dan data time series tahunan
dari tahun 1975-2014. Metode penelitian yang digunakan untuk menganalisis
daya saing ekspor lada Indonesia adalah Revealed Comparative Advantage (RCA)
dan Revealed Symetric Comparative Advantage (RSCA). Error Correction Model
(ECM) digunakan untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi daya saing lada
ekspor Indonesia untuk negara-negara importir utama sedangkan metode yang
digunakan untuk analisis integrasi pasar lada adalah uji kointegrasi dengan
pendekatan Vector Error Correction Model (VECM).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Indonesia memiliki daya saing
yang lebih kuat dibandingkan Vietnam dan Brazil untuk pasar lada Amerika dan
Jerman namun lebih rendah dari pada Vietnam untuk pasar lada Belanda. (2) Daya

saing lada ekspor Indonesia untuk pasar Amerika pada jangka panjang dan jangka
pendek dipengaruhi oleh harga lada ekspor Indonesia, harga lada ekspor Vietnam,
produksi lada Indonesia. Pada pasar lada Belanda, daya saing lada ekspor
Indonesia dipengaruhi oleh harga lada ekspor Vietnam dan produksi lada
Indonesia pada jangka pendek, sedangkan pada jangka panjang secara signifikan
dipengaruhi oleh harga lada ekspor Vietnam, produksi lada Indonesia, GDP
Indonesia, dan tingkat daya saing lada ekspor Indonesia pada tahun sebelumnya.
Daya saing lada ekspor Indonesia untuk pasar Jerman pada jangka pendek
dipengaruhi oleh harga ekspor lada Indonesia, harga lada ekspor Vietnam,
produksi lada Indonesia, nilai tukar Rupiah dan Euro dan tingkat daya saing lada
ekspor Indonesia untuk Jerman pada tahun sebelumnya sedangkan pada jangka

panjang dipengarui oleh tingkat daya saing lada ekspor Indonesia untuk Jerman
pada satu tahun sebelumnya. (3) pasar lada hitam lokal dengan pasar lada hitam
spot dan pasar lada hitam ekspor dengan pasar lada hitam spot memiliki hubungan
kointegrasi atau integrasi pada jangka panjang. Namun integrasi yang terjadi
belum sempurna karena perubahan harga pada satu tingkat pasar belum dapat
disalurkan secara penuh ke tingkat pasar lainnya. Hal ini diduga karena adanya
waktu penyesuaian yang dibutuhkan. Pada hubungan integrasi jangka pendek,
kecepatan penyesuaian untuk keseimbangan jangka panjang pada pasar lada hitam

ekspor adalah 0.186 dan 0.268 per bulan dan pada pasar lada hitam spot adalah
0.184 per bulan. Pada pasar lada putih terdapat satu hubungan integrasi jangka
panjang yaitu antara pasar lada putih lokal dengan pasar lada putih ekspor dan
spot. Besarnya koreksi kesalahan pada jangka pendek untuk menuju
keseimbangan di jangka panjang adalah 0.256 per bulan untuk pasar lada putih
spot.
Kata kunci: integrasi pasar, lada, VECM, RCA, daya saing, ECM

SUMMARY
DEWI ASRINI FAZARIA. The competitiveness and market integration analysis
of Indonesian pepper to international market. Supervised by DEDI BUDIMAN
HAKIM and SAHARA.
Indonesian pepper was traditional commodity which has been traded since
long time ago. Pepper has important role in economic growth for Indonesia.
Pepper world demand increased by about 5-7 percent annually, but the pepper
supply growth in Indonesia was not propotionate to the world demand of pepper.
Indonesia's inability to follow the growth of world’s pepper demand can be
utilized and filled by other countries by increasing their trade and strengthen their
competitiveness in world pepper trade. Prices as a signal in economic decision
making was less attractive as an incentive to increase production so it affected the

ability of Indonesian pepper export. Indonesia's dependence on export markets
cause the domestic pepper price to follow the fluctuations in the international
market. Analysis of the price integration in Indonesian market pepper to the
international market is needed to indentify the marketing efficiency which is
marked by the ability to transfer the price information effectively.
The purposes of the study was to analyze: (1) the competitiveness of
Indonesian pepper to the largest pepper importing countries.; (2) the factors
affecting the competitiveness of Indonesian pepper; (3) the integration of
Indonesian black and white pepper market to international pepper market. The
data used in this study were monthly time series data from 1995-2014 and annual
time series data from 1975-1994. The methods used were the cointegration test
with the approach of Vector Error Correction Model (VECM) for the analysis of
pepper market integration; Revealed Comparative Advantage (RCA) and
Revealed Symetric Comparative Advantage (RSCA) for the analysis of
competitiveness to importing countries and Error Correction Model (ECM) was
used to analyze the factors affecting the competitiveness of Indonesian pepper to
the major importing countries.
The results showed that: (1) Indonesia had higher competitivess compared
to Vietnam and Brazil in American and Germany pepper market but lower than
Vietnam for Netherlands pepper market; (2) The competitiveness of Indonesian

pepper exports to the American pepper market in the short and long term was
affected by the Indonesian pepper export price, Vietnamese pepper export price
and Indonesian pepper production. In Netherlands pepper market, the
competitiveness of Indonesian pepper export affected by the pepper export price
of Vietnam and Indonesian pepper production in the short term, while in the long
term was significantly affected by the Vietnamese pepper export price, Indonesian
pepper production, GDP of Indonesia, and the level of competitiveness in the
previous year. The competitiveness of Indonesian pepper export to the German
market in the short term was significantly affected by the Indonesian pepper
export price, the Vietnamese pepper export price, pepper production, Rupiah
exchange rate to Euro, the level of Indonesian pepper export competitiveness in
the previous year, while in the long term is affected by the level of Indonesian
pepper export competitiveness for Germany in the previous year; (3) Between the

local black pepper market and spot black pepper market and between the export
and spot black pepper market were integrated in short and long term. The
relationship between each level of black pepper market was still not perfectly
integrated. The change in price information is not perfectly transfered. This may
occured by the existance of time adjustment for equilibrium. In the short-term
integration relationship, the adjustment speed for the long-term equilibrium of

black pepper export market was 0.186 and 0.268 per month and the black pepper
spot market was 0.184 per month. There was also long term integration
relationship in white pepper market. There was cointegration relationship between
white pepper local market price with white pepper exporter and spot market price.
The adjustment speed in for white pepper spot market was 0.256 per month;
Keywords: market integration, pepper, VECM, RCA, competitiveness, ECM

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS INTEGRASI PASAR DAN DAYA SAING LADA
INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL


DEWI ASRINI FAZARIA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Ratna Winandi Asmarantaka, MS

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian dengan
judul Analisis Daya saing dan Integrasi Pasar Lada Indonesia di Pasar
Internasional. Penulisan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bimbingan dan

bantuan serta doa dari berbagai pihak. Pada kesempatan kali ini penulis ingin
mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaam setinggi-tingginya kepada:
1. Dr Ir Dedi Budiman Hakim, MAEc selaku ketua komisi pembimbing dan
Ibu Dr Sahara, SP MSi selaku anggota komisi pembimbing atas segala
arahan, bimbingan dan motivasi yang diberikan mulai dari tahap awal
penulisan hingga penyelesaian tesis ini.
2. Dr Ir Ratna Winandi Asmarantaka, MS selaku penguji luar komisi serta Dr
Meti Ekayani, SHut MSc selaku penguji wakil komisi program studi EPN
yang telah memberikan masukan dan arahan untuk perbaikan tesis ini.
3. Bapak Prof Dr Ir Sri Hartoyo, MS sebagai ketua Program Studi Ilmu
Ekonomi Pertanian (EPN) dan seluruh staff pengajar pada Program Studi
EPN atas segala ilmu yang diberikan selama penulis menempuh
pendidikan.
4. Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi yang telah memberikan kesempatan
beasiswa BPPDN program magister kepada penulis.
5. Mbak Ina, Mas Johan, Mas Widi, Ibu Kokom, Bapak Husein dan Mas
Erwin selaku tenaga kependidikan Program Studi EPN atas segala bantuan
dan dukungan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan.
6. Seluruh anggota keluarga khususnya orang tua, Ibunda Kasriyati dan alm
Ayahanda Yusman, kakak-kakak, abang-abang dan keponakan yang selalu

memberikan semangat, dorongan, doa dan kasih sayang yang tidak
terhingga kepada penulis.
7. Teman-teman EPN angkatan 2013 atas doa, dorongan dan semangat yang
diberikan kepada penulis dalam menjalani pendidikan di Program Studi
EPN.
8. Sahabat-sahabat di Griya Putri Cibanteng (GPA), Dea, Iski, Nora, Vhira
dan Ira atas motivasi, doa dan dukungan kepada penulis dalam
menyelesaikan penulisan tesis ini.
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan in, untuk itu
penulis berharap penelitian-penelitian selanjutnya dapat menyempurnakan
kekurangan yang terdapat dalam tulisan ini. Semoga penelitian ini dapat
bermanfaat dan dapat menjadi motivasi bagi civitas akademika untuk terus
menghasilkan karya-karya yang bermanfaat bagi masyarakat.

Bogor, Juni 2016
Dewi Asrini Fazaria

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
3
9
10
10

2 TINJAUAN PUSTAKA
Daya Saing Ekspor
Integrasi Pasar
Model Analisis Integrasi Pasar
Penelitian Terdahulu
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian

11
11
14
16
18
21
23

3 METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Analisis Daya Saing Lada
Analisis Integrasi Pasar

24
24
25
25
27

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Perdagangan Lada
Analisis Daya Saing Lada
Analisis Faktor yang Mempengaruhi Daya Saing Lada Indonesia
Integrasi Pasar Lada Indonesia

30
30
35
41
53

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

76
76
76

DAFTAR PUSTAKA

78

LAMPIRAN

83

RIWAYAT HIDUP

93

DAFTAR TABEL
1 Negara tujuan dan nilai ekspor rempah-rempah Indonesia tahun 20102014 (000 USD)
2 Luas areal, produksi dan ekspor lada di Indonesia tahun 2006-2013
3 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian
4 Rata-rata nilai indeks RCA dan RSCA untuk pasar lada Amerika Tahun
1975-2014
5 Rata-rata nilai indeks RCA dan RSCA untuk pasar lada Belanda tahun
1975-2014
6 Rata-rata nilai indeks RCA dan RSCA untuk pasar lada Jerman tahun
1975-2014
7 Hasil uji unit root pada level
8 Hasil uji unit root pada fist different
9 Pengujian lag optimal untuk setiap pasar importir utama lada dunia
10 Hasil uji unit root variabel residual
11 Hasil kointegrasi faktor yang mempengaruhi daya saing lada Indonesia
12 Estimasi hubungan jangka pendek faktor-faktor yang mempengaruhi
daya saing lada Indonesia di pasar Amerika tahun 1975-2015
13 Estimasi hubungan jangka panjang faktor-faktor yang mempengaruhi
daya saing lada Indonesia di pasar Amerika tahun 1975-2015
14 Estimasi hubungan jangka pendek faktor-faktor yang mempengaruhi
daya saing lada Indonesia di pasar Belanda tahun 1975-2015
15 Estimasi hubungan jangka panjang faktor-faktor yang mempengaruhi
daya saing lada Indonesia di pasar Belanda tahun 1975-2015
16 Estimasi hubungan jangka pendek faktor-faktor yang mempengaruhi
daya saing lada Indonesia di pasar Jerman tahun 1975-2015.
17 Estimasi hubungan jangka panjang faktor-faktor yang mempengaruhi
daya saing lada Indonesia di pasar Jerman tahun 1975-2015
18 Deskripsi statistik harga lada hitam dan lada putih dari Januari 1995
hingga Desember 2014.
19 Uji unit root variabel pada pasar lada hitam
20 Hasil pengujian lag optimal pasar lada hitam
21 Hasil uji kointegrasi pada pasar lada hitam
22 Hubungan kointegrasi pada pasar lada hitam
23 Estimasi model VECM jangka pendek antar pasar lada hitam
24 Hubungan kausalitas Granger pasar lada hitam
25 FEVD pasar lada hitam lokal
26 FEVD pasar lada hitam ekspor
27 FEVD pasar lada hitam spot
28 Uji unit root variabel pada pasar lada putih
29 Hasil pengujian lag optimal pasar lada putih
30 Hasil uji kointegrasi pada pasar lada putih
31 Hubungan kointegrasi pada pasar lada putih
32 Estimasi model VECM jangka pendek antar pasar lada putih
33 Hubungan kausalitas Granger pasar lada putih
34 FEVD pasar lada putih lokal
35 FEVD pasar lada putih ekspor

1
3
24
38
40
40
42
43
43
44
45
47
48
49
50
52
53
54
57
58
59
60
61
63
66
67
67
68
69
69
70
71
72
74
75

36 FEVD pasar lada putih spot

75

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Negara-negara eksportir lada terbesar di dunia tahun 2013
Negara importir lada di dunia tahun 2009-2013
Negara tujuan ekspor lada putih indonesia tahun 2009-2013
Negara tujuan ekspor lada hitam indonesia tahun 2009-2013
Perkembangan harga lada putih Indonesia dan harga spot lada putih di
Amerika tahun 2008-2014
Perkembangan harga lada hitam di Indonesia dan harga spot lada hitam
di Amerika tahun 2008-2014
Kerangka pemikiran
Saluran pemasaran lada putih di Bangka tahun 2002
Saluran pemasaran lada hitam di Lampung tahun 2002
Pangsa pasar impor lada dunia tahun 2013
Pangsa pasar ekspor lada dunia tahun 2013
Rata-rata harga FOB lada hitam Indonesia, Vietnam dan Brazil pada
Tahun 2005-2014.
Rata-rata harga FOB lada putih Indonesia, Vietnam dan Brazil pada
Tahun 2005-2014.
Pangsa ekspor lada Indonesia, Vietnam dan Brazil di pasar Amerika
tahun 1990-2014
Pangsa ekspor lada Indonesia, Vietnam dan Brazil di pasar Belanda
tahun 1990-2014
Pangsa ekspor lada Indonesia, Vietnam dan Brazil di pasar Jerman
tahun 1990-2014
Perkembangan harga lada hitam tahun 1995-2014
Perkembangan harga lada putih tahun 1995-2014
Grafik impuls response function model pasar lada hitam
Grafik impuls response function model pasar lada putih

2
4
5
5
7
8
23
31
32
32
33
34
34
35
36
37
55
56
65
73

DAFTAR LAMPIRAN
1 Adopsi standar mutu lada putih SNI 01-0004-1995 dengan ASTA, ESA,
IPC dan ISO
2 Adopsi standar mutu lada hitam SNI 01-0005-1995 dengan ASTA,
ESA, IPC dan ISO
3 Penentuan panjang lag optimal model integrasi pasar lada hitam
4 Ringkasan kointegrasi pasar lada hitam
5 Estimasi VECM untuk pasar lada hitam
6 Penentuan panjang lag optimal model integrasi pasar lada putih
7 Ringkasan kointegrasi pasar lada putih
8 Estimasi VECM pasar lada putih

85
86
87
87
88
90
90
91

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rempah-rempah adalah salah satu kekayaan yang dimiliki oleh Indonesia
dan sudah dikenal serta diperdagangkan sejak lama. Beberapa jenis rempahrempah yang dihasilkan di Indonesia antara lain adalah lada, pala, cengkeh, vanili
dan kayu manis. Rempah-rempah sangat diminati karena memiliki berbagai
fungsi, yaitu sebagai pemberi rasa, aroma dan warna, bahkan untuk pengobatan.
Pada pemanfaatannya, rempah dapat digunakan dalam keadaan segar maupun
kering.
Rempah-rempah Indonesia masuk ke dalam sepuluh komoditas ekspor
potensial yang diekspor ke berbagai negara seperti Amerika, Vietnam, India,
Belanda, Singapura dan lain-lain (Kemendag 2015). Berdasarkan data Kemendag
(2015), nilai ekspor rempah-rempah Indonesia ke berbagai negara di dunia pada
tahun 2008 mengalami peningkatan sebesar 62 persen di tahun 2012 yaitu dari
US$ 417 juta menjadi US$ 672 juta. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui
bahwa rempah-rempah dapat memberikan manfaat ekonomi yang besar bagi
Indonesia. Beberapa negara tujuan ekspor rempah-rempah Indonesia dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1 Negara tujuan dan nilai ekspor rempah-rempah Indonesia tahun 20102014 (000 USD)
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Negara
Amerika Serikat
Italia
Prancis
Singapura
Vietnam
India
Belanda
Jerman
Jepang
Malaysia

Sumber: Kemendag (2015)

2010
129 716
7 640
6 578
29 178
80 638
26 136
32 889
22 886
13 634
8 854

2011
134 880
14 618
8 919
31 264
68 109
41 472
39 594
26 885
23 016
11 375

2012
205 957
13 302
11 927
33 051
142 587
52 267
43 945
31 948
24 373
13 639

2013
166 933
12 039
11 886
53 351
111 269
33 461
50 277
34 239
21 670
10 483

2014
125 308
10 557
10 229
95 921
82 288
49 521
48 449
42 609
19 356
12 115

Lada merupakan salah satu produk sub sektor perkebunan yang masuk ke
dalam kategori rempah-rempah. Lada memiliki peranan penting dalam
peningkatan pertumbuhan ekonomi di Indonesia dengan memberikan sumbangan
PDB yang besar bagi Indonesia selain kelapa sawit, karet, kopi, teh dan kakao.
Pada tahun 2013, PDB yang diperoleh dari perdagangan lada adalah PDB yang
paling besar ke lima setelah kelapa sawit, karet, kopi, kakao dan kelapa yaitu
sebesar 342 juta USD atau 1.5 persen dari total PDB yang diperoleh dari sub sub
sektor perkebunan (Ditjenbun 2014). Budidaya tanaman lada merupakan usaha
yang padat karya. Pada tahun 2013 ada sebanyak 262 574 rumah tangga yang
mengusahakan perkebunan lada di Indonesia (BPS 2015) sehingga dapat
dikatakan bahwa perkebunan lada mampu menyerap tenaga kerja yang cukup
besar bagi masyarakat. Pada pengusahaan tanaman lada secara intensif, satu KK
hanya mampu mengelola kurang lebih 0.5 ha lahan perkebunan lada (Suwarto

2
2013). Besarnya kebutuhan tenaga kerja dalam pengelolaan lada, menjadikan
usaha pembudidayaan lada menjadi usaha yang mampu memberikan kesempatan
kerjayang luas bagi masyarakat. Berdasarkan manfaat yang dapat diperoleh,
diketahui bahwa lada memiliki prospek yang baik untuk terus dikembangkan lebih
lanjut.
Indonesia merupakan salah satu negara produsen dan eksportir lada
terbesar di dunia setelah Vietnam (UNCTAD 2014). Negara pengekspor utama
lain selain Indonesia dan Vietnam adalah Brazil, India, Malaysia, Sri Lanka,
Thailand, China dan Meksiko. Menurut data dari IPC (2014), pada tahun 2013,
pangsa pasar ekspor lada Indonesia adalah 18 persen terhadap total lada yang
diperdagangkan di dunia, sedangkan pada tahun 2000 pangsa pasar Indonesia
mencapai 23 persen dari total ekspor lada dunia. Sementara itu Vietnam sebagai
eksportir lada terbesar memiliki pangsa pasar 47 persen terhadap ekspor lada
dunia pada tahun 2013 yang lebih tinggi dibandingkan pada tahun 2010 sebesar
43 persen. Rendahnya pangsa ekspor Indonesia menunjukkan kemungkinan daya
saing ekspor lada Indonesia yang masih rendah jika dibandingkan dengan
Vietnam dan negara lain. Hal tersebut bisa saja diakibatkan oleh rendahnya
kemampuan produksi dan ekspor Indonesia. Produksi dan ekspor lada yang
dilakukan oleh negara pesaing seperti Vietnam terus mengalami peningkatan
setiap tahunnya. Hal tersebut tentu dapat membahayakan posisi Indonesia sebagai
eksportir lada utama dunia. Urutan beberapa negara eksportir lada terbesar dunia
dapat dilihat pada Gambar 1.
1 000 000
900 000
800 000
700 000
600 000
500 000
400 000
300 000
200 000
100 000
0
Vietnam

Indonesia
Brazil
India
Sri Lanka
Berat (Ton)
Nilai (000 USD)

Malaysia

Sumber: IPC (2014, diolah)

Gambar 1 Negara-negara eksportir lada terbesar di dunia tahun 2013
Menurunnya kemampuan produksi dan ekspor lada dapat dikaitkan dengan
luas lahan produksi lada yang mengalami penurunan. Luas lahan perkebunan lada
menurun sekitar 6 persen pada tahun 2014 jika dibandingkan tahun 2006.
Komposisinya sekitar sebesar 70 persen untuk produksi lada hitam dan sekitar 30
persen untuk produksi lada putih. Semakin menyusutnya lahan perkebunan lada
disebabkan oleh semakin tingginya konversi lahan perkebunan lada menjadi
fungsi lain. Selain itu penurunan luas lahan, produksi juga bisa disebabkan oleh
perubahan iklim dan serangan organisme pengganggu tanaman, serta rendahnya
tingkat pemeliharaan akibat harga yang berfluktuasi (Kementan 2012). Fluktuasi
produksi dan ekspor lada Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.

3
Tabel 2 Luas areal, produksi dan ekspor lada di Indonesia tahun 2006-2013
Tahun
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Rata-rata
Pertumbuhan

Luas
Areal
(000 Ha)
116
113
114
114
110
111
113
113
115
-0.094

52
58
52
50
59
47
75
63
52

0.448
0.513
0.454
0.440
0.533
0.424
0.664
0.557
0.452

Vol.
Ekspor
(Ton)
35 663
38 446
52 407
50 642
62 599
36 487
62 608
47 908
34 733

2.640

2.781

5.407

Produksi
(000 Ton)

Produktivitas
(Ton/ha)

Nilai Ekspor
(000 USD)
75 192
132 493
185 701
140 313
245 924
214 681
423 477
346 973
323 802
28.375

Sumber: IPC (2014).

Selain permasalahan luas lahan yang berkurang, pada on farm, petani lada
dihadapkan pada inefisiensi usahatani dan ketidakberdayaan menghadapi
ketidakadilan pasar. Petani harus membeli input produksi, khususnya pupuk
dengan harga yang mahal sementara harga merosot tajam. Akibatnya petani
cendrung merugi dan beralih investasi ke sektor pertambangan timah
inkonvensional yang lebih memberikan keuntungan (Marwoto 2003). Konversi
lahan perkebunan lada menjadi fungsi lain seperti tambang timah menyebabkan
semakin menurunnya luasan perkebunan lada. Selain adanya penurunan luas areal
perkebunan, permasalahan lain yang dihadapi dalam pengusahaan lada adalah
tidak berkembangnya sistem agribisnis lada di Indonesia. Faktor-faktor yang
menyebabkan tidak berkembangnya sistem agribisnis lada di Indonesia antara lain
disebabkan karena sebagian besar teknologi belum dapat digunakan oleh petani,
tidak tersedianya peralatan yang mudah didapat dan murah, kurangnya
diversifikasi produk lada, serta adanya pesaing Indonesia sebagai produsen lada
dunia seperti Brazil, India, Malaysia, Sri Lanka, Thailand dan Vietnam (Kemala
2007).
Penurunan produksi lada Indonesia menyebabkan kemampuan ekspor lada
Indonesia menurun dan menurunnya pangsa pasar lada Indonesia di pasar dunia.
Secara teoritis, volume ekspor lada dipengaruhi oleh harga lada dunia dan di pasar
domestik. Kenaikan harga lada akan menyebabkan penurunan permintaan lada,
begitu juga sebaliknya saat terjadi penurunan harga lada. Semakin tinggi harga
lada akan mendorong produsen dan eksportir untuk lebih banyak mengekspor lada
Indonesia ke berbagai negara. Mengingat lada sebagai salah satu komoditas
potensial ekspor Indonesia, perubahan yang terjadi di pasar dunia baik di pasar
eksportir maupun di negara tujuan ekspor akan mempengaruhi keputusan produksi
dan pemasaran lada Indonesia.
Perumusan Masalah
Perdagangan
mendorong
negara-negara
yang
terlibat
untuk
mengoptimalkan kemampuan produksi dan spesialisasi suatu negara dalam

4
memanfaatkan sumber daya yang dimiliki. Lada merupakan tanaman perkebunan
yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan dan dapat memberikan
kontribusi besar terhadap perekonomian nasional, yaitu sebagai sumber devisa,
penyediaan lapangan kerja, sumber bahan baku industri maupun penggunaan
dalam rumah tangga. Lada dari Indonesia merupakan komoditas yang diekspor ke
berbagai negara di dunia, bahkan sudah dikenal luas dengan sebutan Muntok
white pepper dan Lampung black pepper karena memiliki rasa dan aroma yang
khas.
Negara yang paling banyak mengimpor lada adalah Amerika, Belanda dan
Jerman. Amerika merupakan negara importir lada terbesar dunia. Pada tahun 2013,
pangsa impor lada Amerika mencapai hampir 25 persen dari total lada yang
diperdagangkan di dunia. Jerman merupakan negara importir lada terbesar kedua
setelah Amerika dengan pangsa impor sebesar 11 persen pada tahun 2013 (IPC
2014). Menurut IPC (2014), pada tahun 2011, Belanda mengimpor 21 680 MT
lada dari berbagai negara, yang menjadikan Belanda sebagai importir lada terbesar
kedua setelah Jerman. Namun pada tahun 2013, impor lada oleh Belanda menurun
menjadi 14 996 MT. Beberapa negara importir lada terbesar di dunia dapat dilihat
pada Gambar 2.
80 000
70 000
Berat (Ton)

60 000

Amerika

50 000

Jerman

40 000

Belanda

30 000

UEA

20 000

Singapura

10 000

Inggris

0
2009
Sumber: IPC (2014)

2010

2011

2012

2013

Tahun

Gambar 2 Negara importir lada di dunia tahun 2009-2013
Terdapat dua jenis lada yang paling banyak diekspor oleh Indonesia, yaitu
lada hitam dan lada putih. Negara tujuan utama ekspor lada putih Indonesia adalah
Amerika, Singapura, Jerman, Vietnam, Belanda dan Malaysia. Indonesia paling
banyak mengekspor lada putih ke Amerika. Berdasarkan data dari IPC (2014),
pada tahun 2013, ekspor lada putih Indonesia ke Amerika mencapai 3 319 MT
dengan nilai USD 30 juta atau sekitar 20 persen dari total ekspor lada putih
Indonesia. Angka tersebut lebih rendah jika dibandingkan ekspor lada putih tahun
2012 ke Amerika yang mencapai 3 816 MT dengan nilai USD 34 juta atau sekitar
29 persen dari total ekspor lada putih Indonesia. Ekspor lada putih Indonesia ke
Singapura mengalami peningkatan yang tajam pada tahun 2013 jika dibandingkan
tahun 2012. Ekspor lada putih Indonesia ke Singapura pada tahun 2013 mencapai
3 933 MT dengan nilai USD 35 juta. Perkembangan ekspor lada putih Indonesia
ke beberapa negara tujuan dapat dilihat pada Gambar 3.

Berat (Ton)

5
4 500
4 000
3 500
3 000
2 500
2 000
1 500
1 000
500
0

Singapura
Amerika
Vietnam
Belanda
Jerman
Malaysia
2009

2010

Sumber: IPC (2014)

2011
Tahun

2012

2013

Gambar 3 Negara tujuan ekspor lada putih indonesia tahun 2009-2013
Sedangkan negara tujuan ekspor utama lada hitam Indonesia terbesar
adalah Amerika, Vietnam, India, Singapura, Jepang dan Belanda. Ekspor lada
hitam Indonesia paling banyak adalah ke Amerika. Ekspor lada hitam ke Amerika
pada tahun 2012 mencapai 19 103 MT dan mengalami penurunan menjadi 11 330
MT pada tahun 2013. Pangsa ekspor lada hitam Indonesia ke Amerika menurun
dari 38 persen pada tahun 2013 dari total ekspor lada hitam Indonesia menjadi 36
persen pada tahun 2013. Penurunan jumlah ekspor lada hitam Indonesia juga
dialami oleh ekspor lada hitam Indonesia ke Vietnam. Pada tahun 2013, ekspor
lada hitam Indonesia ke Vietnam adalah 9 395 MT dengan nilai USD 57 juta.
Ekspor tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang
mencapai 15 016 MT dengan nilai mencapai USD 85 juta. Sedangkan ekspor lada
hitam untuk Singapura, Belanda dan Jepang cendrung stabil dengan perubahan
yang tidak terlalu besar. Perkembangan ekspor lada hitam ke beberapa negara
tujuan ekspor lada hitam dari Indonesia dapat dilihat pada Gambar 4.
25 000
Amerika

Berat (Ton)

20 000

Vietnam

15 000

India

10 000

Singapura

5 000

Jepang

0
2009

2010

2011
Tahun

2012

2013

Belanda

Sumber: IPC (2014)

Gambar 4 Negara tujuan ekspor lada hitam indonesia tahun 2009-2013
Menurut Bappebti (2014) secara keseluruhan, permintaan lada dunia
mencapai 400 000 ton per tahun dan meningkat sekitar 5 - 7 persen setiap tahun.
Pertumbuhan permintaan lada terus mengalami peningkatan sejalan dengan
semakin bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri makanan
dan industri kesehatan. Sebanyak sekitar 80 persen produksi lada Indonesia

6
diperuntukkan untuk kebutuhan ekspor sebagai upaya pemenuhan kebutuhan lada
dunia. Kemala (1996) juga mendapati berdasarkan analisa proyeksi permintaan
dan penawaran lada Indonesia akan terjadi tren permintaan sebesar 5.44 persen
yang terbagi menjadi tren konsumsi sebesar 2 persen dan tren ekspor sebesar 3.44
persen. Sedangkan peningkatan tren penawaran lada Indonesia hanya 4.69 persen.
Perbedaan tren penawaran dan permintaan menggambarkan bahwa pada tahuntahun yang akan datang jumlah permintaan lada akan melebihi jumlah persediaan
lada karena jumlah konsumsi yang terus meningkat setiap tahunnya. Terdapat
potensi yang besar dalam pengembangan komoditas lada sebagai komoditas
ekspor untuk pemenuhan kebutuhan lada yang terus meningkat pesat.
Besarnya peningkatan ekspor lada Indonesia yang tidak sesuai dengan
besarnya peningkatan kebutuhan lada dunia, serta semakin intensifnya negara
eksportir pesaing dalam meningkatkan produksi dan ekspor lada, dapat
menurunkan pangsa pasar lada Indonesia dan bergesernya Indonesia sebagai salah
satu produsen lada terbesar. Liberalisasi perdagangan mendorong semakin
terbukanya pasar sehingga persaingan menjadi lebih tinggi. Semakin ketatnya
persaingan dalam perdagangan lada dunia mendorong pelaku usaha untuk
meningkatkan posisi dan daya siang dalam perdagangan lada. Berbagai upaya
pemenuhan syarat yang ditetapkan negara tujuan ekspor semakin dilakukan untuk
menghindari penolakan produk lada yang diperdagangkan. Tingginya persaingan
dalam perdagangan lada antar negara-negara eksportir mendorong Indonesia
untuk harus terus meningkatkan produksi dan kualitas lada yang diperdagangkan.
Liberalisasi perdagangan menunjukkan kecendrungan makin berkurangnya
intervensi pasar sehingga liberalisasi pasar dapat menggambarkan semakin
terbukanya pasar domestik untuk barang-barang luar negeri (Hardono, Rachman
dan Suhartini 2004). Era liberalisasi mampu mendorong kinerja perekonomian
menjadi lebih efisien melalui aplikasi teknologi baru sebagai implementasi
liberalisasi di sektor perdagangan dan investasi (Lubis dan Arianti 2011).
Semakin berkurangnya intervensi pasar dengan kata berarti penurunan proteksi
domestik yang diharapkan dapat meningkatkan perdagangan antar negara. Upaya
liberalisasi telah dilakukan sejak lama yaitu telah dimulai dari tahun 1947 dengan
dibentuknya General Agreement on Tariffs and Trade (GATT). Proses yang
dilalui GATT cukup panjang hingga delapan putaran. Putaran terakhir dikenal
dengan Urugay Round dilaksanakan pada tahun 1994 kemudian dibentuk badan
perdagangan dunia yang dikenal dengan World Trade Organization (WTO).
Kebijakan penurunan bahkan penghapusan tarif sejak WTO dibentuk
mendorong terbentuknya hambatan baru dalam perdagangan yaitu hambatan non
tarif (Non Tariff Meassure/ NTM). Kebijakan NTM yang ditetapkan oleh negara
importir bertujuan untuk memastikan keamanan dan kesehatan produk lada yang
masuk ke negara mereka. Kebijakan Sanitary and Phytosanitary (SPS) dan
Technical Barriers to Trade (TBT) termasuk kedalam bentuk kebijakan NTM
yang ditetapkan oleh negara-negara importir. Indonesia menjadi anggota WTO
sehingga harus bersedia membuka pasar dalam negeri bagi negara lain dan
menerima konsekuensi dari perdagangan bebas.
Menurut IPC dan FAO (2005), isu utama yang mempengaruhi produksi
dan pemasaran lada selama beberapa dekade terakhir adalah volatilitas harga.
Fluktuasi harga dapat mempengaruhi pendapatan petani, sehingga mengakibatkan
menjadi kurangnya perawatan kebun, tingginya serangan hama bahkan

7
ditinggalkannya pengusahaan lada. Ketergantungan pasar lada Indonesia kepada
pasar lada ekspor mengakibatkan harga lada yang terjadi cendrung mengalami
fluktuasi. Fluktuasi harga lada di tingkat lokal diduga sangat dipengaruhi oleh
fluktuasi harga lada di tingkat yang lebih tinggi. Fluktuasi harga lada yang terjadi
sangat terkait dengan suplai yang berasal dari negara produsen utama (Kium
2014). Harga yang diterima oleh pelaku usaha khususnya petani sangat
berpengaruh terhadap keinginan petani untuk berproduksi. Harga yang tinggi akan
menjadi insentif bagi petani untuk meningkatkan produksinya sehingga
kemampuan ekspor yang dimiliki suatu negara dapat meningkat, pangsa ekspor
lada dunia dapat ditingkatkan dan pada akhirnya dapat meningkatkan posisi
Indonesia sebagai produsen dan eksportir lada dunia. Permasalahan harga yang
rendah dan berfluktuasi dihadapi oleh petani lada sehingga tidak cukup menarik
untuk para petani untuk merawat dan meningkatkan produksi lada mereka
(Ginting 2014). Hal ini yang diindikasi menjadi penyebab dari tren produksi dan
ekspor lada Indonesia yang terus berfluktuasi.
Secara keseluruhan pergerakan harga yang terjadi pada komoditas lada
putih, baik pada tingkat lokal, maupun eksportir dan juga harga lada putih dunia
mengalami pergerakan yang sama. Berdasarkan perubahan harga yang terjadi,
diduga bahwa terjadi integrasi antara pasar lada putih di tingkat pedagang besar,
ekpsortir dan dunia, namun hal tersebut harus dibuktikan karena pergerakan harga
pada grafik belum tentu menunjukkan integrasi pasar. Pasar yang terintegrasi
merupakan salah satu indikator terjadinya efisiensi pemasaran, khususnya
efisiensi harga. Pergerakan harga pada pasar lada putih pada pasar dunia dan pasar
domestik dapat dilihat pada Gambar 5.
16 000
USD/Ton

14 000
12 000
10 000
8 000
6 000
4 000
2 000

Harga Lada Putih FOB

Harga Lada Putih Lokal

2014

2013

2012

2011

2010

2009

2008

0
Tahun

Harga Lada Putih spot

Sumber: IPC (diolah)

Gambar 5 Perkembangan harga lada putih Indonesia dan harga spot lada putih
di Amerika tahun 2008-2014
Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa perubahan harga lada putih dunia yang
diwakilkan oleh harga spot New York segera direspon oleh pasar domestik
dengan adanya perubahan pada harga lada putih pada tingkat eksportir (FOB) dan
lokal yang diwakili oleh pedagang besar. Namun fluktuasi harga putih yang
terjadi pada tingkat lokal, eksportir dan dunia terkadang tidak sama. Pada tahun
2010, harga lada putih Amerika sempat mengalami penurunan, namun harga lada

8
domestik baik pada tingkat pedagang besar maupun pada eksportir tidak
mengalami penurunan. Hal yang sama juga terjadi pada tahun 2012 dan 2014
dimana perubahan harga lada putih spot tidak segera direspon dengan peningkatan
dan penurunan pada pasar lada putih ekspor dan lokal.
Pada pasar lada hitam, harga lada hitam dunia yang diwakili oleh harga
spot New York dan harga lada hitam di dalam negeri baik pada tingkat pedagang
besar maupun eksportir juga mengalami fluktuasi setiap tahun. Hampir serupa
dengan harga pada komoditas lada putih, pada pasar lada hitam, perubahan harga
yang terjadi pada lada hitam di tingkat dunia yang diwakili oleh pasar spot
Amerika dapat direspon oleh harga lada domestik baik pada tingkat eksportir
maupun pada tingkat pedagang besar. Namun, fluktuasi yang terjadi terkadang
berbeda. Secara umum, pergerakan harga lada sudah menunjukkan terpadunya
pasar antara lada hitam dunia, eksportir dan tingkat produsen, namun hal tersebut
harus dibuktikan lebih lanjut untuk melihat integrasi pasar lada hitam yang terjadi.
Pergerakan harga lada hitam yang terjadi di pasar dunia dan pasar domestik dapat
dilihat pada Gambar 6.
12 000

USD/ton

10 000
8 000
6 000
4 000
2 000

Harga Lada Hitam FOB

Harga Lada Hitam Lokal

2014

2013

2012

2011

2010

2009

2008

0
Tahun

Harga Lada Hitam Spot

Sumber: IPC (diolah)

Gambar 6 Perkembangan harga lada hitam di Indonesia dan harga spot lada
hitam di Amerika tahun 2008-2014
Perdagangan yang terjadi antar satu wilayah dengan wilayah lainnya dapat
menimbulkan pasar yang terpadu. Perubahan harga yang terjadi pada suatu pasar
dapat mempengaruhi perubahan harga di pasar lainnya jika terjadi keterpaduan
atau integrasi yang baik diantara kedua pasar. Pasar lada Indonesia yang
merupakan pasar penyedia lada bagi pasar lada dunia akan mengalami pergerakan
harga yang sama jika terintegrasi dengan baik. Pasar lada yang terintegrasi dengan
baik mengindikasikan bahwa pasar lada yang terbentuk berjalan dengan efisien.
Pasar lada yang efisien mengindikasin bahwa informasi yang diterima untuk
setiap perubahan di tingkat pasar lada tertentu dapat diketahui dengan baik oleh
tingkat pasar lada lainnya.
Menurut Asmarantaka (2012) integrasi pasar dibedakan atas dua jenis,
yaitu integrasi pasar vertikal dan horizontal. Integrasi pasar horizontal termasuk
integrasi spasial, temporal dan harga silang. Integrasi spasial merupakan
hubungan antar pasar yang terpisah secara geografis atau wilayah. Analisis

9
integrasi pasar spasial dapat digunakan untuk menganalisis pasar lada domestik
dan pasar dunia untuk melihat efisiensi harga yang terjadi.
Identifikasi keberadaan integrasi pasar lada di Indonesia dengan pasar
dunia akan memberikan gambaran mengenai dampak perkembangan harga yang
diterima oleh pelaku pemasaran lada di Indonesia. Integrasi pasar sebagai salah
satu indikator efisiensi pasar sangat penting untuk diketahui dalam pembangunan
pertanian. Informasi yang diketahui dari integrasi pasar akan berguna untuk
mengetahui kecepatan respon pelaku pasar terhadap perubahan harga yang terjadi
sehingga dapat diambil keputusan secara cepat dan tepat.
Apabila pasar lada Indonesia tidak terintegrasi dengan pasar lada dunia,
perubahan harga lada yang terdapat pada pasar internasional belum tentu
berdampak nyata pada perubahan harga lada di Indonesia. Oleh karena itu,
analisis integrasi pasar lada Indonesia dengan pasar lada internasional dapat
memberikan informasi mengenai cara kerja pasar yang dapat berguna untuk
memperbaiki kebijakan liberalisasi pasar, pemantauan pergerakan harga,
melakukan peramalan harga dan memperbaiki kebijakan investasi infrastruktur
pemasaran lada untuk meningkatkan kesejahteraan petani lada Indonesia dan
meningkatkan daya saing lada ekspor Indonesia. Perkembangan harga lada yang
terjadi juga merupakan suatu aspek yang kompeks karena dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor.
Perubahan harga yang diterima oleh petani dapat menjadi sinyal dalam
pengambilan keputusan produksi. Produksi yang baik akan sangat menunjang
kemampuan Indonesia dalam ekspor lada. Semakin menurunnya produksi lada
Indonesia juga berarti semakin berkurangnya kemampuan Indonesia dalam
memenuhi kebutuhan lada dunia atau kebutuhan ekspor. Hal ini amat disayangkan
karena kesempatan pemenuhan kebutuhan lada dunia tersebut akan dimanfaatkan
oleh negara eksportir lain dengan meningkatkan produksinya dan memenuhi
kebutuhan tersebut. Kondisi ini dapat mengakitbatkan tergesernya posisi
Indonesia oleh negara-negara pesaing sebagai salah satu eksportir utama pada
perdagangan lada dan menurunnya daya saing lada ekspor Indonesia. Penurunan
ekspor sebagai akibat dari penurunan produksi juga berpotensi dalam menurunkan
penerimaan pemerintah dari perdagangan komoditas lada. Berdasarkan uraian
yang telah dikemukakan, maka beberapa hal yang kemudian menjadi pertanyaan
pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana daya saing lada Indonesia dan negara eksportir utama lain di
negara importir utama.
2. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing lada ekspor Indonesia.
3. Bagaimana integrasi harga di pasar lada hitam dan lada putih Indonesia
dengan pasar lada hitam dan lada putih dunia
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang serta permasalahan yang telah dijabarkan, tujuan
penelitian adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis daya saing ekspor lada Indonesia dan negara eksportir utama
lain di negara importir utama.
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing lada ekspor
Indonesia

10
3. Menganalisis intergrasi harga di pasar lada hitam dan lada putih Indonesia
dengan pasar lada hitam dan lada putih dunia
Manfaat Penelitian
Penelitian mengenai integrasi pasar dan daya saing lada Indonesia di pasar
dunia diharapkan dapat memberikan informasi bagi pengembangan perdagangan
lada Indonesia dan dapat berguna bagi:
1. Pemerintah dan pengambil keputusan sebagai bahan pertimbangan dan
masukan dalam mengambil keputusan dan kebijakan dalam rangka
pengembangan pemasaran lada Indonesia.
2. Penulis diharapkan dapat bertambah wawasannya terutama mengenai kondisi
perdagangan lada di pasar internasional.
3. Pihak-pihak yang berkepentingan lainnya, diharapkan penelitian ini dapat
memberikan informasi yang bermanfaat, masukan dan pertimbangan untuk
penelitian selanjutnya.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dan keterbatasan dalam penelitian ini adalah:
1. Produk lada yang digunakan adalah lada dengan kode Harmonized system
(HS) 4 dan 10 dijit menurut Kementerian Perdagangan, yaitu:
0904
: Pepper, peppers, and capcisum
0904111000
: White pepper, neither crushed nor ground
0904112000
: Black pepper, neither crushed nor ground
0904121000
: White pepper, crushed or ground
0904122000
: Black pepper, crushed or ground
2. Lada yang digunakan untuk analisis integrasi pasar tidak dibedakan
berdasarkan bentuk (hancur atau utuh) namun dibedakan berdasarkan jenis
lada hitam dan lada putih.
3. Lada yang digunakan untuk analisis daya saing dan faktor yang
mempengaruhi daya saing merupakan agregat dan tidak dibedakan
berdasarkan jenis-jenisnya.
4. Negara importir utama yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Amerika,
Jerman dan Belanda yang merupakan negara importir terbesar lada dunia.
5. Negara eksportir utama yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Vietnam,
Indonesia dan Brazil.
6. Penelitian ini tidak menganalisis re-eskpor lada dari negara-negara
konsumen-pengekspor di pasar dunia.
7. Integrasi pasar lada hitam dan lada putih hanya ditinjau melalui hubungan
harga dengan menganggap biaya transportasi konstan antar waktu.
8. Harga ekspor yang dimaksud dalam penelitian adalah harga FOB.
9. Harga domestik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah harga di tingkat
pedagang besar.
10. Harga lada spot New York mewakili harga pasar dunia dalam analisis
integrasi pasar lada hitam dan lada putih karena Amerika merupakan importir
lada hitam dan lada putih paling besar di dunia.

11

2 TINJAUAN PUSTAKA
Daya Saing Ekspor
Daya saing merupakan kemampuan komoditi dalam memasuki pasar
internasional dan bertahan pada pasar internasional tersebut. Ketahanan daya
saing suatu negara banyak ditentukan oleh kemampuan negara tersebut
menggunakan sumberdaya yang tersedia untuk memperkuat posisinya dalam
persaingan global. Harga dapat menentukan daya saing suatu negara. Perbedaan
harga dapat memberikan keuntungan komparatif bagi masing-masing negara.
Negara yang mampu memproduksi dan menjual barang dengan harga yang lebih
rendah dibandingkan negara pesaing akan memperoleh keuntungan paling sedikit
setara dengan opportunity cost sumberdaya yang digunakan. Terdapat dua
pendekatan yang sering digunakan dalam mengukur daya saing, yaitu keunggulan
komparatif dan kompetitif. Suatu komoditi yang memiliki keunggulan komparatif
belum tentu memiliki keunggulan kompetitif karena bisa terjadi kegagalan pasar
(Wijaya 2011).
Menurut Porter (1990), keunggulan kompetitif didefenisikan sebagai
produktivitas suatu negara yang menggunakan sumberdaya manusia, modal, dan
sumberdaya alam lainnya. Daya saing suatu industri pada suatu negara bergantung
pada keunggulan empat atribut yang dimilikinya yang disebut dengan The
Diamond of Porter yang terdiri dari: (1) kondisi faktor, (2) kondisi permintaan,
(3) industri yang terkait dan penunjang, dan (4) strategi, struktur dan persaingan
perusahaan.
Keunggulan komparatif diperkenalkan oleh David Ricardo. Teori
keunggulan komparatif menyatakan bahwa walaupun suatu negara tidak memiliki
keunggulan absolut dalam memproduksi dua jenis barang tertentu dibandingkan
negara lain, perdagangan akan tetap saling menguntungkan dan dapat terus
berjalan bagi dua negara selama rasio harga antar negara masih berbeda
dibandingkan tidak adanya perdagangan. Menurut teori keunggulan komparatif,
suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional apabila
melakukan spesialisasi produksi dan dan mengekspor barang yang dapat
diproduksi dengan efisien oleh negara tersebut dan mengimpor barang yang
kurang efisien jika diproduksi oleh negara tersebut (Oktaviani dan Novianti 2014).
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menunjukkan indikator
perubahan keunggulan komparatif atau daya saing adalah metode Revealed
Comparative Advantage (RCA) yang dikembangkan oleh Balassa (1965). RCA
merupakan indeks yang digunakan untuk mengukur keuntungan maupun kerugian
relatif suatu negara dalam perdagangan suatu komoditas yang dapat tercermin dari
pola perdagangannya, seperti pangsa pasar ekspor.
Konsep RCA merupakan rasio antara pangsa pasar ekspor produk suatu
negara dalam pasar dunia terhadap pangsa pasar ekspor suatu negara dengan total
ekspor dunia. Semakin tinggi nilai RCA yang didapatkan, berarti semakin tinggi
daya saing yang dimiliki suatu negara pada produk tersebut. Persamaan umum
RCA adalah sebagai berikut:

12

RCAiE,M=

� �,
� �,



.....................................................................

2.1

Dimana:
RCAiE,M = RCA ekspor komoditas i dari negara eksportir E ke negara importir M
XiE,M
= Nilai ekspor komoditas i negara eksportir E ke negara importir M
XtE,M
= Nilai ekspor total negara eksportir E ke negara importir M
WiM
= Nilai ekspor dunia untuk komoditas i ke negara importir M
WtM
= Nilai ekspor total dunia ke negara importir M
Dengan:
RCA > 1= negara eksportir utama memiliki keunggulan komparatif diatas ratarata dunia sehingga komoditi lada memiliki daya saing yang kuat.
RCA < 1 = negara eksportir utama memiliki keunggulan komparatif dibawah ratarata dunia
Keunggulan dari metode RCA adalah dapat mengurangi dampak dari
campur tangan pemerintah sehingga keunggulan komparatif dari waktu ke waktu
dapat terlihat. Namun metode RCA juga memiliki beberapa kekurangan, yaitu:
1. Diasumsikan bahwa suatu negara dapat mengekspor semua komoditi
walaupun pada kenyataan tidak begitu.
2. Pengukuran berdasarkan nilai RCA mengesampingkan pentingnya
permintaan domestik, ukuran pasar domestik dan perkembangannya.
3. Indeks RCA tidak dapat menjelaskan apakah suatu pola perdagangan yang
sedang terjadi sudah optimal atau belum.
4. RCA tidak dapat mendeteksi dan memprediksi produk-produk yang
berpotensi di masa depan.
Penentuan tingkat daya saing menggunakan RCA juga memiliki
kekurangan yang disebabkan karena hasil indeks yang tidak simetris (Shohibul A
2013; Laursen 2015). Output yang dihasilkan analisis RCA tidak dapat
dibandingkan pada kedua sisinya. Maka dilakukan modivikasi RCA atau indeks
Balassa (1965) oleh Dalum et al. (1998) yang dikenal dengan Revealed Symetric
Comparative Advantage (RSCA). Range pengukuran RSCA berkisar antara -1
hingga 1 dan secara umum dirumuskan sebagai berikut:
RSCAiE,M(t) =

�����, � −1
........................................................................... 2.2
�����, (�) + 1

Dimana RSCAiE,M adalah RSCA ekspor komoditas i dari negara eksportir
E ke negara importir M. Nilai RSCA berkisar antara -1 hingga 1. Ketika nilai
RSCAiE,M diatas nol (bernilai positif), artinya negara E tersebut memiliki
keunggulan komparatif untuk produk i pada negara impor M. Sebaliknya jika
RSCAiE,M bernilai negatif, maka negara E tidak memiliki keunggulan komparatif
komoditas i. Sedangkan adapun beberapa faktor yang diduga dapat mempengaruhi
daya saing ekspor adalah:
1.

Harga ekspor lada Indonesia dan negara pesaing
Harga sangat menentukan penarawan dan permintaan terhadap suatu
barang. Harga ekspor lada Indonesia dan harga di negara pesaing akan sangat

13
berpengaruh terhadap permintaan lada dari negara importir. Semakin tinggi
harga lada di negara pesaing diduga berhubungan positif dengan daya saing
Indonesia. Semakin tinggi harga lada di negara pesaing akan menurunkan
permintaan terhadap lada di negara tersebut dan meningkatkan permintaan
lada di Indonesia sehingga daya saing ekspor lada yang dimiliki oleh
Indonesia dapat meningkat.
2. Produksi
Lada Indonesia merupakan komoditas yang berorientasi kepada ekspor.
Peningkatan produksi lada Indonesia akan mampu meningkatkan kemampuan
ekspor lada. Semakin besar produksi suatu negara, maka akan semakin besar
kemampuan ekspor negara ters