Metode Regresi Binomial Negatif Dan Pendekatan Quasi-Likelihood Untuk Menganalisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Kematian Balita Di Jawa Barat

METODE REGRESI BINOMIAL NEGATIF DAN
PENDEKATAN QUASI-LIKELIHOOD UNTUK
MENGANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI JUMLAH KEMATIAN BALITA DI
JAWA BARAT

HADIYATUL FITRIYAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Metode Regresi
Binomial Negatif dan Pendekatan Quasi-Likelihood untuk Menganalisis FaktorFaktor yang Mempengaruhi Jumlah Kematian Balita di Jawa Barat” adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian

akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor,

Maret 2016

Hadiyatul Fitriyah
NIM G152130221

RINGKASAN
HADIYATUL FITRIYAH. Metode Regresi Binomial Negatif dan
Pendekatan Quasi-Likelihood untuk Menganalisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Jumlah Kematian Balita di Jawa Barat. Dibimbing oleh ANANG
KURNIA dan FARIT MOCHAMAD AFENDI.
Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI
2012) Angka Kematian Balita (AKBa) di Jawa Barat sebesar 38 per 1000
kelahiran hidup lebih kecil dari AKBa Nasional sebesar 40 per 1000 kelahiran
hidup. Namun AKBa tersebut masih lebih besar dibandigkan dengan target MDGs
(Milenium Development Goals) yaitu sebesar 32 kematian pada tahun 2015.

Jumlah kematian balita diduga terkait dengan masalah ekonomi, sosial,
pendidikan, medis dan non medis. Tujuan di dalam penelitian ini yaitu akan
dilakukan pemilihan model terbaik untuk menentukan faktor-faktor yang
mempengaruhi jumlah kematian balita di Jawa Barat dengan menggunakan
metode yang memperhatikan sebaran data (parametrik) yaitu dengan
menggunakan Regresi Binomial Negatif dan dengan metode yang tidak
memperhatikan sebaran data (non parametrik) yaitu dengan menggunakan
pendekatan Quasi-Likelihood.
Data pada kasus jumlah kematian balita adalah data cacahan. Salah satu
pemodelan statistik yang biasa digunakan untuk kasus tersebut adalah regresi
Poisson. Karakteristik dari regresi Poisson adalah nilai rataan dan ragam dari
peubah respon sama (equidispersi). Akan tetapi dalam penggunaan data cacahan,
seringkali kondisi equidispersi tidak dipenuhi (terjadi kasus overdispersi). Metode
yang digunakan untuk menangani overdispersi pada penelitian ini adalah dengan
metode regresi Binomial Negatif dan pendekatan Quasi-Likelihood.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang berasal dari
data Potensi Desa (PODES) 2011, data hasil Survei Sosial dan Ekonomi Nasional
(SUSENAS) 2011 dan data Publikasi BPS Jawa Barat (Jawa Barat dalam Angka
2012). Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 26
kabupaten/kota di Jawa Barat. Jumlah kematian balita berdasarkan kabupaten/kota

di Jawa Barat merupakan peubah respon. Sedangkan peubah-peubah penjelas
yang digunakan sebanyak 23 peubah, yang dibagi menjadi 5 aspek yaitu aspek
perekonomian, sosial, pendidikan, medis dan non medis. Berdasarkan analisis
regresi Poisson terdapat masalah overdispersi, sehingga dapat ditangani dengan
metode regresi Binomial Negatif dan pendekatan Quasi-Likelihood. Pendekatan
Quasi-Likelihood merupakan metode yang terbaik dibandingkan metode regresi
Binomial Negatif dalam mengatasi masalah overdispersi. Hal itu dikarenakan
pada Quasi-Likelihood mempunyai nilai Pearson Khi-Kuadrat yang paling
mendekati satu.
Nilai AIC terkecil adalah model pada pendekatan Quasi-Likelhood dengan
peubah penjelas yang dimasukkan ke dalam model yaitu peubah persentase
penduduk miskin (PPM), persentase balita terlantar (PBT), angka melek huruf
(AMH), persentase kepala rumah tangga dengan ijasah SD (PKRTSD), persentase
kepala rumah tangga dengan ijasah SLTP (PKRTSLTP), persentase balita dengan
gizi buruk (PBGB), persentase ibu hamil yang tidak mengkonsumsi zat besi
(TIDAK_FE3), persentase rumah tangga dengan kualitas air tidak bersih

(PRTKATB), penolong terakhir kelahiran balita oleh tenaga non medis
(PTKBNM), rasio puskesmas per 100.000 penduduk (RPUS). dengan nilai AIC
40,90. Jika dilihat dari nilai Pearson Khi-Kuadrat/db, maka model tersebut masih

cocok karena nilai Pearson Khi-Kuadrat /db adalah 1,22 ≈ 1 yang
mengindikasikan tidak terdapat masalah overdispersi.
Faktor-faktor yang mempungaruhi jumlah kematian balita di Jawa Barat
berdasarkan model pendekatan Quasi-Likelihood pada taraf alfa 5% adalah aspek
sosial yaitu persentase balita terlantar (PBT), aspek pendidikan yaitu angka melek
huruf (AMH); persentase kepala rumah tangga dengan ijasah SD (PKRTSD) dan
persentase kepala rumah tangga dengan ijasah SLTP (PKRTSLTP), aspek medis
yaitu persentase balita dengan gizi buruk (PBGB) dan persentase ibu hamil yang
tidak mengkonsumsi zat besi (TIDAK_FE3), aspek non medis yaitu persentase
rumah tangga dengan kualitas air tidak bersih (PRTKATB); penolong terakhir
kelahiran balita oleh tenaga nonmedis (PTKBNM) dan rasio puskesmas per
100.000 penduduk (RPUS).
Kata kunci : Kematian Balita, Overdispersi, Pendekatan Quasi-Likelihood,
Regresi Binomial Negatif, Regresi Poisson

SUMMARY
HADIYATUL FITRIYAH. Negative Binomial Regression Method and
Quasi-Likelihood Approach to Analyze Factors Affecting Number of Child
Mortality in West Java. Supervised by ANANG KURNIA and FARIT
MOCHAMAD AFENDI.

According to the results of SDKI 2012 (Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia) about Child Mortality Rates (CMR) showed that CMR in West Java
was 38/1000 life birth smaller than Nationals CMR was 40/1000. But this
Mortality Rates higher than Millennium Development Goals (MDGs). MDGS is
targeting CMR in West Java becomes 32 mortalities in 2015. The factors that
could encourage the number of child mortality in West Java such as economic,
social, education, medical and non medical aspect. The objective of this study
was to obtain the best model by parametric method (Negative Binomial
regression) and nonparametric method by using Quasi - Likelihood approach to
solve over dispersion. The result was also expected to provide the additional
information about any factors that significantly affect the number of child
mortality.
Data on the number of child mortality cases is a count data usually
analyzed with Poisson regression. The characteristic of the Poisson regression is
mean and variance value must be equal (equidispersion). However, in the usage
of the count data, equidispersion condition is frequently not met. If the variance
value is greater than the mean, then it is often referred to the overdispersion. The
method used to solve overdispersion in this study is the Negative Binomial
regression method and Quasi - Likelihood approach.
The data used in this research was data from data Potensi Desa (PODES)

2011, data from the National Economic and Social Survey (SUSENAS) 2011 and
Data Publications from BPS West Java (Jawa Barat in Figures 2012). The objects
used in this study were 26 districts / cities in West Java. The number of child
mortality by districts / cities in West Java is a response variable. While the
explanatory variables used are 23 variables, which are divided into five aspects:
economic, social, educational, medical and non medical aspect. Based on Poisson
regression analysis, there contained a problem called overdispersion, and
modeling the data with Negative Binomial Regression model and Generalized
Poisson Regression model (parametric) or Quasi-Likelihood approach
(nonparametric) can solve that problem. Quasi-Likelihood approach is the best
method compared to Negative Binomial regression method because its approach
producing Pearson Chi-Square/Degree Freely value which was one.
The smallest AIC value was from the model of the approach Quasi
Likelihood in which explanatory variables included in the model are PPM, PBT,
AMH, PKRTSD, PKRTSLTP, PBGB, TIDAK_FE3, PRTKATB, PTKBNM and
RPUS) with AICvalue 40,90. The model is still suitable for the Pearson ChiSquare value / db is 1.22 ≈ 1 hence this value indicates that over dispersion
problem has been solved.
The factors that significantly affect the number of child mortality in West
Java are social aspect: percentage of neglected child (PBT), education aspect:
literacy rate (AMH), percentage of head household was finished elementary


school (PKRTSD) and percentage of head household was finished junior high
school (PKRTSLTP), medical aspect: percentage of child with malnutrition
(PBGB) and percentage pregnant mother whose not consume Fe3 (TIDAK_FE3),
non medical aspect: percentage of household with not clean water (PRTKATB),
percentage of last asistency birth by non medical asisten (PTKBNM) dan rasio
puskesmas ratio per 100.000 population (RPUS).
Keywords : Child Mortality, Negative Binomial Regression, Overdispersion,
Poisson Regression, Quasi-Likelihood Approach

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


METODE REGRESI BINOMIAL NEGATIF DAN
PENDEKATAN QUASI-LIKELIHOOD UNTUK
MENGANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI JUMLAH KEMATIAN BALITA DI
JAWA BARAT

HADIYATUL FITRIYAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Statistika Terapan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Kusman Sadik, SSi, MSi


Judul Tesis : Metode Regresi Binomial Negatif dan Pendekatan QuasiLikelihood untuk Menganalisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Jumlah Kematian Balita di Jawa Barat
Nama
: Hadiyatul Fitriyah
NIM
: G152130221

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Anang Kurnia, SSi, MSi
Ketua

Dr Farit M Afendi, M.Si
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Statistika

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Indahwati, M.Si

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 5 Januari 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang
berjudul “Metode Binomial Negatif dan Pendekatan Quasi-Likelihood untuk
Menganalisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Kematian Balita di
Jawa Barat”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah turut
berperan serta dalam penyusunan karya ilmiah ini, terutama kepada :

1. Bapak Dr Anang Kurnia, SSi, MSi dan Dr Farit M Afendi, SSi, M.Si
selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran dan arahan,
2. Bapak Dr. Kusman Sadik, SSi, MSi sebagai dosen penguji pada ujian
sidang tesis,
3. Keluarga Besar Program Studi Statistika Terapan Sekolah Pascasarjana
IPB yang telah banyak membantu baik secara akademis maupun
nonakademis,
4. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada suami, anak, serta
seluruh keluarga, atas segala doa dan semangatnya.
5. Serta berbagai pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan seluruhnya
satu persatu.
Penulis juga menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan.
Namun penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak yang membutuhkan. Semoga semua bantuan yang diberikan kepada
penulis mendapatkan balasan dari Allah SWT. Aamiin.
Bogor,

Maret 2016

Hadiyatu Fitriyah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian

1
Error! Bookmark not defined.
Error! Bookmark not defined.

2 TINJAUAN PUSTAKA
2
Konsep Angka Kematian Balita
2
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kematian Balita
3
Regresi Poisson
4
Masalah Dispersi dan Penanganannya Error! Bookmark not defined.
Pengujian Kecocokan Model
8
3 METODE
Data
Prosedur Analisis Data

9
9
11

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Error! Bookmark not defined.
Eksplorasi Data
Error! Bookmark not defined.
Pengecekan Kebaikan Model Regresi Poisson
16
Pengecekan Kebaikan Model Regresi Binomial Negatif
17
Pengecekan Kebaikan Model Pendekatan Quasi-Likelihood
19
Analisis Model Terbaik
19
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

22
22
22

DAFTAR PUSTAKA

23

LAMPIRAN

24

RIWAYAT HIDUP

33

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Peubah peubah penjelas yang diginakan dalam penelitianError! Bookmark not defined.
Kriteria kecocokan model regresi Poisson
17
Kriteria kecocokan model regresi Binomial Negatif
18
Pendugaan parameter pendekatan Quasi-Likelihood
20

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Distribusi Angka Kematian Balita di Jawa Barat
Persentase Angka Kematian Balita di Jawa Barat
Diagram kotak garis peubah penjelas
Diagnosa sisaan Pearson

13
14
15
22

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Data jumlah kematian balita di Jawa Barat tahun 2011Error! Bookmark not defined.
Data peubah penjelas
Error! Bookmark not defined.
Pemilihan peubah penjelas dengan metode Backward
27
Pendugaan parameter model regresi Poisson
30
Pendugaan parameter model regresi Binomial Negatif
31
Nilai AIC pada setiap kemunginan model
32

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan daerah di Jawa Barat bidang kesejahteraan sosial berkaitan
dengan kualitas masyarakat Jawa Barat. Kondisi tersebut tercermin pada
pendidikan, kesehatan, tingkat kemiskinan, kepemilikan tanah, kesempatan kerja,
dan tingkat kriminalitas. Upaya peningkatan akses dan kualitas pelayanan
kesehatan, peningkatan sumber daya kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan
pengembangan pembiayaan kesehatan terus dilakukan, namun pencapaian
beberapa indikator kesehatan masih berada di bawah rata-rata nasional.
Pada tahun 2012 berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI 2012) Angka Kematian Balita (AKBa) di Jawa Barat sebesar 38
per 1000 kelahiran hidup lebih kecil dari AKBa Nasional sebesar 40 per 1000
kelahiran hidup. Namun AKBa tersebut masih lebih besar dibandigkan dengan
target MDGs (Milenium Development Goals) yaitu sebesar 32 kematian pada
tahun 2015. Hal tersebut diduga disebabkan beberapa faktor seperti minimnya
sarana kesehatan, sosial ekonomi, pendidikan, kondisi kesehatan balita maupun
kesehatan lingkungan.
Penelitian ini mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah
kematian balita di Jawa Barat. Peubah respon yang menjadi perhatian adalah
jumlah kematian balita yang berupa data cacahan (count data). Salah satu
pemodelan statistik yang biasa digunakan untuk kasus tersebut adalah regresi
Poisson. Suatu peristiwa akan mengikuti sebaran Poisson jika peristiwa itu jarang
terjadi dalam suatu ruang contoh yang besar (Cameron dan Trivedi 1998).
Berdasarkan teori tersebut maka jumlah kematian balita merupakan peubah yang
diasumsikan menyebar Poisson karena peristiwa tersebut jarang terjadi sehingga
dapat dianalisis menggunakan metode regresi Poisson.
Regresi Poisson mengasumsikan kondisi equidispersi. Kondisi ini
mengasumsikan nilai rataan dan ragam dari peubah respon sama. Akan tetapi
dalam penggunaan data cacahan, seringkali kondisi equidispersi tidak dipenuhi
(terjadi kasus over/under dispersi). Jika nilai ragam lebih besar dari nilai rata-rata
menunjukkan terjadi overdispersi dalam data, sedangkan kondisi sebaliknya
disebut underdispersi. Apabila masalah tersebut dibiarkan, maka akan
menyebabkan kesalahan dalam penarikan kesimpulan. Terdapat beberapa metode
yang dapat digunakan untuk menangani masalah tidak equidispersi (over/under
dispersi) diantaranya yaitu dengan menggunakan Regresi Binomial Negatif,
Generalized Poisson Regression (GPR) atau menggunakan pendekatan QuasiLikelihood.
Penelitian tentang masalah over/under dispersi telah banyak dilakukan
misalnya Melliana A (2103), Sadia F (2013) membandingkan regresi Binomial
Negatif dan Generalized Poisson Regression untuk menangani masalah
overdispersi. Sedangkan Razita W et al (2010) menggunakan Regresi Binomial
Negatif untuk mengatasi masalah overdispersi pada data kematian. Hoef VJ dan
Bopeng PL (2007) membandingkan Quasi-Poisson dan Regresi Binomial Negatif
untuk menangani masalah overdispersi pada data cacahan.

2
Fokus di dalam penelitian ini yaitu akan dilakukan pemilihan model
terbaik untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah kematian
balita di Jawa Barat dengan menggunakan metode yang memperhatikan sebaran
data (parametrik) yaitu dengan menggunakan regresi Binomial Negatif Dalam
regresi Binomial Negatif jika
(parameter dispersi) menuju 0, maka
menuju , sehingga Binomial Negatif akan menjadi Poisson. Selain itu
juga digunakan metode yang tidak memperhatikan sebaran data (non parametrik)
yaitu dengan menggunakan pendekatan Quasi-Likelihood. Terkadang sebaran data
tidak jelas sehingga fungsi Likelihood tidak selalu bisa diperoleh, untuk itu perlu
dilakukan pendekatan lain yaitu dengan pendekatan Quasi-Likelihood yang
dianggap robust terhadap sebaran.
Tujuan Penelitian

1.
2.

Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah:
Menentukan model terbaik dalam pemodelan jumlah kematian balita di Jawa
Barat.
Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah kematian balita di
Jawa Barat.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Angka Kematian Balita
Balita atau bawah lima tahun adalah semua anak termasuk bayi yang baru
lahir, yang berusia 0 sampai menjelang tepat 5 tahun (4 tahun, 11 bulan, 29 hari),
pada umumnya ditulis dengan notasi 0 – 4 tahun. Angka Kematian Balita (AKBa)
adalah banyaknya kematian anak berusia 0-4 tahun selama satu tahun tertentu
pada daerah tertentu per 1000 anak umur yang sama pada pertengahan tahun itu
(termasuk kematian bayi). Selanjutnya, AKBa dihitung dengan menggunakan
rumus:

untuk:
AKBa

= Angka Kematian Balita

= Jumlah kematian balita (usia 0 – 59 bulan) pada satu tahun tertentu di
daerah tertentu.
= Jumlah balita (usia 0 – 59 bulan) pada pertengahan tahun tertentu di
daerah tertentu.
Angka Kematian Balita terkait langsung dengan target kelangsungan hidup
anak dan dapat merefleksikan kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan anak-anak
bertempat tinggal termasuk pemeliharaan kesehatannya. Angka Kematian Balita
juga berguna untuk mengembangkan program imunisasi, serta program-program
pencegahan penyakit menular terutama pada anak-anak, program penerangan

3
tentang gisi dan pemberian makanan sehat untuk anak dibawah usia 5 tahun
(Sirusa.bps.go.id).
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kematian Balita
Tingginya tingkat kematian balita sangat tergantung dari perhatian dan
perawatan yang diberikan oleh kelompok penduduk dewasa dalam hal ini orang
tua. Ha ini dikarenakan kematian balita lebih banyak disebabkan oleh penyakitpenyakit infeksi akibat pencemaran lingkungan karena perilaku orang dewasa
termasuk didalamnya adalah para orang tua. Untuk itu perlu dilakukan suatu
penelaahan terhadap beberapa faktor yang diperkirakan erat hubungannya dengan
kematian balita seperti faktor ekonomi, pendidikan dan sosial
(https://forbetterhealth.wordpress.com/.../keluarga/2010).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tingginya AKBa bukan hanya
karena masalah medis, melainkan non medis yang sifatnya sangat fundamental
(mendasar dan besar), seperti minimnya sarana dan prasarana kesehatan, jauhnya
akses masyarakat menuju puskesmas, minimnya tenaga bidan, lemahnya ekonomi
dan juga bisa karena human error dari faktor ibu sendiri (Jalaluddin M, Astuti D.
2012).
Selain faktor rendahnya pemerataan dan keterjangkauan pelayanan
kesehatan, faktor sosial ekonomi juga mempengaruhi angka kematian balita. Hal
ini dapat dilihat dari masih terdapatnya kesenjangan Angka Kematian Balita yang
cukup besar antar tingkat pendidikan, sosial ekonomi, antar pedesaan dan
perkotaan (Jalaluddin M, Astuti D. 2012).
Studi empiris di negara berkembang lain seperti India dan Kenya
mengenai kelangsunagn hidup anak, menunjukkan bahwa tidak hanya faktor di
dalam sektor kesehatan, seperti jumlah puskesmas, bidan, dan infrastruktur
kesehatan yang mempengaruhi kelangsungan hidup anak tetapi juga ada faktor di
luar kesehatan seperti tingkat pendidikan orang tua dan tingkat pendapatan rumah
tangga (Jalaluddin M, Astuti D. 2012).
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi Angka kematian bayi dan balita di
Jawa Barat antara lain: usia ibu, dan usia ibu saat menikah pertama, tidak
imunisasi dan kualitas perumahan (Ashani 2012).
Selain itu disebabkan oleh kurangnya kemampuan beberapa
kabupaten/kota di Jawa Barat untuk memenuhi keterjangkauan masyarakat
terhadap pelayanan kesehatan dasar dan pelayanan kesehatan rujukan.
Berdasarkan data Pusdatin 2013, pada Provinsi Jawa Barat dengan estimasi
jumlah penduduk tahun 2013 sebesar 45.472.820 dan jumlah puskesmas 1.050,
maka 1 Puskesmas dapat melayani sebesar 43.307 penduduk. Rekomendasi PBB
menyatakan setiap fasilitas puskesmas dan pustu kesehatan yang tersedia
maksimal melayani sebanyak 10.000 penduduk. Selain itu, pertolongan persalinan,
pengetahuan yang minim tentang cara persalinan dan perawatan pasca persalinan
yang sehat dan aman serta sangat minimnya alat penolong persalinan merupakan
beberapa faktor penyebab terjadinya kematian bayi selain disebabkan oleh infeksi
dan berat bayi lahir rendah (Ditjen Bina Gizi dan KIA 2013).
Berkaitan dengan tenaga kesehatan, berdasarkan data Badan PPSDM
Kesehatan 2013, rasio dokter yaitu sebesar 40 per 100.000 penduduk, untuk
tingkat Jawa Barat baru terdapat 27% kabupaten/kota yang mencapai target

4
tersebut. Sedangkan rasio bidan yaitu 100 bidan per 100.000 penduduk dan
seluruh kabupaten/kota di Jawa Barat belum mencapai target tersebut. Untuk
tingkat Jawa Barat baru terdapat 27% kabupaten/kota yang memenuhi target rasio
perawat yaitu 117,5 perawat per 100.000 penduduk (PPSDM Kesehatan, update
sampai dengan 1 Desember 2013).
Regresi Poisson
Menurut Cameron dan Trivedi (1998) model regresi Poisson digunakan
sebagai pendekatan untuk analisis data cacah. Model regresi Poisson merupakan
model regresi nonlinier yang berasal dari sebaran Poisson. Misalkan nilai
dengan i = 1,2,.., n, melambangkan jumlah kejadian yang terjadi dalam satu
periode dengan nilai parameter dari sebaran Poisson . Peubah y merupakan
peubah acak yang menyebar Poisson dengan fungsi massa peluang sebagai
berikut:
(1)
dan
(2)
Pemodelan terhadap data respon Y yang mengikuti sebaran Poisson,
disebut regresi Poisson. Model regresi berupaya untuk menghubungkan peubah
respon Y dengan sejumlah peubah bebas X. Jika peubah respon Y mempunyai
sebaran Poisson dengan peubah penjelas X1, X2, .... , Xm yang diketahui, maka
model peluangnya berbentuk sebagai berikut:
(3)
Menurut Dobson (2002) untuk menghubungkan respon Y dan peubah
bebas X dalam regresi Poisson diperlukan suatu fungsi penghubung g(.). Fungsi
tersebut menghubungkan komponen acak (Y) dan komponen sistematik
(kombinasi linier dari kovariat X1, X2, .... , Xm). Misalkan
, dapat dibuat
hubungan sebagai berikut:
(4)

Berdasarkan asumsi log(
(

) sebagai fungsi linier dari peubah penjelas, sehingga
)

Metode untuk menduga koefisien parameter regresi Poisson yaitu metode
kemungkinan maksimum Likelihood. Fungsi Likelihood untuk model regresi
Poisson adalah sebagai berikut:

5

log L(

[

[











]

]

(5)

Model pada persamaan (6) merupakan model Regresi Poisson dengan
fungsi penghubung untuk sebaran Poisson adalah log. ̂ adalah penduga respon
dari model regresi Poisson dengan ukuran n x 1, adalah koefisien penduga
parameter regresi Poisson dengan ukuran vektor (j + 1) x 1, dan X adalah peubah
penjelas dengan ukuran matriks n x (j + 1), dengan j adalah banyaknya parameter
yang diduga.
̂
̂
(6)

Dalam Dobson (2002) metode iterasi yang digunakan untuk menduga
koefisien parameter regresi Poisson adalah Iterative Weighted Least Square
(IWLS) dengan persamaan sebagai berikut:
(7)
Persamaan (7) menjelaskan bahwa:
X = Peubah penjelas
W = Pembobot dalam bentuk matriks diagonal n x n,
z = Working variate.
Masalah Dispersi dan Penanganannya
Dispersi adalah ukuran penyebaran suatu kelompok data terhadap nilai
tengah data. Nilai dispersi kecil menunjukkan ragam yang homogen pada data,
sedangkan nilai dispersi besar menunjukkan keheterogenen pada data. Nilai
dispersi diidentifikasi dengan rasio dan bersifat konstan. Pada sebaran Poisson
memiliki karakteristik nilai rataan sama dengan nilai ragam atau equdispersi.
Namun, kondisi yang sering terjadi pada sebaran Poisson adalah nilai ragam lebih
besar dari rataan atau overdispersi.
Overdispersi terjadi karena adanya sumber keragaman yang tidak teramati
pada data atau adanya pengaruh peubah lain yang mengakibatkan peluang suatu
kejadian bergantung pada kejadian sebelumnya (Hardin dan Hilbe 2007). Selain
itu, overdispersi dapat juga terjadi karena adanya pencilan pada data dan
kesalahan spesifikasi fungsi penghubung. Penyebab lain dari overdispersi yang
sering terjadi dalam regresi Poisson adalah peluang nilai nol yang berlebih pada
peubah respon.
Suatu kejadian Y yang mengikuti sebaran Poisson tetapi secara individu
yang membangun Y mempunyai kecenderungan peluang berbeda, maka sebaran
marginalnya akan menunjukkan perilaku overdispersi (Pawitan 2001).

6

ragam Poisson

(8)

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi overdispersi
yaitu dengan melihat nilai Deviance dan Pearson Chi-Square yang dibagi dengan
derajat bebasnya. Jika diperoleh nilai lebih besar dari 1 maka menandakan adanya
overdispersi, bahwa ragam yang sebenarnya lebih besar dari nilai tengah. Nilai
yang kurang dari 1 menandakan adanya underdispersi, bahwa ragam yang
sebenarnya kurang dari nilai tengah. Munculnya underdispersi atau overdispersi
mengindikasikan ketidakcocokan model Poisson (McCullagh & Nelder 1989) dan
(Hoef & Boveng 2007).
Beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah
overdispersi sebaran Poisson yaitu dengan menggunakan model Negative
Binomial Regression (NBR) atau pendektan Quasi-Likelihood.
Jika kita asumsikan  memiliki sebaran Gamma, maka akan dihasilkan
sebaran campuran yang dinamakan sebaran Binomial Negatif. Misalkan Y
menyebar Poisson dengan rataan , sedangkan  memiliki fungsi kepekatan
peluang Gamma(, ):
(9)
maka contoh acak Y untuk semua  mempunyai nilai tengah dan ragam adalah

, dengan

(10)

Untuk membangun model terlebih dahulu perlu dihitung peluang marginal untuk
y = 0, 1, 2, 3, ..., yaitu

(



)



(11)

7

dengan
. Untuk  integer P(Y = y) maka akan mengikuti
sebaran Binomial Negatif (Pawitan 2001) hasil y adalah banyaknya kegagalan jika
 menyatakan sukses, dengan peluang sukses
(12)
Y mengikuti sebuah sebaran Binomial Negatif
Dengan mengambil
dengan rataan
dan
, dengan
menunjukkan
parameter dispersi (Cameron dan Trivedi 1998). Regresi Binomial Negatif
merupakan salah satu alternatif untuk menangani masalah overdispersi. Dalam
regresi Binomial Negatif jika
(parameter dispersi) menuju 0, maka
menuju , sehingga Binomial Negatif akan menjadi Poisson. Sehingga
fungsi kepadatan peluang y adalah:
(13)
Pendugaan parameter regresi Binomial Negatif dilakukan dengan metode
maksimum Likelihood. Persamaan log-likelihood untuk Binomial Negatif adalah:

(14)









Pendugaan parameter ( ̂ ) diperoleh dengan menurunkan persamaan (14)
terhadap dan dengan menggunakan metode Iterative Weighted Least Square
(IWLS) sebagaimana pada pendugaan parameter regresi Poisson.
Alternatif lain yang mampu mengatasi masalah overdispersi adalah
pendekatan Quasi-Likelihood yang melonggarkan asumsi sebaran. Terkadang
sebaran data tidak jelas sehingga fungsi likelihood tidak selalu bisa diperoleh,
untuk itu perlu dilakukan pendekatan lain yaitu dengan pendekatan QuasiLikelihood yang dianggap robust terhadap sebaran. Quasi-Likelihood
memanfaatkan hubungan fungsi ragam yaitu yang menghubungkan antara ragam
dengan nilai tengah model sehingga diperoleh koreksi terhadap dugaan besarnya
ragam.
Dalam masalah pemodelan dalam (McCullagh dan Nelder 1989) dan
(Pawitan 2001) dijelaskan mengenai konsep Quasi-Likelihood.


(15)

. Jika
menunjukkan
dan
dengan
overdispersi pada model poisson. Quasi-likelihood dianggap mampu mengatasi
dan overdispersi, jika fungsi ragam yang digunakan mampu mengambarkan
ragam datanya.
Algoritma untuk pendugaan parameter pendekatan Quasi-Likelihood dapat
dinyatakan sebagai kuadrat terkecil terboboti iteratif (Iterative Weighted Least
Square). Pendugan ini dapat diturunkan sebagai algoritma Gauss-Newton untuk
menyelesaikan persamaan pendugaan. Metode ini merupakan algoritma umum

8
untuk menyelesaikan
persamaan:

persamaan

nonlinier.

Misalnya

akan



diselesaikan
(16)

Dengan cara melinierkan disekitar nilai awal penduga
pada nilai penduga awal. Misalkan
prediktor linier.

dan mengevaluasi
merupakan

Kemudian
(17)
Sehingga

(18)
dan
(19)
Dengan menempatkan persamaan (19) ke dalam persamaan (16), akan diperoleh


(20)

yang dapat digunakan untuk menyelesaikan

pada iterasi berikutnya yang diberikan

oleh persamaan berikut:

(21)
dengan:
X = Matriks model dari peubah penjelas
W = Matriks diagonal dengan unsur-unsur sebagai berikut:

z = Peubah tak bebas yang disesuaikan,

(

dan

)

Pengujian Kecocokan Model
Uji Pearson Khi-Kuadrat sering digunakan dalam mengukur kecocokan model
(Cameron dan Trivedi 1998). Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis pada
persamaan (22) yaitu jika rasio menghasilkan nilai lebih dari satu, maka model
tersebut mengalami overdispersi. Hipotesis pada uji Pearson Khi-Kuadrat adalah
dan

(22)

Nilai statistik uji Pearson Khi-Kuadrat dapat diperoleh dengan persamaan
(23) yaitu

9

Dengan rasio dispersi



(23)

(24)
dengan adalah nilai aktual pada amatan ke-i dari peubah respon,
dan
) adalah nilai rataan dan ragam dari regresi Poisson, regresi Binomial
Negatif dan pendekatan Quasi-Likelihood. n adalah banyaknya amatan pada
peubah respon, dan k adalah banyaknya parameter regresi Poisson, regresi
Binomial Negatif dan pendekatan Quasi-Likelihood. Di bawah kondisi
benar,
statistik uji
pada persamaan (23) akan mendekati sebaran
dengan derajat
bebas (n-k), sehingga keputusannya adalah menolak
pada α, jika
. Jika pada persamaan (24) lebih besar dari 1, maka dalam model
terdapat masalah overdispersi, sebaliknya jika kurang dari 1 menunjukkan
underdispersi. Kondisi over/underdispersi tersebut menunjjukan model tidak
cocok.

3 METODE PENELITIAN
Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang berasal dari data
Potensi Desa (PODES) 2011, data hasil Survei Sosial dan Ekonomi Nasional
(SUSENAS) 2011 dan data Publikasi BPS Jawa Barat (Jawa Barat dalam Angka
2012). Data tersebut merupakan data skunder yang mencakup seluruh kabupaten
dan kota di Jawa Barat. Untuk data PODES 2011 diperoleh dari BPS sedangkan
untuk data SUSENAS 2011 dan Jawa Barat dalam Angka 2012 diperoleh dari
publikasi BPS.
Data hasil pendataan Potensi Desa (PODES) hingga saat ini merupakan
satu-satunya sumber data tematik berbasis wilayah yang mampu menggambarkan
potensi suatu wilayah setingkat desa di seluruh Indonesia. Data Podes tersebut
dapat diolah sehingga dihasilkan informasi penting berbasis wilayah untuk
berbagai keperluan oleh berbagai pihak yang membutuhkan. Sebagai contoh, data
Podes digunakan untuk mengidentifikasi desa yang masih diklasifikasikan sebagai
desa tertinggal dan diduga sebagai wilayah yang dihuni oleh penduduk miskin.
Sejalan dengan waktu, kebutuhan terhadap data dan informasi kewilayahan
hingga wilayah terkecil dirasakan semakin beragam dan mendesak untuk bisa
dipenuhi.
Pendataan Podes telah dilaksanakan sejak tahun 1980 bersamaan dengan
penyelenggaraan Sensus Penduduk 1980. Pengumpulan data Podes dilakukan
sebanyak 3 (tiga) kali dalam kurun waktu 10 tahun, sebagai bagian dari rangkaian
kegiatan Sensus Penduduk, Sensus Pertanian dan Sensus Ekonomi. Namun
demikian sejak tahun 2008, pendataan Podes dilaksanakan secara independen dari
rangkaian kegiatan sensus. Kuesioner yang digunakan juga sebanyak 3 (tiga) jenis,
yaitu kuesioner desa, kuesioner kecamatan dan kuesioner kabupaten/kota. Hal ini
dilakukan demi menjaga akurasi dan kelengkapan data.

10
SUSENAS 2011 mengumpulkan data yang menyangkut bidang
pendidikan, kesehatan/gizi, perumahan, sosial ekonomi lainnya, kegiatan sosial
budaya, konsumsi/pengeluaran dan pendapatan rumah tangga, dan perjalanan.
Sejak tahun 1992, BPS melalui Susenas mengumpulkan data kor (data dasar) dan
data modul (data sasaran) setiap tahun. Data modul dikumpulkan secara bergiliran
setiap 3 tahun sekali. Modul Susenas dibagi atas 3 kelompok besar, yaitu modul
sosial budaya dan pendidikan, perumahan dan kesehatan serta modul konsumsi
dan pengeluaran rumah tangga.
Jawa Barat Dalam Angka Tahun 2012 menyajikan informasi statistik
tahun 2011. Informasi yang dicakup dalam buku ini bersumber dari berbagai
instansi Pemerintah maupun Swasta di Jawa Barat, termasuk informasi hasil dari
sensus dan survei yang dilaksanakan oleh BPS Propinsi Jawa Barat.
Tabel 1 Peubah penjelas yang digunakan dalam penelitian
Kode Peubah
Aspek Ekonomi
PPM
PDRB
Aspek Sosial
PRTLH
PBT
Aspek Pendidikan
AMH
RLS
PKRTTPI
PKRTSD
PKRTSLTP
PKRTSLTA
Aspek Medis
PBGB
BBLR
TIDAK_K4
TIDAK_Fe3
TIDAK_ASI
TDK_IMUNISASI
Aspek Non Medis
PRTKATB
PPKBNM
PTKBNM
PRTSTL
RPUS
RTKS
RPOSY

Deskripsi
Persentase penduduk miskin pada suatu kabupaten/kota
Produk domestik regional bruto
Persentase rumah tidak layak huni
Persentase balita terlantar
Angka melek huruf pada suatu kabupaten/kota
Rata-rata lama sekolah pada suatu kabupaten/kota
Persentase kepala rumah tangga yang tidak punya ijasah
Persentase kepala rumah tangga dengan ijasah SD
Persentase kepala rumah tangga dengan ijasah SLTP
Persentase kepala rumah tangga dengan ijasah SLTA
Persentase balita dengan gizi buruk
Persentase berat badan bayi lahir rendah (< 2500 gram)
Persentase ibu hamil yang tidak melakukan kunjungan
selama 4 kali untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
oleh tenaga kesehatan
Persentase ibu hamil yang tidak mendapatkan zat besi
Persentase balita yang tidak diberi ASI
Persentase balita yang tidak imunisasi
Persentase RT yang mengkonsumsi air tidak bersih
Persentase penolong pertama kelahiran balita oleh tenaga
non medis
Persentase penolong terakhir kelahiran balita oleh tenaga
non medis
Persentase RT dengan sanitasi tidak layak
Rasio Puskesmas per 100.000 penduduk
Rasio tenaga kesehatan per 100.000 penduduk
Rasio Posyandu per 100.000 penduduk

11

Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 26
kabupaten/kota di Jawa Barat. Jumlah kematian balita berdasarkan kabupaten/kota
di Jawa Barat merupakan peubah respon. Sedangkan peubah penjelas yang
digunakan sebanyak 23 peubah (dapat dilihat pada Tabel 1), yang dibagi menjadi
5 aspek yaitu aspek perekonomian, sosial, pendidikan, medis dan nonmedis.
Prosedur Analisis Data
Tahapan analisis data dalam penelitian ini sebagai berikut:
Eksplorasi Data
Statistika deskriptif sebagai informasi awal untuk melihat keragaman dari
data peubah respon dan data peubah-peubah penjelas di setiap kota/kabupaten di
Pulau Jawa.
Analisis Regresi Poisson, Binomial Negatif dan Pendekatan Quasi-Likelihood
1. Pemilihan Peubah Penjelas
Sebelum melakukan analisis regresi Poisson, dilakukan penyeleksian
peubah penjelas. Pemilihan peubah yang akan dimasukkan ke dalam model
dengan menggunakan seleksi peubah. Metode yang digunakan untuk
menyeleksi peubah adalah dengan menggunakan prosedur Backward. Langkah
memilih peubah penjelas yaitu dengan mengeluarkan peubah penjelas satu
persatu ke dari model. Peubah yang dikeluarkan dari model adalah peubah
yang memiliki nilai peluang paling besar.
2. Menyusun Model Regresi Poisson
a. Menyusun model regresi Poisson dengan menggunakan peubah yang telah
diseleksi pada tahap 1.
b. Mendeteksi masalah over/underdisversi.
Cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi overdispersi yaitu
dengan melihat nilai deviance dan Pearson Chi-Square yang dibagi dengan
derajat bebasnya. Jika diperoleh nilai lebih besar dari 1 maka menandakan
adanya overdispersi, bahwa ragam yang sebenarnya lebih besar dari nilai
tengah. Nilai yang kurang dari 1 menandakan adanya underdispersi, bahwa
ragam yang sebenarnya kurang dari nilai tengah. Munculnya underdispersi
atau overdispersi mengindikasikan ketidakcocokan model Poisson
McCullagh & Nelder (1989) dan Hoef & Boveng (2007).
3. Penanganan Over/Underdispersi Secara Parametrik dan Non Parametrik
a. Menyusun model regresi Binomial Negatif dan pendekatan QuasiLikelihood.
Alternatif model secara parametrik yang digunakan adalah model
regresi Binomial Negatif. Jika kita asumsikan  memiliki sebaran Gamma,
maka akan dihasilkan sebaran campuran yang dinamakan sebaran Binomial
Negatif. Misalkan Y menyebar Poisson dengan rataan , sedangkan 
memiliki funsi kepekatan peluang Gamma


12

maka contoh acak Y untuk semua  mempunyai nilai tengah dan ragam adalah:

Dalam regresi Binomial Negatif jika (parameter dispersi) menuju 0,
menuju , sehingga Binomial Negatif akan menjadi Poisson.
Alternatif lain yang mampu mengatasi masalah overdispersi adalah
pendekatan Quasi-Likelihood yang melonggarkan asumsi sebaran. Terkadang
sebaran data tidak jelas sehingga fungsi Likelihood tidak selalu bisa diperoleh,
untuk itu perlu dilakukan pendekatan lain yaitu dengan pendekatan QuasiLikelihood yang dianggap robust terhadap sebaran. Quasi-Likelihood
memanfaatkan hubungan fungsi ragam yaitu yang menghubungkan antara
ragam dengan nilai tengah model sehingga diperoleh koreksi terhadap dugaan
besarnya ragam.
Dalam masalah pemodelan dalam (McCullagh dan Nelder 1989) dan
(Pawitan 2001) dijelaskan mengenai konsep Quasi-Likelihood.
maka



. Jika
menunjukkan
dan
dengan
overdispersi pada model poisson. Quasi-likelihood dianggap mampu mengatasi
dan overdispersi, jika fungsi ragam yang digunakan mampu mengambarkan
ragam datanya.
b. Mendeteksi masalah over/underdisversi dengan melihat nilai deviance dan
Pearson Chi-Square yang dibagi dengan derajat bebasnya.
4. Analisis model terbaik
a. Memilih model terbaik berdasarkan nilai AIC yang diperoleh dengan rumus
AIC = -2 ln L(  )+2p. Model terbaik adalah model dengan AIC terkecil.
b. Menentukan nilai dugaan parameter dari model terbaik.
c. Menginterpretasikan nilai dugaan parameter peubah penjelas yang
signifikan.
d. Kesimpulan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksplorasi Data
Secara geografis Jawa Barat terletak di antara 5°50' - 7°50' Lintang Selatan
dan 104°48' - 108°48' Bujur Timur, dengan batas-batas wilayahnya: Sebelah Utara,
berbatasan dengan Laut Jawa dan DKI Jakarta. Sebelah Timur, berbatasan dengan
Provinsi Jawa Tengah. Sebelah Selatan, berbatasan dengan Samudra Indonesia.
Sebelah Barat, berbatasan dengan Provinsi Banten.

13
Provinsi Jawa Barat terdiri dari 26 kab/kota, meliputi 17 kabupaten dan 9
kota yang dapat dilihat pada Gambar 1. Sedangkan jumlah kecamatan 626, daerah
perkotaan 2.664 dan 3.254 perdesaan. Jumlah Penduduk di Jawa Barat menurut
Hasil Survei Sosial Ekonomi Masyarakat Nasional 2011 sebanyak 43.826.775
jiwa, dengan jumlah penduduk tertinggi di Kabupaten Bogor sebanyak 4.857.612
jiwa. Disusul kemudian di Kabupaten Bandung sebanyak 3.235.615 jiwa.
Sementara penduduk terendah terdapat di Kota Tasikmalaya sebanyak 178.302
jiwa.
Peubah respon yang digunakan dalam penelitian ini adalah data jumlah
kematian balita di Jawa Barat tahun 2011 yang dapat dilihat pada Lampiran 1.
Tinggi rendahnya tingkat kematian balita di Jawa Barat disamping akan
mempengaruhi pertumbuhan penduduk, juga dapat dijadikan sebagai tolak ukur
dari tinggi rendahnya tingkat kesehatan di Jawa Barat. Kasus kematian balita
berkaitan dengan masalah sosial, ekonomi, adat istiadat maupun masalah
kesehatan lingkungan. Indikator kematian berguna untuk memonitor kinerja
pemerintah pusat maupun lokal dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Salah satu langkah awal yang dapat digunakan untuk menangani kasus
kematian balita adalah dengan melihat sebaran angka kematian balita di setiap
kabupaten/kota di Jawa Barat yang dapat dilihat pada Gambar 1. Sebaran angka
kematian balita tersebut dapat dijadikan acuan untuk menjadikan kabupaten/kota
tersebut sebagai wilayah prioritas utama penanganan kasus kematian balita. Oleh
karena itu, sangat penting untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang
berpengaruh terhadap jumlah kematian balita di Jawa Barat agar dapat digunakan
untuk membuat suatu program dan kebijakan untuk mengatasinya.

Gambar 1 Distribusi Angka Kematian Balita di Jawa Barat
Berdasarkan Gambar 1, dapat dilihat terdapat 5 kabupaten yang memiliki
3-5 kasus kematian per 1000 kelahiran hidup yaitu Kabupaten Purwakarta (3,17),
Kabupaten Majalengka (3,39), Kabupaten Garut (3,49), Kabupaten Tasikmalaya
(3,54) dan Kabupaten Indramayu (4,59). Jika dihitung per 10000 kelahiran hidup,
maka kabupaten yang memiliki AKBa dengan status sedang (30-39) yaitu
Kabupaten Purwakarta (31,7), Kabupaten Majalengka (33,9), Kabupaten Garut

14
(34,9), Kabupaten Tasikmalaya (35,4). Sedangkan AKBa dengan status tinggi
(40-49) yaitu Kabupaten Indramayu (45,9).
Berdasarkan data tersebut diharapkan pemerintah Jawa Barat dan dinas
terkait dapat memprioritaskan wilayah penangan intensif untuk kabupaten/ kota
dengan jumlah kematian balita tinggi. Sejauh ini Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Barat telah melakukan Gerakan Penyelamatan Ibu dan Bayi Baru Lahir di Jawa
Barat meskipun belum optimal di setiap kabupaten dan kota.
Peubah jumlah kematian balita di Jawa Barat diasumsikan mengacu pada
kejadian yang menyebar Poisson. Sebaran Poisson merupakan jumlah kejadian
yang jarang terjadi pada selang waktu tertentu. Gambar 2 menunjukkan persentase
kematian balita di Jawa Barat pada tahun 2011. Besaran persentase kematian
balita di setiap kabupaten/kota relatif kecil. Hal ini mengindikasikan bahwa data
kematian balita di Jawa Barat jarang terjadi yang menyebar Poisson. Oleh karena
itu, data jumlah kematian balita di Jawa Barat dapat dianalisis menggunakan
metode regresi Poisson.

0,39

Gambar 2 Persentase Angka Kematian Balita di Jawa Barat
Peubah penjelas yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 23 peubah,
data secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2. Kemudian peubah penjelas
dibagi menjadi 5 aspek yaitu aspek perekonomian, sosial, pendidikan, medis dan
non medis. Ringkasan kelima aspek tersebut disajikan dalam bentuk diagram
kotak-garis (boxplot) pada Gambar 3. Boxplot tersebut dapat menunjukkan
karakteristik data dari peubah penjelas, misalnya nilai terkecil, nilai terbesar, nilai
ekstrim, pemusatan data dan kesimetrisan data yang ditampilkan secara grafik dan
numerik.
Aspek ekonomi diwakili oleh persentase penduduk miskin pada suatu
kabupaten/kota (PPM) dan produk domestik regional bruto (PDRB). Boxplot
peubah PPM menunjukkan bahwa data persentase penduduk miskin pada suatu
kabupaten/kota di Jawa Barat semetris, karena garis median berada di tengah
kotak dan panjang ekor atas dan bawah sama. Hal ini menunjukkan bahwa
keragaman data PPM di Jawa Barat tidak terlalu tinggi, PPM tertinggi terdapat di

15
Kota Tasikmalaya (20,71%) dan terendah di Kota depok (2,84%). Sedangkan
untuk peubah PDRB dari boxplot terlihat bahwa keragaman data PDRB di Jawa
Barat tinggi. hal ini ditunjukkan oleh median data tidak berada di tengah kotak,
selain itu ekor atas lebih panjang yang berarti data tidak simetris. Pada Gambar
juga ditunjukkan adanya kabupaten/kota yang memiliki nilai PDRB
ekstrim/pencilan yaitu terdapat di Kabupaten Bekasi (106,773) miliar rupiah.
200

Data

150

E
K
N
O
M
I

S
O
S
I
A
L

PENDIDIKAKAN

MEDIS

NONMEDIS

100

50

0

M B H BT H LS PI D TP A B LR 4 e3 SI SI S I TB M M TL S S Y
PP PDR RTL P AM R RTT RTS S L SLT P BG BB K_K _F _A _A ISA K A BN BN TS RPU RTK P OS
K K K
T T
K K R
P
R
DA A A A UN RT P T P
PK P K K R KR
TI TID TID TID IM P P P
P P
_
K
TD

Gambar 3 Digram kotak garis peubah penjelas
Peubah penjelas pada aspek sosial diwakili olehpersentase rumah tidak
layak huni (PRTLH) dan persentase balita terlantar (PBT). Dapat kita lihat bahwa
karakteristik kedua peubah tersebut sama, yaitu keragaman data pada kedua
peubah tersebut tidak terlalu tinggi. Antar kabupaten/kota di Jawa Barat memiliki
nilai PRTLH dan PBT hampir sama, namun pada kedua peubah tersebut memiliki
nilai ekstrim/pencilan. PRTLH dengan nilai ekstrim terdapat di Kota Tasikmalaya
(48,04%) dan PBT dengan nilai ekstrim terdapat di Garut (10,92%).
Bidang pendidikan diwakili oleh peubah penjelas angka melek huruf
(AMH), rata-rata lama sekolah (RLS), persentase kepala rumah tangga yang tidak
punya ijasah (PKRTTPI), persentase kepala rumah tangga dengan ijasah SD
(PKRTSD), persentase kepala rumah tangga dengan ijasah SLTP (PKRTSLTP),
persentase kepala rumah tangga dengan ijasah SLTA (PKRTSLTA). Keragaman
data AMH di Jawa Barat tidak terlalu tinggi, hal ini dikarenakan nilai AMH antar
wilayah hampir sama, namun terdapat suatu wilayah yang memiliki nilai MH
ekstrim/pencilan yaitu terdapat di Kabupaten Indramayu (85,66%), nilai tersebut
merupakan nilai terendah dibandingkan kabupaten/kota lain. Begitu juga data
RLS di Jawa Barat tidak memiliki keragaman data yang tinggi nilai terendah
terdapa di Kabupaten Indramayu (5,95 tahun) dan tertinggi di Kota depok (10, 97
tahun), namun pada data peubah RLS di Jawa tidak terdapat nilai ekstrim.
Kondisi data kepemilikan ijasah oleh kepala rumah tangga di Jawa Barat dari
tidak memiliki ijasah sampai memiliki ijasah SLTA menunjukkan keragaman
yang cukup tinggi antar wilayah di Jawa Barat. Selain itu pada data kepemilikan
ijasah tersebut tidak terdapat pencilan.

16
Keragaman data pada aspek medis di Jawa Barat tidak terlalu tinggi.
Sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 3 di atas, dapat kita lihat bahwa
nilai persentase balita dengan gizi buruk (PBGB), persentase berat badan bayi
lahir rendah / kurang dari 2500 gram (BBLR), dan persentase balita yang tidak
diberi ASI (TIDAK_ASI) hampir sama di setiap kabupaten/kota di Jawa Barat.
Data pada peubah persentase ibu hamil yang tidak melakukan kunjungan selama 4
kali (TIDAk_K4) di Jawa Barat semetris, karena median terletak di tengah kotak.
Hal ini mengindikasikan bahwa tidak terdapat perbedaan yang mencolok ataupun
terdapat nilai ekstrim pada data ibu hamil di Jawa yang tidak melakukan
kunjungan 4 kali. Kondisi peubah persentase ibu hamil yang tidak mendapatkan
zat besi (Tidak_Fe3) dan persentase balita yang tidak imunisasi
(TIDAK_IMUNISASI) di Jawa Barat cukup beragam, namun pada kedua peubah
tersebut terdapat nilai ekstrim/pencilan .
Berdasarkan Gambar 3 di atas dapat kita lihat bahwa untuk kondisi non
medis di Jawa Barat seperti rasio puskesmas (RPUS) menunjukkan bahwa
perbandingan puskesmas antar wilayah di Jawa Barat tidak terlalu jauh.
Sedangkan kondisi keragaman data pada rasio tenaga kesehatan (RTKS) dan rasio
posyandu (RPOSY) cukup tinggi, selain itu juga terdapat nilai ekstrim pada kedua
peubah tersebut. Peubah persentase penolong pertama kelahiran balita oleh tenaga
non medis (PPKBNM) dan persentase penolong terakhir kelahiran balita oleh
tenaga non medis (PTKBNM) di Jawa Barat memiliki keragaman yang cukup
tinggi. Keragaman data pada peubah persentase RT yang mengkonsumsi air tidak
bersih (PRTKATB) juga cukup tinggi.
Pengecekan Kebaikan Model Regresi Poisson
Sebelum melakukan analisis regresi Poisson, dilakukan penyeleksian
peubah penjelas. Pemilihan peubah yang akan dimasukkan ke dalam model
dengan menggunakan seleksi peubah. Metode yang digunakan untuk menyeleksi
peubah adalah dengan menggunakan prosedur Backward. Langkah memilih
peubah penjelas yaitu dengan mengeluarkan peubah penjelas satu persatu dari
model. Peubah yang dikeluarkan dari model adalah peubah yang memiliki nilai
peluang paling besar dengan taraf alfa 5%. Adapun hasil dari penyeleksian
peuabah penjelas disajikan pada Lampiran 3. Peubah yang dikeluarkan dari model
adalah peubah TDK_IMUNISASI, RPOSY, PDRB, BBLR, RTKS, RLS,
TIDAK_K4 dan PRTSTL.
Data jumlah kematian balita merupakan data cacahan yang diasumsikan
menyebar Poisson, seingga dapat dianalisis menggunakan regresi Poisson.
Pemodelan dengan regresi Poisson digunakan untuk mengetahui faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap jumlah kematian balita. Metode yang digunakan untuk
pendugaan parameter adalah metode Maksimum Likelihood. Pemodelan dengan
regresi Poisson menggunakan 15 peubah penjelas yang sudah diseleksi dengan
metode Backward. Hasil pendugaan parameter model regresi Poisson disajikan
pada Lampiran 4.
Regresi Poisson mempunyai asumsi yang harus dipenuhi yaitu kondisi
equidispersi. Kondisi ini mengasumsikan nilai rataan dan ragam dari peubah
respon sama. Jika kondisi ini terpenuhi maka model regresi Poisson dikatakan
sesuai. Nilai rataan dan ragam pada peubah respon (jumlah kematian balita) di
Jawa Barat adalah 279,7 dan 39.617,2. Nilai rataan dan ragam yang tidak sama

17
tersebut mengindikasikan bahwa terjadi kondisi tidak equidispersi. Untuk
mengetahui kondisi equdispersi atau tidak, perlu dilakukan pendeteksian kasus
over/underdispersi pada pemodelan jumlah kematian balita. Pendeteksian ada
tidanya masalah over/underdispersi dapat dilihat dari nilai Deviance dan Pearson
khi-Kuadrat yang dibagi dengan derajat bebasnya. Jika diperoleh nilai lebih besar
dari 1 maka menandakan adanya overdispersi, bahwa ragam yang sebenarnya
lebih besar dari nilai tengah. Nilai yang kurang dari 1 menandakan adanya
underdispersi, bahwa ragam yang sebenarnya kurang dari nilai tengah. Nilai-nilai
tersebut disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Kriteria kecocokan model regresi Poisson
Kritera
Deviance
Pearson khi-Kuadrat

Derajat bebas
10
10

Nilai
79,6634
72,1582

Nilai/Derajat bebas
7,9663
7,2158

Pada Tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa nilai Deviance/derajat bebas
sebesar 7,9663. Oleh karena nilai tersebut lebih besar dari 1, maka terdapat
indikasi kuat adanya masalah overdispersi pada data jumlah kematian balita di
Jawa Barat. Adanya masalah overdispersi mengindikasikan bahwa model regresi
Poisson tidak cocok. Untuk mengukur kecocokan model regresi Poisson perlu
dilakukan pengujian hipotesis Pearson