Analisis Metode Pengaturan Hasil Di Areal Pengelolaan Hutan Rakyat Koperasi Wana Lestari Menoreh Kulon Progo

ANALISIS METODE PENGATURAN HASIL DI AREAL
PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT KOPERASI WANA
LESTARI MENOREH KULON PROGO

RIKA RIA RAHAYU

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Metode
Pengaturan Hasil di Areal Pengelolaan Hutan Rakyat Koperasi Wana Lestari
Menoreh Kulon Progo adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Rika Ria Rahayu
NIM E14110003

ABSTRAK
RIKA RIA RAHAYU. Analisis Metode Pengaturan Hasil di Areal Pengelolaan
Hutan Rakyat Koperasi Wana Lestari Menoreh Kulon Progo. Dibimbing oleh
AHMAD HADJIB.
Pengaturan hasil merupakan salah satu bagian kegiatan pengelolaan hutan
yang diperlukan untuk menghitung volume kayu yang boleh ditebang pada setiap
tahun, agar jumlah tebangan selama periode tertentu sama dengan jumlah riap dari
seluruh tegakan. Penelitian ini bertujuan memperoleh metode pengaturan hasil
hutan yang sesuai dengan kondisi hutan rakyat. Penelitian ini dilaksanakan di areal
pengelolaan hutan rakyat Koperasi Wana Lestari Menoreh (KWLM) Kabupaten
Kulon Progo. Perhitungan JTT berdasarkan metode Von Manthel adalah sebesar
513.68 m3/tahun jenis sengon (Falcataria moluccana), 683.84 m3/tahun jenis jati
(Tectona grandis), 516.59 m3/tahun jenis mahoni (Swietenia macrophylla), dan
57.86 m3/tahun jenis sonokeling (Dalbergia latifolia). Sedangkan perhitungan JTT

menggunakan metode berdasarkan jumlah pohon adalah setara dengan 511.43
m3/tahun jenis sengon (Falcataria moluccana), 964.61 m3/tahun jenis jati (Tectona
grandis), 728.14 m3/tahun jenis mahoni (Swietenia macrophylla), dan 86.02
m3/tahun jenis sonokeling (Dalbergia latifolia). Metode berdasarkan jumlah pohon
memberikan hasil yang lebih besar karena mempertimbangkan perkembangan riap
pohon tiap tahunnya.
Kata kunci: Pengaturan hasil, hutan rakyat, jatah tebang tahunan

ABSTRACT
RIKA RIA RAHAYU. Method of analysis regulating yield in the area community
forest Koperasi Wana Lestari Menoreh Kulon Progo. Supervised by AHMAD
HADJIB.
Regulating yield is one part of forest management activities required to
calculate the volume of timber that may be harvested in each year, so the number
of felled during a certain period equal to the sum of the whole stand increment. The
objective of this study was to obtain a method of managing forest products in
accordance with the conditions of community forests. The research was conducted
in the area of community forest management Wana Lestari Cooperative Menoreh
(KWLM) Kulon Progo. AAC calculation based on the method of Von Manthel
amounted to 513.68 m3/year of sengon (Falcataria moluccana), 683.84 m3/year of

teak (Tectona grandis), 516.59 m3/year of mahogany (Swietenia macrophylla), and
57.86 m3/year of rosewood (Dalbergia latifolia). While the AAC calculation
method based on the number of trees is equivalent to 511.43 m3/year of sengon
(Falcataria moluccana), 964.61 m3/year of teak (Tectona grandis), 728.14 m3/year
of mahogany (Swietenia macrophylla), and 86.02 m3/year of rosewood (Dalbergia
latifolia). Methods based on the number of trees provide greater results due to
consider the development of tree increment each year.
Keywords: Regulating yield, community forest, annual allowable cut

ANALISIS METODE PENGATURAN HASIL DI AREAL
PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT KOPERASI WANA
LESTARI MENOREH KULON PROGO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis
Metode Pengaturan Hasil di Areal Pengelolaan Hutan Rakyat Koperasi Wana
Lestari Menoreh Kulon Progo. Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis
ucapkan kepada keluarga penulis, Bapak Pardi dan Ibu Kesi atas doa dan
dukungannya. Bapak Ir. Ahmad Hadjib, MS selaku dosen pembimbing atas arahan,
bimbingan dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis.
Apresiasi dan penghargaan tertinggi juga penulis sampaikan kepada keluarga
besar Koperasi Wana Lestari Menoreh (KWLM) Kabupaten Kulon Progo yang
tidak dapat disebutkan namanya satu per satu, atas bantuan dan kerja sama selama
pengumpulan data. Terima kasih tak lupa penulis ucapkan kepada teman-teman
seperjuangan seluruh keluarga dan rekan-rekan mahasiswa Departemen
Manajemen Hutan angkatan 48 atas segala doa dan dukungannya sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, September 2015
Rika Ria Rahayu

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Alat dan Bahan
Metode Pengumpulan Data
Prosedur Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Sejarah Koperasi Wana Lestari Menoreh (KWLM)
Karakteristik Hutan Rakyat KWLM
Pengaturan Hasil Hutan Rakyat KWLM
Analisis Metode Pengaturan Hasil Hutan Rakyat KWLM
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
1
1
2
2
2

2
2
2
3
5
5
5
6
6
8
14
14
14
15
16
21

DAFTAR TABEL
1
2

3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Jatah Tebang Tahunan (JTT) KWLM tahun 2010
Data riap diameter pohon dari tahun 2010-2015
Perhitungan siklus tebang tahun 2015
Jatah Tebang Tahunan (JTT) tahun 2015 berdasarkan metode
Von Manthel
Penambahan potensi jumlah pohon sengon hutan rakyat
KWLM
Penambahan potensi jumlah pohon jati hutan rakyat
KWLM

Penambahan potensi jumlah pohon mahoni hutan rakyat
KWLM
Penambahan potensi jumlah pohon sonokeling hutan rakyat
KWLM
Penambahan potensi jumlah pohon layak tebang hutan rakyat
KWLM
Realisasi tebangan hutan rakyat KWLM
Akumulasi potensi jumlah pohon aktual hutan rakyat KWLM
Jatah Tebang Tahunan (JTT) tahun 2015 berdasarkan metode
jumlah pohon

7
8
9
9
10
11
11
11
12

12
13
13

DAFTAR GAMBAR
1 Perkembangan luasan hutan rakyat KWLM tahun 2010 hingga 2015 8

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Data pengukuran riap diameter pohon
Jatah Tebang Tahunan (JTT) KWLM tahun 2010-2014
Proyeksi Jatah Tebang Tahunan (JTT) KWLM tahun 2010-2014
Perhitungan JTT sengon 2015 berdasarkan metode jumlah pohon

Perhitungan JTT jati 2015 berdasarkan metode jumlah pohon
Perhitungan JTT mahoni 2015 berdasarkan metode jumlah pohon
Perhitungan JTT sonokeling 2015 berdasarkan metode jumlah pohon

16
17
18
19
19
20
20

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Istilah hutan rakyat dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan adalah hutan hak yang berada pada tanah yang dibebani hak milik.
Pengertian ini mencakup semua hutan yang tumbuh di atas lahan milik rakyat, baik
petani perseorangan maupun bersama-sama atau badan hukum. Hutan rakyat dalam
arti luas meliputi jaminan atas akses dan kontrol terhadap sumber daya hutan untuk
penghidupan masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan dimana mereka
tergantung terhadapanya secara ekonomi, sosial, kultural, dan spiritual (Hinrichs et
al. 2008).
Keberadaan hutan rakyat di Indonesia semakin penting karena turut
menyumbang pasokan kebutuhan kayu nasional. Potensi hutan rakyat di Indonesia
sebagian besar terkonsentrasi di Jawa yang sangat prospektif untuk memenuhi
kebutuhan kayu masyarakat dan industri kehutanan. Menurut Direktorat Jenderal
Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (RLPS) dan Balai Pemantapan Kawasan
Hutan (BPKH) XI Departemen Kehutanan (2012) pada tahun 2005 luas hutan
rakyat di Pulau Jawa sebesar 1 568 415.63 ha, dan pada tahun 2012 telah mencapai
2 741 425 ha. Potensi yang dihasilkan dari hutan rakyat sebesar 21 786 505 m3, dan
membantu penyediaan kebutuhan kayu nasional yang mencapai 65 652 302 m3,
mengingat produksi kayu bulat dari hutan negara sebesar 25 642 830 m3.
Hutan rakyat juga merupakan salah satu sarana dalam upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat, khususnya yang tinggal di pedesaan. Menurut
Djajapertunda (1995) dalam Sopiana (2011) manfaat yang bisa diperoleh dari
pengembangan dan pembangunan hutan rakyat, salah satunya adalah hutan rakyat
merupakan sumber pendapatan masyarakat yang berkesinambungan dan berbentuk
tabungan. Maka dari itu, pengelolaan hutan rakyat harus mendapatkan perhatian
yang lebih besar agar memperoleh hasil produksi yang optimal dan
berkesinambungan dengan memperhatikan kelola hutan, kelola lingkungan, dan
kelola sosialnya. Salah satu hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan kelola
hutan adalah kelestarian hasil hutan. Oleh karena itu pengelolaan hutan harus
disertai dengan perencanaan hutan yang tepat dan akurat.
Perencanaan yang baik dalam rangka mewujudkan kelestarian hasil hutan
diusahakan dengan penyesuaian kegiatan produksi dengan kapasitas maksimum
dari tegakan hutan. Prinsipnya yaitu untuk mewujudkan kondisi hutan yang selalu
dalam keadaan baik dan utuh melalui perlakuan pengelolaan yang mengarah kepada
keseimbangan antara pertumbuhan dengan jumlah tebangan yang diperbolehkan
setiap periode tebangan. Perlunya suatu metode pengaturan hasil yang tepat sesuai
dengan karakteristik hutan, agar kelestarian hasil hutan tersebut dapat tercapai.
Penelitian ini memberikan gambaran mengenai kondisi pengaturan hasil hutan
rakyat di areal pengelolaan Koperasi Wana Lestari Menoreh (KWLM) Kabupaten
Kulon Progo.
Perumusan Masalah
Hutan rakyat di areal pengelolaan KWLM Kabupaten Kulon Progo memiliki
komposisi jenis dan umur yang beragam atau menyerupai hutan tidak seumur. Satu
hamparan lahan milik anggota dapat terdiri dari jenis sengon, jati, mahoni,

2
sonokeling, akasia, dan jenis pohon buah serta terdapat campuran dengan jenis
pertanian seperti jahe, kencur, kunyit, dan bahkan kelapa. Kondisi ini membedakan
pengaturan hasil dengan hutan negara atau hutan yang dikelola Perhutani. Selain
itu, lahan hutan rakyat ini terpisah antara satu anggota dengan anggota yang lain.
Oleh karena itu, untuk tetap mencapai kelestarian hasil maka diperlukan metode
pengaturan hasil hutan yang sesuai dengan kondisi tersebut.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan metode pengaturan hasil hutan
rakyat yang diterapkan di areal pengelolaan KWLM Kabupaten Kulon Progo dan
memberikan rekomendasi metode pengaturan hasil yang sesuai.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam
penentuan metode pengaturan hasil hutan rakyat terbaik untuk diterapkan di areal
pengelolaan KWLM Kabupaten Kulon Progo.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di hutan rakyat areal pengelolaan KWLM
Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengambilan data
dilakukan pada Bulan Maret hingga April 2015.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa alat tulis, meteran untuk
mengukur keliling pohon pada Petak Ukur Permanen (PUP), kalkulator,
seperangkat komputer dengan software pendukung seperti Microsoft Office 2013.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer terdiri atas data
kualitatif dan data kuantitatif hasil observasi lapangan. Selain data primer, bahan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.
Metode Pengumpulan Data
Data primer diperoleh berdasarkan dari hasil observasi ke lokasi Petak Ukur
Permanen (PUP) KWLM dan ke lokasi tegakan milik anggota kelompok.
Pengukuran pada PUP dilakukan terhadap 25 pohon PUP untuk pengukuran riap
diameter pohon. Data sekunder terdiri dari buku rencana pengelolaan hutan rakyat
Koperasi Wana Lestari Menoreh (KWLM), data hasil inventarisasi tegakan seluruh
anggota dari tahun 2010 hingga 2015 serta data realisasi tebangan yang telah
dilakukan hingga tahun 2014.

3
Prosedur Analisis Data
Pengelompokan Data Hasil Inventarisasi
Kegiatan pengelompokan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Pengelompokan jenis pohon
Pengelompokan jenis pohon ini berarti mengumpulkan pohon yang
memiliki jenis yang sama. Jenis-jenis tersebut meliputi sengon, jati, mahoni,
dan sonokeling. Data hasil inventarisasi yang dikelompokan terdiri dari data
tahun 2010 hingga 2015.
2. Pengelompokan kelas diameter (KD)
Kebijakan pemanenan hasil hutan yang diterapkan di hutan rakyat
KWLM adalah dengan sistem tebang pilih dengan pembatasan diameter
yang boleh ditebang ≥ 30 cm untuk jenis jati, mahoni, dan sonokeling serta
≥ 20 cm untuk jenis sengon. Diameter pohon dikelompokan menjadi
beberapa KD yaitu 10-19 cm, 20-29 cm, dan ≥ 30 cm untuk jenis jati,
mahoni, sonokeling dan 10-19 cm serta ≥ 20 cm untuk jenis sengon.
Pengelompokan KD dilakukan terhadap pohon hasil inventarisasi tahun
2010 hingga 2015.
Rekapitulasi Data Potensi dan Realisasi Tebangan
Berdasarkan data hasil pengelompokan kelas diameter dapat diperoleh
rekapitulasi data potensi yang layak ditebang tiap tahunnya, baik berupa jumlah
pohon maupun potensi volumenya. Rekapitulasi data realisasi tebangan diperoleh
berdasarkan data jumlah tebangan yang telah dilakukan dari tahun 2010 hingga
2014.
Perhitungan Jatah Tebang Tahunan (JTT)
Jatah tebang tahunan (JTT) dihitung dengan menggunakan dua metode,
sebagai berikut:
1. Metode Von Manthel (Simon 2010)
�� =

2 ∗ ��


Keterangan:
AY : Hasil tahunan atau JTT (m3/tahun)
AG :Tegakan persediaan nyata atau potensi tegakan nyata (m3)
R
:Siklus tebang (tahun)
Asumsi yang digunakan dalam metode ini adalah:
a. Tegakan persediaan nyata berasal dari hasil inventarisasi pada
diameter ≥ 10 cm pada semua jenis pohon
b. Siklus tebang yang digunakan merupakan pembagian antara limit
diameter penebangan dengan riap pohon pada tahun tersebut
c. Limit diameter penebangan adalah 30 cm untuk jenis jati, mahoni, dan
sonokeling serta 20 cm untuk jenis sengon (KWLM 2010).

4
2. Metode berdasarkan jumlah pohon
��� =




Keterangan:
JTT : Jatah Tebang tahunan (pohon/tahun)
N
: Jumlah pohon kelas diameter (KD) layak tebang
T
: Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai KD layak tebang dari KD
dibawah layak tebang
Asumsi yang digunakan dalam metode ini adalah:
a. Hasil inventarisasi dilakukan pada pohon berukuran ≥ 10 cm pada
semua jenis pohon
b. Jumlah pohon pada limit diameter penebangan merupakan jumlah
pohon pada kelas diameter (KD) ≥ 30 cm untuk jenis jati, mahoni,
dan sonokeling serta ≥ 20 cm untuk jenis sengon
c. Setiap tingkat KD akan menjadi tingkat KD yang lebih tinggi pada
tahun berikutnya untuk semua jenis
d. Waktu untuk mencapai limit KD penebangan berasal dari
pembagian antara selang pada kelas diameter dengan riap pada tahun
tersebut, sehingga nilainya dapat bervariasi
Tahapan perhitungan analisis Jatah Tebang Tahunan (JTT) menggunakan
metode berdasarkan jumlah pohon adalah sebagai berikut :
1. Penambahan potensi jumlah pohon hutan rakyat KWLM untuk jenis
sengon, jati, mahoni, dan sonokeling diperoleh berdasarkan data
pengelompokan Kelas Diameter (KD) yang dipisahkan menurut tahun
penambahannya.
2. Penambahan potensi jumlah pohon layak tebang hutan rakyat KWLM
diperoleh dengan menambahkan jumlah pohon KD limit penebangan pada
tahun tersebut dengan jumlah pohon KD dibawah limit penebangan pada
tahun sebelumnya yaitu dengan pertimbangan asumsi yang digunakan.
3. Rekapitulasi data realisasi tebangan hutan rakyat KWLM diperoleh
berdasarkan data sekunder pihak KWLM.
4. Akumulasi potensi jumlah pohon aktual hutan rakyat KWLM merupakan
penambahan dari sisa potensi pohon layak tebang tahun sebelumnya
ditambah dengan potensi jumlah pohon layak tebang tahun tersebut.
Sedangkan sisa potensi pohon layak tebang merupakan hasil pengurangan
dari penambahan potensi jumlah pohon layak tebang dengan realisasi
tebangan.
5. Jatah Tebang Tahunan (JTT) dihitungan dengan menggunakan rumus
diatas dengan waktu untuk mencapai limit KD penebangan adalah
���� ����−����

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Secara administrasi pemerintahan, areal pengelolaan Koperasi Wana Lestari
Menoreh (KWLM) terletak dalam wilayah Kabupaten Kulonprogo, Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta. Kabupaten Kulon Progo merupakan bagian wilayah
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak di bagian paling barat. Secara
geografis terletak antara 70 38'42" – 70 59'3" Lintang Selatan dan 1100 1'37" – 1100
16'26" Bujur Timur, serta dibatasi oleh :
Sebelah Barat : Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah.
Sebelah Timur : Kabupaten Sleman dan Bantul, Provinsi D.I. Yogyakarta
Sebelah Utara : Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah.
Sebelah Selatan : Samudera Hindia.
Sesuai dengan legalitas Koperasi Wana Lestari Menoreh (KWLM), Badan
Hukum Nomor: 29/BH/XV.3/2009, tanggal 3 April 2009, telah disebutkan di dalam
Anggaran Dasa (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) bahwa, cakupan
wilayah kerja KWLM pada dasarnya meliputi seluruh wilayah Kabupaten Kulon
Progo. Luas hutan rakyat Kabupaten Kulon Progo yang terdiri dari 12 kecamatan
seluas 17 510.75 ha. Namun, pada tahap awal pengelolaan hutan rakyat KWLM
difokuskan pada 3 kecamatan yaitu Kecamatan Samigaluh, Kecamatan
Kalibawang, dan Kecamatan Girimulyo, terdiri dari 15 desa dengan potensi luasan
lahan 8300 ha (KWLM 2010).
Luas hutan rakyat yang dikelola KWLM hingga tahun 2014 telah mencapai
700.36 ha dan telah mencakup 4 Kecamatan yaitu Kecamatan Kalibawang,
Kecamatan Samigaluh, Kecamatan Girimulyo, dan Kecamatan Nanggulan. Kondisi
topografi dari keempat wilayah kecamatan tersebut merupakan daerah dataran
tinggi dalam jajaran perbukitan Menoreh dengan ketinggian antara 100–1000 mdpl,
dengan presentase 3% ketinggian 500 mdpl.
Sejarah Koperasi Wana Lestari Menoreh (KWLM)
Koperasi Wana Lestari Menoreh (KWLM) adalah sebuah perkumpulan
yang bergerak dalam pengelolaan hutan rakyat di Kabupaten Kulonprogo.
Kelompok tersebut sudah mendapatkan sertifikasi dari FSC sejak tahun 2011 dari
Rainforest Alliance. Terbentuk melalui program Community Logging yang di
kembangkan oleh Telapak salah satunya di Jawa. Telapak bersama lembaga lokal
setempat yaitu Yayasan Bina Insan Mandiri (YABIMA) dan lembaga Credit Union
(CU) Kharisma sepakat untuk menjalankan program Community Logging akan
melakukan sosialisasi Community logging di desa-desa dengan melibatkan
perangkat atau pemerintah desa. Sosialisasi dilakukan selama 8 bulan di dusundusun di sebelas desa tersebut (KWLM 2010). Keberadaan koperasi ini diharapkan
dapat menjembatani petani hutan rakyat yang akan menjual kayu ataupun
mengatasi keperluan biaya para anggota ketika kayu belum masak tebang.
Dalam usahanya, Koperasi Wana Lestari Menoreh (KWLM) lebih
mengedepankan nilai sosial yang dibangun dengan masyarakat yaitu kearifan lokal
yang selama ini sangat dipatuhi. Hal ini sangat efektif dalam kegiatan pengelolaan

6
hutan secara lestari dan secara umum dapat mempertahankan budaya lokal dalam
upaya melestarikan hutan.
Karakteristik Hutan Rakyat KWLM
Hutan rakyat yang dikelola KWLM berada pada areal lahan kering berupa
lahan milik. Hutan rakyat ini umumnya tidak berwujud suatu kawasan hutan yang
murni dan kompak, melainkan berdiri bersama-sama dengan penggunaan lahan
yang lain, seperti tanaman pertanian, perkebunan, rumput pakan ternak, dan
tanaman lainnya. Jenis tanaman kehutanan yang dominan ditemui adalah jati,
mahoni, sengon, dan sonokeling. Jenis tanaman lain berupa jenis pohon buahbuahan, akasia, kakao, cengkih, kencur, jahe, kunyit, serta beragam jenis sayuran
dan pakan ternak. Pola penanaman ini disebut agroforestry.
Pola penanaman agroforestry yang pada umumnya heterogen dan tidak
seumur memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat desa karena dapat
dijadikan sumber pendapatan tambahan serta dapat menjamin terjadinya
kontinuitas produksi. Masyarakat petani hutan rakyat di KWLM memiliki
pandangan bahwa hutan rakyat tersebut merupakan simpanan dan biasanya
ditebang ketika masyarakat petani tersebut membutuhkan atau sering dikenal
dengan istilah tebang butuh. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka
menggantungkan kepada hasil dari tanaman pertanian, perkebunan, dan tanaman
lain, serta dari hasil sampingan lain misalnya berternak.
Keunggulan hutan rakyat yang diakui secara luas menurut Gilmour dan Fisher
(1998) dalam Hinrichs, et al. (2008) adalah pertama, pengakuan bahwa penduduk
setempat mampu memainkan peran penting atau kunci dalam pengelolaan hutan.
Kedua, pengakuan bahwa mereka memiliki hak yang sah untuk diikutsertakan. Dan
ketiga, pengakuan bahwa beberapa taraf partisipasi merupakan ciri-ciri yang khas
dari hutan rakyat. Salah satu keunggulan yang terlihat pada pengelolaan ini adalah
kebebasan memilih jenis tanaman yang akan ditanam oleh pemilik lahan, tanpa ada
campur tangan dari pihak KWLM. Pihak KWLM hanya sebatas menyediakan bibit
dan mewajibkan anggota menanam bibit yang diberikan sebagai bentuk kompensasi
menebang, yaitu menebang satu pohon akan diganti dengan 10 bibit sesuai dengan
jenis yang diinginkan. Kontrol terhadap pemberian bibit tersebut dilakukan selama
tiga tahun pertama, untuk memastikan bibit benar-benar ditanam.
Pengaturan Hasil Hutan Rakyat KWLM
Pengaturan hasil hutan rakyat yang dikelola KWLM berupa perhitungan
Jatah Tebang Tahunan (JTT). Perhitungan JTT yang telah dilakukan adalah
menggunakan metode Von Manthel dengan perhitungan proyeksi luasan lahan yang
akan dikelola yaitu seluas 5000 ha. Hasil inventarisasi yang sudah diselesaikan pada
tahun 2009 dengan luasan 110 ha akan dijadikan dasar perhitungan untuk proyeksi
pengelolaan tahun 2010 hingga 5 tahun ke depan hingga luasan 5000 ha.
Perhitungan JTT menggunakan proyeksi ini mengharuskan pihak KWLM
mengajukan JTT perubahan ke Dinas Pertanian dan Kehutanan Kulon Progo,
berdasarkan pada luasan yang sudah dicapai dan hasil inventarisasi yang sudah
selesai dilakukan. Dengan demikian KWLM memiliki kontrol yang jelas dalam
melakukan penebangan, sehingga tidak ada penebangan yang melebihi JTT yang

7
sudah ditetapkan. Jatah Tebang Tahunan (JTT) yang sudah dijalankan hingga tahun
2014 terlampir pada Lampiran 2.
Perhitungan JTT yang dilakukan oleh KWLM merupakan bentuk upaya
mengendalikan pemanenan kayu untuk mewujudkan asas kelestarian hasil yaitu
dengan menghitung volume kayu yang boleh ditebang pada setiap tahun, agar
jumlah tebangan selama periode tertentu sama dengan jumlah riap dari seluruh
tegakan. Osmaston (1968) dalam Simon (2010) menyatakan bahwa kelestarian
hasil hutan merupakan suplai hasil hutan yang teratur dan berkesinambungan
(kontinyu) sesuai kapasitas maksimal suatu kawasan hutan.
Tabel 1 Jatah Tebang Tahunan (JTT) KWLM tahun 2010
No.
1
2
3
4

Jenis pohon
Sengon
Jati
Mahoni
Sonokeling
Jumlah

Luas lahan
(ha)
110
110
110
110

Volume kayu
(m3)
307.33
826.25
939.84
88.18
2161.7

siklus tebangan
(tahun)
5
20
15
30

JTT
(m /tahun)
122.93
82.64
125.31
5.88
336.76
3

Sumber : KWLM (2010)

Tabel 1 merupakan JTT KWLM tahun 2010 yang dihitung berdasarkan
hasil inventarisasi yang sudah diselesaikan pada tahun 2009. Proyeksi JTT tahun
2010 hingga 2014 terlampir pada Lampiran 3. Siklus tebang yang digunakan adalah
berdasarkan perhitungan menggunakan data limit diameter yang boleh ditebang
dibagi dengan riap diameter per tahun yang diukur pada Petak Ukur Permanen
(PUP). Selain pengukuran PUP penetapan riap diameter juga menggunakan
pertimbangan akurasi estimasi perhitungan berdasarkan literatur terkait. Batasan
minimal diameter pohon yang diperbolehkan untuk ditebang adalah ≥ 30 cm untuk
jenis jati, mahoni, dan sonokeling serta diameter ≥ 20 cm untuk jenis sengon.
Batasan limit diameter tersebut merupakan kebijakan yang diterapakan oleh
KWLM dengan sistem pemanenan berupa tebang pilih (KWLM 2010).
Asumsi yang digunakan dalam proyeksi JTT yaitu pada tahun pertama 2010
sampai 2011, KWLM akan mengelola lahan seluas 500 ha, dan tahun berikutnya
2012 sampai 2014 seluas 1500-5000 ha. Target asumsi hingga 5000 ha yang
digunakan oleh KWLM bukan target yang sangat ambisius tapi hanya target
minimal dan paling logis untuk dicapai, mengingat total luasan hutan rakyat dari 3
Kecamatan yaitu Kalibawang, Samigaluh, dan Girimulyo yang saat ini menjadi
fokus wilayah pengelolaan KWLM hanya 60% dari total luas potensinya 8300 ha
(KWLM 2010).

8
Luas lahan 2010

Luas lahan 2011

Luas lahan 2012

Luas lahan 2013

Luas lahan 2014

Luas lahan 2015

800
700

36.67

16.06

647.63

684.3

2014

2015

600
230.56

500
400
300

231.04
417.07

200
76.03
100

186.03
110

110

2010

2011

0
2012

2013

Sumber : KWLM (2010)

Gambar 1 Perkembangan luasan hutan rakyat KWLM tahun 2010 hingga 2015
Luas areal hutan rakyat yang sudah berhasil dikelola hingga tahun 2015
mencapai 700.36 ha dengan wilayah pengelolaan meliputi 4 kecamatan yaitu
Kecamatan Kalibawang, Samigaluh, Girimulyo, dan Nanggulan. Jumlah tersebut
masih jauh dari proyeksi yang diharapkan pada tahun 2010 yaitu mencapai luasan
5000 ha. Hal ini dikarenakan masyarakat petani hutan rakyat belum seluruhnya
mendaftar sebagai anggota, khususnya di Kecamatan Kalibawang, Samigaluh,
Girimulyo, dan Nanggulan.
Analisis Metode Pengaturan Hasil Hutan Rakyat KWLM
Metode Von Manthel
Tabel 2 Data riap diameter pohon dari tahun 2010-2015
Tahun
2010*
2011*
2012*
2013*
2014*
2015**
Rata-rata

sengon
4.00
4.00
4.00
4.00
4.00
4.00
4.00

Riap pohon (cm/tahun)*
Jati
Mahoni
1.50
2.00
1.80
2.30
1.80
2.30
2.50
2.00
2.50
2.00
2.50
2.00
2.10
2.10

Sonokeling
1.00
1.20
1.20
1.20
1.20
1.20
1.17

*Riap pohon diperoleh berdasarkan data sekunder pihak KWLM (KWLM 2010)
**Riap pohon diperoleh berdasarkan pengukuran

Tabel 2 menjelaskan bahwa pengukuran riap diameter pohon tiap tahunnya
bervariasi. Pengukuran riap diameter pohon dilakukan pada Petak Ukur Permanen
(PUP) yang tersebar pada 4 lokasi anggota dengan jumlah dan jenis pohon pada 4
lokasi anggota tersebut berbeda-beda. Hal ini menunjukan bahwa pengelolaan PUP
belum maksimal. Penandaan pohon PUP dengan pohon lain tidak dilakukan, serta
penandaan batas pengukuran 1.30 meter dari atas tanah juga tidak tersedia.

9
Riap yang diukur akan mempengaruhi siklus tebang yang akan
diperhitungkan dalam Jatah Tebang Tahunan (JTT). Siklus tebang yang
dipergunakan merupakan pembagian dari limit diameter dengan riap masingmasing jenis yang tersedia pada Tabel 3. Riap yang dipergunakan merupakan riap
rata-rata.
Tabel 3 Perhitungan siklus tebang tahun 2015
No.
1
2
3
4

Jenis
pohon
Sengon
Jati
Mahoni
Sonokeling

Diameter
limit penebangan (cm)
20.00
30.00
30.00
30.00

Riap rata-rata
(cm/thn/phn)
4.00
2.10
2.10
1.17

Siklus tebang
(Tahun)
5.00
14.00*
14.00*
26.00*

Keterangan :Hasil perhitungan dan *Hasil pembulatan

Tabel 4 Jatah Tebang Tahunan (JTT) tahun 2015 berdasarkan metode Von Manthel

No.
1
2
3
4

Jenis pohon
Sengon
Jati
Mahoni
Sonokeling
Jumlah

Sisa potensi
tahun 2014

Potensi
tahun 2015

JTT
tahun 2015

Volume (m3)

Hasil
Inventarisasi
tahun 2015
Volume (m3)

Volume (m3)

Volume (m3/tahun)

1207.12
4443.33
3369.29
736.94
9756.68

77.07
343.55
246.86
15.19
682.67

1284.19
4786.88
3616.15
752.13
10439.35

513.68
683.84
516.59
57.86
1771.97

Keterangan : Hasil perhitungan

Metode Von manthel yang digunakan dalam analisis data ini merupakan
metode pengaturan hasil berdasarkan volume dan riap tegakan. Luasan hutan rakyat
yang sudah berhasil diinventarisasi hingga tahun 2015 adalah 700.36 ha dengan
jumlah anggota mencapai 1036 anggota yang tersebar pada 18 unit pengelolaan di
4 kecamatan yaitu Kecamatan Samigaluh, Kalibawang, Girimulyo, dan Nanggulan.
Potensi keseluruhan tegakan mencapai 12 912.50 m3 dan hingga tahun 2015 masih
terdapat potensi 10 439.35 m3. Potensi tegakan tersebut berasal dari hasil
inventarisasi pada setiap pohon berukuran ≥ 10 cm pada masing-masing jenis.
Asumsi yang digunakan dalam metode ini adalah bertambahnya umur pohon maka
volume tegakan diasumsikan berkembang secara uniform atau seragam menurut
garis lurus. Volume tegakan di seluruh kawasan hutan produktif dapat dinyatakan
dengan luas segitiga, dengan alas berupa panjang daur dan tinggi berupa volume
tegakan pada akhir daur.
Potensi terbesar di hutan rakyat Kabupaten Kulon Progo dimiliki oleh jenis
jati, kemudian mahoni, sengon, dan sonokeling. Berdasarkan potensi tesebut JTT
diperoleh, sehingga nilai JTT terbesar juga dimiliki oleh jenis jati, kemudian
mahoni, sengon, dan sonokeling yaitu 683.84 m3/tahun, 516.59 m3/tahun, 513.68
m3/tahun, dan 57.86 m3/tahun. JTT yang dihasilkan tersebut merupakan pedoman
untuk penebangan, yaitu menyatakan volume kayu yang boleh ditebang pada setiap

10
tahun agar jumlah tebangan selama periode tertentu sama dengan jumlah riap dari
seluruh tegakan.
Metode pengaturan hasil hutan berdasarkan growing stock ini, sebenarnya
hanya memberi gambaran kasar tentang taksiran volume tegakan. Rumus Von
Manthel mengabaikan sebaran kelas umur dan riap masing-masing. Padahal,
sebaran dari tegakan dan riap masing-masing kelas umur tersebut sangat
berpengaruh terhadap tebangan tahunan (Supratman dan Alam 2009).
Kelemahan metode Von Manthel ini menurut Hardjosoediro (1974) dalam
Simon (2010) yaitu pertama, teori didasarkan pada susunan hutan normal, yang
pada kenyataan susunan hutan tersebut tidak pernah dijumpai. Kedua, metode Von
Manthel tidak memperhitungkan bagaimana memperbaiki struktur atau potensi
hutan yang abnormal. Ketiga, metode Von Manthel mendasar pada volume dan riap
tegakan, tidak terikat dengan areal tertentu sehingga kriteria terpenuhinya asas
kelestarian tidak nampak dengan jelas. Keempat, asumsi riap tegakan tahunan dari
umur satu sampai akhir daur besarnya sama persis. Asumsi tersebut menyatakan
bahwa pertumbuhan volume tegakan sejak ditanam hingga akhir daur mengikuti
garis lurus, namun kenyataannya hampir semua jenis tanaman kehutanan memiliki
pertumbuhan volume kayu yang bersifat sigmoid (mengikuti huruf S). Oleh karena
itu rumus Von Mantel ini hanya cocok untuk panjang daur tertentu.
Metode Berdasarkan Jumlah Pohon
Keadaan fisik tegakan di hutan rakyat Kabupaten Kulon Progo mempunyai
ciri berupa tegakan hutan tidak seumur, komposisi jenis yang heterogen. Menurut
Suhendang (1995) menilik sifat tegakan hutan seperti itu, maka adanya pembatasan
diameter pohon yang boleh ditebang merupakan pilihan yang tepat dengan metode
pengaturan hasil yang dipilih adalah berdasarkan jumlah pohon. Sopiana (2011)
menyatakan pula bahwa metode pengaturan hasil yang biasa dipakai pada hutan
rakyat adalah metode jumlah batang. Pengaturan hasil pada hutan rakyat
menggunakan metode jumlah batang yaitu pengelolaan pohon per pohon dari
berbagai struktur tanaman pada lahan milik yang bertujuan untuk kelestarian
pendapatan bagi setiap petani hutan rakyat.
Penambahan potensi jumlah pohon masing-masing jenis di hutan rakyat
KWLM tersaji pada Tabel 5 hingga Tabel 8.
Tabel 5 Penambahan potensi jumlah pohon sengon hutan rakyat KWLM
Kelas diameter
(cm)
10-19 cm
≥ 20 cm
Jumlah

2010
N
(pohon)
746.00
461.00
1207.00

Keterangan : Hasil perhitungan

2011
N
(pohon)
1434.00
287.00
1721.00

2012
2013
N
N
(pohon) (pohon)
1178.00 2171.00
6364.00 999.00
7542.00 3170.00

2014
N
(pohon)
78.00
70.00
148.00

2015
N
(pohon)
71.00
94.00
165.00

11

Tabel 6 Penambahan potensi jumlah pohon jati hutan rakyat KWLM
Kelas diameter
(cm)
10-19 cm
20-29 cm
≥ 30 cm
Jumlah

2010
N
(pohon)
4006.00
1923.00
479.00
6408.00

2011
2012
N
N
(pohon) (pohon)
2944.00 6920.00
1043.00 8455.00
220.00
1123.00
4207.00 16498.00

2013
N
(pohon)
4246.00
3275.00
458.00
7979.00

2014
N
(pohon)
2066.00
861.00
282.00
3209.00

2015
N
(pohon)
863.00
585.00
190.00
1638.00

Keterangan : Hasil perhitungan

Tabel 7 Penambahan potensi jumlah pohon mahoni hutan rakyat KWLM
Kelas diameter
(cm)
10-19 cm
20-29 cm
≥ 30 cm
Jumlah

2010
N
(pohon)
4450.00
1331.00
319.00
6100.00

2011
N
(pohon)
1612.00
529.00
83.00
2224.00

2012
N
(pohon)
4839.00
4467.00
691.00
9997.00

2013
N
(pohon)
3392.00
2805.00
466.00
6663.00

2014
N
(pohon)
430.00
362.00
171.00
963.00

2015
N
(pohon)
503.00
359.00
152.00
1014.00

Keterangan : Hasil perhitungan

Tabel 8 Penambahan potensi jumlah pohon sonokeling hutan rakyat KWLM
Kelas diameter
(cm)
10-19 cm
20-29 cm
≥ 30 cm
Jumlah

2010
N
(pohon)
347.00
190.00
55.00
592.00

2011
N
(pohon)
218.00
155.00
17.00
390.00

2012
N
(pohon)
1396.00
1526.00
30.00
2952.00

2013
N
(pohon)
202.00
219.00
56.00
477.00

2014
N
(pohon)
76.00
48.00
24.00
148.00

2015
N
(pohon)
39.00
36.00
7.00
82.00

Keterangan : Hasil perhitungan

Penambahan potensi tersebut diperoleh berdasarkan hasil inventarisasi
anggota baru tiap tahunnya. Anggota baru tersebut berkaitan dengan penambahan
luas lahan hutan rakyat yang dikelola KWLM (Lihat Gambar 1).
Berdasarkan data potensi jumlah pohon tersebut dapat diketahui potensi
jumlah pohon layak tebang. Potensi layak tebang tersebut merupakan pohon-pohon
yang memiliki ukuran diameter limit penebangan yaitu ≥ 20 cm untuk jenis sengon
dan ≥ 30 cm untuk jenis jati, mahoni, dan sonokeling. Asumsi yang digunakan
bahwa kelas diameter (KD) dibawah limit penebangan tersebut akan menjadi layak
tebang pada tahun berikutnya. Hal ini dikarenakan KWLM tidak melakukan
inventarisasi ulang terhadap luasan lahan yang telah diinventarisasi tahun
sebelumnya. Potensi jumlah pohon terbanyak tiap tahunnya memiliki
kecenderungan berada pada kelas diameter (KD) kecil yaitu 10-19 cm, dan
jumlahnya menurun pada kelas diamater (KD) diatasnya. Tabel 9 menjelaskan
potensi jumlah pohon yang layak tebang tiap tahunnya. Jumlah tersebut merupakan
jumlah pohon layak tebang dari setiap penambahan luasan hutan rakyat serta jumlah
pohon yang berasal dari luasan tahun sebelumnya yang telah naik menjadi kelas

12
diameter (KD) layak tebang, bukan merupakan jumlah pohon keseluruhan luasan
hutan rakyat.
Tabel 9 Penambahan potensi jumlah pohon layak tebang hutan rakyat KWLM
Tahun
2010
2011
2012
2013
2014
2015
Jumlah

Sengon*
N (pohon)
461.00
1033.00
7798.00
2177.00
2241.00
172.00
13882.00

Jati**
N (pohon)
479.00
2143.00
6172.00
11857.00
10477.00
5297.00
36425.00

Mahoni**
N (pohon)
319.00
1414.00
5670.00
6545.00
7815.00
3906.00
25669.00

Sonokeling**
N (pohon)
55.00
207.00
532.00
1800.00
1639.00
257.00
4490.00

Keterangan : Hasil perhitungan
*Diameter layak tebang ≥ 20 cm
**Diameter layak tebang ≥ 30 cm

Selain data potensi jumlah pohon layak tebang dalam perhitungan Jatah
Tebang Tahunan (JTT) berdasarkan metode jumlah pohon ini diperlukan data
realisasi tebangan yang telah dilakukan. Data realisasi tersebut akan menentukan
besarnya sisa potensi yang akan diperhitungkan dalam perhitungan JTT. Besarnya
realisasi tebangan tiap tahun yang dilakukan KWLM selalu lebih rendah dari JTT
tahun tersebut. Hal ini menggambarkan bahwa asas kelestarian dapat terjamin,
namun hal tersebut juga dikarenakan petani hutan rakyat belum ingin menjual kayu
yang dimilikinya, serta permintaan industri yang relatif rendah.
Tabel 10 Realisasi tebangan hutan rakyat KWLM
Tahun
2010
2011
2012
2013
2014
Jumlah

Sengon
N (pohon)
65.00
94.00
120.00
36.00
16.00
331.00

Jati
N (pohon)
32.00
200.00
518.00
937.00
1027.00
2714.00

Mahoni
N (pohon)
86.00
117.00
472.00
433.00
571.00
1679.00

Sonokeling
N (pohon)
0.00
7.00
22.00
10.00
6.00
45.00

Sumber : KWLM (2010)

Tabel 10 menjelaskan realisasi tebangan yang telah dilakukan KWLM tiap
tahunnya. Potensi pohon layak tebang tiap tahun yang dikurangi dengan realisasi
tebangan akan menjadi sisa pada tahun tersebut. Sisa tersebut akan menjadi
tambahan potensi yang diperhitungkan dalam penentuan JTT selain potensi hasil
inventarisasi terhadap anggota baru.

13

Tabel 11 Akumulasi potensi jumlah pohon aktual hutan rakyat KWLM
Tahun
2010
2011
2012
2013
2014
2015
Jumlah

Sengon
N (pohon)
461.00
1429.00
9133.00
11190.00
13395.00
13551.00
49159.00

Jati
N (pohon)
479.00
2590.00
8562.00
19901.00
29441.00
33711.00
94684.00

Mahoni
N (pohon)
319.00
1647.00
7200.00
13273.00
20655.00
23990.00
67084.00

Sonokeling
N (pohon)
55.00
262.00
787.00
2565.00
4194.00
4445.00
12308.00

Keterangan : Hasil perhitungan

Akumulasi potensi jumlah pohon aktual tersebut merupakan penambahan
dari sisa potensi pohon layak tebang tahun sebelumnya ditambah dengan potensi
jumlah pohon layak tebang tahun tersebut (Tabel 11). Berdasarkan data akumulasi
potensi jumlah pohon tersebut perhitungan JTT dapat dilakukan yaitu membagi
dengan waktu yang diperlukan untuk mencapai pohon dengan kelas diameter (KD)
10-19 cm untuk sengon dan 20-29 cm untuk jati, mahoni, dan sonokeling mencapai
KD ≥ 20 cm untuk sengon dan KD ≥ 30 cm untuk jati, mahoni, dan sonokeling.
Pembagi dalam perhitungan JTT untuk masing-masing jenis adalah berbeda-beda,
hal ini berkaitan dengan besarnya riap yang dimiliki. Riap masing-masing jenis
yang diperhitungkan tersaji pada Tabel 2.
Potensi jumlah pohon aktual tahun 2015 terbesar dimiliki oleh jenis jati
yaitu 33 711 pohon, selanjutnya adalah jenis mahoni 23 990 pohon, jenis sengon
13 551 pohon, dan 4445 pohon jenis sonokeling. Tabel 12. menunjukan hasil
perhitungan JTT KWLM tahun 2015 berdasarkan metode jumlah pohon.
Tabel 12 Jatah Tebang Tahunan (JTT) tahun 2015 berdasarkan metode jumlah
pohon
No.
1
2
3
4

Jenis pohon
Sengon
Jati
Mahoni
Sonokeling
Jumlah

JTT tahun 2015
N (pohon/tahun)
V (m3/tahun)
5420.00*
7079.00*
5038.00*
519.00*
18056.00

511.43
964.61
728.14
86.02
2290.20

Keterangan : Hasil perhitungan dan *Hasil pembulatan

JTT yang dihasilkan berdasarkan perhitungan metode jumlah pohon
memiliki jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan metode Von Manthel pada
ukuran volume yaitu 964.61 m3/tahun untuk jenis jati, kemudian 728.14 m3/tahun
pada jenis mahoni, dan 86.02 m3/tahun sonokeling. Namun tidak demikian dengan
jenis sengon yaitu 511.43 m3/tahun yang masih lebih rendah. Hal tersebut berarti
jumlah pohon limit diameter penebangan pada jenis sengon lebih sedikit
dibandingkan dengan jumlah pohon dibawah kelas diameter limit penebangan
tersebut. Perbedaan nilai JTT yang dihasilkan berdasarkan metode Von Manthel

14
dan jumlah pohon berkaitan dengan asumsi yang mendasari perhitungan yang
dilakukan.
Dalam menerapkan metode pengaturan hasil berdasarkan jumlah pohon ini
perlu diperhatikan beberapa anggapan (asumsi) dasar sesuai dengan keadaan yang
berlaku di lapangan, salah satunya adalah anggapan dasar yang dipakai oleh
Lembaga Penelitian IPB (1990) dalam Retnosati (2012), sebagai berikut:
1. Tingkat pemanfaatan lahan pada petani hutan rakyat untuk penanaman kayu
rakyat yang ada sekarang dianggap yang terbaik bagi para petani, sehingga
tidak diperlukan lagi perubahan tingkat pemanfaatannya. Pengaturan hasil
kayu rakyat semata-mata bertujuan untuk mengatur agar hasil dapat
diperoleh secara berkesinambungan selama daur.
2. Pengurangan jumlah pohon per hektar dalam tegakan hanya terjadi sampai
pada umur tertentu saja, dikarenakan setelah mencapai umur tersebut petani
cenderung mempertahankannya hingga dapat dipanen.
3. Besarnya daur bagi setiap petani dianggap dapat diatur, sesuai dengan
prinsi-prinsip yang dikehendaki. Untuk mencapai kebenaran anggapan ini,
dalam pelaksanaannya diperlukan mekanisme tertentu yang perlu diatur
dalam kelembagaan. Mekanisme tersebut merupakan pengaturan
penyediaan dana yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan petani yang
bersifat insidental.
Koperasi Wana Lestari Menoreh (KWLM) juga telah menerapkan anggapan
dasar tersebut. Salah satunya memberikan pinjaman uang dengan jaminan kayu
milik anggota yang belum siap untuk ditebang. Mekasnisme tersebut diatur oleh
kelembagaan di KWLM.
Metode pengaturan hasil berdasarkan jumlah pohon memperhatikan sebaran
kelas diameter dan pengelolaan pohon per pohon sehingga lebih mudah dilakukan
pada berbagai struktur tanaman pada lahan milik. Kondisi hutan rakyat yang
menyerupai hutan tidak seumur dengan jenis yang beragam sesuai menjadi
pertimbangan dalam pengelolaan pohon per pohon ini.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Metode pengaturan hasil hutan rakyat yang sesuai digunakan di areal
pengelolaan Koperasi Wana Lestari Menoreh (KWLM) Kabupaten Kulon Progo
adalah metode berdasarkan jumlah pohon. Metode ini memperhatikan sebaran kelas
diameter (KD), penambahan luasan areal hutan rakyat yang dikelola oleh KWLM
tidak menjadi penghambat karena sebaran kelas diameter masih tetap terkontrol
dengan asumsi bahwa kelas diameter tertentu akan naik satu tingkat pada kelas
diameter selanjutnya.
Saran
Karakteristik hutan rakyat harus menjadi pertimbangan dalam pemilihan
metode pengaturan hasil hutan. Perbaikan rekapitulasi data hasil inventarisasi di
Koperasi Wana Lestari Menoreh (KWLM) sangat diperlukan agar perencanaan
pengaturan hasil hutan lebih terorganisasi dengan baik dan jelas potensinya dengan

15
pengelompokan sesuai kelas diameter (KD) yang ada. Hasil penelitian ini sangat
bergantung pada data hasil inventarisasi yang dilakukan pihak KWLM.

DAFTAR PUSTAKA
BPKH Wilayah XI Dephut. 2012. Luas Hutan Rakyat Indonesia [Internet].[Waktu
pembaharuan tidak diketahui]; [diunduh 2015 Juni 28]. Tersedia pada:
http://Dephut.go.id
Hinrichs A, Muhtaman DR, Irianto N. 2008. Sertifikasi Hutan Rakyat di Indonesia.
Jakarta (ID): Deutsche Gesellschaft fur Technische Zusammenarbeit (GTZ)
GmbH
[KWLM] Koperasi Wana Lestari Menoreh. 2010. Rencana Pengelolaan Hutan
Rakyat Koperasi Wana Lestari Menoreh (KWLM) 2010-2014. Yogyakarta
(ID): Koperasi Wana Lestari Menoreh
Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan. Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 167. Jakarta (ID):
Sekertariat Negara
Retnosari. 2012. Penerapan Pengaturan Hasil dan Pembentukan Unit Kelestarian
Hutan Rakyat di Desa Sumberejo, Kecamatan Batuwarno, Kabupaten
Wonogiri [skripsi]. Bogor (ID): Program Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Simon H. 2010. Perencanaan Pembangunan Sumber Daya Hutan Jilid 1A Timber
Management. Yogyakarta (ID): Cebelan Timur UH III/548 Yogyakarta.
Sopiana A. 2011. Studi Pengaturan Hasil dalam Pengelolaan Hutan Rakyat di
Kabupaten Jepara [skripsi]. Bogor (ID): Program Sarjana Institut Pertanian
Bogor.
Suhendang E. 1995. Metode Pengaturan Hasil Berdasarkan Jumlah Pohon untuk
Pengaturan untuk Pengusahaan Hutan Tidak Seumur. Di dalam: Suhendang
E, Haeruman H, Soerianegara I, editor. Pengelolaan Hutan Produksi Lestari
di Indonesia. Konsep, permasalahan dan Strategi Menuju Era Ekolabel.
Proceeding simposium Penerapan Ekolabel di Hutan Produksi; 1995
Agustus 10-12; Jakarta, Indonesia. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB. Hlm
264-276.
Supratman dan Alam S. 2009. Buku Ajar Manajemen Hutan [Internet].[Waktu
pembaharuan tidak diketahui]; [diunduh 2015 April 22]. Tersedia pada: http://
unhas.ac.id.
Yulianto NF. 2015. Perbandingan Kelestarian Hutan Rakyat Bersertifikat dan Tidak
Bersertifikat Di Kabupaten Kulonprogo [skripsi]. Bogor (ID): Program
Sarjana Institut Pertanian Bogor.

16
Lampiran 1. Data pengukuran riap diameter pohon
Jati
No.
2015
2014
Riap Riap rata-rata
1
64
61
3
2.5
2
74
71.5
2.5
3
68
64.5
3.5
4
68
66.5
1.5
5
65
62.5
2.5
6
91
89
2
7
92
88
4
8
90
88.5
1.5
9
102
100.5
1.5
10
110
107
3
11
125
122
3
12
118
116
2
jumlah
30

No.
1
2
3
jumlah

No.
1
2
3
4
5
6
jumlah

No.
1
2
3
4
jumlah

2015
80
102
90

Mahoni
2014
Riap
78
2
99.5
2.5
88.5
1.5
6

2015
103
87
64
122
94
91

Sonokeling
2014
Riap
102
1
85.8
1.2
63.5
0.5
119
3
93
1
90.5
0.5
7.2

2015
66
92
110
102

Sengon
2014
Riap
62.5
3.5
88.5
3.5
106
4
97
5
16

Riap rata-rata
2

Riap rata-rata
1.2

Riap rata-rata
4

Lampiran 2. Jatah Tebang Tahunan (JTT) KWLM tahun 2010-2014
Sengon
Luas
Siklus
Luas
No.
Tahun
lahan
Volume Tebang
JTT
lahan
(Ha)
(m3)
(Tahun)
(m3/tahun) (Ha)
1
2010
110.00
307.33
5.00
122.93
110.00
2
2011
186.03
388.42
5.00
155.37
186.03
3
2012
417.07
653.54
5.00
261.42
417.07
4
2013
647.63
1588.59
5.00
635.44
647.63
5
2014
684.30
1646.75
5.00
658.70
684.30
Jumlah
4584.63
1833.85

No.
1
2
3
4
5

Tahun
2010
2011
2012
2013
2014
Jumlah

Luas
lahan
(Ha)
110.00
186.03
417.07
647.63
684.30

Mahoni
Siklus
Volume
Tebang
(m3)
(Tahun)
939.84
20.00
1077.33
13.00
2399.37
13.00
3240.43
15.00
3418.86
15.00
11075.83

JTT
(m3/tahun)
93.98
165.74
369.13
432.06
455.85
1516.77

Luas
lahan
(Ha)
110.00
186.03
417.07
647.63
684.30

Volume
(m3)
826.35
1138.19
2806.89
3392.63
3721.85
11885.91

Jati
Siklus
Tebang
(Tahun)
20.00
17.00
17.00
12.00
12.00

Sonokeling
Siklus
Volume
Tebang
(m3)
(Tahun)
88.18
30.00
131.58
25.00
611.40
25.00
722.00
25.00
766.67
25.00
2319.83

JTT
(m3/tahun)
82.64
133.90
330.22
565.44
620.31
1732.51

JTT
(m3/tahun)
5.88
10.53
48.91
57.76
61.33
184.41

17

1
2
3
4

2011
No.
1
2
3
4

Jenis
pohon

Luas
lahan
(Ha)
Sengon
500.00
Jati
500.00
Mahoni
500.00
Sonokeling 500.00
Jumlah

2012

Volume
JTT
Luas lahan Volume
JTT
(m3)
(m3/tahun)
(Ha)
(m3)
(m3/tahun)
1396.95
558.78
1500.00 4190.84
1676.34
3756.15
375.62
1500.00 11268.46
1126.85
4272.01
569.60
1500.00 12816.03
1708.80
400.80
26.72
1500.00 1202.40
80.16
9825.91
1530.72
29477.73
4592.15

18

No.

Lampiran 3. Proyeksi Jatah Tebang Tahunan (JTT) KWLM tahun 2010-2014
2010
Jenis
Luas
Siklus
JTT
pohon
lahan Volume
tebang
(Ha)
(m3)
(Tahun)
(m3/tahun)
Sengon
110.00 307.33
5.00
122.93
Jati
110.00 826.35
20.00
82.64
Mahoni
110.00 939.84
15.00
125.31
Sonokeling 110.00 88.18
30.00
5.88
Jumlah
2161.70
336.76

2013
2014
Luas
Luas
lahan
Volume
JTT
lahan
Volume
JTT
(Ha)
(m3)
(m3/tahun)
(Ha)
(m3)
(m3/tahun)
3000.00 8382.67
3353.07 5000.00 13969.45
5587.78
3000.00 22536.93
2253.69 5000.00 37561.55
3756.16
3000.00 25632.05
3417.61 5000.00 42720.09
5696.01
3000.00 2404.80
160.32 5000.00 4008.00
267.20
58956.45
9184.69
98259.09
15307.15

Lampiran 4. Perhitungan JTT sengon 2015 berdasarkan metode jumlah pohon
Tahun

Inventarisasi
N (pohon)

2010
2011
2012
2013
2014
2015
Jumlah

V (m3)

461.00 347.07
1033.00 224.20
7798.00 319.16
2177.00 346.82
2241.00 163.53
172.00
77.90
13882.00 1478.68

Sisa potensi tahun
lalu
N (pohon)

V (m3)

0.00
396.00
1335.00
9013.00
11154.00
13379.00
35277.00

0.00
289.51
476.42
728.53
1044.58
1200.68
3739.72

Potensi tahun ini
N (pohon)
461.00
1429.00
9133.00
11190.00
13395.00
13551.00
49159.00

V (m3)
347.07
513.71
795.58
1075.35
1208.11
1278.58
5218.40

JTT
N
V (m3)
(pohon)
184.40 138.83
571.60 205.48
3653.20 318.23
4476.00 430.14
5358.00 483.24
5420.40 511.43
19663.60 2087.36

Realisasi tebangan
V
N (pohon)
(m3)
65.00 57.56
94.00 37.29
120.00 67.05
36.00 30.77
16.00
7.43

JTT
N
V (m3)
(pohon)
100.59
69.50
543.90 242.25
1798.02 445.43
4179.21 774.59
6182.61 920.65
7079.31 964.61
19883.64 3417.03

Realisasi tebangan

Sisa tahun ini
N (pohon)

V (m3)

396.00
1335.00
9013.00
11154.00
13379.00

289.51
476.42
728.53
1044.58
1200.68

Lampiran 5. Perhitungan JTT jati 2015 berdasarkan metode jumlah pohon
Tahun

2010
2011
2012
2013
2014
2015
Jumlah

Inventarisasi
N (pohon)

V (m3)

479.00
2143.00
6172.00
11857.00
10477.00
5297.00
36425.00

330.93
706.58
1097.97
1806.63
1174.96
572.86
5689.93

Sisa potensi tahun
lalu
N
V (m3)
(pohon)
0.00
0.00
447.00
313.87
2390.00 1023.14
8044.00 1881.89
18964.00 3209.08
28414.00 4020.53
58259.00 10448.51

Potensi tahun ini
N (pohon)

V (m3)

479.00
2590.00
8562.00
19901.00
29441.00
33711.00
94684.00

330.93
1153.58
2121.11
3688.52
4384.04
4593.39
16271.57

Sisa tahun ini

N (pohon)

V (m3)

N (pohon)

V (m3)

32.00
200.00
518.00
937.00
1027.00

17.06
130.44
239.22
479.44
363.51

447.00
2390.00
8044.00
18964.00
28414.00

313.87
1023.14
1881.89
3209.08
4020.53

19

20

Lampiran 6. Perhitungan JTT mahoni 2015 berdasarkan metode jumlah pohon
Tahun

Inventarisasi
N (pohon)

2010
2011
2012
2013
2014
2015
Jumlah

V (m3)

319.00 347.89
1414.00 522.77
5670.00 945.78
6545.00 1143.18
7815.00 1061.18
3906.00 465.48
25669.00 4486.28

Sisa potensi tahun
lalu

Potensi tahun ini

N (pohon)

V (m3)

N (pohon)

V (m3)

0.00
233.00
1530.00
6728.00
12840.00
20084.00
41415.00

0.00
303.22
727.65
1384.67
2304.30
3001.85
7721.69

319.00
1647.00
7200.00
13273.00
20655.00
23990.00
67084.00

347.89
825.99
1673.43
2527.85
3365.48
3467.33
12207.97

JTT
N
V (m3)
(pohon)
66.99
73.06
345.87 173.46
1512.00 351.42
2787.33 530.85
4337.55 706.75
5037.90 728.14
14087.64 2563.67

Realisasi tebangan
N (pohon)

Sisa tahun ini

V (m3)

N (pohon)

V (m3)

86.00 44.67
117.00 98.34
472.00 288.76
433.00 223.55
571.00 363.63

233.00
1530.00
6728.00
12840.00
20084.00

303.22
727.65
1384.67
2304.30
3001.85

Lampiran 7. Perhitungan JTT sonokeling 2015 berdasarkan metode jumlah pohon
Tahun
Inventarisasi
N (pohon)
2010
2011
2012
2013
2014
2015
Jumlah

V (m3)

55.00
41.59
207.00
60.25
532.00 189.36
1800.00 297.36
1639.00 145.36
257.00
27.81
4490.00
761.73

Sisa
potensi
N
(pohon)
0.00
55.00
255.00
765.00
2555.00
4188.00
7818.00

Potensi
tahun ini
V (m3)

N (pohon)

V (m3)

0.00
41.59
91.85
269.61
564.56
709.49
1677.10

55.00
262.00
787.00
2565.00
4194.00
4445.00
12308.00

41.59
101.84
281.21
566.97
709.92
737.30
2438.83

JTT
N
(pohon)
6.42
30.57
91.82
299.25
489.30
518.58
1435.93

V (m3)
4.85
11.88
32.81
66.15
82.82
86.02
284.53

Realisasi
tebangan
N
(pohon)
0.00
7.00
22.00
10.00
6.00

V (m3)
0.00
9.99
11.60
2.41
0.43

Sisa
tahun
ini
N
(pohon)
55.00
255.00
765.00
2555.00
4188.00

V (m3)
41.59
91.85
269.61
564.56
709.49

21

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabupaten Ngawi pada tanggal 29 Maret 1993 sebagai
anak tunggal dari Bapak pardi dan Ibu Kesi.
Pendidikan formal penulis dimulai tahun 1999 di SD Negeri Bintoyo Kabupaten
Ngawi dan lulus tahun 2005, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 1 Padas
Kabupaten Ngawi dan lulus tahun 2008, selanjutnya tingkat SMA ditempuh di SMA
Negeri 1 Karangjati Kabupaten Ngawi dan lulus tahun 2011. Pada tahun yang sama,
penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Fakultas Kehutanan IPB melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas
Kehutanan.
Pada tahun 2013 penulis melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan
(PPEH) di daerah Gunung Slamet Baturaden dan Cilacap, Provinsi Jawa Tengah.
Praktek Pengelolaan Hut