Kajian Dampak Bendung Perjaya terhadap Struktur Komunitas Ikan di Sungai Komering, Provinsi Sumatera Selatan

KAJIAN DAMPAK BENDUNG PERJAYA TERHADAP
STRUKTUR KOMUNITAS IKAN DI SUNGAI KOMERING,
PROVINSI SUMATERA SELATAN

MUHAMMAD NIZAR

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Dampak Bendung
Perjaya terhadap Struktur Komunitas Ikan di Sungai Komering, Provinsi
Sumatera Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Muhammad Nizar
C251110011

RINGKASAN
MUHAMMAD NIZAR. Kajian Dampak Bendung Perjaya terhadap Struktur
Komunitas Ikan di Sungai Komering, Provinsi Sumatera Selatan. Dibimbing oleh
MOHAMMAD MUKHLIS KAMAL dan ENAN M ADIWILAGA.
Sungai Komering yang merupakan salah satu anak Sungai Musi memiliki
keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Adanya Bendung Perjaya yang
dibangun memotong alur Sungai Komering menyebabkan perubahan hidrologi
sungai sehingga terjadi degradasi habitat dan dapat menghalangi jalur migrasi
ikan meskipun pada Bendung Perjaya telah dilengkapi konstruksi tangga ikan.
Kondisi ini akan mempengaruhi dan dapat mengancam keberadaan ikan di Sungai
Komering.
Penelitian ini bertujuan menganalisis dampak Bendung Perjaya terhadap
struktur komunitas ikan di Sungai Komering, menganalisis efektivitas konstruksi
tangga ikan pada Bendung Perjaya sebagai jalan migrasi ikan, dan merumuskan
konsep pengelolaan yang mendukung kelestarian sumberdaya ikan di Sungai

Komering. Penelitian dilaksanakan pada Maret, Mei, dan Juli 2013 dengan
pertimbangan kondisi musim, bertempat di DAS Komering dalam wilayah
Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Provinsi Sumatera Selatan. Pengambilan
sampel ikan menggunakan alat tangkap nelayan yang tidak selektif, yaitu
electrofishing berupa setrum, serok (scoop net), dan langian (hand operated scoop
net).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan Bendung Perjaya
berdampak pada struktur komunitas ikan di Sungai Komering. Komposisi ikan
yang diperoleh terdiri dari 15 famili yang meliputi 40 spesies, dengan jumlah
spesies terbesar berasal dari famili Cyprinidae (21 spesies). Beberapa spesies yang
dominan adalah Crossocheilus sp., Labeobarbus leptocheilus dan Thynnichtys
thynnoides. Barbichthys laevis dan L. leptocheilus memiliki penyebaran paling
luas. Keanekaragaman dan keseragaman ikan tertinggi terjadi pada musim hujan
(Maret) dan pada daerah hilir Bendung Perjaya (Negeri Agung). Tangga ikan pada
Bendung Perjaya efektif pada musim hujan dan bagi jenis ikan Cyprinidae.
Konsep pengelolaan yang dapat dilakukan adalah mengembalikan fungsi awal
tangga ikan sebagai jalan migrasi ikan, antara lain dengan menetapkan tangga
ikan sebagai daerah terlarang untuk penangkapan, membuat konstruksi penutup
tangga ikan, dan pengaturan penangkapan di sekitar Bendung Perjaya.
Kata kunci: Sungai Komering, Bendung Perjaya, tangga ikan, Cyprinidae


SUMMARY
MUHAMMAD NIZAR . Assessment Impact of Perjaya Weir on Fish Community
Structure in Komering River, South Sumatra Province. Supervised by
MOHAMMAD MUKHLIS KAMAL and ENAN M ADIWILAGA.
Komering River which is a tributary of the Musi River has a high
biodiversity. The existence of Perjaya Weir in the channel of Komering River had
affected the hydrology of the river and then caused habitat degradation and also
blocking fish migration, although Perjaya Weir has been completed by fish ladder
construction. This condition will affect and threat the existence of fish in
Komering River.
The objective of the present study are to analyze the impact of Perjaya
Weir on fish community in Komering River, analyze the effectiveness of fish
ladder at Perjaya Weir as fish migrating ways in Komering River, and formulate
management concepts that supports fish sustainability in Komering River. This
study conducted on March, May, and July 2013 considered the seasons, in the
Komering Watershed East Ogan Komering Ulu Distric, South Sumatra Province.
The unselective fishing gear was used in this study ie electrofishing, scoop net,
and langgian (hand operated scoop net).
The results showed that existence of Perjaya Weir impact on fish

community structure in Komering River. Fish composition obtained consisting of
15 families which included 40 specieses with highest number of spesies from
Cyprinidae. Some of the dominant specieses were Crossocheilus sp., Labeobarbus
leptocheilus, and Thynnichtys thynnoides. Barbichthys laevis and L. leptocheilus
has the most extensive distribution. Diversity and evennes were highest in the
rainy season (March) and the downstream of Perjaya Weir (Negeri Agung). Fish
ladder at Perjaya Weir was effective in the rainy season and especially for
Cyprinidae. Management concepts that can be done is restore early function of
fish ladder as fish migration way, by establishing a fish ladder as restricted areas
to catch, making cover of fish ladder construction, and management fishing
activity around the Perjaya Weir.
Keywords: Komering River, Perjaya Weir, fish ladder, Cyprinidae

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KAJIAN DAMPAK BENDUNG PERJAYA TERHADAP
STRUKTUR KOMUNITAS IKAN DI SUNGAI KOMERING,
PROVINSI SUMATERA SELATAN

MUHAMMAD NIZAR

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Penguji pada Ujian Tesis: Dr Ir Isdradjad Setyobudiandi, MSc

Judul Tesis : Kajian Dampak Bendung Perjaya terhadap Struktur Komunitas Ikan
di Sungai Komering, Provinsi Sumatera Selatan
Nama
: Muhammad Nizar
NRP
: C251110011

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir M Mukhlis Kamal, MSc
Ketua

Dr Ir Enan M Adiwilaga
Anggota

Diketahui oleh


Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Perairan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 17 April 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Segala puji bagi ALLAH SWT yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Atas pertolongan-NYA karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Shalawat dan salam
bagi Muhammad Saw. Topik dalam penelitian ini mengenai pengelolaan
sumberdaya perikanan, dengan judul Kajian Dampak Bendung Perjaya terhadap
Struktur Komunitas Ikan di Sungai Komering, Provinsi Sumatera Selatan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr Ir M Mukhlis Kamal MSc dan Dr Ir Enan M Adiwilaga selaku Komisi
Pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dalam penyusunan tesis.
2. Dr Ir Etty Riani MS selaku Dosen Seminar atas saran dan bantuannya.
3. Dr Ir Isdradjad Setyobudiandi MSc selaku Penguji pada Ujian Tesis yang
telah memberikan saran perbaikan dan Dr Ir Sigid Hariyadi MSc selaku
Ketua Program Studi yang turut memberikan saran.
4. Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum (BP3U) Mariana, Palembang atas
fasilitas yang telah diberikan, terkhusus kepada Dr Husnah MPhil atas
bimbingan dan bantuannya.
5. Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera VIII (BBWSS VIII) Palembang,
Pelaksana Kegiatan O&P Sumberdaya Air II Perjaya, dan Dinas Peternakan
dan Perikanan Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur (OKUT) atas
bantuannya dalam penelitian.
6. Saudara Bayumi, Nawawi, dan Aidi (mahasiswa Universitas Islam OKI
(UNISKI) Kayuagung), serta mas Tohari yang telah membantu di lapangan.
7. Eko Prianto SPi MSi (Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi
Sumberdaya Ikan, KKP) dan Siswani Sari SPi MSc (Institute for
Environment and Human Security, United Nations University, Bonn, Jerman)
yang telah bersedia menjadi reviewer artikel jurnal.
8. Ibunda Najuah, istri Leni Marlina, ananda Afifah Nurul Qurani, ayunda Diana,

ayunda Jauzah, adinda Aliyah, serta seluruh keluarga atas segala doa dan
kasih sayang, teriring doa untuk ayahanda Usman Hasyim (Alm).
9. Pimpinan Yayasan Pendidikan Islam Bende Seguguk Kayuagung (YPIBSK)
dan UNISKI Kayuagung atas izin dan bantuannya selama studi S2.
10. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan atas beasiswa pendidikan pascasarjana.
11. Teman-teman DMG7, SDP11, dan HIMMPAS IPB atas kebersamaan dan
dukungan yang telah diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2014
Muhammad Nizar

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah

Tujuan dan Manfaat
2 TINJAUAN PUSTAKA
Bendungan dan Bendung
Dampak Adanya Pembendungan
Tangga Ikan
3 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Alat, Bahan, dan Metode
Pengambilan Data
Analisis Data
Analisis Parameter Fisika dan Kimia Perairan
Analisis Struktur Komunitas Ikan
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Parameter Fisika dan Kimia Perairan
Lebar dan kedalaman sungai
Beberapa parameter fisika dan kimia perairan lainnya
Gambaran umum tangga ikan Bendung Perjaya
Struktur Komunitas Ikan
Lebar dan kedalaman sungai
Komposisi jenis

Kelimpahan relatif ikan berdasarkan lokasi penelitian
Kelimpahan relatif ikan berdasarkan lokasi penelitian
Frekuensi keterdapatan
Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominansi
Efektivitas Tangga Ikan Bendung Perjaya
Kondisi muka air pada dan di bawah tangga ikan
Komposisi jenis ikan yang bermigrasi melewati tangga ikan
Kondisi aktivitas masyarakat di sekitar tangga ikan
Konsep Pengelolaan Tangga Ikan
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vi
vi
vii
1
1
2
3
3
4
6
7
8
8
8
9
10
10
11
13
15
15
15
18
20
21
23
25
26
26
30
31
31
31
32
36

DAFTAR TABEL
1 Parameter yang diukur dalam penelitian
2 Lebar dan kedalaman Sungai Komering di setiap stasiun
3 Komposisi jenis ikan yang tertangkap pada saat penelitian berdasarkan
lokasi penangkapan
4 Perbandingan jenis ikan yang tertangkap di Stasiun Perjaya pada 2006
dengan jenis ikan yang tertangkap pada saat penelitian 2013
5 Frekuensi Keterdapatan (Fi) ikan di setiap stasiun dan waktu sampling

8
10
16
17
22

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Alur kerangka perumusan masalah
Berbagai tipe tangga ikan
Lokasi stasiun penelitian
Grafik suhu perairan (a), kecepatan arus (b), kecerahan (c), kekeruhan
(d), pH (e), dan oksigen terlarut (f)
5 (a) Peta lokasi tangga ikan (0) pada Bendung Perjaya; (b) Bendung
Perjaya dari sisi timur; (c) Bendung Perjaya dari sisi utara (bawah/hilir)
dengan konstruksi tangga ikan di sebelah kiri
6 (a) Ilustrasi tangga ikan tipe pool passes; (b) Tangga ikan Bendung
Perjaya sebelah hilir.
7 Grafik kelimpahan ikan berdasarkan lokasi penangkapan di stasiun
tangga ikan (a), Perjaya (b), dan Negeri Agung (c)
8 Grafik kelimpahan ikan berdasarkan waktu penangkapan pada Maret
(a), Mei (b) dan Juli (c)
9 Grafik Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Keseragaman (E), dan
Indeks Dominansi (C) berdasarkan lokasi penelitian
10 Grafik Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Keseragaman (E), dan
Indeks Dominansi (C) berdasarkan waktu penelitian
11 Kondisi tinggi muka air yang mengisi tangga ikan pada Maret (a), Mei
(b), dan Juli (c)
12 Grafik kelimpahan relatif ikan di stasiun tangga ikan pada Maret, Mei,
dan Juli
13 Grafik jumlah individu ( ) dan jumlah jenis ( ) di setiap lokasi dan
waktu penelitian
14 Grafik persentase spesies di setiap waktu sampling pada stasiun tangga
ikan ( ), Perjaya ( ), dan Negeri Agung ( )

2
5
7
12

14
14
19
20
24
25
26
27
28
29

DAFTAR LAMPIRAN
1 Jenis-jenis ikan yang hidup di sepanjang Sungai Komering pada
1987-1988
2 Jenis-jenis ikan yang tertangkap di Stasiun Perjaya Sungai Komering
pada 2006
3 Gambar jenis-jenis ikan yang tertangkap selama penelitian (Dokumen
pribadi 2013)

36
38
39

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sungai Komering merupakan salah satu dari sembilan anak Sungai Musi,
yang mengalir dari danau Ranau di sebelah hulu dan bermuara ke Sungai Musi di
daerah Sungai Gerong Kota Palembang. Panjang Sungai Komering sekitar 145,45
km (Aida et al. 2010) yang berada di wilayah bagian hilir DAS Musi. Letaknya
meliputi empat wilayah kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan, yaitu Kabupaten
Ogan Komering Ulu Selatan (OKUS), Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur
(OKUT), Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), dan Kabupaten Banyuasin.
Sungai Komering memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Jenis
organisme air yang bernilai ekonomis, antara lain ikan, krustase, moluska, dan
reptil. Selama 1987-1988 tercatat tidak kurang 55 jenis ikan ditemukan di Sungai
Komering (Gaffar dan Utomo 1991). Namun masyarakat di sekitar Sungai
Komering mengklaim bahwa saat ini sangat sulit mendapatkan ikan-ikan yang
berukuran besar di sungai ini. Bahkan beberapa jenis ikan tidak tertangkap lagi
oleh nelayan. Pernyataan masyarakat ini senada dengan hasil penelitian Husnah et
al. (2007) yang hanya mencatat 48 jenis ikan hidup di Sungai Komering. Diduga
jumlah jenis ikan di Sungai Komering tersebut sudah berkurang yang diakibatkan
karena aktivitas penangkapan lebih, penangkapan yang tidak ramah lingkungan,
pencemaran perairan, dan perubahan tata guna lahan perairan.
Penyebab lain atas berkurangya jenis ikan di Sungai Komering adalah
perubahan hidrologi sungai sejak dibangunnya Bendung Perjaya atau Bendung
Upper Komering pada tahun 1991 di bagian hulu Sungai Komering, yaitu di Desa
Perjaya, Kecamatan Martapura, Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur (OKUT).
Akibat dari pembangunan bendung ini, pada saat musim kemarau panjang, Sungai
Komering di bagian hilir bendung mengalami kekeringan. Perubahan hidrologi ini
dapat merubah habitat ikan dan biota perairan sungai lainnya. Dampak lebih lanjut
adalah terganggunya siklus hidup ikan khususnya jenis-jenis ikan yang melakukan
migrasi longitudinal sehingga dapat menurunkan sumberdaya ikan.

Perumusan Masalah
Keberadaan Bendung Perjaya menyebabkan terjadinya modifikasi aliran
yang berdampak pada perubahan hidrologi sungai. Perubahan hidrologi sungai
mengakibatkan perubahan kondisi alamiah sungai, baik fisik maupun bioekologis
sehingga terjadi degradasi habitat. Selain itu, Bendung Perjaya yang dibangun
memotong alur Sungai Komering dapat menghalangi jalur migrasi ikan serta biota
akuatik lainnya meskipun pada Bendung Perjaya telah dilengkapi konstruksi
tangga ikan. Kondisi ini menjadi ancaman bagi kelestarian populasi ikan di alam
dikarenakan ikan memerlukan migrasi untuk mencari makan, berkembangbiak,
mencari perlindungan dan habitat hidup pada kondisi perairan yang lebih baik,
serta dalam rangka memenuhi kebutuhan siklus hidupnya (Lucas dan Baras 2001,
Binder et al. 2011).
Berdasarkan data hasil penelitian selama 1987-1988 tercatat 55 jenis ikan di
Sungai Komering (Gaffar dan Utomo 1991). Data ini merupakan data sebelum

2
Sungai Komering dibendung. Selanjutnya hasil penelitian 2006, jenis ikan yang
ditemukan di Sungai Komering sebanyak 48 jenis (Husnah et al. 2007). Kuat
dugaan bahwa terjadi penurunan jumlah jenis ikan di Sungai Komering.
Berdasarkan hal-hal tersebut, maka penting dilakukannya penelitian tentang
pengaruh keberadaan Bendung Perjaya terhadap sumberdaya ikan kemudian
merumuskan strategi pengelolaan yang mempertimbangkan aspek kelestarian
sumberdaya ikan. Alur kerangka perumusan masalah disajikan pada Gambar 1.
Bendung
Perjaya

Perubahan
hidrologi

Degradasi
habitat ikan

Analisis
Fisika
Kimia

Status mutu
perairan

Jalur ruaya
terhalang

Analisis
fisik
bendung

Efektivitas
tangga ikan

Penurunan
SD ikan

Analisis
ikan

Struktur
Komunitas
ikan

Pengelolaan

Sungai
Komering

Gambar 1 Alur kerangka perumusan masalah

Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak Bendung Perjaya
terhadap struktur komunitas ikan di Sungai Komering; menganalisis efektivitas
konstruksi tangga ikan pada Bendung Perjaya sebagai jalan migrasi ikan; dan
merumuskan konsep pengelolaan yang dapat dilakukan untuk mendukung
kelestarian sumberdaya ikan di Sungai Komering.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi
pemerintah dan pihak-pihak yang berwenang untuk membuat kebijakan
pengelolaan pada Bendung Perjaya yang mendukung kelestarian sumberdaya ikan,
serta menjadi masukan bagi pembangunan bendung irigasi Komering tahap kedua.

3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Bendungan dan Bendung
Bendungan atau dam adalah bangunan melintang sungai yang berfungsi
menampung air dan meninggikan level muka air yang antara lain digunakan untuk
keperluan irigasi, pembangkit listrik tenaga air, air minum, menanggulangi banjir,
rekreasi, dan perikanan. Dengan dibangunnya bendung permanen ini, sifat
kemenerusan sungai akan terinterupsi. Akibatnya, sungai menjadi alur aliran yang
terpotong-potong. Alur yang terpotong ini menyebabkan perubahan keseimbangan
alam, baik abiotik (fisik) maupun biotik (bioekologis).
Adapun bendung adalah bangunan air yang dibuat melintang sungai,
membendung aliran sungai dan menaikkan level muka air di bagian hulu. Berbeda
dengan bendungan, bendung tidak didesain untuk menampung air, namun hanya
menaikkan level muka air kemudian dialirkan pada saluran yang telah dibuat.
Konstruksi bendung umumnya dibuat dari urukan tanah, pasangan batu kali, atau
beton. Dengan naiknya level muka air, sungai dapat dimanfaatkan untuk irigasi di
bagian hilir (Maryono 2008).
Dampak Adanya Pembendungan
Pembendungan sungai oleh bendungan dan bangunan sejenisnya selain
memberikan manfaat yang besar bagi manusia tetapi juga memiliki dampak bagi
lingkungan. Dampak yang utama adalah terjadinya modifikasi aliran (Dudgeon et
al. 2006), yang diikuti oleh dampak lainnya seperti kerusakan daerah genangan,
instabilisasi sedimen sepanjang sungai, dan terhalangnya migrasi ikan dan fauna
sungai lainnya (Maryono 2008). Salah satu aktivitas penting dan merupakan
bagian dari siklus hidup ikan adalah migrasi. Migrasi dapat terjadi dalam jarak
dekat maupun jarak jauh yang mencapai ribuan kilometer dan waktu migrasi
biasanya terjadi skala musiman meskipun ada spesies yang bermigrasi harian
(Binder et al. 2011). Kelompok ikan putih (white fish) seperti Cyprinidae
termasuk ikan yang aktif bermigrasi selama hidupnya (Welcomme 2001). Adanya
pembendungan dapat mengancam kelangsungan hidup populasi dan komunitas
ikan yang ada di perairan tersebut (Jackson et al. 2001).
Beberapa contoh dampak pembangunan bendungan dan sejenisnya adalah
berkurangnya populasi ikan Semah (Tor sp.) di Danau Ranau Sumatera Selatan,
akibat dibangunnya bendung di Sungai Selabung (Husnah et al. 2007); penurunan
populasi spesies Chitala sp. dan beberapa jenis ikan asli dan ekonomis di Sungai
Kampar Riau akibat pembangunan Waduk Kutopanjang dan hilangnya spesies
ikan asli Sungai Cincingguling akibat dibangunnya Waduk Sempor Jawa Tengah
(Putri et al. 2013). Hasil penelitian Miranda et al. (2005) di Sungai Erro Spanyol,
Poulet (2007) di Sungai Piedmont Perancis, dan Agostinho et al. (2008) di Sungai
Parana Brazil melaporkan adanya perubahan komposisi dan struktur komunitas
ikan akibat bendungan. Spesies yang paling terkena dampak adalah rheophilics
dan migrasi jarak jauh yang memerlukan habitat yang berbeda untuk memenuhi
siklus hidupnya (Agostinho et al. 2008). Makrakis et al. (2007) mengungkapkan
bahwa tangga ikan pada Bendung Porto Primavera di Brazil Selatan hanya
mendukung spesies dengan kemampuan berenang cepat sehingga dapat
mengancam keberadaan spesies yang lain.

4
Pembuatan bangunan tambahan yang selanjutnya diistilahkan dengan tangga
ikan menjadi solusi yang dapat mencegah laju penurunan populasi ikan akibat
pengaruh keberadaan bangunan melintang yang tidak ramah lingkungan
(Maryono 2008).
Tangga Ikan
Tangga ikan adalah bangunan untuk membantu ikan dan fauna akuatik
lainnya melewati bendung, bendungan, dan sebagainya untuk bermigrasi, baik ke
hulu maupun ke hilir untuk kelangsungan hidupnya (Maryono 2008). Tangga ikan
dibangun untuk menghubungkan kembali konektivitas antara habitat-habitat kritis,
untuk mempertahankan spesies-spesies yang bergerak di wilayah yang luas
selama hidupnya (Agostinho et al. 2007).
Bangunan ini dalam beberapa literatur digunakan istilah fish passes (Beach
1984, FAO 2002), fish ladder (Powers et al. 1985), fishway (Rajaratnam et al.
1986, Clay 1995), dan fish passage (Thorncraft dan Harris 2000). Istilah fishway
dan fishpasses biasa digunakan untuk semua jenis bangunan yang memfasilitasi
ikan agar dapat melewati penghalang, fishtrack dan fishladder sering hanya
digunakan untuk bangunan dengan tipe teknis berupa konstruksi tangga-tangga.
Untuk konstruksi jalan ikan berupa saluran melingkar (bypass), berupa saluran
dengan dasar batuan tersusun (ramp), berupa lift pengangkat vertikal, dan
konstruksi lainnya tidak cocok untuk dikategorikan sebagai fishtrack (Maryono
2008). Istilah tangga ikan yang dipakai dalam tulisan ini adalah fish ladder karena
tangga ikan pada Bendung Perjaya berbentuk tangga-tangga dan sesuai dengan
penamaan pada dokumen Departemen Pekerjaan Umum (1986).
Di Indonesia, jumlah bangunan melintang sungai yang telah dibangun
jumlahnya cukup banyak. Jumlah bendungan besar yang ada di Indonesia pada
2011 sekitar 284 bendungan (Kementerian Pekerjaan Umum 2011), akan tetapi
jumlah bendungan yang menggunakan tangga ikan masih di bawah 1% (Maryono
2008). Indonesia baru memiliki 4 buah bangunan tangga ikan yang diantaranya
terdapat di Bendung Perjaya, Sumatera Selatan; Bendung Batang Hari, Sumatera
Barat; dan Bendung Wawotobi, Sulawesi Selatan (Maryono 2008), serta Bendung
Sulewana, Sulawesi Tengah (Putri et al. 2013).
Sampai saat ini belum ada peraturan terkait tentang pembangunan tangga
ikan. Rencana pengelolaan lingkungan dalam proses AMDAL berencana untuk
membangun fish passage (tangga ikan) guna mengantisipasi pecahan aliran air
(water flow break) yang digunakan sebagai sarana migrasi ikan. Namun,
pembangunan ini sekarang tidak jelas diketahui, apakah pembangunannya
disesuaikan dengan kondisi hidrologis di suatu daerah, atau dibuat berdasarkan
pada konstruksi dasar secara umum (Putri et al. 2013).
Secara umum, jenis tangga ikan dapat dibedakan menjadi dua kelompok,
yaitu tangga ikan tipe alamiah dan tangga ikan tipe teknis. Kelompok tangga ikan
tipe alamiah antara lain:
1. Konstruksi ramp dasar sungai dan konstruksi slope (bottom ramp and slope).
2. Saluran melingkar bendung (bypass channel fishway).
3. Kontruksi ramp ikan (fish ramp).
Adapun yang termasuk tangga ikan tipe teknis adalah:
1. Tangga ikan tipe pool (pool passes)
2. Tangga ikan tipe slot vertical (vertical sloot passes)

5
3.
4.
5.
6.

Tangga ikan tipe Denil (Denil passes/counter flow passes)
Tangga sidat (eel ladders)
Tangga ikan tipe lock (fish locks)
Tangga ikan tipe lift (fish lift)

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

Gambar 2 Berbagai tipe tangga ikan: (a) Tangga ikan tipe bypass (bypass channel
fishway); (b) Tipe konstruksi ramp ikan (fish ramp); (c) Tipe slot vertical
(vertical sloot passes); (d) Tipe Denil (Denil passes/counter flow passes); (e)
Tipe lock (fish locks) (Thorncraft dan Harris 2000)

Bangunan tangga ikan pada Bendung Perjaya termasuk kelompok teknis
tipe kolam (pool passes). Prinsip tangga ikan tipe ini adalah dengan metode
membagi-bagi head secara bertingkat dan meredam energi pada setiap tingkat,
sehingga energi potensial air dapat terdisipasi secara bertahap selama mengalir

6
melalui kolam-kolam kecil pada saluran tangga ikan ini. Migrasi ikan dari satu
kolam ke kolam berikutnya dilakukan dengan cara melewati lubang bukaan pada
sekat melintang yang membatasi kolam satu dengan kolam berikutnya. Lubang
bukaan dibuat di bagian bawah dan bagian atas. Kecepatan aliran yg cukup tinggi
hanya terjadi pada lubang bukaan tersebut. Ikan dapat beristirahat pada kolam
setelah berenang menembus lubang bukaan. Untuk menjaga kelangsungan hidup
fauna benthos, maka dasar kolam-kolam kecil pada tangga ikan perlu dibuat kasar
sehingga kecepatan di dasar kolam akan menjadi rendah (Maryono 2008).
Hasil penelitian Jansen et al. (1999) terhadap tiga tipe tangga ikan di Sungai
Enz Jerman menilai bahwa tangga ikan yang paling tepat untuk semua spesies dan
siklus hidup ikan adalah tipe alamiah (nature-like fishway). Penilaian tersebut
senada dengan Maryono (2008), yang menyatakan bahwa skala prioritas yang
cocok dengan situasi dan kondisi sungai dengan bangunan melintangnya, tangga
ikan prioritas pertama adalah tangga ikan alamiah tipe ramp dan bypass. Tangga
ikan tipe ramp dapat berupa ramp penuh sepanjang lebar bendung, atau ramp
sebagian yang dipasang berhimpitan dengan bendung yang terkait. Jika tersedia
tanah yang cukup di sekitar bangunan melintang tersebut, maka perlu dibangun
tangga ikan tipe saluran bypass dengan konstruksi saluran memanjang dan
melintang mendekati kondisi alamiah. Jika kondisi di atas tidak terpenuhi maka
perlu dibuat tangga ikan tipe teknis. Pemilihan tangga ikan tipe teknis yang cocok
untuk suatu lokasi atau kondisi sungai tertentu sampai sekarang belum ada
ketentuan pokoknya.
Disarankan untuk memilih tipe tangga ikan dengan kriteria sederhana,
mudah perawatannya, dan memerlukan biaya operasional yang murah. Tipe lift
kurang disarankan karena biaya operasional dan investasinya mahal, kecuali jika
tersedia dana yang cukup.

3 METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada Maret-Juli 2013 dengan tiga kali pengambilan
sampel, yaitu pada Maret mewakili musim hujan, Mei (musim peralihan), dan Juli
(musim kemarau). Prakiraan musim berdasarkan data siklus tahunan iklim
Indonesia wilayah A (Aldrian dan Susanto 2003) dan data Prakiraan Musim
Hujan 2012 dan Prakiraan Musim Kemarau 2013 di Indonesia (BMKG 2012,
BMKG 2013).
Tempat penelitian berada di DAS Komering di wilayah Kabupaten Ogan
Komering Ulu Timur (OKUT), Provinsi Sumatera Selatan. Stasiun pengamatan
sebanyak empat stasiun (Gambar 3), yaitu:
1) Stasiun Tanjung Kemala (titik koordinat: 4o19’24” LS, 104o20’48” BT) yang
mewakili DAS bagian hulu dari Bendung Perjaya, terletak di dekat PDAM
Way Komering, Desa Tanjung Kemala, Kecamatan Martapura, Kabupaten
Ogan Komering Ulu Timur (OKUT);

7
2) Stasiun tangga ikan (4o18’29,9” LS, 104o22’91,5” BT), terletak di area tangga
ikan, yang berada di ujung sisi timur bangunan Bendung Perjaya di Desa
Perjaya, Kecamatan Martapura;
3) Stasiun Perjaya (4o18’10” LS, 104o22’49” BT), terletak di bagian bawah
Bendung Perjaya di Desa Perjaya;
4) Stasiun Negeri Agung (4o17’18” LS, 104o23’34” BT), mewakili DAS hilir
dari Bendung Perjaya, terletak di Desa Negeri Agung, Kecamatan Buay
Pemuka Peliung, Kabupaten OKUT.

PALEMBANG

Lokasi

Gambar 3 Lokasi stasiun penelitian
Alat, Bahan, dan Metode
Alat yang digunakan selama penelitian meliputi alat untuk penentuan
stasiun pengamatan (peta, GPS, kompas), peralatan untuk pengambilan dan
pengukuran kualitas air, alat tangkap ikan, serta perlengkapan dokumentasi.
Bahan yang digunakan berupa bahan kimia untuk analisis kualitas air, analisis
ikan, dan bahan pengawet.
Pengambilan sampel parameter fisika dan kimia air dilakukan pada setiap
stasiun pengamatan. Pengukuran dilakukan pada beberapa titik kemudian diambil
nilai rata-rata. Pengamatan pada struktur fisik bendung terutama pada struktur
tangga ikan.
Pengambilan sampel ikan menggunakan alat tangkap nelayan yang tidak
selektif, yaitu electrofishing berupa setrum dan serok (scoop net), serta langian
(hand operated scoop net). Penangkapan terutama dilakukan pada malam hari dan
pagi hari sekitar pukul 4-10 WIB pagi dengan lama waktu operasional sekitar 3-6
jam. Khusus penangkapan pada stasiun tangga ikan, ada yang dilakukan pada sore
hari. Sampel ikan yang didapat diawetkan dengan formalin 10% kemudian
dianalisis dan diidentifikasi di Laboratorium Biologi Ikan Balai Penelitian
Perikanan Perairan Umum (BP3U) Mariana, Palembang, Sumatera Selatan.
Identifikasi jenis-jenis ikan mengacu pada Saanin (1984), Kottelat et al. (1993),
dan www.fishbase.org.

8
Tabel 1 Parameter yang diukur dalam penelitian
Parameter
Satuan
Alat/bahan/metode
Fisika
- Lebar sungai
m
Range finder
- Kedalaman
m
Depth sounder/
tongkat berskala
o
C
- Suhu
Thermometer/
DO meter
- Kecerahan
cm
Secchi disk
- Kekeruhan
NTU
Turbidimeter
- Kecepatan arus
m/s
Benda terapung dan
tali
m
Rolmeter, penggaris,
- Dimensi struktur
gambar denah
tangga ikan
Kimia
- pH
Kertas pH
- DO
mg/l
DO meter
Biologi
- Ikan
individu Alat tangkap,
penggaris, timbangan

Keterangan
In situ
In situ
In situ
In situ
Eks situ
In situ
In/ex situ

In situ
In situ
Eks situ

Jumlah stasiun pengambilan sampel ikan sebanyak tiga stasiun, lebih sedikit
daripada jumlah stasiun pengukuran kualitas air. Tidak dilakukan pengambilan
sampel ikan pada stasiun Tanjung Kemala (bagian hulu Bendung Perjaya) karena
setelah melakukan penelusuran di lapangan, tidak ditemukan aktivitas
penangkapan oleh nelayan setempat di sekitar stasiun sampai ke hilir di stasiun
Perjaya, aktivitas yang marak adalah penambangan pasir yang sudah
menggunakan mesin penyedot. Dengan mempertimbangkan kondisi sungai yang
besar dan peralatan yang terbatas, sampling tidak dilakukan di stasiun ini.
Berdasarkan informasi dari dinas terkait dan masyarakat setempat, tidak ada lagi
nelayan yang menangkap ikan di daerah ini sekitar 3-5 tahun yang lalu karena
hasil tangkapan sangat sedikit. Melalui informasi ini dapat dikatakan bahwa
terjadi penurunan sumberdaya ikan di bagian hulu Bendung Perjaya meskipun
perlu penelitian lebih lanjut.
Analisis Data
Analisis Parameter Fisika dan Kimia Perairan
Parameter fisika dan kimia perairan dianalisis secara deskriptif yaitu
membandingkan nilai parameter kualitas air yang terukur dengan baku mutu air
menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 (PP 82/2001) tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Dalam PP ini
terdapat empat kelas mutu air: kelas I diperuntukan sebagai air baku air minum;
kelas II untuk kegiatan pariwisata; kelas III untuk kegiatan perikanan dan
peternakan; dan kelas IV untuk kegiatan pengairan (pertanian).
Data nilai yang sudah diperoleh kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan
grafik. Tahapan analisa secara deskriptif adalah sebagai berikut:
1. Mencari nilai rata-rata dari masing-masing parameter perstasiun pengamatan.

9
2.
3.

Menyajikan data masing-masing parameter dalam bentuk tabel dan grafik
untuk melihat distribusi spasial.
Membandingkan data masing-masing parameter dengan baku mutu air
berdasakan PP Nomor 82 Tahun 2011 khususnya kategori kelas III
(peruntukan kegiatan perikanan) dan literatur tentang kisaran toleransi
parameter kualitas air bagi jenis-jenis ikan sungai perairan umum.

Analisis Struktur Komunitas Ikan
Analisis struktur komunitas ikan, meliputi: Komposisi Jenis, Kelimpahan
Relatif (Kr), Frekuensi Keterdapatan (Fi), Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks
Keseragaman (E), dan Indeks Dominansi (C).
Komposisi jenis menyajikan data jenis-jenis dan jumlah spesies ikan yang
diperoleh dari setiap lokasi stasiun penelitian. Perhitungan Kelimpahan Relatif
Ikan (Kr) dilakukan dengan perhitungan persentase jumlah berdasarkan
persamaan Krebs (1972), dengan ni adalah jumlah individu spesies ke-i dan N
adalah jumlah individu seluruh spesies ikan.
Frekuensi keterdapatan digunakan untuk menunjukkan luasnya penyebaran
lokal jenis ikan tertentu yang dilihat dari frekuensi (%) ikan yang tertangkap.
Perhitungan menggunakan persamaan Misra (1968), dimana Fi adalah frekuensi
keterdapatan ikan spesies ke-i yang tertangkap (%), ti adalah jumlah stasiun
dimana spesies ke-i tertangkap, dan T adalah jumlah semua stasiun.
Bila persentase Fi pada suatu jenis ikan mendekati 100% maka jenis ikan
tersebut memiliki penyebaran lokal yang luas sedangkan jika nilai Fi mendekati
0% berarti jenis ikan tersebut memiliki penyebaran lokal sempit atau terbatas.
Pendekatan untuk menganalisis keragaman jenis dalam keadaan yang
berlainan, menurut Odum (1996) ada dua cara, yaitu: (1) Pembandingan yang
didasarkan pada bentuk, pola atau persamaan kurva banyaknya jenis, dan (2)
Pembandingan yang didasarkan pada indeks keanekaragaman, yang merupakan
nisbah atau pernyataan matematika lainnya dari hubungan-hubungan jenis
kepentingan. Perhitungan keanekaragaman berdasarkan Shannon-Wiener (Brower
dan Zar 1977), dimana H’ adalah Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener, ni
adalah jumlah individu spesies ke-i, dan N adalah jumlah individu seluruh spesies.
∑(

)

(

)

Kemerataan atau keseragaman diukur dari rasio keanekaragaman dengan
keanekaragaman maksimum. Keanekaragaman maksimun (Hmaks) terjadi bila
kelimpahan semua spesies di semua stasiun merata, atau apabila H’=Hmaks=Log2.
Perhitungan keseragaman berdasarkan persamaan Pielou (Odum 1996), dimana E
adalah Indeks Keseragaman Pielou, H’ adalah Indeks Keanekaragaman, H’maks
adalah Indeks Keanekaragaman maksimum, dan s adalah jumlah spesies.

Nilai Indeks Keseragaman berkisar antara 0-1, indeks yang mendekati 0
menunjukkan adanya jumlah individu yang terkonsentrasi pada satu atau beberapa

10
jenis, hal ini dapat diartikan ada beberapa jenis biota yang memiliki jumlah
individu relatif banyak, sementara beberapa jenis lainnya memiliki jumlah
individu yang relatif sedikit. Nilai Indeks Keseragaman yang mendekati 1
menunjukkan bahwa jumlah jumlah individu di setiap spesies adalah sama atau
hampir sama.
Perhitungan ada tidaknya spesies tertentu yang mendominasi atau terdapat
lebih banyak dari spesies yang lain digunakan Indeks Dominansi Simpson (Odum
1996) dengan C adalah Indeks Dominansi Simpson, Ni adalah jumlah individu
spesies ke-i, N adalah jumlah individu semua spesies.
∑(

)

Nilai indeks dominansi berkisar antara 0-1. Indeks 1 menunjukkan
dominansi oleh satu spesies sangat tinggi (hanya terdapat satu jenis pada satu
stasiun) sedangkan indeks 0 menunjukan bahwa diantara jenis-jenis yang
ditemukan tidak ada yang mendominasi.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Parameter Fisika dan Kimia Perairan
Lebar dan kedalaman sungai
Lebar sungai dapat menjelaskan terjadinya perubahan topografi perairan
baik disebabkan oleh air hujan, bendungan, dan saluran irigasi. Lebar Sungai
Komering berdasarkan lokasi stasiun penelitian berkisar 60-230 m. Kisaran lebar
sungai berdasarkan lokasi stasiun dari hulu ke hilir yaitu 60-100 m pada stasiun
Tanjung Kemala, 215-216 m pada stasiun tangga ikan sedangkan lebar tangga
ikan hanya 8 m, 225-230 m (stasiun Perjaya), dan 170-200 m (stasiun Negeri
Agung). Adapun lebar sungai terbesar pada stasiun Perjaya, dikarenakan daerah
ini terletak di bawah bendung yang secara langsung mendapat limpahan massa air
yang dikeluarkan dari pintu air bendung. Massa air yang besar dapat mengikis tepi
sungai sehingga dapat memperlebar sungai. Berdasarkan Kern (1994) jika lebar
sungai 80-220 m dapat diklasifikasikan sebagai sungai besar dan jika lebar sungai
>220 m diklasifikasikan sebagai bengawan.
Tabel 2 Lebar dan kedalaman Sungai Komering di setiap stasiun
Stasiun
Hulu bendung
Bendung
Hilir bendung
Parameter
Tanjung
Negeri
Tangga ikan
Perjaya
Kemala
Agung
Lebar sungai (m)
60-100
215-216
225-230
170-200
Kedalaman (m)
4,0-4,5
2,0-2,2
0,8-1,1
1,5-2,2
Kedalaman sungai dapat berubah-ubah menurut kondisi lingkungan di
sekitarnya yang biasanya dipengaruhi oleh curah hujan. Kedalaman sungai yang
diukur terbatas hanya di lokasi stasiun penelitian yang lebih dekat ke pinggir

11
sungai, pengukuran kedalaman di tengah sungai tidak memungkinkan karena
lebar sungai dan debit yang besar sedangkan peralatan yang terbatas. Kedalaman
sungai yang terukur berkisar 0,8-4,5 m. Kedalaman tertinggi di setiap stasiun
terjadi pada Maret, kemudian menurun pada Mei, lalu pada Juli kedalaman
semakin menurun. Hal ini sejalan dengan pengaruh curah hujan di setiap waktu
penelitian yang semakin berkurang memasuki musim kemarau pada Juli. Kisaran
kedalaman sungai di setiap stasiun dari hulu ke hilir yaitu 4,0-4,5 m (stasiun
Tanjung Kemala), 2,0-2,2 m (stasiun tangga ikan), 0,8-1,1 m (stasiun Perjaya),
dan 1,5-2,2 m (stasiun Negeri Agung). Kisaran kedalaman terendah pada stasiun
Perjaya dikarenakan pada dasar sungai di stasiun ini sengaja disusun atas batubatu besar untuk meredakan debit air yang besar dan arus yang kuat dari pintu air
bendung tetapi daerah yang berada tepat di bawah pintu-pintu bendung dan di
beberapa titik lain memiliki kedalaman lebih tinggi. Menurut Leopold et al.
(1964) dalam Maryono (2008), sungai dengan kedalaman kurang dari 10 m tetapi
memiliki debit yang besar, dapat digolongkan sebagai sungai besar.
Beberapa parameter fisika dan kimia perairan lainnya
Secara umum, parameter fisika dan kimia perairan yang terukur termasuk
dalam kisaran yang mendukung kehidupan ikan. Berdasarkan Gambar 4 (a),
terlihat suhu perairan berfluktuasi di setiap waktu pengukuran yang cenderung
menurun pada Juli. Kisaran suhu pada keempat stasiun berkisar antara 25,7-28,0
o
C. Suhu yang terukur tertinggi terjadi pada Mei di stasiun Negeri Agung sebesar
28,0oC sedangkan suhu terendah terjadi pada Juli di stasiun Tanjung Kemala
sebesar 25,7 oC. Suhu perairan yang terukur cenderung rendah pada Juli meskipun
pada bulan ini sudah memasuki musim kemarau, diduga karena pada saat
pengukuran kondisi cuaca berawan sehingga kondisi udara cukup dingin, suhu
perairan pun cukup rendah. Berdasarkan Effendi (2003), nilai kisaran suhu
optimum bagi organisme di perairan adalah 20-30 oC sehingga dapat disimpulkan
bahwa suhu perairan pada keempat stasiun masih layak untuk pertumbuhan ikan.
Kecepatan arus yang terukur sangat fluktuatif dengan kisaran 0,75-1,52 m/s
(Gambar 4 (b)). Berdasarkan Welch (1952) dalam Mason (1981), kecepatan arus
secara keseluruhan termasuk kategori arus yang cepat. Kecepatan arus yang
sangat cepat melebihi 1 m/s hanya terdapat pada stasiun Negeri Agung yang
terletak paling hilir dari semua stasiun. Arus yang sangat cepat pada daerah ini
dimungkinkan karena perairannya cukup dalam dan tidak terlihat lekukan batubatu besar di dasar perairan sehingga memungkinkan air mengalir dengan cepat
karena tidak ada penghalang. Kecepatan arus yang sangat besar juga terjadi pada
kolam-kolam tangga ikan. Arus yang terbentuk sangat besar tetapi pergerakannya
acak dan terjadi turbulensi sehingga sulit diukur dengan alat yang sederhana.
Karena kondisi tersebut, pengukuran arus pada tangga ikan dilakukan dibagian
atas (hulu) sebelum arus masuk ke kolam tangga tangga ikan.
Nilai kecerahan dan kekeruhan berfluktuasi setiap waktu pengukuran.
Terdapat hubungan terbalik antara kecerahan dengan kekeruhan dimana jika nilai
kecerahan tinggi maka nilai kekeruhannya rendah atau sebaliknya. Nilai
kecerahan pada Gambar 4 (c) sangat variatif pada Maret dengan kisaran 9-25 cm,
kemudian kecerahan cukup rendah pada Mei (10-12,5 cm, kecuali di Tanjung
Kemala 27,5 cm), lalu kecerahan cukup tinggi pada Juli (25-30 cm). Nilai
kecerahan paling tinggi terjadi di stasiun paling hulu yaitu Tanjung Kemala

12
karena cukup dalam dan terlindung, sedangkan kecerahan paling rendah pada
stasiun Perjaya dikarenakan daerah ini berada tepat di bawah pintu air bendung
dimana massa air yang dikeluarkan dari pintu air biasanya bercampur dengan
sedimen sehingga memiliki kekeruhan cukup tinggi (Gambar 4 (d)), akibatnya
nilai kecerahan juga rendah. Kisaran kecerahan perairan tawar yang baik untuk
kehidupan ikan adalah 25-40 cm. Dari hasil pengukuran, kecerahan yang cukup
baik terjadi pada Juli.
2
Kecepatan arus (m/s)

29

Suhu (°C)

28
27
26
25

24

1,5
1
0,5

0
Maret

Mei

Maret

Juli

35

160

30

140

25
20
15
10
5

Mei

Juli

Mei

Juli

120
100
80
60
40
20

0

0

Maret

Mei

Juli

Maret

(c)

(d)

10

8,5

9

8
DO (mg/l)

8

pH

Juli

(b)

Kakeruhan (NTU)

Kecerahan (cm)

(a)

Mei

7
6
5

7,5
7
6,5
6
5,5

4

5
Maret

Mei

(e)

Juli

Maret

(f)

Gambar 4 Grafik suhu (a), kecepatan arus (b), kecerahan (c), kekeruhan (d), pH
(e), dan oksigen terlarut (f)

13
Nilai kekeruhan yang terlihat pada Gambar 4 (d) menunjukkan pada Maret
berada pada kisaran 20-80 NTU, pada Mei kekeruhan meningkat dengan kisaran
50-140 NTU, kemudian pada Juli kekeruhan menurun dengan kisaran 12-30 NTU,
lebih rendah dibandingkan Maret. Nilai kekeruhan pada stasiun Perjaya lebih
tinggi dibandingkan stasiun lain, hal ini juga terlihat dari nilai kecerahan yang
rendah pada stasiun ini (Gambar 4 (c)). Tingginya nilai kekeruhan pada stasiun ini
dikarenakan massa airnya mengandung banyak sedimen yang sempat tertahan di
atas bendung, kemudian saat pintu air dibuka, massa air yang keluar bercampur
dengan sedimen sehingga airnya keruh. Nilai kekeruhan yang cukup tinggi juga
terjadi pada stasiun Negeri Agung. Adanya aktivitas penambangan pasir di hulu
stasiun ini, berkontribusi dalam meningkatnya kekeruhan di sebelah hilirnya.
Hasil pengukuran selama penelitian, nilai pH yang didapatkan pada kisaran
6-7 dimana selama waktu pengukuran pH 7 hanya terjadi sekali yaitu pada Maret
di stasiun tangga ikan (Gambar 4 (e)). Kisaran pH 6-7 masih berada dalam batas
baku mutu PP Nomor 82 Tahun 2001 untuk perikanan yaitu pH 6-9. Dengan
demikian, kondisi pH perairan Sungai Komering di lokasi penelitian ini masih
cukup baik untuk kehidupan ikan.
Nilai oksigen terlarut atau dissolved oxygen (DO) pada keempat stasiun
berkisar 6,1-8,0 mg/l dengan nilai rata-rata DO sebesar 7,3 mg/l (Gambar 4 (f)).
Nilai DO cukup variatif pada Maret yaitu pada kisaran 6,1-7,5 mg/l dikarenakan
pada waktu ini dalam kondisi musim hujan, sehingga bertambahnya volume air
yang berasal dari air hujan yang masuk ke sungai turut mempengaruhi kadar DO
perairan. Selain itu, karena faktor cuaca dan jarak stasiun yang berjauhan,
pengukuran DO tidak bisa dilakukan pada waktu yang berdekatan. Adanya
perbedaan waktu pengukuran ini mempengaruhi hasil pengukuran sehingga nilai
DO bervariasi. Adapun pada Juli sudah memasuki musim kemarau, volume air
cukup stabil sehingga nilai DO tidak mengalami fluktuasi yang besar dan hanya
berbeda sedikit dengan nilai DO pada Mei. Menurut PP Nomor 82 Tahun 2001,
nilai DO yang layak untuk kegiatan perikanan adalah >3 mg/l. Adapun menurut
Boyd (1990), kadar DO yang baik bagi pertumbuhan ikan adalah di atas 5 mg/l.
Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa DO di Sungai Komering pada
lokasi penelitian sangat baik bagi pertumbuhan ikan.
Gambaran umum tangga ikan Bendung Perjaya
Bangunan utama Bendung Perjaya memiliki panjang 215,5 m yang
dibangun tegak lurus melintang Sungai Komering (Gambar 5). Bangunan tangga
ikan terletak di tepian dari sisi timur bendung. Panjang keseluruhan tangga ikan
75 m dan lebar tangga ikan 8 m yang tersusun atas kolam-kolam tangga yang
berjumlah 18 buah. Panjang setiap kolam tangga sama dengan lebar tangga ikan
yaitu 8 m, lebar kolam 3,2 m dan tinggi 1,6 m. Pada setiap sekat kolam tangga,
terdapat bukaan atas yang berukuran panjang 2,7 m dengan tinggi 0,3 m dan
bukaan bawah berukuran 0,3 x 0,3 m yang dibuat berseling dari sekat kolam yang
satu ke kolam berikutnya (Departemen Pekerjaan Umum 1986). Adapun tinggi
tangga ikan sekitar 6,5 m dengan sudut kemiringan tangga ikan cukup landai yaitu
sekitar 5o yang cukup mendukung bagi ikan dari hilir untuk bermigrasi naik
melewati tangga ikan dan juga sebaliknya.
Tangga ikan pada Bendung Perjaya termasuk kelompok teknis tipe kolam
atau pool passes (Gambar 6). Prinsip tangga ikan tipe ini adalah dengan metode

14
membagi-bagi head secara bertingkat dan meredam energi pada setiap tingkat,
sehingga energi potensial air dapat terdisipasi secara bertahap selama mengalir
melaui kolam-kolam kecil pada saluran tangga ikan ini (Maryono 2008).

Upstream

(a)

(b)

(c)
Gambar 5 (a) Peta lokasi tangga ikan (0) pada Bendung Perjaya (Sumber:
Geospasial untuk Negeri 2013); (b) Bendung Perjaya tampak dari
sisi timur (Hsuan 2009a); (c) Bendung Perjaya dari sisi utara
(bawah/hilir) dengan konstruksi tangga ikan di sebelah kiri (Hsuan
2009b)

Gambar 6 (a) Ilustrasi tangga ikan tipe pool passes yang mirip dengan tangga ikan
Bendung Perjaya. Perbedaan terdapat pada dimensi dan struktur dasar
kolam tangga ikan. Gambar detail memperlihatkan kolam-kolam
tangga ikan (Maryono 2010); (b) Tangga ikan Bendung Perjaya
sebelah hilir. Arah panah menunjukkan arah migrasi menuju hulu
(Dokumen pribadi 2013)

15

Migrasi ikan dari satu kolam ke kolam berikutnya dilakukan dengan cara
melewati lubang bukaan pada sekat melintang yang membatasi kolam satu dengan
kolam berikutnya. Lubang bukaan dibuat di bagian atas dan bagian bawah.
Lubang bukaan bawah dirancang untuk jalan migrasi bagi kelompok ikan
damersal. Kecepatan aliran yang cukup tinggi hanya terjadi pada lubang bukaan
tersebut sehingga ikan dapat beristirahat pada kolam setelah berenang menembus
lubang bukaan. Untuk menjaga kelangsungan hidup fauna benthos, maka dasar
kolam-kolam pada tangga ikan perlu dibuat kasar sehingga kecepatan di dasar
kolam akan menjadi rendah (Maryono 2008).
Struktur Komunitas Ikan
Komposisi Jenis
Berdasarkan hasil penelitian, komposisi spesies yang tertangkap terdiri dari
jenis ikan dan udang (Crustasea). Untuk selanjutnya, spesies udang dimasukkan
dalam analisis dan dianggap bagian dari nekton (ikan) secara umum. Komposisi
spesies ikan yang teridentifikasi meliputi 38 spesies yang berasal dari 14 famili
sedangkan jenis udang hanya ada dua spesies dari satu famili yaitu Palaemonidae.
Jadi jika digabungkan, komposisi spesies yang didapatkan sebanyak 40 spesies
yang berasal dari 15 famili. Komposisi jenis ikan yang tertangkap selama
penelitian disajikan pada Tabel 3.
Berdasarkan Tabel 3, jumlah famili yang tertangkap pada stasiun tangga
ikan sebanyak 6 famili atau 40% dari total keseluruhan famili yang tertangkap
sedangkan jumlah spesies yang tertangkap sebanyak 22 spesies atau 55% dari
keseluruhan spesies yang tertangkap, pada stasiun Perjaya sebanyak 9 famili
(60%) yang meliputi 27 spesies (67,5%) dan pada stasiun Negeri Agung sebanyak
12 famili (80%) yang terdiri atas 35 spesies (87,5%). Dari data tersebut secara
umum dapat disimpulkan bahwa stasiun Negeri Agung memiliki keanekaragaman
paling tinggi. Penjelasan lebih lanjut diulas pada sub bab Keanekaragaman,
Keseragaman, dan Dominansi.
Khusus pada stasiun Perjaya, berdasarkan penelitian Husnah pada 2006
(Husnah 2007), jumlah spesies yang tertangkap di lokasi ini berjumlah 32 spesies
sedangkan hasil penelitian ini (2013) jumlah spesies yang tertangkap lebih sedikit
yaitu 26 spesies. Perbandingan jumlah dan jenis ikan yang tertangkap pada 2006
dengan 2013 disajikan pada Tabel 4.
Berdasarkan Tabel 4, menunjukkan terjadinya perubahan komposisi spesies.
Terdapat 19 spesies yang sama yang tertangkap pada 2006 dan 2013. Di samping
itu, terjadi penurunan jumlah spesies dimana sebanyak 13 spesies yang berasal
dari 7 famili tidak ditemukan lagi pada 2013 tetapi ada sebanyak 7 spesies lain
dari 3 famili yang muncul pada 2013 yang tidak ditemukan pada 2006. Dari 7
spesies yang muncul pada 2013, 6 spesies diantaranya berasal dari famili
Cyprinidae dimana beberapa spesies dari famili ini tidak ditemukan lagi pada
2013. Jadi, khusus pada famili Cyprinidae terjadi perubahan komposisi spesies.
Dari 13 spesies yang tidak ditemukan lagi, sebagian besar kelompok
blackfish seperti Channidae dan Osphronemidae masih tertangkap di stasiun
Negeri Agung yang terletak di hilir dari stasiun Perjaya, namun berdasarkan
wawancara dengan nelayan dan penduduk setempat, lima spesies yaitu

16
Chromobotia macracanthus (Cobitidae), Cyprinus carpio dan Puntioplites
waandersi (Cyprinidae), Himantura sp. (Dasyatidae), serta Macrognathus
aculeatus (Mastacembelidae) merupakan jenis-jenis yang sudah sangat jarang
ditemukan bahkan sudah tidak pernah tertangkap lagi oleh nelayan. Keberadaan
jenis-jenis ikan tersebut mulai berkurang sejak dibangunnya Bendung Perjaya.
Tabel 3 Komposisi jenis ikan yang tertangkap pada saat penelitian berdasarkan
lokasi penangkapan
Famili
Bagridae

Balitoridae
Channidae
Cobitidae
Cyprinidae

Eleotrididae
Notopteridae
Osphronemidae
Pristolepididae
Schilbeidae
Siluridae
Sisoridae
Soleidae
Synbranchidae
Palaeomonidae
Jumlah famili
Jumlah spesies

Spesies
Bagroides melapterus
Hemibagrus nemurus
Mystus nigriceps
Homaloptera ocellata
Channa striata
Acantopsis dialuzona
Syncrossus hymenophysa
Anematichthys repasson
Barbichthys laevis
Barbonymus gonionotus
Barbonymus schwanenfeldii
Parachela oxygastroides
Crossocheilus nigriloba
Crossocheilus oblongus
Crossocheilus sp.
Cyclocheilichthys sp.
Epalzeorhynchos kalopterus
Hampala macrolepidota
Labeo chrysophekadion
Labiobarbus leptocheilus
Luciosoma trinema
Mystacoleucus marginatus
Osteochilus microcephalus
Osteochillus sp.
Osteochilus vittatus
Puntioplites waandersi
Rasbora argyrotaenia
Thynnichthys thynnoides
Oxyeleotris marmorata
Chitala chitala
Trichopodus trichopterus
Pristolepis fasciata
Laides hexanema
Kryptopterus sp.
Bagarius yarrelli
Glyptothorax platypogonides
Achiroides leucorhynchos
Monopterus albus
Macrobrachium sp.
Palaemon sp.

Nama Lokal
Baung munti
Baung
Indik rayang
Ikan buayo
Gabus
Bakak punti
Langli
Kepras 1
Batu hulu
Timah
Kepiak/Lampam
Siamis
Nilom batu
Nilom lumut
Nilom pasir
Kepras 2
Nilom batang
Sebarau
Si itam
Umbut
Seluang batang
Ikan baru
Nilom
Hejam
Palau
Mata balak
Seluang
Luma
Betutu
Putak
Sepat mato merah

Sepatung
Riu-riu
Lais
Dalum
Depu
Lidah
Belut
Udang buku
Udang beras

F
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
6
22

Lokasi
P
NA
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
9
12
27
35

F: Stasiun tangga ikan, P: Stasiun Perjaya, NA: Stasiun Negeri Agung; -: tidak ditemukan , +: ditemukan

17
Tabel 4 Perbandingan jenis ikan yang tertangkap di Stasiun Perjaya pada 2006
(Husnah 2007) dengan jenis ikan yang tertangkap pada saat penelitian
2013
Famili
Bagridae
Channidae
Cobitidae