STRUKTUR KOMUNITAS IKAN SUNGAI KAMPAR YA

Jurnal PERIKANAN dan KELAUTAN 9 (1) (2004) : 47- 60

STRUKTUR KOMUNITAS IKAN SUNGAI KAMPAR YANG DIPENGARUHI
PERUBAHAN MASSA AIR AKIBAT BENDUNGAN PLTA KOTOPANJANG
Oleh:
Muhammad Fauzi*
*

Jurusan Manajemen Sumber Daya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau
Email: m.fauzi@lecturer.unri.ac.id

Abstrak
Penelitian ini dilakukan pada sungai Kampar di bagian hilir Bendungan PLTA Kotopanjang
mulai dari Rantau Berangin hingga Danau Bingkuang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
struktur komunitas ikan di hilir bendungan. Suhu air selama penelitian berkisar antara 26-27oC,
DHL 41-47,50umhos/cm, Turbiditas 7,4 – 9,3 NTU, Kecerahan 90 – 105 cm, oksigen terlarut
6,57-7,20 ppm, karbondioksida 4,0-4,30 ppm dan pH 6 – 6,5. Komposisi ikan yang ditemukan
terdiri dari 14 famili yang tersusun dalam 49 jenis ikan yaitu famili Cyprinidae, Cobitidae,
Clariidae, Bagridae, Siluridae, Pangasiidae, Notoperidae, Helostomatidae, Mastacembelidae,
Ophicephalidae, Osphronemidae, Pristolepididae, Belonteiidae, dan Anabantidae. Komposisi
ikan terbesar dari famili Cypdnidae yaitu 30 jenis selanjutnya dari famili Bagridae yaitu 3 jenis.

Indeks kekayaan jenis dan keragaman (diversitas) menunjukkan bahwa struktur komunitas ikan
tergolong sedang dan belum terlihat pengaruh bendungan PLTA Kotopanjang terhadap
komposisi dan struktur komunitas ikan. Struktur komunitas ikan di Sungai Kampar pada bagian
hilir bendungan PLTA Kotopanjang dipengaruhi oleh faktor oksigen terlarut.
Keywords: Struktur Komunitas, Ikan, indeks keragaman, indeks dominansi, sungai kampar,
bendungan

PENDAHULUAN
Struktur komunitas ikan di
sungai sangat tergantung pada keadaan
faktor fisika kimia airnya. Pada sungai
yang cukup panjang, secara alami faktor
fisika kimia air berbeda antara bagian
hulu, tengah dan hilir. Perbedaan yang
jelas adalah pada keadaan dasar sungai
yaitu berbatu, berpasir atau berlumpur,
yang semuanya itu terkait dengan
kecepatan arus sungai. Selain itu,
kecepatan arus itu juga berpengaruh
terhadap kandungan oksigen terlarut di

air. Faktor fisika kimia itulah yang besar
artinya dalam menentukan struktur
komunitas ikan antara hulu, tengah dan
hilir sungsi. Selain itu, perubahan
pemanfaatan daerah pinggir sungai oleh
penduduk juga akan berpengaruh
terhadap kualitas air, yang sudah tentu
akan berpengaruh terhadap komunitas
ikan.
Sungai Kampar adalah salah satu
sungai besar dari empat sungai utama di

Propinsi Riau. Sungai ini berhulu di
Bukit Barisan dan bermuara di pantai
Timur Sumatra. Pada bagian hulu Sungai
Kampar telah dibangun bendungan
untuk pembangkit listrik. Pembangkit
listrik tenaga air (PLTA) tersebut
dinamakan PLTA Kotopanjang. PLTA
Kotopanjang terletak di daerah sekitar

Rantau Berangin. Sungai Kampar sangat
penting peranannya, karena sebagai
sumber air bagi PLTA Kotopanjang,
industri, irigasi, perikanan, transportasi,
rekreasi, air minum dan MCK. Selain itu
masyarakat dan industri yang berada di
sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS)
Kampar menjadikan pula aliran sungai
ini
sebagai
sarana
pembuangan
limbahnya.
Kegiatan
ini
juga
memberikan
sumbangan
terhadap
penurunan kualitas air Sungai Kampar.

Dengan dibangunnya bendungan
untuk PLTA Kotopanjang di badan
Sungai Kampar akan memberikan
dampak terhadap kondisi hidrologis.

48

Perubahan hidrologis depat meliputi
berkurangya massa air, tidak ada lagi
banjir musiman yang membawa nutrien
bagi hilir sungai, arus air sungai tidak
cepat lagi dan peningkatan suhu air serta
perubahan terhadap komposisi dan
komunitas ikan. Sungai yang terganggu
kondisi hidrologis akan menyebabkan
terjadinya fragmentasi pada ekologi dan
biologi organisme perairan (Lusk,1995).
Pada bagian hilir bendungan PLTA
Kotopanjang telah menujukkan terjadi
perubahan struktur komunitas plankton

(Fauzi, Adriman dan Efrizal, 1999).
Komposisi dan komunitas ikan pada
suatu sungai erat sekali dengan faktor
fisika dan kimia perairan seperti substrat,
arus, dan alkalinitas (Fauzi, 1999).
Pembangunan
PLTA
Kotopanjang yang membendung Sungai
Kampar telah menenggelamkan 8 desa
yang berada dalam Kecamtan XIII Koto
Kampar Propinsi Riau dengan luas areal
genangan 124 km2. Pembendungan
sungai tersebut memberikan dampak
terhadap kondisi hidrologis, oleh karena
terjadi pengaturan air pada bendungan
dan tertahannya hara pada waduk.
Selanjutnya perubahan hidrologis ini
akan memberikan dampak terhadap
komposisi dan komunitas ikan. Akan
tetapi seberapa besar dampak yang

ditimbulkan terhadap komunitas ikan
dibagian hilir bendungan PLTA
Kotopanjang belum diketahui, diduga
komposisi dan komunitas ikan pada
bagian hilir akan terkena dampak
terhadap perubahan tata air tersebut.
Untuk mengetahui perubahan kondisi
hidrologis akibat bendungan PLTA
Kotopanjang terhadap komposisi dan
komunitas ikan khususnya pada bagian
hilir waduk maka diperlukan suatu
penelitian.
Penelitian ini bertujuan yaitu
untuk mengetahui komposisi dan
komunitas ikan di bagian hilir
bendungan PLTA Kotopanjang yang
meliputi : faktor fisika-kimia, komposisi

dan kelimpahan ikan dan faktor fisika
dan kimia yang mempengaruhi struktur

komunitas ikan di hilir bendungan PLTA
Kotopanjang.
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat penelitian yaitu bagian hilir
bendungan PLTA Kotopanjang mulai
deri Rantau Berangin ke Danau
Bingkuang. Bahan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah formalin
40%, alkohol 70%, aquades, kertas pH,
larutan MnS04, KOH/KI, H2SO4 pekat,
NaS2O3 0,0125 N dan larutan amilum
1%. Alat yang dipergunakan adalah
tangguk, jaring ingsang dengan mesh
size 3/4 inchi dan panjang 75 m dan
1ebar 1,25 m, jala tebar ukuran mesh 3/4
inch ketinggian 1,25 m, accu 12 volt,
“stop watch”, meteran, timbangan
ohaous, termometer air raksa, pH meter
3051 Jenway, ember, erlemeyer, gelas
ukur, pipet tetes, pipet ukur, buret dan

standar, botol koleksi, botol sampel air
250 ml, baki plastik, label dan alat-alat
tulis.
Stasiun Penelitian. Lokasi penelitian
ditetapkan secara purposive sampling
pada aliran Sungai Kampar bagian hilir
bendungan PLTA Kotopanjang, yaitu
Stasiun I pada lokasi Rantau Berangin
awal aliran air keluar dari bendungan
PLTA, Stasiun II pada lokasi Kuok,
Stasiun III pada lokasi Bangkinang,
Stasiun IV di Air Tiris, Stasiun V pada
Desa Kampar dan stasiun VI di lokasi
Danau Bingkuang.
Ikan-ikan sampel dikumpulkan
dengan menggunakan jala dan jaring
insang hanyut serta jaring insang statis.
(Lagler,
1978).
lkan-ikan

yang
tertangkap
selanjutnya
diawetkan
menggunakan formalin kosentrasi 4%
(Saanin, 1984). Identifikasi/ determinasi
menggunakan acuan Saanin (1984),
Weber and DeBeaufort (1913), Kottelat
et at, (1993), Kottelat (1985), Ng and Ng

49

(1995), Ng and Lim (1993), Lim, Ng and
Kottelat (1990),
Analisis
Data.
Keanekaragaman
disusun oleh dua komponen: (1) jumlah
total spesies dan (2) eveness (bagaimana
data kelimpahan terdistribusi diantara

spesies). Indek Richness mengunakan
Indek Margalef (Da) (Maguran, 1988),
Indek Keanekaragaman Shannon-wiener
(Krebs, 1988), Eveness Shannon adalah
X = H' / H' maks; H' maks = log s
(Maguran, 1988). Analisis Komponen
Utama (Principal Component Analysis
(PCA)),
jenis-jenis
ikan
yang
dipergunakan data kualitatif (ada-tidak).
Selanjutnya dibuat jenis ikan (baris) dan
stasiun penelitian (kolom) (Ludwing dan
Reynold (1989)).
Selanjutnya nilai dari koordinat
pada PC 1 dan PC 2 dihubungkan dengan
faktor fisika dan kimia dengan
mengunakan rumus: regresi linear
sederhana. Analisis data dilakukan

dengan mengunakan bantuan program
Ecostat dari Ludwing dan Reynold
(1989) dan Statistical Package for Social
Science (SPSS) for windows release 6.0
(1993).

Suhu tertinggi selama penelitian
ditemukan pada titik sampling Air Tiris
dan terendah pada Rantau Berangin dan
Danau Bingkuang. Secara umum terlihat
bahwa suhu air pada hulu sungai rendah
dan meningkat pada titik sampling Air
Tiris selanjutnya turun kembali. Hal ini
sangat erat dengan keadaan tepi sungai
yang ditumbuhi oleh pohon atau tidak.
Pada titik sampling air tiris tepi sungai
cenderung sudah terbuka sehingga suhu
air lebih tinggi dibandingkan dengan
suhu air pada titik sampling lain.
Kerapatan vegetasi disekitar tepi sungai
dapat meningkatkan suhu udara
selanjutnya akan meningkatkan suhu air
(Ho and Furtado, 1982, Burkholder and
Sheath, 1985). Rata-rata suhu air Sungai
Kampar selama penelitian 26,61 OC
dengan standar error 0,238 .

Daya Hantar Listrik (DHL). DHL air
Sungai
Kampar
berkisar
antara
41 - 47,50 µmhos/ cm (Tabel 1). DHL
tertinggi ditemui pada titik sampling
Rantau Berangin dan terendah pada titik
sampling Kampar. Pola DHL semakin ke
hilir umumnya meningkat namun hasil
ini berbeda dengan pola umum DHL
pada sungai, rata-rata kandungan DHL
HASIL DAN PEMBAHASAN
43,517 µmhos/ cm dan standar deviasi
2,454. Kandungan DHL pada hilir
Suhu Air. Hasil pengukuran faktor
bendungan PLTA Kotopanjang dapat
fisika dan kimia Air Sungai Kampar
dikatakan normal (Goldman and Home,
pada stasiun dapat dilihat pada Tabel 1.
o
1983).
Suhu air Sungai Kampar 26 - 27,5 C.
Tabel 1. Rata-rata parameter fisika dan kimia perairan
No.

Parameter

Satuan

1
2
3
4
5
6
7

Suhu
DHL
Turbiditas
Kecerahan
DO
CO2
pH

oC
umhos
NTU
Cm
ppm
ppm

Rantau
Berangin
26
47.5
7.4
105
6.6
4.1
6

Kuok

Bangkinang

26.27
44.5
8.9
103.33
6.8
4.3
6

27
44.5
8.3
90
6.5
4
6

Turbiditas dan Kecerahan. Turbiditas
air sungai Kampar rata-rata 8,625 NTU

Air
Tiris
27.5
41.6
8.9
90
7.2
4.1
6

Kampar
26.5
41
8.95
90
6.8
4.1
6.5

Danau
Bingkuang
26
42
9.3
90
6.8
4.3
6

dan standar deviasi 0.681. Kandungan
turbiditas tertinggi ditemui pada Danau
Bingkuang dan terendah dijumpai pada

50

Rantau Berangin. Rata-rata kecerahan
air 94,72 dengan standar deviasi 7,33
(Tabel 1). Kecerahan tertinggi dijumpai
pada Rantau Berangin dan terendah
dijumpai mulai dari Bangkinang hingga
Danau Bingkuang. Apabila diperhatikan
hasil pengukuran turbiditas dan
kecerahan tidak terlihat
adanya
hubungan. Hal ini dapat diduga karena
pengaruh arus air sungai. Pada lokasi
Rantau Berangin dan Kuok arus air tidak
begitu
kuat
sehingga
sehingga
mempengaruhi
dalam
pembacaan
secchi. Selain itu, dapat juga dipengaruhi
oleh kandungan bahan-bahan yang
terlarut di badan air. Turbiditas air dapat
disebabkan oleh mikroorganisme dan
peningkatan partikel bahan terlarut
(Bonetto, (1975) dalam Bruton (1985).
Faktor-faktor yang mempengaruhi
turbiditas di sungai antara lain oleh
dekomposisi dari batu-batuan, tanah dan
tumbuhan yang terbawa dari daratan ke
perairan oleh hujan. Turbiditas juga
dapat disebabkan oleh fitoplankton,
zooplankton dan bahan-bahan organik
terlarut. Kisaran turbiditas air Sungai
Kampar pada bagian hilir bendungan
PLTA Kotopanjang menurut klasifikasi
Cyrus (1983) dalam Bruton (1985)
tergolong agak jernih.

Kandungan C02 berkisar antara
4,0 - 4,30 ppm dengan rata-rata 4,150
ppm (Tabel 1) dan standar deviasi 0, 122.
Kandungan C02 terendah dijumpai pada
titik sampling Bangkinang dan tertinggi
di Kuok dan Danau Bingkuang.
Kandungan C02 ini erat sekali
dipengaruhi oleh bahan-bahan organik
sungai. Apabila diperhatikan kisaran C02
di air Sungai Kampar ini menunjukkan
dapat mendukung kehidupan ikan,
karena untuk hidup ikan normal
kandungan C02 di badan air harus kurang
dari 5 ppm (Boyd, 1979).

Oksigen Terlarut (DO) dan C02.
Kandungan oksigen terlarut berkisar
antara 6,50 - 7,20 ppm (Tabel 1) dengan
rata-rata 6,783 ppm dan standar deviasi
0,240. Kandungan oksigen tertinggi
dijumpai pada titik sampling Air Tiris
dan terendah pada titik sampling
Bangkinang.
Kandungan
oksigen
terlarut di sungai sangat dipengaruhi
oleh kecepaten arus. Arus air akan
mempercepat proses absorbsi oksigen
yang ada di udara (Goldman and Horne.
1983). Secara umum kandungan oksigen
pada setiap titik sampling tidak begitu
berbeda.

Komposisi Ikan. Komposisi ikan yang
ditemukan terdiri dari 14 famili yang
tersusun dalam 49 jenis ikan yaitu famili
Cyprinidae,
Cobitidae,
Clariidae,
Bagridae,
Siluridae,
Pangasiidae,
Notoperidae,
Helostomatidae,
Mastacembelidae,
Ophicephalidae,
Osphronemidae,
Pristolepididae,
Belonteiidae, dan Anabantidae (Tabel
2). Secara keseluruhan ikan yang
tertangkap berjumlah 168 ekor. Jumlah
ikan yang tertinggi pada stasiun
Bangkinang yaitu 50 ekor dan terendah
pada stasiun Rantau Berangin yaitu 13
ekor.

pH. Kandungan pH di Sungai Kampar
pada
bagian
hilir
bendungan
Kotopanjang berkisar antara
6 - 6,50 unit dengan rata-rata 6,083
standar deviasi 0,204. Nilai pH tertinggi
dijumpai pada titik sampling Kampar.
Secara umum nilai pH di Sungai Kampar
tidak berbeda dimana air
sungai
mendekati normal. Nilai pH sangat
dipengaruhi oleh kandungan kalsiurn di
perairan. Nilai pH juga dapat turun
apabila vegetasi disekitar tepi sungai
ditebangi atau tidak ada hutan. Hal ini
menimbulkan proses pengikisan material
daratan ke perairan (Slack & Feltz, 1968
dalam Gurkholder & Sheath, 1985).

51

Tabel 2. Jenis Ikan yang ditemui di bagian hilir PLTA Kotopanjang
No.
1
2

Taksa
CYPRINIDAE
Barbichthys leavis
Barbodes balleroides

3
4
5

Barbodes schwanefeldii
Cyclocheilichys apogon
Cyclocheilichys sp

6
7
8
9
10
11
12
13
14

Epalzeorhynchos kalopterus
Hampala macrolepidota
Labiobarbus fasciatus
Labiobarbus kuhlii
Labiobarbus ocellatus
Labiobarbus sp 1
Labiobarbus sp 2
Labiobarbus sumatranus
Luciosoma trinema

15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28

Lobocheilus falcifer
Osteochilus borneensis
Osteochilus hasseltii
Osteochilus microcephalus
Osteochilus schlegelii
Osteochilus sp
Osteochilus waandersii
Oxygaster anomalura
Puntioplites waandersi
Puntius tetrazona
Rasbora dorsiocellata
Rasbora lateristriata
Rasbora reticulata
Rasbora sp

29
30

Thynnichthys polylepis
Thynnichthys thynnoides

No
31

Taksa
COBITIDAE
Botia hymenophysa

32
33

CLARIDAE
Clarias batrachus
Clarias teijsmanni

34
35
36

BAGRIDAE
Mystus nemurus
Mystus nigriceps
Mystus planiceps

37
38

SILURIDAE
Ompok eugeneiatus
Kryptopterus
macrocephalus

39
40

PANGASIIDAE
Pangasius micronemus
Pangasius polyuranodon

41

NOTOPTERIDAE
Chitola lopis

42

HELOSTOMATIDAE
Helestoma temminckii

43
44

No

Taksa

45

OPHICEPHALIDAE
Ophiocephalus
striatus

46

OSPHRONEMIDAE
Osphronemus
goramy

47

PRISTOLEPIDIDAE
Pristolepis grootii

48

BELONTIIDAE
Sphaerichthys sp

49

ANABANTIDAE
Anabas testudineus

MASTACEMBELIDAE
Mastecembelus maculatus
Mastacembelus
notophthalmus

Komposisi ikan terbesar dari famili
Cyprinidae yaitu 30 jenis, selanjutnya
dari famili Bagridae yaitu 3 jenis.
Komposisi jumlah ikan dari famili
cyprinidae paling tinggi ditemukan yaitu
127 ekor. Selanjutnya dari famili
Bagridae yaitu 17 ekor , Pristolepididae
yaitu 12 ekor dan dari famili lain berkisar
antara 1-6 ekor per famili (Gambar 1).
Ikan-ikan dari famili cyprinidae
ditemukan hampir di semua stasiun
sampling, demikian juga jumlah
jenisnya. Kelimpahan ikan dari famili
Cyprinidae lebih umum dijumpai di

perairan tawar ada normal, karena
ikan-ikan dari famili cyprinidae lebih
umum ditemukan pada perairan tawar.
Hal ini sama juga yang ditemukan oleh
Vaas, Sachlan dan Wiraatmadja (1953)
yang menemukan ikan-ikan famili
cyprinidae lebih banyak ditemukan pada
sepanjang Sungai Ogan dan Sungai
Komiring, Sumatera Selatan. Hal ini
juga yang didapatkan Mohsin and
Ambak, (1983) dalam Ali and
Kathergany (1987) yang meneliti
sungai-sungai di Malaysia.

52

CYPRINIDAE
2% 2%
2%2%
2%
4%
2%
2%

COBITIDAE
CLARIDAE
BAGRIDAE
SILURIDAE

4%

PANGASIIDAE
NOTOPTERIDAE

4%

HELOSTOMATIDAE
6%

MASTACEMBELIDAE
62%
OPHICEPHALIDAE

4%

OSPHRONEMIDAE

2%

PRISTOLEPIDIDAE
BELONTIIDAE
ANABANTIDAE

Gambar 1. Komposisi jenis ikan yang ditemui dalam famili
Ikan Hampala macrolepidota dijumpai
hampir di tiap stasiun sampling.
Selanjutnya ikan Osteochilus hasseltii
dan Pristolepis grooti ditemukan hanya
pada empat stasiun sampling. Ini berarti
ikan-ikan tersebut terdistribusi dari
Rantau Berangin hingga ke Danau
Bingkuang. Hal ini kemungkinan karena
sifat ikan Hampala yang predator,
sehingga aktivitas mencari makanannya
dapat terdistribusi yang luas. Akan tetapi
bukan berarti ikan-ikan lain hanya
terdistribusi terbatas, tetapi diperlukan
studi yang lebih lama dengan
mempertimbangkan waktu sampling
sehingga dapat lebih menjelaskan
distribusi ikan dan kelimpahannya.
Hasil penelitian ini juga dapat ditemukan
ikan Belida (Chitala lopis). Ikan tersebut
hanya ditemukan pada lokasi sampling
Danau Bingkuang. Ikan Belida sudah
jarang ditemukan dan sulit sekali
didapatkan oleh masyarakat. Kesulitan
mendapatkan ikan tersebut diduga
karena habitat ikan tersebut sudah
banyak rusak akibat aktifitas masyarakat
di sungai. Aktivitas masyarakat meliputi
penggalian pasir, batu-batu sungai,

membuang limbah rumah tangga serta
limbah pasar ke sungai.
Ikan Botia (Botia hymenophysa)
tergolong ikan hias yang banyak
diminati oleh kolektor ikan. Hal ini
disebabkan keindahan warna tubuhnya.
Ikan Botia ini tidak aktif dan selalu
tenang
apabila
diletakkan
pada
akuarium. Pada penelitian ini didapatkan
juga ikan Botia yaitu pada sampling di
lokasi Air Tiris.
Jumlah jenis, ikan yang ditemukan
selama penelitian berkisar antara 11-18
jenis. Jumlah jenis yang terendah
ditemukan pada lokasi Kuok dan Air
Tiris,
sedangkan
yang tertinggi
ditemukan pada lokasi Bangkinang.
Secara umum jumlah jenis yang
ditemukan antara lokasi sampling tidak
begitu jauh berbeda. Hanya saja pada
titik sampling Rantau Berangin hingga
Bangkinang lebih banyak ditemukan
ikan-ikan Cyprinidae, sedangkan mulai
dari titik sampling Air Tiris hingga
Danau Bengkuang sudah banyak jenis
ikan dari famili selain Cyprinidae. Hal
ini diduga karena perairan sudah
semakin dalam dan arus air sungai tidak

53

kuat lagi, sehingga banyak jenis yang
mampu hidup pada perairan seperti
demikian. Selain itu juga anak-anak
sungai yang ada juga memberikan
sumbangan keragaman jenis ikan. Pada
bagian hilir sungai dimana perairan
semakin dalam, air sungainya keruh
akibat erosi dan bahan-bahan organik
terlarut maka jenis ikan banyak yang
ditemukan memiliki sungut (Kotelat et
al., 1993). Sungut pada ikan berfungsi
untuk membantu meraba makanan dan
menunjuk arah gerakannya. Selain itu, di
sungai juga terjadi perbedaan volume air,
kekeruhan dan jenis endapan makanan
yang tersedia, oleh sebab itu suatu
komunitas ikan memiliki anggota yang
suka terhadap lapisan sungai dan habitat
tertentu
(Prenda,
Armitage
and
Grayston, 1997).
lkan-ikan cyprinidae yang banyak
ditemukan pada titik sampling Rantau
Berangin hingga Bangkinang diduga
juga karena morfologi ikan yang pipih.
Bentuk morfologi tubuh yang pipih
dapat berlindung dibalik-balik batu dan
celah-celah batu sehingga tidak hanyut
terbawa arus air sungai yang deras
(Odum, 1971).
Struktur Komunitas Ikan. Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
kekayaan jenis ikan pada Sungai Kampar
di bagian hilir bendungan PLTA
Kotopanjang berkisar antara 2,96-4,34
(Tabel 3). Kekayaan jenis tertinggi
dijumpai
pada
lokasi
sampling
Bangkinang dan terendah dijumpai pada
Air Tiris. Hal ini diduga kemungkinan
aktivitas
masyarakat
seperti
penangkapan ikan menggunakan racun,
perubahan habitat akibat dari penggalian
pasir dan batu sungai dan perubahan
vegetasi pinggir sungai. Kakayaan jenis
ikan sangat erat dengan proporsi jumlah
ikan per jenis. Tingginya indeks
kekayaan jenis pada Rantau Berangin

karena sebaran jumlah ikan yang
dijumpai hampir sama. Kekayaan jenis
ikan Kecenderungannya meningkat
semakin ke hilir bendungan PLTA
Kotopanjang.
Indeks Keragaman ikan berkisar antara
2,44-2,53 (Tabel 3). Indeks keragaman
tertinggi pada Bangkinang dan terendah
ditemukan pada Kuok. Secara umum
keragaman ikan tergolong sedang. Hal
ini disebabkan karena nilai indeks
diversitas 2-3 Hasil ini masih belum
dapat dipastikan pengaruh PLTA atau
pengaruh lain. Akan tetapi sudah mulai
menunjukkan
adanya
penurunan
keragaman ikan.
Indeks Dominansi berkisar antara 0,880,98 (Tabel 3). Indeks Dominansi
tertinggi dijumpai pada Rantau Berangin
dan terendah dijumpai pada Bangkinang.
Indeks Dominansi ini
dapat
menggambarkan ada tidaknya jenis ikan
yang mendominasi pada suatu habitat.
Rendahnya indeks dominansi pada titik
sampling Bangkinang karena ada jenis
ikan yang cukup banyak ditemukan yaitu
dari
jenis
Rasbora
Iateristrata.
Tingginya
kelimpahan
Rasbora
lateristrata karena kebiasaan ikan ini
hidup berkelompok sehingga pada waktu
sampling individu yang tertangkap
tinggi. lkan-ikan Rasbora dapat pula
sebagai indikator adanya perubahan
lahan menjadi daerah persawahan dan
perkebunan. Jenis Rasbora adalah
ikan-ikan yang dominan pada daerah
persawahan sungai-sungai di hutan yang
tidak produktif serta pada daerah
pertanian (Lowe-McConnell, 1975).
Akan tetapi indeks dominansi pada titik
sampling
tidak
memperlihatkan
kecenderungan yang ekstrim. Kisaran
indeks dominansi masih mendekati 1, ini
berarti tidak ada jenis yang mendominasi
pada tiap titik sampling.

54

Tabel 3. Struktur komunitas ikan bagian hilir PLTA Kotopanjang
No
1
2
3
4
5

Parameter
Jumlah
Jumlah jenis
Indeks Kekayaan
Jenis
Indeks Keragaman
Indeks Dominansi

Stasiun
1

2

3

4

5

6

13
12
4.17

16
11
3.61

50
18
4.35

27
11
2.97

36
14
3.63

41
15
3.77

2.44
0.98

2.27
0.95

2.53
0.88

2.32
0.97

2.34
0.89

2.38
0.88

Keterangan: 1. Rantau Berangin, 2. Kuok, 3. Bangkinang, 4. Air Tiris, 5. Kampar, 6. Danau Bingkuang

Berdasarkan analisis regresi berganda
antara faktor fisika dan kimia air sungai
terhadap kekayaan jenis ikan, hanya
faktor oksigen dan CO2 saja yang
memberikan hubungan yang berarti.
Hasil analisis regresi berganda antara
oksigen dan C02 terhadap menunjukkan
hubungan erat terhadap kekayaan jenis
ikan, dimana R berganda = 0,9888 dan
R2 = 0,9777, ini berarti oksigen dan
karbodioksida mempengaruhi kekayaan
jenis 97,77%.
Analisis ANOVA menunjukkan bahwa
Fhitung = 65,9849 dan significan F =
0,0033. Ini berarti diterima hipotesis
bahwa
faktor
oksigen
dan
karbondioksida
mempengaruhi
kekayaan jenis ikan di Sungai Kampar.
Bentuk hubungan linear antara oksigen
dan karbondioksida terhadap kekayaan
jenis sebagai berikut:
Y = 17,9354 - 1,9690DO - 0,2002 C02
Secara parsial, hanya oksigen terlarut
yang memberikan pengaruh yang nyata
tertadap kekayaan jenis ikan. Hal ini
dapat dilihat dari nilai thitung = 11,008
dan P-value = 0,0016.
Berdasarkan analisis regresi berganda
antara faktor fisika dan kimia air sungai
terhadap keragaman ikan, hanya faktor
oksigen dan C02 yang memberikan
hubungan yang berarti. Hasil analisis
berganda antara oksigen dan C02
terhadap menunjukkan hubungan erat
terhadap keragaman ikan, dimana R
7861. ini
berganda = 0,8866 dan R2 = 0
berarti oksigen dan karbodioksida

mempengaruhi keragaman ikan 78,61 %
dan 21,39% dipengaruhi oleh faktor lain.
Analisis ANOVA menunjukkan bahwa
Fhitung = 5,5131 dan significan F =
0,0989. Ini berarti diterima hipotesis
bahwa
faktor
oksigen
dan
karbondioksida
mempengaruhi
keragaman ikan di Sungai Kampar.
Bentuk hubungan linear antara oksigen
dan karbondioksida terhadap kekayaan
jenis sebagai berikut:
Y = 5,6462 - 0,2416DO - 0,3917C02
Secara parsial, hanya oksigen terlarut
yang memberikan pengaruh yang nyata
terhadap kekayaan jenis ikan. Hal ini
dapat dilihat dari nilai thitung = - 2,2380
dan P-value = 0, 1111.
Hasi ini menunjukkan bahwa dari faktor
oksigen terlarut dan karbondioksida
yang rnemberikan pengaruh terhadap
struktur ikan di Sungai Kampar pada
bagian
hilir
bendungan
PLTA
Kotopanjang. Hal ini berbeda dengan
yang ditemukan oleh Fauzi (1999) yang
menyatakan komunitas dipengaruhi oleh
arus, turbiditas, alkalinitas dan salinitas
pada Sungai Selagan, Bengkulu Utara.
Akan tetapi beberapa peneliti lain seperti
Harrison and Whitfield (1995), Starmach
et al.,(1991), Rahel (1984) dan Bussing,
(1994) bahwa oksigen memberikan
pengaruh terhadap kekayaan jenis dan
keragaman ikan di perairan.

55

Analisis Komponen Utama (PCA).
Untuk melihat komposisi dan struktur
komunitas ikan pada masing-masing
sampling dilakukan analisis komponen
utama
(PCA).
Hasil
analisis
menunjukkan bahwa eigenvalue untuk
komponen 1 = 1,80615 dengan persen
variance
=
30,1%.
Selanjutnya
komponen 2 dengan persen variance =
20,2%, sehingga dua komponen tersebut
baru membentuk 50,3%. Untuk lebih
tinggi persen variance masih diperlukan
komulatif komponen 3 - 5, sehingga
persen kumulatif variance menjadi
94,5%.
Berdasarkan analisis komponen utama
komunitas ikan yang ditemukan pada
Sungai Kampar di hilir bendungan
PLTA Kotopanjang bahwa titik
sampling Kampar dan Danau Bingkuang
sama. Hal ini dapat dilihat dengan
tingginya nilai korelasi kedua stasiun
sampling tersebut pada Komponen 1
(0,8635 dan 0,8377). Stasiun sampling
Rantau Berangin, Kuok dan Bangkinang
sama, hanya saja korelasi untuk stasiun
Bangkinang
berkorelasi
negatif
= -0,6017 terhadap komponen 2.
Sedangkan titik sampling Air Tiris
berbeda dengan yang lain dimana titik
sampling tersebut lebih erat pada
komponen 3 yaitu = 0,7805.
Selanjutnya analisis komponen utama
dengan
mengunakan
strategi
R
didapatkan Eigenvalue untuk komponen
1 = 16,4932 atau persen variance 33,7%.
Eigenvalue pada komponen 2 = 11,4476
atau persen variance 23,4% atau jumlah
persen komponen 1 dan 2 = 57,0%. Ini
berarti komponen 1 dan 2 baru dapat
menjelaskan kondisi kesamaan habitat
baru 57,0%. Untuk lebih lebih jelas
diperlukan komponen 3 dan 4, sehingga
persen varince menjadi 87,8%.
Berdasarkan nilai komponen utama
disusun titik-titik ordinasi seperti yang

terlihat pada. Pada gambar tersebut
terlihat bahwa stasiun 1 dan 2 sangat
dekat atau dapat dikatakan sama. Stasiun
3 masih berhubungan dengan stasiun 1
dan 2 akan tetapi berkorelasi negatif.
Stasiun 5 dan 6 lebih dekat atau sama,
karena jumlah jenis ikan ditemukan lebih
mirip di kedua tempat. Sedangkan
stasiun 4 terletak sendiri hal ini
disebabkan kelimpahan dan jenis ikan
ditemukan peralihan dari stasiun 1, 2
serta stasiun 5, 6. Dari hasil analisis
regresi terhadap kelima komponen,
hanya komponen I dan 4 yang
memberikan hubungan terhadap faktor
fisika dan kimia air.
Hasil analisis regresi antara faktor fisik
dan kimia air terhadap komponen 1
hanya karbondioksida yang memberikan
hubungan yaitu r = 0,6489 dan nilai
determinasi (R2) = 0,4211 atau 42,11 %
saja kandungan karbondioksida dapat
menjelaskan, sedangkan sisanya dari
faktor lain.
Oksigen terlarut saja yang berhubungan
dengan komponen 4 yaitu nilai r =
0,8245 dan R2 = 0,6798 atau 67,98%.
Hasil analisis ANOVA menunjukkan
Fhitung = 8,4940 dan significance F =
0,0435. Dengan bentuk linear oksigen
terlarut dengan komponen 4 sebagai
berikut :
Y = 23,2909 - 3,4336 oksigen
Ini berarti oksigen sangat erat
menentukan komposisi dan struktur
ikan.
KESIMPULAN
Komposisi ikan yang ditemukan terdiri
dari 14 famili yang tersusun dalam 49
jenis ikan yaitu famili Cyprinidae,
Cobitidae,
Clariidae,
Bagridae,
Siluridae, Pangasiidae, Notopteridae,
Helostomatidae,
Mastacembelidae,

56

Osphronemidae,
Pristolepididae,
Belontiidae dan Anabantidae.
Komposisi ikan terbesar dari famili
Cypdnidae yaitu 30 jenis selanjutnya
dari famili Bagridae yaitu 3 jenis. Indeks
kekayaan
jenis
dan
keragaman
(diversitas) menunjukkan bahwa struktur
komunitas ikan tergolong sedang dan
belum terlihat pengaruh bendungan
PLTA Kotopanjang terhadap komposisi
dan struktur komunitas ikan. Struktur
komunitas ikan di Sungai Kampar pada
bagian
hilir
bendungan
PLTA
Kotopanjang dipengaruhi oleh faktor
oksigen terlarut.
UCAPAN TERIMAKASIH
Terima kasih kepada Universitas Riau
yang telah memberikan bantuan dana
penelitian ini dan kepada adik-adik
mahasiswa yang telah membantu dalam
penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, A.B., dan M.S. Kathergany. 1987.
Preliminary investigation on
standing
stocks,
habitat
preference and effects of water
level on riverine fish population
in a tropical river. Trip. Ecol. 28:
264-273.
Boyd, C.E., 1979. Water quality in
warmwater fish ponds. Auburn
University
press,
Auburn,
Alabama, USA.
Bruton, M.N., 1985. The effect os
suspensoids
on
fish.
Hidrobiologia 125: 221-241
Burkholder, J.M., and R.G. Sheath.
1985. Characteristic of softwater
streams in Rhode Island, I. A.
comparative analysis of physical
and
chemical
variables.
Hydrobiologia 128: 97-108
Bussing, W.A.,1993. Fish communities
and
environmental

characteristics of a tropical rain
forest river in Costa Rica.
Revista de Biologia Tropical 41
(3 Part B): 791-809.
Fauzi, M., 1999. Struktur Komunitas
ikan di sungai Selagan Bengkulu
Utara.
Laporan
Penelitian
Lembaga Penelitian Universitas
Riau.
Fauzi, M., Adriman dan T.Efrizal, 1999.
Struktur komunitas plankton di
sungai kampar, Riau, Laporan
Penelitian Lembaga Penelitian
Universitas Riau.
Goldman, C.R., and A.J. Horne, 1983.
Limnology.
McGraw-Hill
International Book Company,
Singapore.
Harrison, T.D., and A.K. Whitfield,
1995. Fish community structure
in three temporarily open/ closed
estuaries on the Natal coast,
Ichthyological Bulletin 64: 1-80
Ho, S.C., and J.I.. Furtado, 1982. The
limnology of lowland streams in
west Malaysia, Tropical Ecology
23 (1): 86-97.
Kottelat , M., 1985. Freshwater fishes of
Kampuchea. Hydorbiologia 121:
249-279.
Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N.
Kartikasari
dan
S.
Wirhoatmodjo. 1993. Freshwater
fishes of Western Indonesia and
Sulawesi.
Periplus-Indonesia
(EMDI) Project, HongkongIndonesia.
Krebs, C.J., 1988. Ecology: The
Experimental
analysis
of
distribution
and
abudance.
Harper & Row, New York, USA
Lagler, K.F., 1978. Capture, Sampling
and Examination of fishes, In
Methods for assessment of fish
production in Fresh waters, T.
Bagenal (ed,) pp 7-47. Blackwell
Scientific Publications, London.

57

Lim, K.K.P., P.K.L. Ng dan M. Kottelat,
1990. On a collection of
freshwater fishes form EndauRompin,
Pahang-Johore,
Peninsular Malaysia, Raffles
Bull. Zoology 38 (1): 31-54.
Lowe-McConnell, R.H., 1975. Fish
communities
in
tropical
freshwaters. Longman, London.
Ludwig, J.A., dan J.F.Reynolds, 1988.
Statistical ecology: a primer on
methods and computing. John
Wiley & Sons, New York, USA
Lusk, S., 1995. Influence of valley dams
on the changes in fish
communities inhabiting streams
in the Dyje river drainage area.
Folia Zoologica 44 (1): 45-56.
Maguran, A.E., 1988. Ecology Diversity
and its measurement. Princeton
University Press, Princeton, New
Jersey, USA
Odum, E.P., 1971. Fundamentals of
Ecology. Sauders Collage, USA.
Prenda, J., P.D. Armitage, and
A.Grayston, 1997. Habitat use by
the fish assemblages of two
Chalk streams. Journal of Fish
Biology 51: 64-79.
Rahel, F.J., 1984. Factors structuring
fish assemblages along a bog
lake
succesional
gradient.
Ecology 65 (4): 1276-1289.
Saanin, H., 1984. Taksonomi dan kunci
identifikasi ikan. Bina Cipta,
Bandung, Indonesia.
Starmach, J., T. Fleituch, A. Amirowicz,
G. Mazurkiewicz, and M.
Jelonek. 1991. Longitudinal
patterns in fish communities in a
Polish mountain river: The
relations to abiotic and biotic
factors. Acta Hydrobiologica 33
(3-4): 353-366.

Vaas,

K.F., M. Sachlan dan G.
Wiraatmadja, 1953. On the
ecology and fisheries of some
inland waters along the rivers
Ogan and Komering in Southeast Sumatera. Cont.Inl.Fish.Res
St. 3. 1-32.
Weber, M., and L.F. DeBeaufort.1913.
The fishes of the Indo-Australian
Arhipelago. Brill, Leiden.