26 wayang,  misalnya  lakon-lakon:  Irawan  Bagna,  Gambiranom, Dewa Amral,
Dewa Katong, dan sebagainya. 4
Lakon  karangan;  yang  disebut  lakon  karangan  itu  ialah  suatu  lakon  yang sama  sekali  lepas  dari  cerita  wayang  yang  terdapat  dalam  buku-buku
sumber  cerita  wayang,  misalnya  lakon-lakon  Praja  Binangun  dan Linggarjati. Dalam lakon Praja Binangun diketengahkan nama tokoh-tokoh
wayang  seperti  Ratadahana  Jendral  Spoor,  Kala  Miyara  Meiyer,  Dewi Saptawulan Juliana, dan Bumiandap Nederland.
5 Perlu  pula  diketahui  bahwa  selain  lakon-lakon  wayang  yang  disebut
carangan,  gubahan,  dan  karangan,  banyak  juga  lakon  yang  merupakan kiasan,  misalnya  :  lakon  Babad  Alas  Mertani  mengandung  makna  kiasan
assimilasi  perkawinan  falsafah  Hindu  dan  Jawa.  Demikian  pula  lakon- lakon  seperti:  Pandhawa  Pitu,  Pandhawa  Sanga,  Senggana  Racut,  dan
sebagainya. yang berisi kiasan dan maksud mengenai ilmu kebatinan baca: kejawen.
b.  Sumber–sumber Lakon Wayang
Untuk  mengetahui  sesuatu  lakon  wayang  itu  apakah  pakem  atau  bukan tidaklah  mudah  apabila  orang  tidak  mengenal  dan  memahami  sumber  cerita
wayang. Adapun sumber cerita wayang itu ada dua macam, ialah : 1
Sumber-sumber  cerita  wayang  yang  berupa  buku-buku,  misalnya  Maha Bharata, Ramayana, Pustaka Raja Purwa, Purwakanda, dan lain-lain.
2 Sumber-sumber  cerita  wayang  yang  semula  berasal  dari  lakon  carangan  atau
gubahan  yang  telah  lama  disukai  oleh  masyarakat.  Sumber-sumber  cerita  ini disebut  “pakem  purwa-carita”  yang  kini  sudah  banyak  juga  yang  dibukukan,
27 misalnya  lakon-lakon:  Abimanyu  Kerem,  Doraweca,  Suryatmaja  Maling,  dan
sebagainya. Dalam  hal  sumber-sumber  cerita  wayang,  seringkali  terdapat  cemooh-
mencemooh  satu  sama  lain.  Ada  yang  beranggapan  bahwa  hanya  “serat  pustaka raja”  itu  sajalah  yang  benar.  Ada  lagi  yang  berpendapat  bahwa  hanya  “serat
purwakanda”  itu  saja  yang  benar,  dan  sebagainya.  Anggapan-anggapan  dan pendapat-pendapat  yang  demikian  itu  disebabkan  oleh  pengaruh  adopsi  cerita
wayang  yang  telah  lama  dan  mendalam  sehingga  menimbulkan  keyakinan  bahwa cerita wayang yang dimuat dalam buku sumber cerita wayang tersebut benar-benar
ada  dan  terjadi  di  negara  kita  ini.  Padahal  kalau  ditilik  dari  sejarahnya, induksumber  cerita  wayang  itu,  baik  Ramayana  maupun  Mahabarata,  keduanya
merupakan weda kitab suci agama hindu yang kelima, yang disebut Panca Weda. Kedua kitab tersebut memuat pelajaran weda yang disusun berujud cerita.
Serat Ramayana diciptakan oleh Resi Walmiki menceritakan pelaksanaan karya  Awatara  Rama  untuk  mensejahterakan  dunia.  Serat  Mahabarata  diciptakan
oleh  Resi  Wyasa,  menceritakan  pelaksanaan  karya  Awatara  Krisna  juga  untuk mensejahterakan dunia.
Sumber  lakon  yang  lain  adalah  Serat  Purwakanda.  Purwakanda  adalah salah  satu  sumber  cerita  wayang  di  Yogyakarta  yang  memuat  kisah  sejak  Bathara
Guru menerima kekuasaan dari Sanghyang Tunggal sampai dengan bertahtanya R. Yudayana  sebagai  Raja  di  negeri  Ngastina.  Buku  tersebut  berbentuk  tembang  dan
yang ada mungkin hanya di Yogyakarta saja, baik dalam keraton maupun diluarnya.
28 Menurut  kata  orang  yang  mengetahui,  “serat  purwakanda”  tersebut  dihimpun  atas
perintah almarhum Sri Sultan Hamengkubuwono V. Penghimpunan  dan  penyusunan  Serat  Purwakanda  ini  kira-kira
bersamaan  waktunya  dengan  almarhum  R.Ng.  Ronggowarsita  di  Sala,  yang  juga menghimpun dan  menyusun Serat Pustaka  Raja  Purwasita  yang terkenal  itu.  Serat
Purwakanda  tesebut  oleh  sebagian  dalang  di  Yogyakarta,  terutama  dalang-dalang dari  Keraton  Yogyakarta  dijadikan  sumber  lakon-lakon  wayang  dalam
perkelirannya, sedangkan di Sala adalah Serat Raja Purwasito.
2.  Bahasa