oleh bagian bawah lilitan solenoid tersebut yang ditandai dengan yang
menunjuk kekanan. Jika solenoid tersebut semakin bertambah ideal yakni jika solenoid mendekati konfigurasi sebuah lembar arus silender yang panjangnya
takberhingga, maka medan B di titik – titik luar mendekati nol. Dengan
mengambil medan luar sebesar nol bukanlah merupakan sebuah anggapan yang buruk untuk sebuah solenoid yang digunakan didalam praktek jika panjangnya
jauh lebih besar dari pada diameternya, dan jika kita hanya meninjau titik – titik
luar yang dekat dengan daerah pusat solenoid yakni yang jauh dari ujung – ujung
solenoid. Pemakaian hukum ampere adalah: 2.14
Pada hukum ampere diatas menjelaskan bahwa integral sebagai jumlah dari empatintegral, satu integral untuk satu segmen:
B = μ i n 2.15
dimana : B
= medan magnet [Wbm
2
atau Tesla] i
= arus yang mengalir pada kawatlilitan [A] μ
= permeabilita sudara [T.mA atau wbA.m] n
= jumlah lilitan
2.8 Fluks magnet
Garis-garis yang menggambarkan pola medan magnet disebut garis-garis gaya magnet. Garis-garis gaya magnet tidak pernah berpotongan satu sama
lainnya. Makin banyak jumlah garis-garis gaya magnet makin besar kuat medan magnet yang dihasilkan. Apapun bentuknya sebuah magnet memiliki medan
magnet yang digambar berupa garis lengkung. Dua kutub magnet yang tidak sejenis saling berdekatan pola medan magnetnya juga berupa garis lengkung
yang keluar dari kutub utara magnet menuju kutub selatan magnet. Pada dua kutub magnet yang tak sejenis, garis-garis gaya magnetnya
keluar dari kutub utara dan masuk ke kutub selatan magnet lain. Itulah sebabnya dua kutub magnet yang tidak sejenis saling tarik-menarik. Pada dua
kutub magnet yang sejenis, garis-garis gaya magnet yang keluar dari kutub
Universitas Sumatera Utara
utara masing-masing cenderung saling menolak. Karena arah garis gaya berlawanan, terjadilah tolak-menolak antara garis-garis gaya yang keluar
kedua kutub utara magnet. Fluks magnet didefenisikan sebagai perkalian antara medan magnet B dengan luas bidang A yang tegak lurus dengan induksi
magnetnya. Secara matematis ditulis: 2.16
Gambar 2.10 Fluks magnet
Dalam kenyataanya, induksi magnet B tidak selalu tegak lurus pada bidang, sehingga rumus flukks magnet diatas berubah menjadi :
2.17 Dengan :
θ = sudut antara arah induksi magnet denga arah normal bidang = fluks magnet Wb
A = luas bidang B = Induksi magnet T
2.9 Penghitungan Induktans
Kita mampu menghitung kapasitansi secara langsung dengan menggunakan factor-faktor geometris untuk sejumlah kecil kasus, seperti kapasitor bidang
sejajar. Dengan cara yang sama kita dapat menghitung induktans diri L untuk sejumlah kesil kasus khusus.
L = N
2
µoA l 2.18 µ = µ
r
µ 2.19
dimana :
Universitas Sumatera Utara
L = Induktansi dari kumparan dalam Henry
N = Jumlah putaranlilitan pada kumparan kawat
kawat yang lurus berarti N=1 µ
= Permeabilitas dari bahan inti absolut, bukan relatif µ
r
=Permeabilitas relatif, tidak mempunyai dimensi satuan alias konstanta untuk udara µ
=1 µ
= 1.26 × 10-6 T-m A-t adalah permeabilitas dari ruang bebas A = Luas penampang kumparan dalam meter persegi bila penampang
berbentuk lingkaran = πr
2
L = Panjang kumparan dalam meter
Induktans dari panjang l dari sebuah selonoida adalah sebanding dengan volumenya dan dengan kuadrat banyaknya lilitan per satuan panjang. Perhatikan
bahwa induktans tersebut hanya bergantung pada factor-faktor geometris. jika kita melipat duakan banyaknya lilitan persatuan panjang, maka hanya lilitan total N
yang dilipat duakan tetapi juga fluks ϕB yang melalui setiap lilitan akan dilipat duakan, yang menghasilkan factor keseluruhan sebesar empat untuk tautan fluks
NϕB. Karena pada faktanya, nilai permeabilitas berubah-ubah bila intensitas medannya berubah ingat ketidaklinieran kurva BH untuk berbagai macam
bahan. Karena nilai permeabilitas µ pada persamaan itu tidak stabil, maka induktansi L juga tidak stabil dalam beberapa derajat bila arus yang mengaliri
koil berubah-ubah
2.10 kurva Histerisis Magnet