Karakteristik Penderita Miopia Di Poliklinik Refraksi RSUP.H.Adam Malik Medan Tahun 2011

(1)

KARAKTERISTIK PENDERITA MIOPIA DI POLIKLINIK REFRAKSI RSUP.H.ADAM MALIK MEDAN

TAHUN 2011

Oleh

Nurchaliza Hazaria Siregar

PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP. H.ADAM MALIK

MEDAN 2012


(2)

KARAKTERISTIK PENDERITA MIOPIA DI POLIKLINIK REFRAKSI RSUP.H.ADAM MALIK MEDAN

TAHUN 2011

TESIS

Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister dalam Bidang Ilmu Kesehatan Mata

Oleh:

Nurchaliza Hazaria Siregar

PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2012


(3)

KATA PENGANTAR DENGAN NAMA ALLAH

YANG MAHA PENGASIH DAN PENYAYANG

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan karuniaNya serta memberikan bimbingan, petunjuk dan kekuatan lahir dan bathin

sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini dengan judul

“KARAKTERISTIK PENDERITA MIOPIA DI POLIKLINIK REFRAKSI RSUP.H.ADAM

MALIK MEDAN TAHUN 2011”

Penulisan tesis ini merupakan tahap akhir dari serangkaian persyaratan untuk

memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik dalam bidang Ilmu Kesehatan Mata pada

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara di Medan

Pada kesempatan yang berbahagia ini perkenankanlah saya menyampaikan ucapan terima

kasih yang setinggi-tingginya kepada pembimbing saya dr.Pinto Y.Pulungan,SpM(K) dan

dr.Arlinda Sari Wahyuni,MKes, yang telah banyak memberi masukan dan bantuan selama

penulisan ini.

Rasa penghargaan dan terima kasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada yang

terhormat guru-guru saya atas pengajaran, bimbingan, kritik dan saran yang telah saya terima

selama menempuh pendidikan magister ini.

Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada rekan-rekan sejawat peserta Program

Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Ilmu Kesehatan Mata,para PPDS, para perawat SMF

Mata RSUP. H. Adam Malik Medan yang setiap hari mendampingi dan saling mengingatkan


(4)

Kepada Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara , TKP PPDS, Pimpinan

RSUP. H. Adam Malik Medan, saya ucapkan terima kasih atas kesempatan yang telah diberikan

kepada saya untuk mengikuti pendidikan magister ini.

Kepada kedua orang tua saya almarhum dr.H.Zakaria Siregar,SpA(K) dan ibunda

Halimah Hutagalung yang sangat saya cintai dan sayangi, yang telah membesarkan, mendidik

dan mendukung serta memberikan semangat dan doanya kepada saya dalam menjalani

pendidikan ini, saya ucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya.

Kepada suamiku tercinta Muhammad Sofian Pohan,SE,terima kasih atas segala

pengertian,kesabaran dan dukungan yang telah diberikan selama ini . Kepada anakku

Muhammad Ridhansyah Nugraha Pohan,semoga nantinya bisa mencapai tingkat pendidikan

yang lebih tinggi dari apa yang telah mami capai.

Kepada semua pihak yang tidak tertulis disini, yang telah banyak membantu saya baik

moril maupun materil selama saya menempuh pendidikan keahlian ini, tiada kata yang saya

ucapkan selain ucapkan terima kasih setulus-tulus, semoga Allah selalu melimpahkan rahmat dan

hidayahNya kepada kita semua.

Saya menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, namun saya

berharap hasil karya saya ini dapat memberi manfaat, meskipun sekecil apapun manfaatnya

dapat memberi arti dalam perkembangan ilmu pengetahuan khususnya pada Departemen Ilmu

Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

Medan, Juli 2012

Penulis


(5)

ABSTRAK

Pendahuluan: Miopia adalah suatu bentuk kelainan refraksi dimana sinar – sinar sejajar garis pandang pada keadaan mata tidak berakomodasi difokuskan di depan retina. Kelainan refraksi merupakan salah satu penyebab terbanyak gangguan penglihatan di seluruh dunia dan menjadi penyebab kedua kebutaan yang dapat diatasi. Miopia sebagai kelainan refraksi, hampir selalu menduduki urutan teratas dibandingkan dengan kelainan refraksi lainnya.

Tujuan Penelitian: Mengetahui karakteristik penderita miopia di poliklinik refraksi RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011.

Metode: Penelitian ini bersifat deskiptif dengan desain case series, populasi penelitian adalah penderita miopia sebanyak 329 kasus dan besar sampel adalah seluruh kasus tersebut.

Hasil Penelitian: Proporsi penderita miopia tertinggi adalah pada kelompok umur 16 - 30 tahun yakni sebanyak 165 orang atau 50,2 %, miopia banyak diderita oleh perempuan yaitu 185 orang atau 56,2 %, sedangkan laki-laki 144 orang atau 43,8%, sebagian besar penderita yang diperiksa sukunya adalah suku Karo berjumlah 137 orang (41,6%), bahwa penderita miopia banyak terdapat pada tingkat pendidikan Sekolah Menengah Umum yaitu berjumlah 157 orang( 47,7%), pekerjaan penderita miopia persentase yang tertinggi ditemukan pada sampel yang mempunyai pekerjaan sebagai pelajar sebanyak 136 orang (41,6%), dan hasil koreksi pada miopia persentase yang tertinggi ditemukan pada sampel dengan hasil koreksi penuh sebanyak 215 orang (65,3%) sedangkan 114 orang dengan persentase 34,7% adalah hasil koreksi tidak penuh

Kesimpulan: Bagi pihak RSUP H. Adam Malik Medan agar perlu dilakukan penyuluhan dan pemahaman terhadap pasien tentang miopia sehingga penderita-penderita myopia yang datang berobat memperoleh koreksi yang penuh untuk penglihatan yang lebih baik


(6)

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

I.1. Latar belakang penelitian ... 1

I.2. Rumusan masalah ... 2

I.3. Tujuan penelitian ... 2

I.4. Manfaat penelitian ... 3

BAB II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN ... 4

II.1 Kerangka teori ... 4

BAB III. KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL ... 9

III.1. Kerangka konsep ... 9

III.2. Definisi operasional ... 9

BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN …….. ... 10

IV.1. Rancangan penelitian ... 10

IV.2. Lokasi dan Waktu penelitian ... 10

IV.3. Populasi dan sampel penelitian ... 10

IV.4. Identifikasi variabel ... 11

IV.5. Metode pengumpulan data ... 11

IV.6. Analisis data ... 11

IV.7. Pertimbangan etika ... 11

IV.8. Personal penelitian ... 11

IV.9. Biaya penelitian ... 12

BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 13

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 18


(7)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 5.1. Sebaran miopia berdasarkan umur 13

Tabel 5.2. Sebaran miopia berdasarkan jenis kelamin 14

Tabel 5.3. Sebaran Miopia berdasarkan suku bangsa. 14

Tabel 5.4. Sebaran Miopia berdasarkan tingkat pendidikan 15

Tabel 5.5. Sebaran Miopia berdasarkan jenis pekerjaan 15

Tabel 5.6 Sebaran miopia berdasarkan hasil koreksi penuh 16


(8)

ABSTRAK

Pendahuluan: Miopia adalah suatu bentuk kelainan refraksi dimana sinar – sinar sejajar garis pandang pada keadaan mata tidak berakomodasi difokuskan di depan retina. Kelainan refraksi merupakan salah satu penyebab terbanyak gangguan penglihatan di seluruh dunia dan menjadi penyebab kedua kebutaan yang dapat diatasi. Miopia sebagai kelainan refraksi, hampir selalu menduduki urutan teratas dibandingkan dengan kelainan refraksi lainnya.

Tujuan Penelitian: Mengetahui karakteristik penderita miopia di poliklinik refraksi RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011.

Metode: Penelitian ini bersifat deskiptif dengan desain case series, populasi penelitian adalah penderita miopia sebanyak 329 kasus dan besar sampel adalah seluruh kasus tersebut.

Hasil Penelitian: Proporsi penderita miopia tertinggi adalah pada kelompok umur 16 - 30 tahun yakni sebanyak 165 orang atau 50,2 %, miopia banyak diderita oleh perempuan yaitu 185 orang atau 56,2 %, sedangkan laki-laki 144 orang atau 43,8%, sebagian besar penderita yang diperiksa sukunya adalah suku Karo berjumlah 137 orang (41,6%), bahwa penderita miopia banyak terdapat pada tingkat pendidikan Sekolah Menengah Umum yaitu berjumlah 157 orang( 47,7%), pekerjaan penderita miopia persentase yang tertinggi ditemukan pada sampel yang mempunyai pekerjaan sebagai pelajar sebanyak 136 orang (41,6%), dan hasil koreksi pada miopia persentase yang tertinggi ditemukan pada sampel dengan hasil koreksi penuh sebanyak 215 orang (65,3%) sedangkan 114 orang dengan persentase 34,7% adalah hasil koreksi tidak penuh

Kesimpulan: Bagi pihak RSUP H. Adam Malik Medan agar perlu dilakukan penyuluhan dan pemahaman terhadap pasien tentang miopia sehingga penderita-penderita myopia yang datang berobat memperoleh koreksi yang penuh untuk penglihatan yang lebih baik


(9)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Miopia adalah suatu bentuk kelainan refraksi dimana sinar – sinar sejajar garis

pandang pada keadaan mata tidak berakomodasi difokuskan di depan retina. Miopia

dapat terjadi karena ukuran aksis bola mata relatif panjang dan disebut miopia aksial.

Dapat juga karena indeks bias yang tinggi atau akibat indeks refraksi lensa dan kornea

terlalu kuat, dalam hal ini disebut juga miopia refraktif (American Academy of

Ophthalmology,2009-2010).

Kelainan refraksi merupakan salah satu penyebab terbanyak gangguan

penglihatan di seluruh dunia dan menjadi penyebab kedua kebutaan yang dapat diatasi

(American Academy of Ophthalmology,2009-2010).

Survei kesehatan indera penglihatan dan pendengaran tahun 1993-1996, menunjukkan

angka kebutaan di Indonesia 1,5%, kelainan refraksi sebanyak 0.14% dari angka

kebutaan tersebut (Virna ,Sitompul,2005)

Miopia sebagai kelainan refraksi, hampir selalu menduduki urutan teratas

dibandingkan dengan kelainan refraksi lainnya (Perdami,2006).

Insiden miopia pada orang dewasa diperkirakan mencapai 25% populasi orang

dewasa dan pada anak sekitar 10-12% (Tisnadja,Sukarya,1988).

Seang – Mei Saw dkk, meneliti prevalensi miopia di Sumatera mencapai 26.1%

dengan miopia derajat berat 0.8%. Prevalensi miopia paling tinggi dijumpai pada usia


(10)

Hasil penelitian Muthia Hilda tahun 1997, yang dilakukan di RSU Dr. Pirngadi

Medan, memperlihatkan tingkat miopia dari 60 mata yang diperiksa, 28 mata (46,67%)

dengan tingkat miopia 3D s/d 6D, 23 mata (38.33%) dengan tingkat miopia >6D s/d

-10D dan 9 mata (15%) dengan tingkat miopia >--10D, dimana 69.56% perempuan dan

30.44% laki-laki. Penderita terbanyak (57.58%) berpendidikan SD (Muthia Hilda,1997).

Faktor resiko yang penting pada perkembangan miopia adalah riwayat keluarga

dengan miopia. Penelitian memperlihatkan 33%-60% prevalensi miopia pada anak yang

kedua orang tuanya miopia sedangkan pada anak yang mempunyai salah satu orang tua

dengan miopia prevalensi sekitar 23%-40% (Muthia Hilda,1997).

Miopia merupakan salah satu dari lima besar penyebab kebutaan, sehingga

pengaruh sosial ekonominya patut dipertimbangkan. Penyebab miopia belum diketahui

dengan pasti, namun diduga berhubungan dengan faktor genetik dan lingkungan.

Beberapa faktor resiko yang berperan dalam terjadinya miopia diantaranya adalah

aktivitas melihat dekat, seperti membaca, menulis atau pekerjaan lain yang memerlukan

penglihatan dekat. Tingkat pendidikan dan sosio ekonomi berpengaruh pada insiden

miopia dimana aktivitas melihat dekat sering mereka kerjakan. (Dandona,2001)

Kelainan refraksi pada penderita miopia kadang menimbulkan masalah

penanganan pada miopia tinggi, dimana hasil akhir dari koreksi tajam penglihatan sering

memberikan hasil koreksi yang tidak penuh. Untuk mengatasi hal ini telah dilakukan

berbagai bentuk penatalaksanaan terhadap penderita miopia, pada miopia ringan koreksi

dapat berhasil baik, tetapi pada penderita miopia tinggi sebagian tetap memberikan hasil


(11)

Berdasarkan data-data diatas maka kami mencoba mengamati karakteristik

kelainan refraksi miopia menurut umur, jenis kelamin dan pekerjaan.

Dari hasil penelitian ini dapat kiranya sebagai masukan Departemen Kesehatan

Mata untuk menurunkan angka kebutaan disebabkan kelainan refraksi terutama miopia.

I.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut diatas,maka perumusan masalah dalam penelitian

ini adalah melihat “Bagaimanakah karakteristik penderita myopia yang datang berobat ke

poliklinik refraksi RSUP.H.Adam Malik?

I.3 TUJUAN PENELITIAN Tujuan umum

Mendapatkan karakteristik penderita miopia di RSUP. Haji Adam Malik Medan periode

Januari – Desember 2011

Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui pengaruh faktor umur terhadap angka miopia di RSUP Haji

Adam Malik Medan

2. Untuk mengetahui pengaruh faktor jenis kelamin terhadap angka miopia di RSUP.

Haji Adam Malik Medan

3. Untuk mengetahui pengaruh faktor pekerjaan terhadap angka miopia di RSUP. Haji


(12)

4. Untuk mengetahui tajam penglihatan penuh setelah dikoreksi terhadap miopia di

RSUP. Haji Adam Malik Medan

5. Untuk mengetahui tajam penglihatan tidak penuh setelah dikoreksi terhadap miopia

di RSUP. Haji Adam Malik Medan

I.4 MANFAAT PENELITIAN

1. Dengan penelitian ini dapat dibuat pemetaan tentang miopia di RSUP. Haji Adam

Malik Medan

2. Dapat dibuat kebijakan yang berkaitan dengan penatalaksanaan miopia yang dapat


(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 KERANGKA TEORI II.1.1 DEFINISI

Miopia (nearsightedness) adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar

masuk ke bola mata tanpa akomodasi akan dibiaskan di depan retina. Sehingga untuk

meletakkan bayangan di retina maka titik terjauh harus lebih dekat ke bola mata

dibandingkan dengan orang normal. Untuk mengoreksinya dengan lensa sferis negatif

terkecil (American Academy of Ophthalmology,2009-2010)

II.1.2 KLASIFIKASI

Bentuk miopia menurut penyebabnya :

a. Miopia aksial

Panjang aksial bola mata lebih panjang dari normal, walaupun kornea dan kurvatura lensa

normal dan lensa dalam posisi anatominya normal. Miopia dalam bentuk ini dijumpai

pada proptosis sebagai hasil dari tidak normalnya besar segmen anterior, peripapillary

myopic crescent dan exaggerated cincin scleral, dan staphyloma posterior.

b. Miopia refraktif

Mata memiliki panjang aksial bola mata normal, tetapi kekuatan refraksi mata lebih besar

dari normal

Hal ini dapat terjadi pada :


(14)

Mata memiliki panjang aksial bola mata normal, tetapi kelengkungan dari kornea lebih

curam dari rata-rata, misal : pembawaan sejak lahir atau keratokonus, atau kelengkungan

lensa bertambah seperti pada hyperglikemia sedang ataupun berat, yang menyebabkan

lensa membesar.

Miopia karena peningkatan indeks refraksi

Peningkatan indeks refraksi daripada lensa berhubungan dengan permulaan dini atau

moderate dari katarak nuklear sklerotik. Merupakan penyebab umum terjadinya miopia

pada usia tua. Perubahan kekerasan lensa meningkatkan index refraksi, dengan demikian

membuat mata menjadi miopik

Miopia karena pergerakan anterior dari lensa

Pergerakan lensa ke anterior sering terlihat setelah operasi glaukoma dan akan

meningkatkan miopik pada mata

Secara klinis beberapa bentuk miopia ditetapkan sebagai berikut :

1. Miopia Fisiologis

Sering disebut dengan simpel miopia atau “school myopia” yang berhubungan dengan

proses pertumbuhan normal dari tiap-tiap komponen refraksi dari mata. Akibat dari

proses ini menimbulkan miopia ringan dan sedang

2. Miopia Patologis

Disebut juga Malignant, Progressive atau Degenerative myopia. Hal ini disebabkan oleh

pertumbuhan panjang aksial bola mata yang berlebihan, sedangkan komponen lain dari

mata pertumbuhannya normal.

Berdasarkan saat usia mulai terjadinya miopia dibagi dua yaitu :


(15)

Miopia ini timbul pada usia antara 7 hingga 16 tahun, hal ini terutama disebabkan oleh

pertumbuhan dari panjang aksial bola mata. Semakin dini usia timbulnya miopia maka

semakin besar proses pertambahan miopianya

2. Miopia yang timbul pada usia dewasa

Miopia ini timbul berkisar usia 20 tahunan. Terlalu banyak mambaca dekat merupakan

faktor resiko untuk berkembangnya miopia pada usia ini (Khurana,2007)

Derajat miopia diukur oleh kekuatan korektif lensa sehingga bayangan dapat jatuh di

retina, yang dapat diklasifikasikan menjadi :

1. Miopia ringan : -0.25 D s/d -3.00 D

2. Miopia sedang : -3.25 D s/d -6.00 D

3. Miopia tinggi : > -6.00 D

II.1.3 ETIOLOGI

Pada dasarnya miopia terjadi oleh karena pertambahan panjang aksis bola mata tanpa

diikuti oleh perubahan pada komponen refraksi yang lain. Begitu juga perubahan kekuatan

refraksi kornea, lensa dan aquos humor akan menimbulkan miopia bila tidak dikompensasi oleh

perubahan panjang aksis bola mata. Beberapa hal yang dikaitkan atau diperkirakan sebagai

etiologi miopia adalah :

1. Herediter

2. Penyakit sistemik

3. Kelainan endokrin


(16)

5. Penyakit mata

6. Gangguan pertumbuhan

7. Lingkungan (iluminasi)

8. Kerja dekat yang berlebihan

9. Pemakaian kaca mata yang tidak sesuai

10. Sikap tubuh yang tidak sesuai

II.1.4 GAMBARAN KLINIS Gejala subjektif

Penglihatan jauh kabur, sedangkan untuk dekat tetap terang. Kadang-kadang pada daerah

lapangan pandangan ia melihat seperti benang-benang, dan lain-lain disebabkan oleh jaringan

retina perifer mengalami proses degenerasi dan terlepas dalam corpus vitreus (muscae

volitantes). Pada miopia tinggi , punctum remotum terletak lebih dekat maka titik terjauh masih

terang terlihat sehingga ia harus berkonvergensi lebih banyak dari pada biasa sehingga akan

menimbulkan astenopia oleh konvergensi yang berlebihan (astenopia konvergensi)

Gejala objektif

1. Diameter kornea lebih besar

2. Bilik mata depan lebih dalam

3. Iris tremulans

4. Pupil dilatasi

5. Vitreus floaters

6. Pada miopia aksial terlihat perubahan pada fundus okuli misalnya tigroid fundus dan


(17)

Gambar 1. Diagram yang mendemonstrasikan Miopia (From fig 3.2 James B, Chew C, Bron A,

Oftalmologi, Edisi Kesembilan, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2006, Hal 35)

II.1.5 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan miopia terbagi menjadi 1. Terapi optikal

Miopia bisa dikoreksi dengan kacamata spheris negatif atau lensa kontak sehingga

cahaya yang sebelumnya difokuskan didepan retina dapat jatuh tepat di retina.

2. Terapi bedah

Seiring dengan semakin berkembangnya tehnik operasi dan semakin banyaknya orang

yang lebih memilih operasi dibandingkan dengan memakai kacamata ataupun lensa

kontak. Sekarang telah dilakukan banyak prosedur operasi untuk mengkoreksi kelainan

refraksi seperti miopia secara permanen. Setelah operasi penderita miopia akan

mendapatkan tajam penglihatan sampai 20/40 bahkan sampai 20/20 (American Academy


(18)

Beberapa tehnik operasi yang telah digunakan untuk mengatasi kelainan refraktif miopia ini,

diantaranya :

Epikeratophakia

Radial keratotomy (RK)

Photo-refractive keratotomy (PRK)

Laser Insitu Keratomileusis (LASIK)

Clear lens extraction in unilateral high myopia

Phakic IOL II.1.6 KOMPLIKASI

1. Retinal detachment

2. Katarak komplikata

3. Perdarahan vitreus

4. Perdarahan koroid


(19)

BAB III

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

III.1 KERANGKA KONSEP PENELITIAN

Kerangka konsep penelitian merupakan kerangka yang menggambarkan dan

mengarahkan asumsi mengenai elemen elemen yang diteliti. Berdasarkan dari rumusan

masalah yang telah dipaparkan dalam latar belakang dan dari tinjauan kepustakaan yang

ada, maka kerangka konsep digambarkan sebagai berikut :

Kerangka konsep :

III.2 DEFINISI OPERASIONAL

• Umur adalah usia penderita miopia

• Jenis kelamin adalah laki-laki dan perempuan

Umur Pekerjaan

Miopia

penglihatan tidak Koreksi tajam penuh Jenis kelamin

Koreksi tajam penglihatan penuh


(20)

• Pekerjaan adalah aktivitas rutin penderita yang berhubungan dengan penglihatan dekat

• Tajam penglihatan adalah kemampuan mata penderita untuk mendapatkan bayangan yang jelas dengan jarak 6 meter

• Tajam penglihatan penuh adalah dengan koreksi terbaik 6/6


(21)

BAB IV

METODE PENELITIAN

IV.1 RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini adalah suatu penelitian diagnostik yang bersifat deskriptif

retrospektif

IV.2 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Poliklinik Refraksi RSUP. Haji Adam Malik Medan.

Penelitian dilakukan selama bulan Januari – Desember 2011.

IV.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN IV.3.1. POPULASI

Populasi penelitian adalah seluruh penderita kelainan refraksi yang telah

didiagnosa dengan miopia yang berobat ke poliklinik refraksi RSUP. Haji Adam Malik

Medan selama bulan Januari - Desember 2011

IV.3.2. SAMPEL

Besar sampel ditentukan dengan metode consecutive sampling, yaitu semua

subjek yang datang sesuai dengan populasi diatas dan memenuhi kriteria inklusi dan

eksklusi yang ditentukan dalam pemilihan sampel pada penelitian ini selama periode


(22)

IV.3.3. KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI Kriteria Inklusi

1. Semua penderita miopia pada salah satu atau kedua mata.

2. Usia penderita > 5 tahun

3. Tekanan intra okuli normal

4. Pada pemeriksaan optalmologi tidak dijumpai adanya kelainan di segmen anterior

dan posterior mata

5. Penderita baru atau yang ganti kacamata

6. Miopia tanpa astigmatisma

Kriteria Eksklusi

1. Penderita miopia dengan astigmatisma

2. Usia penderita <5 tahun

3. Tekanan intra okuli tinggi

4. Dijumpai adanya kelainan di segmen anterior dan posterior mata

IV.4. IDENTIFIKASI VARIABEL 1. Variabel terikat adalah miopia .

2. Variabel bebas adalah :

• Umur

• Jenis kelamin

• Pekerjaan

• Koreksi tajam penglihatan penuh


(23)

IV.5. METODE PENGUMPULAN DATA

Dilakukan penelitian retrospektif melalui data sekunder dari rekam medik, penderita

miopia yang berobat ke poliklinik Refraksi di RSUP. Haji Adam Malik Medan selama

bulan Januari – Desember 2011. Data yang dikumpulkan meliputi usia penderita, jenis

kelamin, pendidikan, pekerjaan, anamnese gejala klinis, pemeriksaan opthalmologi dan

tindakan yang dilakukan.

IV.6. ANALISIS DATA

Analisis data dilakukan secara deskripsi dan disajikan dalam bentuk tabulasi data.

IV.7. PERTIMBANGAN ETIKA

Usulan penelitian ini terlebih dahulu disetujui oleh rapat bagian Ilmu Kesehatan Mata

FK-USU. Penelitian ini kemudian akan diajukan untuk disetujui oleh rapat Komite Etika

PPKRM Fakultas Kedokteran USU

IV.8. PERSONAL PENELITIAN

Peneliti : dr. Nurchaliza Hazaria Siregar,SpM

Pembantu penelitian : Residen Departemen Ilmu Kesehatan Mata FK USU dan

Paramedis Departemen Ilmu Kesehatan Mata RSUP Haji Adam Malik Medan.

IV.9. BIAYA PENELITIAN


(24)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bersifat deskriptif retrospektif yang dilakukan dengan pengambilan data sekunder dari rekam medik pada tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2011 di Poliklinik Refraksi RSUP.H. Adam Malik Medan dengan jumlah penderita kelainan refraksi pada tahun 2011 adalah sebanyak 822 orang. Diantara pasien dengan kelainan refraksi tersebut ditemukan penderita miopia sebanyak 329 orang.

V.1. PESERTA PENELITIAN

Dari jumlah penderita miopia yang berobat ke poliklinik mata, ditemukan sampel sebanyak 329 orang

Karakteristik Peserta Penelitian a. Umur

Tabel 5.1. Sebaran miopia berdasarkan umur.

Usia N %

5 – 15 40 12,1

16 – 30 165 50,2

31 – 45 95 28,9

>45 29 8,8

Jumlah 329 100

Dari tabel di atas tampak bahwa kelompok usia 16 - 30 tahun merupakan penderita miopia terbanyak yakni sebanyak 165 orang atau 50,2 %. Selanjutnya usia 31– 45 tahun (28,9%) atau sebanyak 95 orang dan usia 5 – 55 tahun (12,1%) atau sebanyak 40 orang, sedangkan usia > 45 mempunyai persentase 8,8% atau berjumlah 29 orang.


(25)

b. Jenis Kelamin

Tabel 5.2. Sebaran miopia berdasarkan jenis kelamin Jenis

kelamin

N %

Laki – laki 144 43,8

Perempuan 185 56,2

Jumlah 329 100

Dari tabel diatas tampak bahwa miopia banyak diderita oleh perempuan yaitu 185 orang atau 56,2 %, sedangkan laki-laki 144 orang atau 43,8%.

c. Suku bangsa

Tabel 5.3. Sebaran Miopia berdasarkan suku bangsa.

Suku N %

Batak 115 34,9

Karo 137 41,6

Melayu 25 7,7

Jawa 23 6,9

Aceh 16 4,9

Padang 13 4,0

Total 329 100

Dari tabel diatas menunjukkan sebagian besar penderita yang diperiksa sukunya adalah suku Karo berjumlah 137 orang (41,6%)


(26)

d.Tingkat Pendidikan

Tabel 5.4. Sebaran Miopia berdasarkan tingkat pendidikan. Tingkat

pendidikan

N %

Tidak sekolah - -

SD 15 4,6

SMP 68 20,7

SMU 157 47,7

Akademi/Perguruan tinggi

89 27,0

Jumlah 329 100

Dari tabel diatas tampak bahwa penderita miopia banyak terdapat pada tingkat pendidikan Sekolah Menengah Umum yaitu berjumlah 157 orang( 47,7%)

e. Pekerjaan

Tabel 5.5. Sebaran Miopia berdasarkan jenis pekerjaan.

Pekerjaan N %

Ibu rumah tangga 38 11,6

Pelajar 136 41,6

Swasta 16 4,8

Mahasiswa 64 19,5

PNS 45 13,6

Pegawai swasta 8 2,4

Jualan 13 3.9

Penjahit 9 2,6

Jumlah 329 100

Dari tabel di atas pekerjaan penderita miopia persentase yang tertinggi ditemukan pada sampel yang mempunyai pekerjaan sebagai pelajar sebanyak 136 orang (41,6%)


(27)

f. Hasil koreksi penuh dan tidak penuh

Tabel 5.6 Sebaran miopia berdasarkan hasil koreksi penuh dan tidak penuh

Hasil koreksi N %

Penuh 215 65,3

Tidak penuh 114 34,7

Total 329 100

Dari tabel di atas hasil koreksi pada miopia persentase yang tertinggi ditemukan pada sampel dengan hasil koreksi penuh sebanyak 215 orang (65,3%) sedangkan 114 orang dengan persentase 34,7% adalah hasil koreksi tidak penuh.

V.2. PEMBAHASAN

Dari tabel 5.1 sampai tabel 5.5 tampak gambaran karakteristik penderita miopia yang datang berobat ke poliklinik Refraksi RSUP.H. Adam Malik Medan dalam kurun waktu 1 Januari sampai 31 Desember 2011.

Dari tabel 5.1 terlihat miopia berdasarkan umur adalah paling tinggi pada umur 16-30 tahun dengan perbandingan dari segi umur yaitu makin tinggi umur penderita miopia makin rendah frekwensi dari miopia. Hal ini sesuai dengan Heronheiser, Jackson dan Tassman (1985) yang menunjukkan bahwa frekwensi miopia paling banyak sekitar umur 20 tahun yang kemudian menurun pada umur 45 sampai dengan 50 tahun dan meningkat sesudahnya. Menurut Curtin (1985) prevalensi miopia mencapai puncaknya pada umur sekitar 20 tahun atau dekade ketiga kemudian sesudahnya menunjukkan penurunan yang bertahap. 13

Tabel 5.2 terlihat distribusi jenis kelamin menunjukan lebih banyak adalah perempuan berkisar 56,2 %. Keadaan ini sangat sesuai dengan data Badan Statistik Indonesia yang menunjukan tingginya perbandingan penduduk yang berjenis kelamin laki – laki dibandingkan penduduk berjenis kelamin perempuan. Namun tingginya harapan hidup pada perempuan menjadikan seolah – olah penduduk berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan penduduk berjenis kelamin laki – laki. Jenis kelamin bukanlah faktor resiko untuk terjadinya miopia.


(28)

berdomisili di daerah sekitar RSUP.H.Adam Malik dan kemudian diikuti suku Batak dan suku

lainnya.

Dari tabel 5.4. terlihat bahwa tingkat pendidikan sebagian besar penderita miopia yang

datang berobat ke RSUP.H. Adam Malik Medan dalam kurun waktu Januari sampai Desember

2011 yang diteliti mempunyai tingkat pendidikan Sekolah Menengah Umum ( SMU ) yang

ditemukan sekitar 47,7 % dan tingkat sarjana sekitar 27,0 %. Hubungan antara pendidikan

dengan miopia pada penelitian ini dikaitkan dengan pekerjaan dekat yang berlebihan , ternyata

secara statistik dibuktikan bahwa ada hubungan nyata antara tingkat pendidikan. Young (1963)

menyatakan hubungan antara peningkatan waktu membaca dan status refraksi dari miopia,

persentase miopia lebih banyak pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi.14

Sperduto (1983) menjumpai prevalensi miopia di Amerika Serikat meningkat sesuai

dengan pendapatan keluarga dan tingkat pendidikan yang dikaitkan dengan pekerjaan dekat.

Dari tabel 5.5. terlihat bahwa sebagian besar pasien miopia berobat yang merupakan

objek penelitian, mempunyai pekerjaan sebagai pelajar sekitar 41,6% hal ini sangat sesuai

dengan pekerjaan dekat seperti membaca dan menulis.

Tabel 5.6 terlihat sebaran miopia tinggi berdasarkan hasil koreksi penuh dan tidak

penuh. Penderita miopia menunjukkan hasil koreksi yang penuh lebih tinggi sebanyak 65,3%

dibandingkan dengan yang dapat di koreksi tidak penuh sebanyak 34,7 %.

Kelainan refraksi miopia masih menimbulkan masalah dalam penanganan, dimana hasil

akhir dari koreksi tajam penglihatan masih sering memberikan hasil koreksi yang tidak penuh

terutama pada penderita miopia tinggi.

Dari jumlah sampel penderita kelainan refraksi 822 orang, didapatkan 329 orang adalah


(29)

dikali 100%, sehingga prevalensi miopia di poliklinik refraksi RSUP. Haji Adam Malik Medan


(30)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

VI. 1 KESIMPULAN

1. Faktor pendidikan merupakan salah satu faktor resiko yang dapat mempengaruhi karakteristik penderita miopia lebih tinggi oleh karena beban belajar yang lebih tinggi. 2. Faktor sosio ekonomi berpengaruh pada insiden miopia dimana sering melakukan

aktivitas melihat dekat.

3. Kelainan refraksi pada penderita miopia masih menimbulkan permasalahan penanganan dimana hasil akhir dari koreksi tajam penglihatan masih sering memberikan hasil koreksi yang tidak penuh.

VI. 2 SARAN

1. Upaya untuk menurunkan angka kebutaan refraksi perlu adanya dilakukan penyuluhan kepada masyarakat secara rutin, terutama tentang kelainan refraksi yang dapat dikoreksi dengan pemakaian kacamata yang merupakan cara penanggulangan kebutaan refraksi yang paling sederhana, serta dengan mudah dapat dideteksi.

2. Mengadakan pemeriksaan mata secara rutin di sekolah-sekolah untuk mendeteksi dini kelainan refraksi pada anak usia sekolah

3. Menasehati penderita-penderita miopia terutama penderita miopia tinggi agar secara rutin kontrol sekurang-kurangnya 6 bulan sekali ke dokter mata.


(31)

DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Opthalmology, 2009-2010, Clinical Refraction in Clinical Optics,Basic and Clinical Science Course, section 3, Chapter 4, p: 125-141.

Virna dwi dr, ratna sitompul dr, dkk, , 2005, Ketepatan kalkulasi kekuatan lensa tanam IOL dengan capsular tension ring pada ekstraksi katarak miopia tinggi dalam sudut pandang target refraksi,Opthalmologi Indonesia, volume 32, Jakartap:190-196

Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI), 2006, Hasil-hasil Kongres Nasional PERDAMI XI Medan, p : 36

Tisnadja, Sukarya, dkk, 1988, Okulometri pada miopia di Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung, Kumpulan Makalah Kongres Nasional VI, p : 780-784

Seang – Mei Saw, Gus Gazzard, David Koh, Mohamed Farook, Daniel Widjaja,dkk ; 2005,Prevalence rates of refractive error in Sumatera, Indonesia

Muthia Hilda, 1997, Korelasi Kelainan Fundus Okuli Penderita Miopia Dengan Pertambahan Panjang Aksis Bola Mata; Tesis Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, p: 40

Dandona R, Dandona L, 2001, Refraction error blindness, Buletin of the World Health Organization, p : 237-243

Wensor M, McCarty CA, Taylor HR; 1999 , Prevalence and risk factors of Myopia in Victoria, Australia, Arch Opthalmology117 : 658-663

Khurana A K, Community Opthalmology in Comprehesive Opthalmology, 2007, Fourth Edition, Chapter 20, New Delhi, New Age International Limited Publisher, p: 443-457

Kanski J Jack, 2007, Degenerative Miopia, Acquired Macular Disorders and Related Conditions in Clinical Opthalmology a Systematic Approach, Sixth Edition, p: 654-655

Care of the Patient With Myopia in American Optometric Association, 2001, Lindbergh, USA,p: 3-39


(32)

Vaughan D.G, Asbury T, Eva P.R, 2000, Miopia, Dalam: Oftalmologi Umum, Edisi ke 14, Jakarta, Penerbit Widya Medika, Bab 2, Hal 36-38.

Curtin. BJ, 1985, The Myopic, Basic Science And Clinical Management, Harper & Row Publishers, Philadelphia, Sperduto. RD, Seigel. D, Prevalence of Myopic In The United States, Archieve Opthalmology, 1983, p 404-407.

James B, Chew C, Bron A, 2006, Oftalmologi, Edisi Kesembilan, Penerbit Erlangga, Jakarta, Hal 35.


(1)

f. Hasil koreksi penuh dan tidak penuh

Tabel 5.6 Sebaran miopia berdasarkan hasil koreksi penuh dan tidak penuh

Hasil koreksi N %

Penuh 215 65,3

Tidak penuh 114 34,7

Total 329 100

Dari tabel di atas hasil koreksi pada miopia persentase yang tertinggi ditemukan pada sampel dengan hasil koreksi penuh sebanyak 215 orang (65,3%) sedangkan 114 orang dengan persentase 34,7% adalah hasil koreksi tidak penuh.

V.2. PEMBAHASAN

Dari tabel 5.1 sampai tabel 5.5 tampak gambaran karakteristik penderita miopia yang datang berobat ke poliklinik Refraksi RSUP.H. Adam Malik Medan dalam kurun waktu 1 Januari sampai 31 Desember 2011.

Dari tabel 5.1 terlihat miopia berdasarkan umur adalah paling tinggi pada umur 16-30 tahun dengan perbandingan dari segi umur yaitu makin tinggi umur penderita miopia makin rendah frekwensi dari miopia. Hal ini sesuai dengan Heronheiser, Jackson dan Tassman (1985) yang menunjukkan bahwa frekwensi miopia paling banyak sekitar umur 20 tahun yang kemudian menurun pada umur 45 sampai dengan 50 tahun dan meningkat sesudahnya. Menurut Curtin (1985) prevalensi miopia mencapai puncaknya pada umur sekitar 20 tahun atau dekade ketiga kemudian sesudahnya menunjukkan penurunan yang bertahap. 13

Tabel 5.2 terlihat distribusi jenis kelamin menunjukan lebih banyak adalah perempuan berkisar 56,2 %. Keadaan ini sangat sesuai dengan data Badan Statistik Indonesia yang menunjukan tingginya perbandingan penduduk yang berjenis kelamin laki – laki dibandingkan penduduk berjenis kelamin perempuan. Namun tingginya harapan hidup pada perempuan menjadikan seolah – olah penduduk berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan penduduk berjenis kelamin laki – laki. Jenis kelamin bukanlah faktor resiko untuk terjadinya miopia.

Tabel 5.3 dapat terlihat bahwa, suku yang terbanyak dari penderita miopia datang berobat


(2)

berdomisili di daerah sekitar RSUP.H.Adam Malik dan kemudian diikuti suku Batak dan suku

lainnya.

Dari tabel 5.4. terlihat bahwa tingkat pendidikan sebagian besar penderita miopia yang

datang berobat ke RSUP.H. Adam Malik Medan dalam kurun waktu Januari sampai Desember

2011 yang diteliti mempunyai tingkat pendidikan Sekolah Menengah Umum ( SMU ) yang

ditemukan sekitar 47,7 % dan tingkat sarjana sekitar 27,0 %. Hubungan antara pendidikan

dengan miopia pada penelitian ini dikaitkan dengan pekerjaan dekat yang berlebihan , ternyata

secara statistik dibuktikan bahwa ada hubungan nyata antara tingkat pendidikan. Young (1963)

menyatakan hubungan antara peningkatan waktu membaca dan status refraksi dari miopia,

persentase miopia lebih banyak pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi.14

Sperduto (1983) menjumpai prevalensi miopia di Amerika Serikat meningkat sesuai

dengan pendapatan keluarga dan tingkat pendidikan yang dikaitkan dengan pekerjaan dekat.

Dari tabel 5.5. terlihat bahwa sebagian besar pasien miopia berobat yang merupakan

objek penelitian, mempunyai pekerjaan sebagai pelajar sekitar 41,6% hal ini sangat sesuai

dengan pekerjaan dekat seperti membaca dan menulis.

Tabel 5.6 terlihat sebaran miopia tinggi berdasarkan hasil koreksi penuh dan tidak

penuh. Penderita miopia menunjukkan hasil koreksi yang penuh lebih tinggi sebanyak 65,3%

dibandingkan dengan yang dapat di koreksi tidak penuh sebanyak 34,7 %.

Kelainan refraksi miopia masih menimbulkan masalah dalam penanganan, dimana hasil

akhir dari koreksi tajam penglihatan masih sering memberikan hasil koreksi yang tidak penuh

terutama pada penderita miopia tinggi.

Dari jumlah sampel penderita kelainan refraksi 822 orang, didapatkan 329 orang adalah


(3)

dikali 100%, sehingga prevalensi miopia di poliklinik refraksi RSUP. Haji Adam Malik Medan


(4)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

VI. 1 KESIMPULAN

1. Faktor pendidikan merupakan salah satu faktor resiko yang dapat mempengaruhi karakteristik penderita miopia lebih tinggi oleh karena beban belajar yang lebih tinggi. 2. Faktor sosio ekonomi berpengaruh pada insiden miopia dimana sering melakukan

aktivitas melihat dekat.

3. Kelainan refraksi pada penderita miopia masih menimbulkan permasalahan penanganan dimana hasil akhir dari koreksi tajam penglihatan masih sering memberikan hasil koreksi yang tidak penuh.

VI. 2 SARAN

1. Upaya untuk menurunkan angka kebutaan refraksi perlu adanya dilakukan penyuluhan kepada masyarakat secara rutin, terutama tentang kelainan refraksi yang dapat dikoreksi dengan pemakaian kacamata yang merupakan cara penanggulangan kebutaan refraksi yang paling sederhana, serta dengan mudah dapat dideteksi.

2. Mengadakan pemeriksaan mata secara rutin di sekolah-sekolah untuk mendeteksi dini kelainan refraksi pada anak usia sekolah

3. Menasehati penderita-penderita miopia terutama penderita miopia tinggi agar secara rutin kontrol sekurang-kurangnya 6 bulan sekali ke dokter mata.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Opthalmology, 2009-2010, Clinical Refraction in Clinical Optics,Basic and Clinical Science Course, section 3, Chapter 4, p: 125-141.

Virna dwi dr, ratna sitompul dr, dkk, , 2005, Ketepatan kalkulasi kekuatan lensa tanam IOL dengan capsular tension ring pada ekstraksi katarak miopia tinggi dalam sudut pandang target refraksi,Opthalmologi Indonesia, volume 32, Jakartap:190-196

Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI), 2006, Hasil-hasil Kongres Nasional PERDAMI XI Medan, p : 36

Tisnadja, Sukarya, dkk, 1988, Okulometri pada miopia di Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung, Kumpulan Makalah Kongres Nasional VI, p : 780-784

Seang – Mei Saw, Gus Gazzard, David Koh, Mohamed Farook, Daniel Widjaja,dkk ; 2005,Prevalence rates of refractive error in Sumatera, Indonesia

Muthia Hilda, 1997, Korelasi Kelainan Fundus Okuli Penderita Miopia Dengan Pertambahan Panjang Aksis Bola Mata; Tesis Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, p: 40

Dandona R, Dandona L, 2001, Refraction error blindness, Buletin of the World Health Organization, p : 237-243

Wensor M, McCarty CA, Taylor HR; 1999 , Prevalence and risk factors of Myopia in Victoria, Australia, Arch Opthalmology117 : 658-663

Khurana A K, Community Opthalmology in Comprehesive Opthalmology, 2007, Fourth Edition, Chapter 20, New Delhi, New Age International Limited Publisher, p: 443-457

Kanski J Jack, 2007, Degenerative Miopia, Acquired Macular Disorders and Related Conditions in Clinical Opthalmology a Systematic Approach, Sixth Edition, p: 654-655

Care of the Patient With Myopia in American Optometric Association, 2001, Lindbergh, USA,p: 3-39


(6)

Vaughan D.G, Asbury T, Eva P.R, 2000, Miopia, Dalam: Oftalmologi Umum, Edisi ke 14, Jakarta, Penerbit Widya Medika, Bab 2, Hal 36-38.

Curtin. BJ, 1985, The Myopic, Basic Science And Clinical Management, Harper & Row Publishers, Philadelphia, Sperduto. RD, Seigel. D, Prevalence of Myopic In The United States, Archieve Opthalmology, 1983, p 404-407.

James B, Chew C, Bron A, 2006, Oftalmologi, Edisi Kesembilan, Penerbit Erlangga, Jakarta, Hal 35.