Bagan 3.2 : Perbandingan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen.
1 2
3
Keterangan :
1 Peneliti melakukan wawancara kepada beberapa responden
dan informan. Untuk dijadikan data. 2
Peneliti mendapatkan data yang berupa tertulis seperti Surat Perjanjian BRT, Profil instansi, data jumlah penumpang
BRT dan peraturan yang ada. 3
Antara hasil wawancara dengan data yang diperoleh berupa dokumentasi dibandingakan untuk dicari kevalitan.
3.8 Analisis Data
“Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat
ditentukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang
disarankan oleh data” Moleong, 1990: 103.
Proses analisis data dimulai dengan menelaah semua yang tersedia dari berbagai “sumber yaitu wawancara, pengamatan yang sudah
dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya” Moleong 1990: 190.
Setelah data sudah terkumpul cukup diadakan penyajian data lagi yang susunannya dibuat secara sistematik sehingga kesimpulan akhir dapat
dilakukan berdasarkan data tersebut. Pengelolaan data dalam penelitian ini dilakukan dalam empat tahap yaitu:
1. Pengumpulan Data
Peneliti mencatat semua data secara objektif dan apa adanya sesuai dengan hasil observasi dan wawancara dilapangan.
2. Reduksi Data
“Proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data yang muncul dari catatan-catatan
tertulis dilapangan” Miles, 2007: 16. 3.
Penyajian Data “Sajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang diberikan
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan” Miles, 2007: 17.
4. Pengambilan Keputusan atau Verifikasi
Penarikan kesimpulan hanyalah sebagian dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama
penelitian berlangsung. Dalam penarikan kesimpulan ini, didasarkan
pada “reduksi data dan sajian data yang merupakan jawaban atas masalah yang diangkat dalam penelitian” Miles, 1992: 92. Berikut ini
adalah analisis data kualitatif:
Bagan 3.3 : Analisis Data Kualitatif
63
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum BRT bus rapid transit
Transportasi adalah suatu kegiatan pemindahan barang muatan dan penumpang dari suatu tempat ketempat lain” Salim, 2006:6. Pada
transportasi terdapat dua kategori yaitu :
1. Pemindahan bahan-bahan dan hasil-hasil produksi dengan menggunakan alat
angkut. 2.
Mengangkut penumpang dari suatu tempat ketempat lain. Berdasarkan hal tersebut, maka
BRT bus rapid transit atau bahas populernya bus way adalah salah satu alat trasportasi darat yang mempunyai
sistem angkutan cepat rapid transit yang terpadu. Umumnya ditandai ciri- ciri berikut:
1. Tempat perhentian khusus.
2. Bus khusus.
3. Sistem ticketing khusus.
4. Frekuensi pelayanan sering dan teratur sepanjang hari.
5. Intelegent Transportation System ITS.
BRT Bus Rapid Transit bersifat umum. Dalam artian semua masyarakat dapat menggunakan alat transportas ini. BRT Bus Rapid Transit
juga mempunyai prinsip yang berbeda dengan angkutan umum lainnya, yaitu
menjadi operator BRT Bus Rapid Transit, yang mana orientasi benefit atau
keuntungan pengusaha diganti dengan orientasi menjual pelayanan dan biaya operasi operator BRT bus rapid transit dipenuhi oleh pemerintah melalui
Unit Pelaksana Teknis di bawah Dinas Perhubungan kota Semarang. Sedangkan dalam mekanisme pengelolaan BRT bus rapid transit
dikelola pemerintah Daerah melalui DISHUBKOMINFO Kota Semarang dengan operator adalah pihak swasta konsorsium.
Fungsi badan pengelola adalah menyusun anggaran operasional BRT untuk diajukan dalam APBD kota APBD provinsi APBN, menetapkan
standar pelayanan load factor, headway, frekuensi, waktu henti shelter, time table, pembinaan dan pengawasan operasional, manajemen pendapatan,
manajemen sumber daya manusia dan pendapatan dan pengembangan jaringan.
Spesifikasi bus adalah kapasitas 50 penumpang, nyaman pendingin udara, sistem penerangan, menarik secara visual eksterior maupun interior,
lantai bus desain tinggi lebih kurang 70 sentimeter sesuai tinggi halte, ramah linkungan kebisingan, emisi dan disediakan ruang penumpang difabel
penumpang cacat. Pada sistem ticketing, pihak pengelola menerapkan sistem ticket smard
card yaitu apabila penumpang ingin menggunakan BRT maka harus membeli tiket terlebih dahulu yang berbentuk kartu sebagai bukti pembayaran.
Kemudian pihak pengelola juga menerapkan sistem prabayar off board
sebelum memasuki bus yaitu apabila penumpang ingin berpindah dari satu shelter ke shelter yang lain diperbolehkan tanpa membeli tiket lagi, asalkan
tidak keluar dari halte BRT. Disamping itu Jalur yang digunakan merupakan bus line lajur prioritas bus dengan menggunakan marka khusus bus, yang
tujuannya agar bus tidak melaju ke jalur yang lain. Seperti masuk kejalur perkampungan atau pun jalur yang tidak ditentukan trayeknya.
Wawancara dengan Heru terkait mengenai profil BRT, menyatakan bahwa:
“...apabila ingin mengunakan armada BRT, maka membeli tiket terlebih dahulu supaya dalam pembayaran BRT teratur dan pada kendaraan armada
BRT melakukan pemberhentian di shelter yang telah ditentukan. Kemudian kapasitas jumlah penumpang sekitar 50 orang...”
wawancara: Heru, penumpang BRT, pada tanggal 15 Agustus 2011. Wawancara dengan Febi terkait mengenai profit BRT, menyatakan bahwa:
“...dalam menggunakan kendaraan bus way kita harus mengikuti prosedur yang telah ditentukan oleh pihak pengelola. Seperti pembelian tiket,
menunggu kendaraan BRT di shelter serta waktu pemberhentian di shelter yang telah ditentukan. Kemudian kapitas pada kendaraan BRT sekitar 50- 60
orang...” wawancara: Febi, penumpang BRT, pada tanggal 15 Agustus
Wawancara dengan saudari wuri terkait profil BRT, menyatakan bahwa : “...sistem mekanisme pengelolaan BRT memang dikelola oleh Pemerintah
Kota Semarang melalui DISHUBKOMINFO dengan operator pihak swasta,
kemudian dalam menentukan anggaran disesuaikan dengan APBD yang ada...”
wawancara: Wuri, petugas penjualan tiket, pada tanggal 15 Agustus 2011. Sedangkan dari hasil pengamatan dilapangan yang dilakukan peneliti
mengenai profil BRT Bus Rapid Transit terkait sistem pengelolaan dan pengoperasionalan BRT Bus Rapid Transit dilakukan oleh dua pihak. Pihak
pertama adalah DISHUBKOMINFO Kota Semarang sebagai pelaksana dilapangan dengan pihak kedua adalah PT. Trans Semarang sebagai operator,
yang masing-masing mempunyai peran dan fungsi yang berbeda tetapi tetap dalam satu pengelolaan. Kemudian mengenai operasional BRT Bus Rapid
Transit, kendaraan BRT Bus Rapid Transit diberangkatkan mulai dari jam 05.39 sampai jam 20.39 dengan keberangkatan 10 bus berangkat dari
Terminal Penggaron dan 10 bus berangkat dari Terminal Mangkang. Lalu proses pengunaan armada BRT Bus Rapid Transit juga mempunyai sistem
yang teratur seperti apabila penumpang ingin mengunakan armada BRT Bus Rapid Transit maka terlebih dahulu membeli tiket yang disediakan oleh
pihak pengelola, kemudian penumpang menunggu di shelter yang disediakan sambil menunggu kendaraan sesuai tujuan yang diinginkan. Mengenai
kapasitas tempat duduk pada armada BRT Bus Rapid Transit yaitu 50 kursi, biasanya kursi tersebut penuh antara pagi dan sore. Fasilitas yang disediakan
di dalam kendaraan pun cukup baik seperti tempat duduk yang baik, AC Air Conditioner, terdapat radio informasi kepada penumpang yang
menginformasikan tempat pemberhentian shelter serta alat pemegang bagi
penumpang yang berdiri. pengamat yang dilakukan peneliti pada tanggal 18 September 2011
Jadi, berdasarkan hasil wawancara dengan ketiga responden dan hasil pengamatan yang dilakukan peneliti, dapat simpulkan bahwa antara
wawancara dan observasi dengan profil BRT Bus Rapid Transit adalah sesuai sehingga bisa dikatakan antara fasilitas dan sistem operasional BRT
Bus Rapid Transit yang berada dilapangan sesuai apa yang dicantumkan dalam pedoman teknis armada BRT Bus Rapid Transit. .
Kemudian terdapat alur dari pola pergerakan lalu lintas yang dijadikan pedoman dalam pengoperasionalan BRT Bus Rapid Transit.
4.1.2 Pemeliharahaan dan Perawatan Armada BRT bus rapid transit yang
Dikelola Oleh kedua belah pihak Dapat Meningkatkan Pelayanan Publik di Kota Semarang.
Pemeliharan dan perawatan merupakan salah satu tugas dan wewenang yang diberikan oleh pihak pertama DISHUBKOMINFO Kota semarang
kepada pihak kedua PT Trans Semarang dalam memenuhi suatu perjanjian yang ada. Pada pemeliharaan dan perawatan armada BRT ini sangatlah
penting. Karena dengan pemeliharaan dan perawatan ini, pelayanan yang diberikan pihak pengelola kepada pengguna BRT dapat dinilai apakah
pelayanan tersebut meningkat atau tidak. Sehingga masyarakat dapat merasakan hasil dari pemeilharaan dan perawatan armada BRT.
Dalam kegiatan pemeliharaan dan perawatan armada BRT lebih bersifat fisik seperti mengcek service armada BRT pada waktu yang ditentukan,
memeriksa umur kendaraan, mengcek mesin kendaraan, menganti oli, perawat kursi kendaraan dan lain sebagainya. Sementara itu, tidak hanya
lebih bersifat fisik tapi non fisk juga sangat dibutuhkan dalam pemeliharaan dan perawatan BRT, seperti menentukan jadwal perawatan kendaraan dan
membiayayaan untuk kendaraan BRT. Pada pedoman teknis yang terdapat pada penjelasan dari isi perjanjian
antara DISHUBKOMINFO Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Semarang dengan PT. Trans Semarang ialah
Pengoperasian dan pemeliharaan angkutan masal Trans Semarang trayek Terminal Mangkang dan Terminal Penggarong sebanyak 20 unit di kota
Semarang disesuaikan dengan rincian pekerjaan yang tercantum dalam rencana anggaran biaya yang telah disetujui baik pemeliharaan yang bersifat
harian, bulanan, tahunan maupun yang bersifat insidentil. Untuk setiap pemeliharaan dan pergantian di luar anggaran biaya yang telah ditetapkan
penyedia barang dan jasa harus memberitahukan secara tertulis kepada pengguna barang dan jasa.
Wawancara saya dengan saudari Dilla Andriani menyatakan bahwa: “...ya, karena Pemeliharaan dan perawatan armada BRT yang dikelola
oleh kedua belah pihak dapat menciptakan kualitas armada BRT yang lebih baik sehingga Armada BRT dapat digunakan dengan baik oleh penumpang.
Setahu saya, pemeliharaan dan perawatan armada BRT yang dikelola oleh kedua belah pihak mempunyai sistem pemeliharaan dan perawatan armada
BRT yang rutin dan berkala, seperti mengecekan mesin kendaraan dengan teratur, perbaikan bangku kendaraan dan lain-lain...”. wawancara: Dila
Andriani, penumpang BRT, pada tanggal 13 Agustus 2011. Wawancara saya dengan Wiwik Setianingsih menyatakan bahwa:
“ya, karena Pemeliharaan dan perawatan armada BRT Bus Rapid Transit yang dikelola oleh kedua belah pihak dapat memberikan rasa
kenyamanan, rasa keamanan serta kebersihan terhadap pengguna BRT Bus Rapid Transit sehingga dapat meningkatkan pelayanan publik di kota
Semarang. Sementara itu, pemeliharaan dan perawatan armada BRT dapat berjalan dengan efektif. Apabila tim pengawas dari pihak pengelola
dapat mengkontrol pelaksanaan pemeliharaan dan perawatan kendaraan”. wawancara: Wiwik Setianingsih, penumpang BRT, pada tanggal 13 Agustus
2011. Wawancara saya dengan saudari Septi menyatakan bahwa:
“...ya, karena Pemeliharaan dan perawatan BRT sangat berpengaruh terhadap peningkatan pelayanan publik. Sebab dengan adanya pemeliharaan
dan perawatan dapat menciptakan kebersihan didalam armada BRT. Sehingga masyarakat tertarik untuk menggunakan armada BRT ini...”.
wawancara: Septi, penumpang BRT, pada tanggal 13 Agustus 2011. Sementara itu, di tempat dan waktu yang sama pendapat berbeda juga di
disampaikan oleh beberapa pengguna BRT antara lain : Wawancara saya dengan saudara Aris Purwoko menyatakan bahwa:
“ya, Pemeliharaan dan perawatan yang dikelola oleh kedua belah pihak belum tentu dapat meningkatkan pelayanan publik, karena apabila
pengelolaanya jelek, asal dikelola saja kurang mementingan aspek-aspek lain, serta pihak yang menangani kurang berkompeten pada pemeliharaan
dan perawatan BRT maka sama saja tidak bisa meningkatkan pelayanan publik. Seperti contoh kendaraan BRT dirawat secara rutin tapi dalam pihak
yang merawatnya tidak baik, maka sama saja kendaraan tersebut akan rusak”. wawancara: Aris Purwoko, penumpang BRT, pada tanggal 13
Agustus 2011. Wawancara saya dengan saudara Deni menyatakan bahwa:
“Pemeliharaan dan perawatan armada BRT tidak bisa meningkatkan pelayanan publik, yang terpenting adalah sosialisasi dari pihak pengelola
serta tarifnya terjangkau oleh masyarakat kecil. Kalau kita bandingakan dengan angkutan biasa yang pada pemeliharaan dan perawatan kendaraan
yang buruk tetapi banyak juga masyarakat yang menggunakan kendaraan tersebut. Berartikan kendaraan tersebut dapat meningkatkan pelayanan
publik”. wawancara: Deni, penumpang BRT, pada tanggal 13 Agustus 2011.
Sementara itu, ditempat dan waktu yang berbeda juga. Saya mewawancai ke dua informan yang berkompeten pada permasalahan ini.
Wawancara saya dengan pejabat DISHUBKOMINFO Kota Semarang selaku Kepala BLU UPTD Terminal Mangkang yaitu Joko Umboro Jati
menyatakan bahwa: “...ya, karena kita mempunyai bentuk pemeliharan dan perawatan
armada BRT yang baik, yang merupakan salah satu bentuk yang diberikan pihak pengelola kepada masyarkat kota Semarang dibidang transportasi
umum. Dari situlah akan menciptakan kenyamanan, kebersihan dan keamanan sehingga dapat dikatakan memenuhi standar untuk
dioperasionalkan dijalan...”. wawancara: Bapak Joko Umboro Jati, Kepala BLU UPTD Terminal Mangkang, pada tanggal 15 Agustus 2011.
Wawancara saya dengan pejabat PT. Trans Semarang yaitu Surhartono menyatakan bahwa:
“...Karena dengan adanya pemeliharaan dan perawatan armada BRT akan menjadi nyaman, yang secara otomatis pelayanan publik menjadi lebih
efektif...” wawancara: Bapak Suhartono, Direktur Operasional SDM dan Teknik PT Trans Semarang, pada tanggal 16 Agustus 2011.
Disamping pemeliharaan dan perawatan armada BRT sebagai peningkatan pelayanan publik, pihak pengelola juga harus mempunyai bentuk
dari pelaksanaan pemeliharaan dan perawatan armada BRT. Agar dijadikan pedoman dalam pemeliharaan dan perawat armada BRT.
Wawancara saya dengan pejabat DISHUBKOMINFO Kota Semarang selaku Kepala BLU UPTD Terminal Mangkang yaitu Joko Umboro Jati
menyatakan bahwa: “...Bentuk dari pemeliharaan dan perawatan armada BRT itu sendri, kita
mempunyai 2 metode pemeliharaan dan perawatan service pada kendaraan. Antara lain adalah :
1. Pemeliharaan dan
perawatan service berskala kecil, artinya kita melakukan service kepada armada BRT dengan ukuran 3.000-4.000 kmrit.
2. Pemeliharaan dan
perawatan service berskala besar, artinya kita melakukan service terhadap kendaraan BRT dengan ukuran 8.000 kmrit.
Selain perbaikan pada mesin, kita juga melakukan mengecekan pada AC air conditioner, body mobil, ban serta kursi-kursi yang ada. kesemuanya itu
sudah ditentukan dalam surat keputusan Dirjen Dishubinfo...” wawancara: Joko Umboro Jati, Kepala BLU UPTD Terminal Mangkang, pada tanggal 15
Agustus 2011. Wawancara saya dengan pejabat PT. Trans Semarang yaitu Surhartono
menyatakan bahwa: “...Bentuk dari pelaksanaan pemeliharaan dan perawatan armada BRT,
yaitu kita melakukan mengecekan pada armada BRT setiap hari pada 7-8 malam, kemudian kita nilai apakah kendaraan tersebut layak atau tidak untuk
digunakan pada esok hari....” wawancara: Bapak Suhartono, Direktur Operasional SDM dan Teknik PT Trans Semarang, pada tanggal 16 Agustus
2011. Dari hasil wawancara saya kepada 5 orang responden dan 2 orang
informan dapat disimpulkan bahwa 5 orang menyatakan pemeliharahaan dan perawatan armada BRT Bus Rapid Transit yang dikelola oleh PT. Trans
Semarang dapat meningkatkan pelayanan publik di Kota Semarang. Dengan alasan pemeliharaan dan perawatan armada BRT yang kelola oleh PT. Trans
Semarang dapat berjalan dengan baik dan perawatanya sesuai dengan kondisi kendaraan armada BRT sehingga menciptakan kualitas armada BRT yang
lebih baik, aman, nyaman, dan bersih. Kemudian pihak pengelola juga mempunyai sistem pemeliharaan dan perawatan armada BRT yang rutin dan
berkala serta adanya tim pengawas untuk mengkontrol pelaksanaan pemeliharaan dan perawatan BRT. Dari situlah masyarakat tertarik untuk
menggunakan armada BRT dibandingan dengan kendaraan lain.
Sedangkan dari 2 orang yang menyatakan bahwa pemeliharahaan dan perawatan armada BRT Bus Rapid Transit yang dikelola oleh PT. Trans
Semarang tidak dapat meningkatkan pelayanan publik di kota semarang. dengan alasan pemeliharaan dan perawatan armada BRT belum tentu dapat
meningkatkan pelayanan publik. karena kita juga harus melihat aspek-aspek lainnya. Jangan hanya fokus terhadap pemeliharaan dan perawatan armada
BRT tetapi aspek lain juga harus diperhatikan seperti pelayanan yang baik, sarana dan prasarana yang memadai serta tarif yang terjangkau oleh semua
kalangan. Jadi dapat diambil hasil dari penelitian saya, Pemeliharahaan dan
perawatan armada BRT bus rapid transit yang dikelola oleh PT. Trans Semarang dapat meningkatkan pelayanan publik di kota semarang, :
1. Adanya kualitas Armada BRT yang baik untuk dioperasionalkan.
2. Adanya rasa kenyamanan, kebersihan dan keamanan.
3. Adanya bentuk pemantauan kepada pelaksanaan pemeliharaan dan
perawatan armada BRT. 4.
Adanya kedisplinan bagi pihak pengelola BRT terhadap pemeliharaan dan perawatan kendaraan.
Disamping itu juga terdapat konsep dari pemeliharaan dan perawatan armada BRT :
1. Mempunyai pemeliharaan dan perawatan berkala, service berskala
kecil dan service berskala besar. 2.
Konsep mengecekan armada BRT yang dilakukan tiap hari.
4.1.3 Hambatan-hambatan yang dialami pihak DISHUBKOMINFO Dinas
Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Semarang dengan pihak PT. Trans Semarang selama melakukan kerjasama dalam
mengelola BRT Bus Rapid Transit
Didalam pelaksanakan suatu perjanjian, para pihak sering kali mendapatkan kesulitan dan hambatan-hambatan yang dialaminya sehingga
hambatan-hambatan tersebut dapat menganggu pelaksanaannya suatu perjanjian antara para pihak, dan bahkan yang sangat fatal ialah para pihak
pembatalkan suatu perjanjiannya tersebut. Pada Perjanjian Pekerjaan Pemborong Kontrak Nomor :
02716.4822010, pada tanggal 30 September 2010. Dalam tujuan kontrak Pasal 1 menyebutkan “Pihak kedua harus melaksanakan, menyelesaikan dan
memelihara pekerjaan yang ditentukan sehingga pekerjaaan memberikan kepuasan kepada pihak pertama”. Sementara itu, telah dijelaskan dalam Pasal
2 ayat 1 berbunyi “Pihak pertama memberikan tugas kepada pihak kedua dan pihak kedua menerima tugas tersebut yaitu dengan ruang lingkup
kegiatan meliputi pelaksanaan operasionalisasi dan pemeliharaan angkutan perkotaan Trans Semarang di wilayah kota Semarang dan sekitarnya”.
Dalam uraian diatas selaku pihak pertama adalah DISHUBKOMINFO Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Semarang.
Sedangkan pihak kedua adalah PT Trans Semarang. Pada pembagian tugas untuk masih-masih pihak. Pihak pertama sebagai pelaksana dilapangan yang
mempunyai fungsi pengelola BRT, sedangkan pihak kedua sebagai operator yang mempunyai fungsi operasional BRT.
Pada peran dan fungsi dari masing-masing pihak, terkadang terdapat hambatan-hambatan yang dialami oleh para pihak. Tidak hanya hambatan
yang muncul dari pihak itu sendiri. Akan tetapi juga terkadang muncul dari hubungan kedua belah pihak bahkan dari faktor-faktor dari luar.
Wawancara saya dengan Deni menyatakan bahwa: “Sepengetahuan saya hambatan-hambatan yang dialami oleh para pihak
lebih bersifat teknis. Seperti infrastuktur yang kurang memadai, pendanaan yang masih kurang, serta kurangnya trasnparan satu pihak dengan pihak lain”.
wawancara: Deni, penumpang BRT, pada tanggal 13 Agustus 2011. Wawancara saya dengan Dilla Andrian menyatakan bahwa:
“Hambatan-hambatan yang dialami oleh para pihak yaitu kurangnya jumlah armada BRT sehingga dalam pelayanannya masih kurang untuk
mengangkut penumpang, mengenai pendanaan serta kuranganya sumber daya manusia yang menanganinya. seperti terkadang di Shelter tetentu tidak
ada orang yang mengawas, hanya bagian ticketing saja”. wawancara:
dengan saudari Dilla Andrian, penumpang BRT, pada tanggal 13 Agustus 2011.
Wawancara saya dengan saudari Wiwik Setianingsih menyatakan bahwa:
“Hambatan-hambatan yang dialami oleh para pihak ialah adanya miss komunikasi terputusnya komunikasi antara pihak DISHUBKOMINFO
Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Semarang dengan PT. Trans Semarang sehingga menyebabkan pengelolaan BRT kurang begitu
efektif, kemudian terkait dengan pembuatan jalur khusus untuk BRT”. wawancara: Wiwik Setianingsih, penumpang BRT, pada tanggal 13 Agustus
2011. Wawancara saya dengan saudari Septi terkait tentang hambatan-
hambatan yang dialami oleh kedua belah pihak dalam mengelola BRT, menyatakan bahwa:
“Terkait dengan hambatan yang dialami oleh pihak pengelola lebih bersifat regulasi ataupun aturan-aturan yang ada. Seharusnya adanya aturan-
aturan yang lebih mendukung pelaksanaan pengoperasionalan BRT”. wawancara: Septi, penumpang, pada tanggal 13 Agustus 2011.
Wawancara saya dengan saudara Aris Purwoko terkait tentang hambatan-hambatan yang dialami oleh kedua belah pihak dalam mengelola
BRT, menyatakan bahwa:
“Saya kurang begitu tahu, tetapi biasanya terkait mengenai pendanaan serta Sumber Daya Manusia SDM yang masih minim, yang mana kedua hal
tersebut sangat mendukung pengelolaan dan pengoperasionalan BRT”. wawancara: Aris Purwoko, penumpang BRT, pada tanggal 13 Agustus
2011. Sementara itu, di tempat dan waktu yang terpisah, saya peneliti
mewawancarai 3 informan yang berkompeten dalam permasalahan ini. Antara lain :
Wawancara saya dengan pejabat DISHUBKOMINFO Kota Semarang selaku Kepala BLU UPTD Terminal Mangkang yaitu bapak Joko Umboro
Jati menyatakan bahwa: “....Mengenai hambatan-hambatan selama kerjasama dalam mengelola
BRT meliputi : 1.
Mengenai financial dana, dalam arti kita membutuhkan inve stasi pengoperasionalan dan membiayai pekerja.
2. Regulasi, dengan aturan yang begitu singkat dengan sistem
perjanjian tersebut menyebabkan kita tidak dapat menyelesaikan semua program.
Dari hal diatas merupakan permasalahan yang sangat penting untuk diperhatikan....”. wawancara: bapak Joko Umboro Jati, Kepala BLU UPTD
Terminal Mangkang, pada tanggal 15 Agustus 2011.
Wawancara saya dengan pejabat PT. Trans Semarang yaitu bapak Suhartono menyatakan bahwa:
“...Untuk sementara ini tidak ada hambatan, kecuali mengenai AC air conditioner yang sering mengalami kerusakaan sehingga suku cadangnya
harus di kirim dari daerah jakarta...”. wawancara: bapak Suhartono, Direktur Operasional SDM dan Teknik PT. Trans Semarang, pada tanggal 16 Agustus
2011. Wawancara saya dengan pejabat Pemerintah Kota Semarang yaitu Ruhudi
Nurchayati, SH menyatakan bahwa : “...Hambatan yang dialami selama perjanjian dalam megelola BRT yaitu
mengenai pembayaran atau setoran. Seringkali Pihak Kedua PT Trans Semarang dalam melakukan setoran kepada Pihak Pertama
DISHUBKOMINFO kota Semarang mengalami kertelambatan, yang seharusnya disetor dalam jangka waktu 1 minggu sekali tetapi di setor oleh
pihak kedua dalam jangka waktu 2 minggu sekali...”. wawancara: ibu Ruhudini Nurchayati, SH, Staf Dokumentasi dan Publikasi Hukum pada
Bagian Hukum Setda Kota Semarang, pada tanggal 9 September 2011. Dari hasil wawancara kelima responden dan ketiga informan diatas.
Peneliti dapat menyimpulkan bahwa 5 lima orang menyatakan hambatan- hambatan yang dialami pihak DISHUBKOMINFO Dinas Perhubungan,
Komunikasi dan Informatika Kota Semarang dengan PT. Trans Semarang selama kerjasama dalam mengelola BRT lebih bersifat Teknis yaitu :
1. Sarana dan Prasarana yang dimiliki oleh pihak pengelola masih
kurang memadai seperti tidak adanya jalur khusus untuk BRT, keberadaan shelter masih minim dan lain-lain.
2. Kurangnya SDM Sumber Daya Manusia dalam pengoperasionalkan
BRT. 3.
Jumlah kendaraan yang masih minim. 4.
Miss komunikasi terputusnya komunikasi antara para pihak. 5.
Suku cadang untuk armada BRT yang begitu mahal. 6.
Serta faktor dari masyarakat yang kurang mendukung keberadaan BRT.
Sementara dari 3 orang yang telah diwawancarai bahwa hambatan- hambatan yang dialami oleh pihak DISHUBKOMINFO Dinas Perhubungan,
Komunikasi dan Informatika Kota Semarang dengan PT. Trans Semarang lebih bersifat non teknis, yaitu:
1. Regulasi yang kurang mendukung dalam mengelola BRT.
2. Biaya untuk pengelolaan yang masih kurang.
3. Adanya keterlambatan penyetoran biaya yang dilakukan oleh Pihak
Pertama dengan Pihak Kedua. Jadi dapat disimpulkan bahwa hambatan-hambatan yang terjadi
selama kedua belah pihak melakukan pengelolaan BRT lebih bersifat teknis, yang dalam hal ini dapat menggangu pelaksanaan perjanijan antara kedua
belah pihak dalam mengelola BRT.
Dapat diambil kesimpulan hasil hambatan-hambatan yang dialami pihak
DISHUBKOMINFO Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Semarang dengan pihak PT. Trans Semarang selama melakukan
kerjasama dalam mengelola BRT ,dibagi menjadi 2 yaitu : 1.
Bersifat Teknis : 1
Sarana dan Prasarana yang dimiliki oleh pihak pengelola masih kurang memadai seperti tidak adanya jalur khusus
untuk BRT, keberadaan shelter masih minim dan lain-lain. 2
Kurangnya SDM Sumber Daya Manusia dalam pengoperasionalkan BRT.
3 Jumlah kendaraan yang masih minim.
4 Miss komunikasi terputusnya komunikasi antara para
pihak. 5
Suku cadang untuk armada BRT yang begitu mahal. 6
Serta faktor dari masyarakat yang kurang mendukung keberadaan BRT.
2. Bersifat Non Teknis :
1 Regulasi yang kurang mendukung dalam mengelola BRT.
2 Biaya untuk pengelolaan yang masih kurang.
3 Adanya keterlambatan penyetoran biaya yang dilakukan
oleh Pihak Pertama dengan Pihak Kedua. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pelayanan publik yaitu:
1. Pelayanan
2. Regulasi atau aturan.
3. SDM Sumber Daya Manusia.
4. Sarana dan prasarana yang memadai.
4.1.4 Pada jangka waktu 92 hari perjanjian BRT Bus Rapid Transit antara
DISHUBKOMINFO Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Semarang dengan PT. Trans Semarang dapat efektif
dalam meningkatkan pelayanan publik dikota Semarang.
Pada perjanjian kerjasama BRT yang dilakukan oleh pihak DISHUBKOMINFO Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika
Kota Semarang dengan PT. Trans Semarang dilaksanakan selama jangka waktu 92 sembilan puluh dua hari. Dalam pelaksanaannya semua program
yang telah disepakati oleh kedua belah yang telah dituangkan pada Surat Perjanjian Pekerjaan Pemborong Kontrak Nomor : 02716.482201 harus
dijalankan secara menyeluruh oleh kedua belah pihak. Namun tidak hanya sekedar program saja, mengenai pembiayayan terkait
dengan pengelolaan BRT juga harus diperhitungan selama jangka waktu 92 sembilan puluh dua hari, Agar adanya suatu penjaminan pendanaan oleh
kedua belah pihak. Pada sistem perjanjian kerjasama BRT antara pihak DISHUBKOMINFO
Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Semarang dengan PT. Trans Semarang dilaksanakan selama jangka waktu 92 sembilan puluh
dua hari, yang telah ditentukan oleh Pemerintah Kota Semarang PEMKOT. Sehingga kedua belah pihak harus mengikuti aturan yang ada. Tetapi apakah
dengan jangka waktu tersebut akan efektif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat kota semarang.
Dari uraian diatas peneliti melakukan wawancara kepada beberapa responden yang dianggap perlu dalam permasalahan ini. Antara lain :
Wawancara saya dengan saudari Dilla Andriani menyatakan bahwa: “...Sistem perjanjian yang dilakukan selam 92 sembilan dua puluh hari
tidaklah efektif, sebab masa yang telalu pendek sehingga tidak dapat menyelesaikan programnya dengan baik, kemudian pihak yang sedang
bekerjasama tidak dapat menunjukan jati diri perusahaan serta menghabiskan banyak biaya... ”. wawancara: Dilla Andriani, penumpang BRT, pada
tanggal 13 Agustus 2011. Wawancara saya dengan saudari Wiwik Setianingsih menyatakan bahwa:
“...Pada jangka waktu perjanjian 92 hari untuk mengelola BRT tidak sangat efektif. Karena dengan jangka waktu tersebut, terlalu singkat untuk
mengelolah BRT. Sehingga dikhawatirkan akan terburu-buru dalam menjalankan program, disebabkan waktu yang terlalu singkat. Seharusnya
sistem perjanjian kerjasama dalam pengelola BRT dilakukan selama 4 sampai 5 tahun...”. wawancara: Wiwik Setianingsih, penumpang BRT, pada
tanggal 13 Agustus 2011. Wawancara saya dengan saudari Septi menyatakan bahwa:
“Menurut saya efektif dengan sistem perjanjian 92 sembilan puluh dua hari. Karena dengan jangak waktu tersebut, kedua belah pihak dituntut agar
sungguh-sungguh dalam mengelola BRT dengan cara menyelesaikan semua program yang ada serta dituntut agar lebih profesional dalam pengelola BRT.
Kemudian saya lihat dari bentuk kinerjanya cukup bagus seperti pelayanan di shelter, operasional armada BRT dan kenyamanan didalam kendaraan BRT
Sehingga dapat meningkatkan pelayanan publik dikota Semarang”. wawancara: Septi, penumpang BRT, pada tanggal 13 Agustus 2011.
Wawancara saya dengan saudara Aris Purwoko terkait mengenai jangka waktu 92 hari apakah efektif dalam meningkatkan pelayanan publik di Kota
Semarang, menyatakan bahwa: “Saya kurang setuju, dengan perjanjian tersebut dapat meningkatkan
pelayanan publik dikota Semarang. Karena terlalu singkat, presiden saja dalam menjalankan programnya dibutuhkan 100 hari”. wawancara: Aris
Purwoko, penumpang BRT, pada tanggal 13 Agustus 2011. Wawancara saya dengan saudara Deni menyatakan bahwa:
“...Tidak efektif, karena terlalu singkat untuk menyelesaikan semua program yang ada. Dan belum bisa menunjukan kelebihan pihak
pengelola...”. wawancara: Deni, penumpang BRT, pada tanggal 13 Agustus 2011.
Sementara ditempat dan waktu yang berbeda, peneliti melakukan wawancara dengan 3 informan yang berkaitan dengan masalah ini, antara
lain :
Wawancara saya dengan pejabat DISHUBKOMINFO Kota Semarang selaku Kepala BLU UPTD Terminal Mangkang yaitu bapak Joko Umboro
Jati menyatakan bahwa: “... dengan jangka waktu 92 hari menurut saya kurang efektif dalam
mengelola BRT dan menjalankan semua program yang ada, tetapi kita juga harus melihat pada anggaran yang ada. kemudian mengenai anggaran dalam
mengelola BRT berpatokan dengan APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan Perpres Nomor 80 Tahun 2003 dan Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, yang mana dengan anggaran pengelolaan BRT yang begitu minim,
menyebabkan kita melakukan kerjasama begitu singkat yaitu 92 hari. Dikhawatirkan apabila dana yang begitu minim tetapi sistem perjanjian
dilaksanakan dengan jangka waktu yang panjang, maka akan menimbulkan defisit anggaran bahkan pada pengoperasionalan BRT yang stagna. Untuk itu
saya harapkan perjanjian pengelolaan BRT diadakan dengan jangka waktu sekitar 5 lima tahun agar ada penjaminan biaya pada pengelolaan BRT. ...”.
wawancara: Joko Umboro Jati, Kepala BLU UPTD Terminal Mangkang, pada tanggal 15 Agustus 2011.
Wawancara saya dengan pejabat PT. Trans Semarang yaitu bapak Suhartono menyatakan bahwa:
“...Untuk saat ini saya nilai kurang efektif, karena dengan jangka waktu 92 hari terlalu singkat untuk menyelesaikan seluruh program. Dalam hal ini
juga kami ingin memberikan hal yang terbaik untuk mengelola BRT tetapi
waktunya begitu singkat...”. wawancara: bapak Suhartono, Direktur Operasional SDM dan Teknik PT. Trans Semarang, pada tanggal 16 Agustus
2011. Wawancara saya dengan pejabat Pemerintah Kota Semarang yaitu ibu
Ruhudini Nurchayati menyatakan bahwa: “...Pada penentuan jangka waktu perjanjian harus disesuaikan dengan
anggaran yang ada sehingga sejalan dengan program yang akan dicanangkan. Dalam hal ini juga Kementerian Perhubungan memberikan dana batuan
kepada pengadaan BRT. Kemudian dari segi pengoperasionalan, masih harus membutuhkan kerjasamanya dengan pihak lain sehingga dalam pelaksanaan
dilapangan bisa berjalan dengan baik...”. wawancara: Ruhudini Nurchayati SH, Staf Dokumentasi dan Publikasi Hukum pada Bagian Hukum Setda Kota
Semarang. Dari hasil wawancara dengan 5 lima responden dan 3 tiga orang
informan, bahwa 2 orang yang menyatakan efektif dengan sistem jangka waktu perjanjian tersebut, dengan alasan: Supaya kedua belah pihak dituntut
agar sungguh-sungguh dalam mengelola BRT dengan cara menyelesaikan semua program yang ada dalam jangka waktu yang 92 hari dan dilihat dari
bentuk kinerjanya sudah cukup bagus serta dituntut agar lebih profesional dalam pengelola BRT. Kemudian mengenai anggaran, Pemerintah Kota
Semarang sudah menyesuaikan anggaran tersebut dengan APBD Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah yang ada. Yang nantinya anggaran untuk mengelola BRT tidak terbuang sia-sia.
Sedangkan 6 orang yang menyatakan bahwa jangka waktu perjanjian selama 92 hari tidak efektif. Alassanya : Dengan jangka waktu perjanjian
yang dilakukan selam 92 hari terlalu singkat untuk bisa meyelesaikan semua program yang ada dan para pihak dikwatirkan terburu-buru dalam
menyelesaikan semua program. Lalu mengenai dana pengelola untuk BRT masih kurang untuk memenuhi sarana dan prasarana BRT yang
menyebabkan pelayanan yang kurang baik. Dalam melakukan penelitian ini, dapat diambil hasil pada jangka waktu
92 hari perjanjian BRT bus rapid transit antara DISHUBKOMINFO Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Semarang dengan PT.
Trans Semarang dapat efektif dalam meningkatkan pelayanan publik dikota Semarang. adalah:
1. Dapat dikatakan efekif, apabila adanya regulasi yang mengatur
sistem jangka waktu perjanjian lebih dari 92 hari, sehingga mempunyai sistem yang berkesinambungan yang nantinya ada
suatu penjaminan pendanaan dan penyelesaikan program pengelolaan BRT dengan baik guna meningkatkan sarana,
prasarana dan pengoperasionalan BRT yang dapat menarik minat masyarakat untuk menggunakan armada BRT.
2. Dapat dikatakan efektif, apabila pihak pengelola menjalankan
seluruh program dengan maksimal.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pemeliharaan dan Perawatan Armada BRT Bus Rapid Transit yang
Dikelola Oleh Kedua Belah Pihak Dapat Meningkatkan Pelayanan Publik di Kota Semarang.
Dalam pengusahaan bidang trasnportasi dan alat angkutan umum, selain tersedianya kendaraan sebagai sarana angkutan, pengemudi dan
sistem pemeliharaan kendaraan memliki peran yang cukup penting. Pengemudi sebagi operator kendaraan memiliki fungsi yang cukup vital
dalam menjalankan kendaraan dengan baik, benar, aman dan selamat. Sementara perawatan memberikan jaminan dalam kelayakan dan syarat
operasi kendaraan dalam menjamin keselamatan dan kenyamanan selama operasi.
Pada pengoperasian kendaraan angkutan umum terutama bus kota, masih ada ditemukan pengoperasian, perawatan dan pengemudi kendaraan
yang salah. Beberapa kesalahan dalam perawatan diantaranya pekerjaan pemeliharaan hanya menunggu adanya kerusakaan. Sehingga kondisi
kendaraan semakin parah, sementara penyediaan suku cadang yang semakin langkah atau mahal, meyebabkan minimnya perawatan dan
pemeliharaan yang dilakukan oleh pemilik operator. Dengan penampilan yang sedemikian buruk menyebabkan kurang minatnya masyarakat dalam
menggunakan angkutan umum sebagai sarana trasportasi, sehingga kurangnya pendapatan bagi operator angkutan umum. Sementara
pengemudi yang salah adalah kecepatan dan rpm rit bus meter yang berlebihan, pengereman mendadak dan lain-lain. Beberapa akibat yang
dapat timbul adalah kerusakan pada unit kendaraan tersebut bahkan pemborosan baik biaya perawatan dan bahan bakar.
Sedangkan pada pemeliharaan dan perawatan armada BRT mempunyai metode yang baik dalam memeliharan dan merawat armada
BRT sehingga dengan adanya suatu metode yang terstuktur dan berkala dapat menjaga kondisi kendaraan agar layak untuk digunakan, yang
nantinya masyarakat akan menikmati dalam menggunakan armada BRT. Pemeliharaan dan perawatan armada BRT merupakan salah satu
dari ruang lingkup pekerjaan yang telah dituangkan dalam produk perjanjian BRT kontak antara DISHUBKOMINFO Kota Semarang
dengan PT Trans Semarang. yang mana dari hal tersebut menjadikan pedoman untuk pengoperasionalkan armada BRT.
Dalam Surat Perjanjian Pekerjaan Pemborong Kontrak Nomor: 02716.4822010. Pada tanggal 30 September 2010, telah disebutkan pada
Pasal 2 ayat 1 dan 2, berbunyi : 1.
Pihak pertama memberikan tugas kepada pihak kedua dan pihak kedua menerima tugas tersebut yaitu dengan ruang
lingkup kegiataan meliputi pelaksanaan operasionalisasi dan pemeliharaan angkutan perkota Trans Semarang di wilayah
kota Semarang dan sekitarnya.
2. Pelaksanaan operasionalisasi sebagaimana yang dimaksud
dengan ayat 1 harus sesuai dengan : 1
Standar operasi pelayanan dan pengoperasian Bus.
2 Standar Pramudi.
3 Standar Pemeliharaan dan Perawatan.
4 Standar Prosedur Administrasi.
Dari produk perjanjian tersebutlah, kedua belah pihak sebagai pihak pengelola harus menjalankan tugas sesuai dengan perjanjian. Salah
satunya adalah standar pemeliharaan dan perawatan armada BRT. Dengan pemeliharaan dan perawatan aramada BRT dapat menarik masyarakat
untuk menggunakan armada BRT sehingga dapat meningkatkan pelayanan publik di kota Semarang.
Sementara dalam pedoman pelaksanaan teknis perawatan dan pemeliharaan armada BRT telah dijelaskan
1. Persyaratan umum
Perawatan kendaraan memegang peranan penting terutama dalam menjamin kelayakan operasi kendaraan serta keamanan dan
kenyamanan dalam pengendaraan sehingga menjamin keselamatan pengemudi, penumpang, pengguna jalan lain dan sekitarnya.
Perlunya perawatan pada kendaraan didasarkan pada : 1
Setiap peralatan atau kendaraan yang digunakan akan berkurang daya gunanya dari hari ke hari.
2 Penurunan daya guna ini umumnya disebabkan oleh
gesekan-gesekan yang menyebabkan suku cadang menjadi haus .
3 Haus bisa terjadi disebabkan oleh gesekan yang terjadi
antara satu benda padat dengan benda padat lainnya, benda padat dengan benda cair atau gas.
4 Penurunan daya guna ini harus dikontrol dengan
pemeriksaan secara berkala, agar dapat diketahui apakah suku cadang yang haus tersebut dapat diganti dengan yang
baru atau tidak. Sehingga dalam pekerjaan perawatan disyaratkan beberapa hal
diantaranya : 1
Tempat kerja meliputi pool dan bengkel perawatan.di tempat ini seluruh armada BRT dilakukan perawatan untuk
dilihat kondisi seluruh tubuh pada armada BRT. 2
Perlengkapan kerja meliputi semua peralatan yang digunakan dalam pekerjaan perawatan baik peralatan
umum maupun peralatan khusus. 3
Jumlah tenaga kerja meliputi mekanik, staff dan manajemen yang dimiliki rasio ketercukupan terhadap jumlah
kendaraan. 4
Sistem manajemen dan penjadwalan pekerjaan. Sistem ini yang mengatur tentang pelaksanaan pengoperasian kerja.
2. Ruang Lingkup Pekerjaan.
1 Perkerjaan perawatan dan perbaikan umum termasuk
pelunasan dan inspeksi harian.
2 Pekerjaan tune-up.
3 Pekerjaan service besar overhaul.
4 Pekerjaan pelumasan.
5 Pekerjaan auto bady repair.
6 Pekerjaan pencucian kendaraan.
3. Peralatan dan Bahan.
1 Peralatan perawatan dan perbaikan umum.
2 Peralatan tune-up.
3 Perlatan service besar overhaul.
4 Peralatan pelumasan.
5 Peralatan air service.
6 Peralatan perbaikan auto body.
7 Peralatan diagnosa kerusakaan.
8 Peralatan cuci kendaraan.
9 Peralataan khusus SST
4. Standar perawatan dan pergantian suku cadang spare part
angkutan bus trans metro Semarang.
4.1 Tabel standar perawatan dan pergantian suku cadang spare part
angkutan bus trans metro Semarang
Uraian Standarkm Ganti
Jumlah Sekali Ganti
Satuan
1. Service Kecil
- Oli Mesin
2. Service Besar
5.000 19
Liter
- Oli mesin
- Oli Gardan
- Oli Tranmisis
- Pelumas dan Gemuk
- Filter Oli
- Filter Solar
- Minyak Rem
- Filter Udara
3. Ban
- Ukuran 1000 + 16
4. Pergantian dan Perawatan
Oli -
Pelumas dan Perseling -
Pelumas dan Gardan -
Pelumas dan stir -
Pelumas kopling -
Pelumas rem -
Gemuk -
Kampas rem -
Clutch disc -
Clucth discover -
Van belt
5. Perwatan AC
- Freon
- Receiver
- Drier
- Oli compresor
- Magnetic clutch
- Expation falf
20.000 20.000
20.000 20.000
20.000 20.000
20.000 20.000
21.000
20.000 20.000
35.000 35.000
35.000 22.000
22.000 30.000
60.000 15.000
3.000 3.000
3.000 3.000
20.000 20
6 6
1 1
1 1,5
1
6
1
1 Liter
Liter Liter
Kg Pcs
Pcs Liter
Pcs
Paket
Paket
Paket
- Van belt comp
- Brush blower water
- Amateur + BB
- Brush van con
- Amatuer BC
- Altermator
- Accu
- Klaher fully
40.000 40.000
3.000 20.000
3.000 20.000
80.000 80.000
3.000 Sumber : Pedoman Teknis Surat Perjanjian Pemborong Kontrak Nomor:
02716.4822010. 5.
Persyaratan Teknis 1
Kebersihan dan keterampilan tempat kerja dan ruang mekanik.
2 Seragam dan penampilan.
3 Ketrampilan mekanik dan job diskripsi staff.
4 Administrasi keuangan, suku cadang dan service.
5 Peralatan kerja tool and equipment.
6 Alat bantu pekerjaan.
7 Lay outing bengkel.
Terbukti pada hasil penelitian dilapangan bahwa pemeliharaan dan perawatan pada armada BRT dilakukan secara berkala dan rutin, dapat
dilihat pada ketentuan berikut :
1. Pemeliharaan dan perawatan service berskala kecil, artinya kita
melakukan service kepada armada BRT dengan ukuran 3.000- 4.000 kmrit.
2. Pemeliharaan dan perawatan service berskala besar, artinya kita
melakukan service terhadap kendaraan BRT dengan ukuran 8.000 kmrit.
Lalu pada setiap hari armada BRT pada jam 7-9 malam dilakukan pengecekan untuk setiap armada BRT, yang nantinya dinilai oleh pihak
pengelola apakah aramada BRT siap untuk beroperasi besok hari. Pada penjelasan diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa antara
hasil penelitian dengan teori dari produk perjanjian Surat Perjanjian Pekerjaan Pemborong Kontrak Nomor: 02716.4822010 Pasal 2 ayat 1
dan 2, berbunyi adalah sesuai, karena dalam pemeliharaan dan perawatan armada BRT harus mempunyai sistem perawatan dan
pemeliharaan yang berkala dan rutin sehingga armada BRT layak untuk digunakan, dari kelayakan itulah yang membuat kenyaman bagi para
penumpang sehingga masyarakat nyaman dalam menggunakan armada BRT Bus Rapid Transit.
Kemudian mengenai pendanaan untuk perawatan armada BRT telah dipisahkan secara khusus. Pengadaan armada BRT merupakan
program dari pemerintah kota semarang dan Kementerian Perhubungan yang terbentuk menjadi Badan Usaha Milik Daerah BUMD. Pada
pendanaan pengelolaan ini gabungan antara DISHUBKOMINFO Dinas
Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Semarang selaku Badan usaha milik daerah BUMD dengan PT. Trans Semarang selaku Badan
Usaha Milik Swasta BUMS, dalam pendanaanya dibagi 60 Pihak Pertama - 40 Pihak Kedua.
“Badan usaha milik daerah BUMD adalah perusahaan milik pemerintah daerah yang didirikan dengan Peraturan Daerah berdasarkan
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1962 dengan modal seluruh atau sebagian merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan”. http:blog.re.or.idbadan-
usaha-milik-negara-dan-badan-usaha-milik-daerah.htm jam 12.30 WIB Tgl 4 Agustus 2011.
Disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Pasal 26
berbunyi : 1.
Belanja daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau
kabupatenkota yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-
undangan.
2. Belanja penyelenggaraan urusan wajib sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya
memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasititas
sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan social.
3. Peningkatan kualitas kehidupan masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat 2 diwujudkan melalui prestasi kerja dalam pencapaian standar pelayanan minimal berdasarkan
urusan wajib pemerintahan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dari uraian di atas jelas bahwa mengenai pendanaan untuk pemeliharaan dan perawatan armada BRT sudah diatur dalam ketentuan
yang ada. Sehingga dana alokasi untuk pengelolaan khususnya pemeliharaan dan perawatan sudah dipisahkan secara tersendiri.
Namun dari hasil penelitian dilapangan, bahwa dana yang diperlukan untuk pemeliharaan dan perawatan masih kurang. Karena untuk
saat ini harga suku cadang spare part sangat mahal. Sehingga harus adanya penambahan untuk dana pemeliharaan dan perawatan armada
BRT. Jadi peneliti dapat disimpulkan bahwa antara teori pedoman
pelaksanan teknis dengan hasil penelitian kurang sesuai. Sehingga cara mengatasi permasalahan pendanaan ialah adanya tambahan dana
pemerintah kota dalam pengelola BRT khususnya pemeliharaan armada BRT atau adanya pengalihaan dari sektor pelayanan, admistrasi, pramudi
yang dananya berlebihan kemudian disubsidikan ke sektor pemeliharaan dan perawatan.
Sementara itu pihak pengelola mempunyai tujuan dari program perawatan dan pemeliharaan diantaranya :
1. Menjamin kesiapan, ketangguhan dan keamanan secara ekonomis.
2. Kesiapan artinya peralatan dan komponen sistem yang tersedia
sanggup untuk memenuhi tugas-tugasnya sesuai dengan ketentuan. 3.
Keamanan artinya suatu peralatan tidak membahayakan pemakainya, maupun kendaraan lain yang ada di sekelilinnya.
Dari pembahasan diatas, ada solusi lain yang dikemukakan oleh penulis terkait pemeliharahaan dan perawatan armada BRT bus rapid
transit yang dikelola oleh kedua belah pihak dalam meningkatkan pelayanan publik di kota Semarang.
Pada pemeliharaan dan perawatan armada BRT itu dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu
1. Faktor Teknis
1 Adanya service perbaikan berkala dan rutin kepada
armada BRT sesuai dengan umur ekonomis kendaraan. 2
Adanya peralatan yang memadai untuk melakukan pemeliharaan dan perawatan kendaraan.
3 Dibutuhkanya Sumber Daya Manusia SDM yang handal
dan berkompeten dalam pemeliharaan dan perawatan armada BRT.
4 Dibuatnya fasilitas yang mendukung seperti bengkel yang
khusus untuk menangani perawatan kendaraan. 2.
Faktor Non teknis 1
Dibutuhkanya masalah pendanaan yang sesuai dengan kebutuhaan.
2 Dibuatnya jadwal pemeliharaan dan perawatan armada
BRT yang sistematis. 3
Koordinasi antara pihak DISHUBKOMINFO Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Semarang
dengan PT. Trans Semarang terkait pemeliharaan dan perawatan armada BRT.
Jadi dari faktor-faktor diatas, sangat mempengaruhi terciptanya pemeliharan dan perawatan armada BRT. Dengan memaksimalkan dan
memperhatihkan faktor-faktor tersebut, pemeliharaan dan perawatan armada BRT yang dikelola oleh kedua belah pihak dapat meningkatkan
jumlah penumpang BRT untuk menggunakan kendaraan ini, sehingga dapat meningkatkan pelayanan publik dikota semarang.
4.2.2 Hambatan-hambatan yang dialami pihak DISHUBKOMINFO Dinas
Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Semarang dengan pihak PT. Trans Semarang selama melakukan kerjasama dalam
mengelola BRT Bus Rapid Transit.
Didalam pelaksanakan suatu perjanjian, para pihak sering kali mendapatkan kesulitan dan hambatan-hambatan yang dialaminya.
Sehingga hambatan-hambatan tersebut dapat menganggu pelaksanaannya suatu perjanjian antara para pihak, dan bahkan yang sangat fatal ialah para
pihak membatalkan suatu perjanjiannya tersebut. Hambatan-hambatan ini, terkadang didalam pelaksanaanya tidak
terduga oleh kedua belah pihak. Dari hasil penelitian, peneliti dapat menjabarkan
hambatan-hambatan yang dialami pihak DISHUBKOMINFO Kota semarang dengan pihak PT. Trans Semarang
selama melakukan kerjasama dalam mengelola BRT adalah :
1. Hambatan yang bersifat teknis. Dalam arti masih kurangnya
fasilitas, sarana dan prasarana yang memadai guna mendukung kelancaraan program pengelolaan BRT. Seperti dibuatnya jalur
khusus untuk armada BRT sehingga tidak menghambat lajunya armda BRT, dibuatnya jembatan penyeberangan guna
menghubungan shelter yang satu ke shelter yang lain, dibuatnya koridor baru di beberapa tempat dikota semarang dan lain-lainya.
2. Jumlah kendaraan yang sangat minim. Dalam artian jumlah
kendaraan BRT harus di tambah, karena kebutuhan masyarakat kota Semarang akan transportasi sangat meningkat dan juga
sebagai pembelajaran bagi masyarakat untuk menerapkan sistem angkutan yang displin, aman serta mengurangi kemacetan.
3. Pendanaan. Pada anggaran yang dialokasi untuk pengelolaan
armada BRT harus ditambah. 4.
Sumber Daya Manusia SDM. Pada tenaga kerja atau karyawan yang bekerja di pihak pengelolaan harus ditambah dan dalam
perekrutanya harus orang-orang yang berkompeten dibidangnya. Seperti pada bagian mekanik yang khusus menangani alat angkutan
umum, sopir yang berpengalaman yang nantinya dalam pengoperaian BRT tidak ugal-ugalan sehingga dapat membuat rasa
aman bagi penumpang. 5.
Miss comunication salah pengertian. Sering terjadinya kesalah pahaman antara pihak pengelola yaitu DISHUBKOMINFO
Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Semarang dengan pihak operator yaitu PT Trans Semarang.
6. Regulasi. Dalam artian suatu aturan yang dibentuk harus
mendukung pelaksanaanya untuk pengelolaan BRT sehingga dapat memberikan pelayanan yang baik bagi masyarakat kota Semarang.
7. Keadaan memaksa force majure. Ialah suatu tindakan atau
peristiwa yang menghambat atau menghalangi para pihak untuk melakukan kewajibannya, dimana tindakan atau peristiwa tersebut
diluar kekuasaan dan bukan kesalahan para pihak, serta para pihak tidak dapat menghindarinya atau mengatasi tindakan tersebut.
Adapun hambatan-hambatan dan kesulitan yang terjadi dikarenakan bukan kelalaian para pihak dan kesalahan teknis dilapangan. Tetapi
dikarenakan oleh keadaan memaksa force majure. Dalam Surat Perjanjian Pekerjaan Pemborong Kontrak Nomor : 02716.4822010, pada tanggal 30
September 2010. Disebutkan pada Pasal 10 yang berbunyi : 1.
Peristiwa force majure adalah tindakan atau peristiwa yang menghambat atau menghalangi para pihak untuk melaksanakan
kewajibanya, dimana tindakan atau peristiwa tersebut diluar kekuasaan dan bukan kesalahan para pihak, serta para pihak
tidak dapat menghindari atau mengatasi tindakan tersebut atau peristiwa tersebut yang dinyatakan sebagai force majure,
meliputi: 1
Bencana alam antara lain gempa bumi, banjir, tanah longsor, taufan, letusan gunung berapi serta tsunami.
2 Hukum atau peraturan regulasi yang dibuat oleh pemerintah,
putusan badan peradilan atau tindakan atau bertindaknya pemerintah yang secara langsung mempengaruhi pelaksanaan
perjanjian ini.
3 Perang baik yang diumumkan maupun tidak atau tindakan
atau keadaan serta kondisi yang timbul dari atau yang
disebabkan karena perang baik yang diumumkan maupun tidak.
4 Kerusuhan, sabotase, huru-hara, pemberontak, demonstasi
yang disertai kekerasan. 5
Ledakan karena pengeboman. 2.
Pihak tidak dapat melaksanakan kewajibanya dikarenakan adanya force majure sebagaimana dimaksud ayat 1 harus
menyampaikan kepada pihak lainnya secara tertulis selambat- lambatnya 3 tiga hari setelah terjadinya force majure, dan
memberitahukan perkiraan lamanya.
3. Pelaksanaan satu pihak yang terkena force majure akan
ditenggung sepanjang untuk jangka waktu pelaksanaan kewajibaan selama kewajiban tersebut terhambat karena
peristiwa force majure.
4. Tanpa mengesampingkan sebagaimana yang telah dimaksud
pada ayat 1 tidak ada pihak yang dapat menuntut keuntungan dari peristiwa force majure ini apabila peristiwa force majure
terjadi sebagai akibat langsung dari tindakan, tidak bertindak atau kelalaian pihak tertentu.
5. Pihak yang terkena peristiwa force majure wajib melakukan
usaha terbaiknya dengan bekerjasama dengan pihak lainnya untuk segera mungkin melanjutkan kembali pelaksanaan dari
kewajiban pihak yang terkena peristiwa force majure.
Sedangkan apabila terjadi perselisihan dan hambatan yang ada dalam pengelola BRT sudah diatur penyelesaianya pada Surat Perjanjian
Pekerjaan Pemborong Kontrak Nomor : 02716.4822010. Pada Pasal 15 yang berbunyi :
1. Apabila terjadi perselisihan dalam melaksanakan pekerjaan ini
pihak pertama dan pihak kedua akan menyelesaikan secara musyawarah.
2. Jika perselisihan tidak dapat diselesaikan secara musyawarah,
kedua belah pihak akan menyelesaikan didepan Badan Arbitrase Nasional Indonesia BANI.
3. Para pihak setuju untuk turut serta dalam merundingan atau
arbitrase yang dilaksanakan dengan itikad baik dan semangat kerjasama dengan tujuan untuk meneyelesaikan seluruh
perselisihan atau sengketa dengan cepat dan adil.
Sementara pada Pasal 16 ayat 5 pada Surat Perjanjian Pekerjaan Pemborong Kontrak Nomor: 02716.4822010 yang berbunyi:
“Segala sesuatu yang belum diatur dalam Surat Perjanjian ini dan dipandang perlu oleh kedua belah pihak akan diatur dalam addendum serta
merupakan bagian yang mengikat dalam kontrak”. Jadi dari hambatan-hambatan dan perselisihan yang dialami oleh pihak
DISHUBKOMINFO Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Semarang dengan PT. Trans Semarang selama melakukan kerjasama
dalam megelola BRT dapat diselesaikan denga cara musyawarah dan mufakat sesuai dengan isi dari perjanjian tersebut.
4.2.3 Pada jangka waktu 92 hari perjanjian BRT antara
DISHUBKOMINFO Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Semarang dengan PT. Trans Semarang dapat
efektif dalam meningkatkan pelayanan publik dikota Semarang.
Perjanjian BRT Bus Rapid Transit merupakan suatu bentuk kesepakatan antara DISHUBKOMINFO Dinas Perhubungan, Komunikasi
dan Informatika Kota Semarang dengan PT. Trans Semarang yang kegiataanya khusus untuk mengelola BRT dan mempunyai sistem jangka
waktunya 92 hari, yang nantinya dapat memberikan pelayanan jasa dibidang angkutan umum. Menurut Pasal 1313 KUHPerdata “Perjanjian
adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”.
Sedangkan Menurut Subekti 2001: 01. Perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seseorang
berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling
berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dengan adanya hubungan antara dua orang tersebut menimbulkan adanya suatu
perikatan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang di ucapkan atau ditulis
Pada perjanjian BRT ini, dalam kegiataannya lebih mengarah kepada penjualan jasa, dengan mengunakan alat transpotasi umum BRT
dapat mendapatkan keuntungan. Tetapi dalam prinsip diadakannya BRT lebih mengedepankan pelayanan jasa. Karena diselenggarakanya BRT
merupakan program dari Pemerintah Kota Semarang untuk memberikan pelayanan jasa dibidang trasportasi darat yang terpadu dan sistematis, yang
bertujuan untuk mengurangi kemacetan di kota Semarang Jadi dapat disimpulkan bahwa jenis perjanjian BRT sesuai dengan
teori Subekti, 1995:5 yaitu Perjanjian untuk melakukan pekerjaan antara lain perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu, perjanjian kerja dan
pemborongan kerja. Jadi perjanjian antar DISHUBKOMINFO Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Semarang dengan PT.
Trans Semarang berbentuk perjanjian jasaa dan kerja. Sementara itu, Pada sistem perjanjian kerjasama BRT antara pihak
DISHUBKOMINFO Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Semarang dengan PT. Trans Semarang dilaksanakan selama jangka
waktu 92 sembilan puluh dua hari, yang telah ditentukan oleh Pemerintah Kota Semarang PEMKOT. Sehingga kedua belah pihak
hanya menjalankan aturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota Semarang PEMKOT. Tetapi apakah dengan jangka waktu tersebut akan
efektif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat kota Semarang.
Menurut Pasal 5 pada Surat Perjanjian Pejanjian Pemborong kontrak Nomor : 02716.4822010. Berbunyi :
1. Kontrak ini berlaku sejak tanggal ditandatangani oleh kedua
belah pihak sampai selesainya pelaksanaan pekerjaan barang atau serah terima barang.
2. Seluruh pekerjaan tersebut dalam Pasal 3 Kontrak ini harus
sudah dilaksanakan oleh pihak kedua dan diterima oleh pihak pertama dalam jangka waktu pelaksanaan 92 sembilan puluh
dua hari kalender terhitung dari tanggal 1 Oktober sampai dengan 31 Desember 2010 atau sampai dengan pekerjaan
dinyatakan selesai setelah penyerahan serah terima pekerjaan.
3. Apabila pihak kedua, gagal dan terlambat dalam
melaksanakan pekerjaan dimaksud dalam ayat 2 diatas maka pihak pertama berhak sepenuhnya membatalkan
pengadaan tersebut, tanpa ada lagi pihak kedua untuk menyatakan keberatan atas pelaksanaan atau biaya yang
dikeluarkan.
Dalam pembentukan sistem perjanjian kerjasama BRT, berpatokan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD. Sehingga
antara Kerja Pemerintah Daerah KPD harus sejalan dengan Kebijakan Umum APBD KUA. Kemudian BRT merupakan program dari kerja
Pemerintah Daerah Kota Semarang, yang mana dalam pengelolaan dan pengoperasionalan BRT harus diukur dari pendanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah APBD sehingga program tersebut dapat berjalan dengan baik.
Menurut Warsito kawedar, dkk 2088: 153 : Sebagai bagian dari kebijakan, Pemerintah Daerah menyampaikan
rancangan kebijakan umum APBD KUA tahun anggaran yang sesuai dengan Rencanan Kerja Pemerintah Daerah RKPD kepada
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD, rancangan KUA selanjutnya dibahas dan disepakati bersama oleh pemerintah
Daerah dan DPRD sebagai landasan penyusunan RAPBD.
Berdasarkan Permendagri No. 26 Tahun 2006 tentang penyusunan APBD agar memperhatikan prinsip Efektif dan Efesien Anggaran yaitu
dana yang tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang
maksimal guna kepentingan masyarakat. Oleh karena itu, untuk dapat mengendalikan tingkat efesiensi dan efektifitas anggaran, maka dalam
perencanaan anggaran perlu diperhatihkan a penetapan secara jelas tujuan dan sasaran, hasil dan manfaat serta indikator kinerja yang ingin
dicapai; b penetapan prioritas kegiatan dan perhitungan beban kerja, serta penetapan harga satuan yang rasional.
Namun dengan sistem perjanjian BRT dilaksanakan selama 92 hari apakah produk perjanjian tersenut dinilai efektif dalam pengelola BRT
dan dapat menjalankan semua program yang ada. Menurut Warsito Kawedar, dkk 2088: 153 : “Efektifitas adalah tingkat pencapaian suatu
hasil program dengan target yang ditetapkan”. Sementara menurut Donald black dalam bukunya Amirudin dan Zaenal A
2006: 137 : Efektifitas hukum merupakan perbandingan antara realitas hukum
dengan ideal hukum. Ideal hukum adalah kaidah hukum yang dirumuskan dalam undang-undang, aturan serta keputusan hakim
law in book. sedangkan realitas hukum artinya orang seharusnya bertingkah laku atau bersikap menurut tata kaidah hukum, atau
dengan kata lain, realitas hukum adalah tindakan law in action.
Jadi efektifitas perjanjian ialah suatu tingkatan pencapaian suatu hasil program dengan target yang ditetapkan sesuai dengan perjanjian.
Pada hasil penelitian, pihak pengelola menargetkan jumlah penumpang dengan per tiap bulanya mendapatkan prosentase 50 - 70 agar
dikatakan efektif pada produk perjanjian. Adapun kriteria dari penulis terkait tentang keefektifitasan dari produk perjanjian, dapat dilihat dari
jumlah penumpang yang di prosentasikan, sebagai berikut: 1.
0 - 30 = Tidak efektif 2.
30 - 60 = Kurang efektif 3.
60 - 100 = efektif Dilihat dari jumlah penumpang per bulanya yang sudah di prosentasekan.
4.2 Tabel Databese Factor BRT Bus Rapid Transit Trans Semarang Bulan Oktober 2010 – Desember 2010.
No Bulan
Hari Jml
Armd Rit
Bus Km Tempuh Kapasitas Jumlah
Load Bulan
SO Per
Hari Per
Rit Pnp
Factor 87x5x4x3
1 2
3 4
5 6
7 8
9
1 Oktober
2010 31
20 10
30 83
123,165 23.93
2 Nopember
2010 30
20 10
30 83
119,738 24.04
3 Desember
2010 31
20 10
30 83
126,423 24.57
1.
= ,
,
2.
= ,
,
3.
= ,
,
Jadi dapat disimpulkan bahwa jumlah penumpang pada bulan Oktober, November serta Desember mendapatkan prosentases 0 - 30 .
maka produk perjanjian yang dilaksanakan selama 92 hari tidak efektif. Dari hasil perhitungan diatas dinyatakan bahwa perjanjian
kerjasama BRT Bus Rapid Transit antara DISHUBKOMINFO Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Semarang dengan PT.
Trans Semarang tidak efektif. Hal itu dikarenakan adanya faktor-faktor yang menyebabkan perjanjian tersebut tidak efektif, antara lain:
1. Dengan sistem jangka waktu 92 hari yang terlalu singkat
menyebabkan dalam meyelesaikan program perjanjian yang ada tidak dapat dikerjakan secara maksimal. Bahkan terkesan teburu-
buru. 2.
Dengan sistem jangka waktu 92 hari, adanya suatu keperubahaan sistem pengelolaan pada armada BRT. Apabila kedua belah yaitu
DISHUBKOMINFO Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Semarang dengan PT. Trans Semarang tidak lagi
melakukan kerja sama, yang belum tentu dalam pengelolaan BRT kedepan sesuai dengan sistem pengelolaan BRT yang baik. Seperti
pada pemeliharaan dan perawatan kendaraan yang sebelumnya dalam perbaikan dan service kendaraan cocok untuk armada BRT,
tetapi pada perawatan kendaraan BRT yang akan datang malah merusak kendaraan BRT.
3. Bersifat boros, jadi dengan sistem perjanjian BRT yang terlalu
singkat maka dalam proses untuk dilakukan perjanjian kerjasama BRT diperlukan 4 tahap yaitu pelelangan, pengumuman pemenang
lelang, penetapan pemenang lelang serta verifikasi. Dari ke 4 tahap tersebut akan memakan biaya yang cukup besar sehingga bersifat
boros. 4.
Kurangnya biaya untuk mengelola BRT. Sehingga untuk membiayai pengoperasionalan seluruh hal yang menyangkut
tentang BRT Bus Rapid Transit sedikit mengalami hambatan. Jadi dapat diambil kesimpulan dari hasil penelitian dengan
disesuaikan pada teori yang ada bahwa sistem perjanjian BRT antara DISHUBKOMINFO Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika
Kota Semarang dengan PT. Trans Semarang selama jangka waktu 92 sembilan puluh dua hari dinyatakan tidak efektif, sehingga dalam
meningkatkan pelayanan publik di Kota Semarang masih kurang. Adapun solusi lain yang dikemukakan oleh peneliti terhadap
pembahasan ini, yaitu : 1.
Mengenai regulasi. Adanya penentuan kebijakaan sistem perjanjian BRT dilakukan lebih dari 92 sembilan puluh dua hari. yaitu
idealnya 5 sampai 7 tahun. Sehingga dalam pengelolaan BRT mempunyai sistem yang berkesinambungan.
2. Adanya penambahan alokasi dana dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah APBD ke dalam pengelolaan BRT. Sehingga dalam memenuhi kebutuhan BRT yaitu sarana, prasarana,
pelayanan serta administrasi dapat dipenuhi dengan baik, yang efeknya dapat meningkatkan pelayanan publik di kota Semarang.
3. Adanya penambahan fasiltas armada BRT yaitu pembuatan jalur
khusus untuk armada BRT, penambahan aramada BRT, dtambahnya trayek armada BRT kebeberapa daerah dikota
Semarang, dibuatkanya jembatan penyeberangan supaya menghubungkan antara shelter satu dengan shelter diseberangnya
dan lain-lain.
111
BAB 5 PENUTUP
5.1 Simpulan