9
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam menentukan
apakah suatu
bilangan bulat positif m merupakan bilangan komposit atau bukan, diperlukan suatu uji.
Uji tersebut dinamakan uji komposit. Teorema Fermat dan Teorema Strong
Pseudoprime
[SPP] akan digunakan sebagai landasan teori pada beberapa uji komposit
yang akan dilakukan. Bilangan bulat positif m dikatakan
komposit jika memenuhi kontraposisi dari Teorema Fermat terhadap basis a, dimana a
adalah anggota dari himpunan bilangan- bilangan bulat modulo m yang relatif prima
dengan m. Jika m tidak memenuhi kontraposisi Teorema Fermat maka m
disebut bilangan diduga prima berbasis a.
Kemudian bilangan yang telah diketahui diduga prima berbasis a dapat ditentukan
kekompositannya menggunakan Teorema SPP.
Jika m
memenuhi kontraposisi
Teorema SPP maka m adalah bilangan komposit. Jika tidak, maka m disebut
bilangan diduga kuat prima berbasis a. Selanjutnya bilangan diduga kuat prima
berbasis a akan ditentukan kekompositannya dengan cara mengganti basisnya dengan
bilangan-bilangan yang telah ditentukan, yaitu 2, 3, 5, dan 7. Bilangan diduga kuat
prima berbasis 2, 3, 5, dan 7 adalah hasil akhir dari tulisan ini.
Bilangan prima semu mutlak m adalah bilangan
komposit yang
tidak dapat
ditentukan kekompositannya
hanya menggunakan Teorema Fermat terhadap
setiap basisnya yang relatif prima dengan m. Bilangan prima semu mutlak dibicarakan
pertama kali oleh Korslet pada tahun 1899 namun Korslet tidak dapat memberikan
contohnya. Hingga pada tahun 1910 Robert Daniel Carmichael pertama kali menemukan
bilangan prima semu mutlak pertama dan terkecil yaitu 561 dan diberi nama bilangan
Carmichael.
Dalam sejarah perkembangan bilangan Carmichael, Paul Erdos pernah memberikan
argumen bahwa
seharusnya bilangan
Carmichael memiliki tak hingga jumlahnya. Pada 1994, William Alford, Andrew Granville
dan Carl Pomerance menunjukkan bahwa ada tak hingga bilangan Carmichael.
Hingga saat ini sudah diketahui ada 585355
Bilangan Carmichael antara 1- 17
10 . Bilangan
Carmichael dapat juga digunakan dalam proses pembuatan data enkripsi untuk membangun
sebuah kunci dan dapat digunakan pula pada aplikasi graf.
[Wikipedia, 2006] 1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan ini adalah: 1. Mengkaji beberapa teorema yang
berkaitan dengan penentuan apakah bilangan bulat positf ganjil adalah
komposit atau bukan. 2. Mempelajari algoritma-algoritma yang
digunakan untuk menentukan bilangan komposit,
bilangan prima
semu berbasis a, bilangan prima semu kuat
berbasis a, bilangan diduga kuat prima berbasis 2, 3, 5, dan 7 serta bilangan
Carmichael.
BAB II LANDASAN TEORI
Dalam tulisan ini secara khusus akan dibicarakan
bilangan bulat.
Himpunan bilangan bulat dinotasikan dengan Z. Berikut
adalah aspek teoritis yang menjadi landasan teori bagi penulisan tugas akhir ini.
2.1 Keterbagian, Bilangan Prima, Modulo, Pembagi Bersama Terbesar, Relatif
Prima, dan Kongruensi. Definisi 1.1 Keterbagian
Bilangan bulat b dikatakan terbagi oleh bilangan bulat a
a , jika ada bilangan
bulat x sedemikian sehingga b ax
dan ditulis a|b. Apabila b tidak terbagi oleh a,
maka ditulis a b. [Niven,1991]
Definisi 1.2 Bilangan Prima Sebuah bilangan bulat p
2 p
dikatakan sebagai bilangan prima jika p hanya terbagi
oleh satu dan dirinya sendiri. Selainnya, disebut bilangan komposit.
[Menezes,1997]
10
Definisi 1.3 Himpunan Bilangan Bulat Modulo m
Himpunan bilangan
bulat modulo
m ,
dinotasikan
m
Z , merupakan suatu himpunan
dari bilangan-bilangan bulat {0,1,2,3,…,m-1}. [Menezes,1997]
Operasi pada penjumlahan, pengurangan, dan perkalian bilangan bulat modulo m bersifat
tertutup dalam
m
Z .
Contoh Untuk
3 m
. 1. Himpunan bulat modulo tiga adalah
3
{0,1, 2} Z
. 2. Operasi penjumlahan yang berlaku:
1 1,
1 2
0, 2
2 1.
Operasi pengurangan yang berlaku: 2 1
1, 1
2 2.
Operasi perkalian yang berlaku: 1.2
2, 2.2
1, 1.1
1.
Definisi 1.4 Pembagi Bersama Suatu bilangan bulat c disebut pembagi
bersama dari bilangan a dan bilangan b jika c
|a dan c|b. [Niven,1991]
Definisi 1.5 Pembagi Bersama Terbesar Suatu bilangan bulat tak negatif d dikatakan
pembagi bersama terbesar dari bilangan bulat a
dan b, jika : 1. d adalah pembagi bersama dari a dan b,
dan 2. Jika
c Z
dimana c|a dan c|b, maka c
|d. Biasanya pembagi bersama terbesar dari a
dan b dinotasikan dengan ,
d a b
.
[Menezes,1997]
Definisi 1.6 Relatif Prima Bilangan a dan b dikatakan relatif prima jika
, 1
a b dan bilangan-bilangan
1 2
, ,...,
n
a a a
dikatakan relatif prima jika
1 2
, ,...,
1
n
a a a
. Bilangan-bilangan
1 2
, ,...,
n
a a a
dikatakan relatif prima berpasangan jika
, 1
i j
a a untuk setiap
1, 2, 3..., i
n dan 1, 2, 3...,
j n
dengan i j .
[Niven,1991]
Definisi 1.7 Kongruensi Misalkan a, b dan m bilangan bulat, dengan
m . Bilangan a dikatakan kongruen
terhadap b modulo m, dinotasikan dengan mod
a b
m , jika m membagi a
b . Bilangan bulat m disebut modulus dari
kongruensi. [Menezes,1997]
Definisi 1.8 Sistem Residu Lengkap Modulo m
Jika mod
x y
m , maka y dikatakan residu dari x modulo m. Himpunan
1 2
3
, ,
, ...,
m
x x
x x
disebut sistem residu lengkap modulo m jika untuk setiap bilangan bulat y ada satu dan
hanya satu
j
x sedemikian sehingga
mod
j
y x
m , dengan j = 1,2,3,…,m.
[Niven,1991] Definisi 1.9 Sistem Residu Tereduksi
Modulo m Suatu sistem residu tereduksi modulo m
adalah himpunan dari bilangan-bilangan bulat
1 2
{ , ,...,
}
r
T x x
x , dengan r
m sedemikian
sehingga berlaku: i.
, 1
i i
x T m x
, ii. Jika i
j maka mod
i j
x x
m , dan iii. Jika
x Z dan
, 1
x m , maka
mod
i i
x T
x x
m . [Niven,1991]
2.2 Teorema Fermat dan Teorema SPP Teorema 2.1 Sistem Residu Tereduksi dan
Lengkap Modulo m Misalkan
, 1
a m dan
misalkan
1 2
3
, ,
, ...,
n
r r r
r adalah sistem residu lengkap
modulo m atau sistem residu tereduksi modulo m
maka
1 2
3
, ,
, ...,
n
ar ar ar
ar adalah juga
sistem residu lengkap atau sistem residu tereduksi modulo m
.
[Niven,1991] Teorema 2.2 Sifat Kongruensi
Misalkan a, b, c, d adalah bilangan bulat, maka:
1. Ketiga pernyataan berikut ekuivalen :
i. mod
a b
m , ii.
mod b
a m , dan
iii. 0mod
a b
m .
11
2. Jika mod
a b
m dan
mod b
c m
maka mod
a c
m . 3. Jika
mod a
b m
dan mod
c d
m maka
mod mod
a c
m b
d m .
4. Jika mod
a b
m dan
mod c
d m
maka mod
ac bd
m . 5. Jika
mod a
b m
dan |
d m ,
d maka
mod a
b d .
6. Jika mod
a b
m maka
mod ac
bc m
untuk setiap bilangan bulat positif c. [Niven,1991]
Teorema 2.3 Kongruensi Pembagian Misalkan a, x, y adalah bilangan-bilangan
bulat, jika mod
ax ay
m dan a,m=1
maka
mod x
y m
. [Niven,1991]
Teorema 2.4 Generalisasi Euler dari Teorema Fermat.
Jika a,m=1
maka 1mod
m a
m , dengan
m adalah bilangan bulat positif kurang atau sama dengan m yang relatif prima
dengan m. [Niven,1991]
Bukti.
Misalkan ,
, , ...,
1 2 3
r r r
r m adalah sistem
residu tereduksi modulo m, maka dengan Teorema 2.1,
, ,
, ..., 1
2 3
ar ar ar
ar m adalah
juga sistem residu tereduksi modulo m. Dengan demikian korespondensi setiap r
i adalah satu dan hanya satu
j
ar yang
sedemikian sehingga
mod
i j
r ar
m .
Selanjutnya
i
r yang
berbeda akan
mendapatkan korespondensi berbeda dari
j
ar .
Ini berarti
bahwa bilangan
, ,
, ..., 1
2 3
ar ar ar
ar m hanya merupakan
residu modulo m dari ,
, , ...,
1 2 3
r r r
r m .
Dengan menggunakan Teorema 2.2 bagian 4, dapat diperoleh:
1 1
mod .
m m
j i
j i
ar r
m Selanjutnya:
1 1
mod
m m
m j
j j
j
a r
r m
. Sekarang r
j , m
=1. Dengan demikian dapat digunakan Teorema 2.3 bagian 2 untuk
menghilangkan rj . Dari sini diperoleh bahwa 1mod
m
a m .
Dari Teorema 2.4 dapat diperoleh teorema berikut.
Teorema 2.5 Kongruensi Fermat. Jika p merupakan bilangan prima maka
a Z
yang memenuhi a,p=1, berlaku 1
1mod p
a p .
[Niven,1991]
Bukti Teorema Fermat.
Diketahui , 1
a p , oleh karena itu menurut
Teorema 2.4 didapat 1mod
p
a p
. Semua bilangan bulat 1,2,3,…,p-1 adalah
relatif prima dengan p. Jadi kita mendapatkan bahwa
1 p
p .
Teorema 2.6 Faktor Pembagi Jika p|ab, dengan p adalah prima, maka
| p a
atau |
p b .
Umumnya, jika
| ,
, ,...,
1 2 3 p a a
a a
n
maka p membagi sedikitnya satu faktor dari a
i . [Niven,1991]
Teorema 2.7 Teorema Strong Pseudoprime SPP
Jika p suatu bilangan prima, maka berlaku
2
1mod 1mod
x p
x p
, dengan x adalah bilangan bulat.
[Niven,1991]
Bukti Teorema SPP. Bentuk kongruensi pangkat di atas dapat
diekspresikan
2
1 0mod
x p .
Bentuk tersebut
setara dengan
bentuk 1
1 0mod
x x
p .
Dari bentuk
terakhir dapat
dikatakan bahwa
| 1
1 p
x x
. Berdasarkan Teorema 2.6,
| 1
1 p
x x
dapat ditulis sebagai
| 1
p x
atau |
1 p
x ,
sama artinya dengan 1mod
x p atau
12
1mod x
p . Sebaliknya, jika salah
satu dari bentuk dua kongruensi terakhir benar, dengan menggunakan Teorema 2.2
bagian 4 maka didapat bahwa
2
1mod x
p . Kontraposisi Teorema SPP digunakan sebagai
landasan teori uji komposit pada pembahasan.
BAB III PEMBAHASAN
Uji Komposit I
Berdasarkan Teorema 2.5 Kongruensi Fermat diperoleh kontraposisinya, yaitu:
Teorema 3.1 Uji Komposit I: Jika
a Z memenuhi
, 1
a m dan
berlaku
1 m
a 1modm maka m adalah
bilangan komposit. Teorema 3.1 akan digunakan sebagai
alat untuk menguji kekompositan dari suatu bilangan bulat positif m.
Berdasarkan Definisi 1.2 bilangan prima maka uji hanya akan dilakukan pada
bilangan bulat positif lebih besar 2 2
m .
Karena telah diketahui bahwa bilangan prima genap hanya satu yaitu 2 maka uji
hanya akan dilakukan pada bilangan ganjil. Pelaksanaan Uji Komposit I ada beberapa
tahap, yaitu: i.
Menentukan bilangan bulat a yang diambil dari anggota bilangan-bilangan
bulat modulo m, jadi [0,
1] a
m .
Selanjutnya a disebut basis dari m. ii. Bilangan bulat a harus relatif prima
dengan m a,m=1. Jika a
maka a dapat diabaikan karena 0 dipangkatkan
berapapun akan menghasilkan 0, tidak menghasilkan kesimpulan. Jika
1 a
maka a juga dapat diabaikan karena 1 dipangkatkan berapapun akan tetap
sama dengan 1. Jika 1
a m
maka a juga dapat diabaikan karena
1 m
setara dengan -1 pada bilangan modulo m dan
1 m
merupakan bilangan genap karena m
adalah bilangan ganjil, sehingga -1 pangkat bilangan genap akan menjadi 1.
Jadi, jika {0,1,
1} a
m maka kita tidak
akan memperoleh hasil apapun pada Uji Komposit I ini. Jadi
{0,1, 1}
a m
tidak digunakan sebagai alat uji. Dengan demikian
[2, 2]
a m
. iii. Menguji apakah
1
1mod
m
a m
.
Jika uji
berhasil maka
m merupakan
bilangan komposit. Jika tidak berarti
1
1mod
m
a m
, maka tidak dapat diambil kesimpulan apapun dari uji
komposit I dan m disebut bilangan diduga prima berbasis a.
Untuk menentukan apakah
1
1mod
m
a m
digunakan AKBP lihat Lampiran A. Contoh 1.
Misalkan 1763
m , apakah m adalah bilangan
komposit ? Cara penyelesaiannya adalah sebagai berikut:
1. Ambil 2
[2,1761] a
. 2.
2,1763 1 .
3. 1762
2 742 mod 1763
, ditentukan
menggunakan AKBP. Jadi 1763 adalah bilangan komposit.
Tidak selamanya Uji Komposit I ini berhasil. Contoh 2.
Misalkan 1387
m , apakah m adalah bilangan
komposit ? Cara penyelesaiannya adalah sebagai berikut:
1. Ambil 2
[2,1385] a
. 2.
2,1387 1.
3. 1386
2 1mod 1387 ,
ditentukan menggunakan AKBP.
Jadi 1387 merupakan bilangan diduga prima berbasis 2.
Sejauh ini bilangan bulat ganjil 2
m telah
dapat ditentukan menjadi dua macam yaitu bilangan komposit dan bilangan diduga prima
berbasis a lihat Bagan 1. Jika pada Uji Komposit I didapat hasil
bahwa m merupakan bilangan diduga prima berbasis a maka ada dua cara yang dapat
dilakukan selanjutnya
untuk menentukan
kekompositannya. Pertama, adalah dengan mengganti basisnya hingga didapat bahwa m
adalah bilangan komposit, namun cara ini tidak efisien untuk bilangan m yang besar. Kedua,
dengan melakukan uji komposit yang lain, yaitu Uji Komposit II.
13
Bagan 1. Klasifikasi uji komposit I.
Uji Komposit II
Berdasarkan Teorema 2.7 SPP diperoleh kontraposisinya, yaitu:
Kontraposisi Teorema 2.7: Jika
2
1mod x
m x
1mod m
atau
2
x 1mod
m x
1mod m
, maka m adalah komposit.
Untuk kepentingan Uji Komposit II maka kontraposisi Teorema 2.7 SPP hanya
akan digunakan sebagian.
Teorema 3.2 Uji Komposit II. Jika
2
1mod x
m dan 1mod
x m
maka m adalah bilangan komposit. Uji Komposit II merupakan kelanjutan
dari Uji Komposit I, sehingga input dari uji ini adalah bilangan diduga prima berbasis a
yang diperoleh dari Uji Komposit I. Jadi kita memiliki bilangan m
sedemikian sehingga ada bilangan bulat [2,
2] a
m yang memenuhi ,
1 a m
dan berlaku
1
1mod
m
a m .
Selanjutnya nilai x yang memenuhi Teorema 3.2 ditentukan dari
1 m
a yang nilai
pangkatnya dibagi 2 secara berulang hingga didapat x yang diinginkan atau hingga
pangkatnya tidak
dapat dibagi
lagi
1 1
1 1
2 4
{ ,
, ,...,
}
m m
m m
n
x a
a a
a , dan
1 m
n
adalah bilangan ganjil. Jika tidak didapat x yang diinginkan maka m disebut bilangan
diduga kuat prima berbasis a. Untuk menentukan apakah ada x yang
memenuhi Teorema 3.2 digunakan AKBP lihat Lampiran A.
Ilustrasi : Langkah 1.
Misalkan
2 1
1
1mod
m
x a
m sehingga
1 2
1 m
x a
dan
1 2
1
mod
m
x a
m dihitung
menggunakan AKBP. Ada 3 kemungkinan dari nilai
1
x , yaitu: a.
Jika
1
1mod x
m maka ada nilai x yang memenuhi Teorema 3.2, yaitu
1 2
m
x a
. Jadi m adalah bilangan komposit.
b. Jika
1
1mod x
m , maka m adalah bilangan diduga kuat prima karena tidak
ada x yang memenuhi Teorema 3.2. Pencarian nilai x dihentikan.
c. Jika
1
1mod x
m , maka kita belum mendapat
kesimpulan apapun
dan perhitungan dilanjutkan ke langkah 2.
Langkah 2. Dari langkah sebelumnya telah diketahui bahwa
1
1mod x
m .
Misalkan
1 2
4 1
2 2
m
x x
x a
. Hitung nilai
1 4
2
mod
m
x a
m dengan
AKBP. Ada
3 kemungkinan dari nilai
2
x , yaitu: a.
Jika
2
1mod x
m maka ada nilai x
yang memenuhi Teorema 3.2, yaitu
1 4
m
x a
. Jadi
m adalah
bilangan komposit.
b.
2
1mod x
m , maka m adalah bilangan diduga kuat prima karena tidak ada x yang
memenuhi Teorema 3.2. Pencarian nilai x dihentikan.
c.
2
1mod x
m , maka kita belum mendapat
kesimpulan apapun. Langkah-langkah selanjutnya adalah sama
seperti langkah kedua dengan mengganti
2
, 3, 4, 5...,
i
x x i
n , jika selalu diperoleh hasil adalah bagian c. Langkah dihentikan
ketika pangkat dari a adalah ganjil sehingga tidak dapat dibagi 2 lagi. Pada langkah tersebut
hanya ada 2 kemungkinan. Langkah n.
Dari langkah sebelumnya telah diketahui bahwa
1
1mod
n
x m .
14
Misalkan
1 2
1 m
n n
n n
x x
x a
, dengan
1 m
n
adalah bilangan ganjil. Hitung nilai
1
mod
m n
n
x a
m dengan AKBP. Ada dua
kemungkinan dari nilai
n
x , yaitu: a.
Jika 1mod
n
x m
maka ada nilai x yang memenuhi Teorema 3.2, yaitu
1 m
n
x a
. m
adalah bilangan
komposit. b.
1mod
n
x m , maka m adalah
bilangan diduga kuat prima karena tidak ada x yang memenuhi Teorema
3.2. Pencarian nilai x dihentikan. Untuk lebih jelasnya diberikan beberapa
contoh kasus. Contoh 3.
Misalkan m=1387, apakah m adalah bilangan komposit ?
1. Uji Komposit I. Dari hasil pada Contoh 2,
didapat bahwa 1387 adalah bilangan diduga prima berbasis 2.
2. Misalkan
2 1386
1
2 1mod1387
x .
3.
693 1
2 512mod1387
x .
1
1mod x
m
,
maka ada x dengan
693
2 x
yang memenuhi Teorema 3.2. Jadi m merupakan bilangan komposit.
Contoh di atas hanya membutuhkan satu kali perhitungan.
Contoh 4. Misalkan m=1905, apakah m adalah
bilangan komposit ? 1. Uji Komposit I. Ambil
2 [2,1903]
a ,
2,1905=1.
1904
2 1mod1905
.
2.
1904 1
2 1mod1905
x .
3. Misalkan
2 1
2
x x maka nilai dari
952 2
2 1mod1905
x .
Perhitungan dilanjutkan.
4. Misalkan
2 2
3
x x
maka nilai dari
476 3
2 1mod1905
x .
Perhitungan dilanjutkan.
5. Misalkan
2 3
4
x x maka nilai dari
238 4
2 1144mod1905
x . Karena ada
x dengan
238
2 x
yang memenuhi Teorema 3.2, maka 1905 adalah bilangan
komposit. Contoh di atas membutuhkan beberapa kali
perhitungan.
Contoh 5. Misalkan m=341, apakah m adalah bilangan
komposit ? 1. Uji Komposit I. Ambil
2 [2, 339]
a ,
2,341=1.
340
2 1mod 341
.
2.
340 1
2 1mod 341
x .
3. Misalkan
2 1
2
x x
maka nilai
dari
170 2
2 1mod 341
x .
Perhitungan dilanjutkan.
4. Misalkan
2 2
3
x x
maka nilai
dari
85 3
2 32mod 341
x .
Karena ada
x dengan
85
2 x
yang memenuhi Teorema 3.2. Jadi 341 adalah bilangan komposit.
Contoh di atas membutuhkan beberapa kali perhitungan.
Contoh 6. Misalkan
2047 m
, apakah m adalah bilangan komposit ?
1. Uji Komposit I. Ambil 2
[2, 2045] a
, 2,2047=1.
2046
2 1mod 2047 .
2.
2046 1
2 1mod 2047
x .
3. Misalkan
2 1
2
x x
maka nilai
dari
1023 2
2 1mod 2047
x . Karena tidak ada x
yang memenuhi Teorema 3.2 maka langkah dihentikan dan m adalah bilangan diduga
kuat prima berbasis 2. Contoh di atas hanya membutuhkan satu kali
perhitungan. Uji
Komposit II
menghasilkan dua
klasifikasi bilangan yaitu bilangan komposit dan bilangan diduga kuat prima berbasis a.
Bilangan komposit dan bilangan diduga prima berbasis a disebut bilangan prima semu berbasis
a
. Karena input dari Uji Komposit II merupakan bilangan diduga prima berbasis a maka contoh-
contoh bilangan pada Uji Komposit II di atas yang merupakan bilangan komposit 341, 1905,
1387 adalah contoh bilangan prima semu. Sampai Uji Komposit II ini bilangan bulat
ganjil telah dapat ditentukan menjadi tiga macam yaitu bilangan komposit, bilangan prima
semu berbasis a dan bilangan diduga kuat prima berbasis a bagan 2.
Letak dari bilangan komposit, prima semu berbasis a dan diduga kuat prima berbasis a
digambarkan pada bagan 3 di bawah. Bilangan diduga kuat prima berbasis a akan ditentukan
kemudian menggunakan Uji Komposit III.
Contoh bilangan-bilangan prima semu kuat dengan beberapa basis berbeda di bawah 1000:
15
1. 121,703 adalah bilangan prima semu kuat berbasis 3.
2. 341 adalah bilangan prima semu kuat berbasis 4.
3. 781 adalah bilangan prima semu kuat berbasis 5.
4. 481, 217 adalah bilangan prima semu kuat berbasis 6.
5. 25, 325, 703 adalah bilangan prima semu kuat berbasis 7.
6. 9, 65, 481, 511 adalah bilangan prima semu kuat berbasis 8.
7. 91, 121, 671, 703 adalah bilangan prima semu kuat berbasis 9.
8. 9, 91 adalah bilangan prima semu kuat berbasis 10.
Bagan 2. Klasifikasi uji komposit II.
Bagan 3. A = Himpunan bilangan diduga
prima berbasis a, A
-B = Himpunan bilangan diduga kuat prima berbasis a,
A B = Himpunan bilangan prima
semu berbasis a, B
= Bilangan komposit.
Uji Carmichael
Definisi Bilangan Carmichael: Misalkan m adalah komposit.
Jika [2,
2] a
m yang memenuhi
a,m=1 berlaku
1
1mod
m
a m , maka m adalah
bilangan Carmichael. [Menezes,1997]
Input dari Uji Carmichael adalah bilangan- bilangan prima semu berbasis a yang ditentukan
dari hasil uji komposit II. Berdasarkan Definisi Bilangan Carmichael akan dibuat algoritma uji
Carmichael. Algoritma Uji Carmichael :
Input
: m m adalah bilangan prima semu. Output : m adalah bilangan Carmichael atau
bukan. 1.
2 a
. 2. Selama
1 a
m , lakukan:
1.1. Jika , 1
a m maka
1
1mod
m
a m
,
1.2. Jika pernyataan di atas bernilai benar maka
1 a
a ,
1.3. Jika pernyataan di atas bernilai salah maka m adalah bilangan prima semu
berbasis a saja. Berhenti. 3. Jika langkah kedua tidak berhenti hingga
didapat 2
1mod a
m m
maka m adalah bilangan Carmichael.
Jika m adalah bilangan Carmichael maka bilangan ini memiliki sifat yang unik karena
meskipun merupakan
bilangan komposit,
namun benar-benar tidak dapat ditentukan hanya menggunakan Uji Komposit I pada
semua basis yang relatif prima dengan m. Contoh kecil bilangan Carmichael pertama :
561, 1105, 1729, 2465, 2821, 6601, 8911. 561 adalah bilangan Carmichael terkecil dan
memiliki tiga faktor. Dan contoh bilangan Carmichael pertama dengan k=3,4,5,6,7,8,9 k
adalah banyak faktor dari bilangan Carmichael. k
3. 4.
5. 6.
7. 8.
561 = 3 . 11 . 17 41041 = 7 . 11 . 13 . 41
825265 = 5 . 7 . 17 . 19 . 73 321197185 = 5 . 19 . 23 . 29 . 37 .
137 5394826801 = 7 . 13 . 17 . 23 . 31 .
67 . 73 232250619601 = 7 . 11 . 13 . 17 . 31 .
37 . 73 . 163
16
9. 9746347772161 = 7 . 11 . 13 . 17 . 19 .
31 . 37 . 41 . 641 [Wikipedia, 2006]
Bagan 4. Letak bilangan Carmichael.
A = Himpunan bilangan diduga
prima berbasis a, A
-B = Himpunan bilangan diduga kuat prima berbasis a,
A B = Himpunan bilangan prima
semu berbasis a, B
= Bilangan komposit, dan C
= Bilangan Carmichael.
Bilangan Carmichael mengambil tempat pada bagian bilangan prima
semu berbasis a. Disertakan hasil Uji Carmichael pada
Lampiran D untuk bilangan bulat antara satu hingga dua puluh juta.
Uji Diduga Kuat Prima
Uji ini dibangun berdasarkan Teorema 3.1 dan Teorema 3.2. Pada prinsipnya uji ini
hampir sama dengan Uji Komposit II hanya berbeda pada teknik penentuan x yang
memenuhi Teorema 3.2. Pada uji ini digunakan teknik terbalik yang dimulai dari
d
a , dengan d adalah bilangan ganjil. Agar lebih jelas, perhatikan ilustrasi berikut:
x ditentukan dari
1 m
a modm hingga
1 m
n
a modm dengan
1 m
dibagi 2 secara berulang hingga tidak dapat dibagi lagi dan
1 m
d n
dengan d adalah bilangan ganjil
.
1 m
a modm
2
j
d
a modm
1 2
m
a modm
1
2
j
d
a modm
1 4
m
a modm
2
2
j
d
a modm
… …
1 m
n
a modm
d
a modm
Jadi dengan teknik terbalik, x akan ditentukan dari bilangan-bilangan:
2 4
2 ,
, ,...,
mod j
d d
d d
a a
a a
m , dengan
j adalah bilangan bulat.
Dimulai dari d
a dan menggunakan Teorema
2.2 Sifat Kongruensi bagian 4: Jika a
b mod m maka
2
a
2
b
mod m. Kita dapat mengkonstruksi algoritma diduga
kuat prima. Algoritma Diduga Kuat Prima:
Input
: Bilangan bulat
3 m
dan [2,
2] a
m .
Output : m adalah bilangan komposit atau diduga kuat prima berbasis a.
1. Cari nilai j dan d dengan d adalah bilangan ganjil, sedemikian sehingga memiliki
bentuk 1
2 j
m d
. 2. Cari nilai residu dari
mod d
a m
dengan AKBP. Jika
1mod d
a m maka m
adalah bilangan diduga kuat prima berbasis a
, berhenti. 3. Kuadratkan d
a menjadi 2d
a , cari reduksi
nilai dari 2 mod
d a
m menggunakan
AKBP. Jika
2 1mod
d a
m maka m adalah
bilangan komposit, berhenti. Jika
2 1mod
d a
m maka m adalah bilangan diduga kuat prima berbasis a.
Berhenti. 4. Ulangi langkah tiga dengan mengganti nilai
2d a
dengan
1 4
8 16
2
, ,
, ...,
j d
d d
d
a a
a a
. 5. Jika langkah di atas telah dilakukan dan
tidak mendapatkan hasil maka m adalah bilangan komposit.
[Niven,1991]
Ilustrasi algoritma diduga kuat prima: Langkah 1.
1.1 Jika pada perhitungan awal didapat
1mod d
a m maka m adalah bilangan
diduga kuat prima berbasis a, berhenti. Sebab
tidak ada
nilai x
dimana 2
4 2
{ ,
, , ...,
} j
d d
d d
x a
a a
a yang
memenuhi Teorema 3.2. Ilustrasi Langkah 1.1:
1mod d
a m
2 1mod
d a
m
17
… 2
1mod
j
d a
m 1
1mod m
a m .
1.2 Jika langkah 1.1 tidak berhasil maka lanjutkan ke langkah 2.
Langkah 2. Selama
1 2
j d
x a
, lakukan: Dengan
asumsi bahwa
perhitungan sebelumnya didapat
1
2
1mod
j
d
a m
,
1 i
j , maka hitung 2
mod
i
d a
m . 2.1 Jika didapat
2 1mod
i
d a
m maka
m adalah bilangan komposit, berhenti.
Ilustrasi langkah 2.1: 1mod
d a
m …
1
2
i
d a
1mod m
2 1mod
i
d a
m , 1 i j.
1
2 1mod
i
d a
m …
2 1mod
j
d a
m 1
1mod m
a m .
Artinya ada x dengan x =
1
2
i
d a
yang memenuhi Teorema 3.2. Jadi m adalah
bilangan komposit. 2.2 Jika didapat
2 1mod
i
d a
m maka m
adalah bilangan diduga kuat prima berbasis a, berhenti.
Ilustrasi 2.2: 1mod
d a
m …
1
2
i
d a
1mod m
2 1mod
i
d a
m , 1 i j.
1
2 1mod
i
d a
m …
2 1mod
j
d a
m 1
1mod m
a m
. Artinya tidak ada x sedemikian sehingga
2 1mod
x p
x 1mod
p . 2.3 Jika langkah 2.1 dan 2.2 tidak berhasil maka
1 i
i .
Langkah-langkah selanjutnya
mengikuti langkah 2 jika selalu didapatkan hasil 2.3.
Langkah n.
Jika hingga
perhitungan
1
2
j
d a
tidak mendapat hasil
1
2
j
d a
1mod m, maka m adalah bilangan komposit. Karena apapun hasil
dari 2
j
d a
dapat ditunjukkan bahwa m adalah bilangan komposit.
1. Jika 2
1mod
j
d a
m maka menurut Teorema 3.2 ada x=
1
2
j
d a
sedemikian sehingga
x memenuhi
2 1mod
x p
x 1mod
p . Jadi m
dapat dikatakan bilangan komposit 2. Jika
2
j
d a
1mod m setara dengan
1 m
a 1mod
m dan menurut Teorema 3.1 maka dapat dikatakan bahwa m
adalah bilangan komposit.
Uji Komposit III
Uji komposit III adalah Uji Diduga Kuat Prima dengan menggunakan beberapa basis
yang berbeda. Dalam tulisan ini akan digunakan empat bilangan pertama yang telah kita ketahui
prima,yaitu 2, 3, 5, dan 7.
Karena telah diketahui bahwa keempat bilangan tersebut adalah prima dan bilangan
bulat selain bilangan prima di atas yang kurang dari tujuh
7 m
adalah komposit maka Uji Komposit III ini akan mengambil input
7 m
. Pertama karena telah diketahui bahwa keempat
bilangan tersebut adalah prima maka keempat bilangan tersebut hanya dapat dibagi oleh
dirinya dan 1. Jadi untuk mengetahui apakah
7 m
relatif prima dengan setiap anggota dari himpunan A={2,3,5,7} atau tidak, adalah cukup
dengan mencari adakah ,
i
a A
dimana
1 i
4
yang membagi m. Jika ada maka m tidak relatif prima dengan
i
a , yang artinya
i
a ,m=
i
a . Jika
i
a ,m=
i
a maka
i
a |m. Artinya
18
m adalah komposit karena dapat dibagi oleh
i
a dimana 1
i
a dan
i
a m
7 m
. Jika m
relatif prima dengan setiap anggota A maka langkah selanjutnya adalah melakukan
algoritma diduga kuat prima dengan setiap anggota A sebagai basisnya.
Algoritma Uji Komposit III: Input
: 7
m ,
dengan m
adalah bilangan bulat ganjil.
Output : m adalah bilangan diduga kuat prima berbasis 2, 3, 5 dan 7 atau m
adalah bilangan komposit. 1. Bentuk,
1 2
j m
d
sedemikian sehingga d adalah bilangan ganjil.
2. i=1 3. Selama
4 i
, ikuti langkah berikut: 3.1
{2, 3, 5, 7}
i
a A
. 3.2 Hitung
nilai
mod
i
j y
a m
dengan AKBP. 3.3 Jika
1 y
dan 1
y m
maka ikuti langkah berikut:
1 j
. Selama
1 j
d dan
1 y
m lakukan langkah berikut:
Hitung
2
mod y
y m .
Jika 1
y maka m adalah
bilangan komposit, berhenti. 1
j j
. Jika y m-1 maka m adalah
bilangan komposit, berhenti. 3.4
1 i
i 4. Jika langkah 3 tidak berhasil maka m
adalah bilangan diduga kuat prima berbasis 2, 3, 5 dan7.
Hasil dari Uji Komposit III ini adalah bilangan komposit atau bilangan diduga kuat
prima berbasis 2, 3, 5 dan 7 yang merupakan hasil akhir dari tulisan ini. Uji ini digunakan
untuk membantu penentuan bilangan bulat.
Penentuan Bilangan Bulat
Penentuan bilangan bulat dilakukan berdasarkan algoritma diduga kuat prima.
Bilangan yang diketahui bilangan komposit menggunakan Teorema 3.1 adalah bilangan
komposit biasa. Bilangan-bilangan yang diketahui komposit menggunakan Teorema
3.2 disebut bilangan prima semu, oleh karena jika ada suatu bilangan bulat
2 1 mod
x x
p x
1 mod p maka
1
1mod
m
a m . Dari algoritma diduga
prima yang
menghasilkan komposit
menggunakan Teorema 3.2 akan dilanjutkan Uji Carmichael karena input dari Uji Carmichael
adalah bilangan-bilangan prima semu. Jika Uji Carmichael menentukan bahwa bilangan m
adalah bilangan komposit maka m adalah hanya bilangan prima semu berbasis a dan jika uji
berhasil maka kita mendapatkan bahwa m adalah bilangan Carmichael. Pada penentuan
yang menghasilkan bilangan diduga kuat prima berbasis a akan dilanjutkan dengan Uji
Komposit
III yang
merupakan bahasan
selanjutnya tulisan ini. Jika menggunakan Uji Komposit III didapat hasil bahwa suatu
bilangan adalah bilangan komposit maka bilangan tersebut disebut bilangan prima semu
kuat berbasis a.
Penentuan Bilangan digunakan untuk menentukan suatu bilangan ganjil menjadi lima
macam, yaitu: bilangan komposit, bilangan prima semu, bilangan prima semu kuat,
bilangan Carmichael dan bilangan diduga kuat prima berbasis a. Jika Penentuan Bilangan
menentukan bahwa suatu bilangan bulat m adalah bilangan diduga kuat prima berbasis 2, 3,
5, dan 7 maka kita belum dapat menentukan bahwa m adalah benar-benar prima lihat bagan
5.
Berdasarkan [Niven,1991] telah diuji
bahwa bilangan-bilangan diduga kuat prima berbasis 2, 3, 5, dan 7 dapat dinyatakan prima
jika m 3.215.031.751 dan m 25.000.000.000.
Dengan bantuan perangkat lunak Matematica 5.1
hasil dari Niven dapat dilanjutkan untuk bilangan-bilangan yang ditentukan diduga kuat
prima berbasis 2, 3, 5, dan 7. Hasil uji adalah hingga
bilangan 25.006.229.057
tidak ditemukan bilangan prima semu kuat berbasis 2,
3, 5, dan 7, selain m = 3.215.031.751. Dengan demikian selama m
25.006.229.057 dan m 3.215.031.751 maka bilangan diduga kuat
prima berbasis 2, 3, 5, dan 7 dapat dinyatakan prima.
19
Bagan 5. Penentuan bilangan menjadi lima macam.
Bagan 6. Posisi bilangan-bilangan hasil
Penentuan Bilangan : A
= Himpunan bilangan diduga prima berbasis a,
A -B = Himpunan bilangan diduga
kuat prima
berbasis A=
{2,3,5,7}, A B
= Himpunan bilangan prima semu berbasis a,
B = Bilangan komposit,
C = Bilangan Carmichael,
D = Bilangan prima semu kuat
berbasis a .
20
Bagan 7. Semua uji yang telah dilakukan.
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN
8.1 Simpulan Pada uji prima kali ini didapat beberapa