Eksplorasi Jamur Pelarut Fosfat Pada Andisol Terkena Dampak Erupsi Gunung Sinabung Dengan Beberapa Ketebalan Abu di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo

EKSPLORASI JAMUR PELARUT FOSFAT PADA ANDISOL TERKENA DAMPAK
ERUPSI GUNUNG SINABUNG DENGAN BEBERAPA KETEBALAN ABU
DI KECAMATAN NAMAN TERAN KABUPATEN KARO

SKRIPSI

OLEH:

VIKY FATMALA
100301101
AGROEKOTEKNOLOGI – ILMU TANAH

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015

EKSPLORASI JAMUR PELARUT FOSFAT PADA ANDISOL TERKENA DAMPAK
ERUPSI GUNUNG SINABUNG DENGAN BEBERAPA KETEBALAN ABU
DI KECAMATAN NAMAN TERAN KABUPATEN KARO


SKRIPSI

OLEH:

VIKY FATMALA
100301101
AGROEKOTEKNOLOGI – ILMU TANAH

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015

Judul


Nama
NIM
Program Studi
Minat Studi

: Eksplorasi Jamur Pelarut Fosfat Pada Andisol Terkena Dampak
Erupsi Gunung Sinabung Dengan Beberapa Ketebalan Abu di
Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo.
: Viky Fatmala
: 100301101
: Agroekoteknologi
: Ilmu Tanah

Disetujui oleh:
Komisi Pembimbing

Mariani Sembiring, SP., MP.
Ketua


Jamilah, SP., MP.
Anggota

Mengetahui:

Prof. Dr. Ir. T. Sabrina, M.Sc
Ketua Program Studi Agroekoteknologi

ABSTRACT

VIKY FATMALA. Phosphate solubilizing fungi exploration in Andisol affected by
eruption of mount Sinabung with some ash thickness in kecamatan Naman Teran
kabupaten Karo, guided by MARIANI SEMBIRING and JAMILAH.
This research was conducted to determine the type of phosphate
solubilizing fungi (PSF) as a result from isolated Andisol’s soil in kecamatan
Naman Teran kabupaten Karo that affected by the eruption of mount Sinabung
with some ash thickness around 0 cm (not affected), > 0 cm - < 2 cm (thin),
> 2 cm - 8 cm (moderate) and > 8 cm (thick), and to determine its ability to
dissolve phosphate on multiple sources of phosphate and Andisol affected
eruption. Isolation and potential test on solid media using media Pikovskaya with

phosphate source Ca3(PO4)2, whereas in the test liquid medium potential source
of phosphate Ca3(PO4)2, AlPO4, FePO4 and Rock Phosphate. Evaluates PSF
potential qualitatively by measuring the holozone diameter using index values
dissolution. PSF potential measurements quantitatively by measuring the
concentration of dissolved phosphate by the method of Bray-II.
The results were obtained 4 PSF genus found in Andisol affected by the
eruption of mount Sinabung: Aspergillus sp., Trichoderma sp., Penicillium sp. 1
and Penicillium sp. 2. PSF were able to survive up to a thickness of Ash around
> 8cm is Aspergillus sp. Based on the test results the potential of solid media,
liquid and Andisol soil media, Penicillium sp. 2 has the best ability to dissolve
phosphate.
Keyword: mount Sinabung, volcanic ash, phosphate solubilizing fungi

ABSTRAK

VIKY FATMALA. Eksplorasi jamur pelarut fosfat pada andisol terdampak erupsi
gunung Sinabung dengan beberapa ketebalan abu di kecamatan Naman Teran
kabupaten Karo, dibimbing oleh MARIANI SEMBIRING dan JAMILAH.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jenis jamur pelarut fosfat (JPF)
hasil isolasi dari tanah Andisol di kecamatan Naman Teran kabupaten Karo yang

terkena dampak erupsi gunung Sinabung dengan beberapa ketebalan abu yaitu
0 cm (tidak terkena), > 0 cm - < 2 cm (tipis), > 2 cm – 8 cm (sedang) dan > 8 cm
(tebal), dan untuk mengetahui kemampuannya melarutkan fosfat pada beberapa
sumber fosfat dan tanah Andisol terdampak erupsi. Isolasi dan uji potensi pada
media padat menggunakan media Pikovskaya dengan sumber fosfat Ca3(PO4)2,
sedangkan pada uji potensi media cair sumber fosfat dari Ca3(PO4)2, AlPO4,
FePO4 dan Rock Phosphate. Evaluasi potensi JPF secara kualitatif dengan
mengukur luas diameter zona bening menggunakan nilai indeks pelarutan.
Pengukuran potensi JPF secara kuantitatif dengan mengukur kadar fosfat terlarut
dengan metode Bray-II.
Hasil penelitian diperoleh 4 genus JPF yang ditemukan pada tanah Andisol
terdampak erupsi gunung sinabung yaitu Aspergillus sp., Trichoderma sp.,
Penicillium sp. 1 dan Penicillium sp. 2. JPF yang mampu bertahan hidup hingga
ketebalan Abu > 8cm adalah Aspergillus sp. Berdasarkan hasil uji potensi media
padat, media cair dan tanah Andisol, Penicillium sp. 2 memiliki kemampuan
paling baik dalam melarutkan fosfat.
Kata kunci: gunung Sinabung, abu vulkanik, jamur pelarut fosfat.

RIWAYAT HIDUP


Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 10 September 1992 dari Ayah
Syahril dan Ibu Sukatik. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara.
Tahun 2010 penulis lulus dari Madrasah Aliyah Negeri 1 Medan dan pada
tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara melalui ujian
tertulis jalur Ujian Masuk Bersama (UMB). Penulis memilih program studi
Agroekoteknologi minat Ilmu Tanah Fakultas Pertanian.
Selama perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa
Agroekoteknologi (HIMAGROTEK), Ikatan Mahasiswa Ilmu Tanah (IMILTA),
BKM Al-Mukhlisin dan Pengajian Al-Bayan
Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di PT. Perkebunan
Nusantara II Unit Sawit Hulu Selatan pada tahun 2013.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat
dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul
“Eksplorasi Jamur Pelarut Fosfat pada Andisol Terdampak Erupsi Gunung
Sinabung dengan Beberapa Ketebalan Debu di Kecamatan Naman Teran
Kabupaten Karo”.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan

ucapan terima kasih kepada kedua orang tua serta keluarga penulis atas kasih
sayang dan dukungan baik moril, materil, dan do’a yang telah diberikan kepada
penulis, juga kepada Ibu Mariani Sembiring SP., MP. dan Ibu Jamilah SP., MP.
selaku

komisi

pembimbing

yang

telah

membimbing

penulis

selama

menyelesaikan skripsi ini.

Di samping itu, penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada
semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Agroekoteknologi, laboran
Laboratorium Biologi Tanah Kak Rosneli serta teman-teman stambuk 2010 dan
semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Maret 2015

Penulis

DAFTAR ISI

ABSTRACT ................................................................................................................. i
ABSTRAK ................................................................................................................. ii
RIWAYAT HIDUP.................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ............................................................................................... iv
DAFTAR ISI .............................................................................................................. v
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. viii

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. ix
PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
Latar Belakang ............................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ........................................................................................... 3
Kegunaan Penulisan ....................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................ 4
Abu Vulkanik ................................................................................................. 4
Tanah Andisol ................................................................................................ 5
Unsur Hara Fosfat (P) .................................................................................... 7
Jamur Pelarut Fosfat ....................................................................................... 9
Mekanisme Pelarutan fosfat ........................................................................... 12
BAHAN DAN METODE PENELITIAN .................................................................. 16
Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................................... 16
Bahan dan Alat .............................................................................................. 16
Metode Penelitian .......................................................................................... 16
Pelaksanaan Penelitian .................................................................................. 17
Pengambilan contoh tanah.................................................................. 17
Isolasi jamur pelarut fosfat ................................................................. 17
Identifikasi jamur pelarut fosfat ......................................................... 18
Uji potensi pada media padat ............................................................. 19

Uji potensi pada media cair dengan beberapa sumber P dan tanah
Andisol ............................................................................................... 19
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................................. 21
Isolasi jamur pelarut fosfat dari bahan tanah Andisol terdampak erupsi ....... 21
Identifikasi jamur pelarut fosfat hasil isolasi ................................................. 23

Kemampuan jamur pelarut fosfat melarutkan P dalam media Pikovskaya
padat .............. ................................................................................................ 25
Kemampuan jamur pelarut fosfat melarutkan P dalam media Pikovskaya
cair dan tanah Andisol .................................................................................... 29
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 36
Kesimpulan .................................................................................................... 36
Saran .............................................................................................................. 36
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 37
LAMPIRAN ............................................................................................................ 41

DAFTAR TABEL

No.
1. Isolasi jamur pelarut fosfat dari bahan tanah Andisol

terdampak erupsi……………………………………………...
2. Indeks pelarutan dalam media Pikovskaya padat (sumber P:
Ca3(PO4)2 ) selama 7 hari inkubasi…………………………...
3. Kemampuan isolat dalam melarutkan berbagai sumber fosfat
dalam media Pikovskaya cair………………………………...
4. pH media dari berbagai sumber P setelah 7 hari inokulasi…...

Hal.
21
26
30
33

DAFTAR GAMBAR

No.

Hal.

1. Reaksi pelarutan fosfat dari Al-P atau Fe-P pada tanah
masam oleh asam organik………………………………….. 15
2. Reaksi pelarutan fosfat dari Ca-P pada tanah basa oleh
asam organik……………………………………………….. 15
3. Kenampakan isolat jamur pelarut fosfat secara makrokopis
dan mikrokopis serta identifikasi…………………………... 24

DAFTAR LAMPIRAN

No.
1. Formula media spesifik jamur pelarut fosfat (media
Pikovskaya)…………………………………………..........
2. Hasil analisis awal tanah………………………………......
3. Kriteria penilaian sifat kimia tanah Staf Pusat Penelitian
Tanah Bogor (1983) dan BPP-Medan (1982)……………..
4. Hasil pengukuran P-tersedia pada uji media cair dan tanah
Andisol…………………………………………………….
5. Hasil pengukuran pH pada uji media cair dan tanah
Andisol……………………………………………………..
6. Foto Penelitian……………………………………………..

Hal.
41
41
41
42
42
43

ABSTRACT

VIKY FATMALA. Phosphate solubilizing fungi exploration in Andisol affected by
eruption of mount Sinabung with some ash thickness in kecamatan Naman Teran
kabupaten Karo, guided by MARIANI SEMBIRING and JAMILAH.
This research was conducted to determine the type of phosphate
solubilizing fungi (PSF) as a result from isolated Andisol’s soil in kecamatan
Naman Teran kabupaten Karo that affected by the eruption of mount Sinabung
with some ash thickness around 0 cm (not affected), > 0 cm - < 2 cm (thin),
> 2 cm - 8 cm (moderate) and > 8 cm (thick), and to determine its ability to
dissolve phosphate on multiple sources of phosphate and Andisol affected
eruption. Isolation and potential test on solid media using media Pikovskaya with
phosphate source Ca3(PO4)2, whereas in the test liquid medium potential source
of phosphate Ca3(PO4)2, AlPO4, FePO4 and Rock Phosphate. Evaluates PSF
potential qualitatively by measuring the holozone diameter using index values
dissolution. PSF potential measurements quantitatively by measuring the
concentration of dissolved phosphate by the method of Bray-II.
The results were obtained 4 PSF genus found in Andisol affected by the
eruption of mount Sinabung: Aspergillus sp., Trichoderma sp., Penicillium sp. 1
and Penicillium sp. 2. PSF were able to survive up to a thickness of Ash around
> 8cm is Aspergillus sp. Based on the test results the potential of solid media,
liquid and Andisol soil media, Penicillium sp. 2 has the best ability to dissolve
phosphate.
Keyword: mount Sinabung, volcanic ash, phosphate solubilizing fungi

ABSTRAK

VIKY FATMALA. Eksplorasi jamur pelarut fosfat pada andisol terdampak erupsi
gunung Sinabung dengan beberapa ketebalan abu di kecamatan Naman Teran
kabupaten Karo, dibimbing oleh MARIANI SEMBIRING dan JAMILAH.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jenis jamur pelarut fosfat (JPF)
hasil isolasi dari tanah Andisol di kecamatan Naman Teran kabupaten Karo yang
terkena dampak erupsi gunung Sinabung dengan beberapa ketebalan abu yaitu
0 cm (tidak terkena), > 0 cm - < 2 cm (tipis), > 2 cm – 8 cm (sedang) dan > 8 cm
(tebal), dan untuk mengetahui kemampuannya melarutkan fosfat pada beberapa
sumber fosfat dan tanah Andisol terdampak erupsi. Isolasi dan uji potensi pada
media padat menggunakan media Pikovskaya dengan sumber fosfat Ca3(PO4)2,
sedangkan pada uji potensi media cair sumber fosfat dari Ca3(PO4)2, AlPO4,
FePO4 dan Rock Phosphate. Evaluasi potensi JPF secara kualitatif dengan
mengukur luas diameter zona bening menggunakan nilai indeks pelarutan.
Pengukuran potensi JPF secara kuantitatif dengan mengukur kadar fosfat terlarut
dengan metode Bray-II.
Hasil penelitian diperoleh 4 genus JPF yang ditemukan pada tanah Andisol
terdampak erupsi gunung sinabung yaitu Aspergillus sp., Trichoderma sp.,
Penicillium sp. 1 dan Penicillium sp. 2. JPF yang mampu bertahan hidup hingga
ketebalan Abu > 8cm adalah Aspergillus sp. Berdasarkan hasil uji potensi media
padat, media cair dan tanah Andisol, Penicillium sp. 2 memiliki kemampuan
paling baik dalam melarutkan fosfat.
Kata kunci: gunung Sinabung, abu vulkanik, jamur pelarut fosfat.

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Gunung Sinabung terletak di dataran tinggi kabupaten Karo Sumatera
Utara Indonesia. Gunung Sinabung bersama gunung Sibayak adalah dua gunung
berapi aktif di Sumatera Utara. Gunung ini belum pernah tercatat meletus sejak
tahun 1600, hingga kemudian meletus pada tahun 2010 dan 2013.
Material yang dilontarkan gunung akibat terjadinya erupsi salah satunya
berupa abu vulkanik. Menurut Sudaryo dan Sucipto (2009) dalam Barasa (2013)
karakteristik abu vulkanik yang terdapat pada gunung merapi memiliki kandungan
P dalam kisaran rendah sampai tinggi (8 - 232 ppm P2O5). KTK
(1,77 - 7,10 me/100g) dan kandungan Mg (0,13 - 2,40 me/100g) yang tergolong
rendah namun kadar Ca cukup tinggi (2,13 - 15,47 me/100g). kandungan logam
berat Fe (13 - 57 ppm), Mn (1,5 - 6,8 ppm), Pb (0,1 - 0,5) dan Cd cukup rendah
yaitu (0.01 - 0,03ppm).
Abu vulkanik yang cukup lama menutupi permukaan tanah akan
mengendap dan mengeras bergantung pada tingkat ketebalannya. Hal tersebut
dapat menyebabkan terganggunya aerase tanah yang berdampak pada kehidupan
mikroorganisme dalam tanah. Menurut penelitian yang dilakukan Lubis (2011)
menyatakan bahwa abu vulkanik berpengaruh nyata menurunkan nilai respirasi
mikroorganisme tanah.
Dataran tinggi Karo merupakan sentra perkebunan sayuran yang memasok
hampir sepenuhnya kebutuhan sayuran di kota Medan dan sekitarnya. Tanah yang
terletak di sekitar kaki gunung Sinabung didominasi oleh tanah Andisol. Tanah

Andisol memiliki beberapa sifat yang menjadi keterbatasan dan kendala utama
bagi pertumbuhan tanaman. Menurut Mukhlis (2011), permasalahan utama pada
Andisol adalah retensi fosfat yang cukup tinggi (> 85%). Sebagian besar P yang
diberikan dalam bentuk pupuk diserap oleh bahan amorf menjadi tak tersedia bagi
tanaman.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan
unsur hara P pada tanah Andisol adalah dengan menggunakan mikroorganisme
pelarut fosfat. Mikroorganisme pelarut fosfat adalah mikroorganisme yang
mampu melarutkan ikatan fosfat menjadi bentuk tersedia. Mikroorganisme pelarut
fosfat dapat berupa bakteri (BPF), jamur (JPF), aktinomisetes atau khamir
(Premono, 1998).
Pada penelitian ini peneliti terfokus pada jamur pelarut fosfat karena
menurut Ginting (2006) jamur pelarut fosfat dapat tumbuh optimum dibanding
bakteri dan aktinomisetes pada kondisi masam. Abu vulkanik itu sendiri memiliki
pH yang tergolong sangat masam (4,3) yang tentunya akan menyumbang
kemasaman pada tanah.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
eksplorasi jamur pelarut fosfat pada Andisol terdampak erupsi gunung Sinabung
dengan beberapa ketebalan abu.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui jenis jamur pelarut fosfat hasil isolasi pada tanah Andisol
yang terkena erupsi dengan beberapa ketebalan abu.
2. Untuk mengetahui kemampuan jamur pelarut fosfat dalam melarutkan fosfat
pada beberapa sumber fosfat dan Andisol terdampak erupsi gunung Sinabung.

Kegunaan Penelitian
Penelitian diharapkan dapat memberikan informasi tentang jamur pelarut
fosfat hasil eksplorasi tanah Andisol terdampak abu gunung Sinabung agar dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan kesuburan tanah dan untuk kepentingan ilmu
pengetahuan.

TINJAUAN PUSTAKA

Abu Vulkanik
Abu vulkanik atau pasir vulkanik adalah bahan material vulkanik jatuhan
yang disemburkan ke udara saat terjadi suatu letusan. Abu maupun pasir vulkanik
terdiri dari batuan berukuran besar sampai berukuran halus, yang berukuran besar
biasanya jatuh disekitar sampai radius 5-7 km dari kawah, sedangkan yang
berukuran halus dapat jatuh pada jarak mencapai ratusan kilometer bahkan ribuan
kilometer

dari

kawah

disebabkan

oleh

adanya

hembusan

angin

(Sudaryo dan Sucipto, 2009).
Dalam suatu aktivitas vulkanisme, material-material yang dikeluarkan
berupa gas, cair, dan padat. Gas-gas yang keluar antara lain uap air, O2, N2, CO2,
CO, SO2, H2S, NH3, H2SO4, dan sebagainya. Materi cair yang dikeluarkan adalah
magma yang keluar melalui pipa gunung yang disebut lava sedangkan materi
padat yang disemburkan ketika gunung api meletus berupa bom (batu-batu besar),
kerikil, lapilli, pasir, abu serta debu halus (Munir, 1996).
Menurut Sudaryo dan Sucipto (2009) karakteristik abu vulkanik yang
terdapat pada Gunung Merapi memiliki kandungan P dalam abu volkan berkisar
antara rendah sampai tinggi (8-232 ppm P2O5). KTK (1,77- 7,10 me/100g) dan
kandungan Mg (0,13- 2,40 me/100g), yang tergolong rendah, namun kadar Ca
cukup tinggi (2,13- 15,47 me/100g).
Abu yang jatuh dan menutupi lahan pertanian memberikan dampak positif
dan negatif bagi tanah dan tanaman. Dampak positif bagi tanah, secara tidak
langsung adalah memperkaya dan meremajakan tanah yang juga meningkatkan

pertumbuhan tanaman, sedangkan dampak negatifnya adalah abu tersebut
menutupi permukaan daun sehingga menghambat proses fotosintesa dan tanaman
tersebut lambat laun akan mati. Hal ini mengakibatkan penurunan produksi
tanaman.

Dampak

negatif

lainnya

adalah

kemungkinan

terkandungnya

logamlogam berat dalam abu vulkanik tersebut. Abu vulkanik gunung Sinabung
menurut kajian yang dilakukan oleh Balitbangtan (2014) mengandung unsur
logam berat berupa S sebesar 0,05% hingga 0,32%, Fe sebesar 0,58% hingga
1,51%, Pb sebesar 1,5% hingga 5,3% dan unsur-unsur lain seperti Cd, As, Ag
ataupun Ni dalam jumlah yang sedikit dan tidak terdeteksi.
Penelitian

kandungan

abu

vulkanik

gunung

sinabung

oleh

Balitbangtan (2014) menunjukkan hasil analisis terhadap abu vulkanik berupa
komposisi mineral abu-pasir volkan berupa fragmen batuan (28 - 37%), gelas
volkan (22 - 26%), augsit (8 - 13%), Heperstin (10 - 18%), labradorit (7 - 10%),
bintonit (2 - 5%) dan opak (3 - 5%). Bahan-bahan mineral ini bila melapuk akan
menjadi sumber unsur hara esensial terutama Ca, Mg, K, Na, P, S, Fe dan Mn.
Tanah Andisol
Andisol adalah tanah yang berkembang dari bahan abu vulkanik yang
mempunyai potensi kesuburan tanah yang tinggi. Potensi kesuburan tanah yang
tinggi pada Andisol sering tidak berbanding lurus dengan peningkatan produksi
tanaman, karena sebagian besar unsur hara makro berada dalam keadaan terfiksasi
di dalam tanah (Yunus, 2012).
Andisol merupakan tanah dengan epipedon molitik atau umbrik atau
ochrik atau kambik, bulk density (kerapatan lindak) kurang dari 0,85 gr/cm3,

banyak mengandung bahan amorf, atau lebih dari 60% terdiri dari abu vulkanik
vitrik, cindes atau bahan pyroklastik lain (Hardjowigeno, 2003).
Andisol merupakan salah satu jenis tanah didaerah tropika yang memiliki
sifat khas yang tidak dimiliki oleh jenis tanah yang lain. Tanah ini dicirikan oleh
bobot isi yang rendah dan memilki kompleks pertukaran yang didominasi oleh
bahan amorf yang bermuatan variabel serta retensi fosfat yang tinggi. Tanah yang
terbentuk dari abu volkan ini umumnya ditemukan di daerah dataran tinggi
(>400m di atas pemukaan laut) (Darmawidjaya, 1990).
Tanah Andisol dicirikan oleh warna yang hitam, sangat porous,
mengandung bahan organik dan liat amorf terutama alofan serta sedikit silika
aluminia. Luas tanah kurang lebih 6,5 juta ha atau 3,4 % seluruh daratan
Indonesia yang tersebar di daerah-daerah volkan dan merupakan tanah pertanian
yang penting, terutama bagi tanaman hortikultura seperti tanaman bunga,
sayur-sayuran dan buah-buahan yang mendukung pertumbuhan ekonomi
(Rahayu, 2003).
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat (2005) dalam
(Ketaren, 2008) mengatakan bahwa data analisis tanah Andisol dari berbagai
wilayah menunjukkan bahwa Andisol memiliki tekstur yang bervariasi dari berliat
(30 - 65% liat) sampai berlempung kasar (10 - 20%). Reaksi tanah umumnya agak
masam (5,6 - 6,5). Kandungan bahan organik lapisan atas sedang sampai tinggi
dan lapisan bawahnya umumnya rendah, dengan nisbah C/N terolong rendah.
Kandungan P dan K potensial bervariasi sedang sampai tinggi, umumnya
kandungan lapisan atas lebih tinggi daripada lapisan bawahnya.

Tanah Andisol adalah tanah yang memiliki bahan andik dengan ketebalan
sebesar 60% atau lebih bila: 1) terdapat dalam 60 cm dari permukaan mineral atau
pada permukaan bahan organik dengan sifat andik yang lebih dangkal, jika tidak
terdapat kontak densik, litik, atau paralitik, horizon duripan atau horizon
petrokalsik pada kedalaman tersebut, atau 2) diantara permukaan tanah mineral
atau lapisan organik dengan sifat andik, yang lebih dangkal dan kontak
densik, litik, atau paralitik, horizon duripan atau horizon petroklasik
(Soil Survey Staff, 2010).
Menurut Sanchez (1976), tanah yang mengandung alofan seperti Andosol
merupakan pengerap fofat tertinggi, dengan besar erapan lebih dari 1000 ppm P.
Kekahatan P merupakan kendala terpenting pada sebagian besar tanah mineral
masam di Indonesia, kekahatan P tersebut berkaitan dengan daya erapan ion P
yang mengakibatkan P menjadi tidak larut dan relatif tidak tersedia bagi tanaman.
Pada tanah Andosol, ketersediaan fosfat terlarut untuk tanaman yang
diberikan dalam bentuk pupuk berkurang dengan cepat dan hanya sekitar 10%
saja yang dapat diserap tanaman (Tan, 1984). Secara umum faktor-faktor yang
mempengaruhi erapan P dalam tanah menurut Tisdale et al, (1990) ialah sebagai
berikut: 1) sifat dan jumlah komponen-komponen tanah yang terdiri atas hidrus
oksida logam dari besi dan aluminium, tipe liat, kadar liat, koloid-koloid amorf,
dan kalsium karbonat, 2) PH, 3) kation, 4) anion, 5) kejenuhan kompleks jerapan,
6) bahan organik, 7) suhu, dan 8) waktu reaksi.
Unsur Hara Fosfat (P)
Ketersediaan hara P tanah untuk tanaman sangat dipengaruhi oleh sifat
dan ciri tanahnya sendiri. Unsur hara P menjadi tidak tersedia dan tidak larut

disebabkan oleh fiksasi mineral-mineral liat dan ion-ion logam seperti Al, Fe,
maupun Ca yang banyak larut (Nyakpa dkk, 1988).
Unsur hara P di dalam tanah terdapat dalam bentuk fosfat anorganik dan
fosfat organik. Senyawa P-organik dalam tanah antara lain fosfolipida, asam
suksinat, fitin dan inositol fosfat yang dapat didekomposisi dengan baik oleh
mikroba tanah. Unsur P-anorganik mudah bersenyawa dengan berbagai ikatan
seperti Al, Fe, Ca, dan Mn. Senyawa P-anorganik dapat diklasifikasikan menjadi
4 bagian yaitu besi fosfat (FePO4), aluminium fosfat (AlPO4), kalsium fosfat
(Ca3(PO4)2) dan reductant soluble. Bentuk FePO4 dan AlPO4 dominan ditemukan
pada tanah masam (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Awalnya P dalam senyawa larut dalam air, seperti fosfat monocalcium
dalam superfosfat, dan masuk ke dalam larutan tanah sebagai ion fosfat. P ini
kemudian diambil oleh akar atau terserap cepat ke partikel mineral atau bahan
organik yang membentuk sebagian besar tanah. P ini akan terikat pada permukaan
senyawa aluminium, besi atau kalsium. Jenis dan proporsi dari senyawa ini relatif
terutama tergantung pada sifat dan ukuran partikel liat dan keasaman tanah. Pada
awalnya reaksi adsorpsi berlangsung lambat untuk menghasilkan senyawa
kalsium besi dan aluminium kurang mudah larut. Kecepatan yang teradsorpsi
dengan P dilepaskan kembali ke larutan tanah untuk mengisi P diambil oleh akar
tanaman tergantung pada kekuatan ikatan memegang P pada permukaan yang
berbeda (Johnston, 2000).
Tanaman menyerap hara fosfor dalam bentuk ion orthofosfat yakni :
H2PO4-, HPO42-, dan PO43- dimana jumlah dari masing-masing bentuk sangat
tergantung pada pH tanah. Pada tanah-tanah yang bereaksi masam lebih banyak

dijumpai bentuk H2PO4- dan pada tanah alkalis adalah bentuk PO43(Damanik dkk, 2011).
Indranuda (1994) menjelaskan bahwa fosfor merupakan bagian integral
tanaman di bagian penyimpanan (storage) dan pemindahan (transfer) energi.
Fosfor terlibat pada penangkapan cahaya dari sebuah molekul klorofil. Begitu
energi tersebut sudah tersimpan dalam ADP (adenosine diphosphate) atau ATP
(adenosine triphosphate), maka akan digunakan untuk menjalankan reaksi-reaksi
yang memerlukan energi, seperti pembentukan sukrosa, tepung dan protein.
Pada tanaman, fosfor berperanan dalam transfer energi, bagian dari ATP
(adenosin trifosfat), ADP (adenosin difosfat), penyusun protein, koenzim,
asam nukleat dan senyawa-senyawa metabolik yang lain. Karena keterlibatan
unsur P yang begitu banyak, maka ketersediaannya bagi tanaman menjadi sangat
penting (Anas dan Premono, 1993).
Ada hubungan yang erat antara konsentrasi fosfor di dalam larutan tanah
dengan pertumbuhan tanaman yang baik. Defisiensi fosfor selalu timbul akibat
dari terlalu rendahnya konsentrasi H2PO4- dan HPO42- di dalam larutan tanah.
Senyawa fosfor dalam bentuk larut yang dimasukkan ke dalam tanah untuk
mengatasi defisiensi fosfor cepat sekali mengendap dan terikat oleh matriks tanah
(Indranuda, 1994).
Jamur Pelarut Posfat
Mikroba pelarut fosfat hidup di sekitar perakaran tanaman, mulai
permukaan tanah sampai kedalaman 25cm. Keberadaannya berkaitan dengan
jumlah bahan organik yang akan mempengaruhi populasi serta aktivitasnya dalam
tanah. Mikroba yang hidup dekat daerah perakaran secara fisiologis lebih aktif

dibanding mikroba yang hidup jauh dari daerah perakaran. Keberadaan mikroba
pelarut fosfat beragam dari satu tempat ke tempat lainnya karena perbedaan sifat
biologis mikroba itu sendiri. Terdapat mikroba yang hidup pada kondisi masam
dan ada pula yang hidup pada kondisi netral dan basa, ada yang hipofilik,
mesofilik dan termofilik ada yang hidup aerob maupun anaerob (Ginting, 2006).
Jamur pelarut fosfat merupakan salah satu anggota mikroba tanah yang
dapat meningkatkan ketersediaan dan pengambilan P oleh tumbuhan. Bentuk
ikatan P yang umum ditemui pada kondisi masam adalah AlPO4 dan FePO4.
Jamur pelarut fosfat mampu melarutkan P dalam bentuk AlPO4 lebih baik
dibanding BPF pada kondisi masam. Penelitian Lestari dan Saraswati (1997)
melaporkan bahwa jamur pelarut P mampu meningkatkan kadar fosfat terlarut
sebesar 27% - 47% di tanah masam. Penelitian Goenadi (1994), menunjukkan JPF
mampu melarutkan fosfat 12-162 ppm di media Pikovskaya dengan sumber P dari
AlPO4 (Premono, 1998).
Aktivitas mikroba tanah berpengaruh langsung terhadap ketersediaan
fosfat di dalam larutan tanah. Sebagian aktivitas mikroba tanah dapat melarutkan
fosfat dari ikatan fosfat tak larut (melalui sekresi asam-asam organik) atau
mineralisasi fosfat dari bentuk ikatan fosfat-organik menjadi fosfat-anorganik.
Selain tanaman, fosfat anorganik terlarut juga digunakan oleh mikroba untuk
aktivitas

dan

pembentukan

sel-sel

baru,

sehingga

terjadi

pengikatan

(immobilisasi) fosfat (Santosa, 2007).
Pertumbuhan mikroorganisme pelarut fosfat sangat dipengaruhi oleh
kemasaman tanah. Pada tanah masam, aktivitas mikrooganisme dipengaruhi oleh
kelompok fungi sebab pertumbuhan fungi optimum pada pH 5 - 5.5. Pertumbuhan

fungi menurun dengan meningkatnya pH. Sebaliknya pertumbuhan kelompok
bakteri optimum pada pH sekitar netral dan meningkat seiring dengan
meningkatnya pH tanah (Ginting, 2006).
Kemampuan MPF dalam melarutkan fosfat berbeda-beda, antara lain
tergantung dari macam dan jumlah asam organik yang dihasilkan serta sumber
fosfat yang digunakan (Santosa, 2007). Kemampuan mikroba pelarut fosfat dalam
melarutkan fosfat yang terikat dapat diketahui dengan membiakkan biakan murninya pada media agar Pikovskaya atau media agar ekstrak tanah yang berwarna
putih keruh karena mengandung P tidak terlarut seperti kalsium fosfat
(Ca3(PO4)2). Pertumbuhan mikroba pelarut fosfat dicirikan dengan adanya zona
bening di sekitar koloni mikroba yang tumbuh, sedangkan mikroba yang lain
tidak menunjukkan ciri tersebut (Raharjo dkk, 2007). Beberapa jamur dan bakteri
yang besar perannya dalam pembebasan senyawa-senyawa fosfat organik adalah
Aspergillus, Penicillium, Bacillus dan Pseudomonas melalui sekresi sejumlah
asam organik seperti asam format, asetat, propionate, laktat, glikolat, fumarat dan
suksinat (Hanafiah dkk, 2009).
Proses utama terhadap pelarutan senyawa fosfat sukar larut adalah
produksi asam organik oleh jamur, seperti asam format, asetat, propionat, laktat,
glikolat, fumarat, dan asam suksinat. Asam organik ini menyebabkan pH rendah,
dan beberapa hidroksi berinteraksi dengan kalsium, besi, kemudian akan
melarutkan fosfat. Asam organik seperti asam sitrat dan asam sulfat berperan
dalam meningkatkan kelarutan fosfat dalam batuan fosfat (Rao, 1994).
Prinsip dasar isolasi mikroba pelarut fosfat ialah menyeleksi mikroba
dalam media pertumbuhan spesifik yang mengandung sumber P terikat.

Kemampuan mikroba pelarut fosfat dalam melarutkan fosfat terikat dapat
diketahui dengan mengembangkan biakan murni pada media Pikovskaya yang
berwarna putih keruh, karena mengandung P tidak larut air seperti kalsium fosfat
Ca3(PO4)2. Pertumbuhan mikroba pelarut fosfat dicirikan dengan zona bening
(holozone) di sekeliling koloni mikroba. Mikroba pelarut fosfat yang potensial
dapat diseleksi dengan melihat luas zona bening paling besar pada media padat.
Pengukuran potensi pelarutan fosfat secara kualitatif ini menggunakan nilai
indeks pelarutan (dissolving index), yaitu nisbah antara diameter zona jernih
terhadap diameter koloni. Kemampuan pelarut fosfat terikat secara kuantitatif
dapat diukur dengan membiakkan mikroba pada media Pikovskaya cair.
Kandungan P terlarut dalam media cair tersebut diukur setelah masa inkubasi
(Setiawati, 1998).
Keberhasilan inokulasi pelarut fosfat pada kondisi lapangan dipengaruhi
oleh beberapa faktor biologi, diantaranya adalah kandungan bahan organik. Tanah
dengan kandungan bahan organik rendah tidak dapat memberikan kondisi
lingkungan yang sesuai untuk aktivitas mikroorganisme pelarut fosfat.
Penambahan bahan organik dengan inokulasi mikroorganisme pelarut fosfat dapat
meningkatkan aktivitas mikroorganisme pelarut fosfat dan ketersediaan P tanah,
terutama bila dikombinasikan dengan batuan fosfat (Hanafiah, 1994).
Mekanisme Pelarutan Fosfat
Mekanisme kimia pelarutan fosfat dimulai saat mikroba pelarut fosfat
mengekresikan sejumlah asam organik berbobot molekul rendah hasil
metabolisme seperti asetat, propionat, glutamat, formiat, glikolat, fumarat,

oksalat, suksinat, tartarat, sitrat, laktat, malat, fumarat dan α-ketoglutarat
(Beauchamp dan Hume, 1997). Meningkatnya asam-asam organik tersebut diikuti
dengan penurunan pH. Penurunan pH dapat pula disebabkan oleh pembebasan
asam sulfat dan nitrat pada oksidasi kemoautotrofik sulfur dan amonium.
Perubahan pH berperan penting dalam peningkatan kelarutan fosfat. Asam-asam
organik tersebut akan bereaksi dengan bahan pengikat fosfat seperti Al3+, Fe3+,
Ca2+ atau Mg2+ membentuk khelat organik yang stabil yang mampu
membebaskan ion fosfat terikat sehingga dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan
(Setiawati, 1998).
Jamur pelarut fosfat memiliki 3 mekanisme dalam meningkatkan
penyerapan P yaitu: (1) secara fisik dimana infeksi jamur pada akar tanaman
dapat membantu pengambilan fosfor dengan memperluas permukaan sampai akar;
(2) secara kimia jamur diduga mendorong perubahan pH perakaran. Jamur juga
menghasilkan asam sitrat dan asam oksalat yang menggantikan posisi ion fosfat
yang terfikasasi; (3) secara fisiologi, jamur menghasilkan hormon auksin,
sitokinin dan giberelin yang mampu memperlambat proses penuaan akar sehingga
memperpanjang masa penyerapan unsur hara (Premono, 1998).
Pelarutan fosfat secara biologis terjadi karena mikroorganisme tersebut
menghasilkan enzim antara lain enzim fosfatase dan enzim fitase. Fosfatase
merupakan enzim yang akan dihasilkan apabila ketersediaan fosfat rendah.
Fosfatase diekskresikan oleh akar tanaman dan mikroorganisme, dan di dalam
tanah yang lebih dominan adalah fosfatase yang dihasilkan oleh mikroorganisme
(Joner et al, 2000).

Pada proses mineralisasi bahan organik, senyawa fosfat organik diuraikan
menjadi bentuk fosfat anorganik yang tersedia bagi tanaman dengan bantuan
enzim fosfatase. Enzim fosfatase dapat memutuskan fosfat yang terikat oleh
senyawa-senyawa organik menjadi bentuk yang tersedia (Paul dan Clark, 1989).
Asam-asam organik melarutkan P pada media dan dalam tanah melalui
mekanisme antara lain: kompetisi anion ortofosfat pada tapak jerapan, perubahan
pH media, pengikatan logam membentuk logam organik dan khelat oleh ligan
organik. Terdapatnya asam-asam organik ini dalam tanah sangat penting artinya
dalam mengurangi ikatan P oleh unsur penjerapannya dan mengurangi daya racun
logam seperti aluminium pada tanah masam. Kecepatan pelarut P dari mineral
P oleh asam organik ditentukan oleh: (1) kecepatan difusi asam organik dari
larutan tanah, (2) waktu kontak antara asam organik dan permukaan mineral,
(3) tingkat dissosiasi asam organik, (4) tipe dan letak gugus fungsi asam organik,
(5) affinitas kimia agen pengkhelat terhadap logam dan (6) kadar asam organik
dalam larutan tanah Urutan kemampuan asam organik dalam melarutkan fosfat
adalah asam sitrat > asam oksalat = asam tartarat = asam malat > asam laktat =
asam fumarat = asam asetat. Asam organik yang mampu membentuk komplek
yang lebih mantap dengan kation logam lebih efektif dalam melepas Al dan Fe
mineral tanah sehingga akan melepas P yang lebih besar. Urutan kemudahan
fosfat terlepas mengikuti ukuran Ca3(PO4)2 > AlPO4 > FePO4 (Premono, 1994).
Asam-asam organik sangat berperan dalam pelarutan fosfat karena asam
organik tersebut relatif kaya akan gugus-gugus fungsional karboksil (-COO−) dan
hidroksil (-O−) yang bermuatan negatif sehingga memungkinkan untuk
membentuk senyawa komplek dengan ion (kation) logam yang biasa disebut

chelate. Asam-asam organik meng-chelate Al, Fe atau Ca, mengakibatkan fosfat
terlepas dari ikatan AlPO4.2H2O, FePO4.2H2O, atau Ca3(PO4)2 sehingga
meningkatkan kadar fosfat-terlarut dalam tanah. Keadaan ini akan meningkatkan
ketersediaan fosfat dalam larutan tanah. Pelarutan fosfat dari Al-P atau Fe-P juga
Ca-P oleh asam organik yang dihasilkan MPF menurut Santosa (2007) adalah
sebagai berikut:

Gambar 1. Reaksi pelarutan fosfat dari Al-P atau Fe-P pada tanah masam oleh
asam organik

Gambar 2. Reaksi pelarutan fosfat dari Ca-P pada tanah basa oleh asam organik

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Percobaan
Pengambilan sampel dilakukan di Kecamatan Namanteran Kabupaten
Karo Provinsi Sumatera Utara. Untuk isolasi dan uji potensi dilakukan di
Laboratorium Biologi Tanah serta untuk analisis sifat kimia dilakukan di
Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
dan Balai Penelitian dan Pengembangan Nusa Pusaka Kencana Bahilang.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2014 sampai dengan November 2014.
Bahan dan Alat Percobaan
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah tidak
terkena debu vulkanik dan terkena debu vulkanik pada beberapa ketebalan,
Media pikovskaya untuk komposisi per liter akuades: (glukosa 10 g;
Ca3(PO4)2 5g; (NH4)2SO4 0,5 g; KCl 0,2 g; MgSO4.7H2O 0,1 g; MnSO4 0,002 g;
FeSO4 0,002 g; yeast extract 0,5 g; agar 20 g; akuades), Batuan Fosfat 5 gr,
AlPO4 5 gr dan FePO4 5 gr., serta bahan-bahan kimia yang dipergunakan untuk
keperluan analisis di laboratorium.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah bor tanah, Autoklaf,
Petridish, Laminar Air Flow serta alat-alat lainnya yang dipergunakan selama
penelitian.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode survey untuk mengambil sampel tanah
Andisol yang terkena erupsi gunung Sinabung pada beberapa ketebalan debu dan

yang tidak terkena debu untuk kemudian diisolasi dengan metode agar tuang,
diidentifikasi dengan metode pengamatan langsung menggunakan mikroskop lalu
mencocokkan dengan buku identifikasi jamur (Gilman, 1971) dan dilakukan uji
potensi pada beberapa sumber fosfat.
Pelaksanaan Penelitian
Pengambilan contoh tanah
Sampel tanah yang diambil adalah tanah yang terkena debu vulkanik dan
tidak terkena debu vulkanik. Titik pengambilan sampel diambil pada tanah yang
dibedakan berdasarkan beberapa ketebalan debu yaitu:
-

Tidak terkena debu

-

Tipis

-

Sedang : > 2cm – 8cm

-

Tebal

: < 2cm

: > 8cm

Sehingga jumlah titik pengambilan sampel berjumlah 4 titik. Pengambilan
sampel dilakukan pada kedalaman 0-20cm di sekitar daerah rhizosfir dengan
menggunakan bor tanah. Berat tanah yang diambil pada tiap titik adalah 500g.
Sampel tanah dari tiap titik dimasukkan kedalam kantung plastik yang terpisah.
Sampel tanah selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk dilakukan analisis awal
berupa pH, kadar P-total dan P-tersedia tanah.
Isolasi jamur pelarut fosfat
Sepuluh (10) g tanah dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml yang berisi
90 mL larutan fisiologis steril (pengenceran 10-1), kemudian dikocok selama 30
menit pada shaker. Dibuat pengenceran secara serial, dari pengenceran 10-1
diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 9 ml

larutan fisiologis steril (pengenceran 10-2) selanjutnya dikocok di atas rotarimixer
sampai homogen. Dari pengenceran 10-2 dipipet sebanyak 1 ml dan dimasukkan
ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml larutan fisiologis (pengenceran 10-3)
dilakukan hal serupa berturut-turut sampai pengenceran 10-5. Dari pengenceran
10-3 dipipet sebanyak 1 ml, masukkan ke dalam cawan petri yang telah steril dan
dilakukan hal yang sama pada pengenceran 10-4 dan 10-5. Dipakai suspensi tanah
dari 3 pengenceran sebagai antisipasi bila pada pengenceran tersebut tidak
diperoleh jamur pelarut fosfat. Selanjutnya tuangkan 12 ml media Pikovskaya
(suhu sekitar 45-50ºC) ke dalam cawan petri yang telah berisi 1 ml suspensi tanah,
lalu putar cawan petri kearah kanan 3 kali dan ke arah kiri 3 kali agar media
bercampur dengan suspensi tanah merata, biarkan sampai media mengeras
(padat). Setelah media mengeras, cawan petri diinkubasi pada inkubator dalam
keadaan terbalik selama 3 hari dengan suhu 28-30ºC. Setelah diinkubasi selama 3
hari dilakukan pengamatan pada jamur yang tumbuh pada media serta dihitung
populasi koloni jamur dengan metode Koloni Kounter. Keberadaan jamur pelarut
fosfat ditunjukkan dengan terbentuknya daerah bening (holozone) yang
mengelilingi koloni jamur. Koloni tersebut kemudian dimurnikan dan
dipindahkan ke tabung reaksi agar miring berisi media pikovskaya untuk
selanjutnya diidentifikasi.
Identifikasi jamur pelarut fosfat
Biakan murni jamur diremajakan pada media potato dextrose agar (PDA)
dan diinkubasi selama 3 hari. Jamur yang telah tumbuh pada media, diamati ciriciri makroskpisnya, yaitu ciri koloni seperti sifat tumbuh hifa, warna koloni dan
diameter koloni. Jamur juga ditumbuhkan pada kaca objek yang diberi potongan

PDA yang dioles tipis dengan spora JPF potensial. Potongan agar kemudian
ditutup dengan kaca objek. Biakan pada kaca objek ditempatkan dalam cawan
petri yang telah diberi pelembab berupa kapas basah. Biakan pada kaca diinkubasi
selama 3 hari pada kondisi ruangan. Setelah masa inkubasi, jamur yang tumbuh
pada kaca preparat diamati ciri mikroskopisnya yaitu ciri hifa, tipe percabangan
hifa, serta ciri-ciri konidia dibawah mikroskop. Ciri yang ditemukan dari masingmasing jamur kemudian dideskripsikan dan dicocokkan dengan buku indentifikasi
jamur (Gilman, 1971).
Uji potensi pada media padat
Jamur pelarut fosfat yang telah diidentifikasi kemudian diuji pada cawan
petri yang berisi media pikovskaya padat steril. Sebagai sumber fosfat digunakan
Ca3(PO4)2. Media uji dimasukkan dalam cawan petri dan dibiarkan mengeras.
Selanjutnya tiap genus jamur ditumbuhkan pada media uji dengan 3 ulangan agar
didapatkan rataan hasil yang valid. Inkubasi dilaksanakan selama 7 hari. Jamur
pelarut fosfat yang membentuk holozone paling cepat dengan diameter paling
besar secara kualitatif di sekitar koloni menunjukkan besar kecilnya potensi jamur
pelarut fosfat dalam melarutkan unsur P dari bentuk yang tidak terlarut. Kemudian
dihitung potensi jamur dengan menggunakan nilai indeks pelarutan yaitu nisbah
antara diameter zona bening terhadap diameter koloni (Premono, 1998).
Uji potensi pada media cair dengan beberapa sumber P dan tanah Andisol
Sebanyak 50 ml media Pikovskaya cair yang telah diberikan beberapa
sumber fosfat antara lain AlPO4, FePO4, Ca3(PO4)2 dan Rock Phosphate serta
50 gr Tanah Andisol ditempatkan dalam Erlenmeyer 250 ml yang kemudian
disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121˚C dengan tekanan 1,5 atm selama 30-40

menit dan kemudian didinginkan. Pada media cair, diinokulasikan 1 jarum ose
spora jamur pelarut fosfat yang telah diidentifikasi. sedangkan pada tanah Andisol
diinokulasikan sebanyak 1ml inokulan jamur pelarut fosfat yang telah
diidentifikasi. Inkubasi secara diam dilakukan selama 7 hari pada suhu kamar.
Setelah proses inkubasi selesai, Tanah Andisol dikering udarakan serta kultur
pada media cair disentrifugasi dengan kecepatan 6000 rpm selama 10 menit
sampai terjadi pemisahan antara filtrat dan endapan Jamur Pelarut Fosfat (JPF).
Diambil filtrat menggunakan pipet untuk mengukur kandungan P-tersedia. Filtrat
dan tanah Andisol ditentukan kadar P-tersedianya dengan metode Bray-2. Setelah
itu dilakukan pengukuran pH untuk mengetahui pengaruh pelarutan fosfat oleh
jamur. Hasil pengukuran P-tersedia menunjukkan tiap genus jamur pelarut fosfat
lebih efektif dalam melarutkan fosfat pada sumber fosfat yang mana.
Parameter yang Diamati
- Jumlah populasi koloni jamur dengan metode Koloni Kounter pada tiap sampel
tanah.
- Identifikasi jenis jamur pada isolat yang telah dimurnikan.
- Nilai indeks pelarutan selama 7 hari inkubasi.
- pH Tanah metode elektrometri dan pH media pada awal dan akhir masa
inkubasi.
- P-tersedia (ppm) metode Bray II pada akhir masa inkubasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolasi Jamur Pelarut Fosfat dari bahan tanah Andisol terdampak erupsi
Sampel tanah Andisol yang telah diisolasi selanjutnya dilakukan
perhitungan populasi koloni jamur dan diamati isolat jamur pelarut fosfat yang
tumbuh berdasarkan ada tidaknya zona bening yang terbentuk. Adapun hasil yang
diperoleh tertera pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1. Isolasi jamur pelarut fosfat dari bahan tanah Andisol terdampak erupsi
Isolat
Populasi
Ketebalan
Hitam
Hijau
Hijau
Hijau
pH
Koloni
Abu
Tua
Muda
Kekuningan
Tanah
Jamur
(cm)
(J1)
(J2)
(J3)
(J4)
(CPU/ml)
0
Isolat 1 Isolat 2 Isolat 3
Isolat 4
4,75
1,3 × 105
2–8
Isolat 8
Isolat 9
4,16
4,1 × 105
>8
Isolat 10
3,46
4,8 × 105
Kegiatan isolasi yang telah dilakukan menghasilkan 10 isolat yang
dikelompokkan berdasarkan kesamaan warna koloni sehingga didapatkan 4 isolat
jamur yang akan dimurnikan yaitu isolat jamur yang memiliki warna koloni
Hitam yang diberi kode J1, isolat jamur yang memiliki warna koloni Hijau tua
yang diberi kode J2, isolat jamur yang memiliki warna koloni Hijau muda yang
diberi kode J3 dan isolat jamur yang memiliki warna koloni Hijau kekuningan
yang diberi kode J4.
Dari Tabel 1 diketahui bahwa terdapat 4 (empat) isolat jamur yang dapat
tumbuh pada tanah Andisol yang tidak terdampak erupsi gunung Sinabung yaitu
isolat 1, isolat 2, isolat 3 dan isolat 4. Pada tanah Andisol terdampak erupsi
gunung Sinabung dengan ketebalan < 2 cm terdapat 3 (tiga) isolat jamur yang
dapat tumbuh yaitu isolat 5, isolat 6 dan isolat 7. Selanjutnya pada tanah Andisol

terdampak erupsi gunung Sinabung dengan ketebalan > 2–8 hanya terdapat
2 (dua) isolat jamur yang tumbuh yaitu isolat 8 dan isolat 9. Sedangkan pada
tanah Andisol terdampak erupsi gunung Sinabung dengan ketebalan >8 cm hanya
terdapat 1 (satu) isolat jamur yang dapat tumbuh yaitu isolat 10.
Hal tersebut menunjukkan bahwa ketebalan abu vulkanik berpengaruh
pada kemampuan hidup beberapa jenis jamur pelarut fosfat. Semakin tebal abu
yang menutupi permukaan tanah maka akan menganggu pertumbuhan
mikroorganisme tanah yang disebabkan oleh partikel-partikel abu yang halus akan
memenuhi pori-pori pada permukaan tanah dan kemudian memadat sehingga
menyebabkan terganggunya aerase tanah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Lubis (2011) yang menyatakan bahwa abu vulkanik berpengaruh
nyata menurunkan nilai respirasi mikroorganisme tanah.
Dari Tabel 1 tersebut dapat diketahui bahwa hanya isolat jamur yang
berwarna hitam (J1) yang dapat hidup di tanah dengan ketebalan abu > 8 cm. Hal
ini terjadi karena jamur tersebut diduga merupakan jenis jamur yang optimum
hidup pada pH tanah yang sangat masam yang dimana tanah dengan ketebalan
abu >8 cm memiliki pH tanah sangat masam yaitu sebesar 3,46. Hal ini sesuai
dengan yang dikatakan oleh Ginting dkk, (2006) bahwa mikroba hidup pada
berbagai kondisi, ada pada kondisi masam dan ada pula yang hidup pada kondisi
netral dan basa, ada yang hipofilik, mesofilik dan termofilik ada yang hidup aerob
maupun anaerob dan beberapa sifat lain yang bervariasi. Masing-masing
mikroorganisme memiliki sifat-sifat khusus dan kondisi lingkungan optimal yang
berbeda-beda yang mempengaruhi efektivitasnya melarutkan fosfat.

Populasi koloni jamur pelarut fosfat tertinggi terdapat pada tanah dengan
ketebalan abu > 8 cm yaitu sebesar 4,8×105 dan populasi terendah terdapat pada
tanah yang tidak terdampak abu vulkanik yaitu sebesar 1,3×105. Hal ini terjadi
karena pada saat pengambilan sampel, sampel dengan ketebalan debu >8 cm
terletak pada lahan pertanian yang sedang/masih ditanami sehingga dekat dengan
perakaran dan diduga banyak terdapat bahan organik sedangkan sampel tanah
tidak terkena debu vulkanik diambil pada lahan yang tidak sedang ditanami
sehingga populasi jamur pelarut fosfat pada tanah tersebut rendah. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Ginting dkk,(2006) yang mengatakan bahwa Mikroba pelarut
fosfat hidup disekitar perakaran tanaman dan keberadaannya berkaitan dengan
jumlah bahan organik yang akan mempengaruhi populasi serta aktifitasannya
dalam tanah.
Identifikasi Jamur Pelarut Fosfat hasil isolasi
Jamur pelarut fosfat yang telah dimurnikan selanjutnya diidentifikasi.
Identifikasi dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis. Hasil identifikasi
dapat dilihat pada Gambar 3.
Dari kegiatan identifikasi yang telah dilakukan berdasarkan pengamatan
makroskopis secara langsung dan mikroskopis dengan pengamatan dibawah
mikroskop

kemudian

mencocokannya

dengan

buku

identifikasi

jamur

Gilman (1971) diketahui bahwa isolat jamur dengan kode J1 memiliki ciri
makroskopis berupa warna koloni hitam seperti serbuk. Pertumbuhannya
mencapai diameter 3,5 cm dalam 7 hari. Satu koloni bergabung dengan yang lain
sehingga cawan petri penuh dengan spora berwarna hitam. Serta ciri
mikroskopisnya yaitu konidia berwarna hitam, berbentuk bulat dan cenderung

merekah serta memiliki ornamentasi berupa duri-duri yang tidak beraturan.
Konidiofor tidak bercabang dan berdinding tipis. Jamur ini teridentifikasi dalam
kelompok Aspergillus sp.
Isolat

Makroskopis

Mikroskopis

Hasil
Identifikasi

J1

Aspergillus sp.

J2

Trichoderma sp.

J3

Penicillium sp. 1

J4

Penicillium sp. 2

Keterangan: a = konidia, b = konidiofor.
Gambar 3. Kenampakan isolat jamur pelarut fosfat secara makrokopis dan
mikrokopis serta identifikasi

Sedangkan isolat jamur dengan kode J2 memiliki ciri mak