Physico Chemical Characteristic of Sediment in Teluk Kaping, Bali It’s Correlation with Bacterial Composition and Abundance

(1)

KARAKTERISTIK FISIK-KIMIA SEDIMEN DI TELUK

KAPING BALI: HUBUNGANNYA DENGAN KOMPOSISI DAN

KELIMPAHAN BAKTERI

GEDE IWAN SETIABUDI

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(2)

2

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Karakteristik Fisik-Kimia Sedimen di Teluk Kaping Bali: Hubungannya dengan Komposisi dan Kelimpahan Bakteri adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Mei 2007

Gede Iwan Setiabudi


(3)

3

ABSTRACT

GEDE IWAN SETIABUDI. Physico-Chemical Characteristic of Sediment in Teluk Kaping, Bali: It’s Correlation with Bacterial Composition and Abundance. Supervised by RICHARDUS KASWADJI and ADI HANAFI.

The objectives of this study were to determine the physico-chemical of the sediment in Teluk Kaping Bali., which is has closed topography and has been utilized for intensive Mari culture activities. Those activities influence the environmental condition. Samples (sediment) in this study came from 16 observation sites. Sediment has a stable characteristic. Its condition could be pointed by the physico-chemical characteristic and the bacterial composition and abundance. Physico-chemical characteristics of the sediment were analyzed using Correlation and Principal Component Analysis, whilst its impact to bacterial composition and abundance were determined using the Multiple Regression. Those analyses were using Minitab 2003 13.2 Version. The physical characteristics showed that the sediment were dominated by sand and clay fraction, meanwhile in the coast area there was also found silt fraction. The pH was alkaline (7.9-8.6). It also has reductive condition, with redox potential between -242.90 mV s/d -56.50 mV. The interstitial water (IW) was 28.85 – 60.49%. Total carbon was (C) 0.13 – 21.6%, nitrogen (N) 0.04 – 0.19%, and phosphor (P) 0.0004 – 0.003%. The C/N/P ratio has a high value, also the C/N ratio has a high value in the sediment, with high ratio variety. C/P ratio variety was higher than the C/N and N/P ratios. Identified bacteria from heterotrophic group, such as Enterobacter spp., Bacillus spp., and Pseudomonas sp., and nitrified bacteria (Nitrosomonas sp., Nitrosococcus sp., and Nitrobacter sp.) were dominantly found in the sediment. Meanwhile, there were also a small number of other identified bacteria from the Enterobacteriaceae group, such as Escherichia coli and Klebsiella sp. Bacillus spp. has the highest abundance, which is almost 60% of total identified bacteria abundance. Heterotrophic bacteria were more dominant than the nitrified bacteria in the sediment. This is related to the ability of the heterotrophic bacteria to utilyze different of nutritional sources, efficiently. It also has a broad environmental tolerancy. Statistical analyses pointed out that the physico-chemical charateristics has unsignificant correlation to the bacterial composition and abundance in Teluk Kaping sediment. This is caused by the characteristic of each bacterium that has an ability and special survival mechanism from limited nutrition and poor environmental condition.

Key words : Teluk Kaping, sediment, physico-chemical characteristics, bacteria, C/N/P ratio.


(4)

4

KARAKTERISTIK FISIK-KIMIA SEDIMEN DI

TELUK KAPING BALI: HUBUNGANNYA DENGAN

KOMPOSISI DAN KELIMPAHAN BAKTERI

GEDE IWAN SETIABUDI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(5)

5

Judul Tesis : Karakteristik Fisik-Kimia Sedimen di Teluk Kaping Bali: Hubungannya dengan Komposisi dan Kelimpahan Bakteri.

Nama : Gede Iwan Setiabudi NIM : C651040071

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Richardus Kaswadji, M.Sc Ketua

Dr. Adi Hanafi, M.Sc Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Kelautan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Djisman Manurung, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS


(6)

6

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Nopember 2005 ialah KARAKTERISTIK FISIK-KIMIA SEDIMEN DI TELUK KAPING BALI: HUBUNGANNYA DENGAN KOMPOSISI DAN KELIMPAHAN BAKTERI.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. R. Kaswadji, M.Sc dan Bapak Dr. Adi Hanafi, M.Sc selaku pembimbing, serta Bapak Prof. Dr. Ir. Harpasis S. Sanusi atas diskusinya. Kepada bapak Sutikno atas segala saran dan masukannya. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada staf Laboratorium Lingkungan dan Kimia Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol-Bali, serta laboran Laboratorium Mikrobiologi Biologi IPB, yang telah membantu dalam pengumpulan dan analisis sampel penelitian. Rektor Universitas Panji Sakti Singaraja atas segala dukungannya. Bapak Prof. Bawa Atmaja sekeluarga atas segala dukungannya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, adik, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2007


(7)

7

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cempaga pada tanggal 18 Mei 1980 dari bapak Made Merta dan ibu Luh Mareni. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara. Tahun 1998 penulis lulus dari SMU Negeri 2 Singaraja. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Pendidikan Biologi, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IKIP Negeri Singaraja, lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2004, penulis diterima di Program Studi Ilmu Kelautan pada Program Pascasarjana IPB.

Pada tahun 2006 diterima sebagai staf pengajar di UNDIKSHA, Jurusan Pendidikan Biologi. Selama menjadi mahasiswa aktif dalam organisasi kemahasiswaan sebagai Ketua HIMPRO Pendidikan Biologi periode 1999-2001. Sebagai asisten mata kuliah Mikrobiologi, Ilmu Pengetahuan Lingkungan, dan Biokimia.


(8)

8

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR .……… iii

DAFTAR TABEL .………. v

DAFTAR LAMPIRAN ……….. vi

PENDAHULUAN

Latar Belakang ...……….. Rumusan Masalah ... Tujuan Penelitian .………... Hasil Penelitian ...………... Kerangka Pendekatan Masalah ……….

1 4 4 4 4 TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Umum Sedimen Kawasan Teluk ……….. Karakteristik Fisik Sedimen ...………... Karakteristik Kimia Sedimen ...………....……….. Bakteri pada Sedimen ...………....

7 10 13 22

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian ...……….……….... Metode Analisis Sampel dan Data ...………..………….... Metode Analisis Data ...………..……...

30 31 33

HASIL

Karakteristik Lingkungan Teluk Kaping ... Karakteristik Fisik Sedimen Teluk Kaping ... Karakteristik Kimia Sedimen Teluk Kaping ... Karakteristik Bakteri di Sedimen Teluk Kaping ... Analisis Data Parameter Sedimen ...

PEMBAHASAN

Karakteristik Fisik Sedimen Teluk Kaping ... Karakteristik Kimia Sedimen Teluk Kaping ... Karakteristik Bakteri di Sedimen Teluk Kaping ... Rasio Karbon, Nitrogen, dan Fosfor ... Pengaruh Karakteristik Sedimen Teluk Kaping Terhadap Komposisi

dan Kelimpahan Bakteri ... 35 35 38 41 45 51 55 59 66 71

KESIMPULAN ..……… 78

DAFTAR PUSTAKA ... 80


(9)

9

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Peta budidaya di Teluk Kaping ... 3

2. Kerangka pendekatan masalah ... 6

3. Segitiga Millar ... 13

4. Stratifikasi sedimen berdasarkan kedalaman dan kandungan senyawa-senyawa kimia pada setiap kedalaman ... 18

5. Model aliran nitrogen di alam ... 19

6. Konsentrasi fosfor pada kolom air berdasarkan kedalaman ... 20

7. Konsentrasi fosfor dalam sedimen ... 22

8. Teluk Kaping ... 30

9. Titik lokasi sampling ... 31

10. Bagan alir penelitian ... 34

11. Persentase fraksi sedimen Teluk Kaping ... 36

12. Kedalaman, kecerahan, dan persentase kecerahan berdasarkan kedalaman perairan ... 37 13. Nilai pH di sedimen Teluk Kaping ... 38

14. Nilai redoks potensial di sedimen Teluk Kaping ... 39

15. Konsentrasi IW di sedimen Teluk Kaping ... 39

16. Konsentrasi total karbon organik (C-org) di sedimen Teluk Kaping .. 40

17. Konsentrasi total nitrogen (N) di sedimen Teluk Kaping ... 40

18. Konsentrasi total fosfor (P) di sedimen Teluk Kaping ... 40

19. Kelimpahan bakteri Enterobacter spp ... 42

20. Kelimpahan bakteri Bacillus spp ... 43

21. Kelimpahan bakteri Pseudomonas sp ... 43


(10)

10

23. Kelimpahan bakteri Nitrosococcus sp ... 44

24. Kelimpahan bakteri Nitrobacter sp ... 44

25. Sebaran stasiun berdasarkan pengaruh parameter fisik kimia sedimen ... 46

26. Korelasi dan sebaran data parameter fisik-kimia sedimen ... 47

27. Alur analisis data ... 50

28. Perbandingan Enterobacter spp. di stasiun yang tidak teridentifikasi

dengan bakteri lain di stasiun yang sama ... 63

29. Perbandingan kelimpahan Nitrosomonas sp. dan Nitrosococcus sp. di


(11)

11

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Klasifikasi dan ukuran sedimen berdasarkan skala Wentworth ... 10

2. Kategori ukuran partikel sedimen menurut USDA ... 12

3. Kategori ukuran partikel sedimen menurut ISSS ... 12

4. Persentase mikroorganisme di ekosistem laut ... 24

5. Parameter fisik Teluk Kaping ... 35

6. Persentase fraksi dan tekstur sedimen masing-masing stasiun ... 37

7. Rasio karbon, nitrogen, dan fosfor di sedimen Teluk Kaping ... 41

8. Perbandingan jumlah bakteri di sedimen Teluk Kaping ... 45

9. Analisis korelasi antar parameter sedimen ... 45

10. Akar ciri komponen utama ... 46

11. Matriks korelasi antara parameter dan komponen utama ... 46

12. Pengaruh karakteristik fisik-kimia terhadap komposisi dan kelimpahan bakteri ……….……… 48

13. Analisis regresi komponen utama untuk hubungan karakteristik fisik-kimia sedimen di Teluk Kaping ... 49

14. Korelasi antara parameter fisik-kimia dengan komposisi dan kelimpahan bakteri ... 49

15. Sebaran kelimpahan bakteri setiap stasiun pengamatan ... 61

16. Bakteri di sedimen Teluk Kaping ... 62

17. Parameter-parameter yang mempengaruhi komposisi dan kelimpahan bakteri serta besaran pengaruhnya ... 75


(12)

12

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Kumpulan data penelitian sedimen di Teluk Kaping 2005 ... 86

2. Perhitungan komponen utama ...……….. 88

3. Analisis regresi ... 92

4. Kontur sebaran bakteri di sedimen Teluk kaping ... 95

5. Genus bakteri di sedimen Teluk Kaping ... 98


(13)

13

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan pemanfaatan wilayah laut terutama kawasan pesisir meningkat terutama untuk budidaya perikanan di Indonesia, hal itu mengakibatkan terjadi perluasan wilayah pemanfaatan intensif kawasan pesisir. Pemanfaatan tersebut selain oleh lembaga riset juga dilakukan oleh masyarakat sekitar. Fenomena yang kemudian muncul sebagai akibat pengembangan tersebut adalah banyak buangan limbah yang merupakan residu dari sisa-sisa budidaya, baik dalam bentuk bahan-bahan organik maupun bahan anorganik. Bahan-bahan tersebut di perairan sebagian besar mempengaruhi kualitas perairan yang ada di sekitarnya. Kualitas perairan yang baik adalah syarat utama untuk keberhasilan pemanfaatan terutama budidaya. Kegiatan budidaya di laut memiliki lima interaksi dengan lingkungannya, yaitu pertama masukan bahan-bahan sisa dari kegiatan dan interaksinya dengan lingkungan alaminya; kedua efek samping limbah yang berupa obat-obatan dan bahan kimia; ketiga kontaminasi organisme patogen pada kegiatan budidaya dan organisme yang ada di sekitarnya; keempat lepasnya organisme budidaya dan efeknya pada populasi di lingkungan alami; dan kelima ketersediaan pakan, termasuk kegiatan penelitian dan pakan tambahan (SECRU 2002)

Kualitas air yang baik akan meningkatkan dan mempertahankan kelangsungan kondisi ekosistem itu sendiri termasuk usaha budidaya. Untuk mempertahankan kualitas air yang baik maka harus diketahui indikator-indikator yang mempengaruhi perubahannya. Perubahan faktor-faktor yang berpengaruh pada perairan dapat dijadikan indikator untuk mengambil tindakan awal mempertahankan usaha budidaya dan lingkungan di sekitarnya.

Indikator yang dijadikan parameter utama adalah indikator fisik-kimia dan biologi. Parameter tersebut bisa diukur pada kolom air atau juga diukur pada sedimen. Pada kolom air perubahan yang terjadi besar karena mengikuti pola hidrooseanografi perairan tersebut, sehingga data yang dihasilkan seringkali tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya dari lingkungan perairan secara umum. Besaran nilai parameter lingkungan juga sangat tergantung pada iklim dan musim. Setiap


(14)

14

perubahan iklim dan musim akan menghasilkan data yang berbeda pada kolom air. Nilainya menjadi sangat tergantung pada waktu pengambilan sampel, perbedaan waktu pengambilan menghasilkan data yang berbeda.

Sedimen yang merupakan penampung akhir dari proses yang berlangsung pada ekosistem perairan laut. Bahan-bahan yang masuk ke dalam ekosistem perairan laut mengalami berbagai proses baik fisik, kimia maupun biologi. Proses awal terjadi dalam kolom air, setelah proses-proses tersebut jenuh maka terjadi pengendapan ke sedimen. Kondisi fisik sedimen relatif stabil sehingga memungkinkan data yang dihasilkan tidak terlalu jauh berbeda, selain itu juga tidak terlalu terpengaruh oleh perubahan-perubahan iklim dan musim (Chester 1990; Millero dan Sohn 1992). Sifat sedimen yang relatif stabil menyebabkan kandungan bahan-bahan kimia di dalamnya tidak banyak mengalami perubahan oleh proses pencucian oleh pergerakan air. Topografi juga sangat mempengaruhi kestabilan kondisi di sedimen. Wilayah yang tertutup atau mempunyai penghalang baik alami maupun buatan mendukung kestabilan komposisi sedimen.

Usaha budidaya utama di Teluk Kaping adalah Keramba jaring Apung (KJA), jumlahnya cukup banyak dan umumnya diusahakan secara intensif. Usaha tersebut kebanyakan dijalankan oleh masyarakat dengan dukungan modal dari beberapa pengusaha dari luar kawasan. Selain itu ada usaha lain yang juga memanfaatkan kawasan teluk, yaitu budidaya rumput laut, keramba jaring apung untuk kerang mutiara, karang hias, dan keramba tancap atau pen culture (Hanafi 2004).

Kegiatan masyarakat di luar usaha budidaya tersebut juga terdapat di sekitar Teluk Kaping, yaitu bekas usaha tambak ikan dan udang yang tidak beroperasi. Lokasi tambak tersebut di bagian barat teluk (Gambar 1). Kegiatan lain yang berlokasi pesisir teluk yaitu dermaga kapal singgah yang cukup aktif untuk persinggahan kapal yang melintas di laut Utara Bali dan nelayan di sekitar teluk. Kegiatan budidaya dan kegiatan lain yang berhubungan langsung dengan ekosistem laut dalam hal ini Teluk Kaping, berpotensi memberi masukan bahan organik maupun non-organik ke dalam sistem perairan. Kehadiran bahan-bahan tersebut secara langsung maupun tidak memberi pengaruh yang cukup nyata terhadap perubahan kualitas lingkungan teluk secara menyeluruh. Kualitas


(15)

15

lingkungan akan berubah seiring dengan semakin tingginya intensifitas pemanfaatan kawasan Teluk Kaping.

Gambar 1 Peta budidaya di Teluk Kaping.

Teluk Kaping memiliki topografi relatif tertutup dengan keberadaan gosong pasir dan gosong karang. Keadaan seperti tersebut menyebabkan pergerakan sedimen tidak terlalu aktif. Teluk ini juga merupakan wilayah pemanfaatan yang aktif antara lain kegiatan berbagai macam jenis budidaya dan kegiatan penunjang lainnya. Kondisi tersebut menyebabkan rentan terhadap perubahan kualitas lingkungan. Di sisi lain kualitas lingkungan yang baik merupakan syarat penting untuk mendukung kegiatan masyarakat di sekitar terutama usaha budidaya. Untuk mengetahui kondisi lingkungan Teluk Kaping maka akan dikaji kondisi sedimennya, sebagai indikator untuk mengetahui keadaan ekosistem teluk. Parameter yang diteliti meliputi komposisi dan kelimpahan bakteri-bakteri indikator yang ada pada kondisi-kondisi fisik kimia sedimen yang berbeda.

0,5 0 0,5


(16)

16

Rumusan Masalah

Teluk Kaping diperuntukkan bagi budidaya khususnya keramba jaring apung (KJA) dan beberapa jenis budidaya. Akibatnya masuknya bahan-bahan sisa pakan dan feses dari ikan, selain juga dari aktivitas manusia yang berada di sekitar teluk. Bahan sisa itu bisa dalam berbagai berbentuk. Pengukuran yang dilakukan dalam penelitian ini lebih menekankan pada keberadaan senyawa karbon organik (C-org), nitrogen (N), dan fosfor (P). Kemampuan bakteri memanfaatkan sumber C, N dan P sebagai sumber nutrisi di ekosistem perairan mestinya berimplikasi pada adanya korelasi yang positif antara konsentrasi C, N dan P dengan komposisi dan kelimpahan bakteri. Pengaruh parameter fisik-kimia sedimen terhadap komposisi dan kelimpahan bakteri di sedimen. Masalah yang timbul yaitu pertama, bagaimanakah karakteristik fisik-kimia sedimen Teluk Kaping; kedua, bagaimanakah komposisi dan kelimpahan bakteri di daerah Teluk Kaping; dan ketiga, bagaimanakah pengaruh kondisi fisik-kimia sedimen terhadap komposisi dan kelimpahan bakteri di daerah Teluk Kaping.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kondisi sedimen Teluk Kaping. Parameter yang digunakan ialah karakteristik fisik-kimia sedimen di kawasan Teluk Kaping Bali dan hubungannya dengan komposisi dan kelimpahan bakteri.

Hasil Penelitian

Hasil yang diharapkan dalam penelitian ini adalah data dan informasi mengenai karakteristik fisik-kimia, data dan informasi berupa komposisi maupun kelimpahan bakteri, serta hubungan karakteristik fisik-kimia dengan komposisi dan kelimpahan bakteri.

Kerangka Pendekatan Masalah

Aktivitas masyarakat yang tinggi di dalam dan sekitar Teluk Kaping, secara langsung maupun tidak berpengaruh terhadap kondisinya. Akibatnya terjadi perubahan struktur ekologis dalam ekosistem teluk, baik di kolom air maupun di


(17)

17

sedimen. Hampir semua aktivitas masyarakat di kawasan teluk memberikan kontribusi yang tinggi pada perubahan-perubahan tersebut.

Perubahan-perubahan kondisi habitat tersebut dapat dilakukan dengan pengamatan terhadap faktor fisik, kimia, dan biologi di perairan tersebut terutama di sedimen. Diantara faktor-faktor tersebut memiliki hubungan yang erat dan dapat menggambarkan kondisi suatu ekosistem perairan (Brower et al. 1990). Perubahan satu parameter lingkungan dipengaruhi oleh perubahan parameter lingkungan yang lain (Gambar 2).


(18)

18

6 Gambar 2 Kerangka pendekatan masalah.

Keramba Jaring Apung

Kerang Mutiara Rumput Laut

Keramba Tancap

Tambak

Pelabuhan Nelayan/ Singgah

Sedimen

Teluk Kaping

Faktor Fisik Sedimen

Faktor Kimia Sedimen

pH, Redoks Pot., dan

Interstitial water (IW)

Konsentrasi karbon organik,

nitrogen, dan fosfor Faktor Biologi

Sedimen: komposisi dan kelimpahan bakteri

Kondisi Sedimen Teluk Kaping

Pemanfaatan teluk

yang memperhatikan

lingkungan

Aktivitas

TELUK

KAPING

dalam

teluk

pesisir

teluk

Penelitian

Perairan Teluk


(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Teluk adalah suatu kawasan laut yang menjorok ke daratan dan merupakan salah satu bagian integral dari ekosistem pesisir (Day et al. 1989). Ekosistem ini memiliki karakteristik unik akibat interaksi air laut, air tawar, daratan, dan atmosfer. Parameter lingkungannya bersifat komplek dan dinamis. Castro dan Huber (2005) menyatakan ada beberapa tipe kawasan pesisir yaitu coastal plain estuaries, bar-built estuary, dan tectonic estuaries. Teluk dapat berupa bar-built estuaries. Teluk pada setiap lokasi memiliki karakteristik lingkungan yang khas, sesuai dengan bentuk dan topografinya. Teluk berdasarkan letaknya dapat dibedakan menjadi dua yaitu teluk yang tertutup dan teluk yang terbuka. Teluk yang terbuka memiliki topografi yang berhadapan langsung dengan laut terbuka. Ukuran teluk seperti tersebut biasanya besar, seperti Teluk Jakarta. Teluk tertutup biasanya ukurannya kecil dan tertutup oleh gugusan pulau, gosong karang, dan atau gosong pasir yang terbentuk sebagai akibat aktivitas hidrooseanografi.

Karakteristik Umum Sedimen Kawasan Teluk

Analisis fauna yang terdapat pada sedimen menunjukkan bahwa karakteristik sedimen dipengaruhi juga oleh faktor-faktor lingkungan alamiah (Brooks et al. 2002), termasuk diantaranya adalah faktor fisik-kimia perairan. Faktor yang mempengaruhi seperti redoks potensial (EhpH), pH, dan air jebakan sedimen di sedimen. Pengaruh parameter tersebut menyebabkan terjadinya perubahan komposisi dan kelimpahan organisme.

Umumnya senyawa di ekosistem laut dapat dibagi menjadi dua, yaitu senyawa terlarut yang berukuran kurang dari 0,5 µm dan tidak terlarut yang berukuran lebih dari 0,5 µm. Senyawa ini dihasilkan oleh organisme hidup melalui proses metabolisme dan aktivitas ekstraseluler mikroorganisme. Peranan penting senyawa tersebut di dalam ekologi laut adalah sebagai sumber energi, sumber bahan keperluan bakteri, tumbuhan maupun hewan, sumber vitamin, sebagai zat yang dapat mempercepat dan menghambat pertumbuhan sehingga memiliki peranan penting dalam mengatur kehidupan plankton di laut.


(20)

8

Senyawa dalam ekosistem laut bersumber dari sungai, sebagian besar tidak terlarut di laut. Selain itu, juga dihasilkan oleh beberapa organisme seperti fitoplankton, makroalga dan bakteri kemoautotrofik. Produksi utama ini dihasilkan oleh fotoautotrofik nanoplankton (diameter 2,0 – 20 μm). Jumlahnya berkisar 10% dihasilkan dari tanaman dalam bentuk senyawa, berat molekulnya rendah seperti asam amino, asam trikarboksilik. Hasil ini dengan cepat dimanfaatkan oleh bakteri.

Senyawa-senyawa kimia di sedimen dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Kondisi utama lingkungan yang merubah komposisi senyawa di sedimen antara lain pH, redoks potensial, air jebakan sedimen atau interstitial water (IW), bahan-bahan alami yang berasal dari sistem itu sendiri (autothonous inputs), dan kegiatan yang dilakukan oleh hewan-hewan akuatik (Chester 1990; Millero dan Sohn 1992). Faktor lain yang juga mempengaruhi antara lain produktivitas primer dan sekunder perairan, temperatur, masukan bahan dari luar sistem sedimen perairan (allochthonous inputs), limbah yang berasal dari manusia (anthropogenic inputs), dan kondisi hidrologi (hydrologic variables).

Kondisi dan daya dukung kawasan dipengaruh oleh tekstur sedimen. Tekstur sedimen kasar menyebabkan sedimen bersifat aerobik dengan redoks potensial yang tinggi (+). Tetapi, tekstur sedimen halus cenderung bersifat anoksik dengan redoks potensial sedimen yang rendah mencapai 20,68 - 22.29 mV (Brooks et al. 2002) dan stratifikasi sedimen akan semakin jelas, serta diikuti oleh penurunan daya dukung kawasan tersebut.

Teluk merupakan kawasan yang memiliki karakteristik yang unik, karena merupakan pertemuan dua ekosistem (ecotone). Masuknya bahan-bahan dari daratan melalui sungai mempengaruhi kondisi lingkungan teluk, baik kolom air maupun sedimen. Teluk juga merupakan bagian dari zona transisi yang rentan terhadap pengaruh dari ekosistem besar di sekitarnya. Kawasan seperti ini disebut dengan zona transisi yang kritis atau critical transition zone (CTZ). Kondisi teluk terutama yang kondisinya agak tertutup memungkinkan terjadinya penumpukan bahan-bahan organik yang tinggi pada sedimen, seperti pada tipe daerah rawa pantai dan pesisir.


(21)

9

Kondisi sedimen di wilayah yang dimanfaatkan sebagai lahan budidaya, dipengaruhi oleh kegiatan yang berlangsung tersebut. Bahan-bahan alami yang masuk ke sedimen dalam bentuk sisa penguraian oleh aktivitas mikroba tidak nyata menurunkan kadar BOD, karena proses penghancurannya memerlukan waktu yang lama dan kontinuitas sinergi mikroba. Berbeda jika yang masuk adalah feses yang berasal dari limbah budidaya ikan akan mempercepat penurunan kadar BOD di perairan. Kondisi sedimen sendiri akan mengalami perubahan yang cepat dari bersifat aerobik menjadi anaerobik.

Keadaan lingkungan pada kawasan pemanfaatan pada umumnya relatif mengalami penurunan kualitas bila dibandingkan dengan kawasan yang bebas dari pemanfaatan. Perbedaan yang tidak besar terjadi pada kualitas kolom air, apabila sirkulasi air berjalan dengan lancar. Sesuai dengan kondisi hidrooseanografi dan topografi pantai suatu kawasan. Sedimen yang berperan sebagai sistem penampung relatif lebih stabil, hal ini mengakibatkan bahan-bahan yang memasuki wilayah akan terakumulasi alam jangka waktu lama. Kondisi teluk yang topografinya memiliki pembatas yang berupa gosong-gosong juga akan menambah kestabilan sedimen tersebut. Daerah yang memiliki tingkat sedimentasi yang tinggi, perairannya kurang mampu menyebarkan sedimen yang masuk ke dalam kawasan tersebut secara merata (Danovaro et al. 1998). Akibatnya sedimen akan mengendap pada suatu titik tertentu dan terjadi akumulasi yang meningkat dengan cepat.

Daerah pemanfaatan untuk budidaya berpotensi sebagai penghasil utama bahan organik di lingkungan. Bahan organik tersebut dapat berasal dari sisa pakan dan kotoran ikan. Kurang lebih 20% makanan yang diberikan hilang dan terdistribusi ke lingkungan, kemudian 26% makanan tersebut akan direproduksi menjadi kotoran ikan. Penggunaan teknik manajemen pakan yang baik pun sisa pakan yang akan menjadi penyebab polusi masih mencapai 11,4%, hal ini terjadi pada budidaya ikan trout. Penelitian mengemukakan bahwa terdapat 150 kg material padat dan 3 kg fosfor yang mengkontaminasi lingkungan pada setiap satu metrik ton panen ikan salmon. Jadi tidak dapat dikesampingkan bahwa budidaya perikanan memberikan kontribusi yang besar pada pemasukan bahan organik


(22)

10

padat ke sistem perairan, dan pada saat terjadi proses mineralisasi dapat juga sebagai sumber nutrisi yang penting (Henrichs 1992).

Tekstur sedimen mempengaruhi penyebaran, komposisi, dan jumlah mikroorganisme. Holme dan McIntyre (1971) berdasarkan skala Wentworth mengklasifikasikan sedimen berdasarkan ukuran partikelnya (Tabel 1). Pengendapan sedimen atau sedimentasi ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya kecepatan arus sungai, kondisi dasar sungai, turbulensi, densitas sedimen, bentuk sedimen, dan diameter sedimen (Libes 1992).

Tabel 1 Klasifikasi dan ukuran sedimen berdasarkan skala Wentworth.

Nama Partikel Ukuran (mm)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.

Batuan (Boulder) Batuan bulat (Cobble) Batuan kerikil (Pebble) Butiran (Granule)

Pasir paling kasar (Very coarse sand) Pasir kasar (Coarse sand)

Pasir sedang (Medium sand) Pasir halus (Fine sand)

Pasir sangat halus (Very fine sand) Debu (Silt)

Liat (Clay)

256 256 – 64

64 – 4 4 – 2 2 – 1 1 – 0.5 0.5 – 0.25 0.25 – 0.125 0.125 – 0.0625 0.0625 -0.0039 kurang dari 0.0039

Sumber : Holme dan McIntire (1971)

Karakteristik Fisik Sedimen

Kawasan budidaya yang intensif memiliki dampak yang sangat besar terhadap kondisi fisik sedimen yang berada di bawahnya. Masuknya limbah dalam jumlah besar dan terus-menerus menyebabkan daya dukung suatu kawasan menjadi menurun. Kemampuan asimilasi semua komponen yang berada dalam sedimen memiliki keterbatasan apabila masukan bahan-bahan asing terutama organik.

Tekstur sedimen sangat menentukan juga daya dukung terhadap limbah yang masuk. Semakin kasar tekstur sedimen maka kemampuan untuk menerima limpahan limbah semakin besar. Hal ini berkaitan dengan kondisi oksidatif sedimen. Kondisi yang oksidatif menyebabkan hasil degradasi bahan-bahan organik tidak akan bersifat toksik akan tetapi bisa lebih bermanfaat bagi organisme akuatik pada umumnya.


(23)

11

Berbeda halnya dengan tekstur sedimen halus dimana daya dukungnya terhadap masukan limbah relatif lebih kecil. Hal ini disebabkan oleh sudah ada konsentrasi bahan organik yang harus di dekomposisi sebelumnya. Masukan limbah apalagi dalam jumlah banyak dan konstan akan menyebabkan keadaan anoksik pada sedimen. Kondisi seperti ini menyebabkan hasil dekomposisi bahan-bahan organik kebanyakan bersifat toksik bagi organisme akuatik.

Kualitas sedimen suatu perairan bisa dilihat dari warna yang dimilikinya. Warna sedimen berkaitan erat dengan tekstur sedimen. Tekstur sedimen akan mempengaruhi warna sedimen. Faktor lain yang mempengaruhi adalah kandungan sedimen itu sendiri, masing-masing senyawa memiliki warna yang berbeda dengan senyawa yang lain.

Warna sedimen berkaitan erat dengan beberapa hal yaitu, sedimen awal pantai tersebut, konsentrasi unsur dan senyawa yang ada di dalamnya, keadaan lingkungan di sekitarnya, dan tekstur sedimen. Sedimen awal pantai biasanya sangat tergantung dari daratan yang ada di sekitarnya, apabila pantai tersebut berada pada daratan besar sehingga warnanya cenderung lebih gelap. Apabila pantai tersebut berada pada kepulauan yang kecil-kecil maka sedimennya cenderung berwarna lebih cerah dan terang, karena sedimen berasal dari pelapukan karang.

Kandungan unsur dan senyawa juga sangat berperan memberi warna yang khas pada sedimen. Unsur-unsur yang berbeda memiliki panjang gelombang warna tertentu yang apabila terakumulasi dalam jumlah tertentu mempengaruhi secara signifikan warna sedimen, misalnya banyak senyawa besi akan memberikan warna yang relatif merah pada sedimen demikian juga dengan unsur-unsur yang lain akan memberikan warna yang khas pada sedimen bila dalam jumlah yang besar.

Pantai dengan ekosistem utama yang lengkap terdiri atas ekosistem mangrove, lamun, dan terumbu karang, memiliki ciri khas bahwa pantai tersebut dalam kondisi yang relatif baik maka warna sedimennya pun akan berbeda. Warna yang ditimbulkan menyesuaikan dengan kehadiran organisme yang ada baik itu tumbuhan, hewan, maupun mikroorganismenya. Berbeda halnya dengan pantai yang tidak lengkap, maka sedimennya menimbulkan warna yang berbeda.


(24)

12

Indikator lain yang bisa dipakai untuk menilai kondisi sedimen adalah dari bau, masing-masing kondisi sedimen memiliki bau yang berbeda. Pada kondisi yang oksik (aerob) maka yang banyak dihasilkan adalah unsur nitrogen yang akan lebih bersifat volatil sehingga sangat mudah menghilang di dalam sedimen menuju ke kolom air bahkan udara. Berbeda dengan kondisi anoksik atau kekurangan oksigen, menimbulkan bau yang tidak sedap bagi manusia.

Pengelompokan ukuran partikel atau fraksi sedimen bisa menggunakan skala Wenworth (Tabel 1), selain itu juga bisa menggunakan pedoman dari USDA (United States Department of Agriculture). USDA mengelompokkan fraksi sedimen dalam tujuh kategori (Tabel 2). Pedoman lain yang bisa digunakan adalah pedoman internasional (Tabel 3) dari ISSS system (International Soil Science Society System). Kedua badan tersebut membandingkan persentase fraksi liat, debu, dan pasir untuk mengetahui tekstur sedimen. Brower et al. (1990) menyatakan perbandingan tersebut kemudian dianalisis menggunakan Segitiga Millar (Gambar 3).

Tabel 2 Kategori ukuran partikel sedimen menurut USDA

Diameter partikel Kategori

mm µm

Liat (clay) < 0,002 < 2

Debu (silt) 0,002 – 0,05 2 – 50

Pasir sangat halus (very fine sand) 0,05 – 0,10 50 – 100 Pasir halus (fine sand) 0,10 – 0,25 100 – 250 Pasir sedang (medium sand) 0,25 – 0,5 250 – 500 Pasir kasar (coarse sand) 0,5 – 1,0 500 – 1000 Pasir sangat kasar (very coarse sand) 1,0 – 2,0 1000 - 2000

Tabel 3 Kategori ukuran partikel sedimen menurut ISSS

Diameter partikel Kategori

mm µm

IV < 0,002 < 2 III 0,002 – 0,02 2 – 20 II 0,02 – 0,2 20 – 200 I 0,20 – 2,0 200 – 2000


(25)

13

Gambar 3 Segitiga Millar (sumber: Brower et al. 1990)

Karakteristik Kimia Sedimen

Sedimen memiliki ciri dan struktur yang berbeda dengan kolom air. Strukturnya yang padat menyebabkan sedimen memiliki stratifikasi konsentrasi unsur atau elemen dan proses-proses yang jelas. Salah satu yang keunikan dari sedimen adalah memiliki karakteristik kimia yang khas, terutama di kawasan pesisir. Pengaruh ekosistem daratan dan laut menyebabkan sedimen pesisir memiliki rentangan nilai parameter kimia yang relatif besar dan beragam. Ada beberapa parameter yang menonjol dalam perubahan komposisi elemen atau unsur di sedimen kawasan pesisir yaitu pH, redoks potensial, dan IW. Elemen atau unsur


(26)

14

yang mendominasi bionutrisi di sedimen antara lain karbon (C), nitrogen (N), dan fosfor (P).

pH (asam-basa) sedimen.

Kondisi asam basa atau pH memiliki pengertian operasional sebagai aktivitas ion hidrogen. Rentangan normal pH di ekosistem laut berkisar antara 7,5 – 8,4. Pada daerah pesisir yang memiliki muara sungai rata-rata pH linkungannya kurang lebih 8,4 (Chester 1990). Nilai pH tersebut mengindikasikan ekosistem laut khususnya kawasan pesisir bersifat basa (lebih dari 7) dan banyak terdapat OH- sebagai ion yang menandakan suatu larutan bersifat basa. Sillen (1963) diacu dalam Chester (1990) menyatakan bahwa berdasarkan skala waktu geologi pH di kendalikan oleh kesetimbangan antara kolom air dan mineral alami yang ada di sedimen.

Lingkungan pesisir yang dipengaruhi oleh dua ekosistem besar menyebabkan fluktuasi dan rentangan pH tinggi. Terdapat perbedaan nilai pH yang besar pada daerah-daerah yang tidak luas, terutama pada daerah yang berhadapan langsung dengan daratan atau daerah yang berhadapan langsung dengan lautan terbuka. Nilai pH juga dipengaruhi oleh faktor fisik sedimen, berkaitan dengan konsentrasi bahan-bahan organik yang ada di sedimen. Semakin kecil ukuran butiran sedimen pH cenderung menjadi lebih rendah (asam), demikian juga sebaliknya (Alongi 1998).

Perubahan nilai pH akan mempengaruhi sebaran faktor kimia perairan, hal ini juga akan mempengaruhi sebaran mikroorganisme yang metabolismenya tergantung pada sebaran faktor-faktor kimia tersebut (Odum 1994). Sebagian besar mikroorganisme sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH yang berbeda pada setiap jenis yang berbeda. Nilai pH mempengaruhi proses-proses biokimia perairan, misalnya proses-proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah (Effendi 2003).


(27)

15

Redoks potensial atau Oxidations - Reductions Potential (ORP)

Redoks petonsial menggambarkan aktivitas elektron di dalam sistem perairan. Hal ini berkaitan dengan kemampuan suatu sistem untuk mengantarkan elektron suatu lokasi ke lokasi lainnya. Keadaan dengan banyak kehilangan elektron disebut dengan kondisi oksidasi, apabila banyak menerima elektron disebut dengan kondisi reduksi.

Potensi pengurangan oksigen atau redoks diukur dengan ukuran milivolt yang disebut dengan skala eH. Skala ini merupakan pengukuran terhadap aktivitas elektron sedangkan pH mengukur aktivitas proton (Odum 1994). Konsentrasi oksigen di sedimen berhubungan erat dengan nilai redoks potensial (eH) sedimen.

eH-pH berkorelasi dengan kondisi habitat dasar, terutama berhubungan dengan konsentrasi bahan organik dan oksigen. Nilai eH lebih kurang 400 mV, konsentrasi oksigen berkisar 410 mg/lt. Nilai eH lebih kurang 300 mV, nilai oksigen 0,3 mg/lt. Nilai eH kurang dari 200 mV oksigennya 0,1 mg/lt. Nilai eH dibawah nol maka nilai oksigen tidak terukur (Rhoads 1974 diacu dalam Razak 2002).

Kondisi oksidasi reduksi menggambarkan bahwa di perairan selalu terjadi perpindahan elektron secara terus menerus sebagai akibat berbagai aktivitas di dalamnya. Aktivitas yang berperan utama dalam perubahan kondisi oksidasi reduksi adalah proses pelapukan oleh enzim maupun oleh bakteri yang ada dalam sistem tersebut. Chester (1990) mengemukakan bahwa hanya sedikit elemen yang terlibat langsung secara dominan pada proses reduksi-oksidasi. Elemen-elemen tersebut antara lain karbon, nitrogen, oksigen, sulfur, besi, dan mangan.

Komponen atau bahan yang masuk ke dalam sistem perairan, akan mengalami perubahan-perubahan secara kimiawi. Perubahan tersebut menimbulkan perubahan komposisi transpor elektron yang ada di dalam sistem. Komponen dan komposisi yang berbeda dari masing-masing bahan mempengaruhi kelimpahan jumlah elektron selama proses penguraian tersebut. Bahan-bahan organik mempengaruhi kondisi oksidasi-reduksinya, ini berkaitan dengan proses-proses yang akan berlangsung seperti denitrifikasi, fermentasi, amonifikasi, asimilasi dan fiksasi. Proses itu sendiri banyak melibatkan proses


(28)

16

pemindahan elektron dari suatu bentuk menjadi bentuk yang lainnya (organik menjadi anorganik)

Kawasan budidaya dengan limbah organik yang tinggi, terutama berasal dari ekskresi ikan dan sisa pakan. Sifatnya yang padat menyebabkan terjadi endapan yang cukup tinggi pada sedimen. Endapan-endapan tersebut akan bergantung pada daya dukung dari kawasan teluk tempat budidaya. Daya dukung suatu kawasan bergantung pada berbagai macam faktor antara lain kondisi hidrooseanografi, topografi pantai, keberadaan sungai, tekstur sedimen, dan ekosistem yang ada di sekitar kawasan teluk.

Air Jebakan Sedimen atau Interstitial Water (IW)

Air jebakan sedimen (IW) merupakan air laut yang terjebak dalam sedimen. Air tersebut terikat secara kimiawi maupun fisik dengan partikel-partikel sedimen. Sebagian besar elemen atau unsur yang ada di dalamnya berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi lebih komplek dan berlangsung secara konstan. Selain itu, ada interaksi yang intensif antara sedimen dengan kolom air di atasnya (Millero dan Sohn 1992). Stratifikasi IW jelas pada setiap kedalaman, ini terjadi karena faktor-faktor yang mempengaruhi pada setiap kedalaman berbeda. Pada akhirnya elemen atau unsur yang terkandung pada setiap strata juga akan berbeda.

Salah satu fungsi penting IW adalah sebagai media dalam siklus unsur dan senyawa dalam ekosistem perairan. Perubahan unsur dan senyawa baik mineralisasi maupun pelapukan berlangsung efektif dan cepat dalam IW (Chester 1990). Kondisinya yang cenderung tenang dan tidak banyak pergerakan menyebabkan proses-proses fisik, kimia dan biologis berlangsung efisien. Hasil proses-proses tersebut kemudian diendapkan dan atau dilarutkan kembali ke dalam kolom air melalui mekanisme interaksi sedimen dengan kolom air ( water-sedimen interaction).


(29)

17

Karbon Organik (C-org)

Karbon adalah salah satu elemen utama yang diperlukan mikroba, sehingga keberadaan karbon di ekosistem laut pengaruhnya dominan terhadap ekologi mikroba. Laut mendominasi sumber karbon pada biosfer planet bumi, termasuk di sedimen. Munn (2004) menyatakan konsentrasi karbon di laut kurang lebih 4 x 1013 ton (47 kali lebih besar dibandingkan dengan atmosfer, dan 23 kali konsentrasi karbon di daratan). Konsentrasi karbon di laut bersumber dari dalam laut itu sendiri dan masukan dari atmosfer dalam bentuk CO2, serta terdistribusi

sebagian besar di sedimen dalam bentuk endapan.

Sumber karbon yang di laut berbentuk sederhana seperti CO, CO2, CH4, dan

juga berbentuk molekul komplek seperti senyawa-senyawa organik. Bentuk senyawa organik seperti karbohidrat, asam amino, asam-asam lemak, peptida, dan asam organik diperlukan oleh kelompok heterotrofik. Bakteri golongan heterotrofik mengeluarkan (mengekskresikan) enzim untuk mendegradasi molekul komplek menjadi molekul yang lebih sederhana, sehingga bisa dimanfaatkan. Proses ini berguna untuk bisa memasukkan unsur karbon ke dalam sel melalui metode transpor khusus yang dimiliki oleh bakteri. Pada kawasan yang memiliki konsentrasi bahan organik tinggi bakteri heterotrofik memiliki peluang lebih besar untuk berkembang dengan cepat, berkaitan dengan tersedianya sumber nutrisi yang melimpah di lingkungan.

Konversi karbon dalam laut terjadi melalui beberapa proses yaitu fotosintesis, respirasi, dan pembakaran dalam sel. Transfer karbon dalam bentuk CO2 terutama di laut dalam bentuk bikarbonat (HCO3-), konsentrasi di laut

mencapai 0.002 M (Stanier et al. 1976).

Nitrogen (N)

Chester (1997) menyatakan bahwa keberadaan nitrogen di kawasan perairan dapat berupa: a) molekul organik; b) campuran garam-garam inorganik, seperti nitrogen nitrat (NO3--N), nitrit nitrogen (NO2--N), dan amoniak (NH3-N); c)

jajaran dari komponen organik karbon yang berasosiasi dengan organisme, seperti asam amino dan urea; dan d) partikel-partikel nitrogen. Unsur ini berperan sebagai


(30)

18

salah satu sumber energi utama dan sekunder dalam metabolisme organisme produsen. Konsentrasi alamiah nitrogen pada sedimen relatif dalam persentase yang tinggi 20%-50% (Pantoja dan Lee 2003). Alongi (1998) menyatakan bahwa siklus dan keberadaan nitrogen (nitrogen flow), dipengaruhi oleh komposisi dan kelimpahan mikroba serta kecepatan tumbuhnya, daya serap tumbuhan yang ada di sekitarnya, temperatur, redoks potensial dari sedimen, dan tekstur sedimen.

Konsentrasi nitrogen di sedimen berkorelasi negatif dengan ukuran butiran sedimen, semakin kecil butiran maka konsentrasi nitrogen akan semakin tinggi. Semakin kecil ukuran butiran sedimen maka konsentrasi bahan organik tinggi, karena konsentrasi organik tinggi cenderung memiliki unsur nitrogen yang tinggi. Sebaliknya dengan ukuran butiran yang kasar maka akan menyebabkan sedikit adanya konsentrasi bahan organik yang ada pada area tersebut dan ini juga berarti bahwa konsentrasi nitrogen juga rendah (Henrichs 1992).

Transformasi nitrogen oleh aktivitas mikroorganisme meliputi lima proses utama (Effendi 2003), yaitu asimilasi nitrogen anorganik, fiksasi gas nitrogen menjadi amonia dan nitrogen, nitrifikasi, amonifikasi nitrogen organik, dan denitrifikasi. Kondisi aerobik akan meningkatkan kecepatan degradasi nitrogen yang ada di sedimen. Senyawa nitrogen biasanya berada paling atas dari lapisan sedimen, karena untuk degradasi sisa tumbuhan dan hewan yang mati untuk diuraikan menjadi N memerlukan keadaan yang oksidatif. Ketebalan setiap lapisan relatif tidak signifikan untuk mengkondisikan suatu syarat untuk bakteri dan senyawa tertentu mendominasi. Keadaan sedimen yang berada di perairan dalam mempengaruhi ketebalan setiap lapisannya. Hal ini berhubungan dengan tekanan dan masukan oksigen yang bisa mencapai dasar perairan. Laju akumulasi dan jenis bahan yang masuk ke sistem sedimen tersebut juga berpengaruh secara signifikan terhadap ketebalan setiap strata sedimen (Gambar 4).

Nitrogen memiliki beberapa bentuk yang bisa dimanfaatkan langsung oleh mikroorganisme seperti ammonium (-3), nitrat (+3), dan urea (+5). Bentuk amoniak banyak dimanfaatkan oleh berbagai macam bakteri terutama golongan pengoksidasi ammonia (ammonium-oxidizer). Rata-rata pemanfaatan amoniak di lingkungan oleh bakteri adalah 40 %, sedangkan secara alami pemanfaatan nitrat tidak terlalu besar karena pertimbangan faktor efisiensi energi. Nitrat untuk bisa


(31)

19

dimanfaatkan memerlukan proses penguraian amoniak menjadi nitrit dan kemudian nitrat yang bisa dimanfaatkan secara langsung (Kirchman 2003).

Pada sedimen sampai saat ini belum ada laporan yang menyebutkan secara jelas mengenai tingkat asimilasi nitrogen secara umum, yang ada hanya parsial pada suatu kawasan tertentu (Gambar 5). Perkiraan para ilmuan menyebutkan mungkin tingkat asimilasinya mungkin lebih besar lagi dibandingkan dengan kolom air. Pada kawasan perairan dangkal nilai yang besar tersebut juga bergantung dari seberapa besar masukan bahan organik ke dalam sedimen tersebut, sedangkan pada kawasan laut dalam lebih tergantung pada faktor keberadaan oksigen. Faktor-faktor yang mempengaruhi nitrifikasi dan distribusi

Gambar 4 Stratifikasi sedimen berdasarkan kedalaman serta konsentrasi senyawa-senyawa kimia pada setiap kedalaman.


(32)

20

nitrogen antara lain temperatur, unsur inhibitor, cahaya, konsentrasi sedimen, dan konsentrasi oksigen.

Gambar 5 Model Aliran Nitrogen di Alam (Alongi 1998)

Fosfor (P)

Salah satu unsur yang merupakan komponen utama selain karbon (C) dan nitrogen (N) sebagai nutrisi penting bagi organisme laut adalah fosfor (P). Komposisi dan keberadaan unsur P di lautan berkaitan dengan kehadiran unsur C, N, dan S serta elemen kelumit lainnya. Konsentrasi fosfor yang kaitan dengan aktivitas mikroorganisme khususnya bakteri sampai saat ini belum jelas diketahui, tetapi diperkirakan karena aktivitas eksoenzim dari bakteri merupakan salah satu sumber kehadiran senyawa-senyawa fosfor di sedimen. Di ekosistem laut bentuk senyawa fosfor yang umum ditemukan adalah ortofosfat, posfolipida, dan glukofosfat.

Komposisi fosfor di ekosistem perairan laut sangat terkait dengan kondisi dari lingkungan itu sendiri. Proses yang berhubungan dengan pembentukan senyawa fosfor tergantung pada jumlah komposisi mikroorganisme yang ada. Pada kolom air, saat kondisi oksigen yang cukup maka kecendrungan konsentrasi


(33)

21

fosfor tidak berubah terlalu besar, kecuali setelah berada pada kedalaman lebih dari 100m kehadiran fosfor hampir tidak ada (Gambar 6). Pada kolom air yang bersifat anoksik, fosfor berkurang secara cepat, bahkan setelah kedalaman 60 m tidak ditemukan lagi fosfor (Poulomi 2005).

Gambar 6 Konsentrasi fosfor pada kolom air berdasarkan kedalaman.

Perilaku fosfor pada sedimen yang cukup mengandung oksigen (aerob) memperlihatkan konsentrasi yang konstan. Penyebaran jumlah senyawa fosfor juga relatif merata pada setiap kedalaman. Pada keadaan oksidatif senyawa yang banyak terdapat pada sedimen adalah polifosfat, P-ester, dan fosfonat. Kondisi yang oksidatif juga memungkinkan terjadinya pelarutan ion-ion fosfor (high benthic P-fluxes) yang lebih tinggi ke dalam kolom air (Gambar 7).

Senyawa fosfor pada kawasan pemanfaatan untuk budidaya sebagian besar bersumber dari sisa pakan (66-85%) yang tidak dimakan oleh organisme yang dibudidayakan maupun organisme alami yang ada di sekitar lingkungan tersebut (Silvert 1994a diacu dalam Brooks et al. 2002). Levings diacu dalam Brooks et al. (2002) menyatakan berdasarkan perhitungan matematis menyatakan bahwa


(34)

22

Gambar 7 Konsentrasi fosfor dalam sedimen

kurang lebih 188,6 ton fosfor mengalir ke dalam wilayah laut British Columbia

yang berasal dari sisa makanan budidaya salmon. Pada kawasan budidaya konsentrasi fosfor rendah pada air laut tapi pada sedimen cenderung cukup tinggi, fosfor inorganik dapat mengalami tranformasi pada kondisi anoksik, pH rendah dan diserap oleh tumbuhan (Gianluigi et al. 2003).

Bakteri heterotrofik membutuhkan fosfor dalam bentuk ortofosfat dalam jumlah yang banyak, diserap langsung dari lingkungannya seperti di laut dan perairan tawar. Persentase rata-rata penyerapan unsur fosfor ini oleh bakteri mencapai 60% dari total keseluruhan persediaan fosfor di lingkungannya. Perhitungan ini didapatkan dari hasil penelitian di perairan tawar, sedangkan di laut masih belum ada laporan yang dikemukakan tetapi secara teori nilai tersebut sepertinya akan berlaku sama di kawasan laut. Hasil perhitungan tersebut didapatkan dari analisis radiolabel terhadap fosfor yang diserap oleh bakteri di lingkungannya. Ukuran fosfor yang diserap di lingkungan oleh bakteri berkisar antara kurang dari 1,0 atau 0,8 µm. Mikroorganisme lainnya seperti fitoplankton menyerap lebih sedikit berkisar pada angka 24-46%. Jadi yang paling dominan menggunakan fosfor di lingkungan adalah bakteri (Kirchman 2003).


(35)

23

Bakteri pada Sedimen

Bakteri merupakan organisme uniseluler yang termasuk dalam kingdom monera dalam klasifikasi organisme seluler. Bakteri termasuk dalam kelompok

prokaryotik yaitu organisme yang belum memiliki pembungkus inti sel, dengan inti sel yang menyebar di dalam sitoplasma. Kelompok ini terdiri atas dua grup besar yaitu cyanobacteria dan bakteri. Bakteri dibagi lagi atas dua kategori yaitu eubakteria dan arkhaebakteria.

Umumnya bakteri memiliki tiga bentuk yang utama, bulat (coccus), batang (bacillus), dan spiral (spherical). Bentuk-bentuk tersebut bisa mengalami modifikasi, sehingga bakteri di alam tidak hanya uniseluler tetapi juga berbentuk rantai panjang akibat ikatan satu individu bakteri dengan yang lain. Hampir semua tempat di Bumi bisa didiami oleh bakteri, karena bakteri memegang peranan yang sangat penting dalam jaring-jaring kehidupan. Biomassa atau populasi bakteri mungkin merupakan merupakan faktor penentu ekologi bakteri. Perhitungan biomassanya merupakan hal yang penting untuk mengetahui jaring makanan dan siklus biogeokimia (Ferla et al.2004).

Peranan utama bakteri adalah sebagai dekomposer sisa organisme lain dan sebagai salah satu elemen yang berperan dalam siklus mineral di laut (Kennish 1990). Stabili dan Cavallo (2004) menyatakan bahwa pada ekosistem laut komposisinya beragam antara satu jenis dengan jenis yang lain, sebagai contoh persentase mikroorganisme yang ada di laut Mediterania (Tabel 4). Di perairan laut bakteri berada di kolom air maupun di sedimen dan bisa memegang peranan yang beragam. Fungsi bakteri adalah sebagai pemicu proses diagenesis dan sebagai sumber makanan bagi organisme pada tropik level yang lebih tinggi. Kehadiran bakteri memberikan pengaruh yang nyata terhadap sedimen habitatnya, terutama pada ketersediaan unsur karbon. Peranan-peranan tersebut melalui tiga proses yaitu bottom-up control, biogeochemical process, dan top-down control

(Oevelen et al. 2006).

Limbah yang berasal dari kawasan budidaya yang intensif mengandung bahan organik yang tinggi. Bahan-bahan tersebut berasal dari sisa pakan, metabolit, hasil ekskresi, dan limbah organisme yang mati. Bahan organik


(36)

24

tersebut secara alami bisa didegradasi oleh mikroorganisme yang ada di sedimen, termasuk bakteri. Perubahan yang terjadi pada bahan-bahan tersebut bisa dalam dua bentuk yaitu penguraian dari bentuk kasar dan padat menjadi bentuk-bentuk senyawa sederhana yang bisa terlarut dalam kolom air dan terjadi mineralisasi oleh bakteri sedimen.

Tabel 4 Persentase mikroorganisme di ekosistem laut. Bakteri Persentase

1. Aeromonas 16 2. Bacillus spp. 14 3. Enterobacteriaceae 11 4. Cocci Gram (+) 10 5. Phobacterium 9 6. Cytophaga 8 7. Acinetobacter 6 8. Pseudomonas 6 9. Flavobacterium 4

10. Flexibacter 4 11. Chromobacterium 3

12. Moxarella 3

13. Vibrio 3

14. Yeast 2

15. Alcaligenes 1

Sumber : Stabili dan Cavallo (2004)

Proses penguraian bahan organik yang ada pada kawasan perairan budidaya, umumnya berasal dari kelompok bakteri aerobik, baik yang bersifat autotrofik maupun heterotrofik. Pada zona yang bersifat anoksik (anaerobik) kelompok bakteri yang lebih berperan adalah bakteri yang bersifat anaerobik obligat atau fakultatif dan bakteri denitrifikasi. Strauss dan Dodds (1996) menyatakan komposisi dan jumlah bakteri heterotrofik ditemukan pada kawasan yang memiliki konsentrasi fosfor yang tinggi. Bakteri nitrifikasi mungkin banyak terdapat permukaan sedimen yang mengandung banyak bahan organik, sama dengan berbagai kelompok mikroorganisme yang lain akan tetapi tingkat metabolisme mereka belum banyak yang diketahui.

Faktor yang membatasi jumlah dan produktivitas bakteri di daerah pesisir adalah sumber nutrisi, syarat-syarat layak lingkungan, dan beberapa interaksi biologis. Hal ini sesuai dengan teori terbaru yang menyatakan bahwa bahwa suatu


(37)

25

organisme yang terdapat di dalam struktur jejaring makanan (food web) seperti bagan alir. Terjadi regulasi yang timbal balik untuk membatasi suatu organisme. Mekanisme tersebut dapat berbentuk regulasi Bottom-Up atau Top-Down. Mekanisme ini bekerja secara simultan membatasi perkembangan suatu organisme, bekerja sebagai inhibitor perkembangan organisme (Alongi 1998).

Bakteri yang mendominasi sedimen ekosistem pesisir lebih banyak dari golongan heterotrofik. Hal ini disebabkan oleh kemampuannya memanfaatkan berbagai sumber nutrisi untuk metabolismenya. Selain itu, penyebarannya yang luas dan toleran terhadap berbagai karakteristik lingkungan (Kennish 1990; Castro dan Huber 2005). Ada jenis bakteri yang berperan dalam proses-proses biologis di sedimen kawasan pesisir antara lain Enterobacter spp., Bacillus spp.,

Pseudomonas sp., Nitrosomonas sp., Nitrosococcus sp., Nitrobacter sp., dan

Nitrospira sp. (Mitchell 1992; Leonard et al. 2000)

Enterobacter spp.

Berbentuk batang pendek lurus, dengan ukuran 0.6 - 1.0 x 1.2 - 3.0 µm, Gram (-) motil dengan menggunakan flagela peritrik. Fakultatif anaerob dan kemoorganotrof. Metabolisme ada dua macam yaitu respiratori dan fermentatif. Temperatur optimal antara 30-370C. D-glukosa dimetabolisme menjadi asam, indol negatif. Tersebar luas di alam; air tawar, tanah, air kotor, tumbuhan, sayur, binatang, dan feses manusia. Bisa mengakibatkan penyakit, karena merupakan patogen opurtunitis (Holt et al. 1994).

Bacillus spp.

Masih sedikit publikasi yang berkaitan dengan studi tentang basilus di perairan laut (Elena et al. 1999). Bagaimana pola hidup dan daya tahannya pada kondisi seperti ekosistem laut, pada habitat ini yang dipelajari adalah tentang basilus yang heterotrofik. Basilus yang ada biasanya bersifat halofilik (tahan terhadap kadar garam yang tinggi) diantaranya Bacillus salixigens, dan tiga spesies baru yaitu Halobacillus; H. halophilus, H. litoralis, dan H. trueperi. Perbedaan masing-masingnya dapat diukur dengan kemampuan mereka hidup dengan kadar garam 10-20%. Spesies B. marinus, B. badius, B. substilis, B.


(38)

26

cereus, B. pumilus, B. licheniformis, B. firmus spesies ini beberapa ditemukan di samudra Pasifik.

Sel berbentuk batang dan lurus, berukuran 0.5 - 2.5 x 1.2 - 10 µm, tersusun atas dua atau lebih sel. Bersifat Gram (+) dan memiliki flagella peritrik untuk bergerak. Endosporanya berbentuk oval terkadang berbentuk bulat atau silindris yang sangat tahan terhadap kondisi ekstrim lingkungannya. Sporanya hanya satu untuk satu sel dan tidak akan terbentuk apabila terpapar oleh udara. Bersifat aerobik dan anaerobik fakultatif, memiliki toleransi yang tinggi terhadap panas, pH, dan salinitas. Bersifat kemoorganotrof karena mampu melakukan proses fermentasi. Katalasi positif, ditemukan di berbagai habitat; beberapa spesies menimbulkan penyakit pada vertebrata dan invertebrata (Holt et al. 1994).

Pseudomonas sp.

Berbentuk lurus atau batang tipis bengkok, tapi tidak helik dengan ukuran 0,5-1,0 x 1,5-5,0 µm, mempunyai flagella pada kutub sel (motil), Gram (-) dan tidak membentuk spora. Sel tidak memiliki pembungkus (sheaths), kelompok bakteri kemoorganotrof, tidak bisa memfermentasi gula, tidak bisa mengikat nitrogen, mampu hidup pada berbagai substrat organik. Banyak spesiesnya yang mengakumulasikan poli-ß-hidroksibutirat sebagai sumber karbon membentuk organela sel. Aerobik sejati dengan oksigen sebagai elektron akseptor terminal; pada kondisi khusus dapat menggunakan nitrat sebagai elektron akseptor. Oksidase positif atau negatif, katalase positif dan negatif. Ada beberapa spesies kemolitotrof, bisa menggunakan H2 atau CO sebagai sumber energi. Bakteri ini

banyak terdapat dasar perairan yang banyak detritusnya, limbah domestik, limbah industri, perairan pesisir, dan laut. Ada beberapa spesies bersifat patogen pada manusia, hewan, dan tumbuhan (Palleroni 1992; Holt et al. 1994).

Nitrosomonas sp.

Umumnya berbentuk batang, beberapa strain berbentuk bulat. Gram (-), umumnya tidak berflagella, tumbuh baik pada pH 7,8 dan suhu 300C, peka terhadap cahaya ultraviolet. Golongan bakteri autotrofik aerob, mampu mengoksidasi amoniak menjadi nitrit, habitat umumnya berada di kawasan laut, perairan eutrofik, dan buangan limbah (Jones et al. 1990; Koop dan Muller 1992).


(39)

27

Nitrosococcus sp.

Sel berbentuk bulat sampai ellipsoidal. Golongan Gram (-), tetapi spesies yang hidup di laut memiliki membran tambahan pada bagian luar membran. Memiliki dua tipe susunan membran intrasistoplasmik. Tipe pertama seperti pada

Nitrosomonas, terlihat membran yang memiliki vesikel berbentuk mendatar disepanjang bagian tepi sitoplasma. Tipe kedua memiliki karakteristik vesikel yang mendatar cenderung terpusat pada suatu tempat. Hampir semua spesiesnya mampu mereduksi amoniak. Bakteri ini mampu mengasimilasi senyawa organik sampai menjadi molekul yang paling sederhana. Umumnya kelompok bakteri ini habitatnya di laut (Holt et al. 1994).

Nitrobacter sp.

Umumnya berbentuk bulat (coccus), Gram (-), tidak ada flagella, tumbuh baik pada pH 7,6 - 7,8 dan suhu optimum 300C. Menggunakan nitrit sebagai sumber energi untuk melakukan fiksasi terhadap CO2 secara autotrofik. Memiliki

kemampuan mengoksidasi nitrit menjadi nitrat dengan menggunakan enzim nitrit-oksidoreduktase dan mereduksi nitrat menjadi nitrit (Holt et al. 1994).

Pada lingkungan laut berbentuk batang, buah pir, dan bentuk lainnya (pleomorfik). Reproduksi dengan menghasilkan tunas. Bisa bergerak dan tidak, apabila bisa motil flagelanya terletal di ujung sel atau berderet sepanjang tubuhnya. Dinding selnya berbeda dengan golongan Gram (-) lainnya apabila diamati dengan mikroskop elektron. Dinding selnya memiliki 3 lapisan (lapisan elektron, elektron transparan, dan lapisan elektron), lapisan elektron berada pada lapisan terluar dan lapisan terdalam. Penghasil energi utama adalah nitrit jika pada lingkungannya terdapat bahan organik dan nitrit maka akan ada dua fase metabolisme (biphasic); pertama nitrit digunakan sebagai sumber energi, setelah pada fase lag bahan organik yang dioksidasi sebagai sumber energi. Kemoorganotrofik tumbuh dengan lambat dan tidak stabil, menghasilkan butiran poli-ß-hidroksibutirat dalam jumlah yang banyak, yang menyebabkan perubahan bentuk dan ukuran sel. Jika terdapat dalam laut maka akan bersifat halofilik obligat (Holt et al. 1994).


(40)

28

Nitrospira sp.

Sel berbentuk batang yang langsing, pada kultur tua, dan fase stasioner pertumbuhan bentuknya berubah menjadi bulat dengan diameter 1,4 – 1,5 µm. Bersifat non-motil dan tidak memiliki membran intrasitoplasmik, tetapi terkadang terjadi pelipatan membran ke dalam sitoplasma. Golongan bakteri obligat kemolitoautotrof dan aerobik. Mampu menghasilkan energi dari metabolisme nitrit menjadi nitrat, CO2 merupakan sumber utama karbon. Bakteri halofilik,

untuk pertumbuhan pada media membutuhkan 70% - 100% air laut, dan hanya ditemukan pada ekosistem laut (Holt et al. 1994).

Proses penguraian dalam kondisi oksidatif secara biologis, bahan limbah organik akan mengalami pemecahan dari senyawa berukuran besar menjadi unsur atau senyawa yang lebih sederhana. Pemecahan ini melibatkan enzim yang dihasilkan oleh bakteri. Kegiatan degradasi oleh bakteri ini berlangsung dalam beberapa tahapan, karena pemecahan senyawa yang besar menjadi unsur atau senyawa yang sederhana melibatkan tidak hanya satu jenis atau satu kelompok bakteri. Proses yang akan menghasilkan senyawa sederhana tersebut melibatkan bakteri yang bekerja secara sinergis, sesuai dengan kebutuhan nutrisi dari setiap jenis bakteri. Proses yang sinergis tersebut merupakan hal yang penting. Bahan yang dihasilkan oleh bakteri sebelumnya yang bekerja, merupakan sumber nutrisi bagi bakteri yang bekerja pada tahapan selanjutnya.

Proses pada lingkungan yang oksidatif merupakan syarat utama bagi bakteri-bakteri yang bersifat aerobik. Penguraian nitrit menjadi nitrat adalah salah satu proses yang memerlukan oksigen. Senyawa yang dihasilkannya pun tidak terlalu bersifat toksik bagi kebanyakan organisme akuatik, bahkan merupakan sumber nutrisi bagi beberapa mikroorganisme seperti nanoplankton dan fitoplankton.

Faktor-faktor lingkungan lain yang berpengaruh pada proses tersebut adalah suhu, pH, salinitas, dan alkalinitas. Bakteri memiliki kisaran faktor lingkungan tertentu untuk bisa bekerja secara optimum. Faktor internal mikroba yang juga mempengaruhi adalah karakteristik bakteri yang bersangkutan. Pada setiap jenis


(41)

29

mikroba memiliki laju yang berbeda dalam oksidasi bahan organik, sintesa materi sel, dan laju oksidasi materi sel.

Bakteri berperan mengubah bahan-bahan organik di sedimen. Umumnya yang banyak dipelajari adalah siklus unsur utama dalam laut yaitu karbon (C), nitrogen (N), fosfor (P), dan sulfur (S). Unsur-unsur tersebut memiliki kelompok bakteri dan kondisi tertentu untuk bekerja.

Nitrogen organik yang hadir dalam ekosistem laut akan diubah menjadi nitrogen anorganik seperti amonia (NH3), amonium (NH4+), nitrat (NO3-), dan

nitrit (NO2-), dan molekul gas nitrogen (N2). Penguraian bahan nitrogen organik

tersebut berbeda untuk menghasilkan nitrogen anorganik. Proses amonifikasi menghasilkan amonia dan amonium, kedua senyawa tersebut dihasilkan oleh bakteri yang berbeda walaupun substratnya sama. Nitrit dihasilkan oleh proses nitrifikasi amoniak yang dilakukan oleh bakteri dalam kondisi aerobik. Pada unsur nitrat, dinitrogen oksida dan molekul N2 dihasilkan dari proses denitrifikasi. Nitrat

dan dinitrogen oksida dihasilkan dalam keadaan anaerobik (proses denitrifikasi), sedangkan molekul N2 dihasilkan dalam keadaan aerobik.

Fosfor yang ada di perairan dalam bentuk senyawa organik belum bisa dimanfaatkan oleh organisme lain. Umumnya fosfor hadir di perairan dalam bentuk persenyawaan dengan unsur lain seperti besi dan kalsium. Memerlukan proses yang melibatkan bakteri untuk berguna bagi organisme lain. Bentuk fosfor yang bisa dimanfaatkan langsung adalah ortofosfat, polifosfat, glukofosfat, dan metafosfat.

Peranan penting fosfor anorganik bagi organisme akuatik Umumnya adalah sebagai dasar pembentukan ATP (adenosin triphosphat). Molekul tersebut adalah molekul berenergi tinggi yang diperlukan dalam tranfer energi dalam metabolisme sel organisme termasuk bakteri. Fungsi penting lainnya adalah bersama lipid membentuk senyawa yang merupakan bagian penyusun membran sel.


(42)

30

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Teluk Kaping desa Sumberkima Kabupaten Buleleng Bali (Gambar 8). Kawasan ini termasuk ke dalam kawasan penelitian Balai Besar Riset Perikanan dan Budidaya Laut (BBRPBL) Gondol Bali, selain itu juga merupakan daerah budidaya yang diusahakan oleh masyarakat sekitar teluk. Sampel penelitian diambil dari enam belas titik pengamatan, dilakukan pada bulan Nopember 2005. Analisis parameter fisik-kimia sedimen dilakukan di Laboratorium Lingkungan dan Laboratorium Kimia Balai Besar Riset Perikanan dan Budidaya Laut Gondol Bali. Analisis parameter biologi (bakteri) di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi IPB, Desember 2005 – April 2006.

Gambar 8 Teluk Kaping (sumber: Laboratorium Lingkungan BBRPBL).

Penelitian lapangan dilakukan di Teluk Kaping, yang merupakan kawasan budidaya masyarakat hasil pengembangan BBRPBL Gondol. Kawasan tersebut memiliki beberapa jenis budidaya laut antara lain keramba jaring apung atau

flouting net cage (KJA) untuk ikan kerapu dan mutiara, keramba tancap (pen culture), rumput laut, dan karang hias. Kegiatan lainnya yang berada di sekitar teluk adalah dermaga kapal singgah, bekas tambak ikan, dan pemukiman nelayan.


(43)

31

Pengambilan sampel dan data di lapangan dilakukan dengan menggunakan metode Centre Plot Sampling modifikasi dari metode point-quarter sampling dan

plot sampling (Brower et al. 1990). Berikut urutan pengambilan sampel di lapangan: letak titik/posisi sampling dicatat dengan GPS, jumlah sampel sedimen sebanyak enam belas titik pengambilan, pengambilan data dari pengukuran langsung, dan setiap pengukuran pada lokasi pengambilan data dilakukan pencatatan kondisi lingkungan di sekitar titik pengambilan sampel (Gambar 9).

Gambar 9 Titik stasiun pengamatan.

Metode Analisis Sampel dan Data

1. Pengukuran persentase fraksi liat, debu dan pasir yang pada setiap stasiun pengamatan dari sampel sedimen menggunakan Soil Hidrometer Periliter T.680F No. 1614 ASTM.152H Made in England. Larutan sodium metaphosphate atau hexametaphosphate, selain itu juga bisa memakai Calgon. Kedua larutan tersebut digunakan untuk mencegah terjadinya koagulasi dan agregasi partikel sedimen (Brower et al. 1990).

2. Pengukuran kedalaman setiap stasiun pengamatan menggunakan GPS Sounder digital model Garmin V.

1 2 3

5

6 7

8 4

10

11

12

13

9

15

16

2 14


(44)

32

3. Pengukuran kecerahan perairan pad setiap stasiun pengamatan menggunakan

sechi disk.

4. Identifikasi parameter kimiawi sedimen meliputi:

a. Pengukuran pH menggunakan pHmeter digital model pH29SE.

b. Pengukuran ORP menggunakan redoksmeter digital model Oxon 900RCA.

c. Pengukuran IW dengan dilakukan dengan pemanasan pada oven sebesar 1050C selama 24 jam, dengan asumsi bahwa semua air baik yang berada di sela-sela pori sedimen maupun yang terikat secara kimia pada partikel sedimen menguap. IW didapatkan dari berat basah dijumlah dengan berat kering kemudian dibagi dengan berat kering sedimen (Brower et al. 1990). d. C-org didapatkan dari metode analisis ignition loss dengan pembakaran

dengan suhu 5000C sampai menghasilkan CO2, selanjutnya gas hasil

pembakaran tersebut dialirkan ke dalam larutan Ca(OH)2. Pembakaran

dilanjutkan sampai tidak lagi ada gumpalan endapan baru. Endapan tersebut disaring, kemudian dikeringkan dalam oven suhu 1100C sampai air yang terkandung menguap. Endapan didinginkan selanjutnya ditimbang menghasilkan berat bersih CaCO3. Berat tersebut dikonversi ke persen dari

berat sedimen (Brower et al. 1990)

e. Effendi (2003) menyatakan jumlah nitrogen (N) didapat dari pengukuran nitrit (NO2-), nitrat (NO3-), dan ammonium (NH4+). Sampel sedimen

diekstrak dengan cara menambahkan aquades dan larutan alkali NaOH 0,1 - 0,5 M, selanjutnya dikocok dengan alat shecker selama 6 jam dengan asumsi semua senyawa nitrogen larut dalam larutan. Larutan tersebut kemudian di saring sampai menghasilkan larutan yang jernih. Pengukuran nitrit dilakukan dengan mereaksikan sampel dengan sulfanilic acid dan

alpha napthylamine sehingga terbentuk warna merah, selanjutnya diukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 510 nm. Pengukuran nitrat dilakukan dengan mereaksikan sampel dengan larutan Brusin 2% dalam larutan asam pH 4,8 sehingga terbentuk warna kuning, selanjutnya diukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 432 nm. Pengukuran ammonium dilakukan dengan mereaksikan sampel dengan


(45)

33

phenol dan alkaline dengan katalisator oxidizing agent sehingga terbentuk warna biru indophenol, selanjutnya diukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 640 nm. Konsentrasi nitrogen dapat di hitung dari penjumlahan nitrit, nitrat, dan ammonium (Brower et al. 1990)

f. Fosfor (P) diukur melalui metode sebagai berikut: sampel sedimen diekstrak dengan cara menambahkan aquades dan larutan alkali NaOH 0,1 - 0,5 M, selanjutnya dikocok dengan alat seeker selama 6 jam dengan asumsi semua senyawa fosfor larut dalam larutan. Larutan tersebut kemudian di saring sampai menghasilkan larutan yang jernih. Larutan tersebut direaksikan dengan reagen molybdate sehingga terbentuk

phosphomolybdate berwarna biru, selanjutnya diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 880 nm (Brower et al. 1990)

5. Analisis bakteri ada dua macam yaitu komposisi dan kelimpahan. Pengambilan sampel sedimen akan dilakukan dengan kedalaman 15 cm, menggunakan ekman grab. Komposisi bakteri yang berhasil diisolasi menggunakan media spesifik, uji katalase, uji oksidase, uji gula, uji nitrit, uji nitrat, uji citrat, analisis koloni biakan, pemanasan atau heat shock sampai 800C selama 15 menit khusus untuk Bacillus spp., pewarnaan Gram, pewarnaan spora, dan pengamatan morfologi dengan mikroskop menggunakan pembesaran seribu kali (Hadioetomo 1993; Lay 1994). Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop cahaya dan fase kontras dihasilkan gambaran morfologi umum bakteri (Lampiran 6).

Metode Analisis Data Sebaran Bakteri di Sedimen Teluk Kaping

Data yang diperoleh dari identifikasi bakteri di laboratorium kemudian dilakukan perhitungan komposisi dan kelimpahan masing-masing genus bakteri di setiap stasiun pengamatan. Bakteri teridentifikasi dianalisis menggunakan


(46)

34 (Tahap III) (Tahap II) (Tahap I) PERSIAPAN Pengumpulan Data

Sampel Sedimen Parameter fisik-kimia

Sampel sedimen Pengukuran langsung

C-org, N, P Bakteri Fraksi sedimen, pH, IW, dan ORP

Analisis Sampel

Analisis Sampel

Data Konsentrasi C-org, N, dan P

Teluk Kaping

Data Komposisi dan Kelimpahan Bakteri Teluk

Kaping

Data parameter fisik-kimia perairan

Teluk Kaping

Analisa deskriptif setiap stasiun Analisis Statistik

Identifikasi pengaruh karakterisitik fisik-kimia terhadap komposisi dan kelimpahan bakteri di sedimen

Teluk Kaping deskripsi lingkungan

teluk

Data Penunjang

Deskripsi kondisi lingkungan perairan Teluk

Kaping Data parameter fisik-kimia sedimen Teluk Kaping alur penelitian tidak diteliti Kecerahan dan kedalaman perairan

Sebaran Karakteristik Fisik-Kimia Sedimen

Analisis di laboratorium akan menghasilkan dua data yang berbeda yaitu data karakteristik fisik-kimia sedimen dan komposisi dan kelimpahan bakteri. Untuk mengetahui karakteristik fisik-kimia menggunakan analisis komponen utama atau principal component analysis (PCA) dan analisis korelasi untuk mengetahui model korelasi masing-masing komponen. Pengaruh karakteristik fisik-kimia terhadap komposisi dan kelimpahan bakteri dapat diketahui dengan menggunakan analisis regresi berganda dan korelasi untuk mengetahui model korelasinya (Sokal dan Rohlf 1981; Ludwig dan Reynolds 1988; Dietriech 2000; Supranto 2004). Analisis tersebut menggunakan program komputer Minitab 2003 versi 13.2. Alur penelitian terbagi atas tiga proses atau tahapan (Gambar 9).


(47)

35

HASIL

Karakteristik Lingkungan Teluk Kaping

Teluk Kaping berada di wilayah yang relatif tertutup, dibatasi oleh gosong pasir dan karang. Parameter-parameter lingkungan perairan yang dianalisis antara lain karakter fisik-kimia dan biologi di sedimen. Karakteristik fisik yang diamati adalah fraksi sedimen, kedalaman, dan kecerahan perairan. Karakteristik kimia sedimen meliputi: pH, redoks potensial (ORP), kadar air jebakan sedimen (IW), konsentrasi unsur karbon organik, nitrogen, dan fosfor. Parameter biologi adalah komposisi dan kelimpahan bakteri di sedimen, merupakan faktor yang dipengaruhi oleh kondisi fisik-kimia sedimen.

Karakteristik Fisik Sedimen Teluk Kaping

Pengamatan dilakukan selama bulan November 2005. Data kondisi lingkungan Teluk Kaping diperoleh dengan dua cara yaitu pertama dengan pengukuran langsung di lapangan terhadap parameter fisik-kimia sedimen dan perairan; kedua uji laboratorium terhadap tekstur sedimen dan parameter fisik-kimia sedimen. Pengukuran langsung untuk parameter fisik perairan yang diukur di enam belas titik (stasiun) pengambilan sampel, sehingga di dapat rentangan nilai seperti tabel dibawah ini.

Tabel 5 Parameter fisik Teluk Kaping

Parameter Kisaran nilai

Liat 4 - 56

Debu 3 -84

Fraksi sedimen (%)

Pasir 6 - 93

Kecerahan (m) 2 - 17 Kecerahan perairan

Persentase kecerahan (%) 30,36 – 52,24 Kedalaman perairan (m) 4,2 – 47,2

Fraksi sedimen Teluk Kaping pada setiap stasiun beragam, fraksi sedimen yang umum terdapat di sedimen Teluk Kaping adalah pasir, debu, dan liat. Persentase masing-masing fraksi berbeda pada setiap stasiun pengamatan. Hasil perhitungan dengan metode kelompok menghasilkan dua kelompok stasiun.


(48)

36

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Per

senta

se Fr

aksi

(%)

Liat Debu Pasir

Kelompok pertama memiliki karakteristik sedimen yang didominasi oleh fraksi pasir dengan persentase berkisar antara 50% - 93% yaitu di stasiun 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 11, dan 12. Kelompok stasiun tersebut cenderung mengelompok dan berada jauh dari daratan (Gambar 9 dan 11). Kelompok kedua memiliki karakteristik sedimen yang didominasi oleh fraksi debu dan liat yaitu di stasiun 1, 8, 10, 13, 14, 15, dan 16, kisaran nilai persentase liat 9% - 56%. Fraksi debu di stasiun kelompok kedua berkisar antara 6% - 55%, konsentrasi terbesar ada di stasiun 8 dan 14.

Bentuk dasar teluk yang curam menyebabkan kedalaman masing-masing stasiun bervariasi sehingga ragam data kedalaman tinggi. Kedalaman meningkat pada setiap stasiun seiring dengan bertambahnya jarak dari daratan utama. Faktor lain yang menyebabkan ragam data tinggi adalah ada beberapa stasiun yang terletak di dalam gosong pasir dan goba. Kedalaman gosong pasir dan goba ini bergantung pada kondisi pasang-surut air laut, dan umumnya relatif dangkal (Gambar 12). Persentase kecerahan perairan ragam datanya cukup besar, serta tidak menunjukkan suatu pola yang pasti. Kisaran persentase kecerahan di Teluk Kaping antara 30,36 – 52,24%. Persentase ini didapatkan dari perbandingan dengan kedalaman setiap stasiun. Persentase kecerahan tertingi ada di stasiun-stasiun yang dekat dengan gosong pasir dan goba. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa perairan di gosong pasir cukup cerah (Gambar 12).


(49)

37 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

(m) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 persentas e ke cerahan berdasaraka n kedalama n (%) Kecerahan Kedalaman persentase kecerahan

Tabel 6 Persentase fraksi dan tekstur sedimen masing-masing stasiun

Persentase fraksi sedimen Stasiun

Liat Debu Pasir Tekstur sedimen

1. 44 6 50 Liat berpasir

2. 20 4 76 Lempung berpasir

3. 40 5 55 Liat berpasir

4. 29 4 67 Liat lempung berdebu

5. 4 3 93 Pasir

6. 31 4 65 Liat lempung berdebu

7. 40 4 56 Liat berpasir

8. 9 55 35 Debu lempung

9. 30 5 65 Liat lempung berdebu

10. 49 7 44 Liat

11. 37 7 56 Liat berpasir

12. 42 5 53 Liat berpasir

13. 56 7 37 Liat

14. 10 84 6 Debu

15. 50 6 44 Liat

16. 55 7 38 Liat

* tekstur sedimen berdasarkan analisis dengan segitiga Millar (Brower et al. 1990)

Gambar 12 Kedalaman, kecerahan, dan persentase kecerahan berdasarkan kedalaman perairan.

Hasil analisis korelasi memperlihatkan bahwa kedalaman berkorelasi negatif dengan fraksi sedimen halus (liat dan debu), sedangkan dengan dengan fraksi pasir berkorelasi positif. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin dalam perairan sedimen cenderung didominasi oleh fraksi pasir. Korelasi antara kecerahan


(50)

38

7.4 7.6 7.8 8.0 8.2 8.4 8.6 8.8

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

pH

dengan komposisi fraksi sedimen berlaku sama seperti dengan kedalaman. Hal ini mengindikasikan bahwa kecenderungan perairan dengan sedimen yang partikelnya kasar lebih banyak dan dalam cahaya bisa masuk. Kurangnya resuspensi partikel padat dari sedimen ke kolom air menyebabkan cahaya bisa masuk sampai ke kedalaman. Partikel yang besar cenderung sulit untuk mengalami resuspensi pada kawasan pesisir yang memiliki topografi relatif tertutup (Day et al. 1989)

Karakteristik Kimia Sedimen Teluk Kaping

Rata-rata pH di sedimen Teluk Kaping sebesar 8,1 dengan kisaran nilai antara 7,9 – 8,6 (Gambar 13). Nilai pH tertinggi terdapat di stasiun 5 (8,6) dan terendah di stasiun 10 (7,9). Nilai ini sesuai dengan keadaan alami ekosistem pesisir. ORP sedimen di Teluk Kaping bersifat reduktif dengan kisaran -56,50 mV s/d -242,90 mV (Gambar 14). Lokasi pengamatan dengan nilai ORP tertinggi adalah stasiun 3 (-56,50 mV) dan terendah di stasiun 4 (-242,90 mV). Keadaan sedimen yang reduktif tidak menguntungkan, karena banyak terdapat senyawa-senyawa yang bersifat toksik terhadap organisme baik yang berada di sedimen maupun di kolom air (Day et al. 1989). Konsentrasi IW cukup tinggi dengan rentangan nilai 28,85 – 60,49% (Gambar 15).Analisis korelasi memperlihatkan adanya korelasi yang positif antara pH, redoks potensial, dan kadar air jebakan sedimen.


(51)

39

-300 -250 -200 -150 -100 -50 0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

R

e

d

o

k

s

P

o

te

n

s

ia

l (m

V

)

0 10 20 30 40 50 60 70

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Ko

ns

en

tras

i (%)

Gambar 14 Nilai redoks potensial di sedimen Teluk Kaping.

Gambar 15 Konsentrasi IW di sedimen Teluk Kaping.

Konsentrasi karbon, nitrogen, dan fosfor total di sedimen dianalisis di laboratorium. Konsentrasi karbon organik (C-org) di sedimen teluk berkisar antara 0,13 - 21,65%, dengan konsentrasi tertinggi di stasiun 15 dan konsentrasi terendah di stasiun 5 (Gambar 16). Konsentrasi nitrogen (N) berkisar antara 0,04 – 0,19%, dengan konsentrasi tertinggi di stasiun 1 dan konsentrasi terendah di stasiun 5 (Gambar 17). Konsentrasi fosfor (P) di sedimen teluk berkisar antara 0,0004 – 0,0030%, dengan konsentrasi tertinggi di stasiun 5 dan konsentrasi terendah di stasiun 1 (Gambar 18).


(52)

40

Gambar 16 Konsentrasi karbon (C-org) di sedimen Teluk Kaping.

Gambar 17 Konsentrasi nitrogen (N) di sedimen Teluk Kaping.

Gambar 18 Konsentrasi fosfor (P) di sedimen Teluk Kaping.

0 5 10 15 2 0 2 5

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

0 . 0 0 0 . 0 2 0 . 0 4 0 . 0 6 0 . 0 8 0 . 10 0 . 12 0 . 14 0 . 16 0 . 18 0 . 2 0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

0.0000 0.0005 0.0010 0.0015 0.0020 0.0025 0.0030 0.0035

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

K

onse

n

tr

as

i fosfor

(%


(53)

41

Hasil analisis terhadap konsentrasi masing-masing komponen bionutrisi utama yang ada dan dianalisis di sedimen teluk, selanjutnya dihitung rasio untuk karbon, nitrogen, dan fosfor serta rasio antara karbon dan nitrogen. Rasio tersebut menggambarkan keadaan sedimen yang berpengaruh terhadap organisme yang ada di sedimen, termasuk bakteri. Konsentrasi komponen bionutrisi yang beragam di masing stasiun pengamatan memberikan informasi rasio di masing-masing stasiun dan rasio komponen tersebut secara keseluruhan. Rasio konsentrasi karbon, nitrogen, dan fosfor di sedimen relatif cukup besar, rasio terendah di stasiun 5 (42:14:1) dan rasio tertinggi di stasiun 15 (14435:115:1). Rasio karbon dan nitrogen juga memiliki ragam yang tinggi dengan rasio terendah di stasiun 5 dan rasio terendah di stasiun 16 (Tabel 7).

Tabel 7 Rasio karbon, nitrogen, dan fosfor di sedimen Teluk Kaping

RASIO RASIO

Stasiun Karbon (C)

Nitrogen (N)

Fosfor (P)

Karbon (C)

Nitrogen (N)

1. 3754 470 1 8 1

2. 233 24 1 10 1

3. 470 89 1 5 1

4. 540 76 1 7 1

5. 42 14 1 3 1

6. 247 32 1 8 1

7. 165 28 1 6 1

8. 1172 126 1 9 1

9. 572 69 1 8 1

10. 2566 188 1 14 1

11. 1116 101 1 11 1

12. 270 33 1 8 1

13. 14160 133 1 106 1

14. 8932 68 1 131 1

15. 14435 115 1 126 1

16. 11452 81 1 142 1

Karakteristik Bakteri di Sedimen Teluk Kaping

Analisis terhadap sampel sedimen menghasilkan enam genus bakteri yang berhasil diidentifikasi ada dua kelompok yaitu kelompok bakteri heterotrofik dan nitrifikasi. Kelompok heterotrofik terdiri atas Enterobacter spp., Bacillus spp.,


(54)

42

6000 73000

300 4200 0

67000

350 8400 14000 0 5600 20000 0

540000 14600 81000 0 100000 200000 300000 400000 500000 600000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

K elim p a h a n B a k te r i ( se l/ g ra m )

dan Pseudomonas sp. Kelompok nitrifikasi terdiri atas Nitrosomonas sp.,

Nitrosococcus sp., dan Nitrobacter sp. Komposisi dan kelimpahan bakteri beragam pada setiap stasiun pengamatan. Keenam genus tersebut adalah bakteri yang tumbuh dalam jumlah yang banyak dan nyata dalam media umum maupun media selektif. Kelimpahan bakteri heterotrofik cenderung dominan dibandingkan dengan kelimpahan bakteri nitrifikasi, dengan perbandingan 7:1. Kelimpahan tertinggi Bacillus spp. (lebih dari 60%) dan terendah Nitrobacter sp. (berkisar 0,27%) dari total kelimpahan bakteri yang teridentifikasi. Ada beberapa bakteri kelompok Enterobacteriaceae yang teridentifikasi pada saat analisis di laboratorium.

Pada setiap stasiun pengamatan tidak semua bakteri yang teridentifikasi.

Enterobacter spp. tidak teridentifikasi di stasiun 6, 11, dan 14. Pada stasiun 15 kelompok bakteri ini yang teridentifikasi jumlahnya sangat banyak dan dominan dibandingkan bakteri yang lain (Gambar 19). Bakteri golongan

Enterobacteriaceae lain yang teridentifikasi antara lain Escherichia coli dan

Klebsiella sp. Jumlah kedua bakteri tersebut sangat kecil dan hanya teridentifikasi pada stasiun 7 dan 14. Bacillus spp. teridentifikasi di semua stasiun pengamatan dan memiliki kelimpahan sel yang paling banyak teridentifikasi dibandingkan dengan bakteri yang lain (Gambar 20). Pseudomonas sp. tidak teridentifikasi di stasiun 4, 8, 10, dan 15, sedangkan kelimpahan tertinggi ada di stasiun 7 (Gambar 21).


(55)

43 115000 30000 560000 33000 410000 43500 39000 8100 4200 48000 37000 88000 350000 28000 3500 83000 0 100000 200000 300000 400000 500000 600000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

K e li m p a h an B a k teri ( sel /gr am ) 5100 320 4000 0 280 310 5600 0 620 0 380 5400 230 4300 0 470 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

K el im ap ah an B ak ter i ( sel /gra m )

Gambar 20 Kelimpahan bakteri Bacillus spp.

Gambar 21 Kelimpahan bakteri Pseudomonas sp.

Bakteri kelompok nitrifikasi (nitrifying-bacteria) yang teridentifikasi antara lain: Nitrosomonas sp. dan Nitrosococcus sp. (ammonium-oxidizer), dan

Nitrobacter sp. (nitrit-oxidizer). Kelompok bakteri pengoksidasi amoniak jumlahnya lebih besar jika dibandingkan dengan kelompok bakteri pengoksidasi nitrit. Bakteri pengoksidasi amoniak hampir selalu teridentifikasi di semua stasiun pengamatan, kecuali Nitrosomonas sp (Gambar 22, 23, dan 24) di stasiun 16. Bakteri pengoksidasi nitrit tidak teridentifikasi di stasiun 4, 5, 8, 11, dan 14, jumlahnya jauh lebih kecil dibandingan dengan bakteri yang lain. Perbandingan jumlah total setiap bakteri memiliki nilai yang relatif jauh, kelimpahan yang paling tinggi bakteri Bacillus sp. kurang lebih 60% dan yang paling rendah adalah


(1)

97

kontur sebaran Nitrosococcus sp.


(2)

98

Lampiran 5 Genus Bakteri di Sedimen Teluk Kaping.

Enterobacter spp. pembesaran 1000x


(3)

99


(4)

100

Pseudomonas sp. pembesaran 1600x

Nitrosomonas sp. pembesaran 1000x


(5)

101


(6)

102

Lampiran 6 Metode analisis bakteri sedimen di laboratorium (Hadioetomo 1993; Lay 1994).

1. Isolasi Enterobacter spp.

1 gram sedimen diencerkan secara serial dari 10-1-10-5 lalu dicawankan 0,1 ml pada media EMB agar (Eosin Metilen Blue). Diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 370C, kemudian koloni yang muncul dihitung jumlahnya. Koloni yang terpisah dimurnikan, kemudian dilakukan pewarnaan gram.

2. Isolasi Bacillus spp.

Bahan media SWC agar (Sea Water Complete) atau air laut, larutan garam fisiologis (0,18% NaCl), seperangkat pewarnaan gram, pewarnaan spora. Urutan kerja 1 gram tanah dimasukkan ke dalam 9 ml NaCl Fisiologis kemudian diberikan heat shock 800C selama 15 menit untuk mematikan mikroba lainnya. Dibuat pengenceran serial 10-1-10-4, dari pengenceran 10-2 s/d 10-4 dibiakkan dalam cawan berisi media agar SWC sebanyak 0,1 ml kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu ruangan. Setelah 24 jam dihitung koloni yang tumbuh pada media SWC. Koloni yang terpisah dimurnikan, kemudian dilakukan pewarnaan gram, uji katalase (24 jam), bakteri yang berumur 48 jam dibuat pewarnaan spora.

3. Isolasi Pseudomonas sp.

1 gram sedimen dibuat pengenceran secara serial dari 10-1-10-5 lalu dicawankan 0,1 ml pada media Marine Pseudomonas Media Agar. Diinkubasi selama 24 jam, kemudian dihitung jumlah koloni yang muncul. Koloni yang terpisah dimurnikan, Selanjutnya dilakukan uji oksidase.

4. Isolasi Nitrosomonas sp.

1 gram sedimen dibuat pengenceran secara serial dari 10-1-10-5 lalu dicawankan 0,1 ml pada media Nitrosomonas. Selanjutnya diinkubasi pada ruangan gelap selama 3-4 hari. Koloni yang muncul dipilih kemudian dimurnikan. Kemudian dibuat pewarnaan gram.

5. Isolasi Nitrosococcus sp.

1 gram sedimen dibuat pengenceran secara serial dari 10-1-10-5 lalu dicawankan 0,1 ml pada media Nitrosococcus. Selanjutnya diinkubasi pada ruangan gelap selama 3-4 hari. Koloni yang muncul dipilih kemudian dimurnikan. Kemudian dibuat pewarnaan gram.

6. Isolasi Nitrobacter sp.

1 gram sedimen dibuat pengenceran secara serial dari 10-1-10-5 lalu dicawankan 0,1 ml pada media Nitrobacter. Selanjutnya diinkubasi pada ruangan gelap selama 3-4 hari. Koloni yang muncul dipilih kemudian dimurnikan. Kemudian dibuat pewarnaan gram.