Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Oleh Masyarakat di Kawasan Taman Hutan Raya Bukit Barisan Sumatera Utara

PEMANFAATAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU (HHBK) OLEH
MASYARAKAT DI KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA
BUKIT BARISAN SUMATERA UTARA

BOY TANTRI TARIGAN

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pemanfaatan Hasil
Hutan Bukan Kayu (HHBK) Oleh Masyarakat di Kawasan Taman Hutan Raya
Bukit Barisan Sumatera Utara” adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015
Boy Tantri Tarigan
NIM E14090004

ABSTRAK
BOY TANTRI TARIGAN. Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Oleh
Masyarakat di Kawasan Taman Hutan Raya Bukit Barisan Sumatera Utara.
Dibimbing Oleh DIDIK SUHARJITO.
Masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan memiliki
ketergantungan yang sangat tinggi terhadap hasil hutan dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. Salah satu jenis hasil hutan yang dimanfaatkan masyarakat
adalah hasil hutan bukan kayu (HHBK). Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan jenis-jenis HHBK yang dimanfaatkan, nilai ekonomi HHBK
yang diperoleh dan kontribusinya terhadap pendapatan rumah tangga. Metode
penelitian yang digunakan adalah survei. Data dikumpulkan dengan menggunakan
teknik wawancara dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa HHBK
yang dikumpulkan masyarakat terdiri atas bambu, rumput, kayu bakar, madu,
buah-buahan, satwa, tumbuhan hias, dan tumbuhan obat. Masyarakat
memanfaatkan HHBK untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan tambahan
penghasilan. Nilai ekonomi dari pemanfaatan HHBK yang diperoleh seluruh

responden di Desa Merdeka adalah Rp338 300 000/tahun dan rata-rata responden
memperoleh Rp11 276 667/tahun. Sedangkan nilai ekonomi dari pemanfaatan
HHBK yang diperoleh seluruh responden di Desa Jaranguda adalah sebesar
Rp412 579 000/tahun dan rata-rata responden memperoleh Rp13 752 633/tahun.
Nilai kontribusi sumberdaya hutan yang diperoleh masyarakat lebih kecil dari
pendapatan masyarakat di luar pemanfaatan sumberdaya hutan. Kontribusi nilai
ekonomi HHBK yang diperoleh terhadap pendapatan rumah tangga responden di
Desa Merdeka sebesar 40.14% dan di Desa Jaranguda sebesar 47.47%. Umur,
pendidikan, jumlah anggota keluarga dan mata pencaharian memengaruhi pola
pemanfaatan HHBK oleh masyarakat.
Kata kunci: HHBK, kontribusi pendapatan, nilai ekonomi, pemanfaatan

ABSTRACT
BOY TANTRI TARIGAN. The Utilization of Non Timber Forest Products
(NTFPs) by Local People at Bukit Barisan Forest Park North Sumatera.
Supervised by DIDIK SUHARJITO.
Local community who living around Bukit Barisan Forest Park depend on
forest products mainly to fulfill their needs. One kind of forest product utilized by
local people is Non Timber Forest Products (NTFPs). The objectives of this
research are to describe the NTFPs which being utilized, the economic value of

the NTFPs, and its contribution to household income. The method used in this
research was survey. The data were collected with interview and observation. The
results show that NTFPs have been collected by local people consists of bamboo,
grass, firewood, honey, fruits, wild animal, ornamental plants, and medicinal
plants. They utilize NTFPs to fulfil their daily needs and earn more income. The
economic value of NTFPs that obtained by all respondents in Merdeka Village is

Rp338 300 000/year, which each respondent got Rp11 276 667/year. And the
economic value of NTFPs that obtained by all respondents in Jaranguda Village is
Rp412 579 000/year, which each respondent got Rp13 752 633/year. The
contribution of NTFPs to household income is smaller than their income from
outside of forest resources. The NTFPs contribution to household income in
Merdeka Village is about 40.14% and in Jaranguda Village is about 47.47%. Age,
education, family members and employment influence the pattern of NTFPs
utilization by local people.
Key words: NTFPs, contribution to income, economic value, utilization

PEMANFAATAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU (HHBK) OLEH
MASYARAKAT DI KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA
BUKIT BARISAN SUMATERA UTARA


BOY TANTRI TARIGAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

Judul Skripsi

:

Nama
NRP


:
:

Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Oleh Masyarakat di Kawasan Taman Hutan Raya
Bukit Barisan Sumatera Utara
Boy Tantri Tarigan
E14090004

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. Didik Suharjito, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Ahmad Budiaman, MSc.Forst.Trop
Ketua Departemen Manajemen Hutan


Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan judul
Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Oleh Masyarakat di Kawasan
Taman Hutan Raya Bukit Barisan Sumatera Utara yang dilaksanakan sejak bulan
Desember 2013 sampai Januari 2014.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Didik Suharjito,
MS selaku pembimbing yang telah memberikan banyak pembelajaran dan ilmu
pengetahuan yang bermanfaat. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada UPT Pengelola Tahura Bukit Barisan, Bp.Yobel Sembiring dan Bp. Lilis
Surbakti atas dukungan moral dan bantuannya dalam pengumpulan data, dan
masyarakat Desa Merdeka dan Desa Jaranguda yang telah bersedia menjadi
responden dalam penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
ayah, ibu, adik, seluruh keluarga, dan teman-teman tercinta atas segala doa dan
kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor,


Februari 2015

Boy Tantri Tarigan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang

vi
vi
1
1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian


2

Manfaat Penelitian

2

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian

2
2

Alat dan Bahan Penelitian

3

Jenis Data

3


Metode Pengumpulan Data

3

Metode Pemilihan Responden

3

Pengolahan dan Analisis Data

3

HASIL DAN PEMBAHASAN
Jenis-jenis Sumberdaya Hutan yang Dimanfaatkan Masyarakat

7
7

Nilai Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)


12

Pendapatan di Luar Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)

14

Kontribusi Nilai Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Terhadap Pendapatan Rumah Tangga

15

Faktor-faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan Hasil Hutan

16

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

18
18
18
19
20
36

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Sumber pendapatan masyarakat di luar pemanfaatan hasil hutan
Pengambilan hasil hutan oleh responden di Desa Merdeka
Pengambilan hasil hutan oleh responden di Desa Jaranguda
Nilai ekonomi pemanfaatan hasil hutan yang diperoleh responden di Desa
Merdeka
5 Nilai ekonomi pemanfaatan hasil hutan yang diperoleh responden di Desa
Jaranguda
6 Pendapatan responden di luar pemanfaatan hasil hutan

5
8
8
13
13
15

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Karateristik Responden
Nilai Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Pendapatan di Luar Pemanfaatan Hasil Hutan
Kontribusi Pendapatan Hasil Hutan Terhadap Pendapatan Rumah Tangga
Pendapatan Total di Luar Pemanfaatan Hasil Hutan per Kapita
Hasil Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan Hasil Hutan
Tumbuhan Obat yang Dimanfaatkan
Dokumentasi Penelitian

20
21
26
27
29
31
33
34

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki sumberdaya alam
berupa hutan tropis terbesar di dunia. Luas kawasan hutan di Indonesia pada saat
ini mencapai 134.94 juta ha, dimana 20.17% atau 27.23 juta ha dari luas kawasan
tersebut merupakan kawasan konservasi (Kementerian Kehutanan 2012).
Kawasan hutan konservasi didefinisikan sebagai kawasan hutan yang memiliki
ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman
tumbuhan, satwa beserta ekosistemnya, yang terdiri atas kawasan hutan suaka
alam, kawasan hutan pelestarian alam dan taman buru (UU RI No. 41 tahun 1999,
Pasal 1 dan Pasal 7). Salah satu kawasan hutan pelestarian alam di Indonesia
adalah Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Barisan yang terletak di Provinsi
Sumatera Utara. Tahura Bukit Barisan ditetapkan oleh Presiden dengan Surat
Keputusan Presiden R.I. No. 48 Tahun 1988 tanggal 19 Nopember 1988 dengan
luas ± 51.600 Ha.
Pada umumnya masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan memiliki
ketergantungan yang sangat tinggi terhadap pemanfaatan hasil hutan. Seperti di
Dusun Pampli Sulawesi Selatan (Ngakan et al. 2006), masyarakat hutan
menggantungkan sebagian besar hidupnya dari memungut hasil hutan. Uluk et al.
(2001) dalam penelitiannya terhadap tingkat ketergantungan masyarakat dayak
terhadap hutan di sekitar Taman Nasional Kayan Mentarang menunjukan bahwa
masyarakat Dayak di sekitar TN Kayan Mentarang sangat tergantung pada
berbagai jenis hasil hutan. Berdasarkan penelitian mereka tercatat sebanyak 139
sampai 214 jenis hasil hutan yang dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan
dalam waktu satu tahun, antara lain sebagai sumber makanan, obat, bahan
bangunan, sumber penghasilan uang tunai, upacara dan kebudayaan.
Namun, saat ini berbagai manfaat sumberdaya hutan (SDH) masih dinilai
secara rendah karena masih banyak pihak yang belum memahami nilai dari
berbagai manfaat SDH tersebut. Untuk memahami manfaat dari SDH tersebut
perlu dilakukan penilaian terhadap manfaat yang dihasilkan SDH. Penilaian
sendiri merupakan upaya untuk menentukan nilai atau manfaat dari suatu barang
atau jasa untuk kepentingan manusia. Terlebih dengan meningkatnya
pertambahan penduduk saat ini yang menyebabkan timbulnya tekanan yang serius
terhadap SDH, menyebabkan perlunya penyempurnaan pengelolaan sumberdaya
hutan melalui penilaian akurat terhadap nilai ekonomi sumberdaya alam yang
sesungguhnya (Nurfatriani 2006).
Berdasarkan penelitian tentang penilaian ekonomi hasil hutan bukan kayu
yang telah dilakukan oleh Utama (2004) di desa sekitar hutan di Kawasan
Ekosistem Leuser Kabupaten Langkat menunjukkan bahwa 69.4% dari total
pendapatan rumah tangga di desa tersebut berasal dari pemanfaatan hasil hutan
bukan kayu (HHBK). Kebanyakan masyarakat tidak menyadari berapa besar nilai
ekonomi dari hasil-hasil hutan yang telah mereka manfaatkan untuk kebutuhan
hidup mereka. Pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat sekitar hutan sebagian
dijual untuk menghasilkan uang dan juga dipergunakan untuk pemenuhan
kebutuhan sehari hari. Sejalan dengan itu maka penelitian ini dilakukan untuk

2

melihat kontribusi dari pemanfaatan hasil hutan yang telah dimanfaatkan terhadap
pendapatan rumah tangga masyarakat. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
menciptakan pemanfaatan sumberdaya hutan yang lebih efisien karena manfaat
hasil hutan telah diperhitungkan secara memuaskan dalam perhitungan ekonomis
dan pengembangan hasil hutan khususnya di kawasan Tahura Bukit Barisan dapat
dilakukan sesuai dengan sumberdaya yang ada.

Perumusan Masalah
Masyarakat di sekitar kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Barisan
telah lama berinteraksi dengan hutan dan sumberdaya yang ada di dalamnya.
Bentuk interaksi yang biasanya dilakukan masyarakat adalah memanfaatkan hasil
hutan. Salah satu jenis hasil hutan yang dimanfaatkan masyarakat adalah hasil
hutan bukan kayu (HHBK) seperti kayu bakar, bambu, pakan ternak, tanaman
obat dan lain lain. Dalam usaha pengelolaan dan pengembangan hasil hutan yang
dihasilkan oleh Tahura Bukit Barisan maka dilakukan penelitian di desa sekitar
kawasan Tahura dengan cara mengetahui jenis dan bentuk pemanfaatan HHBK
yang dilakukan oleh masyarakat. Fokus penelitian adalah nilai ekonomi yang
diperoleh dari pemanfaatan HHBK dan kontribusinya terhadap pendapatan rumah
tangga masyarakat.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan jenis-jenis hasil hutan bukan
kayu (HHBK) yang dimanfaatkan, nilai ekonomi HHBK yang diperoleh dan
kontribusinya terhadap pendapatan rumah tangga masyarakat.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai bahan
pertimbangan dalam pengelolaan Tahura Bukit Barisan untuk mendukung upaya
pengelolaan hutan secara lestari dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, serta
sebagai bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut.

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di dua desa yaitu Desa Merdeka dan Desa
Jaranguda Kecamatan Merdeka Kabupaten Karo Sumatera Utara. Kedua desa ini
berada di sekitar Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Barisan. Pemilihan desa
contoh dilakukan secara sengaja berdasarkan pertimbangan jarak yang dekat ke
lokasi penelitian dan masyarakat desa ini umumnya memiliki mata pencaharian
yang berhubungan langsung dengan hutan. Penelitian ini dilakukan pada bulan
Desember 2013 - Januari 2014.

3

Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis
menulis, kuesioner, dan kamera untuk keperluan dokumentasi.

Jenis Data
Data primer
Data yang dikumpulkan yaitu jenis dan jumlah hasil hutan yang
dimanfaatkan, frekuensi pengambilan, dan pendapatan masyarakat di luar
pemanfaatan hasil hutan melalui wawancara dan kuisioner.
Data sekunder
Data sekunder berupa data yang diperoleh dari informasi mengenai kawasan
Tahura Bukit Barisan melalui hasil studi pustaka.

Metode Pengumpulan Data
Metode Pemilihan Responden
Pemilihan responden dilakukan secara sengaja. Kriteria pengambilan
sampel adalah masyarakat pelaku pemanfaatan hasil hutan di sekitar kawasan
Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Barisan. Jumlah responden yang diambil di
setiap desa adalah 30 orang. Jumlah ini didasarkan pada tingkat keseragaman
populasi yang tinggi di kedua desa penelitian dimana populasi penduduk terdiri
dari masyarakat suku Karo dan memiliki mata pencaharian yang hampir sama
yakni bertani dan memanfaatkan hasil hutan. Danim (2004) mengatakan bahwa
salah satu faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan besarnya sampel
dalam suatu penelitian adalah derajat keseragaman dari populasi. Makin seragam
populasi itu, makin kecil sampel yang dapat diambil. Jumlah responden yang
diambil dianggap telah dapat menjelaskan bentuk kegiatan pemanfaatan hasil
hutan di Tahura Bukit Barisan.
Wawancara dan Studi Literatur
Wawancara yang dilakukan yaitu tanya jawab dengan responden dan
pihak-pihak lain yang berkaitan dengan kegiatan pemanfaatan hasil hutan bukan
kayu (HHBK). Pengumpulan literatur dilakukan dengan cara mempelajari,
mengutip buku dan laporan yang berkaitan dengan penelitian ini demi menambah
kelengkapan data.

Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabulasi dan diolah sehingga
mendapatkan manfaat dari sumberdaya hutan dalam terminologi uang secara riel.

4

Jumlah rata-rata hasil hutan yang diambil responden
=
Keterangan :
: Rata-rata jumlah hasil hutan (j) yang diambil responden (satuan/orang)
: Rata-rata hasil hutan (j) yang diambil responden (i) dalam satu kali
pengambilan (satuan)
: Jumlah responden pengambil hasil hutan (j) (orang)
i
: Responden pengambil hasil hutan (j)
j
: Jenis hasil hutan

Frekuensi rata-rata pengambilan hasil hutan
=
Keterangan :
: Rata-rata frekuensi pengambilan hasil hutan(j)(pengambilan/tahun/orang)
: Rata-rata frekuensi pengambilan hasil hutan (j) yang diambil responden
(i) (pengambilan/tahun)
: Jumlah responden pengambil hasil hutan (j) (orang)
i
: Responden pengambil hasil hutan (j)
j
: Jenis hasil hutan

Total pengambilan hasil hutan

=
Keterangan :
: Total pengambilan hasil hutan (j) (satuan/tahun)
: Rata-rata jumlah hasil hutan (j) yang diambil responden (satuan/orang)
: Rata-rata frekuensi pengambilan hasil hutan (j) yang diambil responden
(pengambilan/tahun/orang)
: Jumlah responden pengambil hasil hutan (j) (orang)
j
: Jenis hasil hutan

Nilai ekonomi hasil hutan

=

·

Keterangan :
: Nilai ekonomi hasil hutan (j) (Rp/tahun)
: Total pengambilan hasil hutan (j) (satuan/tahun)
: Harga hasil hutan (j) (Rp/satuan)
j
: Jenis hasil hutan

5

Total nilai ekonomi seluruh jenis hasil hutan

=
Keterangan :
: Total nilai ekonomi seluruh jenis hasil hutan (Rp/tahun)
: Nilai ekonomi hasil hutan (i) (Rp/tahun)
j
: Jenis hasil hutan

Persentase nilai ekonomi hasil hutan
100 %
Keterangan :
: Persentase nilai ekonomi hasil hutan (j) (%)
%
: Nilai ekonomi hasil hutan (j) (Rp/tahun)
: Total nilai ekonomi seluruh jenis hasil hutan (Rp/tahun)

Nilai ekonomi rata-rata yang diperoleh responden

=
Keterangan :
: Nilai ekonomi rata-rata yang diperoleh responden (Rp/tahun/orang)
: Total nilai ekonomi seluruh jenis hasil hutan (Rp/tahun)
N
: Jumlah responden (orang)

Pendapatan masyarakat di luar pemanfaatan hasil hutan (non hutan)
Pendapatan total responden diluar hasil hutan (non hutan) diketahui dengan
cara penjumlahan setiap sumber pendapatan yang diperoleh responden di luar
pendapatan dari hasil hutan.
Tabel 1 Sumber pendapatan masyarakat di luar pemanfaatan hasil hutan

No. Resp
1
2
3
4
Dst.
Total
Pendapatan

Pertanian
(org/bln)

Sumber Pendapatan
Ahli
Buruh
Ternak
Pengobatan
(org/bln) (org/bln)
(org/bln)

Pedagang
(org/bln)

Jumlah
pendapatan
/bln/resp

6

Total pendapatan responden di luar pemanfaatan hasil hutan (non hutan)

=

Keterangan :
: Total seluruh pendapatan di luar pemanfaatan hasil hutan (Rp/tahun)
: Jumlah pendapatan (k) (Rp/tahun)
k
: Jenis pendapatan

Pendapatan rata-rata non hutan

=
Keterangan :
: Pendapatan rata-rata yang diperoleh responden di luar pemanfaatan hasil
hutan (Rp/tahun/orang)
: Total pendapatan diluar pemanfaatan hasil hutan (Rp/tahun)
N
: Jumlah responden (orang)

Nilai kontribusi hasil hutan terhadap pendapatan rumah tangga masyarakat
Hasil perhitungan nilai hasil hutan ini menunjukkan pendapatan hasil hutan
seluruh jenis per tahun dan pendapatan di luar hasil hutan (non hutan) per tahun,
sehingga dapat dihitung besar kontribusi nilai hasil hutan ini terhadap pendapatan
rumah tangga masyarakat. Pendapatan total merupakan penjumlahan antara
pendapatan hasil hutan dan pendapatan di luar hasil hutan (non hutan).
Tingkat kontribusi pendapatan dari pemanfaatan hasil hutan dilakukan
dengan cara:
Kontribusi Hasil Hutan :

100 %

Tingkat kontribusi pendapatan di luar pemanfaatan hasil hutan dilakukan
dengan cara:
Kontribusi Non Hutan :

100 %

Keterangan :
: Nilai ekonomi rata-rata yang diperoleh responden (Rp/tahun)
: Pendapatan rata-rata yang diperoleh responden di luar pemanfaatan
hasil hutan (Rp/tahun)
: Pendapatan rumah tangga (Rp/tahun)
Tahap terakhir yang harus dilakukan adalah analisis data, yaitu analisis tabel
yang sudah dibuat. Analisis ini dilakukan secara deskriptif yaitu suatu analisis
yang memberikan penjelasan, keterangan dan gambaran tentang subyek
penelitian.

7

Analisis data faktor-faktor yang memengaruhi pemanfaatan hasil hutan
Analisa faktor-faktor yang memengaruhi pemanfaatan hasil hasil hutan
dilakukan dengan menggunakan model persamaan regresi yang dirumuskan
sebagai berikut :
Y=
+
+
+.....+
Keterangan :
Y
: Pendapatan dari hasil hutan (Rp/tahun)
: Konstanta regresi
: Umur responden (tahun)
: Pendidikan responden (tingkat pendidikan)
: Jumlah anggota keluarga (orang)
: Mata pencaharian (Tani = 1, Non tani = 0)
i
: Karateristik responden
Tingkat keberartian variabel bebas secara bersama-sama diuji dengan
melakukan uji-F dan untuk menguji tingkat keberartian dari masing-masing
variabel bebas, dilakukan uji-t (uji parsial). Pengaruh variabel bebas secara
bersama-sama terhadap variabel terikat di indikasikan oleh nilai koefisien
determinasi (R ). Sedangkan pengaruh dari masing-masing variabel terhadap
variabel tidak bebas diindikasikan oleh koefisien regresinya.
Definisi dan pengukuran variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pendapatan dari hasil hutan adalah pendapatan responden dari hasil hutan
Pendapatan hutan dinyatakan dalam Rp/RT/bln.
2. Umur responden adalah usia responden sejak lahir hingga penelitian ini
dilaksanakan yang dinyatakan dalam satuan tahun.
3. Tingkat pendidikan adalah adalah lamanya responden mengikuti pendidikan
formal yang dinyatakan dalam satuan SD, SMP, dan SMA.
4. Jumlah anggota keluarga adalah seluruh orang yang mendiami sebagian atau
seluruh bangunan rumah dan mengurus kebutuhan sehari-hari menjadi satu di
bawah tanggungjawab seorang kepala rumah tangga.
5. Mata pencaharian merupakan variabel dummy (boneka) yang dinilai dengan
dua kategori, yaitu bemilai 1 apabila pekerjaan utama responden tani, dan
bernilai 0 apabila pekerjaan utama responden non tani.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Jenis-jenis Sumberdaya Hutan yang Dimanfaatkan Masyarakat
Pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat di Desa Merdeka dan Desa
Jaranguda dilakukan di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Barisan.
Pemanfaatan hasil hutan ini pada umumnya dilakukan sendiri oleh masyarakat.
Kegunaan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang dilakukan oleh
masyarakat adalah untuk kepentingan subsisten (konsumsi pribadi) maupun
ekonomi. Jenis HHBK yang dimanfaatkan masyarakat Desa Merdeka dan Desa
Jaranguda secara umum sama. Jenis HHBK tersebut antara lain adalah bambu,
kayu bakar, madu, rumput, satwa, buah-buahan, tanaman hias, dan tumbuhan

8

obat. Proses pengambilan HHBK dinyatakan dalam satuan (unit) masing-masing
jenis barang. Satuan jenis barang yang diambil ditetapkan oleh masyarakat sesuai
dengan kesepakatan masyarakat desa tersebut. Dengan adanya satuan yang telah
disepakati bersama akan lebih mudah menetapkan harga sebelum melakukan
proses jual beli. Berdasarkan hasil perolehan data yang dikumpulkan dari Desa
Merdeka dan Desa Jaranguda maka dilakukan perhitungan terhadap jumlah
pengambilan masing-masing HHBK yang dilakukan oleh responden. Hasil
perhitungan dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3.
Tabel 2 Pengambilan hasil hutan oleh responden di Desa Merdeka
No

Jenis Hasil
Hutan

Satuan

1
2
3
4
5

Bambu
Rumput
Kayu Bakar
Madu
Durian

Keranjang
Karung
Ikat
Liter
Buah

Jumlah
Pengambil
(orang)
15
13
20
2
3

Total
Pengambilan
(satuan/tahun)
24 856
5 840
7 020
75
260

Rata-rata
Pengambilan
(satuan/orang/tahun)
1 657
449
351
37.5
86

Tabel 3 Pengambilan hasil hutan oleh responden di Desa Jaranguda
No

Jenis Hasil
Hutan

Satuan

1
2
3
4
5
6
7

Bambu
Rumput
Kayu Bakar
Durian
Rambutan
Anggrek
Kadaka

Keranjang
Karung
Ikat
Buah
Ikat
Pot bunga
Pot bunga

Jumlah
Pengambil
(orang)
19
14
22
2
4
4
4

Total
Pengambilan
(satuan/tahun)
30 624
6 935
8 112
120
240
540
312

Rata-rata
Pengambilan
(satuan/orang/tahun)
1 611
495
368
60
60
135
78

Sebagian besar masyarakat memungut lebih dari satu jenis hasil hutan
bukan kayu (HHBK). Jumlah pengambil HHBK yang paling banyak adalah kayu
bakar yaitu sebanyak 42 orang yang terdiri dari 20 orang di Desa Merdeka dan 22
orang di Desa Jaranguda. Kemudian diikuti jumlah pengambil bambu dengan
jumlah pengambil masing-masing sebanyak 15 orang di Desa Merdeka dan 19
orang di Desa Jaranguda. Jumlah pengambil HHBK berupa madu merupakan
pemanfaat paling sedikit di Desa Merdeka yaitu sebanyak 2 orang sedangkan
jumlah pengambil HHBK berupa satwa merupakan pemanfaat paling sedikit di
Desa Jaranguda yaitu sebanyak 2 orang. Hal ini terjadi karena tidak semua
masyarakat mempunyai keahlian untuk melakukan pekerjaan ini dan pemanfaatan
madu dan satwa yang tidak dilakukan sepanjang tahun. Hasil hutan yang paling
banyak dimanfaatkan responden adalah bambu. Seluruh responden pemanfaat
HHBK berupa bambu di Desa Merdeka mampu menghasilkan 24 856 keranjang
setiap tahunnya sedangkan seluruh responden pemanfaat HHBK berupa bambu di
Desa Jaranguda mampu menghasilkan 30 624 keranjang setiap tahunnya. Hal ini
dikarenakan potensi bambu di kedua desa penelitian yang cukup tinggi dan
kebutuhan sektor pertanian akan keranjang yang cukup banyak sehingga
meningkatkan penggunaan bambu.

9

Beberapa jenis sumberdaya hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat di
sekitar kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Barisan antara lain :
1. Bambu
Bambu merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu yang sangat banyak
ditemukan di lokasi penelitian. Jenis tanaman ini dapat tumbuh di daerah
pegunungan, lembah dan paling banyak tumbuh disekitar sungai. Bambu juga
banyak tumbuh di semak belukar dan sering juga dijadikan pagar kebun oleh
masyarakat, baik berupa pagar mati maupun pagar hidup. Bambu mempunyai
banyak fungsi di antaranya untuk membuat dapur (paceko), tempat untuk
menjemur pakaian, pagar, bahan pengikat, pipa irigasi, pot tanaman, dan
pemenuhan kebutuhan bahan rumah tangga lainnya. Bambu juga banyak
digunakan pada upacara adat pernikahan dan kematian. Masih ada pula
masyarakat yang menggunakannya sebagai bahan untuk membuat dinding rumah.
Ada 3 jenis bambu yang dipungut oleh responden yaitu: bambu Petung
(Dendrocalamus asper), bambu Tali (Gigantochloa asper) bambu Regen
(Gigantochloa pruriens). Bambu oleh masyarakat di Desa Merdeka dan Desa
Jaranguda secara umum digunakan untuk bahan baku kerajinan keranjang sebagai
wadah hasil pertanian berupa sayur dan buah seperti kol, tomat, wortel maupun
jeruk. Setiap harinya pengrajin keranjang dapat menghasilkan hingga 10 buah
keranjang. Untuk membuat 1 buah keranjang diperlukan batang bambu dengan
panjang 1-1,5 meter dan diameter lebih dari 8 cm. Setiap pengrajin keranjang
memanfaatkan 2-5 batang bambu perharinya. Rata-rata pengrajin keranjang
mampu menghasilkan 1 630 keranjang setiap tahunnya. Setiap 1 keranjang bambu
dijual seharga Rp10 000. Keranjang-keranjang tersebut dijual kepada beberapa
orang yang telah bekerja sama dengan para pengrajin keranjang. Setiap
minggunya, mereka akan mengambil keranjang sesuai dengan pemesanannya.
Kegiatan pembuatan keranjang hanya dilakukan pada pagi sampai siang hari,
setelah kegiatan pembuatan keranjang bambu selesai, mereka akan kembali
bekerja di ladang pertaniannya.
Bambu merupakan bahan utama pembuatan keranjang, selain itu bambu
juga dapat dimakan. Masyarakat biasanya memanfaatkan bambu muda sebagai
bahan sayuran (rebung), baik untuk dikonsumsi sendiri, maupun untuk dijual di
pasar. Rebung yang dipanen di sini adalah rebung yang mempunyai tekstur agak
lunak. Bagian rebung yang dikonsumsi adalah bagian dalam yang berwarna
keputihan, bagian ini lunak, dan memiliki rasa yang enak.

2. Rumput
Masyarakat di kedua desa penelitian biasanya memelihara hewan ternak
untuk memperoleh pendapatan tambahan. Beberapa jenis hewan ternak yang
dimiliki masyarakat antara lain kerbau, kambing dan babi. Kepemilikan ternak
masyarakat pada umumnya adalah milik pribadi. Kegiatan pemanfaatan rumput
untuk ternak dilakukan dengan dua cara yaitu dalam bentuk penggembalaan
secara liar di sekitar kawasan Tahura dan pengambilan rumput dilakukan dalam
rangka mencukupi pakan ternak selama di kandang. Pemanfaatan tersebut
berlangsung setiap hari. Responden biasanya mengambil rumput dengan cara
dipikul dan diangkut menggunakan sepeda motor. Volume pemanfaatan rumput
biasanya antara 1-2 karung. Rata-rata responden yang memanfaatkan hasil hutan

10

bukan kayu (HHBK) berupa rumput mampu mengumpulkan 472 karung rumput
setiap tahunnya. Besarnya pemanfaatan hasil hutan berupa rumput dipengaruhi
oleh jumlah hewan ternak yang dimiliki. Semakin banyak ternak yang dimiliki
maka semakin banyak pula rumput yang diperlukan. Rumput yang dimanfaatkan
masyarakat, pada umumnya hanya digunakan sebagai pakan ternak saja tidak
untuk diperjualbelikan.

3. Kayu bakar
Kayu bakar dapat diperoleh dengan mudah dan tidak memerlukan biaya
yang mahal atau bahkan tidak memerlukan biaya apapun. Tumbuhan yang sering
digunakan responden sebagai kayu bakar antara lain Pinus (Pinus merkusii),
Nyatoh (Palaqium edule), Pala (Myristica fragrans), Rasamala (Altingia exelsa),
dan Puspa (Schima wallichi). Kebanyakan responden di Desa Merdeka dan Desa
Jaranguda menggunakan kayu bakar untuk memasak. Kayu yang dimanfaatkan
berupa ranting kayu atau cabang-cabang pohon yang telah jatuh ke tanah dan
pohon tumbang/mati. Ada dua cara yang digunakan untuk mengangkut kayu
bakar yaitu dipikul dan digendong. Intensitas pengambilan kayu bakar oleh
responden berkisar 3-4 kali/minggu dengan jumlah kayu yang diambil dalam
sekali pengambilan yaitu 1-4 ikat dengan panjang rata-rata kayu bakar yang
dipungut ± 1 meter. Rata-rata per responden pemanfaat kayu bakar mampu
mengumpulkan 360 ikat kayu bakar setiap tahunnya. Satu ikat kayu berukuran
kecil berisi lebih kurang 20 batang dengan diameter lebih kurang 10-20 cm,
sedangkan kayu yang berukuran besar berisi lebih kurang 6 batang dengan
diameter lebih dari 20 cm. Pada umumnya kayu bakar yang dimanfaatkan
masyarakat tidak untuk diperjualbelikan.

4. Madu
Masyarakat di sekitar kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Barisan
menyebut lebah dengan „wani‟ dan sarang lebah dengan sebutan „asar‟. Kegiatan
pencarian madu dari hutan dilakukan dengan mencari pohon yang menjadi tempat
lebah meletakkan sarangnya. Seseorang yang pertama kali menemukan pohon
yang terdapat sarang lebah madunya akan menjadi pemiliknya dengan memberi
tanda kepemilikan berupa pemasangan pancang yang terbuat dari kayu atau
pembuatan alat pemanjatan yang dipasang di pohon tersebut. Biasanya pohon
yang terdapat lebah madunya dan telah diberi tanda kepemilikan, maka pohon
tersebut tidak akan diganggu oleh anggota masyarakat yang lainnya. Kegiatan
mengumpulkan lebah madu oleh responden di Desa Merdeka dilakukan pada
masa-masa senggang setelah berladang. Pengambilan madu dilakukan dengan
cara mengasapi sarang lebah dan ketika lebah sudah terbang/pergi maka
responden akan mengambil madu dengan cepat sebelum lebah kembali ke pohon
tersebut. Pemanenan madu dilakukan setiap 2 atau 3 bulan sekali. Biasanya ratarata hasil panen yang diperoleh sekitar ± 12 liter untuk sekali panen tergantung
besarnya sarang lebah yang dimiliki. Rata-rata responden mampu memperoleh ±
37,5 liter setiap tahunnya. Hasil madu tersebut selain di konsumsi sendiri juga
sebagian dijual. Setiap 1 liter madu biasanya dijual seharga Rp100 000. Hasil
panen madu biasanya dijual kepada masyarakat desa setempat maupun di pasar.

11

5. Satwa
Satwa merupakan hasil hutan ikutan yang memiliki manfaat langsung yang
dirasakan oleh masyarakat sekitar Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Barisan.
Secara umum masyarakat memanfaatkan hewan hutan hanya untuk tujuan
konsumsi ataupun dijual bukan untuk tujuan koleksi maupun tujuan produksi.
Jenis satwa yang sering mereka buru atau tangkap adalah babi hutan dan beberapa
jenis burung seperti burung teku ketut dan burung pamal. Kegiatan berburu
biasanya dilakukan di sekitar Gunung Sibayak. Pemanfaatan satwa liar biasanya
dilakukan masyarakat setiap hari minggu karena biasanya pada hari minggu
masyarakat tidak melakukan akltivitas pertanian. Kegiatan berburu babi hutan
dilakukan secara berkelompok 2-4 orang menggunakan anjing, tombak, dan
senapan angin. Perburuan biasanya dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi
kerusakan yang ditimbulkan oleh babi hutan terhadap lahan pertanian masyarakat.
Satwa liar hasil buruan yang diperoleh biasanya hanya dikonsumsi saja dan tidak
untuk dijual.

6. Buah-buahan
Ada beberapa ketentuan terkait dengan kepemilikan jenis pohon
buah-buahan di hutan yang sifatnya mengikat diantara anggota masyarakat. Pohon
buah-buahan di hutan yang sifatnya milik umum dapat menjadi milik pribadi
apabila pohon buah-buahan tersebut diberi tanda kepemilikan. Pada umumnya
siapa yang paling awal menemukan pohon buah-buahan akan memberikan tanda
larangan sebagai tanda kepemilikan dan orang penemu tersebut menjadi yang
berhak atas hasil buahnya. Akan tetapi keadaan demikian ini sekarang telah
banyak mengalami perubahan. Sering terjadi pencurian buah-buahan di hutan
yang telah diberi tanda oleh seseorang. Penyebab utama perubahan tersebut adalah
terbukanya kawasan ini sehingga siapapun dapat memasuki hutan di kawasan
tersebut. Kegiatan pemanfaatan hasil hutan berupa buah-buahan dilakukan pada
saat musim buah. Buah-buahan yang paling sering dimanfaatkan oleh masyarakat
di kedua desa antara lain durian, rambutan, markisa bandung dan terong belanda.
Biasanya pemanfaatan hasil hutan berupa buah-buahan hanya untuk konsumsi
pribadi saja tidak untuk diperjualbelikan. Namun jika hasil ekstraksi dari
pemanfaatan buah-buahan tersebut banyak, maka sebagian dijual di pasar lokal.

7. Tumbuhan hias
Tumbuhan hias cukup identik dengan kemapanan tingkat ekonomi
seseorang artinya semakin mapan tingkat ekomoninya biasanya tingkat perhatian
dan pemanfaatan akan tumbuhan hias juga akan semakin besar. Akan tetapi
masyarakat di kedua desa penelitian tidak terlalu banyak mengenal dan
memanfaatkan tumbuhan sebagai tumbuhan hias. Terdapat dua jenis tanaman hias
berdasarkan sumber atau asal tanaman hias diperoleh, yaitu tanaman hias yang
diperoleh dari hasil budidaya dan tanaman hias yang anakan atau sumber
benihnya diperoleh langsung dari hutan. Jenis tanaman hias yang dimanfaatkan
masyarakat Desa Jaranguda yang sumber bibitnya dari hutan adalah jenis Anggrek
(Coelogyne dayana) dan Kadaka (Platycerium andinum). Rata-rata per responden
mampu mengumpulkan 135 bibit anggrek dan 78 bibit kadaka yang siap untuk

12

dijual setiap tahunnya. Alasan pengambilan sumber bibit dari hutan adalah karena
potensi tanaman hias tersebut masih terdapat cukup banyak di hutan dan masih
mudah diperoleh sehingga dianggap lebih ekonomis.

8. Tumbuhan obat
Masyarakat sekitar Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Barisan rata-rata
memanfaatkan tumbuhan obat untuk mengatasi permasalahan kesehatannya.
Terdapat 23 jenis tumbuhan obat dari 17 famili yang dimanfaatkan sebagai obat
tradisional oleh masyarakat. Famili yang paling banyak digunakan adalah
Zingiberaceae dengan 3 jenis tumbuhan obat. Pemanfaatan tumbuhan obat masih
dalam skala kecil (intensitas pemanfaatannya tidak besar dan sangat sedikit yang
dipasarkan). Masyarakat pada umumnya mengambil jenis tumbuhan tertentu di
dalam kawasan Tahura pada saat diperlukan saja dan tidak memanfaatkannnya
secara rutin. Pada umumnya masyarakat mencari tumbuhan obat di hutan
dilakukan sendiri maupun berkelompok beranggotakan 2-4 orang. Alat yang
biasanya digunakan untuk mengambil tumbuhan obat adalah pisau/golok,
cangkul, pasak dan karung. Bagian tumbuhan yang sering digunakan sebagai obat
terdiri atas empat macam, yaitu : akar, batang, daun, dan buah.
Beberapa produk hasil ramuan dari tanaman obat yang terkenal dari daerah
penelitian adalah minyak alun, kuning, dan tawar. Minyak alun (minyak urut)
terbuat dari beberapa campuran tanaman obat diantaranya adalah sisik naga, rimo
kejaren, sundur langit, bulung paris dan lain-lain. Minyak alun berkhasiat untuk
mengobati cedera otot seperti keseleo/terkilir, nyeri persendian, patah tulang, luka
bakar, keletihan dan lainnya. Kuning merupakan olahan yang terbuat dari kunyit,
temulawak, rimbang, kuku harimau, rimo kejaren, dan lain-lain. Kegunaan kuning
ini untuk menghangatkan badan dan mengobati luka memar. Cara pemakaiannya
dengan mencampur air dan dioleskan ke badan. Sedangkan tawar terbuat dari
cekala, kemiri, lada, rimo kejaren dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut kemudian
digiling hingga berbentuk tepung yang nantinya akan dicampur dengan air untuk
diminum atau dioleskan ke badan. Tawar ini biasa digunakan untuk mencegah
masuk angin dan menghangatkan badan.

Nilai Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Setiap jenis hasil hutan yang dimanfaatkan masyarakat dihitung berdasarkan
frekuensi pemanfaatan, volume (jumlah) dan harga pasar setempat yang berlaku
pada saat penelitian ini berlangsung. Nilai ekonomi pemanfaatan hasil hutan
diperoleh dari perkalian antara total pengambilan hasil hutan (satuan/tahun)
dengan harga masing-masing hasil hutan (Rp/satuan).
Hasil hutan yang dimanfaatkan oleh responden di kedua desa penelitian
dinilai berdasarkan penilaian harga pasar karena hasil hutan bukan kayu (HHBK)
yang dimanfaatkan oleh responden memiliki harga pasar. Harga pasar yang
dimaksud adalah harga jual dari masing-masing produk hasil hutan yang terjadi
ditingkat tengkulak/pengepul dan ditingkat pasar lokal. Harga pasar diturunkan
melalui interaksi antara produsen dan konsumen melalui permintaan dan
penyediaan barang dan jasa (transaksi pasar). Dalam pasar yang efisien (Pasar

13

Persaingan Sempurna) harga barang dan jasa mencerminkan kesediaan membayar
setiap orang (WTP). Nilai yang diperoleh dari pasar persaingan sempurna
merupakan nilai baku karena memenuhi keinginan penjual dan pembeli serta
memberikan surplus kesejahteraan yang maksimal (Nurfatriani 2006). Harga
pasar dari kedua desa penelitian ini secara umum sama dikarenakan lokasi yang
saling berdekatan dan pasar lokal yang digunakan untuk menjual hasil hutan juga
sama. Hasil perhitungan nilai ekonomi dari pemanfaatan hasil hutan yang
dilakukan masyarakat dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5.
Tabel 4 Nilai ekonomi pemanfaatan hasil hutan yang diperoleh responden di
Desa Merdeka
No
1
2
3
4
5

Jenis
Hasil
Hutan
Bambu
Rumput
Kayu
Bakar
Madu
Durian

Satuan
Keranjang
Karung
Ikat
Liter
Buah

Total
Pengambilan
(satuan/thn)
24 856
5 840

Harga Hasil
Hutan
(Rp/satuan)
10 000
5 000

Nilai Ekonomi
Hasil Hutan
(Rp/thn)
248 560 000
29 200 000

Persentase
Nilai Per
Jenis (%)
73.47
8.63

7 020

7 000

49 140 000

14.52

75
260

100 000
15 000

7 500 000
3 900 000

2.22
1,16

Tabel 5 Nilai ekonomi pemanfaatan hasil hutan yang diperoleh responden di
Desa Jaranguda
No
1
2
3
4
5
6
7

Jenis
Hasil
Hutan
Bambu
Rumput
Kayu
Bakar
Durian
Rambutan
Anggrek
Kadaka

Satuan
Keranjang
Karung
Ikat
Buah
Ikat
Pot bunga
Pot bunga

Total
Pengambilan
(satuan/thn)
30 624
6 935

Harga Hasil
Hutan
(Rp/satuan)
10 000
5 000

Nilai Ekonomi
Hasil Hutan
(Rp/thn)
306 240 000
31 025 000

Persentase
Nilai Per
Jenis (%)
74. 23
7.52

8 112

7 000

56 784 000

13.76

120
240
540
312

15 000
5 000
20 000
15 000

1 800 000
1 200 000
10 800 000
4 680 000

0.44
0.29
2.62
1.13

Tabel 4 dan Tabel 5 memperlihatkan nilai ekonomi hasil hutan bukan kayu
(HHBK) yang diperoleh oleh responden di Desa Merdeka dan Desa Jaranguda.
Total nilai ekonomi pemanfaatan HHBK yang diperoleh responden di Desa
Merdeka adalah sebesar Rp338 300 000/tahun sedangkan untuk Desa Jaranguda
sebesar Rp412 579 000/tahun. Nilai ini diperoleh dari hasil penjumlahan semua
nilai ekonomi dari seluruh jenis hasil hutan yang dimanfaatkan oleh responden.
Nilai ekonomi rata-rata yang diperoleh oleh setiap responden dari hasil
pemanfaatan HHBK di Desa Merdeka adalah Rp11 276 667/tahun dan di Desa
Jaranguda adalah Rp13 752 633/tahun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai ekonomi hasil hutan bukan kayu
(HHBK) yang paling tinggi di Desa Merdeka terdapat pada pemanfaatan HHBK
berupa bambu yaitu sebesar Rp248 560 000/tahun atau 73.47%. Demikian juga
halnya di Desa Jaranguda, nilai ekonomi HHBK tertinggi adalah bambu dengan
nilai ekonomi sebesar Rp306 240 000/tahun atau 74.23%. Besarnya nilai ekonomi
bambu di Desa Merdeka dan Desa Jaranguda disebabkan karena sistem kerja

14

pembuatan keranjang bambu yang tidak terikat sepanjang hari. Kegiatan
pembuatan keranjang biasanya hanya dilakukan pada pagi sampai siang hari.
Setelah kegiatan pemanfaatan bambu selesai, responden akan kembali bekerja di
ladang pertaniannya sehingga mereka berpikir menjadi pengrajin keranjang adalah
pekerjaan yang sangat menguntungkan. Selain mampu menghasilkan pendapatan
dari hasil pertanian, responden juga mampu menghasilkan pendapatan tambahan
dari hasil penjualan keranjang bambu.
Nilai ekonomi hasil hutan bukan kayu (HHBK) terbesar berikutnya adalah
kayu bakar dengan nilai ekonomi Rp49 140 000/tahun atau 14.52% di Desa
Merdeka dan Rp56 784 000/tahun atau 13.76% di Desa Jaranguda. Besarnya nilai
ekonomi kayu bakar disebabkan karena pengadaan kayu bakar yang tidak
memerlukan biaya dan waktu yang banyak menyebabkan nilai ekonominya cukup
besar. Selain itu kayu bakar merupakan salah satu jenis hasil hutan yang cukup
banyak digunakan masyarakat, hampir semua rumah tangga yang ada di Desa
Merdeka dan Desa Jaranguda menggunakan kayu bakar untuk memasak
sehari-harinya. Selanjutnya, HHBK berupa rumput dengan nilai ekonomi
Rp29 200 000/tahun atau 8.63% di Desa Merdeka dan Rp31 025 000 /tahun atau
7.52% di Desa Jaranguda. Penggunaan HHBK berupa rumput yang dilakukan
setiap hari merupakan faktor penyebab besarnya nilai ekonomi rumput bagi
masyarakat.
Hasil hutan bukan kayu (HHBK) dengan nilai ekonomi terendah di Desa
Merdeka adalah buah-buahan sebesar Rp3 900 000 atau 1.16%. Demikian juga
halnya di Desa Jaranguda nilai ekonomi hasil hutan terendah adalah buah-buahan
sebesar Rp3 000 000/tahun atau 0.73%. Hal ini terjadi karena HHBK ini sangat
jarang diambil oleh masyarakat, harga buah-buahan yang cukup rendah, dan
pengambilannya hanya pada saat musim buah saja. Sumberdaya hutan yang
dimanfaatkan oleh masyarakat di kedua desa tersebut mempunyai nilai ekonomi
yang relatif tinggi sehingga mampu memberikan tambahan penghasilan bagi para
pemanfaatnya, namun karena keterbatasan ilmu pengetahuan, teknologi dan
informasi yang dimiliki menyebabkan pemanfataan sumberdaya hutan menjadi
belum optimal.

Pendapatan di Luar Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Pendapatan responden di luar hasil hutan bukan kayu (HHBK) adalah
seluruh pendapatan keluarga yang diperoleh dari usaha bercocok tanam (dari hasil
pertanian) dan kegiatan lain di luar pemanfaatan hasil hutan. Sebagian besar
responden bermatapencaharian sebagai petani dan rata-rata memiliki lahan hak
milik pribadi. Dengan memiliki lahan pertanian, masyarakat berpendapat bahwa
aktivitas pemungutan hasil hutan hanya merupakan pekerjaan sampingan untuk
menambah penghasilan. Pendapatan utama masyarakat diperoleh dari pendapatan
sektor pertanian dan pendapatan tambahan lainnya diperoleh dari sektor lain
seperti ahli pengobatan, pekerja bangunan, hasil ternak, dan pedagang.

15

Tabel 6 Pendapatan responden di luar pemanfaatan hasil hutan
No
1
2
3
4
5

Sumber
Pendapatan
Pertanian
Ahli Pengobatan
Pekerja
Bangunan
Ternak
Pedagang

Desa Merdeka
Jumlah
Persentase
(Rp/thn)
(%)
403 200 000
79.93
7 200 000
1.43

Desa Jaranguda
Jumlah
Persentase
(Rp/thn)
(%)
322 800 000
70.73
9 600 000
2.10

6 000 000

1.19

-

-

76 000 000
12 000 000

15.07
2.38

84 000 000
40 000 000

18.40
8.77

Sumber pendapatan terbesar di luar pemanfaatan hasil hutan bukan kayu
(HHBK) di Desa Merdeka dan Desa Jaranguda berasal dari sektor pertanian. Hal
tersebut dikarenakan mayoritas responden yang bekerja di sektor pertanian. Total
pendapatan yang diperoleh seluruh responden dari sektor pertanian di Desa
Merdeka sebesar Rp403 200 000/tahun atau 79.93% sedangkan di Desa Jaranguda
sebesar Rp322 800 000/tahun atau 70.73%. Pendapatan ini diperoleh dari hasil
pertanian seperti jeruk, tomat, kol, wortel, dan hasil pertanian lainnya. Sumber
pendapatan terkecil diluar pemanfaatan HHBK di Desa Merdeka berasal dari
sektor pekerja bangunan yakni sebesar Rp6 000 000/tahun atau 1.19%. Sedangkan
sumber pendapatan terkecil seluruh responden diluar pemanfaatan HHBK di Desa
Jaranguda berasal dari hasil pengobatan sebesar Rp9 600 000/tahun atau 2.10%.
Hal ini dikarenakan kedua pekerjaan tersebut hanya sebagai pekerjaan sampingan
dan tidak rutin dilakukan. Total pendapatan yang diperoleh seluruh responden di
luar pemanfaatan HHBK di Desa Merdeka adalah Rp504 400 000/tahun dengan
pendapatan rata-rata yang diperoleh setiap responden adalah Rp16 813 333/tahun
sedangkan total pendapatan yang diperoleh seluruh responden di luar pemanfaatan
HHBK di Desa Jaranguda adalah Rp456 400 000/tahun dengan pendapatan
rata-rata yang diperoleh setiap responden adalah Rp15 213 333/tahun.

Kontribusi Nilai Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Terhadap Pendapatan Rumah Tangga
Kegiatan pemanfaatan shasil hutan yang dilakukan oleh masyarakat desa
sekitar Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Barisan telah memberikan kontribusi
nyata terhadap pendapatan rumah tangga. Besarnya nilai kontribusi sumberdaya
hutan terhadap pendapatan rata-rata rumah tangga di setiap wilayah berbeda,
tergantung pada frekuensi, harga, volume (jumlah) dan jenis hasil hutan yang
dimanfaatkan. Besarnya nilai kontribusi hasil hutan terhadap pendapatan rata-rata
rumah tangga menunjukkan bahwa tingkat ketergantungan masyarakat terhadap
hasil hutan masih tinggi. Pendapatan utama responden di Desa Merdeka dan Desa
Jaranguda diperoleh dari hasil pertanian dan kebun. Selain sebagai petani,
masyarakat juga memanfaatkan hasil hutan untuk keperluan sehari-hari seperti
bambu, kayu bakar, pakan ternak, tanaman obat dan lain-lain.
Kontribusi nilai ekonomi hasil hutan bukan kayu (HHBK) terhadap
pendapatan rumah tangga diperoleh dari perbandingan antara rata-rata nilai
ekonomi hasil hutan yang diperoleh dengan pendapatan rumah tangga dimana

16

pendapatan rumah tangga tersebut berasal dari penjumlahan antara pendapatan
rata-rata nilai ekonomi HHBK yang diperoleh responden dengan pendapatan
rata-rata diluar pemanfaatan HHBK. Pendapatan rata-rata rumah tangga di Desa
Merdeka adalah Rp28 090 000/tahun dengan nilai kontribusi per tahun dari hasil
hutan dan di luar hasil hutan berturut-turut adalah Rp11 276 667/tahun atau
40.14% dan Rp16 813 333/tahun atau 59.86%. Sedangkan pendapatan rata-rata
rumah tangga di Desa Jaranguda adalah Rp28 965 966/tahun dengan nilai
kontribusi per tahun dari hasil hutan dan di luar hasil hutan berturut-turut adalah
Rp13 752 633/tahun atau 47.47% dan Rp15 213 333/tahun atau 52.53%.
Nilai kontribusi hasil hutan yang diperoleh masyarakat lebih kecil dari
pendapatan masyarakat di luar pemanfaatan hasil hutan. Hal ini dikarenakan
sebagian besar responden yang merupakan petani dan nilai ekonomi dari sektor
pertanian yang cukup besar sehingga sangat berpengaruh terhadap pendapatan
total responden. Persentase kontribusi nilai ekonomi hasil hutan terhadap
pendapatan rumah tangga di Desa Merdeka sebesar 40.14% dan di Desa
Jaranguda sebesar 47.47%. Keadaan ini menggambarkan bahwa keberadaan
kawasan hutan masih sangat penting bagi masyarakat di sekitar kawasan hutan.
Masyarakat memiliki tingkat ketergantungan yang masih sangat tinggi terhadap
kawasan hutan untuk memenuhi keperluan sehari-hari dan kawasan hutan juga
memberikan kontribusi nilai ekonomi yang cukup besar terhadap pendapatan
rumah tangga masyarakat.

Faktor-faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan Hasil Hutan
Penelitian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi pemanfaatan hasil
hutan telah dilakukan di berbagai lokasi berbeda. Salah satu penelitian tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat desa
hutan telah dilakukan oleh Saragih (1993), pada desa penyangga Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa faktor yang
signifikan terhadap pemanfaatan hasil hutan adalah jumlah anggota keluarga dan
jarak pemungutan. Pada lokasi lainnya yaitu hasil penelitian Syahni (2002),
mengungkapkan bahwa tekanan terhadap pemanfaatan hasil hutan pada desa
penyangga Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) Sumatera Barat dipengaruhi
secara signifikan oleh faktor pendidikan, pendapatan, dan luas lahan.
Analisis faktor-faktor yang memengaruhi pemanfaatan hasil hutan yang
dilakukan pada penelitian ini menggabungkan beberapa karateristik responden.
Karateristik responden yang di analisa adalah umur ( ), pendidikan ( ), jumlah
anggota keluarga ( ), dan mata pencaharian ( ). Analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi pemanfaatan hasil hutan dilakukan dengan menggunakan regresi
linear berganda sehingga diperoleh model sebagai berikut :
Persamaan regresi Desa Merdeka
Y = 26338678.56 - 159211.2 - 4662184.99 + 875119.77 - 2003760.14
dimana ( = 2.059), ( = -2.096), ( = -1.392), ( = 2.547), ( = -0.550),
= 0.242), (F = 2.801)

17

Persamaan regresi Desa Jaranguda
Y = 18030358.69 - 282909.08 - 3301844.19 + 3318305.67 -1304946.16
= -0.462),
dimana ( = 1.872), ( = -2.365), ( = -1.965), ( = 3.038), (
= 0.346), (F = 3.303)
Hasil uji F (uji simultan) menunjukkan bahwa pemanfaatan hasil hutan yang
dilakukan di Desa Merdeka dan Desa Jaranguda secara signifikan di pengaruhi
oleh keempat faktor yang diuji yaitu umur, pendidikan, jumlah anggota keluarga,
dan mata pencaharian. Berdasarkan hasil uji R (uji determinasi) menerangkan
bahwa 24.2 % di Desa Merdeka dan 34.6% di Desa Jaranguda, pemanfaatan hasil
hutan yang dilakukan responden di pengaruhi oleh keempat faktor tersebut. Hal
ini dapat dimengerti karena faktor eksternalitas yang tidak terdefinisi di dalam
model ini sangat besar pengaruhnya terhadap perolehan nilai ekonomi hasil hutan.
Ruang lingkup penelitian ini hanya meneliti pada ruang lingkup rumah tangga
saja. Di dalam pengujian model ini hanya melibatkan karateristik responden dan
di luar faktor-faktor tersebut tidak tercakup di dalam pengujian model ini.
Hasil uji t (uji parsial) menunjukkan bahwa faktor umur responden ( ) dan
jumlah anggota keluarga ( ) secara parsial memiliki pengaruh signifikan
terhadap perolehan nilai ekonomi hasil hutan sedangkan faktor pendidikan ( )
dan mata pencaharian ( ) secara parsial tidak memiliki pengaruh terhadap
perolehan nilai ekonomi hasil hutan. Nilai koefisien regresi
sebesar -159211.2
dalam persamaan model regresi linear berganda di Desa Merdeka, maksudnya
adalah kenaikan 1 tahun umur responden dapat menurunkan perolehan nilai
ekonomi hasil hutan sebesar Rp159 211.2/tahun. Sedangkan nilai koefisien regresi
sebesar 875119.77, maksudnya adalah kenaikan jumlah anggota keluarga
sebanyak 1 orang dapat meningkatkan perolehan nilai ekonomi hasil hutan
sebesar Rp875 119.77/tahun. Begitu juga dalam persamaan model regresi linear
berganda di Desa Jaranguda, dimana nilai koefisien regresi
sebesar -282909.08
menunjukkan bahwa kenaikan 1 tahun umur responden dapat menurunkan
perolehan nilai ekonomi hasil hutan sebesar Rp282 909.08/tahun dan nilai
sebesar 3318305.67 menunjukkan bahwa kenaikan jumlah
koefisien regresi
anggota keluarga sebanyak 1 orang dapat meningkatkan perolehan nilai ekonomi
hasil hutan sebesar Rp3 318 305.67/tahun.
Hasil uji statistik tersebu