Inventarisasi Anggrek Terestial di Hutan Pendidikan Bagian Timur Kawasan Taman Hutan Raya Bukit Barisan Tongkoh Kabupaten Karo Sumatera Utara

(1)

INVENTARISASI ANGGREK TERESTERIAL

DI HUTAN PENDIDIKAN BAGIAN TIMUR KAWASAN

TAMAN HUTAN RAYA BUKIT BARISAN TONGKOH

KABUPATEN KARO - SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Oleh :

ULINAR AMANTHA P 091201153 / MANAJEMEN HUTAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2014


(2)

ABSTRAK

ULINAR AMANTHA PASARIBU. Inventarisasi Anggrek Terestial di Hutan Pendidikan Bagian Timur Kawasan Taman Hutan Raya Bukit Barisan Tongkoh Kabupaten Karo Sumatera Utara. Dibimbing oleh: PINDI PATANA S.Hut., M.Sc. dan Dr. Ir. YUNASFI M.Si.

Penelitian ini bertujuan untuk menginventarisasi jenis anggrek yang terdapat di Hutan Pendidikan bagian Timur TAHURA Bukit Barisan Tongkoh Kabupaten Karo. Penentuan lokasi pengamatan dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Inventarisasi vegetasi menggunakan metode sampling plot secara acak, plot berjumlah 40 plot yang berukuran 5x5 m dengan intensitas sampling 0,001% dari luas wilayah hutan pendidikan dan dengan jarak antar plot disesuaikan menurut keberadaan anggrek. Anggrek yang dijumpai dalam satu plot diberi label A1, A2 dan seterusnya lalu didokumentasikan, diambil untuk sampel kemudian diidentifikasi lebih lanjut dengan menggunakan buku identifikasi anggrek. Pengamatan dilakukan pada setiap plot contoh. Indeks nilai penting dihitung dari penjumlahan kerapatan relatif dan frekuensi relatif. Data-data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah : Jenis-jenis anggrek, Ketinggian tempat, Titik posisi, pH tanah, Suhu dan Kelembaban. Lalu

Identifikasi jenis dan analisis vegetasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anggrek tanah yang ditemukan di Hutan Pendidikan Tahura Bukit Barisan Tongkoh Kabupaten Karo adalah 13 jenis anggrek teresterial yang terdiri dari 8 genus. Nilai INP tertinggi yaitu 35,613% pada jenis Calanthe sp. dan yang terendah yaitu 4,772% pada jenis Liparis sp. Indeks keanekaragaman H’ sebesar 2,0. Genus anggrek yang paling dominan adalah genus Calanthe yaitu jenis Calanthe sp. berjumlah 69 individu dan genus

Phaius yaitujenis Phaius sp. berjumlah 64 individu.


(3)

ABSTRACT

ULINAR AMANTHA Pasaribu. Inventory of terrestrial orchids in the Eastern Region Forest Education Forest Park Bukit Barisan Tongkoh Karo district of North Sumatra. Supervised by: PINDI PATANA S.Hut., M.Sc. and Dr. Ir. YUNASFI M.Si.

This study aims to invent the species of orchids found in the eastern part of the Forest Education TAHURA Barisan Tongkoh Karo. Determination of the location of the observations were made by using purposive sampling method. Vegetation inventory plots used random sampling method, with education 40 plots measuring 5x5 m, sampling intensity of 0.001 % of the forest area and the distance between plots adjusted according to the presence of orchids. Orchids were found in the plots are labeled A1, A2 and so on and documented, further the sample were identified using identification books orchids. Important value index is calculated from the sum of the relative density and relative frequency. The data collected in this study are: The types of orchids, elevation, position, soil pH, temperature and humidity. Then the identification and analysis of vegetation types.

The results of this study indicate that orchids were found in the Bukit Barisan Forest Education Tahura Tongkoh Karo 13 species of terrestrial orchid genus which consists of 8. The highest IVI value was 35.613 % on the type of Calanthe sp. and the lowest of 4.772 % on the type of Bulbophyllum sp. Diversity index H ' of 2.0. The most dominant genus of orchids is the type of the genus Calanthe Calanthe sp. with total 69 individuals and the type of the genus Phaius Phaius sp. 64 individuals.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih-Nya, penulis dapat menyelesaikan draft hasil penelitian yang berjudul “Inventarisasi Anggrek Teresterial di Hutan Pendidikan Bagian Timur Kawasan Tahura Bukit Tongkoh Kabupaten Karo-Sumatera Utara”. Penelitian ini meliputi pengamatan jenis-jenis anggrek yang ada di Hutan Pendidikan Tahura Tongkoh Kabupaten Karo-Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua penulis yaitu Bapak Iptu. Jon Simon Pasaribu yang telah memberi motivasi serta mendukung penulis dalam moril dan materil. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Pindi Patana, S.Hut, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Yunasfi. M.Si selaku komisi pembimbing yang telah mengarahkan dan membimbing penulis dalam menyelesaikan draft hasil ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman kampus yang turut membantu dan memberikan motivasi untuk menyelesaikan penulisan ini.

Penulis menyadari bahwa draft hasil ini belum sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini.

Medan, Juni 2014


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Inventarisasi ... 4

Anggrek ... 4

Klasifikasi Anggrek ... 5

Deskripsi Anggrek ... 5

Distribusi Anggrek di Indonesia ... 8

Jenis-jenis Tanaman Anggrek ... 8

Syarat tumbuh Tanaman Anggrek ... 10

Iklim ... 10

Media Tanam Anggrek ... 12

Ketinggian Tempat ... 13

Faktor Iklim ... 14

Suhu ... 14

Kelembaban Udara ... 14

Angin ... 14

Curah Hujan ... 15

Faktor Edafik ... 15


(6)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat ... 20

Kondisi Umum Lokasi ... 20

Topografi dan Iklim ... 20

Sarana Kemudahan dan Pelayanan ... 21

Pencapaian ke Lokasi ... 21

Flora dan Fauna ... 21

Pemanfaatan dan Pengelolaan ... 21

Bahan dan Alat ... 22

Metode Penelitian ... 22

Inventarisasi Anggrek ... 22

Pengumpulan Data ... 23

Identifikasi Jenis ... 24

Analisis Vegetasi ... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN Keanekaragaman Jenis Anggrek Tanah ... 26

Sebaran dan Komposisi Jenis Anggrek Tanah berdasarkan Ketinggian ... 31

Sebaran dan pH Tanah ... 35

Habitat dan Tipe Pertumbuhan Jenis Anggrek ... 41

Suhu dan Kelembaban ... 42

Indeks Nilai Penting ... 43

Indeks Keanekaragaman ... 46


(7)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 57

Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58


(8)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Jenis anggrek tanah yang terdapat di Hutan Pendidikan

Bagian Timur Tahura Bukit Barisan Tongkoh Sumatera Utara ... 26 2. Sebaran jenis anggrek tanah pada ketinggian berbeda ... 31 3. Pengelompokkan sebaran anggrek teresterial berdasarkan ketinggian 34 4. Penyebaran anggrek tanah di setiap plot lokasi pengamatan ... 37 5. Penggolongan habitat dan tipe jenis anggrek tanah ... 42 6. Indeks Nilai Penting Anggrek Teresterial ... 46


(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Tipe angrek monopodial dan simpodial ... 10

2. Desain plot petak contoh ... 23

3. Sebaran jenis anggrek tanah berdasarkan jenis ... 29

4. Acanthephippium striatum Lindl ... 48

5. Apendicula alba BI ... 49

6. Apendicula sp ... 49

7. Calanthe sp ... 50

8. Calanthe sp.1 ... 51

9. Chrysoglossum sp ... 51

10. Cymbidum sp ... 52

11. Liparis sp ... 53

12. Paphiopedilum sp ... 53

13. F. Paphiopedilum superbiens ... 54

14. Phaius tankervilliae ... 55

15. Phaius flavus Bl ... 56


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Peta titik plot di lokasi penelitian ... 61

2. Tally sheet inventarisasi anggrek ... 63

3. Suhu dan kelembaban di lokasi penelitian ... 67

4. Sebaran anggrek ... 67

5. Indeks Keanekaragaman ... 67


(11)

ABSTRAK

ULINAR AMANTHA PASARIBU. Inventarisasi Anggrek Terestial di Hutan Pendidikan Bagian Timur Kawasan Taman Hutan Raya Bukit Barisan Tongkoh Kabupaten Karo Sumatera Utara. Dibimbing oleh: PINDI PATANA S.Hut., M.Sc. dan Dr. Ir. YUNASFI M.Si.

Penelitian ini bertujuan untuk menginventarisasi jenis anggrek yang terdapat di Hutan Pendidikan bagian Timur TAHURA Bukit Barisan Tongkoh Kabupaten Karo. Penentuan lokasi pengamatan dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Inventarisasi vegetasi menggunakan metode sampling plot secara acak, plot berjumlah 40 plot yang berukuran 5x5 m dengan intensitas sampling 0,001% dari luas wilayah hutan pendidikan dan dengan jarak antar plot disesuaikan menurut keberadaan anggrek. Anggrek yang dijumpai dalam satu plot diberi label A1, A2 dan seterusnya lalu didokumentasikan, diambil untuk sampel kemudian diidentifikasi lebih lanjut dengan menggunakan buku identifikasi anggrek. Pengamatan dilakukan pada setiap plot contoh. Indeks nilai penting dihitung dari penjumlahan kerapatan relatif dan frekuensi relatif. Data-data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah : Jenis-jenis anggrek, Ketinggian tempat, Titik posisi, pH tanah, Suhu dan Kelembaban. Lalu

Identifikasi jenis dan analisis vegetasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anggrek tanah yang ditemukan di Hutan Pendidikan Tahura Bukit Barisan Tongkoh Kabupaten Karo adalah 13 jenis anggrek teresterial yang terdiri dari 8 genus. Nilai INP tertinggi yaitu 35,613% pada jenis Calanthe sp. dan yang terendah yaitu 4,772% pada jenis Liparis sp. Indeks keanekaragaman H’ sebesar 2,0. Genus anggrek yang paling dominan adalah genus Calanthe yaitu jenis Calanthe sp. berjumlah 69 individu dan genus

Phaius yaitujenis Phaius sp. berjumlah 64 individu.


(12)

ABSTRACT

ULINAR AMANTHA Pasaribu. Inventory of terrestrial orchids in the Eastern Region Forest Education Forest Park Bukit Barisan Tongkoh Karo district of North Sumatra. Supervised by: PINDI PATANA S.Hut., M.Sc. and Dr. Ir. YUNASFI M.Si.

This study aims to invent the species of orchids found in the eastern part of the Forest Education TAHURA Barisan Tongkoh Karo. Determination of the location of the observations were made by using purposive sampling method. Vegetation inventory plots used random sampling method, with education 40 plots measuring 5x5 m, sampling intensity of 0.001 % of the forest area and the distance between plots adjusted according to the presence of orchids. Orchids were found in the plots are labeled A1, A2 and so on and documented, further the sample were identified using identification books orchids. Important value index is calculated from the sum of the relative density and relative frequency. The data collected in this study are: The types of orchids, elevation, position, soil pH, temperature and humidity. Then the identification and analysis of vegetation types.

The results of this study indicate that orchids were found in the Bukit Barisan Forest Education Tahura Tongkoh Karo 13 species of terrestrial orchid genus which consists of 8. The highest IVI value was 35.613 % on the type of Calanthe sp. and the lowest of 4.772 % on the type of Bulbophyllum sp. Diversity index H ' of 2.0. The most dominant genus of orchids is the type of the genus Calanthe Calanthe sp. with total 69 individuals and the type of the genus Phaius Phaius sp. 64 individuals.


(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang menyimpan kekayaan anggrek paling besar di dunia. Indonesia memiliki sekitar 6.000 jenis tumbuhan anggrek dunia dari sekitar 26.000 jenis, sekitar 90% induk spesies Dendrobium yang dikembangkan di dunia berasal dari Indonesia. Indonesia merupakan negara tropis dan memiliki kondisi lingkungan yang memenuhi syarat untuk menjamin kehidupan tumbuhan anggrek. Tumbuhan anggrek liar di Indonesia diperkirakan ada sekitar 5.000 jenis (Heriswanto, 2009).

Anggrek merupakan tanaman hias yang banyak jenisnya. Menurut Comber (1990), terdapat sekitar 25.000 jenis anggrek yang telah dideskripsikan. Tanaman anggrek sangat populer dan banyak digemari karena keindahan bentuk bunga dan baunya yang khas. Keindahan dan keanekaragaman anggrek terutama terlihat pada morfologi dan warna bunga, sedangkan bentuk vegetatif tanaman hampir serupa. Distribusi anggrek sangat luas dengan keanekaragaman yang besar dan sebagian besar tanaman anggrek tumbuh di kawasan tropis dan subtropis (Tieneke, 2010).

Tanaman anggrek mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, selain karena keindahannya, bunga anggrek dapat dimanfaatkan sebagai bunga potong yang tahan lama (tidak cepat layu) tidak seperti bunga-bunga lain. Perkembangan anggrek dewasa ini mendapat perhatian yang sangat besar dari masyarakat. Di Indonesia prospek pengembangan anggrek sangat cerah (Rahardi dan Wahyuni,


(14)

Anggrek tanah adalah anggrek yang seluruh perakarannya berkembang di dalam tanah, rawa juga daratan, sebagian besar anggrek tanah tersebut tumbuh pada hutan-hutan primer yang sangat rentan akan perubahan lingkungan dan umumnya berbunga sepanjang tahun. Karena ketergantungan akan lingkungannya sangat tinggi, keberadaan jenis tersebut di alam sangat bergantung dengan keutuhan komponen penyusun hutan tersebut. Jika komponen-komponen hutan tersebut mengalami kerusakan maka akan mempengaruhi kelestarian jenis anggrek tanah yang ada di dalamnya (Fijridiyanto dan Syamsul, 2000).

Anggrek yang sehat ditemukan dalam gerombolan yang cukup besar menunjukkan bahwa habitatnya (hutan) masih cukup bagus. Hal tersebut berarti juga sebaliknya, menjaga anggrek berarti juga melindungi pohon dan hutan tempat tumbuhnya (Prasetyo dan Zulkifli, 2009). ″

Agar keberadaan jenis-jenis anggrek di suatu wilayah dapat diketahui dengan baik, diperlukan suatu penelitian berupa eksplorasi dan inventarisasi. Eksplorasi bertujuan untuk mengambil contoh tanaman yang mempunyai nilai ekonomi dan nilai ilmu pengetahuan yang penting, sedangkan kegiatan inventarisasi bertujuan untuk mendata keanekaragaman jenis tanaman di suatu kawasan, sehingga apabila nantinya kawasan tersebut mengalami perubahan ekosistem, sudah tersedia data keragaman floranya (Mujahidin, dkk., 2002).

Sumatera Utara memiliki hutan tropis yang kaya akan keanekaragaman hayati, salah satunya kawasan Taman Hutan Raya (TAHURA). Hutan Pendidikan merupakan bagian dari TAHURA, di kawasan Hutan Pendidikan TAHURA pernah dilakukan penelitian tentang anggrek berdasarkan ketinggian. Berdasarkan


(15)

permasalahan tersebut, telah dilakukan penelitian untuk mengetahui jenis-jenis anggrek yang terdapat di Hutan Pendidikan bagian Timur kawasan TAHURA Bukit Barisan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menginventarisasi jenis anggrek yang terdapat di Hutan Pendidikan bagian Timur TAHURA Bukit Barisan Tongkoh Kabupaten Karo.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan informasi ilmiah berupa data keanekaragaman jenis anggrek di Hutan Pendidikan bagian Timur TAHURA Bukit Barisan Tongkoh Kabupaten Karo. Selain itu dapat memberikan informasi yang dapat digunakan untuk instansi terkait dalam upaya pelestarian anggrek dan dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian lanjutan.


(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Inventarisasi

Inventarisasi hutan dilaksanakan guna mengetahui modal kekayaan alam yang berupa hutan di seluruh wilayah Republik Indonesia untuk keperluan perencanaan pembangunan proyek-proyek kehutanan secara nasional dan menyeluruh. Penetapan fungsi hutan dibagi menjadi empat fungsi hutan, yaitu Hutan Lindung, Hutan Produksi, Hutan Suaka Alam dan Hutan Wisata (Pamulardi,1995).

Secara umum, inventarisasi hutan didefinisikan sebagai pengumpulan dan penyusunan data dan fakta mengenai sumberdaya hutan untuk perencanaan pengelolaan sumberdaya tersebut bagi kesejahteraan masyarakat secara lestari dan serbaguna. Secara umum, inventarisasi hutan dilakukan untuk mengetahui kondisi biofisik lapangan serta kondisi sosial ekonomi dari areal kawasan hutan yang diinventarisasi (Arief, 2001).

Anggrek

Menurut Dressler (1990), anggrek merupakan tumbuhan yang paling banyak jenisnya dan terdapat dimana saja. Hal yang paling menarik dari penyebaran anggrek yaitu penyebarannya di daerah yang berbeda, sebagian besar tanaman anggrek berlimpah di hutan hujan yang berkisar 1.000 - 2.000 mdpl. Anggrek merupakan salah satu tumbuhan yang menghuni permukaan bumi, kecuali tempat-tempat yang beku seperti daerah kutub atau padang pasir yang benar-benar panas dan kering.


(17)

Klasifikasi anggrek menurut Jones dan Luschingar (1997) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae Divisi : Magnolipyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Liliopsida Sub kelas : Lilidae Ordo : Orchidales Famili : Orchidaceae

Deskripsi Anggrek

Anggrek adalah tumbuhan dengan perawakan yang beraneka ragam, hidup sebagian besar epifit (tumbuh pada pohon inangnya), dan ada pula yang teresterial (tumbuh di tanah / di darat atau sering juga disebut anggrek tanah). Anggrek memiliki rimpang, akar yang seperti umbi tetapi bukan umbi lapis atau umbi batang. Batang berdaun atau tidak, pangkalnya seringkali menebal membentuk umbi semu yang mempunyai akar yang mengandung klorofil dan berfungsi sebagai alat untuk asimilasi (Darmono, 2008).

Daun anggrek berseling dengan tepi rata, berdaging dan biasanya tersusun dalam dua baris. Bunga Anggrek terdiri atas lima bagian utama, yaitu sepal (daun kelopak), petal (daun mahkota), stamen (benang sari), pistil (putik), dan ovari (bakal buah). Sepal adalah mahkota bunga yang terletak di belakang sedangkan petal yang di depannya. Pada labelum terdapat gumpalan yang berisi protein, zat wangi dan minyak sebagai penarik serangga. Di atas labelum terdapat alat reproduksi bunga (gynandrium), yang jantan dinamakan androecium dan yang


(18)

betina dinamakan gynoecium. Sebuk sari pada anggrek membentuk suatu gumpalan yang dinamakan dengan polinia, umumnya berjumlah dua tetapi kadang ada yang berjumlah empat atau enam. Polinia ini dihubungkan oleh seperti benang yang pada ujung benangnya sedikit lengket yang disebut plasenta. Kepala putik anggrek menghadap ke bawah, seperti lubang dangkal ke atas yang terdapat di bawah atau di balik tugu, apabila dipegang seperti lem yang lengket atau seperti cairan kental berwarna putih (Sihotang, 2010).

Anggrek dalam penggolongan taksonomi, termasuk dalam familia

Orchidaceae suatu familia yang sangat besar dan bervariasi. Famili ini terdiri dari 800 genus dan tidak kurang dari 25.000 spesies. Keluarga orchidae ini merupakan tanaman yang tersebar luas di pelosok dunia termasuk Indonesia. Di Indonesia, anggrek banyak ditemukan di hutan, umumnya hutan Kalimantan yang merupakan surga anggrek Indonesia (Sandra, 2001).

Distribusi Anggrek di Indonesia

Hanafiah (2005), menyatakan bahwa ada 5.000 jenis anggrek di alam, dan 29 jenis anggrek spesies Indonesia (termasuk anggrek hitam) telah dilindungi oleh pemerintah. Masalah anggrek di Indonesia adalah sebagai berikut ini:

1. Hilangnya anggrek alam (anggrek spesies) karena rusaknya ekosistem

(konversi alam, penebangan hutan, kebakaran hutan) dan pengambilan tanpa batas dari alam (tingginya minat terhadap anggrek asli).

2. Ekspor anggrek alam secara illegal.

3. Tingginya anggrek hibrida (silangan) dari luar negeri yang masuk.

4. Budidaya anggrek asli Indonesia oleh negeri luar. Pembagian keuntungan bagi masyarakat tidak ada.


(19)

5. Perlu perbaikan dalam praktek implementasi CITES (untuk jenis anggrek yang termasuk dalam appendix II CITES, tapi otoritas melarang seluruh ekspor anggrek non hibrida).

6. Walau memiliki plasma nutfah anggrek yang besar, namun penelitian dan pengembangan belum mencukupi mendukung tersedianya bibit baru dan budidaya yang bisa berkompetisi.

Negara kurang waspada dengan apa yang kita miliki, maka kurang menyelamatkan apa yang seharusnya menjadi devisa di negara ini. Kerusakan habitat dan pemanfaatan (termasuk perdagangan) yang tidak terkendali, penyebab utama bahaya kepunahan spesies. Kerusakan habitat disebabkan oleh pembukaan hutan untuk kepentingan konversi bagi pemanfaatan lahan, dengan tidak memperhitungkan keanekaragaman hayati (Kartikaningrum, dkk., 2004).

Kondisi kerusakan habitat diperparah dengan maraknya illegal logging

yang telah merambah ke dalam kawasan-kawasan konservasi, dan kejadian kebakaran hutan yang berlangsung setiap tahun dengan luasan yang sangat besar, mengancam keanekaragaman hayati Indonesia sangat terancam. Illegal logging

dapat menyangkut harkat hidup orang banyak, termasuk dalam kaidah/hukum pembangunan berkelanjutan. Lingkungan sebagai dasar titik tolak dan merupakan pondasi dari semua pembangunan lain (Soeryowinoto, 1984).

Dalam menyelamatkan jenis tanaman anggrek ini perlu dilibatkan Menteri Pariwisata dan Menteri Kehutanan. Menteri Lingkungan hidup sebagai vokal point, yaitu sebagai jembatan karena secara optimal menteri-menteri tersebut yang dapat melakukan kegiatan ini. Departemen Kehutanan telah melakukan konservasi pada insitu (termasuk Taman Nasional, Suaka Alam, Taman Wisata Alam) dan


(20)

eksitu (termasuk penangkaran dan perbanyakan), menurut Kris Heriyanto, dari Konservasi Keanekaragaman Hayati, Ditjen PHKA, Departemen Kehutanan. Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Kehutanan beserta aparat terkait harus memperhatikan habitat anggrek, supaya anggrek bisa lestari. Himbauan untuk menteri Kehutanan, tolong dijaga anggrek ini demi biodiversity bukan demi

illegal loggingnya karena Indonesia sebagai Champion of Biodiversity (Nurcahyo, 2010).

Jenis-Jenis Tanaman Anggrek

Hashim dan Alia (2011), menyatakan bahwa dilihat dari tempat tumbuh dan habitatnya tanaman anggrek dapat dibedakan menjadi lima pengelompokan jenis, yaitu:

1) Anggrek epifit (epiphytes), adalah jenis anggrek yang menumpang pada batang atau pohon lain tetapi tidak merusak / merugikan tanaman yang ditumpangi (tanaman inang). Alat yang dipakai untuk menempel adalah akarnya, sedangkan akar yang fungsinya untuk mencari makanan adalah akar udara. Anggrek epifit membutuhkan naungan dari cahaya matahari. Anggrek ini kerap menempel dipohon-pohon besar dan rindang di habitat aslinya, contoh anggrek epifit antara lain Dendrobium, Cattleya, Ondocidium, dan

Phalaenopsis.

2) Anggrek semi epifit, adalah jenis anggrek yang juga menempel pada pohon / tanaman lain yang tidak merusak yang ditumpangi. Pada anggrek semi epifit, selain untuk menempel pada media, akar lekatnya juga berfungsi seperti akar udara yaitu untuk mencari makanan untuk berkembang. Contoh anggrek semi epifit antara lain Epidendrum, Leila, dan Brassavola.


(21)

3) Anggrek tanah (anggrek terrestris), adalah jenis anggrek yang hidup di darat atau di atas permukaan tanah. Anggrek jenis ini membutuhkan cahaya matahari penuh atau cahaya matahari langsung. Contoh anggrek teresterial antara lain Vanda, Renanthera, Arachnis dan Aranthera.

4) Anggrek saprofit, adalah anggrek yang tumbuh pada media yang mengandung humus atau daun-daun kering. Anggrek saprofit dalam pertumbuhannya membutuhkan sedikit cahaya matahari. Contoh jenis ini antara lain Goodyera

sp.

5) Anggrek litofit, adalah jenis anggrek yang tumbuh pada batu-batuan. Anggrek jenis ini biasanya tumbuh di bawah intensitas cahaya matahari penuh. Contoh jenis ini antara lain Dendrobium dan Phalaenopsis.

Menurut Veloso (2010), tanaman anggrek berdasarkan pola pertumbuhannya, dibedakan menjadi dua tipe yaitu, simpodial dan monopodial (Gambar. 1).

a) Anggrek tipe simpodial, adalah anggrek yang tidak memiliki batang utama, bunga ke luar dari ujung batang dan berbunga kembali dari anak tanaman yang tumbuh. Contoh dari jenis anggrek tipe simpodial ini antara lain

Dendrobium sp., Cattleya sp., Oncidium sp., dan Cymbidium sp. Anggrek tipe simpodial pada umumnya bersifat epifit

b) Anggrek tipe monopodial, adalah anggrek yang dicirikan oleh titik tumbuh yang terdapat di ujung batang. Bunga ke luar dari sisi batang di antara dua ketiak daun. Contoh dari jenis anggrek tipe monopodial antara lain Vanda sp., Arachnis sp., Renanthera sp., Phalaenopsis sp., dan Aranthera sp.


(22)

Gambar 1. Tipe anggrek monopodial dan simpodial

Syarat tumbuh Tanaman Anggrek a. Iklim

Tanaman anggrek dapat tumbuh baik dengan keadaan iklim yang mendukung untuk pertumbuhannya. Yudi (2007), menyatakan bahwa iklim ini sendiri terbagi menjadi beberapa bagian yaitu :

1) Angin dan curah hujan tidak terlalu berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman anggrek.

2) Cahaya matahari sangat dibutuhkan sekali bagi tanaman ini. Kebutuhan cahaya berbeda-beda tergantung pada jenis tanaman anggrek. Ada yang memerlukan intensitas penyinaran penuh, ada juga yang tidak penuh alias memerlukan naungan. Kebutuhan cahaya berdasarkan jenis anggrek, yakni antara lain:

Arachnis maggie Oei butuh 100% intensitas penyinaran, Arachnis apple Blossom butuh 100% intensitas penyinaran, Renanthera hybrid butuh 100% penyinaran, Vanda pensil dan Vanda quarter butuh 100% intensitas


(23)

penyinaran, Dendrobium butuh 50 - 65% intensitas penyinaran, Aranda hybrid

butuh 50 - 65% intensitas penyinaran, Oncidium hybrid butuh 60 - 75% intensitas penyinaran, Vanda berdaun lebar butuh 20 - 30% intensitas penyinaran, Phalaenopsis hybrid butuh 10 - 15% intensitas penyinaran, dan

Cattleya hybrid butuh 20 - 30% intensitas penyinaran.

3) Suhu minimum untuk pertumbuhan anggrek adalah 15 0C dan suhu maksiumnya adalah 28 0C. Jika suhu udara pada malam berada di bawah 13 0C, maka daerah tersebut tidak dianjurkan untuk ditanam anggrek (di dataran tinggi Dieng). Suhu yang tinggi dapat menyebabkan dehidrasi yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Berdasarkan kebutuhan suhu, tanaman anggrek dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu:

- Anggrek tipe dingin, membutuhkan suhu siang sekitar 18 - 21 0C. Anggrek yang termasuk dalam tipe ini adalah Cymbidium sp. dan Miltona sp. - Anggrek tipe sedang, membutuhkan suhu siang sekitar 21 - 24 0C, dan

suhu malam sekitar 18 - 21 0C. Anggrek yang termasuk tipe ini adalah

Dendrobium sp dan Oncidium sp.

- Anggrek tipe hangat, membutuhkan suhu siang sekitar 24 - 29 0C dan suhu malam 21 - 24 0C. Anggrek yang termasuk ke dalam tipe ini adalah anggrek Vanda sp., Arachnis sp., dan Renanthera sp.

4) Kelembaban relatif (RH) yang diperlukan untuk anggrek berkisar antara 60 - 85%. Fungsi kelembaban yang tinggi bagi tanaman antara lain untuk menghindari penguapan yang terlalu tinggi. Pada malam hari kelembaban dijaga agar tidak terlalu tinggi, karena dapat mengakibatkan busuk akar pada tunas-tunas muda.


(24)

b. Media Tanam Anggrek

Sulistianingsih, dkk., (2004), menyatakan bahwa terdapat 3 jenis media untuk tanaman anggrek, yaitu:

1) Media untuk anggrek epifit dan semi epifit terdiri dari serat pakis yang telah digodok, kulit kayu yang dibuang getahnya, serabut kelapa yang telah direndam air selama 2 minggu, ijuk, potongan batang pohon enau, arang kayu, pecahan genting / batu bata, bahan-bahan dipotong menurut ukuran besar tanaman dan akarnya. Untuk anggrek semi epifit yang akarnya menempel pada media untuk mencari makanan, perlu diberi makanan tambahan seperti kompos, pupuk kandang / daun-daunan.

2) Media untuk anggrek terrestrial yaitu karena jenis anggrek ini hidup di tanah maka perlu ditambah pupuk kompos, sekam, pupuk kandang, darah binatang, serat pakis dan lainnya. pH tanah yang ideal untuk anggrek tanah adalah 6,5 dan nilai kisaran pH optimumnya berkisar 5,0 - 7,0.

3) Media untuk anggrek semi terrestrial yaitu bahan untuk media anggrek ini perlu pecahan genteng yang agak besar, ditambah pupuk kandang sekam / serutan kayu. Digunakan media pecahan genting, serabut kayu, serat pakis dan lainnya.

c. Ketinggian Tempat

Tanaman anggrek dapat tumbuh pada berbagai ketinggian yang berbeda-beda. Sihotang (2010), menyatakan bahwa ketinggian tempat yang cocok bagi budidaya tanaman ini dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:

1. Anggrek panas (ketinggian 0 - 650 m dpl). Anggrek panas memerlukan suhu udara 26 - 30 0C pada siang hari, 21 0C pada malam hari, dengan daerah


(25)

ketinggian 0 - 650 m dpl. Contoh jenis anggrek ini adalah Dendrobium phalaenopsis, Onchidium papillo, dan Phaphilopedillum bellatum.

2. Anggrek sedang (ketinggian 150 - 1.500 m dpl). Anggrek sedang pada suhu udara siang hari 21 0

C dan 15 - 21 0

C pada malam hari dengan ketinggian 150 - 1.500 m dpl.

3. Anggrek dingin (lebih dari 1500 m dpl). Anggrek dingin jarang tumbuh di Indonesia, tumbuh baik pada suhu udara 15 - 21 0C di siang hari dan 9 - 15 0C pada malam hari, dengan ketinggian mencapai 1.500 m dpl. Contoh anggrek jenis Cymbidium.

Penyebaran anggrek di suatu lokasi berbeda-beda jumlahnya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan jumlahnya adalah sebagai berikut:

i. Faktor Iklim

Kondisi iklim merupakan salah satu faktor dominan yang mempengaruhi pola persebaran tumbuhan (flora). Gusmaylina (1983), menyatakan bahwa faktor-faktor iklim yang berpengaruh terhadap persebaran makhluk hidup di permukaan bumi ini, antara lain suhu, kelembaban udara ,angin, dan tingkat curah hujan.

Suhu

Kondisi suhu udara sangat berpengaruh terhadap kehidupan hewan dan tumbuhan, karena berbagai jenis anggrek memiliki persyaratan suhu lingkungan hidup ideal atau optimal, serta tingkat toleransi yang berbeda-beda di antara satu dan lainnya. Khusus dalam dunia tumbuhan, kondisi suhu udara adalah salah satu


(26)

faktor pengontrol persebaran vegetasi sesuai dengan posisi lintang, ketinggian tempat, dan kondisi topografinya.

Kelembaban Udara

Selain suhu, faktor lain yang berpengaruh terhadap persebaran makhluk hidup di muka bumi adalah kelembaban. Kelembaban udara yaitu banyaknya uap air yang terkandung dalam massa udara. Tingkat kelembaban udara berpengaruh langsung terhadap pola persebaran tumbuhan di muka bumi. Beberapa jenis tumbuhan sangat cocok hidup di wilayah yang kering, sebaliknya terdapat jenis tumbuhan yang hanya dapat bertahan hidup di atas lahan dengan kadar air yang tinggi.

Angin

Di dalam siklus hidrologi, angin berfungsi sebagai alat transportasi yang dapat memindahkan uap air atau awan dari suatu tempat ke tempat lain. Gerakan angin juga membantu memindahkan benih dan membantu proses penyerbukan beberapa jenis tanaman tertentu.

Curah Hujan

Air merupakan salah satu kebutuhan vital bagi makhluk hidup. Tanpa sumber daya air, tidak mungkin akan terdapat bentuk-bentuk kehidupan di muka bumi. Melalui curah hujan, proses pendistribusian air di muka bumi akan berlangsung secara berkelanjutan. Wilayah-wilayah yang memiliki curah hujan tinggi pada umumnya merupakan kawasan yang dihuni oleh aneka jenis dengan jumlah dan jenis jauh lebih banyak dibandingkan dengan wilayah yang relatif lebih kering.


(27)

ii. Faktor Edafik

Faktor kedua yang memengaruhi persebaran bentuk-bentuk kehidupan di muka bumi terutama tumbuhan adalah kondisi tanah atau faktor edafik. Tanah merupakan media tumbuh dan berkembangnya tanaman. Kondisi tanah yang secara langsung berpengaruh terhadap tanaman adalah kesuburan (Sarief, 1985). Adapun yang menjadi parameter kesuburan tanah antara lain kandungan humus atau bahan organik, unsur hara, tekstur dan struktur tanah, serta ketersediaan air dalam pori-pori tanah. Tanah-tanah yang subur, seperti jenis tanah vulkanis dan andosol merupakan media optimal bagi pertumbuhan tanaman.

iii. Faktor Fisiografi

Faktor fisiografi yang berkaitan dengan persebaran makhluk hidup adalah ketinggian tempat dan bentuk wilayah (Pranata, 2005). Adanya gejala gradien

thermometrik, dimana suhu udara akan mengalami penurunan sekitar 0,5 ºC - 0,6 ºC setiap wilayah naik 100 m dari permukaan laut. Adanya penurunan

suhu ini sangat berpengaruh terhadap pola persebaran jenis tumbuhan dan hewan, sebab organisme memiliki keterbatasan daya adaptasi terhadap suhu lingkungan di sekitarnya. Oleh karena itu, jenis tumbuhan yang hidup di wilayah pantai akan berbeda dengan yang hidup pada wilayah dataran tinggi atau pegunungan.

Penelitian Tentang Anggrek

TAHURA Bukit Barisan sebagian besarnya merupakan hutan lindung berupa hutan alam pegunungan yang ditetapkan sejak jaman Belanda, meliputi Hutan Lindung Sibayak I dan Simancik I, Hutan Lindung Sibayak II dan Simancik II serta Hutan Lindung Sinabung. Bagian lain kawasan Tahura ini terdiri dari Cagar Alam (CA) Taman Wisata (TW) Sibolangit, Suaka Margasatwa (SM)


(28)

Langkat Selatan, TW Lau Debuk-debuk dan Bumi Perkemahan Pramuka Sibolangit (Balai Konservasi Sumberdaya Alam I, 2001).

Comber (1990), melaporkan bahwa di Jawa terdapat kurang lebih 731 jenis anggrek dan 231 jenis diantaranya dinyatakan endemik. Persentase kekayaan anggrek paling banyak ada di Jawa Barat (642 jenis), sementara itu di Jawa Timur kurang lebih ada 390 jenis sedangkan di Jawa Tengah hanya 295 jenis. Dilihat dari habitat tumbuhnya maka dataran tinggi dengan ketinggian 500 m - 1.500 m merupakan tempat yang cocok untuk anggrek karena keragaman jenis anggreknya lebih banyak dibanding di dataran rendah. Masing-masing habitat memiliki kekayaan jenis yang berbeda, anggrek dataran rendah berbeda jenisnya dengan anggrek yang hidup di dataran tinggi, sehingga setiap tempat akan memiliki keunikan jenis tersendiri.

Anggrek yang terdapat di Pulau Batudaka adalah 9 jenis anggrek tanah dan 8 jenis anggrek epifit. Marsusi, dkk., (2001) Anggrek yang terdapat di Hutan Jabolarangan adalah 11 jenis anggrek epifit. Anggrek juga ditemukan di Situ Gunung Sukabumi yaitu 22 jenis anggrek epifit, 18 jenis anggrek tanah dan 1 jenis anggrek saprofit (Djuita, dkk., 2004). Menurut Berliani (2008), menyatakan di Hutan Gunung Sinabung Kabupaten Karo Sumatera Utara, terdapat 37 jenis anggrek epifit yang termasuk dalam 17 genus dengan jenis terbanyak berasal dari genus Bulbophyllum. Puspitaningtyas (2002), menyatakan bahwa di Kawasan Suaka Satwa Margasatwa Barumun-Sumatera Utara, terdapat 60 jenis anggrek yang terdiri atas 51 anggrek epifit dan 9 anggrek tanah.

Kawasan Cagar Alam Gunung Simpang memiliki keragaman anggrek kurang lebih 137 jenis yang termasuk dalam 51 marga, terdiri atas 95 jenis


(29)

anggrek epifit, Populasi anggrek tanah maupun epifitnya cukup melimpah. Sebagian besar anggrek ditemukan tumbuh pada ketinggian diatas 800 m di atas permukaan laut. Pada ketinggian di bawah 800 m, keragaman anggreknya makin berkurang. Hal ini karena tanahnya telah dimanfaatkan sebagai ladang atau persawahan. Kurang lebih hanya 14 jenis anggrek yang ditemukan di ketinggian kurang dari 800 m. Jenis anggrek epifit yang paling sering dijumpai adalah

Agrostophyllum majus, umumnya menempel di pohon aren (Arenga pinnata). Anggrek tersebut banyak sekali tumbuh di ketinggian 900 - 1.000 m dpl dan tersebar di setiap bukit. Anggrek tanah yang terdapat pada kawasan ini sebanyak 42 jenis, baik yang sifatnya saprofit maupun terrestrial. Jenis-jenis anggrek yang diinventaris tersebut dapat dikatakan sebagai anggrek dataran tinggi, karena banyak dijumpai tumbuh di ketinggian lebih dari 900 m dpl. Hanya

Goodyera rubicunda yang ditemukan pada ketinggian 500 - 600 m dpl. Anggrek tersebut juga pernah dijumpai tumbuh di ketinggian 700 m dan mendominasi di kawasan Cagar Alam Panjalu, Tasikmalaya (Puspaningtyas dkk, 2003).

Di Taman Nasional Meru Betiri-Jawa Timur, terdapat 20 jenis anggrek epifit dan 5 jenis anggrek tanah (Puspitaningtyas, 2002). Yahman (2009), juga menyebutkan di Hutan wisata Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara terdapat 52 jenis anggrek yang termasuk kedalam 24 genus, 14 jenis merupakan anggrek teresterial adan 38 jenis anggrek epifit. Dalam Puspitaningtyas (2007), Comber (1990), juga menyebutkan bahwa di Jawa terdapat kurang lebih 731 jenis anggrek dan 231 jenis anggrek diantaranya dinyatakan endemik.


(30)

Presentase kekayaan anggrek paling banyak berada di Jawa Barat yaitu 642 jenis di Jawa Timur 390 jenis dan di Jawa Tengah hanya 295 jenis. Eksplorasi anggrek juga dilakukan oleh Yulistyarini, dkk., (2000), di Kalimantan Selatan dan didapat 87 jenis anggrek yang terdiri dari 82 jenis anggrek epifit dan 5 anggrek teresterial. Sedangkan Puspitaningtyas (2003), menyebutkan Di Suaka Margasatwa Lambusango dan CA Kakenauwe Pulau Buton terdapat 42 jenis anggrek yang termmasuk dalam 26 genera yang tumbuh di kawasan tersebut. Anggrek tersebut terdiri dari 29 jenis epifit, 12 jenis teresterial dan 1 jenis litofit.

Mujahidin dkk., (2002), meneliti keanekaragaman anggrek di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun yang menghasilkan 31 marga dan 52 jenis. Mahyar dan Sadili (2003) yang melakukan penelitian ulang di tempat tersebut menemukan 74 marga dan 258 jenis anggrek. Didaerah lainnya seperti di Cagar Alam Gunung Simpang Cianjur juga ditemukan anggrek yang meliputi 49 marga dan 114 jenis (Puspitaningtyas dkk, 2002).

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan, diperoleh 41 nomor koleksi anggrek yang terdiri atas 18 anggrek terestrial, 22 anggrek epifit dan 1 anggrek saprofit. Jumlah marga yang berhasil ditemukan sebanyak 26 sedangkan jumlah jenisnya sebanyak 41. Keberadaan suatu jenis anggrek pada umumnya berhubungan dengan lingkungan. Banyak anggrek yang sensitif terhadap suhu dan ketinggian. Kawasan Situ Gunung yang berada di ketinggian 950 - 1.036 m dpl dan suhu 16 - 280C, ternyata merupakan tempat yang cocok bagi tumbuhnya anggrek-anggrek liar. Berbagai jenis anggrek ditemukan mulai dari bawah bukit hingga ke atas punggung bukit. Sebagian besar anggrek tersebut tumbuh di cabang pohon bersama dengan tumbuhan lain, seperti paku sarang burung atau


(31)

dengan tumbuhan lumut. Sebagian lagi tumbuh pada ranting yang telah jatuh, ada juga yang tumbuh di tanah atau pada tumpukan seresah dan dedaunan yang telah menjadi humus.


(32)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan mulai bulan Oktober sampai dengan November 2013 di Hutan Pendidikan bagian Timur Taman Hutan Raya Bukit Barisan Tongkoh Kabupaten Karo Sumatera Utara.

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Tahura Bukit Barisan ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 48 Tahun 1988 dengan luas ± 51.600 Ha. Tahura Bukit Barisan secara geografis terletak pada 001’16" - 019’37" Lintang Utara dan 9812’16" – 9841′00" Bujur Timur. Sedangkan secara administratif termasuk Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Tanah Karo, Propinsi Sumatera Utara. Taman Hutan Raya Bukit Barisan sebagian besarnya merupakan hutan lindung berupa hutan alam pegunungan yang ditetapkan sejak jaman Belanda, meliputi Hutan Lindung Sibayak I dan Simancik I, Hutan Lindung Sibayak II dan Simancik II serta Hutan Lindung Sinabung. Bagian lain kawasan Tahura ini terdiri dari Cagar Alam (CA) Taman Wisata (TW) Sibolangit, Suaka Margasatwa (SM) Langkat Selatan, TW Lau Debuk-debuk dan Bumi Perkemahan Pramuka Sibolangit

(Balai Konservasi Sumberdaya Alam I, 2001).

a. Topografi dan Iklim

Pada umumnya keadaan topografi lapangan Tahura Bukit Barisan sebagian datar, curam dan berbukit-bukit. Di beberapa tempat terdapat pegunungan dan puncak tertinggi yaitu Gunung Sibayak dengan ketinggian 1.430 sampai 2.200 m dpl. Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson Tahura Bukit


(33)

Barisan termasuk ke dalam klasifikasi type B dengan curah hujan rata-rata pertahun 2.000 s/d 2.500 mm. Suhu udara minimum 13 °C dan maksimum 25 °C dengan kelembaban rata-rata berkisar antara 90 - 100 %.

b. Sarana Kemudahan dan Pelayanan

Sarana kemudahan dan pelayanan yang tersedia pada saat ini antara lain jalan masuk, jalan setapak, pesanggrahan, restoran, shelter, kios cenderamata, tempat parkir, tempat bermain anak, dan pondok kerja.

c. Pencapaian ke Lokasi

Untuk mencapai lokasi Tahura Bukit Barisan relatif mudah, dapat ditempuh melalui rute Medan-Brastagi sepanjang 54 km.

d. Flora dan Fauna

Kawasan hutan ini didominasi oleh jenis-jenis pohon pegunungan baik jenis lokal maupun yang berasal dari luar. Beberapa jenis tersebut antara lain

Pinus Merkusii, Altingia exelsa, Schima wallichii, Podocarpus sp, Toona surei

dan jenis yang lain seperti Durian, Dadap, Rambutan, Pulai, Aren, Rotan, dan

lain-lain. Jenis tanaman yang berasal dari luar diantaranya Pinus caribeae,

Pinus khasia, Pinus insularis, Eucalyptus sp, Agathis sp, dan lain-lain. Beberapa fauna yang hidup di kawasan ini antara lain monyet, harimau, siamang, babi hutan, ular, elang, kecil, rusa, trenggiling, dan lain-lain.

e. Pemanfaatan dan pengelolaan

Sebagian dari Kawasan Tahura, terutama sekitar Tongkoh dan Brastagi telah berkembang menjadi salah satu daerah tujuan wisata yang penting di Sumatera Utara. Beberapa kegiatan wisata yang dapat dilakukan antara lain menikmati keindahan alam, mandi air panas, lintas alam, dan berkemah. Tujuan


(34)

pengelolaan di Tahura agar pemanfaatan tumbuhan atau satwa besrta ekosistemnya optimal untuk kepentingan penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan dan kegiatan lainnya yang menunjang budidaya.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah buku identifikasi anggrek dan tally sheet.

Alat yang digunakan adalah peta lokasi, GPS (Global Positioning System), kamera digital, tali rafia, pancang, kantong plastik ukuran 20kg, label nama, gunting / cutter dan alat tulis.

Metode Penelitian

1. Inventarisasi Anggrek

Penentuan lokasi pengamatan dilakukan dengan menggunakan metode

purposive sampling yaitu dengan memperhatikan faktor topografi kemiringan, dan keragaman vegetasi. Purposive sampling adalah teknik penarikan sampel yang dilakukan berdasarkan tujuan atau masalah penelitian.

Inventarisasi vegetasi menggunakan metode sampling plot secara acak yaitu membuat sampling plot dengan ukuran 5m x 5m secara acak berdasarkan keberadaan anggrek teresterial yang ditemukan disekitar daerah pengamatan lalu diambil titik dari setiap plot dengan menggunakan GPS. Plot berjumlah 40 plot yang berukuran 5x5 m dengan intensitas sampling 0,001% dari luas wilayah hutan pendidikan dan dengan jarak antar plot disesuaikan menurut keberadaan anggrek.

Anggrek yang dijumpai dalam satu plot diberi label A1, A2 dan seterusnya lalu didokumentasikan, diambil untuk sampel kemudian diidentifikasi lebih lanjut dengan menggunakan buku identifikasi anggrek.


(35)

Untuk mengetahui jumlah populasi, dominansi dan indeks nilai penting jenis anggrek dilakukan pengamatan jumlah individu dan frekuensinya. Pengamatan dilakukan pada setiap plot contoh. Indeks nilai penting dihitung dari penjumlahan kerapatan relatif dan frekuensi relatif. Desain pengambilan plot contoh (Gambar. 2).

Gambar 2. Desain plot petak contoh

2. Pengumpulan Data

Data-data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah :

a) Jenis-jenis anggrek : Jenis anggrek yang ditemukan di kawasan penelitian

b) Ketinggian tempat : Pengukuran ketinggian tempat diukur dengan menggunakan GPS

c) Titik posisi : Titik posisi plot yang mewakili keberadaan anggrek.

d) pH tanah : Pengukuran pH tanah dengan lakmus e) Suhu dan Kelembaban : Suhu dan kelembaban pada masing-masing

plot dengan menggunakan termometer bola basah dan termometer bola kering.


(36)

3. Identifikasi Jenis

Kegiatan identifikasi jenis anggrek dilakukan dilapangan dibantu oleh pemandu dengan menggunakan buku Identifikasi Anggrek, dengan menggunakan buku acuan yaitu:

• Orchids of Indonesia (Handoyo, 2010)

• Orchids of Sumatera (Comber, 2001)

• Flora (Van Steeins, 1997) 4. Analisis Vegetasi

Untuk mengetahui distribusi dan jenis-jenis anggrek teresterial di lokasi penelitian dilakukan analisis data secara kuantitatif dengan menggunakan persamaan-persamaan berikut (Kusmana, 2004)

a. Kerapatan suatu jenis (K)

K =∑ Individu suatu jenis Luas petak contoh

b. Kerapatan relatif suatu jenis (KR)

KR = K suatu jenis

K seluruh jenis � 100%

c. Frekuensi suatu jenis (F)

F =∑ plot yang ditemukan suatu jenis

∑ seluruh plot

d. Frekuensi relatif (FR)

FR = F suatu jenis

F seluruh jenis x 100%

e. Indeks Nilai Penting


(37)

f. Keanekaragaman Jenis

Indeks keanekaragaman dari Shanon-Winner digunakan untuk menyatakan hubungan keanekeragaman spesies dalam komunitas yang diacu Ludwig dan Reynold (1988) sebagai berikut:

�′ =− � ��ln��

� �=1

keterangan Pi = ni/N

H’ = Indeks Keanekaragaman S = Jumlah jenis

ni = Jumlah individu suatu jenis ke-I dalam petak ukur N = Jumlah individu seluruh jenis

Identifikasi indeks keanekaragaman sebagai berikut: i. Rendah, bila indeks keanekaragaman = H’ < 1 ii. Sedang, bila indeks keanekaragaman = 1< iii. Tinggi, bila indeks keanekaragaman = H’ > 3


(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keanekaragaman Jenis Anggrek Tanah

Anggrek tanah yang didapat berdasarkan hasil penelitian inventarisasi jenis anggrek di Hutan Pendidikan bagian Timur Tahura Bukit Barisan Tongkoh, ditemukan anggrek sebanyak 13 jenis yang berasal dari 8 genus dan merupakan jenis anggrek teresterial. Anggrek teresterial merupakan jenis anggrek yang hidup di darat atau di atas permukaan tanah. Pada Tabel 1, dapat dilihat jenis anggrek tanah berdasarkan genusnya beserta jumlah individu per genus dan jumlah individu per jenis dari 8 genus yang dijumpai dari tiap plot yang ada di lokasi penelitian.

Tabel 1. Jenis anggrek tanah yang terdapat di Hutan Pendidikan Tahura Bukit Barisan Tongkoh Kabupaten Karo.

No. Genus Jumlah

Individu

Nama Jenis ∑Invidu

tiap Jenis

∑Plot yang

ditemukan 1 Acanthephippium 9 Acanthephippium

striatum

9 6

2 Apendicula 30 Apendicula alba 10 6

Apendicula sp.* 20 8

3 Calanthe 115 Calanthe sp.* 69 19

Calanthe sp.1** 46 15

4 Chrysoglossum 17 Chrysoglossum sp.* 17 6

5 Cymbidium 50 Cymbidium sp.* 50 15

6 Liparis 8 Liparis sp.* 8 3

7 Paphiopedilum 22 Paphiopedilum sp.* F. Paphiopedilum superbiens 10 12 6 8

8 Phaius 89 Phaius tankervilliae 13 9

Phaius flavus BI. 12 10

Phaius sp.* 64 17

∑ 8 340 13 340

Keterangan: * Pemberian nama sp. pada jenis anggrek yang diketahui melalui

identifikasi daun

** Pemberian nama sp.1 pada jenis anggrek yang diketahui melalui identifikasi daun dan serupa dengan jenis yang ada sebelumnya

Jumlah individu per genus dan jumlah jenis dari tiap genus yang diamati dari lokasi pengamatan dapat dilihat dari Tabel 1. Jumlah individu terbanyak didapatkan pada genus Calanthe lalu diikuti dari genus Phaius dan genus


(39)

Cymbidium. Sehingga ketiga genus ini umum dijumpai sepanjang jalur titik di lokasi pengamatan dan tersebar merata sesuai dengan kondisi habitatnya masing-masing.

Pada Tabel 1, dapat dilihat genus Calanthe paling dominan karena jumlah individunya yang paling tinggi yaitu 115 invidu dari 2 jenis Calanthe yang ditemukan. Pada Phaius hanya berjumlah 89 individu dari 3 jenis Phaius yang ditemukan di lokasi penelitian kemudian genus Cymbidium yang berjumlah 50 individu dari 1 jenis Cymbidium yanag ditemukan. Hal ini dikarenakan ketiga genus tersebut merupakan jenis yang sangat cocok terhadap kondisi lingkungan yang ada di lokasi penelitian, dimana jenis Calanthe ditemukan pada habitat yang lembab dan mendapat sedikit cahaya matahari di lokasi penelitian. Hampir merata tersebar di setiap ketinggian. Sedangkan jenis Phaius dapathidup dalam keadaan dua habitat yaitu epifit dan teresterial, jenis Phaius yang hidup secara teresterial menyukai tempat yang sedikit terlindung dari cahaya matahari dan ada beberapa yang menyukai sinar matahari penuh begitu juga dengan jenis Cymbidium yang dapat tumbuh didaerah iklim sedang dan tropis yang sejuk.

Tabel 1, juga menunjukkan jumlah individu jenis paling sedikit yaitu pada genus Liparis yang hanya berjumlah 8 individu dari 1 jenis Liparis sp. yang ditemukan dan pada genus Acanthephippium yang berjumlah 9 individu dari 1 jenis Acanthephippium striatum. Hal ini diduga karena kondisi lingkungan yang kurang cocok dengan syarat tumbuh dari kedua genus tersebut. Kedua genus tersebut tidak menyebar secara merata, melainkan tumbuh pada habitat tertentu yang sesuai dan membentuk populasi pada habitatnya tersebut.


(40)

Genus Calanthe digolongkan genus yang memiliki jumlah individu paling banyak karena genus Calanthe yang umum dijumpai dibandingkan dengan genus

Liparis. Hal ini kemungkinan disebabkan karena faktor-faktor lingkungan di lokasi pengamatan mendukung untuk tumbuh dan tersebar merata pada genus

Calanthe, dimana berbeda dengan genus Liparis yang membutuhkan setengah naungan matahari dan di daerah yang tidak begitu lembab untuk dapat tumbuh dan tersebar secara merata.

Pada keempat genus lainnya memiliki jumlah individu per genus yang masih tergolong stabil, yaitu tidak terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi jumlahnya. Genus-genus tersebut yaitu genus Apendicula, genus Paphiopedilum,

genus Chrysoglossum dan genus Acanthephippium yang tidak jauh jumlahnya dengan genus Liparis. Hal ini disebabkan karena keempat jenis ini termasuk anggrek yang dapat hidup atau sesuai dengan kondisi lingkungan di lokasi penelitian. Dimana lokasi penelitian Hutan Pendidikan yang merupakan hutan pegunungan yang masih alami. Pada bagian Timur Hutan Pendidikan ini yang menjadi jalur pencarian anggrek dimulai dari ketinggian 1.400 sampai dengan 1.500 m dpl yang memiliki vegetasi yang cukup rapat yang mendukung tumbuhnya anggrek tanah dan kondisi pH tanah yang netral juga suhu dan kelembaban yang memenuhi kriteria untuk tumbuhnya tanaman anggrek tanah.


(41)

Untuk pengelompokkan anggrek tanah berdasarkan jenis disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Pengelompokkan jenis anggrek berdasarkan jenisnya

Hasil penelitian yang didapat menunjukkan bahwa jumlah jenis individu dan jumlah jenis tiap genus yang diamati di dua lokasi penelitian digolongkan sedang. Tingginya jumlah jenis serta jumlah individu dari famili Orchidaceae tersebut kemungkinan disebabkan oleh faktor abiotik yang sesuai untuk pertumbuhannya, dengan suhu udara 18 - 23 0C masih cukup baik untuk jenis anggrek dapat tumbuh. Gunadi (1985), menyatakan bahwa anggrek membutuhkan suhu sekitar 9 - 30 0C untuk pertumbuhan, sesuai dengan penggolongan anggrek menurut kebutuhan suhu habitatnya.

Comber (2001), juga menyebutkan bahwa Sumatera adalah tempat yang sangat cocok untuk tumbuhnya anggrek, karena memiliki iklim dengan curah hujan yang merata sepanjang tahun. Hutan Pendidikan Tahura Bukit Barisan Tongkoh berlokasi di Sumatera Utara, dan memiliki faktor-faktor lingkungan

Banyaknya individu jenis

Acanthephippium striatum Apendicula alba

Apendicula sp. Calanthe sp. Calanthe sp.1 Chrysoglossum sp. Cymbidium sp. Liparis sp.

Paphiopedilum sp.

F. Paphiopedilum superbiens Phaius tankervilliae

Phaius flavus BI. Phaius sp.


(42)

yang mendukung untuk pertumbuhan anggrek tanah. Data inventarisasi anggrek tanah dibutuhkan secara berkala agar diketahui keanekaragaman anggrek tanah di Hutan Pendidikan Tahura Bukit Barisan tersebut semakin bertambah atau berkurang, sehingga keberadaan anggrek tanah tersebut dapat terus dilestarikan sesuai dengan tujuan dari keberadaan Hutan Pendidikan itu sendiri yaitu untuk melestarikan flora dan fauna yang berada di Hutan Pendidikan Tahura Tongkoh. Salah satu cara yang bisa diterapkan agar keanekaragaman anggrek tanah dan ekosistem Hutan Pendidikan tersebut tetap lestari yaitu dengan membudidayakan anggrek tanah tersebut, selain itu cara tersebut juga bisa memberikan manfaat ekonomi dan ekologi bagi masyarakat sekitar kawasan Hutan Pendidikan Tahura Bukit Tongkoh Kabupaten Karo Sumatera Utara.

Mayoritas jenis anggrek yang terdapat di kawasan Hutan Pendidikan belum dibudidayakan. Pembudidayaan dimaksudkan untuk tetap memberikan nilai manfaat bagi masyarakat sekitar yang ingin memanfaatkan ataupun memelihara anggrek tanpa harus mengambilnya langsung dari Hutan Pendidikan Tahura Tongkoh agar habitat alami bagi anggrek tersebut tetap lestari.

Pembudidayaan dilakukan untuk seluruh jenis anggrek, baik anggrek tanah, epifit maupun saprofit. Pembudidayaan dimaksudkan untuk tetap memberikan nilai manfaat bagi masyarakat sekitar yang ingin memanfaatkan ataupun memelihara anggrek tanpa harus mengambilnya langsung dari Hutan Pendidikan Tahura Tongkoh agar habitat alami bagi anggrek tersebut tetap lestari.


(43)

Sebaran dan Komposisi Jenis Anggrek Tanah Berdasarkan Ketinggian

Jenis anggrek tanah tersebar sesuai dengan kondisi lingkungan yang memungkinkan untuk tumbuh dan berkembang. Lokasi penelitian yaitu Hutan Pendidikan bagian Timur berada di dataran tinggi mulai dari 1.400 m dpl sampai 1.500 m dpl. Untuk mengetahui sebaran dari tiap-tiap genus beserta jenisnya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Sebaran jenis anggrek tanah pada ketinggian berbeda

No. Genus Nama Jenis

Lokasi

I II Jumlah

1 Acanthephippium Acanthephippium striatum

- 9 9

2 Apendicula Apendicula alba - 10 10

Apendicula sp. 4 16 20

3 Calanthe Calanthe sp. 7 62 69

Calanthe sp.1 9 35 46

4 Chrysoglossum Chrysoglossum sp. 4 13 17

5 Cymbidium Cymbidium sp. 7 43 50

6 Liparis Liparis sp. 3 5 8

7 Paphiopedilum Paphiopedilum sp. F. Paphiopedilum superbiens

- 10 - 12

10 12

8 Phaius Phaius tankervilliae - 13 13

Phaius flavus BI. 12 12

Phaius sp. - 64 64

∑ 8 13 34 306 340

Keterangan:

- :Tidak ditemukan

I : Ketinggian 1.400 – 1.450 m dpl

II : Ketinggian 1.450 – 1.500 m dpl

Pada Tabel 2, ditemukan penyebaran anggrek tanah mulai dari ketinggian 1.400 m dpl sampai 1.500 m dpl. Penyebaran anggrek tanah dari ketinggian 1.400 m dpl sampai 1.500 m dpl sangat berbeda. Jenis anggrek tanah yang memiliki penyebaran pada dua ketinggian yaitu 1.400 m dpl sampai 1.450 m dpl dan 1.450 m dpl sampai dengan 1.500 m dpl adalah jenis Calanthe sp. kemudian jenis

Chrysoglossum, jenis Cymbidium dan jenis Liparis. Pada tujuh jenis lainnya hanya ditemukan pada ketinggian 1.450 m dpl - 1.500 m dpl. Hal ini dikarenakan mungkin ketujuh jenis tersebut hanya cocok atau dapat tumbuh pada ketinggian


(44)

1.450 m dpl - 1.500 m dpl. Ketujuh jenis tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Dari Tabel 2, dapat dilihat banyaknya anggrek pada ketinggian 1.450 m dpl - 1.500 m dpl yang dapat kita temui dibandingkan pada ketinggian 1.400 m dpl - 1.450 m dpl. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat penyebaran dan adaptasi yang luas dari jenis tersebut terhadap kondisi fisik lingkungan seperti suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin dan ketinggian tempat sangat berpengaruh, kondisi fisik tersebut juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan penyebaran biji anggrek.

Penyebaran anggrek tanah beranekaragam pada setiap interval ketinggian. Hal tersebut disebabkan oleh faktor iklim yang mendukung pertumbuhan anggrek tersebut. Menurut Gunadi (1985), habitat anggrek meliputi seluruh dunia kecuali daerah yang benar-benar beku dan padang pasir yang benar-benar panas dan kering. Anggrek melimpah didaerah tropis dan dapat bertahan hidup pada dataran rendah hingga dataran tinggi.

Anggrek juga dapat dijumpai di seluruh pulau di Indonesia. Indonesia sebagai wilayah beriklim tropis sangat mendukung bagi pertumbuhan anggrek tersebut. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Widhiastuti, dkk., (2007), yaitu anggrek merupakan salah satu tumbuhan yang banyak ditemukan pada kawasan hutan tropis, terutama di daerah Indo-Malaya. Indonesia diperkirakan mempunyai 3.000 jenis anggrek liar. Jenis tersebut tersebar di hutan-hutan Sumatera, Kalimantan, Papua dan Sulawesi.

Anggrek tanah yang merupakan tumbuhan spermatophyta, berkembang biak dengan menyebarkan biji. Sumartono (1981), menyatakan bahwa buah anggrek mengandung ribuan bahkan sampai jutaan biji yang sangat halus,


(45)

bewarna kuning sampai coklat, biji anggrek sangat kecil dan mudah diterbangkan angin dan di hutan penyerbukan pada biji anggrek terjadi dengan bantuan serangga. Jenis yang penyebarannya sempit tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh sifat toleransi jenis anggrek tersebut terhadap ketinggian.

Hutan Pendidikan Tahura Bukit Barisan Tongkoh Kabupaten Karo merupakan kawasan hutan pegunungan dataran tinggi. Pada hutan pegunungan, vegetasi akan semakin sedikit seiring dengan naiknya ketinggian tempat. Hal tersebut sesuai dengan komposisi anggrek tanah yang didapat di kedua interval ketinggian, dimana semakin naiknya ketinggian maka komposisi anggrek tanah semakin sedikit. Pada Tabel 2, pada ketinggian 1.400 m dpl sampai 1.500 m dpl dimana pada ketinggian 1.400 - 1.450 m dpl ditemukan 6 jenis anggrek tanah dan pada ketinggian 1.450 - 1.500 m dpl ditemukan 13 jenis anggrek tanah tetapi 7 jenis diantaranya hanya terdapat pada satu ketinggian yaitu 1.400 - 1.500 m dpl.

Pada ketinggian 1.400 - 1.450 m dpl habitatnya semak belukar dan perdu, dimana masih banyak terdapat pohon-pohon yang besar. Intensitas cahaya yang tidak begitu tinggi pada ketinggian tersebut. Sehingga pada ketinggian 1.400 - 1.450 m dpl tidak terlalu banyak ditemukan jenis anggrek. Berbeda dengan ketinggian 1.450 - 1.500 m dpl keadaan vegetasi secara umum hampir sama seperti sebelumnya hanya saja kebanyakan vegetasi pohon yang masih dalam tahapan semai hingga tiang dan rapat-rapat berbeda dengan yang dijumpai sebelumnya pada ketinggian 1.400 - 1.450 m dpl yang mana pepohonan tinggi masih banyak dijumpai. Intensitas cahaya juga semakin rendah karena terhalang oleh kanopi pohon, dan juga suhu yang rendah tetapi kelembaban yang semakin tinggi.


(46)

Kondisi lingkungan tersebut yang menyebabkan banyaknya anggrek tanah ditemukan. Sesuai dengan kriteria tumbuh anggrek. Pengelompokkan anggrek tanah berdasarkan ketinggian yang berbeda disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengelompokkan sebaran anggrek teresterial berdasarkan ketinggian

Ketinggian Jenis Anggrek

1.400 – 1.450 m dpl Apendicula sp.

Calanthe sp.

Calanthe sp.1

Chrysoglossum sp.

Cymbidium sp.

Liparis sp.

1.450 – 1.500 m dpl Acanthephippium striatum

Apendicula alba Apendicula sp.

Calanthe sp.

Calanthe sp.1

Chrysoglossum sp.

Cymbidium sp.

Liparis sp.

Paphiopedilum sp.

F. Paphiopedilum superbiens Phaius tankervilliae

Phaius flavus BI.

Phaius sp.

Pada Tabel 3 dapat dilihat komposisi anggrek tanah terbanyak ada pada ketinggian 1.450 - 1.500 m dpl. Kondisi alam di lokasi tersebut juga menunjukkan faktor-faktor yang mendukung banyaknya keterdapatan anggrek tanah. Pada ketinggian 1.400 - 1.450 m dpl banyak dijumpai vegetasi pohon yang tinggi-tinggi dengan tutupan kanopi yang tidak terlalu rapat sehingga cahaya matahari dapat diserap dengan baik oleh anggrek tanah yang berada dibalik vegetasi. Jumlah jenis yang beragam di kedua interval ketinggian disebabkan oleh kondisi lingkungan yang sangat khas pada hutan pegunungan. Perubahan faktor-faktor lingkungan di hutan terjadi seiring dengan meningkatnya ketinggian tempat. Intensitas cahaya juga diperlukan tumbuhan untuk fotosintesis dan menghasilkan energi bagi tumbuhan tersebut.


(47)

Menurut Arief (2001), pada hutan pegunungan pohon mempunyai satu stratum dimana semakin tinggi dari permukaan laut semakin rendah pohon-pohon yang dijumpai. Anwar, dkk., (1984), juga menjelaskan bahwa dengan naiknya ketinggian, terjadi perubahan vegetasi yang mencolok, yaitu kanopi pohon semakin rata, pohon-pohon semakin pendek dengan daun tebal dan sempit serta daerah pegunungan sangat dipengaruhi oleh perubahan iklim yang berbeda-beda menurut ketinggiannya.

Perbedaan jumlah individu yang didapat pada setiap jenis diakibatkan oleh pertumbuhan dari tiap jenis yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti suhu udara, kelembaban udara dan intensitas cahaya matahari. Sesuai dengan pernyataan Syahbuddin (1987), menyatakan bahwa organisme, baik dalam tingkat individu maupun komunitas selalu didukung oleh kondisi lingkungannya.

Sebaran dan pH Tanah

Kondisi tanah yang ada di lokasi penelitian ditutupi oleh dedaunan kering dan serasah. Anggrek tanah yang merupakan anggrek yang hidup di permukaan tanah dan nutrisinya diperoleh dari dalam tanah (Soeryowinoto, 1984), maka keadaan tanah yang banyak mengandung unsur hara dan serasah lebih dibutuhkan sebagai pendukung pertumbuhan dibandingkan cahaya matahari untuk proses fotosintesis, sehingga pada ketinggian 1.400 - 1.450 m dpl dan ketinggian 1.450 - 1.500 m dpl tetap mendukung pertumbuhan anggrek tanah untuk beberapa jenis tertentu yang cocok dengan kondisi lingkungan pada lokasi tersebut.

pH rata-rata di lokasi pengamatan yaitu mulai dari 6 - 7 yang artinya tanah di lokasi pengamatan dalam kondisi netral, dimana kondisi tanah seperti ini sangat cocok untuk hidup dan tumbuhnya anggrek tanah dengan baik. pH yang terlalu


(48)

tinggi atau terlalu rendah akan mengakibatkan anggrek tidak dapat tumbuh sempurna bahkan mati.

Menurut Gunawan (2007) dalam Yahman (2009), menyatakan bahwa penyebaran anggrek pada umumnya terdapat pada kisaran pH 4 - 7, dimana idealnya adalah 5,5 - 5,6. Sedangkan kisaran pH optimum anggrek menurut (Hanafiah, 2005) adalah 4,0 - 5,0 dan pH idealnya adalah 6,5. Angka kemasaman tanah kadang-kadang dipengaruhi oleh kelembaban tanah. Tanah yang basah cenderung menunjukkan pH yang rendah, sedangkan tanah yang kering pH nya agak tinggi dan kemasaman tanah juga dipengaruhi oleh kadar bahan organik, mineral dan kapur yang terkandung di dalamnya (Yulia dan Ruseani, 2008).

Lokasi penelitian berada di dataran tinggi yang berada di ketinggian 1.400 - 1.500 m dpl. Penyebaran jenis anggrek tanah beranekaragam di sepanjang jalur titik pengamatan karena kondisi lingkungan di dalam hutan yang memungkinkan untuk semua jenis anggrek dapat tumbuh dan tersebar merata. Untuk mengetahui sebaran jenis anggrek tanah dan pH di lokasi plot pengamatan dapat dilihat pada Tabel 4.


(49)

Tabel 4. Penyebaran anggrek tanah di setiap plot lokasi pengamatan. No.

Plot

Nama Jenis Jumlah

Individu

Habitat pH

tanah

Elevasi (mdpl) 1. Acanthephippium striatum lindl.

Phaius sp.

Apendicula sp.

2 4 2

Perdu 7 1482

2. Cymbidium sp.

Phaius tankervilliae

5 2

Perdu, serasah

6 1501l

3. Cymbidium sp.

Calanthe sp 1

F. Paphiopedilum superbiens

3 4 2

Serasah 6 1488

4. Phaius tankervilliae

F. Paphiopedilum superbiens

1 1

Semak 7 1490

5. Cymbidium sp.

Phaius tankervilliae Calanthe sp. 1

F. Paphiopedilum superbiens Phaius flavus BI.

3 2 4 1 1 Semak, perdu

7 1487

6. Calanthe sp.

F. Paphiopedilum superbiens Apendicula alba

Phaius sp.

4 1 2 4

Semak 7 1476

7. Acanthephippium striatum lindl.

Cymbidium sp.

Calanthe sp. 1

Paphiopedilum sp.

1 2 4 1

Semak 6 1477

8. Chrysoglossum sp.

Cymbidium sp

Calanthe sp.

Phaius sp.

2 4 3 3 Semak, perdu

7 1479

9. Chrysoglossum sp.

Phaius tankervilliae

F. Paphiopedilum superbiens Phaius sp.

3 1 1 4 Perdu, serasah


(50)

Tabel 4. Lanjutan No.

Plot

Nama Jenis Jumlah

Individu

Habitat pH

tanah

Elevasi (mdpl) 10. Cymbidium sp.

Calanthe sp.

Calanthe sp. 1

Phaius sp.

3 3 1 4 Serasah, semak

6 1456

11. Liparis sp.

Phaius tankervilliae Calanthe sp. 1

Phaius flavus BI.

2 2 1 1 Perdu, serasah

6 1452

12. Cymbidium sp.

Calanthe sp.

Paphiopedilum sp.

4 5 3

Perdu, serasah

7 1458

13. Phaius sp.

Apendicula sp.

3 1

Perdu, serasah

6 1451

14. Cymbidium sp.

Calanthe sp.

3 4

Serasah 6 1460

15. Cymbidium sp.

Calanthe sp.

Phaius flavus BI.

Apendicula sp.

3 3 2 4 Perdu, serasah

6 1452

16. Acanthephippium striatum lindl.

Calanthe sp. 1

Phaius flavus BI.

Phaius sp.

2 4 1 3 Perdu, serasah

6 1456

17. Chrysoglossum sp.

F. Paphiopedilum superbiens Phaius flavus BI.

Phaius sp.

Apendicula sp.

4 4 1 4 2

Perdu 7 1453

18. Acanthephippium striatum lindl.

Phaius tankervilliae Phaius sp.

1 1 4

Perdu, serasah


(51)

Tabel 4. Lanjutan No.

Plot

Nama Jenis Jumlah

Individu

Habitat pH

tanah

Elevasi (mdpl) 19. Calanthe sp.

Paphiopedilum sp.

Apendicula alba

4 1 2

Perdu 6 1454

20. Acanthephippium striatum lindl.

Phaius tankervilliae Phaius sp.

Apendicula sp.

2 2 4 4

Perdu, 7 1450

21. Cymbidium sp.

Calanthe sp.

Calanthe sp. 1

Apendicula sp.

4 4 3 4 Perdu, serasah

7 1453

22. Cymbidium sp.

Calanthe sp.

Calanthe sp. 1

2 3 2

Perdu, serasah

7 1454

23. Calanthe sp.

Calanthe sp. 1

3 3

Serasah, semak

7 1447

24. Cymbidium sp.

Calanthe sp.

3 4

Serasah 6 1449

25. Calanthe sp.

Apendicula alba Apendicula sp.

3 1 1

Perdu 6 1454

26. Chrysoglossum sp.

Apendicula alba Phaius flavus BI.

4 1 1

Perdu, serasah

7 1450

27. Cymbidium sp.

Calanthe sp. 1

4 3

Serasah, semak

6 1449

28. Phaius tankervilliae Calanthe sp. 1

Paphiopedilum sp.

1 3 1

Serasah 7 1452

29. Calanthe sp. 1

Phaius flavus BI.

Phaius sp.

3 1 4

Serasah, perdu


(52)

Tabel 4. Lanjutan No.

Plot

Nama Jenis Jumlah

Individu

Habitat pH

tanah

Elevasi (mdpl) 30. Cymbidium sp.

Calanthe sp.

F. Paphiopedilum superbiens Phaius sp.

3 4 1 4

Perdu 7 1454

31. Calanthe sp.

Calanthe sp. 1

Phaius flavus BI.

Phaius sp.

4 3 1 4

Perdu 7 1453

32. Acanthephippium striatum

lindl.

Liparis sp.

Calanthe sp. 1

Apendicula alba

1 3 1 3

Perdu 7 1452

33. Chrysoglossum sp.

Phaius flavus BI.

Apendicula sp.

2 2 1

Perdu, serasah

6 1454

34. Calanthe sp.

Phaius sp.

3 4

Semak 7 1439

35. Cymbidium sp.

Calanthe sp. 1

3 3

Semak 7 1448

36. Calanthe sp.

Paphiopedilum sp.

3 2

Perdu, serasah

6 1455

37. Calanthe sp.

Phaius flavus BI.

4 1

Serasah 7 1459

38. Chrysoglossum sp.

F. Paphiopedilum superbiens

2 1

Serasah 6 1478

39. Calanthe sp.

Paphiopedilum sp

Phaius sp.

4 2 4

Serasah 7 1455

40. Phaius tankervilliae Apendicula alba

1 2

Serasah, perdu


(53)

Beradasarkan Tabel 4, dapat dijelaskan bahwa keanekaragaman anggrek pada setiap plot tinggi. Hal ini disebabkan karena kondisi lingkungan seperti suhu, kelembaban, ketinggian tempat, intensitas cahaya di lokasi pengamatan yang cocok untuk jenis anggrek yang ditemui. Hal ini disebabkan oleh faktor iklim yang mendukung pertumbuhan anggrek tersebut, makin tinggi tempat makin rendah suhu dan makin tinggi kelembaban. Pada lokasi pengamatan hanya memiliki 2 interval ketinggian yakni 1.400 - 1.500 m dpl, sehingga jenis anggrek yang didapat tersebar pada dua interval ketinggian tersebut dengan kondisi vegetasi yang didominasi oleh pepohonan dan vegetasi pepohonan tinggi dan rendah, tiang, semai dan serasah yang cukup tebal yang berada diantara perdu dan semak.

Habitat dan Tipe Pertumbuhan Jenis Anggrek

Dari semua jenis anggrek yang ditemukan hampir semua termasuk kedalam jenis anggrek teresterial atau anggrek tanah. Hal ini disebabkan karena habitat tempat tumbuh jenis-jenis anggrek di atas adalah di tanah. Pada jenis

Paphiopedillum dan Acanthephippium termasuk kedalam jenis anggrek litofit yaitu anggrek yang tumbuh di antara bebatuan. Hal ini disebabkan karena jenis anggrek ini dapat tumbuh dalam kondisi di antara bebatuan. Berbeda dengan jenis

Apendicula dan Liparis, kedua jenis ini ada yang sebagian dapat hidup secara epifit yaitu di tanah tetapi menempel pada inangnya dan ada yang hidup secara teresterial atau di tanah yang ditutupi serasah dedaunan kering, sedangkan pada jenis lainnya termasuk kedalam anggrek teresterial karena tumbuh di tanah.

Tipe anggrek dibagi menjadi dua yaitu Simpodial dan Monopodial. Anggrek tipe simpodial pada umumnya bersifat epifit, contoh dari jenis anggrek


(54)

tipe simpodial ini antara lain Dendrobium sp., Cattleya sp., Oncidium sp., dan

Cymbidium sp. Sedangkan anggrek tipe monopodial, adalah anggrek yang dicirikan oleh titik tumbuh yang terdapat di ujung batang. Bunga ke luar dari sisi batang di antara dua ketiak daun. Contoh dari jenis anggrek tipe monopodial antara lain Vanda sp., Arachnis sp., Renanthera sp., Phalaenopsis sp., dan

Aranthera sp. Dari 13 jenis anggrek terdapat 4 jenis yang bertipe simpodial dan selebihnya monopodial. Berdasarkan habitatnya anggrek digolongkan menjadi 5 yaitu epifit, semi epifit, saprofit, anggrek tanah, litofit dan tipe anggrek juga terbagi 2 yaitu Simpodial dan Monopodial. Berikut ini data tipe dan habitat anggrek dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Penggolongan habitat dan tipe jenis anggrek tanah

No Nama Epifit Semi

epifit

Anggrek tanah

Saprofit Litofit M/S

1 Acanthephippium striatum

√ M

2 Apendicula alba √ M

3 Apendicula sp. √ √ M

4 Calanthe sp. √ S

5 Calanthe sp.1 √ S

6 Chrysoglossum sp. √ S

7 Cymbidum sp. √ S

8 Liparis sp. √ √ M

9 Paphiopedilum sp. √ M

10 F.Paphiopedilum superbiens

√ M

11 Phaius tankervilliae √ M

12 Phaius flavus Bl. √ M

13 Phaius sp. √ M

Suhu dan Kelembaban

Suhu dan kelembaban di lokasi penelitian didapat dengan menggunakan termometer bola basah dan termometer bola kering yang diambil di tiap plot. Suhu rata-rata di lokasi penelitian berkisar antara 16 - 19 0C. Pada pagi hari kelembaban di lokasi pengamatan tinggi yaitu 88,75%, pada siang hari menurun menjadi 84,25% dan pada sore hari 82%. Suhu rata-rata pada ketinggian 1.400 -


(55)

1.450 m dpl yaitu 18,25 0C dan pada ketinggian 1.450 - 1.500 m dpl sebesar 17,5 0C, perbedaan suhu rata-rata pada kedua ketinggian tidak begitu tinggi karena jarak ketinggian yang tidak terlalu jauh. Menurut Whitmore (1984) dalam Berliani (2008), menyatakan bahwa di daerah hutan pegunungan semakin tinggi suatu daerah suhu udara turun rata-rata 6 0C per 100 m.

Kelembaban relatif (RH) yang ada pada ketinggian 1.400 - 1.450 m dpl sekitar 88,75% dan pada ketinggian 1.450 - 1.500 m dpl sekitar 86,55%. Hal ini disebabkan karena udara yang lembab di pagi hari dan akan menurun seiring naiknya suhu pada siang hari.

Sesuai dengan pernyataan Siregar (2005), seiring dengan bertambahnya ketinggian tempat, suhu udara akan semakin berkurang tapi berbeda halnya dengan intensitas cahaya dan kelembaban yang akan meningkat seiring dengan bertambahnya ketinggian. Hal ini disebabkan karena vegetasi pohon pembentuk kanopi yang sudah tidak ada sehingga cahaya matahari akan dengan mudah sampai ke permukaan bumi tanpa penghalang. Sedangkan kelembaban meningkat karena suhu udara berkurang.

Suhu dan kelembaban dapat dilihat pada lampiran 3. Pada lampiran 3, data kelembaban dan suhu menunjukkan rata-rata kelembaban pada ketinggian yang berbeda.

Indeks Nilai Penting

Indeks Nilai Penting menyatakan kepentingan/dominan suatu jenis tumbuhan serta memperlihatkan peranannya dalam komunitas. Syahbuddin (1987), menambahkan bahwa frekuensi relatif dari masing-masing jenis merupakan gambaran presentase penyebaran suatu jenis tumbuhan pada suatu


(56)

areal dan juga disebabkan faktor penyebaran, daya tumbuh biji dan faktor lingkungan sekitar. Pada tabel 6, dapat dilihat Indeks Nilai Penting anggrek teresterial. Calanthe sp., memiliki jumlah INP tertinggi yaitu 35,61%. Tingginya nilai tersebut berarti jenis Calanthe sp. mempunyai peranan penting dalam komunitas tersebut, yang artinya bahwa jenis Calanthe sp. yang mendominasi di lokasi pengamatan. Suin (2002) , menyatakan bahwa nilai kerapatan dapat menggambarkan bahwa jenis dengan nilai kerapatan tinggi memiliki pola penyesuaian yang baik. Jenis Calanthe sp. memiliki INP tertinggi, maka jenis tersebut merupakan jenis dengan syarat tumbuh yang sesuai seperti kondisi lingkungan pada lokasi penelitian, baik ketinggian maupun faktor fisik lingkungannya.

Hal ini disebabkan karena lokasi pengamatan yang cukup lembab dan teduh dari cahaya matahari karena ditutupi oleh semak, liana dan vegetasi pepohonan rendah sesuai dengan syarat tumbuh jenis ini. Ewuise (1990), menyatakan bahwa cahaya, temperatur dan air secara ekologis merupakan faktor lingkungan yang penting. Suin (2002), juga menyatakan faktor lingkungan sangat menentukan penyebaran dan pertumbuhan suatu organisme dan tiap jenis hanya dapat hidup pada kondisi abiotik tertentu yang berada dalam kisaran toleransi tertentu yang cocok bagi organisme tersebut.

Sedangkan INP yang tinggi juga dimiliki jenis Phaius sebesar 32,53% yang berarti Phaius sp. juga memiliki kecocokan habitat di lokasi penelitian. Sedangkan INP terendah dimiliki jenis Liparis sp. yaitu 4,77% yang berarti

Liparis sp. tidak memiliki kecocokan habitat di lokasi pengamatan. Faktor-faktor lingkungan seperti suhu udara dan kelembaban udara juga mempengaruhi


(1)

Lampiran 2. Tally sheet inventarisasi anggrek

No. Jenis Jumlah Elevasi Koordinat Habitat

1. Acanthephippium striatum lindl.

Phaius sp.

Apendicula sp.

2 4 2

1482m dpl

03' 12,564' 098' 33,150'

Perdu

2. Cymbidium sp.

Phaius tankervilliae

5 2

1501m dpl

03' 12,550' 098' 33,216'

Perdu, serasah 3. Cymbidium sp.

Calanthe sp 1

F. Paphiopedilum superbiens

3 4 2

1488m dpl

03' 12,570' 098' 33,189'

Serasah

4. Phaius tankervilliae

F. Paphiopedilum superbiens

1 1

1490m dpl

03' 12, 574' 098' 33,172’

Semak

5. Cymbidium sp.

Phaius tankervilliae Calanthe sp. 1

F. Paphiopedilum superbiens Phaius flavus BI.

3 2 4 1 1

1487m dpl

03' 12,585' 098' 33,144'

Semak, perdu

6. Calanthe sp.

F. Paphiopedilum superbiens Apendicula alba

Phaius sp.

4 1 2 4

1476m dpl

03' 12,667' 098' 33,160'

Semak

7. Acanthephippium striatum lindl.

Cymbidium sp.

Calanthe sp. 1

Paphiopedilum sp.

1 2 4 1

1477m dpl

03' 12,648' 098' 33,171'

Semak

8. Chrysoglossum sp.

Cymbidium sp

Calanthe sp.

Phaius sp

.

2 4 3 3

1479m dpl

03' 12,650' 098' 33,171'

Semak, perdu

9. Chrysoglossum sp.

Phaius tankervilliae

F. Paphiopedilum superbiens Phaius sp.

3 1 1 4

1471m dpl

03' 12,680' 098' 33,178'

Perdu, serasah

10. Cymbidium sp.

Calanthe sp.

Calanthe sp. 1

Phaius sp.

3 3 1 4

1456m dpl

03' 12,792' 098' 33,146'

Serasah, semak


(2)

Lampiran 2. Lanjutan

No. Jenis Jumlah Elevasi Koordinat Habitat

11. Liparis sp.

Phaius tankervilliae Calanthe sp. 1

Phaius flavus BI.

2 2 1 1

1452m dpl

03' 12,821' 098' 33,140'

Perdu, serasah

12. Cymbidium sp.

Calanthe sp.

Paphiopedilum sp.

4 5 3

1458m dpl

03' 12,804' 098' 33,161'

Perdu, serasah

13. Phaius sp.

Apendicula sp.

3 1

1451m dpl

03' 12,835' 098' 33,142'

Perdu, serasah 14. Cymbidium sp.

Calanthe sp.

3 4

1460m dpl

03' 12,723' 098' 33,216'

Serasah

15. Cymbidium sp.

Calanthe sp.

Phaius flavus BI.

Apendicula sp.

3 3 2 4

1452m dpl

03' 12,847' 098' 33,150'

Perdu, serasah

16. Acanthephippium striatum lindl.

Calanthe sp. 1

Phaius flavus BI.

Phaius sp.

2 4 1 3

1456m dpl

03' 12,814' 098' 33,188'

Perdu, serasah

17. Chrysoglossum sp.

F. Paphiopedilum superbiens Phaius flavus BI.

Phaius sp.

Apendicula sp.

4 4 1 4 2

1453m dpl

03' 12,760' 098' 33,220'

Perdu

18. Acanthephippium striatum lindl.

Phaius tankervilliae Phaius sp.

1 1 4

1454m dpl

03' 12,763' 098' 33,220'

Perdu, serasah

19. Calanthe sp.

Paphiopedilum sp.

Apendicula alba

4 1 2

1454m dpl

03' 12,807' 098' 33,203'

Perdu

20. Acanthephippium striatum lindl.

Phaius tankervilliae Phaius sp.

Apendicula sp.

2 2 4 4

1450m dpl

03' 12,887' 098' 33,167'

Perdu, semak


(3)

No. Jenis Jumlah Elevasi Koordinat Habitat 21. Cymbidium sp.

Calanthe sp.

Calanthe sp. 1

Apendicula sp.

4 4 3 4

1453m dpl

03' 12,867' 098' 33,170'

Perdu, serasah

22. Cymbidium sp.

Calanthe sp.

Calanthe sp. 1

2 3 2

1454m dpl

03' 12,841' 098' 33,188'

Perdu, serasah

23. Calanthe sp.

Calanthe sp. 1

3 3

1447m dpl

03' 12,883' 098' 33,165'

Serasah, semak

24. Cymbidium sp.

Calanthe sp.

3 4

1449m dpl

03' 12,362' 098' 32,750'

Serasah

25. Calanthe sp.

Apendicula alba Apendicula sp.

3 1 1

1454m dpl

03' 12,352' 098' 32,806'

Perdu

26. Chrysoglossum sp.

Apendicula alba Phaius flavus BI.

4 1 1

1450m dpl

03' 12,416' 098' 32,796'

Perdu, serasah

27. Cymbidium sp.

Calanthe sp. 1

4 3

1449m dpl

03' 12,419' 098' 32,802'

Serasah, semak

28. Phaius tankervilliae Calanthe sp. 1

Paphiopedilum sp

.

1 3 1

1452m dpl

03' 12,399' 098' 32,809'

Serasah

29. Calanthe sp. 1

Phaius flavus BI.

Phaius sp.

3 1 4

1453m dpl

03' 12,439' 098' 32,810'

Serasah, perdu


(4)

Lampiran 2. Lanjutan

No. Jenis Jumlah Elevasi Koordinat Habitat

30. Cymbidium sp.

Calanthe sp.

F. Paphiopedilum superbiens Phaius sp.

3 4 1 4

1454m dpl

03' 12,426' 098' 32,813'

Perdu

31. Calanthe sp.

Calanthe sp. 1

Phaius flavus BI.

Phaius sp.

4 3 1 4

1453m dpl

03' 12,439' 098' 32,810'

Perdu

32. Acanthephippium striatum lindl.

Liparis sp.

Calanthe sp. 1

Apendicula alba

1 3 1 3

1452m dpl

03' 12,438' 098' 32,812'

Perdu

33. Chrysoglossum sp.

Phaius flavus BI.

Apendicula sp.

2 2 1

1454m dpl

03' 12,433' 098' 32,814'

Perdu, serasah

34. Calanthe sp.

Phaius sp.

3 4

1439m dpl

03' 12,373' 098' 32,852'

Semak

35. Cymbidium sp.

Calanthe sp. 1

3 3

1448m dpl

03' 12,476' 098' 32,840'

Semak

36. Calanthe sp.

Paphiopedilum sp.

3 2

1455m dpl

03' 12,446' 098' 32,813'

Perdu, serasah 37. Calanthe sp.

Phaius flavus BI.

4 1

1459m dpl

03' 12,373' 098' 32,852'

Serasah

38. Chrysoglossum sp.

F. Paphiopedilum superbiens

2 1

1478m dpl

03' 12,476' 098' 32,840'

Serasah

39. Calanthe sp.

Paphiopedilum sp

Phaius sp.

4 2 4

1455m dpl

03' 12,475' 098' 32,856'

Serasah

40. Phaius tankervilliae Apendicula alba

1 2

1462m dpl

03' 12,427' 098' 32,873'

Serasah, perdu


(5)

Waktu

pengambilan

Waktu

(menit)

TBK

(°C)

TBB

(°C)

RH

(%)

T

(°C)

1.400 – 1.450

m dpl

0

18

17

91

18

10

18

17

91

18

20

18

17

91

18

30

19

17

82

19

Rata-rata

18,25

17

88,75

18,25

1.450 – 1.500

m dpl

0

18

16

82

18

10

17

16

91

17

20

17

16

91

17

30

18

16

82

18

Rata-rata

17,5

16

86,5

17,5

Lampiran 4. Sebaran Anggrek

No. Nama jenis K F n ni/N=pi

1 Acanthephippium striatum 90 0,15 9 0,692 2 Apendicula alba 100 0,15 10 0,769

3 Apendicula sp. 200 0,2 20 1,538

4 Calanthe sp. 690 0,475 69 5,300

5 Calanthe sp.1 460 0,375 46 3,538 6 Chrysoglossum sp. 170 0,15 17 1,308

7 Cymbidum sp. 500 0,375 50 3,846

8 Liparis sp. 80 0,075 8 0,615

9 Paphiopedilum sp. 100 0,15 10 0,769 10 F.Paphiopedilumsuperbiens 120 0,2 12 0,923 11 Phaius tankervilliae 130 0,225 13 1,000 12 Phaius flavus Bl. 120 0,25 12 0,923

13 Phaius sp. 640 0,425 64 4,923

Total 3400 3,2 340

Lampiran 5. Indeks Keanekaragaman

Lampiran 6. Contoh perhitungan analisis data.

1.

Kerapatan

Acanthephippium striatum

K =

individu suatu jenis Luas petak contoh

=

9 / (40 x 0,0025)

=

90 individu

Indeks

Keanekaragaman

Jumlah Kriteria


(6)

2.

Kerapatan Relatif

Acanthephippium striatum

KR =

K suatu jenis

K seluruh jenis

x 100%

= 90 / 3400 x 100%

= 2,6 %

3.

Frekuensi

Acanthephippium striatum

F =

∑plot yang ditemukan suatu jenis

∑seluruh plot

=

6 / 40

=

0,15

4.

Frekuensi Relatif

Acanthephippium striatum

FR =

F suatu jenis

F seluruh jenis

x 100%

= 0,15/3,2 x 100%

= 4,68%

Lampiran 6. Lanjutan.

5.

Indeks Nilai Penting

Acanthephippium striatum

INP = KR + FR

= 2,647 + 4,688

= 7,485%

6.

Indeks Keanekaragman dari Shannon-Wiener

H

=

− ∑

si=1

Pi ln Pi

keterangan Pi = ni/N

= [ (9/360) ln (9/360) + (10/360) ln (10/360) + (20/360) ln (20/360)

+ (69/360) ln (69/360) + (46/360) ln (46/360) + (17/360) ln (17/360)

+ (50/360) ln (50/360) + (8/360) ln (8/360) + (10/360) ln (10/360) +

(12/360) ln (12/360) + (13/360) ln (13/360) + (12/360) ln (12/360) +

(64/360) ln (64/360)]