Aktivitas Antihiperglikemik Minuman Effervescent Nanoenkapsulasi Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing (Othosiphon Aristatus B1. Miq) Pada Tikus Diabetes Yang Diinduksi Streptozotocin
AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIK MINUMAN EFFERVESCENT
NANOENKAPSULASI BERBASIS EKSTRAK DAUN KUMIS KUCING
(Orthosiphon aristatus B1. Miq) PADA TIKUS DIABETES
YANG DIINDUKSI STREPTOZOTOCIN
MONITA REKASIH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aktivitas
Antihiperglikemik Minuman Effervescent Nanoenkapsulasi Berbasis Ekstrak
Daun Kumis Kucing (Othosiphon aristatus B1. Miq) pada Tikus Diabetes yang
Diinduksi Streptozotocin adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2016
Monita Rekasih
F251140441
RINGKASAN
MONITA REKASIH. Aktivitas Antihiperglikemik Minuman Effervescent
Nanoenkapsulasi Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing (Othosiphon aristatus B1.
Miq) pada Tikus Diabetes yang Diinduksi Streptozotocin. Dibimbing oleh C.
HANNY WIJAYA, TJAHJA MUHANDRI dan MEGA SAFITHRI.
Formula minuman fungsional berbasis daun kumis kucing kaya akan
polifenol dan flavonoid yang telah diteliti memiliki aktivitas antioksidan dan
antihiperglikemik. Teknologi nanoenkapsulasi telah dipercaya dapat melindungi
komponen bioaktif, serta dapat meningkatkan bioavailabilitas. Penelitian
bertujuan untuk menginvestigasi kemampuan nanoenkapsulasi dalam
meningkatkan bioavailabilitas minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis
kucing dan dibandingkan dengan minuman ready to drink maupun
mikroenkapsulasi.
Pembuatan serbuk nanoenkapsulasi berbasis daun kumis kucing dilakukan
dengan metode gelasi ionik dan dikarakterisasi menggunakan PSA, SEM, serta
analisis total fenol. Serbuk nanoenkapsulasi dan mikroenkapsulasi dibuat menjadi
effervescent. Uji aktivitas antihiperglikemik dilakukan pada tikus jantan galur
Sprague Dawley yang diinduksi streptozotocin. Tikus yang telah diabetes, diberi
minuman berbasis kumis kucing ready to drink dosis 3.64 mL/200 g bobot badan,
minuman mikroenkapsulasi dosis 3.64 mL/200 g bobot badan, minuman
nanoenkapsulasi dosis 3.64 mL/200 g bobot badan, dan dosis 7.28 mL/200 g
bobot badan selama 14 hari. Paramater yang digunakan dalam pengujian berupa
perubahan bobot badan dan jumlah ransum tikus yang dilakukan pada hari -7, 0, 7,
dan 14, kadar glukosa darah pada hari ke- 0, 2, 9 dan 16, serta viabilitas pulau
Langerhans dan sel beta melalui pewarnaan hematoksilin eosin dan
imunohistokimia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa minuman nanoenkapsulasi berbasis
ekstrak daun kumis kucing merupakan partikel dengan diameter rata-rata 537.8
nm, berbentuk bulat dan bersifat monodispersi. Seluruh jenis minuman memiliki
kemampuan antihiperglikemik, minuman nanoenkapsulasi dosis 3.64 mL/200 g
bobot badan memberikan kemampuan paling baik dalam menekan penurunan
jumlah ransum dan bobot badan, menurunkan kadar glukosa darah sebesar
18.15 %, dan perlindungan serta regenerasi sel beta dan pulau Langerhans
pankreas dengan viabilitas masing-masing sebesar 49.09 % dan 32.50 %. Temuan
ini mendukung minuman nanoenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing
sebagai pangan baru yang dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
Kata kunci: antihiperglikemik, bioavailabilitas, kumis kucing, minuman
fungsional, nanoenkapsulasi.
SUMMARY
MONITA REKASIH. Antihyperglycemic Activity of Nanoencapsulated Java Tea
(Othosiphon aristatus B1. Miq)-Based Effervescent Functional Drinks in
Streptozotocin-Induced Diabetic Rats. Supervised by C. HANNY WIJAYA,
TJAHJA MUHANDRI and MEGA SAFITHRI.
The formula of Java Tea-based functional drink, which is rich in
polyphenolic and flavonoid compounds has been reported for their antioxidant
and antihyperglycemic activities. Nanoencapsulation technology may offer
protection toward these bioactive compounds and also enhance the bioavailability.
The aim of this study was to investigate the possibility of nanoencapsulation
improving the bioavailability of the Java Tea-based functional drink, compared to
the ready to drink and microencapsulated beverages.
Nanoencapsulated Java Tea-based functional drink was made by ionic
gelation method and characterized with PSA, SEM, and total phenol analysis.
Microencapsulated and nanoencapsulation powders made into effervescent.
Antihyperglycemic activity was performed on male Sprague Dawley rats which
were induced by streptozotocin. After confirmation of their diabetes status,
animals were treated with ready-to-drink at dose 3.64 mL/200 g body weight,
microencapsulated at dose 3.64 mL/200 g body weight, nanoencapsulated Java
Tea-based functional drink at dose 3.64 mL/200 g body weight, and 7.28 mL/200
g body weight for 14 days. Parameters which were used in this study including
feed intake and body weight of rats on day -7, 0, 7 and 14, blood glucose levels on
day 0, 2, 9 and 16, and the viability of the islets of Langerhans and β cells with
staining haematoxilyn eosin and immunohistochemistry.
The result showed that the average particle size of nanoencapsulated Java
Tea-based functional drink was found at 537.8 nm with 0.495 poly dispersity
index (PDI), and spherical in shape. All of the beverage have the ability of
antihyperglycemic, while nanoencapsulated beverage at a dose of 3.64 mL/200 g
body weight showed the most excellent ability in suppressing the reduction of
feed intake and body weight, decreasing blood glucose level (18.15 %), and better
to protecting the viability of Langerhans (49.09 %) and β cell (32.50 %). Finding
of this study might lend support to the development of nanoencapsulated Java
Tea-based functional drink as novel functional food for controlling the blood
glucose level.
Keywords: Antihyperglycemic, bioavailability, functional drink, Java Tea,
nanoencapsulation.
© Hak Cipta Milik IPB. Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan.
penelitian. penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIK MINUMAN
EFFERVESCENT NANOENKAPSULASI BERBASIS EKSTRAK DAUN
KUMIS KUCING
(Orthosiphon aristatus B1. Miq) PADA TIKUS DIABETES
YANG DIINDUKSI STREPTOZOTOCIN
MONITA REKASIH
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Didah Nur Faridah, STP, MSi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2015 ini Aktivitas
Antihiperglikemik Minuman Effervescent Nanoenkapsulasi Berbasis Ekstrak
Daun Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus BI. Miq) pada Tikus Diabetes yang
Diinduksi dengan Streptozotocin. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof
Dr Ir C. Hanny Wijaya, MAgr, Bapak Dr Tjahja Muhandri, STP, MT dan Ibu Dr
Mega Safithri, SSi, MSi selaku pembimbing yang telah memberi banyak
kesempatan belajar, selalu memotivasi dan membimbing penulis dengan penuh
kesabaran. Terima kasih kepada Ibu Dr Didah Nur Faridah, STP, MSi selaku
dosen penguji luar komisi dan Ibu Dr Ir Endang Prangdimurti, MSi selaku
perwakilan Program Studi Ilmu Pangan, atas saran yang telah diberikan.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Ibu Prof Dr Ir Latifah K.
Darusman, MS, PhD, Ibu Susi Indariani, STP, MSi, beserta seluruh staf Pusat
Studi Biofarmaka, drh. Okta, drh. Innes, beserta staff UKHP Pusat studi
Biofarmaka. Ibu Yuliyani, STP dan Bapak Idris, SSi, Laboratorium
Nanoteknologi Balai Besar Pasca Panen Bogor, seluruh staf Bagian Diagnotik
Balai Veteriner Bogor, serta seluruh staf Laboratorium Patologi Pusat Studi Satwa
Primata. Terima kasih kepada Lembaga Pengelola Dana Pendidikan yang melalui
program RISPRO dan Direktur Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat,
Ditjen Dikti, Depdiknas melalui program Hibah Kompetensi yang telah
membantu penulis dalam melaksanakan penelitian tesis.
Rasa syukur dan terimakasih penulis sampaikan untuk kedua orang tua,
Bapak Alm Kaswira dan Ibu Almh Rasini, yang telah memberi motivasi tersendiri
bagi penulis. Ungkapan terima kasih yang tak ternilai penulis sampaikan kepada
suami, Selamat Riadi, ST, dan putra tercinta, Muhammad Jabbar Adhyastha atas
kesabaran, keikhlasan, motivasi, dan kasih sayang tulus. Mamah, Papah, Ami
Septiani, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga pencapaian ini memberi
semangat dan pembelajaran untuk adik tercinta Putri Puspita Koswara dan
Alfasah Koswara. Terimakasih yang dalam penulis sampaikan kepada Bapak Drs
WH. Rahmanto, MSi, Ibu Drs Enny Facriyah, MSi, Bapak Dr M. Asy’ari, SSi,
MSi, dan Bapak Ngadiwiyana, SSi, MSi yang telah memberikan banyak motivasi,
dukungan dan kesempatan hingga penulis sampai pada tahap ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada tim peneliti kumis kucing,
Dewi, Mumut dan Ika. Seluruh rekan-rekan IPN (Diana P Novira, Sri Mulyani,
Ruki Fainake, Tuti Rostianti, Atika, Maryam Jameela, Icha, Dita, Irfan, Gulit,
Firat dkk), Khoirul Bariyah, Yunita, Edo, Putra, Irena, CHWers dan rekan-rekan
lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah memberikan
bantuan, perhatian, kerja sama, semangat dan saran kepada penulis selama kuliah
dan penelitian.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2016
Monita Rekasih
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
1
1
2
2
2
2
TINJAUAN PUSTAKA
Pangan Fungsional
Minuman Fungsional Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing
Nanoenkapsulasi
Polisakarida C sebagai Bahan Enkapsulan
Bioavailabilitas Partikel Nano
Diabetes Mellitus
Radikal Bebas
Diabetonik
Imunohistokimia
2
2
3
4
5
6
6
8
8
10
METODE
Waktu dan Tempat
Alat dan Bahan
Prosedur Penelitian
Prosedur Analisis
Analisis Data
11
11
11
11
16
19
HASIL DAN PEMBAHASAN
Warna, Ukuran dan Morfologi Partikel Minuman Nanoenkapsulasi
Kandungan Total Fenol
Aktivitas Antihiperglikemik
Konsumsi ransum dan bobot badan tikus putih
Profil kadar glukosa darah tikus putih
Profil pankreas, viabilitas sel β dan pulau Langerhans
19
19
21
23
23
26
29
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
33
33
33
DAFTAR PUSTAKA
33
LAMPIRAN
40
RIWAYAT HIDUP
65
DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
1.
2.
3.
Interaksi elektrostatik antara ion amonium pada rantai polisakarida C
dan kelompok fosfat dari molekul TPP
5
Struktur aloksan
9
Mekanisme pembentukan ROS di dalam sel β pankreas tikus yang
diinduksi dengan aloksan
9
Struktur kimia streptozotocin
10
Tahap penelitian secara keseluruhan
12
Rancangan penelitian terhadap hewan percobaan
15
Warna serbuk dan minuman
20
Diameter rata-rata dan indeks polidispersitas indeks minuman
nanoenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing
20
Penampakan morfologi minuman nanoenkapsulasi berbasis ekstrak
daun kumis kucing pada pembesaran 5000 X
21
Total fenol dari 3 jenis fungsional berbasis ekstrak daun kumis
kucing
22
Pengaruh berbagai jenis minuman fungsional berbasis ekstrak daun
kumis kucing terhadap konsumsi ransum tikus (sebelum dan selama
perlakuan)
23
Pengaruh berbagai jenis minuman fungsional berbasis ekstrak daun
kumis kucing terhadap bobot badan tikus (sebelum dan selama
perlakuan)
Error! Bookmark not defined.25
Pengaruh berbagai jenis minuman fungsional berbasis ekstrak daun
kumis kucing terhadap kadar glukosa darah tikus (sebelum dan
selama perlakuan)
27
Morfologi pankreas dengan pewarnaan H & E, skala 50 μm
30
Sel β di pulau Langerhans dengan pewarnaan imunohistokimia anti
insulin antibodi, skala = 50 μm
31
Pengaruh berbagai jenis minuman fungsional berbasis ekstrak daun
kumis kucing pada viabilitas sel β
Pengaruh berbagai jenis minuman fungsional berbasis ekstrak daun
kumis kucing pada viabilitas pulau Langerhans
DAFTAR TABEL
Persentase penurunan jumlah ransum tikus selama perlakuan
Persentase penurunan bobot badan selama perlakuan
Persentase perubahan glukosa darah tikus selama perlakuan
24
25
27
DAFTAR LAMPIRAN
1. Pembuatan ekstrak daun kumis kucing
2. Pembuatan ekstrak kayu secang
3. Pembuatan ekstrak jahe
4. Pembuatan ekstrak temulawak
5. Pembuatan ekstrak jeruk
6. Pembuatan larutan stok pengental
7. Pembuatan minuman kumis kucing ready to drink
8. Pembuatan serbuk mikroenkapsulasi
9. Pembuatan serbuk nanoenkapsulasi
10. Pembuatan formula effervescent untuk 100 mL minuman
11. Total fenol
12. Uji statistik pengaruh minuman terhadap konsumsi ransum
13. Uji statistik pengaruh minuman terhadap bobot badan
14. Uji statistik pengaruh minuman terhadap kadar glukosa darah
15. Pengaruh minuman terhadap viabilitas pulau Langerhans
16. Pengaruh minuman terhadap viabilitas sel beta
17. Ethical clearence
18. Hasil karakterisasi minuman nanoenkapsulasi dengan alat particle
size analyzer
41
42
46
46
47
56
63
64
1
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pangan enak dan memiliki efek bagi kesehatan menjadi tuntutan tersendiri
bagi industri pangan. Produk pangan yang berkhasiat bagi tubuh memiliki flavor
yang cenderung kurang diterima oleh konsumen. Peningkatan kualitas sensori
pangan menyehatkan (pangan fungsional) memerlukan flavor yang tidak hanya
memberi fungsi murni sebagai atribut citarasa, tetapi juga memberikan kemampuan
fungsional aktif atau yang dikenal dengan flavor fungsional (Wijaya dan Silamba
2010). Produk pangan yang dikembangkan dalam flavor fungsional umumnya
berasal dari hayati. Hal ini menjadi peluang bagi Indonesia yang merupakan negara
dengan kekayaan hayati terbesar kedua setelah hutan hujan Amazon (Elfahmi et al.
2014)
Tanaman berupa rempah dan herbal terbukti mengandung banyak komponen
aktif sebagai hasil dari metabolisme tumbuhan yang memiliki aktivitas
antihiperglikemik (Safithri et al. 2016). Kumis kucing merupakan tanaman yang
sering digunakan masyarakat sebagai obat diabetes. Mohamed et al (2013)
menyatakan bahwa daun kumis kucing mengandung flavonoid berupa sinensetin
yang bertanggung jawab terhadap efek antihiperglikemik. Hossain dan Rahman
(2011) menunjukkan bahwa daun kumis mengandung enam jenis flavonoid yang
berperan dalam menangkal radikal bebas. Kumis kucing juga mengandung asam
polifenol berupa asam romarinat dan asam kafeinat yang juga berperan dalam
aktivitas antioksidan (Muhammad et al. 2011). Wijaya et al (2007) memanfaatkan
kumis kucing sebagai minuman fungsional dengan ditambahkan beberapa ekstrak
rempah dan herbal seperti kayu secang, jahe gajah, temulawak, jeruk nipis, jeruk
lemon dan jeruk purut. Ekstrak rempah dan herbal yang ditambahkan ke dalam
minuman kumis kucing kaya akan komponen bioaktif, sehingga mampu
meningkatkan aktivitas antioksidan minuman (Wijaya et al. 2011; Indariani et al.
2014).
Minuman kumis kucing berupa ready to drink memiliki keterbatasan dalam
distribusi. Untuk mengatasi hal tersebut, Wijaya et al (2013) mengembangkan
minuman kumis kucing dalam bentuk serbuk dengan memanfaatkan teknologi
nanoenkapsulasi yang juga dapat melindungi komponen bioaktif dari lingkungan
yang merugikan (Ezhilarasi et al. 2013; Putheti 2015; Mohan et al. 2016).
Nanoenkapsulasi telah dibuktikan mampu meningkatkan bioavailabilitas komponen
aktif (Rao dan Khanum 2015; Venkatesh et al. 2015; Jang et al. 2013), namun
belum ada penelitian tentang bioavailabilitas minuman nanoenkapsulasi berbasis
daun kumis kucing dengan membandingkan aktivitas antihiperglikemik minuman
berbasis kumis kucing berbentuk ready to drink dan mikroenkapsulasi dengan
minuman hasil nanoenkapsulasi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan
bioavailabilitas minuman nanoenkapsulasi effervescent melalui aktivitas
antihiperglikemik dan membandingkannya dengan bentuk minuman ready to drink
dan mikroenkapsulasi effervescent. Pemberian minuman nanoenkapsulasi dosis
3.64 mL/200 g bobot badan dan dosis at 7.28 mL/200 g bobot badan juga dilakukan
pada penelitian ini. Formula minuman nanoenkapsulasi, mikroenkapsulasi dan
ready to drink berbasis ekstrak daun kumis kucing diberikan pada tikus diabet yang
diinduksi dengan streptozotocin dosis rendah. Minuman hasil enkapsulasi diduga
2
memiliki aktivitas antihiperglikemik lebih tinggi dibandingkan minuman ready to
drink. Keberadaan enkapsulan menjadikan senyawa aktif terlindungi dari degradasi
dan kecilnya ukuran membuat kontak lebih luas, sehingga minuman
nanoenkapsulasi memiliki bioavailabilitas yang lebih tinggi.
Perumusan Masalah
Inovasi minuman fungsional berbasis kumis kucing telah dilakukan dengan
cara nanoenkapsulasi menggunakan polisakarida C sebagai bahan penyalut.
Minuman yang dihasilkan memiliki kualitas fisikokimia yang lebih meningkat
dibandingkan dengan minuman ready to drink dan mikroenkapsulasi. Profil
terhadap bioavailabilitas belum dilaporkan, sehingga perlu mendapat perhatian dan
kajian ilmiah untuk diteliti lebih lanjut, terutama mengenai aktivitas
antihiperglikemik minuman nanoenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing
sebagai pengontrol glukosa darah, pelindung pulau Langerhans dan sel β jaringan
pankreas pada tikus diabet.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kemampuan antihiperglikemik
minuman nanoenkapsulasi dibandingkan dengan minuman ready to drink dan
mikroenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing secara in vivo pada tikus
diabetes yang diinduksi dengan streptozotocin.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini yaitu sebagai informasi
ilmiah bahwa nanoenkapsulasi dapat meningkatkan bioavailabilitas minuman
fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing, menjadikan minuman
nanoenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing sebagai agen
antihiperglikemik dan membantu penderita diabetes mengendalikan glukosa
darahnya. Penelitian ini juga memberi nilai tambah tanaman obat melalui
pengembangan minuman fungsional.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah bidang ilmu teknologi pangan,
khususnya kimia pangan, rekayasa proses pangan dan biokimia pangan dalam
memperbaiki sifat fisiologis aktif produk minuman fungsional.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Pangan Fungsional
Tuntutan produksi pangan saat ini tidak hanya mencakup perlindungan
komponen makanan, tetapi juga memproduksi pangan yang memberi efek
kesehatan bagi tubuh (Dziki et al. 2015). Tantangan utama pada pengembangan
3
produk pangan yang berkhasiat bagi tubuh adalah cita rasa produk yang cenderung
kurang diterima oleh konsumen. Flavor fungsional diciptakan untuk memenuhi
tantangan baru tersebut. Keunggulan flavor fungsional, tidak hanya memberi cita
rasa pada produk, tetapi juga memiliki kemampuan fisiologis aktif (Wijaya dan
Silamba 2010) sehingga mampu membantu fungsi tubuh. Flavor fungsional
ditambahkan ke dalam pangan fungsional dapat memperbaiki kualitas sensori dan
fungsi fisiologis pangan.
Peran dari pangan fungsional bagi tubuh bertumpu pada komponen gizi dan
non-gizi yang terkandung di dalamnya yang merupakan komponen bioaktif.
Tanaman obat berupa rempah dan herbal terbukti mengandung banyak komponen
aktif sebagai hasil dari metabolisme tumbuhan yang mampu menjaga dan
meningkatkan kondisi kesehatan tubuh (Ho 2015). Beberapa fungsi fisiologikal
pangan meliputi fungsi yang mampu meningkatkan daya tahan tubuh, mencegah
timbulnya penyakit seperti hipertensi dan diabetes, membantu pemulihan
kesehatan, mengatur kondisi ritme fisik tubuh, dan menghambat proses penuaan
(Siro et al. 2008).
Minuman Fungsional Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing
Minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing dengan formula
optimal telah dilakukan oleh Wijaya et al (2007). Minuman fungsional ini
mengkombinasikan beberapa ekstrak alami yang berperan dalam kesehatan tubuh,
seperti ekstrak daun kumis kucing, jahe, kayu secang, lemon, jeruk nipis, jeruk
purut dan temulawak. Minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing
berdasarkan formula yang digunakan merupakan minuman fungsional yang
berpotensi memiliki aktivitas antioksidan dan antihiperglikemik yang baik.
Indariani et al (2014) menyatakan bahwa minuman fungsional berbasis ekstrak
daun kumis kucing memiliki aktivitas antioksidan sekitar 726.82 ppm AEAC dan
memiliki potensi meningkatkan penyerapan glukosa oleh sel diafragma sekitar
54.81%.
Kandungan senyawa fitokimia dalam ekstrak penyusun minuman fungsional
berbasis ekstrak daun kumis kucing berupa alkaloid, flavonoid, tannin, saponin,
triterpenoid, hidroquinon dan steroid (Indariani et al. 2014). Kemampuan
antihiperglikemik pada minuman berbasis kumis kucing ditimbulkan oleh
komponen aktif yang dimiliki oleh beberapa ekstrak formula minuman. Mohamed
et al (2013) menunjukkan bahwa daun kumis kucing mengandung flavonoid berupa
sinensetin yang bertanggung jawab terhadap efek antihiperglikemik melalui
mekanisme extrapancreatic dan transpor aktif penyerapan glukosa usus pada mecit
hiperglikemik yang diinduksi dengan streptozotocin. Jahe mengandung 6-gingerol
yang memiliki potensi untuk melindungi hewan yang diinduksi arsenik dari stres
oksidatif dan hiperglikemia melalui perbaikan sekresi insulin dari pankreas, dan
juga modulasi respon insulin dalam hati tikus (Chakraborty et al. 2012).
Glibenklamid pada jahe memiliki efek neuroprotektif terhadap kerusakan oksidatif
tikus diabetes (Shanmugam et al. 2011). Menurut Daily et al (2015), pemberian
1.600 – 3.000 mg bubuk jahe per hari selama 8 - 12 minggu menurunkan kadar
glukosa serum dan kadar HbA1c pada pasien dengan diabetes tipe 2. Brazilin dari
secang secara signifikan dapat menurunkan kadar glukosa pada plasma darah tikus
diabetes dengan cara meningkatkan sintesis glikogen, glikolisis, dan oksidasi
4
glukosa pada otot hewan diabetes yang diberi asupan brazilin (Moon et al. 1990).
Senyawa golongan flavonoid pada jeruk berupa naringin dan hesperidin dipercaya
dapat memperbaiki kondisi hiperglikemia pada hewan diabetes tipe-2 dengan
mengatur sebagian metabolisme asam lemak dan kolesterol serta mempengaruhi
ekspresi gen untuk enzim-enzim metabolisme glukosa (Jung et al. 2006).
Aplikasi teknologi nanoenkapsulasi menjadikan minuman berbasis ekstrak
daun kumis kucing memiliki diameter ukuran partikel (223.4 nm) lebih kecil
dibandingkan minuman ready to drink dan bersifat lebih homogen. Uji in vitro
menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan secara in vitro minuman ready to drink
(221.368 ppm AEAC) lebih tinggi dibandingkan dengan minuman nanoenkapsulasi
(105.136 ppm AEAC). Hasil perhitungan secara kuantitatif aktivitas inhibisi αglukosidase pada minuman original (25.90%) juga lebih tinggi dari minuman
nanoenkapsulasi (21.75%) (Wijaya et al. 2013).
Nanoenkapsulasi
Definisi nanoteknologi secara istilah adalah teknologi yang menghasilkan
benda-benda dengan ukuran 1-100 nm atau < 100 nm (Zhi et al. 2013; Putheti
2015). Fakta di lapangan menunjukkan bahwa produk nanoenkapsulasi pangan
umumnya terbuat dari bahan-bahan polimer yang sangat sulit dilakukan pengecilan
ukuran hingga kurang dari 100 nm, sehingga FDA dan ilmuwan pangan dari
CSIRO (Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation) Australia
memberikan kekhususan definisi nanopartikel pada pangan dengan ukuran kurang
dari 1000 nm yang menunjukkan karakteristik fisikokimia yang berbeda dengan
partikel yang berukuran lebih besar atau berskala mikron (USFDA 2006; FOEA
2008 dalam Wijaya et al. 2013; Rao dan Khanum 2015).
Nanoteknologi yang banyak diterapkan dalam bidang pangan berupa
nanoenkapsulasi. Nanoenkapsulasi adalah penggabungan bahan dalam vesikel kecil
atau bahan berdinding dengan ukuran nano (atau submikron) (Surassmo et al. 2010).
Teknologi nanoenkapsulasi dibuat untuk tujuan meningkatkan bahan pangan
fungsional (neuraceuticals) dengan cara meningkatkan kelarutan, stabilitas termal,
bioavailabilitas, atribut sensori dan efek psikologis (Putheti 2015). Nanomaterial ini
menawarkan beberapa keunggulan seperti, pengiriman transport untuk bahan yang
larut lipid, perlindungan dari degradasi selama pemrosesan atau GIT,
mengendalikan lokasi pelepasan spesifik, kompatibel dengan konstituen makanan
lain, waktu tinggal yang lebih lama dan penyerapan lebih besar (Chen et al. 2006a.
2006b; Weiss et al. 2006). Perlindungan senyawa bioaktif, seperti vitamin,
antioksidan, protein, dan lipid serta karbohidrat dapat dicapai dengan menggunakan
teknik ini untuk produksi makanan fungsional dengan peningkatan fungsi dan
stabilitas. Nanoenkapsulasi dapat membuat penghematan yang signifikan untuk
formulasi, karena dapat mengurangi jumlah bahan aktif yang dibutuhkan (Huang et
al. 2009).
Pembuatan nanoenkapsulasi dapat dilakukan dengan beberapa metode
diantaranya: metode koaservasi, spray drying, electrospinning dan electrospray,
supercritical fluid. emulsion-difussion method, reserve micellar emulsion-droplet
coalescence, salting out, ultrasonikasi dan high pressure homogenization. Metode
spray drying merupakan teknik yang umum digunakan untuk enkapsulasi bahan
makanan, karena murah dan sederhana. Larutan yang sudah dinanoenkapsulasi
5
cukup diproses dengan penyedot dari alat pengering semprot dan akan
menghasilkan serbuk nanoenkapsulasi sebagai produk. Keuntungan pembuatan
serbuk nanoenkapsulasi dengan metode pengering semprot diantaranya adalah
biayanya relatif murah dan bersifat fleksibel (dapat digunakan untuk enkapsulasi
bahan yang berbeda-beda serta suhu yang digunakan dapat diatur sesuai kebutuhan
(Fathi et al. 2014).
Polisakarida C sebagai Bahan Enkapsulan
Bahan pembawa enkapsulasi harus foodgrade, biodegradabel, dan stabil
dalam sistem pangan selama pengolahan, penyimpanan, dan konsumsi. Bahan
pembawa skala nano yang paling cocok untuk aplikasi makanan berupa karbohidrat,
proteinuria atau berbasis lipid. Sistem pengiriman berbasis polisakarida yang paling
cocok untuk banyak aplikasi industri, karena bersifat biokompatibel, biodegradabel,
dan memiliki potensi tinggi untuk dimodifikasi agar sifat yang diperlukan tercapai.
Pengiriman berbasis karbohidrat dapat digunakan pada proses bersuhu tinggi,
karena lebih stabil dibandingkan dengan lipid atau protein yang mungkin meleleh
atau terdenaturasi. Sistem pengiriman berbasis karbohidrat dapat berinteraksi
dengan berbagai senyawa bioaktif. Gugus fungsional pada karbohidrat membuat
karbohidrat serbaguna untuk mengikat dan menjebak komponen hidrofilik dan
hidrofobik bahan makanan (Fathi et al. 2014).
Polisakarida C merupakan polisakarida ionik, tidak beracun, biokompatibel,
biodegradabel dengan permeasi tinggi, sehingga diterima sebagai penyusun sistem
nanoenkapsulasi (Nallamuthu et al. 2015). Gugus amino sepanjang rantai
polisakarida C dapat menangkap asam, ion cross linking, sehingga memudahkan
modifikasi kimia mejadi partikel pembawa (Yoksan et al. 2010).
Gambar 1 Interaksi elektrostatik antara ion amonium pada rantai polisakarida C dan
kelompok fosfat dari molekul TPP (a). deprotonasi polisakarida C di
tris penyangga (pH~8) (b) (Yoksan et al. 2010) .
Metode pembuatan nanoenkapsulasi dilakukan secara kimia dengan metode
gelasi ionik. Pencampuran larutan polisakarida C dalam asam asetat yang telah
direduksi ukurannya dengan polianion STTP diharapkan menghasilkan interaksi
elektrostatik sehingga membentuk nanopolisakarida C berpori melalui proses gelasi
ionik. Proses terbentuknya nanopolisakarida C dengan gelasi ionik dapat dilihat
pada Gambar 1. Penambahan surfaktan dapat memperkecil ukuran partikel senyawa
6
yang akan di enkapsulasi dan mencegah aglomerasi. Surfaktan yang banyak dipakai
adalah surfaktan nonionik Tween 80. Selanjutnya penambahan formula minuman
dengan senyawa bioaktif yang mengalami reduksi ukuran dapat terjerap masuk ke
dalam nanopolisakarida C berpori tersebut. Proses keseluruhan tersebut dapat
membentuk nanoenkapsulasi minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis
kucing.
Bioavailabilitas Partikel Nano
Bioavailabilitas didefinisikan sebagai pengukuran tingkat komponen aktif
yang mencapai sistem dan lokasi target, dan merupakan salah satu penentu sifat
farmakokinetik dari fitokimia. Komponen bioaktif memiliki manfaat untuk
kesehatan tubuh, seperti polifenol dan karotenoid digunakan untuk menurunkan
tekanan darah, mengurangi faktor risiko kanker, mengatur sistem saluran
pencernaan, memperkuat sistem kekebalan tubuh, mengatur pertumbuhan,
mengatur konsentrasi gula dalam darah, menurunkan kadar kolesterol, dan sebagai
agen antioksidan. Meskipun penggunaan polifenol dalam kapsul dan tablet
berlimpah, efek biologis sering berkurang atau bahkan hilang karena penyerapan
yang tidak sempurna dan hilang pada metabolisme awal (Huang et al. 2011).
Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa sistem pengiriman obat, seperti
nanopartikel padat lipid, kompleks fosfolipid dan siklodekstrin, dan nanopartikel
polimer, bertujuan untuk meningkatkan bioavailabilitas (Zanotto-Filho et al. 2013).
Pengaruh nanoenkapsulasi terhadap aktivitas antioksidan secara in vitro
menunjukkan bahwa laju pelepasan senyawa aktif terhadap radikal bebas menjadi
lebih lambat. Nanoenkapsulasi sangat potensial dalam sistem pengiriman nutrisi
(Gupta et al. 2012). Enkapsulasi juga dapat meningkatkan aktivitas biologis ekstrak
yang mengandung karotenoid (Pereira et al. 2015). Nanochemoprevention menjadi
sangat berguna untuk meningkatkan kinerja polifenol dalam tubuh manusia,
memungkinkan polifenol untuk mencapai situs target yang lebih mudah (Santos et
al. 2012).
Suspensi nelfinavir dan nelfinavir loaded PLGA-NP yang diberikan secara
oral pada kelinci jantan Selandia Baru, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
bioavailabilitas yang signifikan. Nilai AUC0-24 untuk nelfinavir loaded PLGA-NP
ditemukan lebih tinggi (0.374±0.069 HLG / mL) dibandingkan dengan obat murni
dalam suspensi (0.076±0.043 HLG / mL). PLGA-NP sangat meningkatkan
bioavailabilitas nelfinavir, karena sistem pengiriman obat berbasis nano. Partikel
ukuran nano mudah diserap ke dalam lipatan dinding usus, dan luas permukaan
partikel yang besar sangat membantu obat cepat larut (Venkatesh et al. 2015).
Diabetes Mellitus
Hiperglikemia merupakan sindrom metabolik yang berhubungan dengan
sistem endokrin disfungsional klinis disebut sebagai diabetes mellitus (DM).
Meskipun etiologi DM adalah multifaset, prevalensi penyakit di seluruh dunia
sering dikaitkan dengan genetik atau faktor fisiologis, gaya hidup, dan obesitas,
yang kebiasaan diet yang buruk seperti konsumsi tinggi gula dan lemak jenuh selain
asupan rendah polyunsaturated asam lemak (PUFA) telah terlibat menjadi faktor
penyebab utama menuju perkembangan penyakit (Kemenkes 2014).
7
Indeks diagnostik awal dan umum DM adalah hiperglikemia dan glukosuria,
Metabolisme karbohidrat yang tidak biasa di DM, dan penyesuaian mendalam
terkait jalur glikolitik menimbulkan aktivasi alternatif jalur poliol metabolik dengan
akumulasi intraseluler resultan dari sorbitol dan auto-oksidasi glukosa. Peristiwa
metabolisme distortif telah terlibat dalam etiologi neuropati diabetes perifer,
retinopati, dan katarak. Diabetes mempengaruhi sistem saraf pusat dan
menghasilkan gangguan seperti perubahan neurobehavioral, disfungsi otonom,
fungsi neuroendokrin diubah dan perubahan neurotransmitter sehingga mengarah
ke kerusakan organ (Shangumam et al. 2011).
Pada diabetes mellitus tipe 1, disfungsi kognisi (ditandai dengan penurunan
memori dan perhatian) dalam subjek yang telah dipelajari. Selain itu, ada juga
penurunan efisiensi psikomotorin, penurunan kecerdasan umum dan kecepatan
motorik. Pada diabetes tipe 2, gangguan kognitif termasuk penurunan fungsi
eksekutif, memori kerja, dan kefasihan lisan. Pasien tersebut juga menunjukkan
peningkatan kejadian penyakit Alzheimer dan demensia vaskular, serta peningkatan
kejadian depresi, efek kognisi yang negatif (Akinola et al. 2011).
Diabetes mellitus dikaitkan dengan meningkatnya pembentukan radikal bebas
dan stress oksidatif. Keberadaan stres oksidatif yang dihasilkan dari peningkatan
radikal bebas berkaitan dengan diabetes. Penelitian secara in vitro, dan pada hewan
serta manusia, menunjukkan bahwa peran stres oksidatif, melalui peningkatan
pembentukan radikal bebas dalam patofisiologi berimplikasi pada diabetes, seperti
neurologis, kardiovaskuler, retina dan ginjal. Tingginya stress oksidatif dikarenakan
hiperglikemia kronis, yang menyerang aktivitas enzim antioksidan dan dengan
demikian memunculkan radikal bebas. Sistem syaraf pusat sangat rentan terhadap
stres oksidatif. Sebagian besar spesies oksigen reaktif (ROS) tergantung pada
gangguan saraf pusat telah diteliti dan benar disebabkan oleh keberadaan radikal
bebas (Shangumam et al. 2011).
DM merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat
dikontrol. Untuk mengendalikan penyakit DM, Perkumpulan Endokrionologi
Indonesia (Perkeni) menetapkan empat pilar utama dalam penatalaksanaan DM.
yang meliputi perencanaan diet, latihan jasmani, penyuluhan atau pendidikan
kesehatan, dan pemberian obat hipoglikemia oral atau pemberian insulin. Pada
penderita DM tipe II, obat hanya perlu diberikan, bila setelah melakukan diet dan
latihan jasmani secara maksimal tetapi tidak berhasil mengendalikan kadar glukosa
darah.
Menurut Rayfield dan Valentine (2006), obat hipoglikemik secara oral
mempunyai beberapa cara kerja dalam menurunkan kadar glukosa darah.
Mekanisme kerja obat dibagi menjadi 4 bagian, yaitu:
a. Menurunkan penyerapan glukosa dalam usus
b. Meningkatkan penyerapan glukosa pada sel
c. Menurunkan produksi glukosa oleh hati
d. Meningkatkan sekresi insulin
Penggunaan obat-obat hipoglikemik dapat menyebabkan beberapa efek
samping. Penggunaan obat acarbose dapat menyebabkan flatulensi dan diare
karena acarbose dapat menghasilkan metabolit berupa gas dari karbohidrat yang
tidak terabsorbsi di kolon. Penggunaan metformin dapat menimbulkan efek
samping seperti pusing, sakit perut dan diare (Rayfield dan Valentine 2006).
8
Penggunaan insulin yang tidak tepat jumlahnya juga dapat menyebabkan terlalu
rendahnya kadar gula dalam tubuh (hipoglikemik).
Radikal Bebas
Radikal bebas adalah suatu molekul yang memiliki satu atau lebih elektron
yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya sehingga sangat reaktif dan memicu
terjadinya serangkaian reaksi radikal bebas. Radikal bebas dapat berupa ROS dan
RNS. Spesies oksigen reaktif (ROS) merupakan metabolit molekul oksigen (O2),
seperti kimia dari singlet oksigen (1O2), superoksida (O2.-). Radikal peroksil (ROO.),
dan asam hipoklorit (HOCl) (Buettner 2015). Spesies nitrogen reaktif (RNS)
merupakan metabolit molekul nitrogen, berupa nitrit oksida (NO.), nitrogen
dioksida (NO2.) dan nitrat radikal (NO3.) (Valko et al. 2007).
Radikal bebas dihasilkan secara endogen maupun eksogen. Secara endogen
radikal bebas dihasilkan melalui reaksi biokimia normal di dalam tubuh. Berbagai
sumber radikal bebas yang terlibat dan dapat diklasifikasikan sebagai mitokondria,
terutama dari Kompleks I dan III, dan extramitokondrial, seperti sitokrom P450,
xantin oksidase, oksida nitrat sintase, dan NADPH oksidase. Neutrofil dan sel
Kupffer adalah produsen utama radikal bebas dalam hati, sedangkan situs utama
dari rilis ROS di hepatosit adalah sistem sitokrom P450 dan mitokondria (Valko et
al. 2007).
Target terpenting ROS adalah komponen sel, terutama lipid, protein, dan juga
sel DNA. Pada konsentrasi tinggi, radikal bebas berbahaya bagi beberapa
konstituen seluler. Pada konsentrasi rendah atau sedang, mereka dapat bertindak
sebagai mediator regulasi dalam proses signaling (Valko et al. 2007).
Diabetonik
Hewan model untuk percobaan diabetes diantaranya berupa mencit Wistar
(Samadder et al. 2012; Indariani et al. 2014) dan tikus Sprague Dawley (Safithri et
al. 2012; Shanmugam et al. 2011). Kondisi diabetes pada tikus diperoleh dengan
cara menggunakan bahan kimia diabetonik seperti aloksan dan streptozotocin
dengan dosis yang dapat menyebabkan kerusakan selektif terhadap sel-sel β
pankreas (Lenzen 2007). Sifat diabetonik aloksan maupun streptozotocin dimediasi
oleh senyawa oksigen reaktif yang terbentuk melalui cara yang berbeda.
Aloksan
Aloksan merupakan senyawa yang tidak stabil dan bersifat hidrofilik. Waktu
paruhnya hanya 1.5 menit pada pH netral dan temperatur 37 oC, dalam suhu lebih
rendah waktu paruhnya menjadi lebih lama. Aloksan secara selektif dapat merusak
sel-sel β pankreas. Mekanisme toksisitas aloksan diawali dengan masuknya aloksan
ke dalam sel-sel β pankreas dan kecepatan pengambilan akan menentukan sifat
diabetonik aloksan. Kerusakan pada sel-sel β terjadi melalui beberapa proses secara
bersamaan, yaitu melalui oksidasi gugus sulfidril dan pembentukan radikal bebas
(Lenzen 2007) seperti pada Gambar 3.
9
Gambar 2 Struktur aloksan (Lenzen 2007)
Mekanisme kerja aloksan menghasilkan kerusakan pada sel-sel β pankreas
terutama menyerang senyawa-senyawa seluler yang mengandung gugus sulfidril,
asam-asam amino sistein dan protein yang berikatan dengan dua gugus SH
(termasuk enzim yang mengandung gugus SH). Aloksan bereaksi dengan dua
gugus SH yang berikatan pada bagian sisi dari protein atau asam amino membentuk
ikatan disulfida sehingga menginaktifkan protein yang berakibat pada gangguan
fungsi protein tersebut (Lenzen 2007).
Gambar 3 Mekanisme pembentukan ROS di dalam sel β pankreas tikus yang
diinduksi dengan aloksan. Gka (glukokinase aktif); Gki (gluokinase
inaktif); HA- (radikal aloksan); SH: gugus sulfidril; S-S: disulfida
(Lenzen 2007)
Mekanisme kerja aloksan lainnya adalah menginduksi pembentukan radikal
bebas karena bersifat polar sehingga dapat memberikan satu elektronnya kepada
oksigen. Asam dialurat dibentuk sebagai hasil reduksi aloksan dengan
menghasilkan metabolit intermediet radikal aloksan (HA*) melalui reaksi redoks.
Asam dialurat kemudian dioksidasi kembali membentuk aloksan sehingga
menghasilkan radikal ion superoksida (O2*). Anion superoksida dapat mengalami
reaksi dismutasi oleh enzim SOD menjadi hidrogen peroksida. Radikal bebas
tersebut dapat menyerang komponen penyusun sel sehingga menyebabkan
kerusakan sel. Aloksan sering digunakan untuk membuat keadaan diabetes pada
hewan percobaan secara eksperimental dengan dosis yang dapat menyebabkan
kerusakan selektif pada sel-sel β pankreas sehingga menghasilkan hiperglikemia
permanen yang merupakan salah satu etiologi dari IDDM (diabetes tipe 1).
Streptozotocin
Streptozotocin (STZ,2-deoksi-2-(3-metil-3-(nitrosoureido)-D-glukopiranosa
disintesis oleh Streptomycetes achromogenes dan biasanya digunakan untuk
menginduksi DM tipe 1 maupun DM tipe 2. Sifat diabetonik STZ diduga terjadi
karena kerusakan DNA dalam sel-sel β pankreas. Elsner et al (2002) melaporkan
10
bahwa penyebab kematian sel-sel β pankreas hasil induksi STZ adalah proses
alkilasi DNA. Kerusakan DNA pada sel-sel β pankreas juga akibat aktivitas
senyawa oksigen reaktif yang dihasilkan dari nitrogen oksida (NO) bersumber dari
STZ. NO akan meningkatkan aktivitas xantin oksidase dan menurunkan konsumsi
oksigen yang berdampak pada gangguan produksi ATP mengakibatkan kerusakan
DNA di dalam mitokondria (Lenzen 2007).
Pemberian STZ pada tikus dewasa dengan dosis rendah secara berulang (40
mg/kg selama 5 hari) dapat menginduksi diabetes tergantung insulin yang sangat
mirip dengan bentuk autoimun (inflamasi pulau Langerhans dan kematian sel β)
pada diabetes tipe 1 (Fr’’ode dan Medeiros 2008). Pemberian STZ dengan dosis
tungal antara 60 dan 100 mg/kg juga dapat menginduksi diabetes tergantung insulin
tetapi tidak memiliki profil autoimun (Yu et al. 2000 dalam Fr’’ode dan Medeiros
2008). Streptozotocin dapat menginduksi kondisi diabetes yang lebih stabil dan
kerusakan pulau Langerhans yang permanen dibandingkan dengan aloksan (Diab et
al. 2015).
Gambar 4 Struktur kimia streptozotocin (Lenzen 2007)
Imunohistokimia
Imunohistokimia merupakan suatu cara pemeriksaan untuk mengukur derajat
imunitas atau kadar antibodi atau antigen dalam jaringan. Kata imunohistokimia
diambil dari kata immune yang menunjukkan bahwa prinsip dasar dalam proses ini
adalah penggunaan antibodi dan histo yang menunjukkan jaringan secara
mikroskopis. Imunohistokimia adalah metode untuk mendeteksi keberadaan antigen
spesifik di dalam sel suatu jaringan dengan menggunakan prinsip pengikatan antara
antibodi (Ab) dan antigen (Ag) pada jaringan hidup. Pemeriksaan ini
membutuhkan jaringan dengan jumlah dan ketebalan yang bervariasi tergantung
dari tujuan pemeriksaan. Antibodi adalah suatu imunoglobulin yang dihasilkan oleh
sistem imun dalam merespon kehadiran suatu antigen tertentu. Antibodi dibentuk
berdasarkan antigen yang menginduksinya. Beberapa antibodi yang telah
teridentifikasi adalah IgA, IgD, IgE, IgG, dan IgM. Antigen adalah suatu zat atau
substansi yang dapat merangsang sistem imun dan dapat bereaksi secara spesifik
dengan antibodi membentuk kompleks terkonjugasi. Ikatan antibodi-antigen
divisualisasikan menggunakan senyawa label (marker).
Teknik ini diawali dengan pembuatan irisan jaringan (histologi) untuk diamati
di bawah mikroskop. Interaksi antara antigen-antibodi adalah reaksi yang tidak
kasat mata. Tempat pengikatan antara antibodi dengan protein spesifik
diidentifikasi dengan marker yang biasanya dilekatkan pada antibodi dan bisa
11
divisualisasi secara langsung atau dengan reaksi untuk mengidentifikasi marker.
Marker dapat berupa senyawa berwarna yaitu luminescence (zat berfluoresensi).
yaitu fluorescein, umbelliferon, tetrametil rodamin, logam berat yaitu colloidal
microsphere emas, perak, label radioaktif, dan enzim Horse Radish Peroxidase
(HRP) dan alkaline phosphatase. Enzim yang digunakan untuk melabel selanjutnya
direaksikan dengan substrat kromogen, yaitu substrat yang menghasilkan produk
akhir berwarna dan tidak larut yang dapat diamati dengan mikroskop bright
field (mikroskop bidang terang). Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan
khususnya dunia biologi, teknik imunohistokimia dapat langsung diamati (tanpa
direaksikan lagi dengan kromogen yang menghasilkan warna) dibawah
mikroskop fluorescense (Key 2009).
3 METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2015 hingga Mei 2016.
Tempat yang digunakan untuk penelitian adalah Laboratorium Kimia Pangan
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB dan Seafast Center (produksi serbuk
nanoenkapsulasi dan mikroenkapsulasi, serta minuman ready to drink), Pusat Studi
Biofarmaka IPB (tempat perlakuan ke hewan uji), Pusat Studi Satwa Primata IPB,
dan Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam pembuatan serbuk minuman nanoenkapsulasi
berbasis ekstrak daun kumis kucing adalah rotary evaporator, magnetic stirrer,
homogenizer armfield L4R, dan spray dryer BUCHI-B190. Alat yang digunakan
untuk karakterisasi minuman nanoenkapsulasi adalah particle size analyzer
(Malvern Technology, Germany), mikroskop elektron JEOL JSM-6510LA
(karakterisasi serbuk nanoenkapsulasi), spektrofotometer UV-VIS (Thermo
Scientific-Genesys 20, USA). Alat-alat lainnya yang digunakan untuk analisis
antara lain: mikropipet, alat-alat uji antihiperglikemik dan alat-alat gelas lainnya.
Bahan yang digunakan dalam pembuatan minuman berbasis ekstrak daun
kumis kucing adalah daun kumis kucing (kebun tanaman obat Pusat Studi
Biofarmaka IPB), jahe gajah, kayu secang, jeruk nipis, jeruk lemon, jeruk purut,
temulawak (Pasar Anyar Bogor), asam asetat, polisakarida C (Himedia GRM9358.
India), STTP, pengemulsi B, CMC, pemanis (aspartam, asesulfam, dan sukralosa),
bahan pengisi M, Na-bikarbonat, asam sitrat, asam tartarat (toko kimia), dan kertas
saring Whatman 42.
Prosedur Penelitian
Penelitian dilakukan dengan dua tahap. yaitu pembuatan minuman dan uji
aktivitas antihiperglikemik. Minuman mikroenkapsulasi dan minuman
nanoenkapsulasi menggunakan konsentrasi ekstrak yang sama dengan minuman
ready to drink (hanya bentuknya saja yang berbeda). Tahap pembuatan minuman
12
nanoenkapsulasi dilakukan dengan metode gelasi ionik dan pembuatan serbuknya
dengan spray dryer. Morfologi dan ukuran partikel minuman nanoenkapsulasi
dilakukan analisis dengan SEM dan PSA. Masing-masing minuman dibuat dalam
bentuk effervescent dan dilakukan analisis total fenol. Tahap pengukuran aktivitas
antihiperglikemik yang dilakukan meliputi analisis jumlah ransum, perubahan
bobot badan tikus, kadar glukosa darah, uji pewarnaan hematoksilin eosin, dan
pewarnaan imunohistokimia. Tahapan penelitian tersaji pada Gambar 5.
Ekstrak rempah dan herbal
Tahap I
Pembuatan produk minuman
Minuman
nanoenkapsulasi
Minuman
ready to
drink
Minuman
mikroenkapsulasi
Karakterisasi
nanoenkapsulasi
Tahap II
Uji aktivitas antihiperglikemik (In Vivo):
1. Pengukuran bobot badan tikus
2. Pengukuran jumlah konsumsi pakan
3. Pegukuran kadar glukosa darah
4. Pewarnaan hematoksilin pada pankreas
5. Pewarnaan imunohistokimia pankreas
Gambar 5 Tahap penelitian secara keseluruhan
Pembuatan ekstrak dan pengental
Ekstrak dan pengental dibuat seperti prosedur yang dikembangkan Wijaya et
al (2007). Pembuatan ekstrak daun kumis kucing dan kayu secang melibatkan air
sebagai pengekstrak, sedangkan ekstraksi jahe, temulawak dan jeruk tidak ada
penambahan air. Ekstrak daun kumis kucing dan kayu secang dibuat dengan cara
dididihkan selama 15 menit dalam wadah tertutup. Daun kumis kucing segar yang
diekstraksi sebanyak a gram dalam 600 mL air, sedangkan kayu secang digunakan
sebanyak d gram dalam 500 mL air. Ekstrak temulawak, jahe, jeruk purut, lemon
dan jeruk nipis diperoleh dengan menggunakan juice extractor.
13
Larutan pengental diperoleh dengan cara melarutkan CMC se3.banyak 10 g
ke dalam 1000 mL air panas 65 oC dan diaduk dengan magnetic stirer di atas hot
plate suhu 70 – 80 oC hingga homogen. Proses lengkap untuk mendapatkan ekstrak
daun kumis kucing, jahe, kayu secang, temulawak, dan jeruk, serta larutan
pengental dapat dilihat pada Lampiran 1 - 6.
Pembuatan minuman ready to drink
Minuman ready to drink dibuat menggunakan formula Febriani (2012)
dengan modifikasi berupa tambahan bahan seperti Na-bikarbonat, asam sitrat, dan
asam tartrat. Ekstrak daun kumis kucing A mL, ditambahkan ekstrak rempah dan
herbal lain seperti temulawak B mL, jahe C mL, kayu secang D mL, jeruk nipis E
mL, lemon F mL, dan jeruk nipis G mL. CMC I mL ditambahkan ke dalam
campuran ekstrak. Aspartam 0.0425 g, 0.0157 g asesulfam, dan 0.0053 g sukralosa
ditambahkan ke dalam campuran ekstrak. Air ditambahkan ke dalam campuran
tersebut hingga bervolume 100 mL. Sebelum diberikan ke tikus minuman
fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing ditambahkan Na-bikarbonat 2.16 g,
1.08 g asam sitrat, dan 0.76 g asam tartrat. Proses lengkap pembuatan minuman
ready to drink dapat dilihat pada Lampiran 7.
Pembuatan minuman mikroenkapsulasi
Minuman mikroenkapsulasi dibuat menggunakan formula Kusumasari (2012).
Campuran ekstrak daun kumis kucing A mL, temulawak B mL, jahe C mL, kayu
secang D mL, jeruk nipis E mL, lemon F mL, dan jeruk nipis G mL ditambahkan
air hingga bervolume 100 mL. Campuran yang dihasilkan kemudian diberi bahan
pengisi (M) sebanyak N % (b/v) dan dihomogenkan dengan homogenizer Armfield
L4R dengan kecepatan O rpm selama P menit. Homogenat dikeringkan
menggunakan spray dryer Buchi 190 dengan suhu outlet P °C, suhu inlet Q °C,
diameter nozzle R mm, dan feed pump S mL/jam seperti yang dilakukan Wijaya et
al (2013). Serbuk mikroenkapsulasi yang dihasilkan dalam setiap running
sebanyak 4 g, ditambahkan 2.16 g Na-bikarbonat, 1.08 g asam sitrat, 0.76 g asam
tartrat, 0.0425 g aspartam, 0.0157 g asesulfam, dan 0.0053 g sukralosa. Campuran
kering dihomogenisasi dengan blender untuk menghasilkan serbuk
mikroenkapsulasi effervescent. Sebelum diberikan ke tikus, serbuk
mikroenkapsulasi effervescent di larutkan ke dalam air hingga membentuk
minuman mikroenkapsulasi effervescent 100 mL. Proses lengkap pembuatan
minuman mikroenkapsulasi dapat dilihat pada Lampiran 8 dan Lampiran 10.
Pembuatan minuman nanoenkapsulasi
Minuman nanoenkapsulasi dibuat dengan menggunakan polisakarida C
sebanyak T g, sebagai enkapsulan. Pemilihan penggunaan polisakarida C sebagai
enkapsulan dikarenakan memiliki beberapa keunggulan di antaranya food grade
dan GRAS, serta memberikan perlindungan terhadap inti (Darmadji et al. 2012).
Prosedur pembuatan nanoenkapsulasi minuman dilakukan seperti prosedur
Wijaya et al (2013) dengan modifikasi (putaran magnetic stirrer yang digunakan
menjadi 1500 rpm, yang sebelumnya digunakan 3000 rpm) yang dapat dilihat
pada Lampiran 9. Polisakarida C sebanyak T g dilarutkan dalam U mL asam asetat
V % dan diaduk menggunakan magnetic stirer 1500 rpm selama W menit. Bahan
pengemulsi (B) X % sebanyak Y mL setetes demi setetes ditambahkan dan stirer
14
dibiarkan memutar hingga W menit. Tripolifosfat Z % sebanyak Y mL dan
ditambahkan pekatan campuran ekstrak A mL (pekatan campuran ekstrak dibuat
dengan cara memekatkan campuran ekstrak pada formula Febriani (2012) dengan
rotary evaporator hingga volume akhir sama dengan sepersepuluh volume awal).
Campuran tetap diaduk menggunakan magnetic stirer 1500 rpm selama W
menit hingga membentuk larutan enkapsulasi minuman. Bahan pengisi M
ditambahkan sebanyak N % (b/v) dan dihomogenkan menggunakan homogenizer
dengan kecepatan O rpm selama C menit. Homogenat dikeringkan menggunakan
spray dryer Buchi 190 dengan suhu outlet P °C, suhu inlet Q °C, diameter nozzle R
mm, dan feed pump S mL/jam seperti yang dilakukan Wijaya et al (2013). Serbuk
nanoenkapsulasi yang dihasilkan dalam setiap running sebanyak 4 g, ditambahkan
2.16 g Na-bikarbonat, 1.08 g asam sitrat, 0.76 g asam tartrat, 0.0425 g aspartam,
0.0157 g asesulfam, dan 0.0053 g sukralosa. Campuran kering dihomogenisas
NANOENKAPSULASI BERBASIS EKSTRAK DAUN KUMIS KUCING
(Orthosiphon aristatus B1. Miq) PADA TIKUS DIABETES
YANG DIINDUKSI STREPTOZOTOCIN
MONITA REKASIH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aktivitas
Antihiperglikemik Minuman Effervescent Nanoenkapsulasi Berbasis Ekstrak
Daun Kumis Kucing (Othosiphon aristatus B1. Miq) pada Tikus Diabetes yang
Diinduksi Streptozotocin adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2016
Monita Rekasih
F251140441
RINGKASAN
MONITA REKASIH. Aktivitas Antihiperglikemik Minuman Effervescent
Nanoenkapsulasi Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing (Othosiphon aristatus B1.
Miq) pada Tikus Diabetes yang Diinduksi Streptozotocin. Dibimbing oleh C.
HANNY WIJAYA, TJAHJA MUHANDRI dan MEGA SAFITHRI.
Formula minuman fungsional berbasis daun kumis kucing kaya akan
polifenol dan flavonoid yang telah diteliti memiliki aktivitas antioksidan dan
antihiperglikemik. Teknologi nanoenkapsulasi telah dipercaya dapat melindungi
komponen bioaktif, serta dapat meningkatkan bioavailabilitas. Penelitian
bertujuan untuk menginvestigasi kemampuan nanoenkapsulasi dalam
meningkatkan bioavailabilitas minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis
kucing dan dibandingkan dengan minuman ready to drink maupun
mikroenkapsulasi.
Pembuatan serbuk nanoenkapsulasi berbasis daun kumis kucing dilakukan
dengan metode gelasi ionik dan dikarakterisasi menggunakan PSA, SEM, serta
analisis total fenol. Serbuk nanoenkapsulasi dan mikroenkapsulasi dibuat menjadi
effervescent. Uji aktivitas antihiperglikemik dilakukan pada tikus jantan galur
Sprague Dawley yang diinduksi streptozotocin. Tikus yang telah diabetes, diberi
minuman berbasis kumis kucing ready to drink dosis 3.64 mL/200 g bobot badan,
minuman mikroenkapsulasi dosis 3.64 mL/200 g bobot badan, minuman
nanoenkapsulasi dosis 3.64 mL/200 g bobot badan, dan dosis 7.28 mL/200 g
bobot badan selama 14 hari. Paramater yang digunakan dalam pengujian berupa
perubahan bobot badan dan jumlah ransum tikus yang dilakukan pada hari -7, 0, 7,
dan 14, kadar glukosa darah pada hari ke- 0, 2, 9 dan 16, serta viabilitas pulau
Langerhans dan sel beta melalui pewarnaan hematoksilin eosin dan
imunohistokimia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa minuman nanoenkapsulasi berbasis
ekstrak daun kumis kucing merupakan partikel dengan diameter rata-rata 537.8
nm, berbentuk bulat dan bersifat monodispersi. Seluruh jenis minuman memiliki
kemampuan antihiperglikemik, minuman nanoenkapsulasi dosis 3.64 mL/200 g
bobot badan memberikan kemampuan paling baik dalam menekan penurunan
jumlah ransum dan bobot badan, menurunkan kadar glukosa darah sebesar
18.15 %, dan perlindungan serta regenerasi sel beta dan pulau Langerhans
pankreas dengan viabilitas masing-masing sebesar 49.09 % dan 32.50 %. Temuan
ini mendukung minuman nanoenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing
sebagai pangan baru yang dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
Kata kunci: antihiperglikemik, bioavailabilitas, kumis kucing, minuman
fungsional, nanoenkapsulasi.
SUMMARY
MONITA REKASIH. Antihyperglycemic Activity of Nanoencapsulated Java Tea
(Othosiphon aristatus B1. Miq)-Based Effervescent Functional Drinks in
Streptozotocin-Induced Diabetic Rats. Supervised by C. HANNY WIJAYA,
TJAHJA MUHANDRI and MEGA SAFITHRI.
The formula of Java Tea-based functional drink, which is rich in
polyphenolic and flavonoid compounds has been reported for their antioxidant
and antihyperglycemic activities. Nanoencapsulation technology may offer
protection toward these bioactive compounds and also enhance the bioavailability.
The aim of this study was to investigate the possibility of nanoencapsulation
improving the bioavailability of the Java Tea-based functional drink, compared to
the ready to drink and microencapsulated beverages.
Nanoencapsulated Java Tea-based functional drink was made by ionic
gelation method and characterized with PSA, SEM, and total phenol analysis.
Microencapsulated and nanoencapsulation powders made into effervescent.
Antihyperglycemic activity was performed on male Sprague Dawley rats which
were induced by streptozotocin. After confirmation of their diabetes status,
animals were treated with ready-to-drink at dose 3.64 mL/200 g body weight,
microencapsulated at dose 3.64 mL/200 g body weight, nanoencapsulated Java
Tea-based functional drink at dose 3.64 mL/200 g body weight, and 7.28 mL/200
g body weight for 14 days. Parameters which were used in this study including
feed intake and body weight of rats on day -7, 0, 7 and 14, blood glucose levels on
day 0, 2, 9 and 16, and the viability of the islets of Langerhans and β cells with
staining haematoxilyn eosin and immunohistochemistry.
The result showed that the average particle size of nanoencapsulated Java
Tea-based functional drink was found at 537.8 nm with 0.495 poly dispersity
index (PDI), and spherical in shape. All of the beverage have the ability of
antihyperglycemic, while nanoencapsulated beverage at a dose of 3.64 mL/200 g
body weight showed the most excellent ability in suppressing the reduction of
feed intake and body weight, decreasing blood glucose level (18.15 %), and better
to protecting the viability of Langerhans (49.09 %) and β cell (32.50 %). Finding
of this study might lend support to the development of nanoencapsulated Java
Tea-based functional drink as novel functional food for controlling the blood
glucose level.
Keywords: Antihyperglycemic, bioavailability, functional drink, Java Tea,
nanoencapsulation.
© Hak Cipta Milik IPB. Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan.
penelitian. penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIK MINUMAN
EFFERVESCENT NANOENKAPSULASI BERBASIS EKSTRAK DAUN
KUMIS KUCING
(Orthosiphon aristatus B1. Miq) PADA TIKUS DIABETES
YANG DIINDUKSI STREPTOZOTOCIN
MONITA REKASIH
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Didah Nur Faridah, STP, MSi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2015 ini Aktivitas
Antihiperglikemik Minuman Effervescent Nanoenkapsulasi Berbasis Ekstrak
Daun Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus BI. Miq) pada Tikus Diabetes yang
Diinduksi dengan Streptozotocin. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof
Dr Ir C. Hanny Wijaya, MAgr, Bapak Dr Tjahja Muhandri, STP, MT dan Ibu Dr
Mega Safithri, SSi, MSi selaku pembimbing yang telah memberi banyak
kesempatan belajar, selalu memotivasi dan membimbing penulis dengan penuh
kesabaran. Terima kasih kepada Ibu Dr Didah Nur Faridah, STP, MSi selaku
dosen penguji luar komisi dan Ibu Dr Ir Endang Prangdimurti, MSi selaku
perwakilan Program Studi Ilmu Pangan, atas saran yang telah diberikan.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Ibu Prof Dr Ir Latifah K.
Darusman, MS, PhD, Ibu Susi Indariani, STP, MSi, beserta seluruh staf Pusat
Studi Biofarmaka, drh. Okta, drh. Innes, beserta staff UKHP Pusat studi
Biofarmaka. Ibu Yuliyani, STP dan Bapak Idris, SSi, Laboratorium
Nanoteknologi Balai Besar Pasca Panen Bogor, seluruh staf Bagian Diagnotik
Balai Veteriner Bogor, serta seluruh staf Laboratorium Patologi Pusat Studi Satwa
Primata. Terima kasih kepada Lembaga Pengelola Dana Pendidikan yang melalui
program RISPRO dan Direktur Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat,
Ditjen Dikti, Depdiknas melalui program Hibah Kompetensi yang telah
membantu penulis dalam melaksanakan penelitian tesis.
Rasa syukur dan terimakasih penulis sampaikan untuk kedua orang tua,
Bapak Alm Kaswira dan Ibu Almh Rasini, yang telah memberi motivasi tersendiri
bagi penulis. Ungkapan terima kasih yang tak ternilai penulis sampaikan kepada
suami, Selamat Riadi, ST, dan putra tercinta, Muhammad Jabbar Adhyastha atas
kesabaran, keikhlasan, motivasi, dan kasih sayang tulus. Mamah, Papah, Ami
Septiani, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga pencapaian ini memberi
semangat dan pembelajaran untuk adik tercinta Putri Puspita Koswara dan
Alfasah Koswara. Terimakasih yang dalam penulis sampaikan kepada Bapak Drs
WH. Rahmanto, MSi, Ibu Drs Enny Facriyah, MSi, Bapak Dr M. Asy’ari, SSi,
MSi, dan Bapak Ngadiwiyana, SSi, MSi yang telah memberikan banyak motivasi,
dukungan dan kesempatan hingga penulis sampai pada tahap ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada tim peneliti kumis kucing,
Dewi, Mumut dan Ika. Seluruh rekan-rekan IPN (Diana P Novira, Sri Mulyani,
Ruki Fainake, Tuti Rostianti, Atika, Maryam Jameela, Icha, Dita, Irfan, Gulit,
Firat dkk), Khoirul Bariyah, Yunita, Edo, Putra, Irena, CHWers dan rekan-rekan
lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah memberikan
bantuan, perhatian, kerja sama, semangat dan saran kepada penulis selama kuliah
dan penelitian.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2016
Monita Rekasih
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
1
1
2
2
2
2
TINJAUAN PUSTAKA
Pangan Fungsional
Minuman Fungsional Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing
Nanoenkapsulasi
Polisakarida C sebagai Bahan Enkapsulan
Bioavailabilitas Partikel Nano
Diabetes Mellitus
Radikal Bebas
Diabetonik
Imunohistokimia
2
2
3
4
5
6
6
8
8
10
METODE
Waktu dan Tempat
Alat dan Bahan
Prosedur Penelitian
Prosedur Analisis
Analisis Data
11
11
11
11
16
19
HASIL DAN PEMBAHASAN
Warna, Ukuran dan Morfologi Partikel Minuman Nanoenkapsulasi
Kandungan Total Fenol
Aktivitas Antihiperglikemik
Konsumsi ransum dan bobot badan tikus putih
Profil kadar glukosa darah tikus putih
Profil pankreas, viabilitas sel β dan pulau Langerhans
19
19
21
23
23
26
29
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
33
33
33
DAFTAR PUSTAKA
33
LAMPIRAN
40
RIWAYAT HIDUP
65
DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
1.
2.
3.
Interaksi elektrostatik antara ion amonium pada rantai polisakarida C
dan kelompok fosfat dari molekul TPP
5
Struktur aloksan
9
Mekanisme pembentukan ROS di dalam sel β pankreas tikus yang
diinduksi dengan aloksan
9
Struktur kimia streptozotocin
10
Tahap penelitian secara keseluruhan
12
Rancangan penelitian terhadap hewan percobaan
15
Warna serbuk dan minuman
20
Diameter rata-rata dan indeks polidispersitas indeks minuman
nanoenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing
20
Penampakan morfologi minuman nanoenkapsulasi berbasis ekstrak
daun kumis kucing pada pembesaran 5000 X
21
Total fenol dari 3 jenis fungsional berbasis ekstrak daun kumis
kucing
22
Pengaruh berbagai jenis minuman fungsional berbasis ekstrak daun
kumis kucing terhadap konsumsi ransum tikus (sebelum dan selama
perlakuan)
23
Pengaruh berbagai jenis minuman fungsional berbasis ekstrak daun
kumis kucing terhadap bobot badan tikus (sebelum dan selama
perlakuan)
Error! Bookmark not defined.25
Pengaruh berbagai jenis minuman fungsional berbasis ekstrak daun
kumis kucing terhadap kadar glukosa darah tikus (sebelum dan
selama perlakuan)
27
Morfologi pankreas dengan pewarnaan H & E, skala 50 μm
30
Sel β di pulau Langerhans dengan pewarnaan imunohistokimia anti
insulin antibodi, skala = 50 μm
31
Pengaruh berbagai jenis minuman fungsional berbasis ekstrak daun
kumis kucing pada viabilitas sel β
Pengaruh berbagai jenis minuman fungsional berbasis ekstrak daun
kumis kucing pada viabilitas pulau Langerhans
DAFTAR TABEL
Persentase penurunan jumlah ransum tikus selama perlakuan
Persentase penurunan bobot badan selama perlakuan
Persentase perubahan glukosa darah tikus selama perlakuan
24
25
27
DAFTAR LAMPIRAN
1. Pembuatan ekstrak daun kumis kucing
2. Pembuatan ekstrak kayu secang
3. Pembuatan ekstrak jahe
4. Pembuatan ekstrak temulawak
5. Pembuatan ekstrak jeruk
6. Pembuatan larutan stok pengental
7. Pembuatan minuman kumis kucing ready to drink
8. Pembuatan serbuk mikroenkapsulasi
9. Pembuatan serbuk nanoenkapsulasi
10. Pembuatan formula effervescent untuk 100 mL minuman
11. Total fenol
12. Uji statistik pengaruh minuman terhadap konsumsi ransum
13. Uji statistik pengaruh minuman terhadap bobot badan
14. Uji statistik pengaruh minuman terhadap kadar glukosa darah
15. Pengaruh minuman terhadap viabilitas pulau Langerhans
16. Pengaruh minuman terhadap viabilitas sel beta
17. Ethical clearence
18. Hasil karakterisasi minuman nanoenkapsulasi dengan alat particle
size analyzer
41
42
46
46
47
56
63
64
1
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pangan enak dan memiliki efek bagi kesehatan menjadi tuntutan tersendiri
bagi industri pangan. Produk pangan yang berkhasiat bagi tubuh memiliki flavor
yang cenderung kurang diterima oleh konsumen. Peningkatan kualitas sensori
pangan menyehatkan (pangan fungsional) memerlukan flavor yang tidak hanya
memberi fungsi murni sebagai atribut citarasa, tetapi juga memberikan kemampuan
fungsional aktif atau yang dikenal dengan flavor fungsional (Wijaya dan Silamba
2010). Produk pangan yang dikembangkan dalam flavor fungsional umumnya
berasal dari hayati. Hal ini menjadi peluang bagi Indonesia yang merupakan negara
dengan kekayaan hayati terbesar kedua setelah hutan hujan Amazon (Elfahmi et al.
2014)
Tanaman berupa rempah dan herbal terbukti mengandung banyak komponen
aktif sebagai hasil dari metabolisme tumbuhan yang memiliki aktivitas
antihiperglikemik (Safithri et al. 2016). Kumis kucing merupakan tanaman yang
sering digunakan masyarakat sebagai obat diabetes. Mohamed et al (2013)
menyatakan bahwa daun kumis kucing mengandung flavonoid berupa sinensetin
yang bertanggung jawab terhadap efek antihiperglikemik. Hossain dan Rahman
(2011) menunjukkan bahwa daun kumis mengandung enam jenis flavonoid yang
berperan dalam menangkal radikal bebas. Kumis kucing juga mengandung asam
polifenol berupa asam romarinat dan asam kafeinat yang juga berperan dalam
aktivitas antioksidan (Muhammad et al. 2011). Wijaya et al (2007) memanfaatkan
kumis kucing sebagai minuman fungsional dengan ditambahkan beberapa ekstrak
rempah dan herbal seperti kayu secang, jahe gajah, temulawak, jeruk nipis, jeruk
lemon dan jeruk purut. Ekstrak rempah dan herbal yang ditambahkan ke dalam
minuman kumis kucing kaya akan komponen bioaktif, sehingga mampu
meningkatkan aktivitas antioksidan minuman (Wijaya et al. 2011; Indariani et al.
2014).
Minuman kumis kucing berupa ready to drink memiliki keterbatasan dalam
distribusi. Untuk mengatasi hal tersebut, Wijaya et al (2013) mengembangkan
minuman kumis kucing dalam bentuk serbuk dengan memanfaatkan teknologi
nanoenkapsulasi yang juga dapat melindungi komponen bioaktif dari lingkungan
yang merugikan (Ezhilarasi et al. 2013; Putheti 2015; Mohan et al. 2016).
Nanoenkapsulasi telah dibuktikan mampu meningkatkan bioavailabilitas komponen
aktif (Rao dan Khanum 2015; Venkatesh et al. 2015; Jang et al. 2013), namun
belum ada penelitian tentang bioavailabilitas minuman nanoenkapsulasi berbasis
daun kumis kucing dengan membandingkan aktivitas antihiperglikemik minuman
berbasis kumis kucing berbentuk ready to drink dan mikroenkapsulasi dengan
minuman hasil nanoenkapsulasi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan
bioavailabilitas minuman nanoenkapsulasi effervescent melalui aktivitas
antihiperglikemik dan membandingkannya dengan bentuk minuman ready to drink
dan mikroenkapsulasi effervescent. Pemberian minuman nanoenkapsulasi dosis
3.64 mL/200 g bobot badan dan dosis at 7.28 mL/200 g bobot badan juga dilakukan
pada penelitian ini. Formula minuman nanoenkapsulasi, mikroenkapsulasi dan
ready to drink berbasis ekstrak daun kumis kucing diberikan pada tikus diabet yang
diinduksi dengan streptozotocin dosis rendah. Minuman hasil enkapsulasi diduga
2
memiliki aktivitas antihiperglikemik lebih tinggi dibandingkan minuman ready to
drink. Keberadaan enkapsulan menjadikan senyawa aktif terlindungi dari degradasi
dan kecilnya ukuran membuat kontak lebih luas, sehingga minuman
nanoenkapsulasi memiliki bioavailabilitas yang lebih tinggi.
Perumusan Masalah
Inovasi minuman fungsional berbasis kumis kucing telah dilakukan dengan
cara nanoenkapsulasi menggunakan polisakarida C sebagai bahan penyalut.
Minuman yang dihasilkan memiliki kualitas fisikokimia yang lebih meningkat
dibandingkan dengan minuman ready to drink dan mikroenkapsulasi. Profil
terhadap bioavailabilitas belum dilaporkan, sehingga perlu mendapat perhatian dan
kajian ilmiah untuk diteliti lebih lanjut, terutama mengenai aktivitas
antihiperglikemik minuman nanoenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing
sebagai pengontrol glukosa darah, pelindung pulau Langerhans dan sel β jaringan
pankreas pada tikus diabet.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kemampuan antihiperglikemik
minuman nanoenkapsulasi dibandingkan dengan minuman ready to drink dan
mikroenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing secara in vivo pada tikus
diabetes yang diinduksi dengan streptozotocin.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini yaitu sebagai informasi
ilmiah bahwa nanoenkapsulasi dapat meningkatkan bioavailabilitas minuman
fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing, menjadikan minuman
nanoenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing sebagai agen
antihiperglikemik dan membantu penderita diabetes mengendalikan glukosa
darahnya. Penelitian ini juga memberi nilai tambah tanaman obat melalui
pengembangan minuman fungsional.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah bidang ilmu teknologi pangan,
khususnya kimia pangan, rekayasa proses pangan dan biokimia pangan dalam
memperbaiki sifat fisiologis aktif produk minuman fungsional.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Pangan Fungsional
Tuntutan produksi pangan saat ini tidak hanya mencakup perlindungan
komponen makanan, tetapi juga memproduksi pangan yang memberi efek
kesehatan bagi tubuh (Dziki et al. 2015). Tantangan utama pada pengembangan
3
produk pangan yang berkhasiat bagi tubuh adalah cita rasa produk yang cenderung
kurang diterima oleh konsumen. Flavor fungsional diciptakan untuk memenuhi
tantangan baru tersebut. Keunggulan flavor fungsional, tidak hanya memberi cita
rasa pada produk, tetapi juga memiliki kemampuan fisiologis aktif (Wijaya dan
Silamba 2010) sehingga mampu membantu fungsi tubuh. Flavor fungsional
ditambahkan ke dalam pangan fungsional dapat memperbaiki kualitas sensori dan
fungsi fisiologis pangan.
Peran dari pangan fungsional bagi tubuh bertumpu pada komponen gizi dan
non-gizi yang terkandung di dalamnya yang merupakan komponen bioaktif.
Tanaman obat berupa rempah dan herbal terbukti mengandung banyak komponen
aktif sebagai hasil dari metabolisme tumbuhan yang mampu menjaga dan
meningkatkan kondisi kesehatan tubuh (Ho 2015). Beberapa fungsi fisiologikal
pangan meliputi fungsi yang mampu meningkatkan daya tahan tubuh, mencegah
timbulnya penyakit seperti hipertensi dan diabetes, membantu pemulihan
kesehatan, mengatur kondisi ritme fisik tubuh, dan menghambat proses penuaan
(Siro et al. 2008).
Minuman Fungsional Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing
Minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing dengan formula
optimal telah dilakukan oleh Wijaya et al (2007). Minuman fungsional ini
mengkombinasikan beberapa ekstrak alami yang berperan dalam kesehatan tubuh,
seperti ekstrak daun kumis kucing, jahe, kayu secang, lemon, jeruk nipis, jeruk
purut dan temulawak. Minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing
berdasarkan formula yang digunakan merupakan minuman fungsional yang
berpotensi memiliki aktivitas antioksidan dan antihiperglikemik yang baik.
Indariani et al (2014) menyatakan bahwa minuman fungsional berbasis ekstrak
daun kumis kucing memiliki aktivitas antioksidan sekitar 726.82 ppm AEAC dan
memiliki potensi meningkatkan penyerapan glukosa oleh sel diafragma sekitar
54.81%.
Kandungan senyawa fitokimia dalam ekstrak penyusun minuman fungsional
berbasis ekstrak daun kumis kucing berupa alkaloid, flavonoid, tannin, saponin,
triterpenoid, hidroquinon dan steroid (Indariani et al. 2014). Kemampuan
antihiperglikemik pada minuman berbasis kumis kucing ditimbulkan oleh
komponen aktif yang dimiliki oleh beberapa ekstrak formula minuman. Mohamed
et al (2013) menunjukkan bahwa daun kumis kucing mengandung flavonoid berupa
sinensetin yang bertanggung jawab terhadap efek antihiperglikemik melalui
mekanisme extrapancreatic dan transpor aktif penyerapan glukosa usus pada mecit
hiperglikemik yang diinduksi dengan streptozotocin. Jahe mengandung 6-gingerol
yang memiliki potensi untuk melindungi hewan yang diinduksi arsenik dari stres
oksidatif dan hiperglikemia melalui perbaikan sekresi insulin dari pankreas, dan
juga modulasi respon insulin dalam hati tikus (Chakraborty et al. 2012).
Glibenklamid pada jahe memiliki efek neuroprotektif terhadap kerusakan oksidatif
tikus diabetes (Shanmugam et al. 2011). Menurut Daily et al (2015), pemberian
1.600 – 3.000 mg bubuk jahe per hari selama 8 - 12 minggu menurunkan kadar
glukosa serum dan kadar HbA1c pada pasien dengan diabetes tipe 2. Brazilin dari
secang secara signifikan dapat menurunkan kadar glukosa pada plasma darah tikus
diabetes dengan cara meningkatkan sintesis glikogen, glikolisis, dan oksidasi
4
glukosa pada otot hewan diabetes yang diberi asupan brazilin (Moon et al. 1990).
Senyawa golongan flavonoid pada jeruk berupa naringin dan hesperidin dipercaya
dapat memperbaiki kondisi hiperglikemia pada hewan diabetes tipe-2 dengan
mengatur sebagian metabolisme asam lemak dan kolesterol serta mempengaruhi
ekspresi gen untuk enzim-enzim metabolisme glukosa (Jung et al. 2006).
Aplikasi teknologi nanoenkapsulasi menjadikan minuman berbasis ekstrak
daun kumis kucing memiliki diameter ukuran partikel (223.4 nm) lebih kecil
dibandingkan minuman ready to drink dan bersifat lebih homogen. Uji in vitro
menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan secara in vitro minuman ready to drink
(221.368 ppm AEAC) lebih tinggi dibandingkan dengan minuman nanoenkapsulasi
(105.136 ppm AEAC). Hasil perhitungan secara kuantitatif aktivitas inhibisi αglukosidase pada minuman original (25.90%) juga lebih tinggi dari minuman
nanoenkapsulasi (21.75%) (Wijaya et al. 2013).
Nanoenkapsulasi
Definisi nanoteknologi secara istilah adalah teknologi yang menghasilkan
benda-benda dengan ukuran 1-100 nm atau < 100 nm (Zhi et al. 2013; Putheti
2015). Fakta di lapangan menunjukkan bahwa produk nanoenkapsulasi pangan
umumnya terbuat dari bahan-bahan polimer yang sangat sulit dilakukan pengecilan
ukuran hingga kurang dari 100 nm, sehingga FDA dan ilmuwan pangan dari
CSIRO (Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation) Australia
memberikan kekhususan definisi nanopartikel pada pangan dengan ukuran kurang
dari 1000 nm yang menunjukkan karakteristik fisikokimia yang berbeda dengan
partikel yang berukuran lebih besar atau berskala mikron (USFDA 2006; FOEA
2008 dalam Wijaya et al. 2013; Rao dan Khanum 2015).
Nanoteknologi yang banyak diterapkan dalam bidang pangan berupa
nanoenkapsulasi. Nanoenkapsulasi adalah penggabungan bahan dalam vesikel kecil
atau bahan berdinding dengan ukuran nano (atau submikron) (Surassmo et al. 2010).
Teknologi nanoenkapsulasi dibuat untuk tujuan meningkatkan bahan pangan
fungsional (neuraceuticals) dengan cara meningkatkan kelarutan, stabilitas termal,
bioavailabilitas, atribut sensori dan efek psikologis (Putheti 2015). Nanomaterial ini
menawarkan beberapa keunggulan seperti, pengiriman transport untuk bahan yang
larut lipid, perlindungan dari degradasi selama pemrosesan atau GIT,
mengendalikan lokasi pelepasan spesifik, kompatibel dengan konstituen makanan
lain, waktu tinggal yang lebih lama dan penyerapan lebih besar (Chen et al. 2006a.
2006b; Weiss et al. 2006). Perlindungan senyawa bioaktif, seperti vitamin,
antioksidan, protein, dan lipid serta karbohidrat dapat dicapai dengan menggunakan
teknik ini untuk produksi makanan fungsional dengan peningkatan fungsi dan
stabilitas. Nanoenkapsulasi dapat membuat penghematan yang signifikan untuk
formulasi, karena dapat mengurangi jumlah bahan aktif yang dibutuhkan (Huang et
al. 2009).
Pembuatan nanoenkapsulasi dapat dilakukan dengan beberapa metode
diantaranya: metode koaservasi, spray drying, electrospinning dan electrospray,
supercritical fluid. emulsion-difussion method, reserve micellar emulsion-droplet
coalescence, salting out, ultrasonikasi dan high pressure homogenization. Metode
spray drying merupakan teknik yang umum digunakan untuk enkapsulasi bahan
makanan, karena murah dan sederhana. Larutan yang sudah dinanoenkapsulasi
5
cukup diproses dengan penyedot dari alat pengering semprot dan akan
menghasilkan serbuk nanoenkapsulasi sebagai produk. Keuntungan pembuatan
serbuk nanoenkapsulasi dengan metode pengering semprot diantaranya adalah
biayanya relatif murah dan bersifat fleksibel (dapat digunakan untuk enkapsulasi
bahan yang berbeda-beda serta suhu yang digunakan dapat diatur sesuai kebutuhan
(Fathi et al. 2014).
Polisakarida C sebagai Bahan Enkapsulan
Bahan pembawa enkapsulasi harus foodgrade, biodegradabel, dan stabil
dalam sistem pangan selama pengolahan, penyimpanan, dan konsumsi. Bahan
pembawa skala nano yang paling cocok untuk aplikasi makanan berupa karbohidrat,
proteinuria atau berbasis lipid. Sistem pengiriman berbasis polisakarida yang paling
cocok untuk banyak aplikasi industri, karena bersifat biokompatibel, biodegradabel,
dan memiliki potensi tinggi untuk dimodifikasi agar sifat yang diperlukan tercapai.
Pengiriman berbasis karbohidrat dapat digunakan pada proses bersuhu tinggi,
karena lebih stabil dibandingkan dengan lipid atau protein yang mungkin meleleh
atau terdenaturasi. Sistem pengiriman berbasis karbohidrat dapat berinteraksi
dengan berbagai senyawa bioaktif. Gugus fungsional pada karbohidrat membuat
karbohidrat serbaguna untuk mengikat dan menjebak komponen hidrofilik dan
hidrofobik bahan makanan (Fathi et al. 2014).
Polisakarida C merupakan polisakarida ionik, tidak beracun, biokompatibel,
biodegradabel dengan permeasi tinggi, sehingga diterima sebagai penyusun sistem
nanoenkapsulasi (Nallamuthu et al. 2015). Gugus amino sepanjang rantai
polisakarida C dapat menangkap asam, ion cross linking, sehingga memudahkan
modifikasi kimia mejadi partikel pembawa (Yoksan et al. 2010).
Gambar 1 Interaksi elektrostatik antara ion amonium pada rantai polisakarida C dan
kelompok fosfat dari molekul TPP (a). deprotonasi polisakarida C di
tris penyangga (pH~8) (b) (Yoksan et al. 2010) .
Metode pembuatan nanoenkapsulasi dilakukan secara kimia dengan metode
gelasi ionik. Pencampuran larutan polisakarida C dalam asam asetat yang telah
direduksi ukurannya dengan polianion STTP diharapkan menghasilkan interaksi
elektrostatik sehingga membentuk nanopolisakarida C berpori melalui proses gelasi
ionik. Proses terbentuknya nanopolisakarida C dengan gelasi ionik dapat dilihat
pada Gambar 1. Penambahan surfaktan dapat memperkecil ukuran partikel senyawa
6
yang akan di enkapsulasi dan mencegah aglomerasi. Surfaktan yang banyak dipakai
adalah surfaktan nonionik Tween 80. Selanjutnya penambahan formula minuman
dengan senyawa bioaktif yang mengalami reduksi ukuran dapat terjerap masuk ke
dalam nanopolisakarida C berpori tersebut. Proses keseluruhan tersebut dapat
membentuk nanoenkapsulasi minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis
kucing.
Bioavailabilitas Partikel Nano
Bioavailabilitas didefinisikan sebagai pengukuran tingkat komponen aktif
yang mencapai sistem dan lokasi target, dan merupakan salah satu penentu sifat
farmakokinetik dari fitokimia. Komponen bioaktif memiliki manfaat untuk
kesehatan tubuh, seperti polifenol dan karotenoid digunakan untuk menurunkan
tekanan darah, mengurangi faktor risiko kanker, mengatur sistem saluran
pencernaan, memperkuat sistem kekebalan tubuh, mengatur pertumbuhan,
mengatur konsentrasi gula dalam darah, menurunkan kadar kolesterol, dan sebagai
agen antioksidan. Meskipun penggunaan polifenol dalam kapsul dan tablet
berlimpah, efek biologis sering berkurang atau bahkan hilang karena penyerapan
yang tidak sempurna dan hilang pada metabolisme awal (Huang et al. 2011).
Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa sistem pengiriman obat, seperti
nanopartikel padat lipid, kompleks fosfolipid dan siklodekstrin, dan nanopartikel
polimer, bertujuan untuk meningkatkan bioavailabilitas (Zanotto-Filho et al. 2013).
Pengaruh nanoenkapsulasi terhadap aktivitas antioksidan secara in vitro
menunjukkan bahwa laju pelepasan senyawa aktif terhadap radikal bebas menjadi
lebih lambat. Nanoenkapsulasi sangat potensial dalam sistem pengiriman nutrisi
(Gupta et al. 2012). Enkapsulasi juga dapat meningkatkan aktivitas biologis ekstrak
yang mengandung karotenoid (Pereira et al. 2015). Nanochemoprevention menjadi
sangat berguna untuk meningkatkan kinerja polifenol dalam tubuh manusia,
memungkinkan polifenol untuk mencapai situs target yang lebih mudah (Santos et
al. 2012).
Suspensi nelfinavir dan nelfinavir loaded PLGA-NP yang diberikan secara
oral pada kelinci jantan Selandia Baru, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
bioavailabilitas yang signifikan. Nilai AUC0-24 untuk nelfinavir loaded PLGA-NP
ditemukan lebih tinggi (0.374±0.069 HLG / mL) dibandingkan dengan obat murni
dalam suspensi (0.076±0.043 HLG / mL). PLGA-NP sangat meningkatkan
bioavailabilitas nelfinavir, karena sistem pengiriman obat berbasis nano. Partikel
ukuran nano mudah diserap ke dalam lipatan dinding usus, dan luas permukaan
partikel yang besar sangat membantu obat cepat larut (Venkatesh et al. 2015).
Diabetes Mellitus
Hiperglikemia merupakan sindrom metabolik yang berhubungan dengan
sistem endokrin disfungsional klinis disebut sebagai diabetes mellitus (DM).
Meskipun etiologi DM adalah multifaset, prevalensi penyakit di seluruh dunia
sering dikaitkan dengan genetik atau faktor fisiologis, gaya hidup, dan obesitas,
yang kebiasaan diet yang buruk seperti konsumsi tinggi gula dan lemak jenuh selain
asupan rendah polyunsaturated asam lemak (PUFA) telah terlibat menjadi faktor
penyebab utama menuju perkembangan penyakit (Kemenkes 2014).
7
Indeks diagnostik awal dan umum DM adalah hiperglikemia dan glukosuria,
Metabolisme karbohidrat yang tidak biasa di DM, dan penyesuaian mendalam
terkait jalur glikolitik menimbulkan aktivasi alternatif jalur poliol metabolik dengan
akumulasi intraseluler resultan dari sorbitol dan auto-oksidasi glukosa. Peristiwa
metabolisme distortif telah terlibat dalam etiologi neuropati diabetes perifer,
retinopati, dan katarak. Diabetes mempengaruhi sistem saraf pusat dan
menghasilkan gangguan seperti perubahan neurobehavioral, disfungsi otonom,
fungsi neuroendokrin diubah dan perubahan neurotransmitter sehingga mengarah
ke kerusakan organ (Shangumam et al. 2011).
Pada diabetes mellitus tipe 1, disfungsi kognisi (ditandai dengan penurunan
memori dan perhatian) dalam subjek yang telah dipelajari. Selain itu, ada juga
penurunan efisiensi psikomotorin, penurunan kecerdasan umum dan kecepatan
motorik. Pada diabetes tipe 2, gangguan kognitif termasuk penurunan fungsi
eksekutif, memori kerja, dan kefasihan lisan. Pasien tersebut juga menunjukkan
peningkatan kejadian penyakit Alzheimer dan demensia vaskular, serta peningkatan
kejadian depresi, efek kognisi yang negatif (Akinola et al. 2011).
Diabetes mellitus dikaitkan dengan meningkatnya pembentukan radikal bebas
dan stress oksidatif. Keberadaan stres oksidatif yang dihasilkan dari peningkatan
radikal bebas berkaitan dengan diabetes. Penelitian secara in vitro, dan pada hewan
serta manusia, menunjukkan bahwa peran stres oksidatif, melalui peningkatan
pembentukan radikal bebas dalam patofisiologi berimplikasi pada diabetes, seperti
neurologis, kardiovaskuler, retina dan ginjal. Tingginya stress oksidatif dikarenakan
hiperglikemia kronis, yang menyerang aktivitas enzim antioksidan dan dengan
demikian memunculkan radikal bebas. Sistem syaraf pusat sangat rentan terhadap
stres oksidatif. Sebagian besar spesies oksigen reaktif (ROS) tergantung pada
gangguan saraf pusat telah diteliti dan benar disebabkan oleh keberadaan radikal
bebas (Shangumam et al. 2011).
DM merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat
dikontrol. Untuk mengendalikan penyakit DM, Perkumpulan Endokrionologi
Indonesia (Perkeni) menetapkan empat pilar utama dalam penatalaksanaan DM.
yang meliputi perencanaan diet, latihan jasmani, penyuluhan atau pendidikan
kesehatan, dan pemberian obat hipoglikemia oral atau pemberian insulin. Pada
penderita DM tipe II, obat hanya perlu diberikan, bila setelah melakukan diet dan
latihan jasmani secara maksimal tetapi tidak berhasil mengendalikan kadar glukosa
darah.
Menurut Rayfield dan Valentine (2006), obat hipoglikemik secara oral
mempunyai beberapa cara kerja dalam menurunkan kadar glukosa darah.
Mekanisme kerja obat dibagi menjadi 4 bagian, yaitu:
a. Menurunkan penyerapan glukosa dalam usus
b. Meningkatkan penyerapan glukosa pada sel
c. Menurunkan produksi glukosa oleh hati
d. Meningkatkan sekresi insulin
Penggunaan obat-obat hipoglikemik dapat menyebabkan beberapa efek
samping. Penggunaan obat acarbose dapat menyebabkan flatulensi dan diare
karena acarbose dapat menghasilkan metabolit berupa gas dari karbohidrat yang
tidak terabsorbsi di kolon. Penggunaan metformin dapat menimbulkan efek
samping seperti pusing, sakit perut dan diare (Rayfield dan Valentine 2006).
8
Penggunaan insulin yang tidak tepat jumlahnya juga dapat menyebabkan terlalu
rendahnya kadar gula dalam tubuh (hipoglikemik).
Radikal Bebas
Radikal bebas adalah suatu molekul yang memiliki satu atau lebih elektron
yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya sehingga sangat reaktif dan memicu
terjadinya serangkaian reaksi radikal bebas. Radikal bebas dapat berupa ROS dan
RNS. Spesies oksigen reaktif (ROS) merupakan metabolit molekul oksigen (O2),
seperti kimia dari singlet oksigen (1O2), superoksida (O2.-). Radikal peroksil (ROO.),
dan asam hipoklorit (HOCl) (Buettner 2015). Spesies nitrogen reaktif (RNS)
merupakan metabolit molekul nitrogen, berupa nitrit oksida (NO.), nitrogen
dioksida (NO2.) dan nitrat radikal (NO3.) (Valko et al. 2007).
Radikal bebas dihasilkan secara endogen maupun eksogen. Secara endogen
radikal bebas dihasilkan melalui reaksi biokimia normal di dalam tubuh. Berbagai
sumber radikal bebas yang terlibat dan dapat diklasifikasikan sebagai mitokondria,
terutama dari Kompleks I dan III, dan extramitokondrial, seperti sitokrom P450,
xantin oksidase, oksida nitrat sintase, dan NADPH oksidase. Neutrofil dan sel
Kupffer adalah produsen utama radikal bebas dalam hati, sedangkan situs utama
dari rilis ROS di hepatosit adalah sistem sitokrom P450 dan mitokondria (Valko et
al. 2007).
Target terpenting ROS adalah komponen sel, terutama lipid, protein, dan juga
sel DNA. Pada konsentrasi tinggi, radikal bebas berbahaya bagi beberapa
konstituen seluler. Pada konsentrasi rendah atau sedang, mereka dapat bertindak
sebagai mediator regulasi dalam proses signaling (Valko et al. 2007).
Diabetonik
Hewan model untuk percobaan diabetes diantaranya berupa mencit Wistar
(Samadder et al. 2012; Indariani et al. 2014) dan tikus Sprague Dawley (Safithri et
al. 2012; Shanmugam et al. 2011). Kondisi diabetes pada tikus diperoleh dengan
cara menggunakan bahan kimia diabetonik seperti aloksan dan streptozotocin
dengan dosis yang dapat menyebabkan kerusakan selektif terhadap sel-sel β
pankreas (Lenzen 2007). Sifat diabetonik aloksan maupun streptozotocin dimediasi
oleh senyawa oksigen reaktif yang terbentuk melalui cara yang berbeda.
Aloksan
Aloksan merupakan senyawa yang tidak stabil dan bersifat hidrofilik. Waktu
paruhnya hanya 1.5 menit pada pH netral dan temperatur 37 oC, dalam suhu lebih
rendah waktu paruhnya menjadi lebih lama. Aloksan secara selektif dapat merusak
sel-sel β pankreas. Mekanisme toksisitas aloksan diawali dengan masuknya aloksan
ke dalam sel-sel β pankreas dan kecepatan pengambilan akan menentukan sifat
diabetonik aloksan. Kerusakan pada sel-sel β terjadi melalui beberapa proses secara
bersamaan, yaitu melalui oksidasi gugus sulfidril dan pembentukan radikal bebas
(Lenzen 2007) seperti pada Gambar 3.
9
Gambar 2 Struktur aloksan (Lenzen 2007)
Mekanisme kerja aloksan menghasilkan kerusakan pada sel-sel β pankreas
terutama menyerang senyawa-senyawa seluler yang mengandung gugus sulfidril,
asam-asam amino sistein dan protein yang berikatan dengan dua gugus SH
(termasuk enzim yang mengandung gugus SH). Aloksan bereaksi dengan dua
gugus SH yang berikatan pada bagian sisi dari protein atau asam amino membentuk
ikatan disulfida sehingga menginaktifkan protein yang berakibat pada gangguan
fungsi protein tersebut (Lenzen 2007).
Gambar 3 Mekanisme pembentukan ROS di dalam sel β pankreas tikus yang
diinduksi dengan aloksan. Gka (glukokinase aktif); Gki (gluokinase
inaktif); HA- (radikal aloksan); SH: gugus sulfidril; S-S: disulfida
(Lenzen 2007)
Mekanisme kerja aloksan lainnya adalah menginduksi pembentukan radikal
bebas karena bersifat polar sehingga dapat memberikan satu elektronnya kepada
oksigen. Asam dialurat dibentuk sebagai hasil reduksi aloksan dengan
menghasilkan metabolit intermediet radikal aloksan (HA*) melalui reaksi redoks.
Asam dialurat kemudian dioksidasi kembali membentuk aloksan sehingga
menghasilkan radikal ion superoksida (O2*). Anion superoksida dapat mengalami
reaksi dismutasi oleh enzim SOD menjadi hidrogen peroksida. Radikal bebas
tersebut dapat menyerang komponen penyusun sel sehingga menyebabkan
kerusakan sel. Aloksan sering digunakan untuk membuat keadaan diabetes pada
hewan percobaan secara eksperimental dengan dosis yang dapat menyebabkan
kerusakan selektif pada sel-sel β pankreas sehingga menghasilkan hiperglikemia
permanen yang merupakan salah satu etiologi dari IDDM (diabetes tipe 1).
Streptozotocin
Streptozotocin (STZ,2-deoksi-2-(3-metil-3-(nitrosoureido)-D-glukopiranosa
disintesis oleh Streptomycetes achromogenes dan biasanya digunakan untuk
menginduksi DM tipe 1 maupun DM tipe 2. Sifat diabetonik STZ diduga terjadi
karena kerusakan DNA dalam sel-sel β pankreas. Elsner et al (2002) melaporkan
10
bahwa penyebab kematian sel-sel β pankreas hasil induksi STZ adalah proses
alkilasi DNA. Kerusakan DNA pada sel-sel β pankreas juga akibat aktivitas
senyawa oksigen reaktif yang dihasilkan dari nitrogen oksida (NO) bersumber dari
STZ. NO akan meningkatkan aktivitas xantin oksidase dan menurunkan konsumsi
oksigen yang berdampak pada gangguan produksi ATP mengakibatkan kerusakan
DNA di dalam mitokondria (Lenzen 2007).
Pemberian STZ pada tikus dewasa dengan dosis rendah secara berulang (40
mg/kg selama 5 hari) dapat menginduksi diabetes tergantung insulin yang sangat
mirip dengan bentuk autoimun (inflamasi pulau Langerhans dan kematian sel β)
pada diabetes tipe 1 (Fr’’ode dan Medeiros 2008). Pemberian STZ dengan dosis
tungal antara 60 dan 100 mg/kg juga dapat menginduksi diabetes tergantung insulin
tetapi tidak memiliki profil autoimun (Yu et al. 2000 dalam Fr’’ode dan Medeiros
2008). Streptozotocin dapat menginduksi kondisi diabetes yang lebih stabil dan
kerusakan pulau Langerhans yang permanen dibandingkan dengan aloksan (Diab et
al. 2015).
Gambar 4 Struktur kimia streptozotocin (Lenzen 2007)
Imunohistokimia
Imunohistokimia merupakan suatu cara pemeriksaan untuk mengukur derajat
imunitas atau kadar antibodi atau antigen dalam jaringan. Kata imunohistokimia
diambil dari kata immune yang menunjukkan bahwa prinsip dasar dalam proses ini
adalah penggunaan antibodi dan histo yang menunjukkan jaringan secara
mikroskopis. Imunohistokimia adalah metode untuk mendeteksi keberadaan antigen
spesifik di dalam sel suatu jaringan dengan menggunakan prinsip pengikatan antara
antibodi (Ab) dan antigen (Ag) pada jaringan hidup. Pemeriksaan ini
membutuhkan jaringan dengan jumlah dan ketebalan yang bervariasi tergantung
dari tujuan pemeriksaan. Antibodi adalah suatu imunoglobulin yang dihasilkan oleh
sistem imun dalam merespon kehadiran suatu antigen tertentu. Antibodi dibentuk
berdasarkan antigen yang menginduksinya. Beberapa antibodi yang telah
teridentifikasi adalah IgA, IgD, IgE, IgG, dan IgM. Antigen adalah suatu zat atau
substansi yang dapat merangsang sistem imun dan dapat bereaksi secara spesifik
dengan antibodi membentuk kompleks terkonjugasi. Ikatan antibodi-antigen
divisualisasikan menggunakan senyawa label (marker).
Teknik ini diawali dengan pembuatan irisan jaringan (histologi) untuk diamati
di bawah mikroskop. Interaksi antara antigen-antibodi adalah reaksi yang tidak
kasat mata. Tempat pengikatan antara antibodi dengan protein spesifik
diidentifikasi dengan marker yang biasanya dilekatkan pada antibodi dan bisa
11
divisualisasi secara langsung atau dengan reaksi untuk mengidentifikasi marker.
Marker dapat berupa senyawa berwarna yaitu luminescence (zat berfluoresensi).
yaitu fluorescein, umbelliferon, tetrametil rodamin, logam berat yaitu colloidal
microsphere emas, perak, label radioaktif, dan enzim Horse Radish Peroxidase
(HRP) dan alkaline phosphatase. Enzim yang digunakan untuk melabel selanjutnya
direaksikan dengan substrat kromogen, yaitu substrat yang menghasilkan produk
akhir berwarna dan tidak larut yang dapat diamati dengan mikroskop bright
field (mikroskop bidang terang). Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan
khususnya dunia biologi, teknik imunohistokimia dapat langsung diamati (tanpa
direaksikan lagi dengan kromogen yang menghasilkan warna) dibawah
mikroskop fluorescense (Key 2009).
3 METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2015 hingga Mei 2016.
Tempat yang digunakan untuk penelitian adalah Laboratorium Kimia Pangan
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB dan Seafast Center (produksi serbuk
nanoenkapsulasi dan mikroenkapsulasi, serta minuman ready to drink), Pusat Studi
Biofarmaka IPB (tempat perlakuan ke hewan uji), Pusat Studi Satwa Primata IPB,
dan Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam pembuatan serbuk minuman nanoenkapsulasi
berbasis ekstrak daun kumis kucing adalah rotary evaporator, magnetic stirrer,
homogenizer armfield L4R, dan spray dryer BUCHI-B190. Alat yang digunakan
untuk karakterisasi minuman nanoenkapsulasi adalah particle size analyzer
(Malvern Technology, Germany), mikroskop elektron JEOL JSM-6510LA
(karakterisasi serbuk nanoenkapsulasi), spektrofotometer UV-VIS (Thermo
Scientific-Genesys 20, USA). Alat-alat lainnya yang digunakan untuk analisis
antara lain: mikropipet, alat-alat uji antihiperglikemik dan alat-alat gelas lainnya.
Bahan yang digunakan dalam pembuatan minuman berbasis ekstrak daun
kumis kucing adalah daun kumis kucing (kebun tanaman obat Pusat Studi
Biofarmaka IPB), jahe gajah, kayu secang, jeruk nipis, jeruk lemon, jeruk purut,
temulawak (Pasar Anyar Bogor), asam asetat, polisakarida C (Himedia GRM9358.
India), STTP, pengemulsi B, CMC, pemanis (aspartam, asesulfam, dan sukralosa),
bahan pengisi M, Na-bikarbonat, asam sitrat, asam tartarat (toko kimia), dan kertas
saring Whatman 42.
Prosedur Penelitian
Penelitian dilakukan dengan dua tahap. yaitu pembuatan minuman dan uji
aktivitas antihiperglikemik. Minuman mikroenkapsulasi dan minuman
nanoenkapsulasi menggunakan konsentrasi ekstrak yang sama dengan minuman
ready to drink (hanya bentuknya saja yang berbeda). Tahap pembuatan minuman
12
nanoenkapsulasi dilakukan dengan metode gelasi ionik dan pembuatan serbuknya
dengan spray dryer. Morfologi dan ukuran partikel minuman nanoenkapsulasi
dilakukan analisis dengan SEM dan PSA. Masing-masing minuman dibuat dalam
bentuk effervescent dan dilakukan analisis total fenol. Tahap pengukuran aktivitas
antihiperglikemik yang dilakukan meliputi analisis jumlah ransum, perubahan
bobot badan tikus, kadar glukosa darah, uji pewarnaan hematoksilin eosin, dan
pewarnaan imunohistokimia. Tahapan penelitian tersaji pada Gambar 5.
Ekstrak rempah dan herbal
Tahap I
Pembuatan produk minuman
Minuman
nanoenkapsulasi
Minuman
ready to
drink
Minuman
mikroenkapsulasi
Karakterisasi
nanoenkapsulasi
Tahap II
Uji aktivitas antihiperglikemik (In Vivo):
1. Pengukuran bobot badan tikus
2. Pengukuran jumlah konsumsi pakan
3. Pegukuran kadar glukosa darah
4. Pewarnaan hematoksilin pada pankreas
5. Pewarnaan imunohistokimia pankreas
Gambar 5 Tahap penelitian secara keseluruhan
Pembuatan ekstrak dan pengental
Ekstrak dan pengental dibuat seperti prosedur yang dikembangkan Wijaya et
al (2007). Pembuatan ekstrak daun kumis kucing dan kayu secang melibatkan air
sebagai pengekstrak, sedangkan ekstraksi jahe, temulawak dan jeruk tidak ada
penambahan air. Ekstrak daun kumis kucing dan kayu secang dibuat dengan cara
dididihkan selama 15 menit dalam wadah tertutup. Daun kumis kucing segar yang
diekstraksi sebanyak a gram dalam 600 mL air, sedangkan kayu secang digunakan
sebanyak d gram dalam 500 mL air. Ekstrak temulawak, jahe, jeruk purut, lemon
dan jeruk nipis diperoleh dengan menggunakan juice extractor.
13
Larutan pengental diperoleh dengan cara melarutkan CMC se3.banyak 10 g
ke dalam 1000 mL air panas 65 oC dan diaduk dengan magnetic stirer di atas hot
plate suhu 70 – 80 oC hingga homogen. Proses lengkap untuk mendapatkan ekstrak
daun kumis kucing, jahe, kayu secang, temulawak, dan jeruk, serta larutan
pengental dapat dilihat pada Lampiran 1 - 6.
Pembuatan minuman ready to drink
Minuman ready to drink dibuat menggunakan formula Febriani (2012)
dengan modifikasi berupa tambahan bahan seperti Na-bikarbonat, asam sitrat, dan
asam tartrat. Ekstrak daun kumis kucing A mL, ditambahkan ekstrak rempah dan
herbal lain seperti temulawak B mL, jahe C mL, kayu secang D mL, jeruk nipis E
mL, lemon F mL, dan jeruk nipis G mL. CMC I mL ditambahkan ke dalam
campuran ekstrak. Aspartam 0.0425 g, 0.0157 g asesulfam, dan 0.0053 g sukralosa
ditambahkan ke dalam campuran ekstrak. Air ditambahkan ke dalam campuran
tersebut hingga bervolume 100 mL. Sebelum diberikan ke tikus minuman
fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing ditambahkan Na-bikarbonat 2.16 g,
1.08 g asam sitrat, dan 0.76 g asam tartrat. Proses lengkap pembuatan minuman
ready to drink dapat dilihat pada Lampiran 7.
Pembuatan minuman mikroenkapsulasi
Minuman mikroenkapsulasi dibuat menggunakan formula Kusumasari (2012).
Campuran ekstrak daun kumis kucing A mL, temulawak B mL, jahe C mL, kayu
secang D mL, jeruk nipis E mL, lemon F mL, dan jeruk nipis G mL ditambahkan
air hingga bervolume 100 mL. Campuran yang dihasilkan kemudian diberi bahan
pengisi (M) sebanyak N % (b/v) dan dihomogenkan dengan homogenizer Armfield
L4R dengan kecepatan O rpm selama P menit. Homogenat dikeringkan
menggunakan spray dryer Buchi 190 dengan suhu outlet P °C, suhu inlet Q °C,
diameter nozzle R mm, dan feed pump S mL/jam seperti yang dilakukan Wijaya et
al (2013). Serbuk mikroenkapsulasi yang dihasilkan dalam setiap running
sebanyak 4 g, ditambahkan 2.16 g Na-bikarbonat, 1.08 g asam sitrat, 0.76 g asam
tartrat, 0.0425 g aspartam, 0.0157 g asesulfam, dan 0.0053 g sukralosa. Campuran
kering dihomogenisasi dengan blender untuk menghasilkan serbuk
mikroenkapsulasi effervescent. Sebelum diberikan ke tikus, serbuk
mikroenkapsulasi effervescent di larutkan ke dalam air hingga membentuk
minuman mikroenkapsulasi effervescent 100 mL. Proses lengkap pembuatan
minuman mikroenkapsulasi dapat dilihat pada Lampiran 8 dan Lampiran 10.
Pembuatan minuman nanoenkapsulasi
Minuman nanoenkapsulasi dibuat dengan menggunakan polisakarida C
sebanyak T g, sebagai enkapsulan. Pemilihan penggunaan polisakarida C sebagai
enkapsulan dikarenakan memiliki beberapa keunggulan di antaranya food grade
dan GRAS, serta memberikan perlindungan terhadap inti (Darmadji et al. 2012).
Prosedur pembuatan nanoenkapsulasi minuman dilakukan seperti prosedur
Wijaya et al (2013) dengan modifikasi (putaran magnetic stirrer yang digunakan
menjadi 1500 rpm, yang sebelumnya digunakan 3000 rpm) yang dapat dilihat
pada Lampiran 9. Polisakarida C sebanyak T g dilarutkan dalam U mL asam asetat
V % dan diaduk menggunakan magnetic stirer 1500 rpm selama W menit. Bahan
pengemulsi (B) X % sebanyak Y mL setetes demi setetes ditambahkan dan stirer
14
dibiarkan memutar hingga W menit. Tripolifosfat Z % sebanyak Y mL dan
ditambahkan pekatan campuran ekstrak A mL (pekatan campuran ekstrak dibuat
dengan cara memekatkan campuran ekstrak pada formula Febriani (2012) dengan
rotary evaporator hingga volume akhir sama dengan sepersepuluh volume awal).
Campuran tetap diaduk menggunakan magnetic stirer 1500 rpm selama W
menit hingga membentuk larutan enkapsulasi minuman. Bahan pengisi M
ditambahkan sebanyak N % (b/v) dan dihomogenkan menggunakan homogenizer
dengan kecepatan O rpm selama C menit. Homogenat dikeringkan menggunakan
spray dryer Buchi 190 dengan suhu outlet P °C, suhu inlet Q °C, diameter nozzle R
mm, dan feed pump S mL/jam seperti yang dilakukan Wijaya et al (2013). Serbuk
nanoenkapsulasi yang dihasilkan dalam setiap running sebanyak 4 g, ditambahkan
2.16 g Na-bikarbonat, 1.08 g asam sitrat, 0.76 g asam tartrat, 0.0425 g aspartam,
0.0157 g asesulfam, dan 0.0053 g sukralosa. Campuran kering dihomogenisas