Formulasi Minuman Fungsional Berbasis Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus Bl. Miq) yang Didasarkan pada Optimasi Aktivitas Antioksidan, Mutu Citarasa dan Warna

(1)

SKRIPSI

FORMULASI MINUMAN FUNGSIONAL BERBASIS KUMIS KUCING (Orthosiphon aristatus Bl. Miq) YANG DIDASARKAN PADA OPTIMASI

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN, MUTU CITARASA DAN WARNA

Oleh HEROLD F24102003

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

FORMULASI MINUMAN FUNGSIONAL BERBASIS KUMIS KUCING (Orthosiphon aristatus Bl. Miq) YANG DIDASARKAN PADA OPTIMASI

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN, MUTU CITARASA DAN WARNA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh HEROLD F24102003

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

FORMULASI MINUMAN FUNGSIONAL BERBASIS KUMIS KUCING (Orthosiphon aristatus Bl. Miq) YANG DIDASARKAN PADA OPTIMASI

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN, MUTU CITARASA DAN WARNA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh HEROLD F24102003

Dilahirkan pada tanggal 03 Mei 1984 di Jakarta

Tanggal lulus: 02 Februari 2007

Menyetujui, Bogor, Februari 2007

Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M.Agr. Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Ketua Departemen


(4)

Our greatest glory is not never in falling,

but in rising every time we fall...


(5)

Herold. F24102003. Formulasi Minuman Fungsional Berbasis Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus Bl. Miq) yang didasarkan pada Optimasi Aktivitas Antioksidan, Mutu Citarasa dan Warna. Di bawah bimbingan C. Hanny Wijaya dan Harsi D. Kusumaningrum. 2007.

RINGKASAN

Kumis kucing (Orthosiphon aristatus B1. Miq) merupakan salah satu jenis tanaman obat yang dapat dimanfaatkan sebagai minuman fungsional. Tanaman ini banyak dibudidayakan dengan sistem tumpang sari dengan tanaman palawija. Penelitian yang memanfaatkan kumis kucing sebagai basis dalam formulasi minuman fungsional belum pernah dilakukan, baru sampai pada tahap pengujian toksisitas.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula minuman fungsional berbasis kumis kucing yang didasarkan pada tingkat kesukaan panelis terhadap warna dan citarasa (aroma dan rasa) serta memiliki aktivitas antioksidan yang setara atau lebih tinggi dibandingkan dengan produk minuman fungsional tradisional komersil lainnya.

Penelitian dibagi menjadi dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan ekstrak yang optimal dari masing-masing bahan baku dan memperoleh formula awal minuman. Penelitian lanjutan bertujuan untuk mendapatkan formula minuman fungsional yang optimal. Optimasi formula minuman dilakukan dengan metode Mixture Experiment, menggunakan bantuan piranti lunak Design Expert 7.0®. Variabel respon sebagai parameter untuk menetapkan nilai target optimasi formulasi minuman diukur berdasarkan hasil uji aktivitas antioksidan minuman berdasarkan prinsip spektrofotometri (metode penangkapan senyawa radikal bebas stabil DPPH) dan hasil uji organoleptik minuman (metode hedonik dengan parameter citarasa dan warna).

Pengujian stabilitas minuman dilakukan terhadap minuman dengan formula optimal pada tiga taraf suhu simpan, yaitu suhu refrigerator (1-3°C), suhu kamar (±30°C), dan suhu tinggi (±55°C). Stabilitas minuman yang diamati meliputi: aktivitas antioksidan selama 15 hari penyimpanan, karakter citarasa dan warna minuman (pengamatan sensori secara individual) selama sembilan hari penyimpanan, nilai pH, nilai total padatan terlarut (TPT), derajat warna minuman (nilai L dan °Hue), total mikroba (metode Total Plate Count) selama sembilan hari penyimpanan, serta total kapang-khamir dan pengukuran total polifenol minuman pada akhir penyimpanan (hari ke-15).

Fomula minuman dengan kombinasi ekstrak kumis kucing a%, ekstrak jahe b%, ekstrak secang c%, ekstrak lemon d%, dan ekstrak temulawak e% dipilih sebagai minuman dengan formula optimal. Aktivitas antioksidan minuman formula optimal (621.78 ppm Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Capacity, disingkat AEAC) tidak berbeda nyata dibandingkan aktivitas antioksidan tertinggi yang mampu dicapai komponen tunggalnya, yaitu kumis kucing 100% (650.11 ppm AEAC) pada taraf signifikansi 5%. Minuman formula optimal terbukti memiliki aktivitas antioksidan yang secara nyata lebih tinggi dibandingkan


(6)

aktivitas antioksidan beberapa produk minuman fungsional berbasis rempah komersil pada taraf signifikansi 5%.

Skor kesukaan panelis terhadap citarasa minuman formula optimal (skor hedonik 3.32 dari skala 5.00) tidak dapat dibedakan secara nyata dibandingkan skor kesukaan panelis terhadap citarasa beberapa produk minuman komersil pada taraf signifikansi 5%. Panelis lebih menyukai (α = 0.05) warna minuman formula optimal (skala hedonik 3.48 dari skala 5.00), dibandingkan warna minuman komersil berbasis jahe (skor hedonik 2.84 dari skala 5.00).

Penyimpangan atribut mutu citarasa minuman terjadi setelah sembilan hari penyimpanan di suhu refrigerator, ditandai dengan munculnya citarasa fermented (terfermentasi) dan pahit, sedangkan atribut mutu warna minuman relatif stabil hingga penyimpanan sembilan hari di suhu refrigerator. Suhu simpan yang semakin tinggi dan waktu simpan yang semakin lama berpengaruh nyata terhadap penurunan aktivitas antioksidan dan nilai pH minuman selama penyimpanan (α = 0.05). Suhu simpan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai TPT minuman, sedangkan waktu simpan berpengaruh nyata terhadap penurunan nilai TPT minuman pada penyimpanan selama 15 hari (α = 0.05).

Jumlah total mikroba dan kapang-khamir minuman pada suhu refrigerator hingga 15 hari penyimpanan masih memenuhi syarat yang mengacu pada SNI 01-3719-1995, yaitu <2.0 x 102 koloni/ml untuk TPC dan <5.0 x 101 koloni/ml untuk total kapang-khamir. Kandungan total polifenol tertinggi (890 ppm Tannic Acid Equivalent, disingkat TAE) terdapat dalam minuman formula optimal pada penyimpanan selama 15 hari di suhu refrigerator.


(7)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 03 Mei 1984. Penulis adalah anak pertama dari pasangan Binggianto Edhi Giantoro dan Hioe Tjioe Khin. Penulis memulai pendidikan formalnya pada tahun 1988–1990 di TK Don Bosco II, Jakarta. Pendidikan SD ditempuh pada tahun 1990–1996 dan SMP pada tahun 1996-1999 di sekolah yang sama. Selepas SMP, penulis melanjutkan pendidikannya di SMU Don Bosco II Jakarta hingga tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa IPB pada Departemen Teknologi Pangan dan Gizi (yang saat ini menjadi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan), Fakultas Teknologi Pertanian IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

Selama kuliah penulis aktif di beberapa organisasi baik di dalam maupun di luar kampus, yaitu menjadi ketua BKO FoodChat Club HIMITEPA (Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan), ketua divisi komoditas pangan di fgW student Forum, anggota IAAS (International Association of Students in Agricultural and Related Sciences) LC IPB, sekjen IDC (IPB english Debating Community), anggota tim pendamping kuliah agama Katolik, dan anggota PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik RI) cabang Bogor. Selama menjadi mahasiswa di IPB, penulis memperoleh beberapa penghargaan yaitu terpilih sebagai Mahasiswa Berprestasi tingkat IPB tahun 2005, Grand Final Adjudicator di kompetisi IVED (Indonesian Varsity English Debate) tahun 2006. Selain itu penulis juga terpilih dalam kegiatan Sampoerna’s Best Student Visit Program tahun 2005. Penulis juga aktif sebagai staf pengajar Bahasa Inggris di Lingua Franca Institute, kampus IPB Darmaga.

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana, penulis melakukan kegiatan penelitian selama enam bulan. Hasil penelitian tersebut disusun dalam bentuk skripsi dengan judul “Formulasi Minuman Fungsional Berbasis Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus Bl. Miq) yang didasarkan pada Optimasi Aktivitas Antioksidan, Mutu Citarasa dan Warna” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M.Agr. dan Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat serta karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu penyelesaian skripsi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung:

1. Keluargaku tercinta: Papi, Mami, dan Yoha yang selalu memberikan

dukungan (moril maupun materiil) dan perhatian bagi penulis selama menyelesaikan studi di IPB.

2. Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M.Agr. untuk semua bimbingan, bekal hidup,

dan yang telah menjadi ibu asuh bagi penulis selama penulis menjadi mahasiswa di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB.

3. Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum selaku pembimbing skripsi yang telah

banyak meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan perhatian selama penulis melakukan penelitian.

4. Ir. Budi Nurtama, M.Agr. atas kesediaannya menguji penulis saat ujian akhir

sarjana serta atas bimbingan dan semua masukan konstruktif yang telah diberikan bagi perbaikan skripsi ini.

5. Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman dan semua keluarga besar Pusat Studi

Biofarmaka (Bu Nunu, Mas Zaim, Mba Ina, Mba Susi, Endi, dll.) atas kerjasama dan bantuan fasilitas yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir.

6. Semua Laboran: Pak Gatot, Pak Koko, Pak Sobirin, Pak Wachid, Bu Rubiyah,

Pak Moel, Teh Ida, Mas Edi, Pak Rojak, Mba Ari, Mba Sri, dan Mba Darsih yang banyak membantu penulis selama penelitian di Laboratorium ITP.

7. Ibu Mizue Hara dan seluruh keluarga besar Yayasan Goodwill International

(Bu Cri, Mba Rosa, & semua Goodwill’ers), yang telah memberikan semua

bekal leadership training, juga secara khusus kepada AWA (American

Women’s Association of Indonesia) untuk beasiswa yang diberikan kepada penulis selama penulis menyelesaikan studi S1.

8. Pak Paulus, Mba Vieta, dan semua kerabat dari PT. Sensient Technologies

Indonesia atas perhatian dan dukungan luar biasa yang diberikan pada penulis.


(9)

9. Woro, Evrin, Ijal, Dadik, dan Didin atas ketulusannya dalam membantu penulis mengurus segala hal teknis untuk menyukseskan ujian akhir sarjana.

10.Maria Dewi (Mohung) di Hokkaido, Jepang yang telah banyak membantu

penulis mencarikan jurnal-jurnal internasional sebagai bahan pustaka skripsi.

11.Teman-teman sebimbingan, khususnya Vivi, Arti, Maya, Hansib, dan

teman-teman angkatan 40, 41, dan 42.

12.Para panelis yang telah banyak membantu penulis dalam mendapatkan data

hasil penelitian. Secara khusus penulis mengucapkan terimakasih kepada para panelis terlatih (Anto, Christine, Hardianzah, Hendy, Tya, Arief, Lutfi, Sucen, Tri Eko, dan Ulik) yang telah menyediakan waktunya dalam uji deskripsi.

13.Seluruh teman ITP angkatan 39, termasuk golongan A1 (Mumus, Iqbal, dan

Ansor) atas kerjasamanya yang luar biasa dan atas semua kenangan berkesan selama penulis menjadi mahasiswa di IPB. Teman-teman ngelab yang kadang suka lembur bareng: anak mie (Elvina, Karen, Inggrid, Pretty, Meilina), anak pati (Shinta, Nanda, Ribka, Manginar), Risna, Qky, Hana, Manto, dll.

14.Vero, Beatrcie, Yoanita, dan Deliana yang telah meminjamkan UPS dan

printernya selama penulis menyelesaikan penulisan skripsi dan semua teman sekosan (P-45) yang senantiasa memberikan semangat kepada penulis selama menyelesaikan tugas akhir. Secara khusus penulis juga mengucapkan

terimakasih kepada Willy yang telah menjadi roommate penulis selama 3 thn.

15.Teman-teman Sampoerna’s Best Student 2005: Widya, Ruly, Andri, Aryo,

Izul, dll., dan Mas Yudy yang tidak pernah berhenti menyemangati penulis untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

16.Semua teman-teman tim pendamping dan semua adik-adik dampinganku,

teman seperjuangan di PMKRI, FoodChat Club, IDC, IAAS, fgw student forum, Lingua Franca Institute, mapresnas 2005, paduan suara FATETA, dan teman-teman koor mahasiswa Katolik IPB.

17.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, penulis

mengucapkan banyak terimakasih atas semua dukungan yang telah diberikan selama penulis menyelesaikan studi di IPB.

Bogor, Februari 2007 Penulis


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA... 4

A. PANGAN FUNGSIONAL... 4

B. REMPAH-REMPAH SEBAGAI SUMBER ANTIOKSIDAN 5 C. KUMIS KUCING (Orthosiphon aristatus Bl. Miq.) ... 6

D. JAHE (Zingiber officinale Roscoe) ... 8

E. KAYU SECANG (Caesalpinia sappan Linn.)... 10

F. TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) ... 12

G. LEMON (Citrus medica var. Lemon) ... 13

H. ASPEK CITARASA (FLAVOR) DAN WARNA REMPAH ... 15

I. EVALUASI SENSORI SEBAGAI ALAT UNTUK MENILAI MUTU ORGANOLEPTIK BAHAN PANGAN... 18

J. MIXTURE EXPERIMENT (ME) ... 19

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 22

A. BAHAN DAN ALAT ... 22

B. METODE ... 23

1. Penelitian Pendahuluan ... 23

2. Penelitian Lanjutan ... 24

C. ANALISIS ... 26

1. Kadar Air... 26

2. Rendemen ... 28


(11)

SKRIPSI

FORMULASI MINUMAN FUNGSIONAL BERBASIS KUMIS KUCING (Orthosiphon aristatus Bl. Miq) YANG DIDASARKAN PADA OPTIMASI

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN, MUTU CITARASA DAN WARNA

Oleh HEROLD F24102003

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

FORMULASI MINUMAN FUNGSIONAL BERBASIS KUMIS KUCING (Orthosiphon aristatus Bl. Miq) YANG DIDASARKAN PADA OPTIMASI

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN, MUTU CITARASA DAN WARNA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh HEROLD F24102003

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(13)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

FORMULASI MINUMAN FUNGSIONAL BERBASIS KUMIS KUCING (Orthosiphon aristatus Bl. Miq) YANG DIDASARKAN PADA OPTIMASI

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN, MUTU CITARASA DAN WARNA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh HEROLD F24102003

Dilahirkan pada tanggal 03 Mei 1984 di Jakarta

Tanggal lulus: 02 Februari 2007

Menyetujui, Bogor, Februari 2007

Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M.Agr. Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Ketua Departemen


(14)

Our greatest glory is not never in falling,

but in rising every time we fall...


(15)

Herold. F24102003. Formulasi Minuman Fungsional Berbasis Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus Bl. Miq) yang didasarkan pada Optimasi Aktivitas Antioksidan, Mutu Citarasa dan Warna. Di bawah bimbingan C. Hanny Wijaya dan Harsi D. Kusumaningrum. 2007.

RINGKASAN

Kumis kucing (Orthosiphon aristatus B1. Miq) merupakan salah satu jenis tanaman obat yang dapat dimanfaatkan sebagai minuman fungsional. Tanaman ini banyak dibudidayakan dengan sistem tumpang sari dengan tanaman palawija. Penelitian yang memanfaatkan kumis kucing sebagai basis dalam formulasi minuman fungsional belum pernah dilakukan, baru sampai pada tahap pengujian toksisitas.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula minuman fungsional berbasis kumis kucing yang didasarkan pada tingkat kesukaan panelis terhadap warna dan citarasa (aroma dan rasa) serta memiliki aktivitas antioksidan yang setara atau lebih tinggi dibandingkan dengan produk minuman fungsional tradisional komersil lainnya.

Penelitian dibagi menjadi dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan ekstrak yang optimal dari masing-masing bahan baku dan memperoleh formula awal minuman. Penelitian lanjutan bertujuan untuk mendapatkan formula minuman fungsional yang optimal. Optimasi formula minuman dilakukan dengan metode Mixture Experiment, menggunakan bantuan piranti lunak Design Expert 7.0®. Variabel respon sebagai parameter untuk menetapkan nilai target optimasi formulasi minuman diukur berdasarkan hasil uji aktivitas antioksidan minuman berdasarkan prinsip spektrofotometri (metode penangkapan senyawa radikal bebas stabil DPPH) dan hasil uji organoleptik minuman (metode hedonik dengan parameter citarasa dan warna).

Pengujian stabilitas minuman dilakukan terhadap minuman dengan formula optimal pada tiga taraf suhu simpan, yaitu suhu refrigerator (1-3°C), suhu kamar (±30°C), dan suhu tinggi (±55°C). Stabilitas minuman yang diamati meliputi: aktivitas antioksidan selama 15 hari penyimpanan, karakter citarasa dan warna minuman (pengamatan sensori secara individual) selama sembilan hari penyimpanan, nilai pH, nilai total padatan terlarut (TPT), derajat warna minuman (nilai L dan °Hue), total mikroba (metode Total Plate Count) selama sembilan hari penyimpanan, serta total kapang-khamir dan pengukuran total polifenol minuman pada akhir penyimpanan (hari ke-15).

Fomula minuman dengan kombinasi ekstrak kumis kucing a%, ekstrak jahe b%, ekstrak secang c%, ekstrak lemon d%, dan ekstrak temulawak e% dipilih sebagai minuman dengan formula optimal. Aktivitas antioksidan minuman formula optimal (621.78 ppm Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Capacity, disingkat AEAC) tidak berbeda nyata dibandingkan aktivitas antioksidan tertinggi yang mampu dicapai komponen tunggalnya, yaitu kumis kucing 100% (650.11 ppm AEAC) pada taraf signifikansi 5%. Minuman formula optimal terbukti memiliki aktivitas antioksidan yang secara nyata lebih tinggi dibandingkan


(16)

aktivitas antioksidan beberapa produk minuman fungsional berbasis rempah komersil pada taraf signifikansi 5%.

Skor kesukaan panelis terhadap citarasa minuman formula optimal (skor hedonik 3.32 dari skala 5.00) tidak dapat dibedakan secara nyata dibandingkan skor kesukaan panelis terhadap citarasa beberapa produk minuman komersil pada taraf signifikansi 5%. Panelis lebih menyukai (α = 0.05) warna minuman formula optimal (skala hedonik 3.48 dari skala 5.00), dibandingkan warna minuman komersil berbasis jahe (skor hedonik 2.84 dari skala 5.00).

Penyimpangan atribut mutu citarasa minuman terjadi setelah sembilan hari penyimpanan di suhu refrigerator, ditandai dengan munculnya citarasa fermented (terfermentasi) dan pahit, sedangkan atribut mutu warna minuman relatif stabil hingga penyimpanan sembilan hari di suhu refrigerator. Suhu simpan yang semakin tinggi dan waktu simpan yang semakin lama berpengaruh nyata terhadap penurunan aktivitas antioksidan dan nilai pH minuman selama penyimpanan (α = 0.05). Suhu simpan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai TPT minuman, sedangkan waktu simpan berpengaruh nyata terhadap penurunan nilai TPT minuman pada penyimpanan selama 15 hari (α = 0.05).

Jumlah total mikroba dan kapang-khamir minuman pada suhu refrigerator hingga 15 hari penyimpanan masih memenuhi syarat yang mengacu pada SNI 01-3719-1995, yaitu <2.0 x 102 koloni/ml untuk TPC dan <5.0 x 101 koloni/ml untuk total kapang-khamir. Kandungan total polifenol tertinggi (890 ppm Tannic Acid Equivalent, disingkat TAE) terdapat dalam minuman formula optimal pada penyimpanan selama 15 hari di suhu refrigerator.


(17)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 03 Mei 1984. Penulis adalah anak pertama dari pasangan Binggianto Edhi Giantoro dan Hioe Tjioe Khin. Penulis memulai pendidikan formalnya pada tahun 1988–1990 di TK Don Bosco II, Jakarta. Pendidikan SD ditempuh pada tahun 1990–1996 dan SMP pada tahun 1996-1999 di sekolah yang sama. Selepas SMP, penulis melanjutkan pendidikannya di SMU Don Bosco II Jakarta hingga tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa IPB pada Departemen Teknologi Pangan dan Gizi (yang saat ini menjadi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan), Fakultas Teknologi Pertanian IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

Selama kuliah penulis aktif di beberapa organisasi baik di dalam maupun di luar kampus, yaitu menjadi ketua BKO FoodChat Club HIMITEPA (Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan), ketua divisi komoditas pangan di fgW student Forum, anggota IAAS (International Association of Students in Agricultural and Related Sciences) LC IPB, sekjen IDC (IPB english Debating Community), anggota tim pendamping kuliah agama Katolik, dan anggota PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik RI) cabang Bogor. Selama menjadi mahasiswa di IPB, penulis memperoleh beberapa penghargaan yaitu terpilih sebagai Mahasiswa Berprestasi tingkat IPB tahun 2005, Grand Final Adjudicator di kompetisi IVED (Indonesian Varsity English Debate) tahun 2006. Selain itu penulis juga terpilih dalam kegiatan Sampoerna’s Best Student Visit Program tahun 2005. Penulis juga aktif sebagai staf pengajar Bahasa Inggris di Lingua Franca Institute, kampus IPB Darmaga.

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana, penulis melakukan kegiatan penelitian selama enam bulan. Hasil penelitian tersebut disusun dalam bentuk skripsi dengan judul “Formulasi Minuman Fungsional Berbasis Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus Bl. Miq) yang didasarkan pada Optimasi Aktivitas Antioksidan, Mutu Citarasa dan Warna” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M.Agr. dan Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum.


(18)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat serta karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu penyelesaian skripsi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung:

1. Keluargaku tercinta: Papi, Mami, dan Yoha yang selalu memberikan

dukungan (moril maupun materiil) dan perhatian bagi penulis selama menyelesaikan studi di IPB.

2. Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M.Agr. untuk semua bimbingan, bekal hidup,

dan yang telah menjadi ibu asuh bagi penulis selama penulis menjadi mahasiswa di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB.

3. Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum selaku pembimbing skripsi yang telah

banyak meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan perhatian selama penulis melakukan penelitian.

4. Ir. Budi Nurtama, M.Agr. atas kesediaannya menguji penulis saat ujian akhir

sarjana serta atas bimbingan dan semua masukan konstruktif yang telah diberikan bagi perbaikan skripsi ini.

5. Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman dan semua keluarga besar Pusat Studi

Biofarmaka (Bu Nunu, Mas Zaim, Mba Ina, Mba Susi, Endi, dll.) atas kerjasama dan bantuan fasilitas yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir.

6. Semua Laboran: Pak Gatot, Pak Koko, Pak Sobirin, Pak Wachid, Bu Rubiyah,

Pak Moel, Teh Ida, Mas Edi, Pak Rojak, Mba Ari, Mba Sri, dan Mba Darsih yang banyak membantu penulis selama penelitian di Laboratorium ITP.

7. Ibu Mizue Hara dan seluruh keluarga besar Yayasan Goodwill International

(Bu Cri, Mba Rosa, & semua Goodwill’ers), yang telah memberikan semua

bekal leadership training, juga secara khusus kepada AWA (American

Women’s Association of Indonesia) untuk beasiswa yang diberikan kepada penulis selama penulis menyelesaikan studi S1.

8. Pak Paulus, Mba Vieta, dan semua kerabat dari PT. Sensient Technologies

Indonesia atas perhatian dan dukungan luar biasa yang diberikan pada penulis.


(19)

9. Woro, Evrin, Ijal, Dadik, dan Didin atas ketulusannya dalam membantu penulis mengurus segala hal teknis untuk menyukseskan ujian akhir sarjana.

10.Maria Dewi (Mohung) di Hokkaido, Jepang yang telah banyak membantu

penulis mencarikan jurnal-jurnal internasional sebagai bahan pustaka skripsi.

11.Teman-teman sebimbingan, khususnya Vivi, Arti, Maya, Hansib, dan

teman-teman angkatan 40, 41, dan 42.

12.Para panelis yang telah banyak membantu penulis dalam mendapatkan data

hasil penelitian. Secara khusus penulis mengucapkan terimakasih kepada para panelis terlatih (Anto, Christine, Hardianzah, Hendy, Tya, Arief, Lutfi, Sucen, Tri Eko, dan Ulik) yang telah menyediakan waktunya dalam uji deskripsi.

13.Seluruh teman ITP angkatan 39, termasuk golongan A1 (Mumus, Iqbal, dan

Ansor) atas kerjasamanya yang luar biasa dan atas semua kenangan berkesan selama penulis menjadi mahasiswa di IPB. Teman-teman ngelab yang kadang suka lembur bareng: anak mie (Elvina, Karen, Inggrid, Pretty, Meilina), anak pati (Shinta, Nanda, Ribka, Manginar), Risna, Qky, Hana, Manto, dll.

14.Vero, Beatrcie, Yoanita, dan Deliana yang telah meminjamkan UPS dan

printernya selama penulis menyelesaikan penulisan skripsi dan semua teman sekosan (P-45) yang senantiasa memberikan semangat kepada penulis selama menyelesaikan tugas akhir. Secara khusus penulis juga mengucapkan

terimakasih kepada Willy yang telah menjadi roommate penulis selama 3 thn.

15.Teman-teman Sampoerna’s Best Student 2005: Widya, Ruly, Andri, Aryo,

Izul, dll., dan Mas Yudy yang tidak pernah berhenti menyemangati penulis untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

16.Semua teman-teman tim pendamping dan semua adik-adik dampinganku,

teman seperjuangan di PMKRI, FoodChat Club, IDC, IAAS, fgw student forum, Lingua Franca Institute, mapresnas 2005, paduan suara FATETA, dan teman-teman koor mahasiswa Katolik IPB.

17.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, penulis

mengucapkan banyak terimakasih atas semua dukungan yang telah diberikan selama penulis menyelesaikan studi di IPB.

Bogor, Februari 2007 Penulis


(20)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA... 4

A. PANGAN FUNGSIONAL... 4

B. REMPAH-REMPAH SEBAGAI SUMBER ANTIOKSIDAN 5 C. KUMIS KUCING (Orthosiphon aristatus Bl. Miq.) ... 6

D. JAHE (Zingiber officinale Roscoe) ... 8

E. KAYU SECANG (Caesalpinia sappan Linn.)... 10

F. TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) ... 12

G. LEMON (Citrus medica var. Lemon) ... 13

H. ASPEK CITARASA (FLAVOR) DAN WARNA REMPAH ... 15

I. EVALUASI SENSORI SEBAGAI ALAT UNTUK MENILAI MUTU ORGANOLEPTIK BAHAN PANGAN... 18

J. MIXTURE EXPERIMENT (ME) ... 19

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 22

A. BAHAN DAN ALAT ... 22

B. METODE ... 23

1. Penelitian Pendahuluan ... 23

2. Penelitian Lanjutan ... 24

C. ANALISIS ... 26

1. Kadar Air... 26

2. Rendemen ... 28


(21)

Halaman

3. Aktivitas Antioksidan, metode DPPH... 28

4. Uji Organoleptik, metode skala hedonik ... 29

5. Nilai pH... 29

6. Total Padatan Terlarut... 29

7. Derajat Warna, metode Hunter ... 29

8. Total Mikroba (Total Plate Count) ... 30

9. Total Kapang-Khamir ... 31

10. Total Polifenol, metode Folin-Denis... 31

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

A. PENELITIAN PENDAHULUAN ... 32

1. Ekstraksi Bahan Baku ... 32

2. Pemilihan Jenis Ekstrak Rempah Berdasarkan Aktivitas Antioksidan dan Mutu Organoleptiknya ... 34

3. Formulasi Awal Minuman ... 40

B. PENELITIAN LANJUTAN ... 46

1. Optimasi Formula Minuman Menggunakan Design Expert 7.0® ... 46

2. Pengamatan Stabilitas Minuman Formula Optimal (Minuman Formula 943) Selama Penyimpanan ... 58

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 74

A. KESIMPULAN ... 74

B. SARAN ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 76

LAMPIRAN ... 83


(22)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Formulasi minuman fungsional yang pernah diteliti

sebelumnya ... 5

Tabel 2. Komposisi kimia jus jeruk lemon ... 14

Tabel 3. Komponen volatil dalam jus lemon ... 15

Tabel 4. Rancangan percobaan hasil olahan program Design

Expert 7.0® ... 25

Tabel 5. Deskripsi warna berdasarkan °Hue ... 30

Tabel 6. Kadar air bahan baku dan rendemen berbagai ekstrak

rempah ... 34

Tabel 7. Perbandingan kombinasi secang-air dalam ekstraksi

secang ... 39

Tabel 8. Karakter citarasa minuman pada berbagai konsentrasi

total ekstrak rempah (% b/v) ... 45

Tabel 9. Formulasi umum minuman fungsional (per 100 ml

minuman)... 45

Tabel 10. Kisaran konsentrasi masing-masing variabel uji ... 46

Tabel 11. Rancangan percobaan 19 model minuman dengan semua

variabel responnya (antioksidan, citarasa, dan warna)... 48

Tabel 12. Model ordo terpilih dan persamaan polinomial

masing-masing variabel respon... 50

Tabel 13. Analisis ragam (ANOVA) masing-masing variabel

respon... 50

Tabel 14. Tiga formula minuman terpilih hasil optimasi Design

Expert 7.0® ... 51


(23)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Tanaman kumis kucing (bunga, daun, dan batangnya)... 7

Gambar 2. Rimpang jahe gajah, jahe emprit, dan jahe merah... 9

Gambar 3. Degradasi gingerol dalam suasana asam... 10

Gambar 4. Pohon secang dan irisan kayu secang... 11

Gambar 5. Struktur kimia brazilin dan brazilein ... 11

Gambar 6. Bunga dan rimpang temulawak... 12

Gambar 7. Jeruk lemon utuh (kiri) & penampang melintang

(kanan) ... 14

Gambar 8. Diagram alir metodologi penelitian... 27

Gambar 9. Pengukuran aktivitas antioksidan metode DPPH... 28

Gambar 10. Pengukuran total polifenol metode Folin-Denis... 31

Gambar 11. Reaksi penangkapan radikal bebas stabil oleh

antioksidan ... 35

Gambar 12. Aktivitas antioksidan berbagai ekstrak rempah (dalam

ppm AEAC)... 36

Gambar 13. Warna ekstrak air secang dalam berbagai konsentrasi.... 40

Gambar 14. Warna formula minuman yang tidak ditambah ekstrak jeruk (merah) dan yang ditambah ekstrak jeruk

(kuning)... 44

Gambar 15. Contour plot yang menunjukkan nilai desirability

minuman dengan formula optimal ... 52

Gambar 16. Gambar 3D yang menunjukkan nilai desirability

terhadap minuman dengan formula optimal ... 52

Gambar 17. Aktivitas antioksidan minuman komponen tunggal

(dalam ppm AEAC)... 53


(24)

Halaman Gambar 18. Perbandingan aktivitas antioksidan minuman formula

optimal (formula) 943 dengan beberapa produk

komersil... 55

Gambar 19. Skor kesukaan panelis terhadap citarasa minuman

formula 943 vs. minuman komersil ... 56

Gambar 20. Skor kesukaan panelis terhadap warna minuman

formula 943 vs. produk komersil... 57

Gambar 21. Aktivitas antioksidan minuman formula 943 selama 15

hari di berbagai suhu penyimpanan... 60

Gambar 22. Pengamatan nilai pH minuman formula 943 selama 15

hari di berbagai suhu penyimpanan... 63

Gambar 23. Pengamatan nilai TPT minuman formula 943 selama 15

hari di berbagai suhu penyimpanan... 65

Gambar 24. Derajat kecerahan (nilai L) minuman formula 943

selama 15 hari di berbagai suhu penyimpanan... 66

Gambar 25. Kisaran warna (°Hue) minuman formula 943 selama 15

hari di berbagai suhu penyimpanan ... 68

Gambar 26. Penampakan visual warna minuman formula 943 selama dua hari penyimpanan pada suhu refrigerator

(kiri), suhu kamar (tengah), dan suhu 55°C (kanan)... 68

Gambar 27. Pengamatan total mikroba (TPC) minuman formula 943

selama 9 hari di berbagai suhu penyimpanan ... 69

Gambar 28. Total kapang-khamir minuman formula 943 selama 15 hari di berbagai suhu penyimpanan vs. minuman segar

komersil rasa jeruk... 71

Gambar 29. Kandungan total polifenol (dalam ppm TAE) minuman formula 943 vs. total polifenol minuman komersil siap

minum berbasis Zingiberaceae... 73


(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Diagram alir proses pembuatan ekstrak air daun kumis

kucing ... 84

Lampiran 2. Diagram alir proses pembuatan ekstrak jahe ... 85

Lampiran 3. Diagram alir proses pembuatan ekstrak air secang ... 86

Lampiran 4. Diagram alir proses pembuatan ekstrak temulawak ... 87

Lampiran 5. Kurva standar asam askorbat dan persamaan regresinya 88

Lampiran 6. Hasil uji T-student aktivitas antioksidan ekstrak daun

kumis kucing segar dibandingkan daun kumis kucing

kering matahari... 89

Lampiran 7. Hasil analisis ragam aktivitas antioksidan ekstrak jahe

gajah, jahe emprit, dan jahe merah ... 90

Lampiran 8. Perbandingan mutu warna ekstrak air secang beserta

deskripsi warnanya secara obyektif ... 91

Lampiran 9. Diagram alir pembuatan larutan stok gula pasir... 92

Lampiran 10. Diagram alir pembuatan larutan stok CMC 1%... 93

Lampiran 11. Diagram alir pembuatan larutan stok natrium benzoat

5000 ppm ... 94

Lampiran 12. Diagram alir proses pembuatan ekstrak jeruk lemon ... 95

Lampiran 13. Hasil uji T-student aktivitas antioksidan ekstrak jeruk

nipis dan jeruk lemon... 96

Lampiran 14. Prosedur pembuatan minuman fungsional berbasis

kumis kucing (per 100 ml minuman)... 97

Lampiran 15. Contoh format lembar uji kesukaan panelis terhadap

citarasa dan warna model minuman ... 98

Lampiran 16. Skor kesukaan panelis terhadap citarasa 19 model

minuman... 99

Lampiran 17. Skor kesukaan panelis terhadap warna 19 model

minuman... 100


(26)

Halaman Lampiran 18. Model ordo dan hasil analisis ragam (ANOVA) semua

variabel respon terhadap model minuman (Design

Expert 7.0®)... 101

Lampiran 19. Persamaan polinomial semua variabel respon ... 103

Lampiran 20. Ringkasan hasil optimasi formula minuman dengan

prediksi respon (Design Expert 7.0®)... 109

Lampiran 21. Hasil uji T-student aktivitas antioksidan minuman

formula 943 vs. aktivitas antioksidan minuman kumis

kucing... 110 Lampiran 22. Hasil analisis ragam (ANOVA) aktivitas antioksidan

minuman formula 943 vs. aktivitas antioksidan

beberapa produk komersil ... 111

Lampiran 23. Hasil analisis ragam (ANOVA) skor kesukaan panelis berdasarkan citarasa terhadap minuman formula 943

vs. produk komersil ... 113

Lampiran 24. Hasil analisis ragam (ANOVA) skor kesukaan panelis berdasarkan warna terhadap minuman formula 943 vs.

produk komersil ... 115

Lampiran 25. Hasil analisis ragam (ANOVA) aktivitas antioksidan minuman formula 943 selama 15 hari di berbagai suhu

penyimpanan ... 117

Lampiran 26. Hasil analisis ragam (ANOVA) nilai pH minuman formula 943 selama 15 hari di berbagai suhu

penyimpanan ... 119

Lampiran 27. Hasil analisis ragam (ANOVA) nilai TPT minuman formula 943 selama 15 hari di berbagai suhu

penyimpanan ... 121


(27)

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Tradisi mengkonsumsi tumbuhan obat atau rempah-rempah dalam bentuk ramuan jamu tradisional telah dikenal dan diakui secara luas oleh masyarakat, baik untuk maksud pemeliharaan kesehatan dan kebugaran jasmani, pencegahan penyakit (preventif), pengobatan (kuratif), maupun pemulihan kesehatan (rehabilitatif). Namun sayangnya tidak semua masyarakat menyukai ramuan jamu tradisional karena citarasa jamu yang diidentikkan dengan aroma tajam dan rasa pahit sehingga menurunkan nilai palatabilitas minuman tersebut. Akibatnya, tidak semua masyarakat mendapatkan khasiat kesehatan dari ramuan jamu tradisional.

Sifat sensori, khususnya aspek citarasa dan warna suatu bahan pangan menjadi faktor utama yang menentukan penerimaan konsumen. Oleh karena itu, nilai palatabilitas menjadi faktor penting dalam formulasi pangan fungsional selain aspek nutrisi dan fisiologikal yang mampu memberi pengaruh kesehatan terhadap tubuh (Ichikawa, 1994). Fenomena menunjukkan bahwa semakin banyak konsumen sadar akan pentingnya kesehatan, menempatkan produk pangan fungsional menjadi tren pangan masa kini (Hariyadi, 2006).

Tren minuman fungsional sedang diminati oleh konsumen karena dipercaya berkhasiat bagi kesehatan. Sebagian besar minuman fungsional tersebut terbuat dari kombinasi bahan rempah-rempah tradisional. Beberapa contoh hasil kajian formulasi minuman fungsional tradisional yang terbukti memiliki khasiat bagi kesehatan antara lain: bir pletok (Dulimarta, 2001), minuman madai

(Girsang, 2003), minuman Cinna-Ale (Oktaviany, 2002), serta minuman

fungsional tradisional berbasis jahe seperti wedang jahe, bajigur, sekoteng, bandrek, dan serbat.

Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya hayati terbesar kedua setelah Brazil dengan lebih dari 28.000 spesies tanaman. Meskipun demikian, baru sekitar 1.000 spesies tanaman yang terdaftar dalam Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) yang telah digunakan untuk memproduksi pangan fungsional,


(28)

semestinya menjadi salah satu keunggulan komparatif bagi daya saing Indonesia, khususnya untuk mengembangkan produk pangan fungsional.

Kumis kucing (Orthosiphon aristatus B1. Miq) merupakan salah satu jenis

tanaman obat yang dapat dimanfaatkan sebagai minuman fungsional, karena di dalamnya banyak mengandung senyawa flavonoid lipofilik yang berfungsi

sebagai antioksidan (Dzulkarnain et al., 1999). Budidaya kumis kucing di kebun

pembibitan tanaman meningkat secara pesat dengan persentase pertumbuhan mencapai sekitar 90-95% (Ghulamahdi dan Iswadi, 2006), terutama ketika diketahui bahwa ekstrak daun kumis kucing dapat dimanfaatkan sebagai aktivator pembusukan sampah daun mahoni menjadi pupuk kompos yang dapat

meningkatkan produktivitas hutan damar (Agathis loranthifolia). Kumis kucing

juga banyak dibudidayakan dengan sistem tumpang sari dengan tanaman palawija (misalnya jagung) untuk memberi keseimbangan nutrien tanah sehingga dapat

meningkatkan produktivitas hutan damar (Wijanarko et al., 2006).

Penelitian yang memanfaatkan kumis kucing sebagai basis dalam formulasi minuman fungsional belum pernah dilakukan, baru sampai pada tahap pengujian toksisitas (Kusumaningrum, 2005). Penelitian ini diharapkan dapat melanjutkan mata rantai penelitian yang telah dilakukan khususnya untuk mendapatkan formulasi minuman berbasis kumis kucing yang selain telah terbukti memiliki sifat fungsional tetapi juga memiliki mutu organoleptik yang baik.

Pengembangan formulasi minuman menjadi penting untuk keperluan

manufacturing sehingga dapat menghasilkan pangan fungsional yang bisa diterima oleh masyarakat dari segi sensorinya. Pencampuran rempah-rempah dalam formulasi minuman dapat dilakukan untuk memperoleh suatu kombinasi antioksidan (aspek fisiologikal) dengan aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan jika hanya digunakan secara terpisah/ tunggal. Beberapa rempah lain seperti kayu

secang (Fuke et al., 1985; Sundari et al., 1998), temulawak (Jitoe et al., 1992;

Masuda et al., 1992), serta lemon (Sun et al., 2002) juga telah diteliti memiliki

aktivitas antioksidan. Studi pada mahasiswa yang diberi minuman jahe

menunjukkan adanya perbaikan sistem imun atau kekebalan tubuh (Zakaria et al.,

2000).


(29)

Selain aktivitas antioksidan dan mutu sensori formula minuman, mutu mikrobiologis (total mikroba dan total kapang-khamir) juga merupakan faktor penting untuk mengetahui keamanan produk yang dihasilkan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan tentang formulasi minuman fungsional berbasis rempah, khususnya tanaman kumis kucing, sebagai upaya pemanfaatan rempah-rempah Indonesia.

B. TUJUAN

Mendapatkan formula minuman fungsional berbasis kumis kucing yang didasarkan pada tingkat kesukaan panelis terhadap warna dan citarasa (aroma dan rasa) serta memiliki aktivitas antioksidan yang setara atau lebih tinggi dibandingkan dengan produk minuman fungsional komersil berbasis rempah lainnya.


(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA A. PANGAN FUNGSIONAL

Jepang merupakan negara yang diakui sebagai negara pelopor pengembangan produk-produk pangan fungsional. Pada tahun 1984–1986, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jepang menyelesaikan suatu laporan mengenai analisis data statistik terhadap nilai nutrisi pangan. Konsep ”pangan fungsional” pertama kali diperkenalkan dalam laporan tersebut, yaitu pangan yang memiliki tiga fungsi dasar dalam tubuh manusia (Ichikawa, 1994). Fungsi primer pangan dilihat dari aspek nutrisional (gizi tinggi), fungsi sekunder pangan yaitu sifat sensori (penampilan menarik serta citarasa yang enak), dan fungsi tersier pangan yang mengarah pada aspek fisiologikal (pengaruh positif bagi kesehatan tubuh).

Setelah melalui perdebatan yang cukup panjang, akhirnya Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Jepang mendefinisikan pangan fungsional sebagai pangan olahan yang mengandung ingridien yang mampu membantu fungsi tubuh secara spesifik selain memiliki nilai gizi (Ichikawa, 1994). Beberapa fungsi fisiologikal pangan meliputi fungsi yang mampu meningkatkan daya tahan tubuh, mencegah timbulnya penyakit seperti hipertensi dan diabetes, membantu pemulihan kesehatan, mengatur kondisi ritme fisik tubuh, dan menghambat proses penuaan (Cole, 1991 seperti dikutip oleh: Ichikawa, 1994).

Konsep mengenai minuman, misalnya jamu atau minuman berbasis rempah-rempah, yang erat kaitannya dengan kesehatan dan fungsi pencegahan terhadap penyakit bukanlah hal yang baru. Dalam pendekatan yang holistik terhadap kesehatan dan diet yang dimulai tahun 1970-an terlihat jelas bahwa pangan tertentu mempunyai fungsi yang spesifik secara biokimiawi. Beberapa formula minuman fungsional berbasis rempah-rempah yang telah diteliti, terutama pada aspek antioksidan dan total fenoliknya, serta aktivitas antibakteri dirangkum dalam Tabel 1.


(31)

Tabel 1. Formulasi minuman fungsional yang pernah diteliti sebelumnya Peneliti (tahun) Jenis dan total ekstrak rempah dalam minuman Krisnayunita (2002) minuman sari temulawak (total ekstrak 2 – 3.5%) Yusuf (2003) minuman sari jahe (total ekstrak 7 – 11% v/v),

minuman sari sereh (total ekstrak 5 – 11% v/v) Sejati (2002) minuman sari asam (total ekstrak 4 – 6%),

minuman sari kunyit (total ekstrak 9 – 13%) Prihantini (2003) minuman sari sereh (total ekstrak 5 – 10% v/v),

minuman sari jahe (total ekstrak 5 – 10% v/v) Girsang (2003) minuman madai (total ekstrak rempah 0.65% b/v) Oktaviany (2002) minuman Cinna-Ale (total ekstrak rempah 5% b/v) Dulimarta (2001) minuman bir pletok (total ekstrak rempah 1% b/v)

B. REMPAH-REMPAH SEBAGAI SUMBER ANTIOKSIDAN

Kata rempah-rempah diturunkan dari bahasa Latin, yaitu spices aromatacea yang berarti buah-buahan bumi (Farrell, 1990). The American Spice Trade Association mendefinisikan rempah-rempah (spice) sebagai semua bahan berasal dari tanaman yang bersifat harum (fragrant), atau beraroma khas (aromatic), atau bercitarasa kuat dan tajam (pungent), baik dalam bentuk segar maupun yang dikeringkan, dalam bentuk utuh, hancuran, maupun dalam bentuk bubuk. Rempah-rempah umumnya berkontribusi pada citarasa (flavor), dimana fungsi primernya sebagai penguat citarasa (seasoning), dan bukan sebagai sumber zat gizi, dan juga dapat berkontribusi sebagai zat penambah nikmat (relish atau piquancy) yang ditambahkan pada makanan maupun minuman (Farrel, 1990).

Bagian tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai rempah-rempah antara lain kulit kayu (bark), kuncup (buds), umbi (bulbs), bunga (flower), buah (fruit), daun (leaves), rimpang (rhizome), akar (root), biji (seed), termasuk putik (stigma) dan benang sari (style), dan semua bagian tanaman yang berada di atas tanah lainnya (Farrel, 1990).

Menurut Aggarwal et al. (2002), ada banyak komponen dalam rempah-rempah yang dapat menghambat proses terbentuknya senyawa oksigen reaktif (Reactive Oxygen Species, disingkat ROS), di dalam beberapa sistem in vitro


(32)

maupun in vivo. Tidak kurang dari 30 jenis rempah-rempah dan tumbuhan mampu menunjukkan sifat antioksidan. Aktivitas antioksidan dalam rempah-rempah berperan penting dalam menghambat pertumbuhan sel, replikasi virus, inflamasi, menghambat alergi dan radang sendi, mencegah kanker dan penyakit jantung, dan untuk menetralkan racun (Aggarwal et al., 2002).

Sejak ribuan tahun yang lalu, rempah-rempah telah dikenal memiliki khasiat penyembuhan terhadap berbagai macam penyakit, khususnya di negara-negara Asia, India, dan Afrika. Senyawa aktif dalam rempah-rempah tersebut terbukti berasal dari senyawa kimia hasil metabolisme tumbuhan, disebut sebagai senyawa fitokimia. Senyawa fitokomia dalam tumbuhan dapat berupa sulfida organik (organosulfides), monoterpenoid, flavonoid, polifenol, indol, dan isotiosianat (Max, 1992 seperti dikutip oleh: Aggarwal et al., 2002). Senyawa-senyawa fitokimia tersebut mampu menjaga dan meningkatkan kondisi kesehatan tubuh (Craig, 2001).

Menurut Pradono et al. (2006), Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya hayati terbesar kedua setelah Brazil dengan lebih dari 28.000 spesies tanaman. Meskipun demikian, baru sekitar 1.000 spesies tanaman yang terdaftar dalam Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) yang telah digunakan untuk memproduksi pangan fungsional, terutama untuk jamu.

Beberapa komponen aktif dalam rempah-rempah yang memiliki aktivitas antioksidan, antara lain: asam rosmarinat (dalam rosemary), timol (dalam thyme), 6-gingerol, 6-shogaol, dan zingerone (dalam jahe), kurkumin (dalam kunyit dan temulawak), capsaicin (dalam cabe merah), eugenol (dalam cengkeh), vanillin (dalam panili), sitral (dalam sereh), karnosol, asam kafeat, dan asam ferulat (Aggarwal et al., 2002)

C. KUMIS KUCING (Orthosiphon aristatus Bl. Miq.)

Tanaman kumis kucing (dapat dilihat pada Gambar 1) termasuk ke dalam suku Labiatae (Lamiaceae). Tanaman ini memiliki beberapa sinonim nama latin, antara lain: Orthosiphon stamineus Benth., O. grandiflorum auct. Non Terrac., O. spicatus auct. non Benth. Tanaman ini pertama kali disebarluaskan dari India, Indo China, dan Thailand melewati kawasan Malesia (Indonesia, Filipina, Papua


(33)

Nugini) hingga Australia. Sebagai tanaman yang tumbuh liar di sepanjang anak sungai dan selokan, kumis kucing mulai banyak ditanam di pekarangan sebagai tumbuhan obat dan dapat ditemukan di daerah dataran rendah sampai ketinggian 700 m dpl (Dalimartha, 2000). Disebut kumis kucing karena kumpulan benang sari bunganya panjang dan menjulur dari dua sisi yang berbeda sehingga mirip dengan kumis kucing (Mursito dan Prihmantoro, 2002).

Bagian tanaman yang sering digunakan sebagai obat adalah bagian herba (terutama daunnya), baik yang segar maupun yang telah dikeringkan. Herba kumis kucing rasanya manis sedikit pahit, sifatnya sejuk. Tanaman ini berkhasiat sebagai antiradang, peluruh kencing (diuretik), menghilangkan panas dan lembab, serta menghancurkan batu saluran kencing (Wijayakusuma et al., 1997).

Gambar 1. Tanaman kumis kucing (bunga, daun, dan batangnya)

Menurut Dzulkarnain et al. (1999), kumis kucing mengandung mineral hingga 12% dengan garam kalium sebagai komponen terbanyaknya (600-700 mg/ 100 g daun segar), juga mengandung kurang lebih 0.2% flavon lipofilik, termasuk di dalamnya sinensetin, flavonol glikosida, turunan asam kafeat (terutama asam rosmarinat dan asam 2,3-dikafeoiltartarat), inositol, fitosterol (β-sitosterol), saponin, dan kandungan minyak atsiri yang mencapai 0.7%.

Flavoniod lipofilik yang ada dalam tanaman kumis kucing (terutama sinensetin dan tetrametilskutellarein) telah diketahui memiliki efek penghambatan terhadap sel-sel tumor Ehrlich ascites secara in vitro. Selain itu, komponen-komponen flavonoid lipofilik diduga turut bertanggungjawab atas efek antiradang (anti-inflamatory) mengingat flavonoid merupakan inhibitor enzim siklo-oksigenase dan lipsiklo-oksigenase (Dzulkarnain et al., 1999).

Penyajian minuman seduhan kumis kucing dilakukan seperti laiknya penyajian teh, oleh karena itulah daun kumis kucing juga disebut sebagai ”Java


(34)

tea”. Dalam pembuatan teh daun kumis kucing ini biasa dicampur dengan rimpang temulawak untuk mengobati penyakit kuning (Dzulkarnain et al., 1999). Dapat disimpulkan bahwa herba kumis kucing memiliki efek sinergis ketika dicampur dengan rimpang temulawak.

Ekstrak rebusan air dari daun kumis kucing (methylripariochromene A, suatu senyawa benzochromene) terbukti secara ilmiah mampu menurunkan tekanan darah sistolik pada tikus hipertensi (Ohashi et al., 2000 seperti dikutip oleh: Elfahmi et al., 2006). Ekstrak kumis kucing juga terbukti mampu menurunkan jumlah kalsium oksalat (batu ginjal) dan kapasitas penurunan kalsium oksalat dari ekstrak air kumis kucing ternyata lebih baik dibandingkan ekstrak etanolnya (Iswantini et al., 2006).

D. JAHE (Zingiber officinale Roscoe)

Tanaman jahe termasuk dalam famili Zingiberaceae, merupakan tanaman berumur panjang dengan rimpang di dalam tanah yang bercabang-cabang dan ke atas mengeluarkan tunas serta batang-batang yang dibalut oleh pelepah daun, dengan tinggi tanaman yang dapat mencapai 0.4-0.6 meter (Wijayakusuma, 2002). Menurut Sutarno et al. (1999), dikenal 3 varietas jahe di Indonesia berdasarkan bentuk, ukuran, dan warna rimpangnya, yaitu jahe besar (sering disebut jahe gajah atau jahe badak), jahe kecil (jahe emprit), dan jahe merah (jahe sunti). Diantara ketiga varietas tersebut, yang banyak digunakan sebagai obat adalah jahe merah karena kandungan minyak atsirinya lebih banyak.

Bagian jahe yang banyak digunakan manusia adalah rhizoma atau rimpangnya (Gambar 2). Rimpang jahe merupakan batang yang tumbuh dalam tanah dan dipanen setelah berumur 9–10 bulan. Menurut Sutarno et al. (1999), kandungan minyak atsiri dan senyawa aktif lain yang terkandung dalam rimpang jahe mencapai maksimal pada umur jahe sekitar 9–10 bulan. Kandungan minyak atsiri dan senyawa aktif tersebut semakin berkurang seiring dengan peningkatan umur rimpang dan peningkatan kandungan pati.

Rimpang jahe bercabang-cabang tidak teratur, berserat, dan berbau khas aromatik. Rimpang jahe berasa pedas karena mengandung minyak atsiri 0.25-3.3% yang terdiri dari zingiberene, curcumene, philandren. Selain itu, rimpang


(35)

jahe mengandung oleoresin sebanyak 4.3-6.0% yang terdiri dari gingerols dan shogaols (hasil dehidrasi gingerol). Oleoresin pada jahe juga menimbulkan rasa pedas atau pungent (Sutarno et al., 1999).

Gambar 2. Rimpang jahe gajah, jahe emprit, dan jahe merah

Menurut Bhattarai et al. (2001), gingerol merupakan komponen aktif utama dalam rimpang jahe segar dan teridentifikasi dalam bentuk [6]-gingerol [5-hydroxy-1-(4-hydroxy-3-methoxyphenyl) decan-3-one]. Diketahui bahwa [6]-gingerol memiliki efek farmakologis dan fisiologis, termasuk analgesic, antipyretic, gastroprotective, cardiotonic, aktivitas antihepatotoxic, dan memiliki efek penghambatan dalam biosintesis prostaglandin (Bhattarai et al., 2001). Gingerol bersifat labil terhadap panas atau suhu tinggi, sehingga mudah terdehidrasi menjadi shogaol (Bhattarai et al., 2001).

Senyawa 6-shogaol atau [1-(4-hydroxy-3-methoxyphenyl)decan-4-ene -3-one] yang merupakan produk dehidrasi dari gingerol juga memiliki karakter citarasa yang pedas (pungent). Shogaol lebih banyak terdapat pada simplisia kering maupun dalam bentuk serbuk. Stabilitas kedua komponen tersebut di dalam tubuh, terutama bagian perut mampu memberikan sifat bioavailabilitas secara keseluruhan. Dalam suasana asam (sekitar pH 4.0), kestabilan gingerol dan shogaol mencapai puncak dan menjadi faktor penting dalam menelusuri efek farmakologis pada berbagai produk obat-obatan dan kesehatan berbasis jahe lainnya (Bhattarai et al., 2001). Diketahui bahwa gingerol memiliki kinetika kimia yang bersifat reversible menjadi shogaol dan sebaliknya (Gambar 3).

Ekstrak jahe mempunyai aktivitas antioksidan yang dapat dimanfaatkan untuk mengawetkan minyak dan lemak. Menurut Jitoe et al. (1992), jahe memiliki kandungan senyawa aktif yang mampu berfungsi sebagai antioksidan. Minuman


(36)

jahe juga telah terbukti menunjukkan adanya perbaikan sistem imun atau kekebalan tubuh (Zakaria et al., 2000).

Gambar 3. Degradasi gingerol dalam suasana asam (Bhattarai et al., 2001) Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Firmansyah (2003), diketahui bahwa jahe memiliki aktivitas antioksidan (metode ransimat) tertinggi (3.39), bila dibandingkan dengan kayu secang (3.12), dan pala (1.63). Rimpang jahe juga dikenal memiliki banyak khasiat kesehatan, antara lain sebagai peluruh kentut (carminative), perangsang (stimulant), pemberi aroma atau bumbu, melancarkan sirkulasi darah, menurunkan kolesterol, peluruh keringat (diaphoretic), antimuntah (antitussive), antiradang (anti-inflamantory), dan menambah nafsu makan (stomachica) (Wijayakusuma, 2002).

E. KAYU SECANG (Caesalpinia sappan Linn.)

Kayu secang (Gambar 4) merupakan sumber utama pewarna merah sejak dahulu sampai ke penghujung abad ke-19. Kayu secang di Indonesia banyak digunakan untuk memberi warna merah pada minuman. Menurut Zerrudo (1999), sumber zat warna alami secang berasal dari komponen pigmen brazilin yang berwarna merah yang bersifat mudah larut dalam air panas. Selain sebagai bahan pewarna, brazilin kayu secang mempunyai aktivtas sebagai antibakteri dan bakteriostatik.


(37)

Gambar 4. Pohon secang dan irisan kayu secang

Kandungan kimia ekstrak petroleum eter, kloroform, dan metanol kayu dengan KLT (Kromatografi Lapis Tipis) menggunakan berbagai pereaksi warna diperoleh senyawa golongan terpenoid, fenil propane, dan fenolik lain. Senyawa lain yang telah berhasil diidentifikasi adalah sappankhalkon, sappanon A, sappanon B, 3-hidroksisappanon B, sappanol, caesalpin J, caesalpin P, protosappanin B (Sundari et al., 1998 seperti dikutip oleh: Firmansyah, 2003).

Menurut Zerrudo (1999), kelompok senyawa fenol homo-isoflavanoid diduga bertanggung jawab atas khasiat obat pepagan dan kayunya. Batang dan daunnya mengandung alkaloid dan tanin, serta banyak mengandung saponin dan fitosterol.

Secara empirik, ekstrak kayu secang digunakan sebagai obat luka, batuk berdarah (muntah darah), penawar racun, sipilis, penghenti pendarahan, pengobatan pasca persalinan, bersifat pengkelat, daya disinfektan, antidiare, dan bersifat astringent. Kayu secang juga berkhasiat mengobati demam berdarah dan katarak mata. Menurut Fuke et al. (1985) senyawa brazilin (C16H16O6) dan brazilein (C16H14O6) mempunyai efek menurunkan kadar kolesterol dalam darah.

Gambar 5. Struktur kimia brazilin dan brazilein (Anonim, 2006)

Kandungan kimia dari kayu secang adalah tanin (asam tanat), asam galat, resin, resorsin, brazilin, brazielin, minyak atsiri, sappanin (Sundari et al., 1998


(38)

seperti dikutip oleh: Firmansyah, 2003), protosappanin, senyawa metohidroksibrasilin, turunan bensildihidrobensolfuran, senyawa brazilin, dan brazilein (Fuke et al., 1985).

Brazilin atau (7,11b-Dihydrobenz[b]indeno[1,2-d]pyran -3,6a,9,10(6H)-tetrol, lihat Gambar 5) yang merupakan komponen terbesar dari kayu secang yang merupakan senyawa isoflavonoid yang memiliki sifat antioksidatif karena memiliki gugus catechol pada struktur kimianya. Berdasarkan sifat antioksidannya, brazilin merupakan pelindung terhadap bahaya radikal bebas pada sel. Brazilin memiliki warna kuning (crystal amber-yellow) dalam bentuk murninya, dapat dikristalkan, dan larut air. Suasana asam tidak mempengaruhi warna pigmen brazilin, tetapi dalam suasana basa dapat membuat warna brazilin menjadi lebih merah (carmine red). Brazilin (C16H14O5) akan cepat membentuk warna merah jika terpapar sinar matahari, dan akan terjadi perubahan secara lambat oleh pengaruh cahaya (Anonim, 1976). Terbentuknya warna merah ini disebabkan oleh terbentuknya senyawa brazilein (C16H12O5, lihat Gambar 5).

F. TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

Temulawak (Gambar 6) merupakan tanaman obat asli Indonesia yang termasuk salah satu jenis temu-temuan dari famili Zingiberaceae. Eksistensi temulawak sebagai tumbuhan obat telah lama diakui, terutama di kalangan masyarakat Jawa. Rimpang temulawak banyak dijadikan sebagai bahan baku utama dalam pembuatan obat tradisional, baik untuk menjaga kondisi stamina dan kesehatan tubuh, maupun untuk pengobatan penyakit. Dalam hal ini temulawak umumnya digunakan dalam bentuk ramuan jamu tradisional (Sidik et al., 2005).

Gambar 6. Bunga dan rimpang temulawak


(39)

Kandungan kimia rimpang temulawak dibedakan atas beberapa fraksi, yaitu fraksi pati, fraksi kurkuminoid, dan fraksi minyak atsiri. Kandungan fraksi pati merupakan kandungan terbesar dalam rimpang temulawak. Fraksi kurkuminoid merupakan komponen pemberi warna kuning pada rimpang dan diketahui memiliki aktivitas biologik dalam spektrum yang luas. Fraksi minyak atsiri temulawak terdiri dari senyawa turunan monoterpen dan seskuiterpen. Fraksi minyak atsiri ini juga diketahui memiliki aktivitas biologik dengan spektrum luas yang dalam beberapa hal bekerja sinergistik dengan fraksi kurkuminoid (Sidik et al., 2005).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ekstrak temulawak ternyata mempunyai efek antioksidan. Jitoe et al. (1992) mengukur efek antioksidan dari sembilan jenis rimpang temu-temuan dengan metode Tiosianat dan metode Tiobarbituric Acid (TBA) dalam sistem air-alkohol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan ekstrak temulawak ternyata lebih besar dibandingkan dengan aktivitas tiga jenis kurkuminoid yang diperkirakan terdapat dalam temulawak. Jadi, diduga ada zat lain selain ketiga kurkuminoid tersebut yang mempunyai efek antioksidan. Selanjutnya Masuda et al. (1992) berhasil mengisolasi analog kurkumin baru dari rimpang temulawak, yaitu: 1-(4-hydroxy- 3,5-dimetoxyphenyl)-7- (4-hydroxy-3-metoxyphenyl)- (1E.6E) -1,6- heptadien -3,4-dion. Senyawa tersebut ternyata menunjukkan efek antioksidan melawan auto-oksidasi asam linoleat dalam sistem air-alkohol.

G. LEMON (Citrus medica var. Lemon)

Hampir semua jenis buah jeruk berasal dari Asia Tenggara, terutama dari India, Cina, dan kepulauan Malaysia. Jenis jeruk lemon dan nipis (lime) tersebar mulai dari Himalaya ke arah selatan di India and ke bagian timur menuju daerah Malaysia (Nagy dan Shaw, 1990).

Jeruk lemon berbentuk lonjong atau prolate (lihat Gambar 7), memiliki karakterisitk citarasa yang lembut (tender), berair (juicy), dan asam (Fellers, 1985 seperti dikutip oleh: Nagy dan Shaw, 1990). Kandungan total padatan terlarut (TPT) dan total asam dalam jeruk lemon akan semakin meningkat seiring dengan semakin meningkatnya derajat kematangan buah, sedangkan kandungan total


(40)

gulanya akan menurun (Sinclair, 1984 seperti dikutip oleh: Nagy dan Shaw, 1990). Kandungan asam (sebagian besar terdiri atas asam sitrat) dalam jeruk lemon berkisar antara 60–75% dari TPT dan total gulanya berkisar 1% dari berat lemon (lihat Tabel 2, Nagy dan Shaw, 1990).

Gambar 7. Jeruk lemon utuh (kiri) & penampang melintang (kanan) Jeruk lemon dipanen ketika warna buahnya masih hijau. Jeruk lemon yang sudah matang ditandai dengan munculnya warna kuning keputih-putihan (whitish yellow) pada buah, dan ditandai dengan semakin tipisnya kulit buah dengan munculnya lapisan lilin tebal pada kulit untuk memperlambat proses repirasi dan memperpanjang umur simpan (Swisher dan Swisher, 1980 seperti dikutip oleh: Nagy dan Shaw, 1990). Jeruk lemon tidak dikonsumsi secara langsung, melainkan banyak digunakan sebagai perisa dan asidulan alami, serta penguat citarasa (flavor enhancer) pada makanan maupun minuman (Swisher dan Swisher, 1980 seperti dikutip oleh: Nagy dan Shaw, 1990).

Tabel 2. Komposisi kimia jus jeruk lemon (Nagy dan Shaw, 1990)

Penyusun Jumlah (g/100 g jus)

Kadar air 92.36

TPT (°Brix) 8.30

Asam sitrat 5.98

pH 2.2 Gula

Total 1.17 Sukrosa 0.09

Gula pereduksi 1.09

Kadar abu (mineral) 0.25


(41)

Kandungan komponen volatil di dalam jus lemon telah diteliti oleh Mussinan et al. (1981) dengan jumlah tidak kurang dari 300 komponen volatil yang berhasil diidentifikasi. Beberapa komponen volatil utama pada jeruk lemon disajikan pada Tabel 3. Komponen p-cymen-8-yl ethyl ether diketahui memiliki karakterisitk citarasa lemon juice-like. Menurut Nagy dan Shaw (1990), komponen citarasa lemon yang paling penting adalah sitral. Komponen ini terkandung dalam jus lemon dengan komposisi 95% geranial dan 5% neral.

Tabel 3. Komponen volatil dalam jus lemon (Mussinan et al., 1981) Komponen mayor Komponen mayor

Hidrokarbon Alkohol monoterpene

Limonene Alkohol seskuiterpen

Aldehid Eter Geranial p-cymen-8 yl etil eter

Neral Asam-asam organik

Ester

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Sun et al. (2002), jeruk lemon memiliki kandungan total fenolik yang tinggi, yaitu sekitar 81.9 ± 3.5 mg gallic acid equiv/100 g berat dapat dimakan. Aktivitas antioksidan pada jeruk lemon juga diukur dan dinyatakan dalam µmol vitamin C equiv/g berat dapat dimakan sebesar 42.8 ± 1.0 µmol/g. Selain itu, ekstrak jeruk lemon juga diketahui memiliki aktivitas penghambatan terhadap pertumbuhan sel-sel kanker HepG2 yang dinyatakan dalam EC 50 (mg/ml), yaitu sebesar 30.6 ± 0.8 mg/ml (Sun et al., 2002).

H. ASPEK CITARASA (FLAVOR) DAN WARNA REMPAH-REMPAH

Citarasa (flavor) merupakan kompleks sensasi yang ditimbulkan oleh berbagai indera (penciuman, pengecap, penglihatan, peraba, dan pendengaran) pada waktu mengkonsumsi makanan atau minuman (Lindsay, 1996). Komples sensasi yang ditimbulkan dapat berupa sensasi rasa (manis, asam, asin, dan pahit) oleh papila lidah (taste buds), sensasi aroma oleh rongga hidung (nasal cavity), dan sensasi pain (sepat (astringency), panas atau pedas (pungency), dingin, pedas)


(42)

oleh saraf-saraf trigeminal (Lindsay, 1996). Sensasi tidak langsung, seperti penampakan, suara, dan emosi juga turut berpengaruh terhadap persepsi citarasa makanan dan minuman yang dikonsumsi, dan oleh karenanya sensasi tersebut dapat mempengaruhi aspek penerimaan konsumen secara keseluruhan (Lindsay, 1996).

Di dalam Traditional Chinese Pharmacology dikenal empat macam sifat dan lima macam citarasa tumbuhan obat, yang merupakan bagian dari cara pengobatan tradisional timur. Adapun keempat macam sifat tumbuhan obat itu adalah dingin, panas, hangat, dan sejuk. Tumbuhan obat yang sifatnya panas dan hangat digunakan untuk pengobatan sindroma dingin, seperti pasien yang takut dingin, tangan dan kaki dingin, lidah pucat, atau nadi lambat. Tumbuhan obat yang bersifat dingin dan sejuk digunakan untuk pengobatan sindroma panas, seperti demam, rasa haus, warna kencing kuning tua, lidah merah, atau denyut nadi cepat (Dalimartha, 1999).

Lima macam citarasa dari tumbuhan obat adalah pedas, manis, asam, pahit, dan asin. Citarasa ini digunakan untuk tujuan tertentu karena selain berhubungan dengan organ tubuh, juga mempunyai khasiat dan kegunaan tersendiri. Misalnya rasa pedas mempunyai sifat menyebar dan merangsang. Rasa manis berkhasiat tonik dan menyejukkan. Rasa asam berkhasiat mengawetkan dan pengkelat. Rasa pahit dapat menghilangkan panas dan lembab. Sementara rasa asin melunakkan dan sebagai pencahar. Kadang-kadang ada pakar yang menambahkan ciatarasa yang keenam, yaitu netral atau tawar yang berkhasiat sebagai peluruh kencing (Dalimartha, 1999).

Herba kumis kucing rasanya manis sedikit pahit, sifatnya sejuk. Menurut Dzulkarnain et al. (1999), kumis kucing mengandung mineral hingga 12% dengan garam kalium sebagai komponen terbanyaknya (600-700 mg/ 100 g daun segar), juga mengandung kurang lebih 0.2% flavon lipofilik, termasuk di dalamnya sinensetin, flavonol glikosida, turunan asam kafeat (terutama asam rosmarinat dan asam 2,3-dikafeoiltartarat), inositol, fitosterol (β-sitosterol), saponin, dan kandungan minyak atsiri yang mencapai 0.7%.

Rimpang jahe berasa pedas dan bersifat hangat karena mengandung minyak atsiri 0.25-3.3% yang terdiri dari zingiberene, curcumene, philandren.


(43)

Selain itu, rimpang jahe mengandung oleoresin sebanyak 4.3-6.0% yang terdiri dari gingerols dan shogaols (hasil dehidrasi gingerol). Oleoresin pada jahe juga menimbulkan rasa pedas atau pungent (Sutarno et al., 1999). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Firmansyah (2003), minuman 100% jahe memiliki warna kuning kemerahan cerah dengan ketajaman warna yang rendah.

Kayu secang banyak digunakan untuk memberi warna merah pada minuman. Menurut Zerrudo (1999), sumber zat warna alami secang berasal dari komponen pigmen brazilin yang berwarna merah yang bersifat mudah larut dalam air panas. Pigmen ini memiliki warna kuning sulfur jika dalam bentuk yang murni. Asam tidak mempengaruhi brazilin tetapi alkali membuatnya bertambah merah. Warna merah akan semakin terbentuk ketika terjadi kontak dengan udara atau cahaya (Anonim, 2006). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Firmansyah (2003) diketahui bahwa minuman 100% secang berwarna merah tajam cerah. Warna minuman secang semakin kuning setelah dilakukan penambahan asam. Semakin tinggi konsentrasi asam yang ditambahkan pada minuman secang, semakin kuning warna minuman yang dihasilkan.

Rimpang temulawak beraroma tajam, rasanya pahit agak pedas (Dalimartha, 2000). Fraksi kurkuminoid temulawak dapat digunakan sebagai zat warna alami dalam makanan, minuman, atau kosmetika karena warnanya yang kuning,. Penggunaannya sebagai pewarna makanan telah lama dikenal masyarakat Indonesia, misalnya dalam pembuatan nasi kuning. Mengingat sifat kimianya yang sangat tergantung pada pH, penggunaan kurkuminoid sebagai zat warna makanan, minuman, dan kosmetika memerlukan perhatian khusus, karena perubahan warna akibat perubahan pH akan memberi kualitas yang kurang baik. Dalam suasana asam, kurkuminoid berwarna kuning atau kuning jingga, sedangkan dalam suasana basa, kurkuminoid temulawak berwarna merah (Sidik et al., 2005).

Jeruk lemon memiliki karakterisitk citarasa yang lembut, berair, dan asam (Fellers, 1985 seperti dikutip oleh: Nagy dan Shaw, 1990). Kandungan total padatan terlarut (TPT) dan total asam dalam jeruk lemon akan semakin meningkat seiring dengan semakin meningkatnya derajat kematangan buah, sedangkan kandungan total gulanya akan menurun (Sinclair, 1984 seperti dikutip oleh: Nagy


(44)

dan Shaw, 1990). Komponen p-cymen-8-yl ethyl ether merupakan komponen utama dalam jeruk lemon yang bertanggungjawab atas karakter citarasa lemon juice-like (Nagy dan Shaw, 1990). Jeruk lemon tidak dikonsumsi secara langsung, melainkan banyak digunakan sebagai perisa dan asidulan alami, serta penguat citarasa pada makanan atau minuman.

I. EVALUASI SENSORI SEBAGAI ALAT UNTUK MENILAI MUTU ORGANOLEPTIK BAHAN PANGAN

Uji atau evaluasi sensori untuk menilai kualitas dari suatu barang telah banyak dipraktekkan sejak adanya kehidupan manusia. Evaluasi sensori mulai berkembang pesat sejak munculnya sistem perdagangan, dimana pembeli akan menilai komoditi yang akan dibelinya berdasarkan mutu sensorinya. Oleh karena itu, para pedagang kemudian menetapkan harga barang yang dijual berdasarkan kualitas sensorinya (yang meliputi penampakan fisik, warna, konsistensi dan tekstur, maupun citarasa).

Penggunaan istilah Grading digunakan dalam penilaian kualitas bahan makanan, seperti minuman anggur (wine), teh, kopi, tembakau, dan sebagainya. Grading memunculkan orang-orang yang profesional dalam menguji kualitas suatu komoditi berdasarkan indera sensorinya terutama di dalam industri makanan dan minuman sekitar awal tahun 1900-an (Meilgaard et al., 1999). Sebuah literatur memunculkan penggunaan istilah ”uji organolpetik” (Pfenninger, 1979 seperti dikutip oleh: Meilgaard, 1999) untuk menunjukkan hasil pengukuran obyektif terhadap atribut sensori suatu bahan pangan.

Teknologi yang terus berkembang mampu menghasilkan instrumen atau alat canggih yang dapat digunakan untuk mengukur atau menilai suatu parameter dari produk tertentu. Meskipun demikian, perlu disadari bahwa tidak semua hasil ciptaan manusia mampu digunakan sebagai alat bantu untuk mengukur kualitas suatu produk, misalnya mutu sensori bahan pangan. Indera manusia telah dilengkapi oleh Tuhan dengan sensor yang paling canggih. Oleh karena itu, penggunaan subyek manusia sebagai instrumen dalam mengevaluasi atribut sensori dalam bahan pangan menjadi sangat penting. Meskipun demikian, dalam kenyataannya pengujian organoleptik seringkali bersifat subyektif, karena jumlah


(45)

panelis yang terlalu sedikit, dan penilaian yang mengakibatkan munculnya praangapan terhadap suatu produk yang sedang diuji (Meilgaard et al., 1999).

Oleh karena itu banyak peneliti yang berusaha mengembangkan teknik evaluasi sensori dalam bentuk yang lebih formal, terstruktur, dan dengan metode yang baku sehingga dapat meminimalkan aspek subjektivitas yang dilakukan oleh panelis dalam menilai suatu bahan pangan (Meilgaard et al., 1999).

Peran evaluasi sensori antara lain untuk menyediakan informasi yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan terhadap suatu produk, khususnya pada pihak yang berkepentingan seperti divisi riset dan pengembangan (R&D), produksi, dan divisi pemasaran. Oleh karena itu, hasil evaluasi sensori terhadap produk pangan dapat menjadi landasan penting dalam pengambilan keputusan manajemen industri pangan berkaitan dengan sifat sensori yang dimiliki produk tersebut.

J. MIXTURE EXPERIMENT (ME)

Penggabungan beberapa ingridien atau bahan baku dilakukan untuk menghasilkan suatu produk pangan yang dapat dinikmati, contohnya formulasi dalam pembuatan kue yang tersusun atas campuran baking powder, shortening, tepung, gula, dan air. Hasil akhir produk tersebut tentunya dipengaruhi oleh persentase atau proporsi relatif masing-masing ingridien yang ada dalam formulasi. Alasan lain penggabungan beberapa ingridien dalam mixture experiment adalah untuk melihat apakah pencampuran dua komponen atau lebih tersebut mampu menghasilkan produk akhir dengan sifat yang lebih diinginkan, dibandingkan dengan penggunaan ingridien tunggalnya dalam menghasilkan produk yang sama (Cornell, 1990).

Apabila diamati lebih lanjut, terdapat relasi fungsional antar ingridien penyusun dan dengan adanya perubahan proporsi relatif ingridien tersebut akan menghasilkan produk dengan respon yang berbeda. Kombinasi ingridien yang dipilih tentunya adalah kombinasi ingridien yang dapat menghasilkan produk dengan respon maksimal sesuai yang diharapkan oleh perancang. Penggunaan Mixture Experiment dalam merancang suatu percobaan untuk mendapatkan kombinasi yang optimal dirasakan mampu menjawab permasalahan dilihat dari


(46)

segi waktu (mengurangi jumlah trial and error rancangan) dan biaya (Cornell, 1990).

Menurut Cornell (1990), Mixture Experiment (ME) merupakan suatu metode perancangan percobaan kumpulan dari teknik matematika dan statistika dimana variabel respon diasumsikan hanya bergantung pada proporsi relatif ingridien penyusunnya, dan bukan dari jumlah total campuran ingridien tersebut. Salah satu tujuan penggunaan perancangan percobaan ini adalah untuk mengoptimalkan respon yang diinginkan (Cornell,1990). Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa variabel respon merupakan fungsi dari proporsi relatif setiap komponen atau bahan penyusun dalam suatu formula (Cornell,1990).

Menurut Cornell (1990), ME terdiri dari enam tahap utama. Tahap pertama yaitu menentukan tujuan percobaan (misalnya untuk optimasi formula), memilih ingridien penyusun yang dianggap memberikan pengaruh nyata terhadap variabel respon produk akhir, menentukan batas atas dan batas bawah berupa proporsi relatif masing-masing ingridien penyusun campuran, menentukan variabel respon yang diinginkan, membuat model yang sesuai untuk mengolah data dari respon, dan memilih disain percobaan yang sesuai.

ME seringkali digunakan untuk menentukan dan menyelesaikan persamaan polinomial secara simultan. Persamaan tersebut dapat dipetakan dalam suatu contour plot, baik berupa gambar dua dimensi (2-D) maupun grafik tiga dimensi (3-D) yang dapat memberi gambaran bagaimana variabel uji mempengaruhi respon, hubungan antar variabel uji, dan menentukan bagaimana kombinasi seluruh variabel uji mempengaruhi respon.

Menurut Cornell (1990), persamaan polinomial ME dapat memiliki berbagai macam ordo, seperti mean, linier, kuadratik, kubik, dan spesial kubik. Namun model persamaan polinomial yang sering digunakan dalam formulasi adalah model ordo linier dan kuadratik. Model ordo linier dengan dua variabel uji digambarkan pada persamaan (1), sedangkan model ordo kuadratik dengan dua variabel uji digambarkan pada persamaan (2).

Y = b0 + b1X1 + b2X2…...(1) Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b11X12 + b22X22 + b12X1X2...(2)


(47)

Persamaan dengan model ordo linier seringkali memberikan deskripsi bentuk geometri (3-D) permukaan respon yang kurang memadai. Oleh karena itu, dalam formulasi lebih diharapkan menggunakan model persamaan polinomial ordo kuadratik (Cornell, 1990).


(48)

III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT

Rimpang jahe, temulawak, kayu secang, daun kumis kucing, dan jeruk lemon digunakan sebagai bahan baku utama dalam pembuatan minuman ini. Rimpang jahe, temulawak, dan kayu secang didapatkan dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat-obatan (BALITTRO), Cimanggu-Bogor. Daun kumis kucing segar didapatkan langsung dari pekarangan sekitar kampus IPB Darmaga. Jeruk lemon impor dibeli dari supermarket yang ada di Bogor (Super Indo dan Market Place). Minuman serbuk instan berbasis jahe ”Sari Jahe Lab Bio” (PT. Konimex), berbasis temulawak “Sari Temulawak” (PT. Citra Deli Kreasitama), dan berbasis kunyit asam jawa “Kunyit Asam” (PT. Sido Muncul) dibeli dari supermarket yang ada di Bogor (Indo Maret dan Giant Hypermarket). Minuman segar berbasis Zingiberaceae “Samudera” (Samudera Fresh Drink) didapatkan dari BALITTRO. Minuman segar rasa lemon “You 1000” (PT. Djojonegoro C-1000) dan minuman segar rasa jeruk “Nu-Orange” (PT. ABC) dibeli dari kafetaria Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis adalah radikal bebas stabil DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl), metanol, larutan penyangga asam asetat, akuades, asam askorbat, asam tanat, pereaksi Folin-Denis, media Plate Count Agar (PCA) untuk uji total mikroba, dan media Potato Dextrose Agar (PDA) dan asam tartarat untuk uji total kapang-khamir, serta bahan-bahan lainnya yang digunakan untuk uji organoleptik. Bahan yang ditambahkan untuk membuat minuman yaitu gula pasir putih merk ”Gulaku”, hidrokoloid Carboxyl Methyl Cellulose (CMC), Natrium Benzoat, dan air minum.

Alat-alat yang digunakan untuk mendapatkan ekstrak jahe, temulawak, dan lemon adalah juice extractor, sedangkan untuk mendapatkan ekstrak secang dan kumis kucing diperlukan saringan vakum dan rotary evaporator (rotavapor) untuk pemekatan ekstrak. Baskom, pisau, talenan, dan panci digunakan untuk mempersiapkan bahan baku. Botol kaca, pipet tetes, dan neraca analitik digunakan untuk membuat formulasi minuman. Autoclave dan water bath digunakan untuk sterilisasi botol dan pasteurisasi produk minuman akhir.


(49)

Alat-alat yang digunakan untuk analisis adalah oven, pH meter, refraktometer, chromameter, mikroppet, spektrofotometer, alat-alat uji mikrobiologi (cawan petri, inkubator), alat-alat uji organoleptik, dan alat-alat gelas lainnya.

B. METODE

Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan metode ekstraksi dan jenis ekstrak yang optimal terhadap masing-masing bahan baku, serta untuk memperoleh formula awal minuman. Penelitian lanjutan bertujuan untuk mendapatkan formula minuman yang optimal dilihat dari segi aktivitas antioksidan dan mutu organoleptiknya (kesukaan panelis terhadap citarasa dan warna minuman).

1. Penelitian Pendahuluan

Pada tahap ini dilakukan tiga bagian, yaitu penentuan metode ekstraksi, pemilihan jenis ekstrak, dan pembuatan formula awal minuman.

Dalam proses ekstraksi secang dan kumis kucing digunakan air sebagai pengekstrak, namun ekstraksi jahe dan temulawak tidak melibatkan penambahan air. Proses lengkap untuk mendapatkan ekstrak kumis kucing, ekstrak jahe, ekstrak secang, dan ekstrak temulawak dapat dilihat pada Lampiran 1-4.

Terdapat tiga jenis jahe yang diekstrak, yaitu jahe emprit, jahe gajah, dan jahe merah. Jenis ekstrak daun kumis kucing ditentukan setelah dilakukan dua macam perlakuan awal terhadap daun kumis kucing, yaitu daun kumis kucing yang dikeringkan di bawah sinar matahari selama 2-3 hari (Mahendra dan Fauzi, 2005) dan daun kumis kucing segar.

Jenis ekstrak yang digunakan sebagai penyusun minuman dipilih berdasarkan aktivitas antioksidan tertinggi dan mutu organoleptik terbaik. Formulasi awal minuman menggunakan campuran empat bahan baku utama (kumis kucing, jahe, secang, dan temulawak). Formulasi tersebut digunakan sebagai basis awal dalam pembuatan minuman untuk mengetahui berapa


(50)

banyak total ekstrak rempah dan gula yang dapat ditambahkan ke dalam minuman (b/v) tanpa menimbulkan kendala pada citarasa, serta untuk mengetahui sinergisme citarasa minuman yang dihasilkan.

2. Penelitian Lanjutan

Penelitian lanjutan dilakukan untuk mendapatkan formula optimal berupa proporsi relatif (dalam %) masing-masing ekstrak bahan baku dari total ekstrak rempah hasil penelitian pendahuluan.

Optimasi formula minuman dilakukan dengan metode Mixture Experiment, menggunakan bantuan piranti lunak Design Expert 7.0®. Proporsi relatif ekstrak kumis kucing, jahe, secang, temulawak, dan jeruk lemon dimasukkan sebagai data masukan. Selanjutnya ditentukan pula proporsi relatif minimum masing-masing ekstrak (lower limit) dan proporsi relatif maksimum masing-masing ekstrak (upper limit) sebagai data masukan sebelum didapatkan model rancangan percobaan.

Hasil keluaran berupa model rancangan percobaan (lihat Tabel 4). Selanjutnya dilakukan pembuatan minuman untuk mengukur respon masing-masing model rancangan percobaan tersebut. Dalam pembuatan minuman ditambahkan gula sukrosa (b/v), CMC (v/v), pengawet natrium benzoat (v/v), dan air minum. Variabel respon minuman diukur berdasarkan hasil uji aktivitas antioksidan minuman (metode penangkapan senyawa radikal bebas stabil DPPH) dan hasil uji organoleptik minuman (metode hedonik dengan parameter citarasa dan warna). Variabel respon tersebut digunakan sebagai parameter untuk menetapkan nilai target optimasi formulasi minuman.

Selanjutnya variabel respon yang didapat dari masing-masing model dimasukkan kembali ke dalam piranti lunak Design Expert 7.0® sebagai data masukan untuk mendapatkan formula minuman yang optimal berdasarkan nilai target yang sudah ditetapkan. Setelah itu dilakukan kembali pembuatan minuman dengan formula optimal.

Aktivitas antioksidan minuman formula optimal diukur kembali dan dibandingkan dengan aktivitas antioksidan tertinggi yang dapat dicapai oleh minuman komponen tunggalnya. Selain itu, juga dilakukan perbandingan


(1)

Skala hedonik 1-5 : sangat tidak suka – sangat suka

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor

1026.022a 32 32.063 40.447 .000

28.622 29 .987 1.245 .235

10.689 2 5.344 6.742 .002

45.978 58 .793

1072.000 90

Source Model Panelis Sampel Error Total

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

R Squared = .957 (Adjusted R Squared = .933) a.

Kesimpulan: Skor kesukaan panelis terhadap warna ketiga produk minuman berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%, sehingga dilanjutkan dengan uji Post Hoc (Duncan) untuk melihat signifikansi antar produknya

Post Hoc Tests Sampel

Homogeneous Subsets Skor

Duncan a,b

30 2.83

30 3.47

30 3.63

1.000 .471

Sampel 522 943 459 Sig.

N 1 2

Subset

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = .793. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. a.

Alpha = .05. b.

Kesimpulan: skor kesukaan panelis terhadap warna minuman formula 943 dan minuman Kunyit Asam tidak berbeda nyata, sedangkan skor kesukaan panelis


(2)

formula 943 selama 15 hari di berbagai suhu penyimpanan

Univariate Analysis of Variance

[DataSet0]

Between-Subjects Factors

kamar 12

refri 12

55 c 12

6 6 6 6 6 6 1

2 3 SUHU_SIM

0 2 5 7 9 15 WAKTU_SI

Value Label N

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: ppm_AEAC

12115991.3a 18 673110.625 1754.882 .000

2978.003 2 1489.002 3.882 .040

48641.113 5 9728.223 25.363 .000

3418.763 10 341.876 .891 .559

6904.163 18 383.565

12122895.4 36

Source Model suhu_simpan waktu_simpan suhu_simpan * waktu_simpan Error

Total

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

R Squared = .999 (Adjusted R Squared = .999) a.

Kesimpulan: faktor suhu dan faktor waktu berpengaruh nyata terhadap aktivitas antioksidan (α=0.05), sehingga dilanjutkan dengan uji Dunnett untuk melihat signifikansi aktivitas antioksidan antar perlakuan. Faktor interaksi suhu dan waktu penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap aktivitas antioksidan pada taraf signifikansi 5% (α=0.05).


(3)

Post Hoc Tests suhu_simpan

Multiple Comparisons

Dependent Variable: PPM_AEAC Dunnett t (2-sided)a

9.7225 7.99546 .389 -9.4552 28.9002 -12.4983 7.99546 .230 -31.6760 6.6793 (J) SUHU_SIM

kamar kamar (I) SUHU_SIM refri

55 c

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval

Based on observed means.

Dunnett t-tests treat one group as a control, and compare all other groups against it. a.

waktu_simpan

Multiple Comparisons

Dependent Variable: ppm_AEAC Dunnett t (2-sided)a

-15.1817 11.30729 .546 -46.4057 16.0424 -34.8100* 11.30729 .026 -66.0341 -3.5859 -47.0350* 11.30729 .003 -78.2591 -15.8109 -44.2567* 11.30729 .004 -75.4807 -13.0326 -116.4783* 11.30729 .000 -147.7024 -85.2543 (J) waktu_simpan

0 0 0 0 0 (I) waktu_simpan 2

5 7 9 15

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval

Based on observed means.

The mean difference is significant at the .05 level. *.

Dunnett t-tests treat one group as a control, and compare all other groups against it. a.


(4)

selama 15 hari di berbagai suhu penyimpanan

Univariate Analysis of Variance

[DataSet0]

Between-Subjects Factors

kamar 12

refri 12

55 C 12

6 6 6 6 6 6 1

2 3 SUHU_SIM

0 2 5 7 9 15 WAKTU_SI

Value Label N

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: pH

590.695a 18 32.816 35691.526 .000

.028 2 .014 15.012 .000

.043 5 .009 9.356 .000

.053 10 .005 5.778 .001

.017 18 .001

590.711 36

Source Model suhu_simpan waktu_simpan suhu_simpan * waktu_simpan Error

Total

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000) a.

Kesimpulan: faktor suhu, faktor waktu, serta faktor interaksi suhu dan waktu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap nilai pH minuman (α=0.05), sehingga dilanjutkan dengan uji Dunnett untuk melihat signifikansi nilai pH antar perlakuan.


(5)

Post Hoc Tests suhu_simpan

Multiple Comparisons

Dependent Variable: PH Dunnett t (2-sided)a

.0225 .01238 .150 -.0072 .0522 -.0442* .01238 .004 -.0739 -.0145 (J) SUHU_SIM kamar kamar (I) SUHU_SIM refri 55 C Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval

Based on observed means.

The mean difference is significant at the .05 level. *.

Dunnett t-tests treat one group as a control, and compare all other groups against it. a.

waktu_simpan

Multiple Comparisons

Dependent Variable: pH Dunnett t (2-sided)a

.0500* .01751 .041 .0017 .0983 .0967* .01751 .000 .0483 .1450 .0933* .01751 .000 .0450 .1417 .0833* .01751 .001 .0350 .1317 .0383 .01751 .149 -.0100 .0867 (J) waktu_simpan 0 0 0 0 0 (I) waktu_simpan 2 5 7 9 15 Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval

Based on observed means.

The mean difference is significant at the .05 level. *.

Dunnett t-tests treat one group as a control, and compare all other groups against it. a.

suhu_simpan*waktu_simpan

(Diolah menggunakan piranti lunak STATISTICA ver 6.0)

Dunnett test; variable Var3 (Spreadsheet4) Probabilities for Post Hoc Tests (2-sided) Error: Between MS = .00092, df = 18.000 Cell No.

Var1 Var2 {7}

3.9900 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

refri 0 1.000000

refri 2 0.010574

0.040993 0.007491 0.005302

0.020965

refri 5 0.330010

refri 7

refri 9

refri 15

ruang 0

ruang 2 0.745586

ruang 5 0.078322

ruang 7

ruang 9 0.056863

ruang 15 0.330010

suhu 55C 0 1.000000

suhu 55C 2 0.999993

* * * * *


(6)

selama 15 hari di berbagai suhu penyimpanan

Univariate Analysis of Variance

[DataSet0]

Between-Subjects Factors

kamar 12

refri 12

55 C 12

6 6 6 6 6 6 1

2 3 SUHU_SIM

0 2 5 7 9 15 WAKTU_SI

Value Label N

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: TPT

8349.225a 18 463.846 19645.235 .000

.027 2 .013 .565 .578

4.223 5 .845 35.767 .000

.153 10 .015 .649 .754

.425 18 .024

8349.650 36

Source Model suhu_simpan waktu_simpan suhu_simpan * waktu_simpan Error

Total

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000) a.

Kesimpulan: faktor waktu berpengaruh nyata terhadap nilai TPT minuman (α=0.05), sehingga dilanjutkan dengan uji Dunnett untuk melihat signifikansi nilai TPT antar perlakuan. Faktor suhu dan interaksi suhu dan waktu penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai TPT minuman (α=0.05).

Post Hoc Tests waktu_simpan

Multiple Comparisons Dependent Variable: TPT

Dunnett t (2-sided)a

.1500 .08872 .340 -.0950 .3950

.2333 .08872 .065 -.0116 .4783

.2333 .08872 .065 -.0116 .4783

.2500* .08872 .045 .0050 .4950

-.7167* .08872 .000 -.9616 -.4717

(J) waktu_simpan 0

0 0 0 0 (I) waktu_simpan 2

5 7 9 15

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval

Based on observed means.

The mean difference is significant at the .05 level. *.

Dunnett t-tests treat one group as a control, and compare all other groups against it. a.


Dokumen yang terkait

Pengaruh pemberian ekstrak etanol 96% herba kumis kucing (orthosiphon stamineus benth) terhadap penurunan kadar kolesterol total pada tikus jantan yang diinduksi pakan hiperkolesterol

3 20 92

Formulasi Minuman Fungsional Berbasis Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus B*Miq) dan Proses Pembuatannya

0 6 1

Perpanjangan Umur Simpan Dan Perbaikan Citarasa Minuman Fungsional Berbasis Kumis Kucing (Orthosiphon Aristatus Bi. Miq) Menggunakan Ekstrak Berbagai Varietas Jeruk

2 60 111

Upaya peningkatan penerimaan citarasa minuman fungsional berbasis kumis kucing (Orthosiphon aristatus Bl. Miq) dengan menggunakan beberapa ekstrak jeruk dari varietas yang berbeda dan flavor enhancer

5 41 186

Aktivitas antihiperglikemik minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus BI. Miq) pada mencit hiperglikemik yang diinduksi dengan Streptozotocin

0 11 276

Pertumbuhan, Produksi dan Kadar Sinensetin Tanaman Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus Bl. Miq.) pada Berbagai Umur Panen

2 7 55

Penentuan Waktu Panen pada Budidaya Tanaman Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus Bl. Miq.)

0 6 7

Upaya Peningkatan Produksi Biomassa dan Kadar Sinensetin Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus Bl. Miq.) dengan Pemupukan

0 4 8

Pertumbuhan, Produksi, Dan Kadar Sinensetin Tanaman Kumis Kucing (Orthosiphon Aristatus Bl. Miq.) Pada Berbagai Intensitas Naungan Dan Cara Pemupukan Nitrogen

1 11 53

Analisis Struktur Anatomi Dan Histokimia Tiga Varietas Kumis Kucing (Orthosiphon Aristatus (Blume) Miq.)

4 25 34