Formulasi Pestisida Nabati Minyak Mimba Menggunakan Surfaktan Dietanolamida Untuk Pengendalian Hama Ulat Grayak Pada Tanaman Kedelai

FORMULASI PESTISIDA NABATI MINYAK MIMBA
MENGGUNAKAN SURFAKTAN DIETANOLAMIDA UNTUK
PENGENDALIAN HAMA ULAT GRAYAK PADA TANAMAN
KEDELAI

BUDHI INDRAWIJAYA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Formulasi Pestisida Nabati Minyak Mimba
Menggunakan Surfaktan Dietanolamida untuk Pengendalian Hama Ulat Grayak pada
Tanaman Kedelai adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum
pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Tesis ini
merupakan sebagian dari penelitian PUSNAS dengan judul Peningkatan Kinerja Insektisida
Nabati dari Ekstrak Nimba (Azadirachta indica) untuk Pengendalian Hama Ulat Grayak pada

Kedelai Menggunakan Surfaktan DEA dari Olein Sawit yang dibiayai oleh KEMENTRIAN
RISTEKDIKTI. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari
karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016
Budhi Indrawijaya
NIM F351124101

RINGKASAN
BUDHI INDRAWIJAYA. Formulasi Pestisida Nabati Minyak Mimba
Menggunakan Surfaktan Dietanolamida untuk Pengendalian Hama Ulat Grayak
pada Tanaman Kedelai. Dibimbing oleh ERLIZA HAMBALI dan DWI
SETYANINGSIH.

Formulasi biopestisida mimba merupakan produk dengan komposisi
surfaktan, bahan aktif dan bahan kimia tertentu yang bertujuan untuk
mengendalikan hama ulat grayak pada tanaman kedelai. Secara umum formulasi
insektisida dapat digolongkan dalam dua golongan besar yaitu formulasi cair dan

formulasi padat. Formulasi cair biasanya terdiri dari bahan aktif, pelarut dan
bahan tambahan seperti pengemulsi, perata, perekat, sedangkan formulasi padat
umumnya mengandung bahan aktif, bahan pembawa (carrier), pembasah dan
perata.
Penelitian ini bertujuan untuk membuat formulasi produk emulsi
insektisida hama ulat grayak pada tanaman kedelai. Formulasi insektisida yang
digunakan berbahan aktif minyak biji mimba, surfaktan non ionik dietanolamida
(DEA) dan surfaktan kationik yaitu SK 55.
Parameter hasil formulasi menghasilkan produk emulsi insektisida hama
ulat grayak adalah sebagai berikut : tegangan permukaan 33,09 dyne/cm , sudut
kontak 6,47º dan ukuran droplet 4,16 µm. Berdasarkan hasil analisa tegangan
permukaan, sudut kontak, ukuran droplet dan Critical Micelle Concentration
(CMC), konsentrasi surfaktan DEA terbaik yang digunakan dalam formulasi ini
adalah 5% sementara konsentrasi surfaktan kationik SK 55 sebesar 2%.
Berdasarkan hasil pengujian formulasi di lapangan menunjukkan tingkat
kematian tertinggi hama ulat grayak dapat mencapai 100% pada konsentrasi 12,5
mL/L dan pada konsentrasi terendah 5 mL/L hanya sebesar 22%. Analisis probit
menunjukkan bahwa dosis maksimum yang dapat digunakan untuk mematikan
ulat grayak sebanyak 50% (LC50) sebesar 5,99 mL/L, sedangkan untuk mematikan
ulat grayak sebesar 95% (LC95) dibutuhkan dosis sebesar 9,29 mL/L.

Kata Kunci : Dietanolamida, Formulasi, Mimba, Surfaktan, Ulat Grayak

SUMMARY
BUDHI INDRAWIJAYA. Formulation of Neem Oil Biopesticide using
Diethanolamide Surfactants for Control of Armyworm Pest on Soybean Plants.
Supervised by ERLIZA HAMBALI and DWI SETYANINGSIH.

Neem biopesticide formulation is a product with a composition of
surfactans, active material and chemicals that aims to control Armyworm pest on
Soybean plants. Insecticide formulations can generally be classified into two
major categories namely liquid formulations and solid formulations. Liquid
formulations typically consists of the active material, solvents and additives such
as emulsifiers, leveling, adhesives. Whereas solid formulations generally contain
the active material, carrier material, wetting and leveling.
This research aims to make the emulsion insecticide product formulations
of armyworm pest on soybean plants. Insecticide formulations used active
material of neem seed oil, nonionic surfactant diethanolamide (DEA) and cationic
surfactant SK 55.
Parameter results formulations of armyworm pest insecticide emulsion products
as follows: surface tension of 33.09 dyne/cm, contact angle of 6.47º, droplet size

of 4.16 µm. Based on the analysis of surface tension, contact angle, analysis of
droplet size and Critical Micelle Concentration (CMC) method, the best
concentration of DEA used in this formulation is 5% and the cationic surfactant
(SK 55) used is 2%. Based on formulations test, high mortality rate of armyworm
pest can reach 100 % at a concentration of 12.5 mL/L and at low concentration 5
mL/L is only 2%. Probit analysis showed that the maximum dose that can be used
to killed the armyworm as much as 50% (LC50) at 5.99 mL/L. Whereas for the
deadly armyworms, 95% (LC95) required a dose of 9,29 mL/L.
Keywords : surfactant, diethanolamide, armyworm, neem, formulation

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah;
dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam
bentuk apa pun tanpa izin IPB

FORMULASI PESTISIDA NABATI MINYAK MIMBA

MENGGUNAKAN SURFAKTAN DIETANOLAMIDA UNTUK
PENGENDALIAN HAMA ULAT GRAYAK PADA TANAMAN
KEDELAI

BUDHI INDRAWIJAYA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji pada Ujian Tesis

:


Dr Ir Mohamad Yani, M Eng

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini adalah formulasi pestisida nabati minyak mimba
menggunakan surfaktan dietanolamida untuk pengendalian hama ulat grayak pada
tanaman kedelai.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Erliza Hambali dan Dr Dwi
Setyaningsih, S.TP M.Si selaku pembimbing, serta Dr Ir Mohamad Yani, M.Eng
yang telah sabar dalam membimbing dan telah banyak memberi saran dalam
penyempurnaan tesis ini. Penghargaan penulis sampaikan juga kepada seluruh staf
Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC), Balai Besar Industri Agro
(BBIA) yang telah banyak membantu selama penelitian dan kepada rekan-rekan
Magister Teknologi Industri Pertanian terima kasih atas bantuan dan dukungannya
selama ini.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Kementrian Riset,
Teknologi dan Pendidikan Tinggi (RISTEKDIKTI) atas bantuan dana penelitian
sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik. Penelitian ini adalah bagian

dari penelitian PUSNAS dengan judul Peningkatan Kinerja Insektisida Nabati dari
Ekstrak Mimba (Azadirachta indica) untuk Pengendalian Hama Ulat Grayak pada
Kedelai Menggunakan Surfaktan DEA dari Olein Sawit.
Terima kasih penulis ucapkan pula kepada DIKTI atas beasiswa BPPDN
yang telah diberikan selama penulis menyelesaikan studi pada program
pascasarjana IPB. Tidak lupa pula terima kasih yang mendalam penulis ucapkan
pada papa, mama, istri dan anak-anakku tercinta serta seluruh keluarga atas segala
doa dan kasih sayangnya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih banyak
kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan guna
menyempurnakan penulisan tesis ini.
Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih. Semoga karya
ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016
Budhi Indrawijaya

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

xi
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
3
Ruang Lingkup Penelitian
3
TINJAUAN PUSTAKA
4
Kedelai

4
Ulat Grayak
4
Mimba
6
Surfaktan
9
Dietanolamida
11
Tegangan Permukaan
11
METODOLOGI PENELITIAN
13
Bahan dan Alat
13
Waktu dan Tempat Penelitian
13
Metode Penelitian
13
HASIL DAN PEMBAHASAN

18
Analisis Proksimat Minyak Biji Mimba
18
Sifat Fisikokimia Minyak Biji Mimba
18
Penentuan Konsentrasi Surfaktan DEA
21
Analisa Tegangan Permukaan
21
Analisa Sudut Kontak
22
Analisa Ukuran Droplet
24
Penambahan Surfaktan Kationik
26
Pengujian Larutan Insektisida Mimba terhadap larva Spodoptera litura 29
SIMPULAN DAN SARAN
31
Simpulan
31

Saran
31
DAFTAR PUSTAKA
32
LAMPIRAN
36
RIWAYAT HIDUP
52

DAFTAR TABEL

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Data hasil analisis proksimat
Hasil analisis sifat fisikokimia minyak biji mimba
Rekapitulasi data hasil analisa larutan hasil formulasi
Data tegangan permukaan larutan formula insektisida pada berbagai
dosis surfaktan kationik SK 55
Pengaruh penambahan surfaktan kationik SK 55 terhadap ukuran droplet
Pengaruh penambahan surfaktan kationik SK 55 terhadap sudut kontak
Mortalitas larva Spodoptera litura pada perlakuan formula mimba dengan
penambahan surfaktan kationik pada hari ke-9
Mortalitas larva Spodoptera litura pada perlakuan formula mimba tanpa
penambahan surfaktan kationik pada hari ke-9

18
19
25
26
27
28
29
30

DAFTAR GAMBAR

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Ulat grayak (Spodoptera Litura F)
Siklus hidup ulat grayak
Pohon tanaman mimba
Daun mimba
Biji mimba kering
Struktur molekul surfaktan
Reaksi amidasi dari metil ester
Proses preparasi minyak biji mimba
Proses sintesis surfaktan dietanolamida (DEA)
Pembahasan tegangan permukaan larutan surfaktan DEA dalam minyak
mimba
11. Pembahasan sudut kontak surfaktan DEA dalam minyak mimba
12. Pembahasan ukuran droplet surfaktan DEA dalam minyak mimba

4
6
7
7
8
9
11
14
15
21
23
24

DAFTAR LAMPIRAN

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

Prosedur analisis
Tabel hasil analisis sifat fisiko kimia minyak biji mimba
Data hasil analisis proksimat
Gambar reaktor amidasi skala 25 L/batch
Gambar proses pengepresan minyak biji mimba
Hasil analisis ragam tegangan permukaan DEA dalam minyak mimba
Analisis ragam uji sudut kontak DEA dalam minyak mimba
Analisis ragam uji ukuran droplet DEA dalam minyak mimba
Analisis ragam uji tegangan permukaan DEA 5% dan SK 55
Analisis ragam uji sudut kontak DEA 5% dan SK 55
Analisis ragam uji ukuran droplet DEA 5% dan SK 55
Hasil pengujian formulasi (DEA 5% dan SK 55 2% dalam mimba)
Rekapitulasi hasil pengamatan uji mortalitas dan analisis probit

36
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
52

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai (Glycine max (L) Merril ), merupakan salah satu jenis pangan yang
mengandung sumber protein yang tinggi. Banyak sekali kegunaan dari kedelai
yang dapat diolah menjadi bahan pangan yang bergizi tinggi seperti susu, tempe,
tahu dan jenis makanan atau pun minuman lainnya yang memiliki nilai jual yang
tinggi. Dengan kandungan gizi yang tinggi tersebut tentunya berdampak baik
terhadap kesehatan. Banyak sekali masyarakat Indonesia yang mengkonsumsi
makanan dan minuman yang mengandung kedelai tetapi sangat disayangkan
bahwa dengan tingkat konsumsi yang tinggi tersebut tidak di dukung oleh
produksi kedelai nasional yang mampu mencukupi kebutuhan tersebut. Menurut
data dari Badan Pusat Statistik (2015) bahwa tingkat kebutuhan konsumsi kedelai
masyarakat Indonesia setiap tahunnya mencapai kisaran 2,2–2,5 juta ton per
tahun, sedangkan kemampuan produksi dalam negeri (2012 – 2014) rata-rata
hanya mencapai 860 ribu ton per tahun. Berdasarkan kenyataan tersebut, hal ini
tentunya tidak dapat mencukupi kebutuhan dalam negeri, sehingga untuk
memenuhi kekurangannya harus di impor. Indonesia mengimpor kekurangan
kedelai tersebut dari Amerika Serikat dan Brazil.
Jika dilihat dari ketergantungan terhadap impor tersebut, maka Indonesia perlu
meningkatkan produksi kedelai nasional, sehingga mampu mencukupi kebutuhan
dalam negeri. Caranya adalah dengan menambah area untuk ditanami tanaman
kedelai dan sekaligus dapat meningkatkan produktivitas tanaman kedelai. Upaya
peningkatan produksi kedelai nasional saat ini menghadapi kendala yaitu adanya
serangan hama yang dapat merusak tanaman kedelai. Umumnya hama yang
menyerang tanaman tersebut berupa ulat. Salah satunya di kenal dengan nama ulat
grayak. Ulat grayak merupakan salah satu jenis hama terpenting yang menyerang
tanaman palawija dan sayuran di Indonesia. Hama ini sering mengakibatkan
penurunan produktivitas bahkan kegagalan panen karena menyebabkan daun dan
buah menjadi sobek, terpotong – potong dan berlubang.
Ulat grayak (Spodoptera litura) merupakan salah satu jenis hama perusak
tanaman kedelai. Berdasarkan hasil identifikasi terhadap 9 jenis serangga hama
pemakan daun, ulat grayak merupakan salah satu jenis hama pemakan daun.
Kehilangan hasil akibat serangan hama tersebut dapat mencapai 80 %, bahkan
tidak mengeluarkan hasil sama sekali (puso) jika tidak dikendalikan (Marwoto
dan Suharsono 2008). Luas serangan ulat grayak dalam periode 2002 – 2012
berkisar antara 1.316 – 2.902 Ha (Ditlintan 2013).

2
Perumusan Masalah
Pengendalian serangan hama ulat grayak sudah banyak dilakukan baik secara
teknis, mekanis, biologi maupun kimiawi. Upaya yang dilakukan para petani
dalam memberantas hama ulat grayak ini menggunakan bahan aktif profenofos
dan deltametrin yang diimpor dari China dan Amerika Serikat. Alternatif lainnya
dapat digunakan ekstrak biji mimba. Tanaman ini mengandung zat azadirachtin
yang memiliki fungsi sebagai anti serangga karena bersifat racun perut.
Penggunaan pestisida nabati umumnya kurang efektif karena formulasinya masih
sangat sederhana, sehingga diperlukan bahan aditif (tambahan) seperti surfaktan
yang memiliki fungsi sebagai pendispersi dan perata bahan aktif sekaligus perekat
yang umumnya digunakan pada pestisida sintetik.
Salah satu jenis surfaktan yang berpotensi digunakan untuk aplikasi pestisida
tanaman kedelai adalah surfaktan dietanolamida (DEA). DEA akan berperan
dalam mendispersikan, menghomogenkan, meratakan dan merekatkan bahan aktif
dengan bahan aditif lainnya dan media pembawanya. Surfaktan dietanolamida
(DEA) termasuk dalam kelompok surfaktan nonionik yang bersifat biodegradable
dan ramah lingkungan serta berfungsi pula sebagai pendispersi yang baik dan
penurun tegangan permukaan dan tegangan antar muka yang cukup efektif. Saat
ini DEA merupakan bahan aktif permukaan yang paling banyak digunakan pada
produk personal care karena mudah ditangani dan sistem emulsi produk yang
dihasilkan relatif stabil. Surfaktan DEA memiliki nilai tegangan permukaan yang
paling rendah di bandingkan surfaktan yang lain seperti APG, etoksilat dan lauril
betain yang banyak dipakai pada industri pestisida. Oleh karena itu surfaktan
DEA sangat berpotensi untuk meningkatkan efektifitas pestisida (Suryani et al.
2012). DEA dapat diproduksi dari metil ester maupun dari asam lemak yang
direaksikan dengan reaktan dietanolamina. Pada penelitian ini digunakan
surfaktan DEA dari bahan baku metil ester bukan dari asam lemak sementara
bahan aktifnya adalah minyak biji mimba.. Alasan digunakannya bahan baku
metil ester olein sawit adalah harga bahan baku asam lemak inti sawit 2 kali lipat
lebih mahal dibandingkan dengan harga metil ester olein sawit. Harga asam lemak
sekitar Rp 24.000/kg sedangkan metil ester hanya sekitar Rp 12.000/kg. Selain
itu ketersediaan minyak olein lebih melimpah dan harganya lebih murah karena
metil ester lebih mudah diproduksi, biaya produksi lebih murah dan dapat
dilakukan pada skala menengah bila dibandingkan dengan asam lemak yang harus
dilakukan pada skala besar selain itu bahan bakunya pun lebih mahal harganya.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah membuat formulasi insektisida nabati
menggunakan minyak biji mimba, surfaktan DEA dan surfaktan kationik SK 55
untuk pengendalian hama ulat grayak pada tanaman kedelai serta menganalisa
kinerja surfaktan DEA dalam formulasi tersebut.

3
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah dapat memberikan nilai
tambah pada produk turunan kelapa sawit serta memberikan nilai tambah juga
kepada tanaman mimba karena selama ini hanya tumbuh liar dan tidak
dibudidayakan untuk kepentingan yang lebih baik serta melalui penelitian ini
diharapkan dapat memberikan informasi kepada pemerintah dan petani terhadap
manfaat yang bisa diperoleh dengan adanya hasil formulasi serta analisa yang
dibuat.
Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian formulasi pestisida nabati menggunakan bahan aktif
azadirachtin dari minyak biji mimba, maka ruang lingkup penelitian ini adalah :
1. Bahan baku sintesis surfaktan yang digunakan adalah metil ester olein dari
minyak sawit
2. Biji mimba yang digunakan berasal dari daerah Jawa Timur
3. Minyak mimba diperoleh menggunakan alat screw press dan dilanjutkan
mengunakan alat hidrolik press

4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Kedelai
Seiring dengan pertambahan penduduk dan perbaikan pendapatan perkapita
memicu kenaikan konsumsi bahan pangan. Salah satunya adalah kedelai. Kedelai
merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan oleh manusia sejak
2500 SM. Kedelai mulai di kenal di Indonesia sejak abad ke-16. Sejak awal
kedelai di kenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine soja dan Soja max.
Akan tetapi pada tahun 1948 disepakati bahwa nama botani yang dapat diterima
dalam istilah ilmiah adalah Glycine max (L.) Merill. Kedelai merupakan salah satu
sumber protein bagi tubuh. Oleh karena itu kebutuhan akan terpenuhi jika
produktivitas yang dihasilkan setara dengan kebutuhan akan konsumsi kedelai
tersebut.
Kebutuhan masyarakat Indonesia akan kedelai mencapai kisaran 2,5 juta ton
per tahun sedangkan kemampuan produksi dalam negeri rata-rata hanya 860 ribu
ton per tahun (BPS 2015). Tentu saja kekurangan akan kedelai tersebut harus di
impor dari luar negeri. Hal ini tentunya tidak akan mencukupi kebutuhan dalam
negeri. Oleh karena itu diperlukan cara-cara dalam mengatasi ketergantungan
impor kedelai seperti memperbanyak luas area untuk penanaman kedelai,
kebijakan pemerintah yang diharapkan mampu mengatasi minimnya tingkat
produksi dan tentu saja kebijakan itu harus menguntungkan para petani lokal serta
adanya penyuluhan terhadap cara mengatasi hama yang sering menyerang
tanaman kedelai kepada para petani juga dapat menjadi salah satu cara sekaligus
dapat meningkatkan produktivitas dari tanaman kedelai tersebut.
Serangan hama dan penyakit pada tanaman kedelai merupakan kendala utama
dalam meningkatkan produksi kedelai. Menyempitnya keragaman genetik
tanaman dan usaha peningkatan produksi yang kurang memperhatikan faktorfaktor lingkungan yang menjaga populasi hama, yaitu dengan penggunaan
pestisida yang berlebihan, merupakan salah satu penyebab meledaknya populasi
organisme pengganggu.
Ulat grayak

Gambar 1 Ulat Grayak (Spodoptera Litura F)
(Sumber : tribunnews.com, organichcs.com, berkebunorganik.blogspot.com )

5

Ulat grayak (Spodoptera litura F) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1
merupakan salah satu jenis hama perusak tanaman kedelai. Berdasarkan hasil
identifikasi terhadap 9 jenis serangga hama pemakan daun, ulat grayak merupakan
salah satu jenis hama pemakan daun yang sangat penting. Kehilangan hasil akibat
serangan hama tersebut dapat mencapai 80%, bahkan puso jika tidak dikendalikan
(Marwoto dan Suharsono 2008). Luas serangan ulat grayak dalam periode 10
tahun (2002-2012) berkisar antara 1.316 – 2.902 Ha (Ditlintan 2013). Tingkat
kerusakan akibat serangan ulat ini cukup tinggi, bahkan ulat grayak mampu
menghabisi tanaman hanya dalam waktu satu malam.
Klasifikasi hama ulat grayak menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai berikut :
Kingdom
: Animalia
Divisio
: Arthropoda
Class
: Insecta
Ordo
: Lepidoptera
Family
: Noctuidae
Genus
: Spodoptera
Spesies
: Spodoptera litura F.
Telur seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2a berbentuk hampir bulat
dengan bagian datar melekat pada daun (kadang tersusun 2 lapis), warna coklat
kekuning-kuningan, berkelompok (masing-masing berisi 25 – 500 butir) tertutup
bulu seperti beludru (Tenrirawe dan Talanca 2008). Stadia telur berlangsung
selama 3 hari (Rahayu et al. 2009).
Setelah 3 hari, telur menetas menjadi larva seperti terlihat pada Gambar
2b. Ulat yang keluar dari telur berkelompok dipermukaan daun. Setelah beberapa
hari, ulat mulai hidup berpencar. Panjang tubuh ulat yang telah tumbuh penuh 50
mm (Balitbang, 2006). Masa stadia larva berlangsung selama 15–30 hari (Rahayu
et al. 2009).
Setelah cukup dewasa, yaitu lebih kurang berumur 2 minggu, ulat mulai
berkepompong. Masa pupa (Gambar 2c) berlangsung di dalam tanah dan di
bungkus dengan tanah (Kalshoven 1981). Setelah 9-10 hari kepompong akan
berubah menjadi ngengat dewasa (Balitbang 2006).
Serangga dewasa berupa ngengat abu-abu, meletakkan telur secara
berkelompok.Ukuran tubuh ngengat betina 14 mm sedangkan ngengat jantan 17
mm (Balitbang 2006). Imago S. litura (Gambar 2d) memiliki umur yang singkat
(Kalshoven 1981).

6

Gambar 2 Siklus Hidup Ulat Grayak. Telur Spodoptera Litura (a), Larva
Spodoptera Litura (b), Pupa Spodoptera Litura (c), Imago
Spodoptera Litura (d)
(Sumber : biolib.cz, nongyao001.com, tinhdoandongthap.org)
Seperti halnya ulat-ulat lain, ulat grayak tergolong jenis hama malam, dimana
menyerang tanaman terutama pada malam hari. Organisme pengganggu ini terdiri
dari beberapa spesies, antara alain Spodoptera litura, Spodoptera exigua,
Spodoptera mauritia, dan Spodoptera exempta. Tanaman yang terserang ditandai
dengan adanya daun yang meranggas, hanya tersisa tulang daunnya saja. Serangan
parah terjadi pada musim kemarau, pada saat kelembaban udara rata-rata 70% dan
suhu udara 18-23°C. Pada saat cuaca demikian, ngengat akan terangsang untuk
berkembang biak serta prosentase penetasan telur sangat tinggi, sehingga
populasinya menjadi tinggi dan tingkat serangannya pun semakin tinggi.
Mimba
Tanaman Mimba (Azadirachta indica A. Juss) seperti yang ditunjukkan oleh
Gambar 3 adalah tanaman berbentuk pohon. Tanaman mimba termasuk famili
Miliaceae. Tingginya 10–25 m, batang tegak berkayu. Daunnya majemuk,
letak berhadapan dengan panjang 5–7 cm dan lebar 3–4 cm. Bijinya bulat,
berdiameter sekitar 1 cm berwarna putih (Subiyakto, 2009). Tanaman mimba
berasal dari Asia Selatan dan Tenggara. Saat ini tanaman mimba dijumpai di
daerah tropik dan sub tropik Afrika, Amerika, dan Australia. Mimba ditanam
untuk berbagai keperluan, seperti hutan industri, kayu bakar, tanaman
peneduh, dan penghasil bahan baku industri (medis, pestisida, sabun, minyak,
pupuk, pakan ternak, dan kayu) (Benge 1986). Di Indonesia tanaman mimba
tumbuh liar dan belum banyak dimanfaatkan, kecuali sebagai kayu bakar.

7

Gambar 3 Pohon Tanaman Mimba (Subiyakto 2009)
Biji dan daun mimba mengandung empat senyawa kimia alami yang aktif
sebagai pestisida, yaitu azadirakhtin, salanin, meliatriol, dan nimbin. Dalam
satu gram biji mimba mengandung 2-4 mg azadirakhtin, namun ada juga yang
mencapai 9 mg. Senyawa kimia tersebut dapat berperan sebagai penghambat
pertumbuhan serangga, penolak makan, dan repelen bagi serangga (Sunarto
dan Nurindah 2008).

Gambar 4. Daun Mimba (Subiyakto 2009)

8

Sebagai pestisida, mimba efektif membunuh lebih dari 200 jenis
serangga hama dan relatif sulit menimbulkan resistensi dibanding dengan
pestisida kimia sintetik (Khanna 1992). Umumnya para petani memberantas
hama ulat grayak menggunakan bahan aktif profenofos dan deltametrin. Alternatif
lain yang dapat digunakan dalam penelitian ini adalah minyak biji mimba yang
mengandung zat azadirachtin yang memiliki fungsi anti serangga karena bersifat
racun perut, sehingga jika digabungkan dengan surfaktan DEA ini diharapkan
mampu memberantas hama ulat grayak pada tanaman kedelai.
Di Indonesia tanaman mimba dijumpai di sepanjang pantai utara Jawa,
dari Indramayu sampai Banyuwangi. Selain itu tanaman nimba dijumpai di
Nganjuk, Jombang, Blitar, Ponorogo, Madiun, Bojonegoro, Bondowoso,
Situbondo, Gianyar, Negara, Paciran (Tuban), dan Lombok Timur (Subiyakto
2002). Mimba dapat tumbuh di tanah kering dan miskin hara, dangkal, bahkan
tanah salin.Tanaman mimba yang berumur 8–10 tahun menghasilkan biji sekitar 9
kg. Tanaman mimba berumur 15–20 tahun menghasilkan biji sekitar 13 kg,
sedang yang berumur di atas 20 tahun menghasilkan biji sekitar 19 kg. Biji mimba
yang telah kering seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Biji Mimba Kering
(Sumber : Dokumentasi Penulis)
Beberapa produk pestisida nabati komersil berbahan aktif azadirakhtin
yang telah terdaftar di Indonesia, yaitu Nospoil 8EC (azadirakhtin 8 g/l), Natural
9WSC (azadirakhtin 9 g/l) dan Nimbo 0,6AS (azadirakhtin 0,6 g/l) (Anonim
2005). Akan tetapi produk ini masih sulit ditemukan dan masa ijin produksinya
juga sudah habis sehingga agak sukar ditemui.
Di luar negeri beberapa produk pestisida sejenis yang sudah
dikomersialkan antara lain NemAzal-T/S (azadirakhtin 1%) (Anonim 1996),
Margosan-O (azadirakhtin 0,3%), Azatin (azadirakhtin 3%), dan Bioneem
(Khana 1992; Isman 1994).

9

Surfaktan
Surfaktan yang merupakan kepanjangan dari surface active agent adalah suatu
senyawa kimia yang dapat mengaktifkan permukaan suatu zat lain yang awalnya
tidak dapat berinteraksi. Surfaktan memiliki karakter yang unik karena dapat
berinteraksi dengan senyawa yang polar dan juga non polar. Hal ini dikarenakan
struktur surfaktan yang memiliki gugus polar dan non polar sekaligus.

Gambar 6. Struktur molekul surfaktan (Ophart 2003)
Surfaktan atau zat aktif permukaan merupakan molekul dan ion yang di
adsorpsi pada antarmuka. Secara kimia, molekul surfaktan terdiri atas gugus polar
dan non polar (Gambar 6). Apabila surfaktan dimasukkan dalam sistem yang
terdiri dari air dan minyak, maka gugus polar akan mengarah ke fase air
sedangkan gugus non polar akan mengarah ke fase minyak. Surfaktan yang
memiliki gugus polar lebih kuat cenderung membentuk tipe minyak dalam air
(o/w), sedangkan jika gugus non polar yang lebih kuat maka cenderung
membentuk tipe air dalam minyak (w/o) (Martin et al. 1993). Surfaktan
mempunyai kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan (surface
tension) suatu medium dan menurunkan tegangan antarmuka (interfacial tension)
antar dua fase yang berbeda derajat polaritasnya seperti pada cairan dengan
cairan, padatan dengan cairan, ataupun gas dengan cairan. Sifat utama dari
surfaktan adalah kemampuannya membasahi (wetting ability), menghomogenkan,
menyebarkan atau mendispersi (dispersing/spreading ability), merekatkan dan
membantu penetrasi (penetrating ability). Surfaktan bekerja dengan cara
memperluas penyebaran genangan (coverage) larutan pestisida pada permukaan
daun sehingga semprotan pestisida tersebar lebih merata.
Jika melihat struktur surfaktan terdapat gugus polar maupun non polar
dalam strukturnya. Surfaktan dapat bersifat polar karena memiliki gugus
karboksilat yang memiliki karakter polar. Pada gugus karboksilat terdapat ikatan
rangkap dan juga pasangan elektron bebas yang dapat mengakibatkan muatan
negatif terkutubkan. Kutub polar dari surfaktan ini dapat berinteraksi dengan air
sehingga bersifat hidrofil. Secara struktur kata hidrofil berasal dari gabungan kata
hidro yang berarti air dan fil yang berarti suka, jadi hidrofil berarti suka air. Selain

10
bersifat polar, surfaktan pun dapat bersifat non polar karena memiliki rantai
karbon yang memiliki karakter non polar. Rantai karbon bersifat non polar karena
elektron tersebar secara merata sehingga tidak ada pengkutuban muatan. Karena
rantai karbon ini bersifat non polar, maka tidak dapat berinteraksi dengan air,
tetapi justru dapat berinteraksi dengan lemak. Oleh karena itu sisi non polar ini
bersifat hidrofob. Hidrofob merupakan gabungan kata hidro yang berarti air dan
fob yang berarti takut, jadi hidrofob berarti takut air. Keberadaan kedua gugus
dalam struktur surfaktan biasa diistilahkan “kepala”dan “ekor”. Gugus polar biasa
disebut kepala dan ekornya adalah gugus non polar. Filosofinya karena gugus non
polarnya berupa rantai panjang sehingga biasa diibaratkan ekor. Sedangkan gugus
polarnya hanya gugus karboksilat sehingga diibaratkan kepala.
Klasifikasi Surfaktan
Berdasarkan muatan ion pada gugus hidrofiliknya, surfaktan dikelompokkan
menjadi 4 kelompok, yaitu surfaktan anionik, kationik, amfoterik dan nonionik.
1. Surfaktan Anionik
Surfaktan anionik bermuatan negatif pada bagian hidrofiliknya. Aplikasi
utama dari surfaktan anionik yaitu untuk deterjensi, pembusaan dan emulsifier
pada produk-produk perawatan diri (personal care product), detergen dan sabun.
Kelemahan surfaktan anionik adalah sensitif terhadap adanya mineral dan
perubahan PH. Contoh surfaktan anionik, yaitu linier alkilbenzen sulfonat, alkohol
sulfat, alkohol eter sulfat, metil ester sulfonat (MES), fatty alkohol eter fosfat.
2. Surfaktan Kationik
Surfaktan kationik bermuatan positif pada bagian hidrofiliknya. Surfaktan
kationik banyak digunakan sebagai bahan antikorosi, antistatik, flotation
collector, pelunak kain, kondisioner, dan bakterisida. Kelemahan surfaktan jenis
ini adalah tidak memiliki kemampuan deterjensi bila diformulasikan ke dalam
larutan alkali. Contoh surfaktan kationik, yaitu fatty amina, fatty amidoamina,
fatty diamina, fatty amina oksida, tertiari amina etoksilat, dimetil alkil amina dan
dialkil metil amina.
3. Surfaktan Nonionik
Surfaktan nonionik tidak memiliki muatan, tetapi mengandung grup yang
memiliki afinitas tinggi terhadap air yang disebabkan adanya interaksi kuat dipoldipol yang timbul akibat ikatan hidrogen. Aplikasi surfaktan nonionik umumnya
pada detergen untuk suhu rendah dan sebagai emulsifier. Keunggulan surfaktan
ini adalah tidak terpengaruh oleh adanya air sadah dan perubahan pH. Contoh
surfaktan nonionik adalah dietanolamida, alkohol etoksilat, sukrosa ester, fatty
alkohol poliglikol eter, gliserol monostearat, sukrosa distearat, sorbitan
monostearat, sorbitan monooleat, gliserol monooleat dan propilen glikol
monostearat.

11

4. Surfaktan Amfoterik
Surfaktan amfoterik memiliki gugus positif dan negatif pada molekul yang
sama sehingga rantai hidrofobik diikat oleh bagian hidrofilik yang mengandung
gugus positif dan negatif. Surfaktan amfoterik sangat dipengaruhi oleh perubahan
pH, dimana pada pH rendah berubah menjadi surfaktan kationik dan pada pH
tinggi akan berubah menjadi surfaktan anionik. Surfaktan jenis ini umumnya
diaplikasikan pada produk sampho dan kosmetik. Contohnya adalah
fosfatidilkolin (PC), fosfatidiletanolamina (PE), lesitin, asam aminokarboksilat
dan alkil betain.
Dietanolamida
Jenis surfaktan yang berpotensi digunakan untuk aplikasi pestisida
tanaman kedelai adalah surfaktan dietanolamida (DEA). DEA akan berperan
dalam mendispersikan, menghomogenkan, meratakan dan merekatkan bahan aktif
dengan bahan aditif lainnya dan media pembawanya. Surfaktan dietanolamida
(DEA) termasuk dalam kelompok surfaktan nonionik yang bersifat biodegradable
dan ramah lingkungan serta berfungsi pula sebagai pendispersi yang baik dan
penurun tegangan permukaan dan tegangan antar muka yang cukup efektif. Saat
ini DEA merupakan bahan aktif permukaan yang paling banyak digunakan pada
produk personal care karena mudah ditangani dan sistem emulsi produk yang
dihasilkan relatif stabil.

Metil Ester

Dietanolamina

Dietanolamida

Metanol

Gambar 7. Reaksi amidasi dari metil ester (Bernardini 1983)
Tegangan Permukaan
Tegangan permukaan merupakan fenomena menarik yang terjadi pada zat
cair (fluida) yang berada dalam keadaan diam (statis). Tegangan permukaan zat
cair adalah kecenderungan permukaan zat cair untuk menegang sehingga
permukaannya seperti ditutupi oleh suatu lapisan elastis. Tegangan permukaan
disebabkan adanya kecenderungan permukaan cairan untuk memperkecil luas
permukaan secara spontan. Pada tingkat molekular, molekul yang ada di dalam
cairan akan mengalami gaya tarik menarik (gaya van der walls) yang sama
besarnya ke segala arah tetapi molekul pada permukaan cairan akan mengalami

12
gaya resultan yang mengarah ke dalam cairan dan akibatnya molekul di
permukaan cenderung untuk meninggalkan permukaan masuk ke dalam cairan
sehingga permukaan cairan cenderung untuk menyusut. Hal inilah yang
menyebabkan butiran cairan atau gelombang gas cenderung untuk membentuk
lingkaran. Tegangan permukaan yang dapat diukur bukan hanya tegangan
permukaan antara permukaan gas dan cairan tetapi juga tegangan permukaan
antara permukaan dua cairan. Tegangan permukaan merupakan sifat dari cairan
terhadap udara sehingga membuatnya bertindak seolah-olah dilapisi oleh selaput
tipis. Molekul di dalam cairan saling berinteraksi satu sama lain dengan molekulmolekul lain dari segala sisi, sedangkan molekul di sepanjang permukaan hanya
dipengaruhi oleh molekul yang berada di bawahnya.
Tegangan permukaan juga merupakan sifat fisik yang berhubungan
dengan gaya antarmolekul dalam cairan dan didefinisikan sebagai hambatan
peningkatan luas permukaan cairan. Awalnya tegangan permukaan didefinisikan
pada antarmuka cairan dan gas. Namun, tegangan yang mirip juga ada pada
antarmuka cairan-cairan. Tegangan semacam ini secara umum disebut dengan
tegangan antarmuka. Tarikan antar molekul dalam dua fase dan tegangan
permukaan di antarmuka antara dua jenis partikel ini akan menurun bila
temperatur menurun. Tegangan antarmuka juga bergantung pada struktur zat yang
terlibat. Molekul dalam cairan ditarik oleh molekul di sekitarnya secara homogen
ke segala arah. Namun, molekul di permukaan hanya ditarik ke dalam oleh
molekul yang di dalam dan dengan demikian luas permukaan cenderung
berkurang. Faktor-faktor yang mempengaruhi tegangan permukaan antara lain
adalah suhu (temperatur), konsentrasi zat terlarut dan surfaktan.

13

3 METODOLOGI PENELITIAN
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak biji
mimba hasil pengepresan, surfaktan dietanolamida (DEA) yang di sintesis sendiri
menggunakan reaktor amidasi pada SBRC LPPM IPB dan surfaktan kationik SK
55.
Alat yang digunakan berupa Reaktor Amidasi 25 L/batch, screw press,
hidrolik press, homogenizer, stirrer. Sedangkan alat analisa yang lain berupa alat
ukur tegangan permukaan (Spinning Drop Tensiometer), density meter
(Densitymeter Anton Paar DMA 4500M), viscometer (Rheometer Brookfield DVIII Ultra), pengukur sudut kontak (Contact Angle Analyzer Phoenix 300) yang
digunakan untuk analisa karakteristik sampel.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di laboratorium Surfactant and Bioenergy
Research Center (SBRC) – LPPM IPB Kampus IPB Baranangsiang, Bogor bulan
Januari – Juli 2015.
Metode Penelitian
Preparasi Minyak Biji Mimba
Biji mimba kering di press menggunakan screw press untuk di ambil
minyaknya. Bungkil yang dihasilkan dari proses pengepresan di press kembali
hingga tujuh kali untuk mendapatkan hasil yang lebih banyak. Proses selanjutnya
adalah minyak hasil pengepresan (crude oil) didiamkan selama 24 jam untuk
memisahkan sludge dari minyak. Kemudian sludge yang dihasilkan di tekan
(press) menggunakan hidrolik press untuk memisahkan minyak yang masih
terdapat pada sludge tersebut. Diagram alir proses pemisahan minyak dari padatan
disajikan pada Gambar 8.

14

Gambar 8 Proses Preparasi minyak biji Mimba
Preparasi Surfaktan DEA
Pada tahapan ini, sintesis DEA dilakukan dengan mereaksikan metil ester
olein kelapa sawit dengan dietanolamina pada kondisi rasio metil ester dengan
molar reaktan dietanolamina 2:1, suhu 140oC, dan lama proses amidasi selama 4
jam sedangkan konsentrasi katalis NaOH 30% yang digunakan sebesar 1,0 %
(b/b). Proses sintesis surfaktan DEA disajikan pada Gambar 9 (Hambali et al.
2013).

15

Gambar 9 Proses sintesis surfaktan Dietanolamida (DEA)
Analisa sifat fisiko kimia DEA yang dilakukan adalah mengukur pH (pH
Meter Schott), densitas (Densitymeter Anton Paar DMA 4500M), tegangan
permukaan (Spinning Drop Tensiometer), viskositas (Rheometer Brookfield DVIII Ultra).
Penentuan Konsentrasi Surfaktan Dietanolamida (DEA)
Metode yang digunakan dalam penentuan konsentrasi surfaktan adalah
metode Critical Micelle Concentration (CMC). Critical Micelle Concentration
atau CMC merupakan salah satu sifat penting surfaktan yang menunjukkan batas
konsentrasi kritis surfaktan dalam suatu larutan. Diatas konsentrasi tersebut akan
terjadi pembentukan micelle atau agregat. Penggunaan dosis surfaktan yang
berlebihan dapat mengakibatkan terjadinya emulsi balik (reemulsification), selain
itu secara ekonomis tidak menguntungkan. Cara yang umum untuk menetapkan
CMC adalah dengan mengukur tegangan permukaaan larutan surfaktan sebagai
fungsi dari konsentrasi. Makin tinggi konsentrasi surfaktan menyebabkan
tegangan permukaan makin rendah sampai mencapai suatu konsentrasi dimana
tegangan antar mukanya konstan. Tegangan permukaan terbentuk karena adanya
gaya tarik menarik antara molekul-molekul pada suatu cairan dengan udara.
Molekul cairan menciptakan gaya tarik menarik ke dalam atau tekanan internal
yang membatasi kecenderungan cairan mengalir dan membentuk antar muka yang
besar dengan zat lain (Kamalakar et al. 2013). Surfaktan mengubah tegangan
permukaan cairan dengan cara memecah gaya yang menahan molekul cairan di
bagian antar muka.
Konsentrasi larutan surfaktan yang digunakan adalah 1%, 2%, 3%, 4%,
5%, 6%, 7%, 8%, dan 9%. DEA dilarutkan dengan minyak mimba, kemudian di

16
analisa tegangan permukaannya, sudut kontak serta ukuran droplet untuk
menentukan konsentrasi surfaktan yang akan digunakan.
Disain eksperimen yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
faktor tunggal yaitu konsentrasi surfaktan DEA dengan dua kali pengulangan.
Model matematika dari rancangan percobaan yang digunakan pada penentuan
konsentrasi surfaktan adalah sebagai berikut :

Keterangan :
Yij
µ
Ai

ɛij

: Pengaruh konsentrasi surfaktan taraf ke-i dan ulangan ke-j
: Rataan umum
: Pengaruh konsentrasi ke-i (i=1,2,3,4,5,6,7,8,9)
: Pengaruh kesalahan percobaan

Penambahan surfaktan kationik
Formulasi ini menggunakan larutan DEA dalam minyak mimba yang
memiliki nilai tegangan permukaan paling rendah. Larutan DEA dalam minyak
mimba yang sudah dipilih ditambahkan surfaktan kationik dengan kisaran
konsentrasi 1% - 9%. Pembuatan larutan ini dengan cara ditimbang bobot
masing–masing
bahan. Bahan yang sudah selesai ditimbang kemudian
dihomogenkan dengan cara diaduk menggunakan stirrer dengan kecepatan
putaran 200 rpm selama 15 menit. Larutan yang telah selesai dibuat kemudian
dianalisa nilai tegangan permukaannya. Formulasi dibuat sebanyak 2 ulangan.
Surfaktan kationik mampu larut sempurna (bersinergi dengan surfaktan
DEA) dan dapat membentuk emulsi saat ditambahkan dalam air. Tujuan
penambahan surfaktan kationik ini adalah untuk menentukan konsentrasi terbaik
surfaktan kationik yang akan digunakan dalam formulasi. Analisa CMC dilakukan
dengan menganalisis tegangan permukaan dari penambahan surfaktan kationik
pada berbagai konsentrasi (1%, 2%, 3%, 4%, 5%, 6%, 7%, 8% dan 9%).
Disain eksperimen yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
faktor tunggal yaitu konsentrasi surfaktan DEA dengan dua kali pengulangan.
Model matematika dari rancangan percobaan yang digunakan pada penentuan
konsentrasi surfaktan adalah sebagai berikut :

Keterangan :
Yij
µ
Ai

ɛij

: Pengaruh konsentrasi surfaktan taraf ke-i dan ulangan ke-j
: Rataan umum
: Pengaruh konsentrasi ke-i (i=1,2,3,4,5,6,7,8,9)
: Pengaruh kesalahan percobaan

Formula insektisida yang dihasilkan kemudian dianalisis tegangan
permukaan, ukuran droplet dan sudut kontaknya di laboratorium surfaktan SBRC

17
LPPM IPB. Formulasi yang memiliki tegangan permukaan paling rendah, sudut
kontak serta ukuran droplet yang kecil dan memiliki performa yang lebih baik
akan dipilih untuk menjadi kandidat formulasi insektisida untuk uji selanjutnya.

Uji kinerja insektisida mimba terhadap larva S. litura
Preparasi daun kedelai sebagai pakan larva S. litura
Daun kedelai yang digunakan sebagai pakan ulat Spodoptera litura berasal
dari penanaman di lahan petani di Desa Situgede, Bogor dan pada rumah kaca.
Penanaman kedelai ’Tanggamus’ dilakukan pada petak seluas 300 m2. Penanaman
dilakukan secara bertahap dengan selang 1-2 minggu dan tiap kali penanaman
ditanam sebanyak 100 lubang tanaman sebanyak 2 benih per lubang tanam
dengan jarak tanam 15 cm x 40 cm. Setelah tanam dilakukan pemupukan NPK
setara 200 kg/ha. Pemupukan kedua dengan dosis yang sama dilakukan pada saat
tanaman berumur 1 bulan. Pada saat pemupukan kedua juga dilakukan
pembumbunan tanaman. Pada perbanyakan tanaman kedelai ini, baik di lahan
sawah maupun di rumah kaca, tidak digunakan pestisida.
Di rumah kaca, benih kedelai ditanam di polybag kapasitas 5 L yang berisi
campuran tanah dan pupuk kandang (3:1), 2 benih per polybag sebanyak 100
polybag. Cara perawatan tanaman kedelai di rumah kaca pada dasarnya sama
dengan perawatan tanaman kedelai yang ditanam di lahan sawah. Daun kedelai
dari tanaman yang berumur ≥ 1 bulan digunakan sebagai pakan dan sebagai
medium pengujian.
Perbanyakan ulat grayak S. litura untuk pengujian formula insektisida
mimba
Serangga uji yang digunakan dalam berbagai pengujian yang terkait
dengan penelitian ini adalah larva S. litura. Koloni awal diambil dari tanaman
talas di sekitar Darmaga Bogor, lalu diperbanyak di laboratorium dengan pakan
daun kedelai bebas pestisida. Daun kedelai diambil dari hasil perbanyakan
tanaman kedelai seperti yang diuraikan pada bagian perbanyakan tanaman pakan
serangga. Larva dipelihara dalam kotak plastik (35 cm x 26,5 cm x 6 cm) yang
dialasi kertas stensil untuk menyerap kelembapan. Menjelang berpupa, larva
dipindahkan ke dalam wadah plastik lain yang berisi serbuk gergaji steril sebagai
medium untuk berpupa. Pupa beserta kolonnya dipindahkan ke dalam sangkar
plastik-kasa (diameter 18.2 cm, tinggi 35 cm) sampai muncul imago. Imago diberi
pakan madu 10% yang diserapkan pada kapas.
Pengujian formula insektisida mimba terhadap larva Spodoptera litura
Pengujian formulasi terbaik terhadap larva Spodoptera litura dilakukan
menggunakan lima jenis konsentrasi dengan melarutkan formula dalam air yaitu
konsentrasi formula 5 mL/L, 6,5 mL/L, 8,5 mL/L, 10,5 mL/L dan 12,5 mL/L.
Sebagai kontrol adalah air. Metode yang dilakukan adalah metode celup daun,

18
yaitu daun yang akan diberi perlakuan dicelupkan terlebih dahulu pada larutan
insektisida dengan konsentrasi yang sudah disiapkan untuk kemudian dilakukan
pengujian terhadap larva instar III Spodoptera litura (ulat grayak). Selanjutnya
dilakukan pengamatan terhadap mortalitas/kematian larva ulat grayak tersebut.
Data hasil pengujian mortalitas/kematian serangga selanjutnya di analisa
menggunakan analisis probit dimana data yang dihasilkan berupa data lethal
concentration (LC) yaitu LC50 dan LC95. Jumlah populasi serangga yang mati
dilakukan analisis probit untuk menentukan keefektifan dengan melihat nilai LC 50
dan LC95 (Finney 1971).

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Proksimat Minyak Biji Mimba
Analisis proksimat merupakan suatu metode analisis kimia untuk
mengidentifikasi kandungan nutrisi seperti karbohidrat, protein, lemak, air dan
abu pada suatu zat makanan dari suatu bahan pakan atau pangan. Analisis yang
dilakukan adalah terhadap tanaman mimba seperti biji, minyak dan bungkil biji
mimba. Analisis proksimat bermanfaat dalam mengidentifikasi kandungan zat
makanan dari suatu bahan pakan atau pangan yang belum diketahui sebelumnya
dan analisis proksimat merupakan dasar dari analisis-analisis yang akan dilakukan
lebih lanjut serta bermanfaat pula dalam menilai dan menguji kualitas suatu bahan
pakan atau pangan dengan membandingkan nilai standar zat makanan atau zat
pakan dengan hasil analisisnya. Hasil analisis proksimat yang diperoleh seperti
yang ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Data hasil analisis Proksimat
No.
1
2
3
4
5

Parameter
Kadar abu (%)
Kadar air (%)
Kadar Protein
(N x 6,25) (%)
Kadar Lemak (%)
Kadar Karbohidrat (%)

Biji mimba

Minyak mimba

11,40
4,35
13,20

0,40
0,08
0,10

Bungkil biji
mimba
8,32
6,32
14,70

18,00
53,00

89,40
10,00

11,60
59,10

Sifat Fisikokimia Minyak Biji Mimba
Penelitian untuk menghasilkan minyak biji mimba ini adalah mengambil
minyak dari biji mimba kering dengan menggunakan mesin screw press dan

19
hidrolik press. Sebelum melakukan proses formulasi, maka analisis minyak biji
mimba diperlukan untuk mengetahui sifat fisikokimia minyak biji mimba. Adapun
sifat fisikokimia yang diuji meliputi beberapa parameter yaitu, densitas,
viskositas, tegangan permukaan, indeks bias, putaran optik, serta kadar
azadiractin. Hasil analisis selengkapnya disajikan pada Tabel.2
Tabel 2. Hasil analisis sifat Fisikokimia Minyak biji Mimba
No.
1
2
3
4
5

Sifat fisiko-kimia
Densitas
Viskositas
Tegangan permukaan
Kadar Azadirachtin minyak dari biji
mimba
Kadar Azadirachtin minyak bungkil
biji mimba

Nilai
0,91 g/cm3
58,94 cP
40,69 dyne/cm
343,82 ppm
242,20 ppm

Berdasarkan hasil analisis terhadap viskositas menunjukkan bahwa nilainya
sebesar 58,94 cP. Viskositas merupakan resistensi suatu lapisan untuk meluncur
(sliding) diatas lapisan lainnya. Dengan demikian, viskositas berhubungan
langsung dengan besarnya friksi dan tegangan geser yang terjadi pada partikelpartikel fluida. Semakin kecil nilai viskositasnya maka semakin kecil pula friksi
(gesekan) yang terjadi antara partikel-partikel yang saling bersinggungan.
Analisis sifat fisikokimia ini juga bertujuan untuk mengetahui apakah
dengan adanya penambahan surfaktan dapat menurunkan nilai tegangan
permukaan. Selain itu kadar azadirachtin yang diperoleh dari analisa ini sangat
diperlukan untuk mengetahui seberapa besar kandungan azadirachtin dalam
minyak biji mimba. Hal ini tentu saja akan bermanfaat pada tahapan formulasi
larutan insektisida. Azadirachtin merupakan racun perut bagi serangga/hama ulat
grayak sehingga dibutuhkan data konsentrasi yang terkandung dalam setiap satuan
berat biji mimba.
Surfaktan dietanolamida (DEA) merupakan surfaktan non ionik yang tidak
bermuatan. Surfaktan ini banyak digunakan pada industri pestisida untuk bahan
campuran insektisida. Pada saat surfaktan ini direaksikan dengan minyak mimba,
maka akan bereaksi dengan sempurna. Hal ini dikarenakan minyak mimba berada
di fase minyak sedangkan surfaktan dietanolamida memiliki gugus hidrofilik dan
hidrofobik. Karena adanya gugus hidrofilik inilah yang kemudian menyebabkan
surfaktan DEA dapat berikatan dengan minyak mimba secara sempurna karena

20
berada dalam fase yang sama. Penambahan surfaktan DEA ini pula ternyata dapat
menurunkan tegangan permukaan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.
Pada saat ditambahkan surfaktan kationik (SK 55) yang memiliki muatan
positif pada bagian hidrofiliknya, campuran atau larutan insektisida dapat larut
dengan baik. Akan tetapi setelah dilakukan analisa, ternyata dengan adanya
penambahan surfaktan ini terjadi kenaikan nilai tegangan permukaan. Hal ini
diduga karena muatan positif yang dimiliki oleh surfaktan jenis ini yang
menyebabkan ketidakstabilan dalam larutan karena membutuhkan anion (ion
negatif) untuk mencapai kestabilan reaksi. Ion positif ini akan menarik ion
oksigen dalam larutan insektisida tersebut sehingga molekul-molekul (ion-ion
negatif) yang berada disekitarnya akan tertarik. Hal ini yang menyebabkan
permukaan larutan akan sedikit menyusut karena adanya tarikan molekul tadi
yang mengakibatkan nilai tegangan permukaannya menjadi lebih besar.
Ada beberapa bahan aktif yang terdapat dalam minyak mimba yaitu
azadirachtin, salanin, nimbin, nimbidin. Azadirachtin merupakan racun yang
dominan dalam minyak mimba.

21
Penentuan Konsentrasi Surfaktan DEA
Analisa Tegangan Permukaan
Penentuan konsentrasi surfaktan DEA menggunakan metode CMC. Dari
sembilan konsentrasi yang digunakan, masing-masing dianalisa nilai tegangan
permukaannya menggunakan alat spinning drop tensiometer. Nilai tegangan
permukaan yang paling kecil yang dihasilkan akan digunakan sebagai kandidat
dalam menentukan konsentrasi surfaktan yang akan digunakan. Hasil analisa
tegangan permukaan larutan surfaktan DEA ini ditunjukkan dalam Gambar 10.

Gambar 10. Pembahasan tegangan permukaan larutan surfaktan DEA dalam
minyak mimba
Dari Gambar 10 terlihat bahwa data CMC menunjukkan konsentrasi kritis
surfaktan DEA berada pada konsentrasi 5 dan 6% dengan nilai tegangan
permukaan yang paling rendah yaitu 24,64 dan 24,66 dyne/cm, sehingga perlu
dilakukan analisa statistik (ANOVA) dan uji lanjut Duncan serta uji yang lain
seperti sudut kontak dan ukuran droplet untuk melihat parameter-parameter
konsentrasi DEA terbaik yang akan digunakan dalam formulasi.
Berdasarkan hasil uji statistik (ANOVA) terhadap nilai tegangan
permukaan pada taraf 5% (α = 0,05), diperoleh nilai tegangan permukaan pada
konsentrasi 5% dan 6% menunjukkan huruf yang sama (a) artinya tidak berbeda
nyata. Hasil analisis ragam tegangan permukaan ini disajikan pada Lampiran 6A
sedangkan hasil uji Duncan dapat dilihat pada Lampiran 6B. Dengan demikian,
konsentrasi surfaktan DEA yang dipilih dalam membuat larutan formula
insektisida mimba yaitu konsentrasi DEA 5%. Alasannya adalah selain tidak
memiliki perbedaan yang nyata dengan konsentrasi DEA 6%, secara ekonomi
tentunya akan lebih menguntungkan karena jumlah konsentrasi DEA yang
digunakan dalam larutan formula insektisida lebih sedikit. Hal ini juga
membuktikan bahwa dengan adanya penambahan surfaktan DEA dapat
menurunkan nilai tegangan permukaan yang tadinya sebesar 40,69 dyne/cm

22
menjadi 24,66 dyne/cm. Penurunan nilai tegangan permukaan juga berkaitan
dengan peranan surfaktan sebagai bahan aktif permukaan (Probowati et al. 2012)
Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya
tegangan permukaan larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan
permukaan akan konstan walaupun konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Bila
surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi ini maka surfaktan mengagregasi
membentuk misel. Konsentrasi terbentuknya misel ini disebut Critical Micelle
Concentration (CMC). Tegangan permukaan akan menurun hingga CMC
tercapai. Setelah CMC tercapai, tegangan permukaan akan konstan yang
menunjukkan bahwa antar muka menja