Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Petani Sayuran dalam Penggunaan Pestisida di Kabupaten Pandeglang, Banten.

xii

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN PETANI
SAYURAN DALAM PENGGUNAAN PESTISIDA
DI KABUPATEN PANDEGLANG, BANTEN

LILIS ZAKIYATUNNUFUS

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengetahuan, Sikap, dan
Tindakan Petani Sayuran dalam Penggunaan Pestisida di Kabupaten Pandeglang,
Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015
Lilis Zakiyatunnufus
NIM A34110095

xii

ABSTRAK
LILIS ZAKIYATUNNUFUS. Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Petani Sayuran
dalam Penggunaan Pestisida di Kabupaten Pandeglang, Banten. Dibimbing oleh
DADANG.
Pengendalian hama dan penyakit tanaman dengan menggunakan pestisida
adalah salah satu teknik pengendalian yang umum digunakan oleh petani.
Penggunaan pestisida yang tidak tepat sering terjadi di kalangan petani karena
pengetahuan dan keterampilan petani yang rendah. Penelitian ini bertujuan
memperoleh informasi dan menganalisis pengetahuan, sikap, dan tindakan petani

sayuran dalam penggunaan pestisida di Kabupaten Pandeglang, Banten. Penelitian
dilakukan dengan metode survei langsung dengan menggunakan kuesioner
terstruktur untuk mendapatkan data primer, sedangkan data sekunder diperoleh dari
beberapa instansi setempat dan studi literatur. Pemilihan lokasi dilakukan secara
terpilih (purposive). Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif dan dianalisis
dengan menggunakan uji χ2 (chi-square) untuk melihat hubungan antara masingmasing karakteristik yang diuji. Pengetahuan, sikap, dan tindakan petani sayuran di
Kecamatan Jiput, Pulosari, dan Menes dalam penggunaan pestisida sintetik
menunjukkan beberapa perbedaan sesuai dengan karakteristik masing-masing
petani. Petani di Kecamatan Pulosari umumnya memiliki sikap kerasionalan yang
masih rendah dalam menggunakan pestisida dibandingkan dengan petani di dua
kecamatan lainnya. Banyak faktor yang mempengaruhi pengetahuan, sikap, dan
tindakan petani sayuran di tiga kecamatan dalam penggunaan pestisida.
Berdasarkan hasil analisis dan uji hubungan keterkaitan, faktor umur dan
pendapatan petani menunjukkan hubungan yang tidak signifikan dibandingkan
dengan dua variabel lainnya seperti pendidikan dan keikutsertaan petani dalam
kelompok tani.
Kata kunci: hama dan penyakit tanaman, jenis pestisida, pendidikan, petani sayuran

xi


ABSTRACT
LILIS ZAKIYATUNNUFUS. Knowledge, Attitude, and Practices of Vegetable
Farmers in Pesticide Use in Pandeglang Regency, Banten. Supervised by
DADANG.
Pesticide is common techniques used by farmers to control plant pests and
diseases. Improper and excessive uses of pesticides often occur in pesticide
application due to low farmer’s knowledge and skill. The aim of this study was to
obtain information and analyze of the knowledge, attitude, and practice of vegetable
farmers in pesticide use in Pandeglang Regency, Banten. This study has been
conducted by using direct survey using structured questionnaires to obtain a
primary data, while secondary data was obtained from local government and
literature study. The survey location was determined by purposive sampling. The
number of respondents were 150 vegetables farmers. The data was presented
descriptively and analyzed using the χ2 (chi-square) test to analyze the relationship
between each characteristic tested. Knowledge, attitude, and practices of vegetable
farmers in Jiput, Pulosari, and Menes districts showed some differences. Generally,
the farmers at Pulosari district have low rational attitude in the use of pesticides
compared with two other districts. Many factors influence the knowledge, attitude,
and practices of vegetable farmers in three districts in the use of pesticides. Based
on the analysis and relationship tests, factors of age and income of farmers showed

influence unsignificantly compared with two other variables such as education and
participation of farmers in farmer groups.
Keywords: knowledge, pesticides types, plant pests and diseases, vegetable farmer

xii

©Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

xii

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN PETANI

SAYURAN DALAM PENGGUNAAN PESTISIDA
DI KABUPATEN PANDEGLANG, BANTEN

LILIS ZAKIYATUNNUFUS

Skripsi
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

xi

xii


PRAKATA
Puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang senantiasa
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga laporan penelitian tugas akhir
yang berjudul “Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Petani Sayuran dalam
Penggunaan Pestisida di Kabupaten Pandeglang, Banten” dapat diselesaikan
dengan baik. Penulisan skripsi ini merupakan syarat untuk mendapatkan gelar
sarjana pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang telah
membantu penulis terutama kepada Prof. Dr. Ir. Dadang, MSc selaku pembimbing
skripsi dan Dr. Ir. Abdul Muin Adnan, MS sebagai dosen penguji tamu yang
senantiasa membimbing, memberikan saran, dan memotivasi dalam penulisan
skripsi ini. Terima kasih kepada semua petani tanaman sayuran di Kabupaten
Pandeglang atas waktunya untuk wawancara dan izin menggunakan lahan untuk
pengamatan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, dan seluruh
keluarga atas doa dan kasih sayangnya kepada penulis, serta teman-teman angkatan
48 Departemen Proteksi Tanaman yang selalu mendukung dalam penyusunan
skripsi ini.
Kekurangan dalam skripsi ini masih cukup banyak baik dari segi isi maupun

penyajiannya, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan pengetahuan
khususnya bagi penulis dan pembaca.
Bogor, Agustus 2015
Lilis Zakiyatunnufus

xi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Bahan dan Alat
Metode Penelitian

Pengambilan Contoh Petani
Pengumpulan Data
Analisis Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Petani (PST)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi
Karakteristik Umum Petani
Karakteristik Budidaya dan Pemasaran Produk Pertanian
Permasalahan dalam Usaha Tani
Pengetahuan Petani tentang Pestisida Sintetik
Tindakan dalam Penggunaan Pestisida Sintetik
Informasi tentang Penggunaan Pestisida Sintetik
Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) saat Aplikasi
Pestisida
Jenis dan Bahan Aktif Pestisida yang Digunakan
Bentuk Penyimpangan yang Dilakukan oleh Petani Sayuran
Sikap Kerasionalan Petani dalam Menggunakan Pestisida Sintetik
Sikap Kecenderungan Petani dalam Mencampur Pestisida
Sikap Kepedulian Petani terhadap Dampak Penggunaan Pestisida
Dampak Penggunaan Pestisida Sintetik
Pengetahuan tentang Pestisida yang Ramah Lingkungan

Pengalaman Petani dalam Menggunakan Pestisida yang
Ramah Lingkungan
Jenis Tanaman yang Digunakan sebagai Bahan Pembuatan
Pestisida Nabati
Penilaian Petani terhadap Penggunaan Pestisida Nabati
Hubungan antara Karakteristik Petani Responden dengan
Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Petani terhadap OPT
Hubungan antara Usia, Pendidikan, Pendapatan, dan
Keikutsertaan Petani dalam Kelompok Tani dengan
Pengetahuan Petani tentang Penggunaan Pestisida Sintetik
Hubungan antara Usia, Pendidikan, Pendapatan, dan
Keikutsertaan Petani dalam Kelompok Tani dengan
Pengetahuan Petani tentang Pestisida yang Ramah
Lingkungan

xi
xi
xii
1
2

2
2
3
3
3
3
3
3
4
5
5
5
8
10
15
17
17
18
19
22

23
25
26
27
28
28
29
30
32

32

33

xii
Hubungan antara Usia, Pendidikan, Pendapatan, dan
Keikutsertaan Petani dalam Kelompok Tani Sikap
Kerasioanalan Penggunaan Pestisida Sintetik
Hubungan antara Usia, Pendidikan, Pendapatan, dan
Keikutsertaan Petani dalam Kelompok Tani dengan Sikap
Kecenderungan Mencampur Pestisida
Hubungan antara Usia, Pendidikan, Pendapatan, dan
Keikutsertaan Petani dalam Kelompok Tani Sikap
Kepedulian Petani terhadap Dampak Pestisida
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

34

35

36
39
39
39
41
45
53

xi

DAFTAR TABEL
1 Karakteristik umum petani sayuran
2 Karakteristik budidaya dan pemasaran produk pertanian
3 Permasalahan dalam usaha tani
4 Permasalahan hama dan penyakit pada tanaman sayuran
5 Pengetahuan petani sayuran tentang pestisida sintetik
6 Pengambilan keputusan aplikasi pestisida pada petani sayuran
7 Informasi tentang penggunaan pestisida sintetik
8 Penggunaan pestisida yang tidak diizinkan
9 Sikap kerasionalan penggunaan pestisida sintetik
10 Sikap kecenderungan petani dalam mencampur pestisida
11 Sikap kepedulian petani terhadap dampak penggunaan pestisida
12 Pengetahuan tentang pestisida yang ramah lingkungan
13 Jenis tanaman yang digunakan sebagai bahan pembuatan pestisida nabati
14 Perbandingan hasil pengunaan pestisida nabati dengan pestisida
sintetik
15 Hubungan antara usia, pendidikan, pendapatan, dan keikutsertaan petani
dalam kelompok tani dengan pengetahuan petani tentang penggunaan
pestisida sintetik
16 Hubungan antara usia, pendidikan, pendapatan, dan keikutsertaan petani
dalam kelompok tani dengan pengetahuan petani tentang pestisida yang
ramah lingkungan
17 Hubungan antara usia, pendidikan, pendapatan, dan keikutsertaan petani
dalam kelompok tani dengan sikap kerasioanalan penggunaan pestisida
sintetik
18 Hubungan antara usia, pendidikan, pendapatan, dan keikutsertaan petani
dalam kelompok tani dengan sikap kecenderungan mencampur pestisida
19 Hubungan antara usia, pendidikan, pendapatan, dan keikutsertaan petani
dalam kelompok tani dengan sikap kepedulian petani terhadap dampak
pestisida

7
9
11
13
16
17
18
22
24
25
27
29
30
31

33

34

35
36

37

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Komoditas utama sayuran
Sumber informasi dalam mengatasi permasalahan akibat OPT
Penggunaan alat pelindung diri (APD) saat aplikasi pestisida
Bahan aktif pestisida yang digunakan oleh petani sayuran
Penggunaan pestisida tidak terdaftar yang dilakukan oleh petani
Sayuran
6 Bentuk penyimpangan yang dilakukan oleh petani sayuran
7 Dampak penggunaan pestisida sintetik

10
14
19
20
23
23
28

xii

DAFTAR LAMPIRAN
1 Daftar merek dagang dan bahan aktif pestisida yang digunakan petani
sayuran
2 Kuisioner penelitian

46
48

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kebutuhan pangan dari tahun ke tahun semakin meningkat seiring dengan
pertambahan jumlah penduduk. Dalam rangka mencukupi kebutuhan pangan,
pertumbuhan dan peningkatan sektor pertanian sebagai basis agroindustri perlu
terus dilakukan (Kusmartini 2001). Pertumbuhan sektor pertanian, dalam hal ini
dapat berupa peningkatan kuantitas atau kualitas produksi pertanian, atau bahkan
yang paling ideal adalah peningkatan kedua-keduanya secara sinergis dan
beriringan.
Pertanian merupakan salah satu sektor terpenting bagi sebagian besar
penduduk Kabupaten Pandeglang, Banten. Dalam struktur perekonomian dan
komposisi penduduk menurut mata pencaharian terlihat bahwa pertanian
merupakan salah satu sektor yang masih dominan. Salah satu komoditas pertanian
yang berpeluang untuk dikembangkan adalah komoditas hortikultura. Komoditas
hortikultura (sayuran, buah, dan tanaman hias) merupakan komoditas perdagangan
(Soekartawi 1996). Sebagai komoditas perdagangan, pengembangannya
memegang peran strategis dalam menunjang peningkatan perkembangan ekonomi
wilayah. Meskipun demikian, penanganan komoditas hortikultura di dalam
kawasan umumnya belum optimal, tetapi potensi bisnis di dalam kawasan tersebut
cukup besar. Jenis sayuran seperti cabai, kacang panjang, buncis, dan kangkung
cukup potensial untuk keperluan ekspor dengan peningkatan yang maksimal (BPTP
Banten 2011).
Pentingnya sayuran bagi kesehatan memicu peningkatan mutu produksi
sayuran. Untuk menghasilkan sayuran segar dan bermutu tinggi, diperlukan
penanganan yang baik mulai tahap pemilihan lokasi, benih hingga cara panennya.
Permasalahan hama dan penyakit tanaman di Kabupaten Pandeglang merupakan
bagian yang tidak dapat dipisahkan dari budidaya sayuran. Salah satu hambatan
dalam meningkatan produktivitas sayuran di daerah tersebut adalah adanya
serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) sebagai faktor pembatas yang
dapat menurunkan produksi pertanian dan penggunaan pestisida yang dapat
menimbulkan residu pestisida di lingkungan.
Perlindungan tanaman merupakan proses yang bersifat kompleks sehingga
memerlukan pemahaman peranan masing-masing komponen lingkungan, sistem
usaha tani dan sistem pertanaman yang dilaksanakan (Sutanto 2002). Munculnya
berbagai masalah hama seperti resistensi, resurjensi, munculnya hama sekunder,
dan residu bahan aktif pestisida merupakan beberapa bukti kegagalan cara
pengendalian konvensional yang banyak mengandalkan pestisida sintetik.
Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana dapat menimbulkan masalah baru,
seperti pencemaran lingkungan, merugikan kesehatan manusia dan hewan, populasi
serangga sasaran menjadi resisten terhadap insektisida yang digunakan secara terusmenerus, terjadinya resurjensi setelah perlakuan insektisida, serta banyaknya
organisme bukan sasaran menjadi mati seperti predator, parasitoid, agens antagonis,
dan penyerbuk (Untung 2001). Peluang strategis terhadap bisnis komoditas
hortikultura terutama sayuran berada dalam kondisi pasar yang semakin kompetitif
sehingga memerlukan dukungan kebijaksanaan pengaturan mutu produk seperti
peraturan yang memberikan jaminan keamanan produk tersebut dari residu

2
pestisida (Walangadi 2000). Selain itu, diperlukan suatu upaya pengendalian yang
lebih ramah lingkungan dan aman terhadap kesehatan manusia maupun organisme
bukan sasaran lainnya.
Munculnya masalah-masalah baru dalam pembangunan pertanian ini,
menggugah para ahli untuk mencetuskan konsep pengendalian hama terpadu
(PHT). Prinsip PHT adalah meminimalkan penggunaan pestisida dengan
mengintegrasikan berbagai cara pengendalian yang kompatibel dengan tetap
memperbaiki keberlanjutan lingkungan hidup. Hal ini dapat berlangsung dengan
mengutamakan pengendalian hayati, cara budidaya tanaman sehat termasuk
penggunaan tanaman tahan, serta penggunaan pestisida dengan selalu
mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan hidup. Informasi terkini mengenai
teknik pengendalian alternatif atau sistem pertanian yang ramah lingkungan masih
belum diterima sepenuhnya oleh petani dibandingkan dengan pengendalian OPT
secara konvensional dengan menggunakan pestisida sintetik. Oleh karena itu, perlu
dilakukan penelitian untuk memperoleh informasi tersebut sehingga dapat
digunakan dalam pengembangan PHT tanaman hortikultura.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan memperoleh informasi dan menganalisis
pengetahuan, sikap, dan tindakan petani sayuran dalam penggunaan pestisida di
Kabupaten Pandeglang, Banten.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
pengetahuan, sikap, dan tindakan petani sayuran dalam penggunaan pestisida di
daerah sentra sayuran di Kabupaten Pandeglang, Banten. Informasi ini dapat
menjadi bahan pertimbangan pengambilan keputusan pengendalian OPT yang
mengedepankan teknik pengendalian secara terpadu dan acuan untuk penelitian
selanjutnya.

3

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten dengan
memilih tiga kecamatan sebagai produsen sayuran, yaitu Kecamatan Jiput, Pulosari,
dan Menes. Penelitian dimulai dari bulan Januari sampai April 2015.
Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan dalam survei ini antara lain kuisioner, alat
tulis, telepon genggam, bahan peraga, dan kamera digital.
Metode Penelitian
Pengambilan Responden
Penentuan wilayah yang disurvei dilakukan secara terpilih (purposive) yang
merupakan daerah produksi tanaman sayuran. Petani tanaman sayuran yang
menjadi responden berjumlah 150 orang petani. Setiap kecamatan diambil
sebanyak 50 petani responden. Survei terhadap petani responden dilakukan secara
langsung di lapangan atau di rumah.
Pengambilan petani responden sayuran dilakukan secara terpilih, didasarkan
atas ada atau tidaknya komoditas tersebut di wilayah yang menjadi lokasi
responden. Pertanyaan dalam kuisioner yang diajukan yaitu berupa informasi
umum, kondisi pertanaman dan organisme pengganggu tanaman, pengetahuan
penggunaan pestisida, sikap terhadap penggunaan pestisida, praktek aplikasi
pestisida, dampak penggunaan pestisida, dan lain-lain.
Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan petani
responden dengan menggunakan panduan kuisioner terstruktur (Lampiran 2).
Kuisioner dirancang sedemikian rupa untuk mengetahui tingkat pengetahuan,
sikap, dan tindakan petani dalam melaksanakan usaha tani, pengetahuan tentang
penggunaan pestisida, sikap kepedulian terhadap dampak yang ditimbulkan oleh
pestisida, sikap kerasionalan dalam penggunaan pestisida dan pengetahuan
pestisida yang digunakan. Data sekunder diperoleh dari studi literatur dan informasi
yang diperoleh dari beberapa instansi pemerintah terkait seperti kantor BPP (balai
penyuluhan pertanian), kantor kecamatan, dan Dinas Pertanian Kabupaten
Pandeglang, Banten.
Informasi yang dikumpulkan meliputi identitas petani, kerakteristik petani,
keadaan umum usaha tani, permasalahan dalam usaha tani, pengetahuan tentang
penggunaan dan penyemprotan pestisida, sikap kerasionalan penggunaan pestisida,
sikap kecenderungan mencampur pestisida, sikap kepedulian petani terhadap
dampak pestisida, informasi penggunaan pestisida, pengetahuan tentang pestisida
yang ramah lingkungan, dan dampak penggunaan pestisida. Selain informasi yang
diperoleh dari hasil wawancara dengan petani, dilakukan pengamatan langsung
jenis hama dan penyakit, aplikasi dan penggunaan pestisida di lahan petani.

4
Analisis Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Petani (PST)
Data disajikan dalam bentuk tabulasi dan grafik serta diolah dengan komputer
menggunakan program Microsoft Excel 2013. Analisis data dilakukan secara
deskriptif untuk menjelaskan pengetahuan, sikap, dan tindakan petani sayuran
dalam melakukan usaha taninya. Selain itu, untuk melihat hubungan antara umur,
pendidikan, pendapatan, dan keanggotaan petani dalam kegiatan kelompok tani
terhadap pengetahuan, sikap, dan tindakan petani dilakukan uji χ2 (chi-square)
sehingga dapat diketahui keterkaitan satu sama lain antar variabel tersebut pada
taraf α = 5%.
Nilai χ2 dihitung menggunakan rumus:
χ2 = Σ (fo – fe)2
fe
Keterangan:
χ2 : nilai chi-square,
fo : frekuensi teramati,
fe : frekuensi harapan
Frekuensi harapan dihitung dengan menggunakan rumus:
Frekuensi harapan = total kolom x total baris
total pengamatan
2
2
Bila χ > χ α dengan derajat bebas (db) = (k - 1) (b - 1), k adalah kolom, dan
b adalah baris, tolak ho (hipotesis nol) bahwa kedua penggolongan itu bebas pada
taraf nyata α= 5%, bila selainnya, terima ho (hipotesis nol) (Walpole 1993).

UJI CHI‐SQUARE

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi
Kabupaten Pandeglang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Banten
berada di ujung barat Pulau Jawa. Secara administratif terdapat perubahan dan
perkembangan kecamatan yang terus menerus dalam dimensi waktu hingga sampai
saat ini perkembangan kecamatan di Kabupaten Pandeglang mencapai 35
Kecamatan, termasuk Kecamatan Jiput, Pulosari, dan Menes. Secara geografi,
Kabupaten Pandeglang terletak pada koordinat 6º21’-7º10’ LS dan 104º48’106º11’ BT, memiliki luas wilayah 2 747 km2 (274 689.91 ha), atau sebesar 29.98%
dari luas Provinsi Banten dengan panjang pantai mencapai 307 km (BPS Kabupaten
Pandeglang 2014). Jika dilihat dari topografi daerah Kabupaten Pandeglang
memiliki variasi ketinggian antara 0-1 778 m di atas permukaan laut (dpl). Sebagian
besar topografi daerah Kabupaten Pandeglang adalah dataran rendah yang berada
di daerah tengah dan selatan yang memiliki luas 85.07% dari luas keseluruhan
Kabupaten Pandeglang (Pemda Pandeglang 2013).
Struktur perekonomian Kabupaten Pandeglang didominasi oleh sektor
pertanian. Hal tersebut sebanding dengan besarnya luas lahan yang digunakan
untuk pertanian. Dari 274 689 hektar luas Kabupaten Pandeglang, 219 950 ha
(80.07%) di antaranya digunakan untuk usaha pertanian seperti persawahan,
ladang, kebun, kolam/empang, tambak, perkebunan besar, lahan untuk tanaman
hutan rakyat dan hutan negara. Selain itu, digunakan untuk pekarangan/lahan untuk
bangunan dan halaman sekitarnya, padang rumput, lahan yang sementara tidak
diusahakan dan lain sebagainya.
Kontribusi sektor pertanian terhadap pendapatan domestik regional bruto
(PDRB) Kabupaten Pandeglang merupakan salah satu sektor yang kontribusinya
sangat besar. Dominasi sektor pertanian di dalam perekonomian merupakan suatu
keuntungan karena sebagian besar penduduk di Kabupaten Pandeglang
menggantungkan hidup pada sektor pertanian tersebut (Pemda Pandeglang 2013).
Pengembangan sektor pertanian akan mempercepat pertumbuhan perekonomian,
berkembangnya sarana dan prasarana untuk penerapan konsep pengelolaan rantai
pasokan hasil budidaya pertanian, dan mendorong praktek budidaya tanaman yang
baik. Hal tersebut diharapkan memberikan dampak positif dalam meningkatkan
kegiatan ekonomi dan pendapatan masyarakat Pandeglang dan diharapkan dapat
memperluas lapangan kerja.
Karakteristik Umum Petani
Petani sebagai individu memiliki karakteristik tersendiri yang dapat dilihat
dari perilaku yang tampak dalam menjalankan kegiatan usaha tani (Subagio 2008).
Karakteristik individu adalah bagian dari pribadi dan melekat pada diri seseorang.
Masing-masing individu petani memiliki karakteristik yang berbeda antara satu
sama lain. Menurut Hartanto (1984), karakteristik sosial ekonomi petani meliputi
umur, pendidikan, luas lahan, pendapatan petani, dan pengalaman. Rogers dan
Shoemaker (1971) menegaskan bahwa karakteristik seseorang akan berpengaruh
terhadap persepsi yang ditimbulkan dan selanjutya akan memengaruhi tindakan
atau perilaku.

6
Karakteristik petani responden dikategorikan berdasarkan usia, pendidikan
terakhir, pekerjaan utama, penghasilan rata-rata per bulan, jumlah tanggungan
keluarga, dan keikutsertaan petani dalam kelompok tani. Rasio jenis kelamin petani
responden di tiga kecamatan didominasi oleh petani laki-laki dibandingkan dengan
petani perempuan. Persentase responden laki-laki sebesar 93% dan 7% perempuan.
Sebagian besar kegiatan wawancara dilakukan secara langsung di lapangan.
Kategori usia petani responden di Kecamatan Jiput berada dalam kisaran
umur 31-40 tahun (32%), Kecamatan Pulosari 21-30 tahun (30%), dan Kecamatan
Menes 41-50 tahun (42%) (Tabel 1). Berdasarkan hasil survei, petani responden
umumnya didominasi oleh petani di atas usia muda. Kurangnya regenerasi petani
sayuran disebabkan oleh adanya peluang kerja selain bertani yang dianggap dapat
memberikan hasil yang lebih tinggi. Sementara itu, petani lainnya berada pada
kisaran usia muda sehingga regenerasi petani masih dapat terjadi. Berdasarkan ratarata umur petani responden sebagian besar masih berada pada usia produktif. Usia
produktif selain berhubungan dengan kemampuan kerja petani juga berhubungan
dengan tingkat konsumsi pangan petani. Petani pada usia ini mempunyai
kemampuan untuk bekerja yang lebih besar dan membutuhkan energi lebih besar
bila dibandingkan dengan petani usia tidak produktif, sehingga berpengaruh pada
hasil produksi dan tingkat penerimaan usahataninya (Yasmiati 2010).
Tingkat pendidikan petani di tiga kecamatan sebagian besar adalah sekolah
dasar (SD), sedangkan petani responden dengan pendidikan terakhir perguruan
tinggi berada pada persentase terendah untuk semua kecamatan. Menurut badan
pusat statistik (BPS) Kabupaten Pandeglang (2014), rata-rata lama sekolah
penduduk Pandeglang pada tahun 2013 baru mencapai 7.04 tahun. Hal ini
mengindikasikan bahwa rata-rata penduduk tersebut baru dapat bersekolah sampai
jenjang SMP kelas satu, jadi secara umum tingkat pendidikan yang ditamatkan
penduduk Pandeglang baru lulus SD dan sedikit yang melanjutkan ke jenjang SMP.
Pada dasarnya pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan,
meningkatkan mutu kehidupan, dan martabat manusia baik individu maupun sosial
(Prijono dan Pranarka 1996). Tingkat pendidikan tersebut sangat berpengaruh
terhadap sikap dan tindakan petani sayuran dalam aplikasi pestisida. Umumnya
petani dengan tingkat pendidikan tinggi akan lebih rasional dibandingkan dengan
petani yang berpendidikan rendah, sehingga petani dengan tingkat pendidikan
tinggi lebih mempertimbangkan berbagai resiko dan dampak negatif pada saat
aplikasi pestisida.
Pekerjaan utama petani responden di tiga kecamatan umumnya tidak berbeda
satu sama lain, yaitu sebagian besar bekerja sebagai petani, dan lainnya bekerja
sebagai pegawai swasta, pegawai negeri, pedagang, buruh tani, buruh bangunan,
pelajar, dan ibu rumah tangga. Sementara dari segi pendapatan rata-rata per bulan,
petani di ketiga kecamatan juga memiliki penghasilan kurang dari Rp 1 000 000 per
bulan (Tabel 1). Hal tersebut menunjukkan bahwa masih minimnya penghasilan
yang didapatkan oleh petani dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari. Selain itu,
ketika terjadi kegagalan panen, pendapatan dari hasil pertanian tidak dapat
menjamin terkumpulnya modal awal sehingga penghasilan yang diperoleh semakin
rendah. Menurut Kartono (2009), pendapatan yang didapatkan oleh petani dapat
memberikan gambaran kemampuannya dalam menyediakan segala kebutuhan
usahataninya dari segi finansial.

7
Tabel 1 Karakteristik umum petani sayuran di tiga kecamatan di Kabupaten
Pandeglang
Karakteristik Petani

Jiput

Responden (%)
Pulosari
Menes

Umur
< 20 tahun
21-30 tahun
31-40 tahun
41-50 tahun
50-60 tahun
> 60 tahun

4
22
32
30
10
2

4
30
24
16
16
10

0
14
18
42
24
2

Pendidikan terakhir
Tidak sekolah
SD
SMP
SMA
Perguruan tinggi

2
36
34
24
4

12
58
14
10
6

4
22
38
34
2

Pekerjaan utama
Petani
Pedagang
Buruh bangunan
Pegawai negeri
Pegawai swasta
Buruh tani
Pelajar
IRT (ibu rumah tangga)

64
2
2
0
10
20
2
0

76
2
0
2
12
8
0
0

57
4
0
0
15
12
0
12

Penghasilan rata-rata per bulan (Rp)
< 1 juta
1 juta-1.5 juta
1.6 juta-2 juta
> 2 juta

48
30
10
12

54
38
6
2

52
42
4
2

Jumlah tanggungan keluarga
≤ 3 orang
4-5 orang
6-7 orang
≥ 8 orang

54
30
14
2

44
22
28
6

46
38
10
6

Keanggotaan kelompok tani
Ya
Tidak

54
46

24
76

34
66

Jumlah tanggungan keluarga petani sayuran untuk di tiga kecamatan tidak
berbeda satu sama lain. Sebagian besar petani memiliki jumlah tanggungan
keluarga sebanyak kurang atau sama dengan tiga orang. Umumnya semakin banyak
jumlah tanggungan keluarga maka semakin banyak pula biaya yang harus
dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Keikutsertaan petani responden dalam kegiatan kelompok tani dapat
berpengaruh terhadap persepsi petani dalam mengambil keputusan pengendalian
OPT. Hasil survei menunjukkan bahwa keikutsertaan petani dengan kegiatan
kelompok tani lebih sedikit jika dibandingkan sebaliknya. Keikutsertaan petani
dengan kegiatan kelompok tani di Kecamatan Pulosari memiliki persentase petani

8
terendah (24%) jika dibandingkan dengan dua kecamatan lainnya yaitu Kecamatan
Jiput (54%) dan Kecamatan Menes (34%). Salah satu penyebab belum berjalannya
kegiatan kelompok tani di daerah tersebut adalah minimnya minat petani dalam
mengikuti kegiatan yang diadakan kelompok tani dan sosialisasi dari penyuluh
pertanian yang belum merata di masing-masing kecamatan, sehingga informasi
tentang budidaya pertanian yang baik masih kurang. Pengetahuan tentang budidaya
tanaman mereka peroleh secara turun temurun dari orang tua atau petani lainnya
yang menanam komoditas yang sama.
Karakteristik Budidaya dan Pemasaran Produk Pertanian
Status kepemilikan lahan petani sayuran di Kecamatan Jiput sebagian besar
merupakan petani penggarap (52%), sedangkan di dua kecamatan lainnya yaitu
Kecamatan Pulosari (48%) dan Kecamatan Menes (38%) status kepemilikan lahan
didominasi oleh petani pemilik dan penggarap (Tabel 2). Tingginya persentase
petani sayuran dengan status kepemilikan lahan sebagai penggarap disebabkan
karena sebagian besar lahan yang mereka miliki merupakan lahan yang tidak
dikelola langsung oleh pemilik lahan. Sementara itu, petani yang memiliki dan
menggarap lahannya sendiri bertujuan untuk menghemat biaya tenaga kerja. Status
kepemilikan lahan sangat berpengaruh dalam biaya yang dikeluarkan karena hal
tersebut merupakan salah satu komponen penting dalam usaha tani. Umumnya
lahan petani pemilik yang diusahakan sendiri tidak perlu mengeluarkan biaya
penyewaan lahan jika dibandingkan dengan petani penyewa, sehingga biaya
produksi dapat ditekan lebih rendah sehingga keuntungan yang diperoleh petani
akan lebih tinggi.
Luas lahan yang dikelola oleh petani sayuran cenderung merata. Sebagian
besar petani mengelola lahan kurang dari 2000 m² sampai 5000 m² (Tabel 2). Salah
satu faktor yang menyebabkan sempitnya lahan pertanian yang dikelola adalah
terjadinya alih fungsi lahan. Semakin meningkatnya jumlah penduduk
menyebabkan areal pertanian semakin berkurang karena lahan pertanian beralih
fungsi menjadi areal pemukiman warga.
Pola tanam monokultur dengan cara rotasi tanam merupakan pola tanam yang
sebagian besar digunakan oleh petani sayuran di tiga kecamatan (Tabel 2). Pola
tanam tersebut dikukan petani karena menyesuaikan dengan kondisi lahan saat
menanam benih sayuran. Penanaman sayuran umumnya dilakukan setelah
penanaman tanaman pangan seperti padi, jagung, atau tanaman lainnya. Hal
tersebut dilakukan untuk mengantisipasi ketersedian air saat penanaman benih
sayuran dan memanfaatkan unsur hara hasil penanaman musim sebelumnya. Rotasi
tanam memiliki dampak yang kompleks terhadap perkembangan hama, hasil
tanaman, dan ekonomi. Rotasi tanam merupakan salah satu manajemen budidaya
tanaman yang dapat memperbaiki karakteristik fisik tanah (Katsvairo et al. 2002).
Selain itu, pola tanam lainnya seperti tumpang sari dan monokultur (tanpa rotasi
setiap musim) dilakukan oleh petani sayuran dengan persentase yang lebih rendah
dibandingkan dengan pola tanam sebelumnya. Dengan melakukan pola tanam
tumpangsari, petani sayuran dapat mengefisiensikan lahan dan memperoleh
keuntungan yang lebih besar. Tanaman utama umumnya ditumpangsari dengan
tanaman jagung atau tanaman sayuran lainnya. Sistem tumpang sari lebih
menguntungkan dibandingkan dengan sistem pertamanan monokultur karena

9
produktivitas lahan lebih tinggi, jenis komoditas lebih beragam, pemakaian sarana
produksi lebih hemat, dan resiko kegagalan dapat diperkecil (Setiawan 2009).
Tabel 2 Karakteristik budidaya dan pemasaran produk pertanian
Responden (%)

Karakteristik Petani
Jiput

Pulosari

Menes

2

0

0

Penyewa

0

0

0

Penggarap

52

40

30

Pemilik dan penggarap

18

48

38

Penyewa dan penggarap

14

12

26

Pemilik, penyewa, dan penggarap

14

0

6

Luas lahan (m²)
< 1 000

6

24

22

1 000-2 000

14

16

12

> 2 000-5 000

38

40

48

> 5 000-10 000

22

20

12

> 10 000

20

0

6

Monokultur (setiap musim)

8

0

4

Monokultur (rotasi)

68

98

86

Polikultur/tumpang sari

24

2

10

Dijual sendiri

30

32

12

Dijual ke pengumpul

90

88

90

Dijual ke kota

2

4

0

Dijual ke KUD (koperasi unit desa)

2

0

0

Status kepemilikan lahan
Pemilik

Pola tanam

Pemasaran

Pemasaran hasil pertanian sebagian besar dijual kepada pengumpul. Hal
tersebut umum dilakukan oleh petani sayuran karena penjualan sayuran dianggap
lebih mudah. Petani tidak perlu membawa hasil panen ke pasar secara lagsung
karena pengumpul biasanya langsung berkunjung dan membeli hasil panennya di
lahan petani. Selain itu, kondisi perekonomian petani yang masih rendah memaksa
petani melakukan peminjaman modal kepada pengumpul sehingga menyebabkan
adanya keterikatan antara petani dengan pengumpul. Posisi tawar petani yang masih
lemah dan lahan yang diusahakan dalam skala sempit juga memaksa sebagian besar
petani bertransaksi dengan pedagang pengumpul. Umumnya para pengumpul
tersebut membawa hasil produksi pertanian ke pasar-pasar induk di kota atau pasar
swalayan dengan harga lebih tinggi dibandingkan harga pembelian dari petani. Hal
tersebut juga didukung dengan rendahnya daya saing produk pertanian karena
rantai pasokan yang belum berjalan optimal. Rantai pasokan yang baik akan
berdampak langsung kepada petani sehingga petani dapat menghasilkan produk

10
berkualitas dengan harga dan mutu yang dinginkan oleh konsumen, tetapi tetap
memberikan keuntungan yang sesuai untuk petani.
Bayam
Pare
Bawang merah
Jagung manis
Koro

Menes

Pulosari

Jiput

Komoditas

Buncis
Labu siam
Terong
Kangkung
Kol bunga
Oyong
Caisin
Mentimun
Kacang panjang
Tomat
Cabai
0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Responden (%)

Gambar 1 Komoditas utama sayuran
Komoditas sayuran yang dominan dibudidayakan oleh petani di tiga
kecamatan adalah kacang panjang, mentimun, cabai, tomat, dan caisin. Tanaman
sayuran lainnya yang dibudidayakan oleh petani antara lain bawang merah, buncis,
oyong, kol bunga, kangkung, terung, labu siam, koro, jagung manis, pare, dan
bayam (Gambar 1). Berdasarkan data BPS Kabupaten Pandeglang (2014),
komoditas tanaman hortikultura seperti kacang panjang, cabai, dan mentimun
merupakan komoditas hortikultura semusim yang potensial dikembangkan oleh
petani di Pandeglang. Komoditas tersebut dipilih oleh petani karena tanaman
sayuran lebih cepat panen dibandingkan dengan komoditas lain, harga ekonomi di
pasaran cukup tinggi, proses pemasarannya cepat, dan dapat dilakukan pemanenan
secara berulang sehingga hasil panen lebih tinggi.
Permasalahan dalam Usaha Tani
Permasalahan yang umum dihadapi oleh petani antara lain hama dan
penyakit, modal, pupuk, pestisida, air/irigasi, fluktuasi harga, cuaca, dan bibit.
Semakin banyak permasalahan yang dirasakan oleh petani maka akan berpengaruh
terhadap penggunaan pestisida (Darajat 2014).

11
Tabel 3 Permasalahan dalam usaha tani
Indikator

Responden (%)
Jiput Pulosari Menes

Masalah yang sering dihadapi
Hama dan penyakit
Modal
Air
Bibit
Pupuk
Pestisida
Fluktuasi harga
Cuaca

96
28
4
0
10
4
8
4

98
20
2
2
10
10
2
0

100
28
8
4
12
4
0
4

Kehilangan hasil panen (%)
0-30
31-50
51-70
> 71

28
54
16
2

26
56
0
18

18
66
16
0

Pencegahan
Sanitasi
Penggunaan pestisida sintetik
Penggunaan pestisida nabati
Rotasi tanam
Pemasangan mulsa plastik
Penggunaan varietas tahan
Penggunaan tanaman barier
Penggunaan sticky trap
Pengumpanan menggunakan bangkai
Repelen dengan kamper
Pengaturan pola tanam
Penggunaan paranet
Pemberian pupuk

98
74
8
10
28
2
6
4
4
4
4
2
8

100
88
2
2
8
0
0
0
0
0
10
0
2

100
92
26
22
6
6
0
0
4
0
6
0
32

Pengendalian
Penggunaan pestisida sintetik
Penggunaan pestisida nabati
Penggunaan agens hayati
Pengendalian secara manual
Penggunaan feromon seks
Penggunaan sticky trap
Penggunaan light trap

100
18
4
40
14
16
0

100
6
2
64
0
0
0

96
32
2
32
0
14
8

12
Kehilangan hasil panen dalam usaha tani yang dirasakan oleh sebagian besar
petani sayuran berkisar dari 31% sampai 50% (Tabel 3). Kehilangan hasil ini
disebabkan oleh banyak faktor. Banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh petani
sayuran menjadi hal yang sangat berpengaruh terhadap kehilangan hasil panen.
Banyak kendala yang dihadapi dalam upaya peningkatan produksi sayuran
yang tinggi, bersih, dan ekonomis. Salah satu penyebab timbulnya masalah teknis
yang menjadi kendala produksi sayuran adalah hama dan penyakit tanaman yang
dapat menjadi faktor pembatas produksi tanaman sayuran di Indonesia. Menurut
Setiawati et al. (2001), kehilangan hasil panen pada tanaman sayuran akibat
serangan hama sekitar 46% sampai 100%, sedangkan kehilangan hasil akibat
adanya penyakit berkisar antara 5% sampai 90%. Berdasarkan hasil survei, hama
dan penyakit merupakan permasalahan yang paling sering dihadapi oleh petani
karena menunjukkan persentase tertinggi dibandingkan dengan permasalahan
lainnya. Persentase serangan hama dan penyakit di Kecamatan Jiput, Pulosari, dan
Menes berturut-turut sebesar 96%, 98%, dan 100% (Tabel 3).
Berbagai bentuk pencegahan dan pengendalian OPT yang dilakukan oleh
petani sayuran di lokasi penelitian cukup beragam. Berdasarkan hasil survei,
sanitasi lahan dan penggunaan pestisida sintetik menunjukkan proporsi tertinggi
dibandingkan dengan bentuk pencegahan lainnya, sedangkan pengendalian OPT
yang dominan dilakukan oleh petani adalah penggunaan pestisida sintetik (Tabel
3). Meskipun dalam konsep PHT penggunaan pestisida sintetik merupakan
pengendalian yang dapat dilakukan petani setelah semua pengendalian dilakukan,
pada kenyataannya menunjukkan bahwa hal tersebut masih menjadi pilihan utama
dan paling dominan dilakukan oleh petani. Tingginya presentase petani terhadap
penggunaan pestisida tidak terlepas dari ketergantungan dan tradisi petani dalam
melakukan budidaya tanaman secara turun temurun.
Selain penggunaan pestisida, sebagian petani petani memilih untuk
melakukan pengendalian lain seperti penggunaan pestisida nabati, agens hayati,
feromon sex, sticky trap, light trap, dan pengendalian secara manual dengan cara
mengambil secara langsung OPT yang ditemukan di pertanaman sayuran (Tabel 3).
Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian petani sudah bisa menerapkan inovasi
baru di bidang pertanian meskipun proporsinya lebih rendah dibandingkan dengan
proporsi petani yang menggunakan pestisida sintetik. Berkembangnya inovasi yang
ada tidak terlepas dari peran instansi terkait seperti penyuluh pertanian dan klinik
tanaman di lokasi penelitian. Dari ketiga lokasi penelitian, Kecamatan Jiput dan
Menes menunjukkan persentase aplikasi inovasi baru yang lebih tinggi
dibandingkan dengan Kecamatan Pulosari. Sebagian besar petani di Kecamatan
Pulosari menyatakan bahwa kegiatan pertanian dari instansi yang ada belum
sepenuhnya berjalan dengan baik. Selain itu, petani dengan latar belakang
pendidikan yang rendah dapat berpengaruh dengan tingkat adopsi inovasi yang ada.
Umumnya penerapan teknologi baru memiliki resiko yang lebih besar
dibandingkan dengan cara konvensional yang telah dialami oleh petani. Menurut
Subagio (2008), petani yang sering mengalami kegagalan dalam menerapkan
inovasi-inovasi pada kegiatan usahatani yang dijalankan akan memengaruhi sikap
dan perilaku petani pada kegiatan usahatani berikutnya. Hal tersebut terbukti
dengan adanya anggapan sebagian besar petani sayuran yang masih menggunakan
cara-cara konvensional seperti penggunaan pestisida sintetik sebagai bentuk
pengendaian OPT yang dianggap lebih efektif. Sikap ketergantungan petani

13
terhadap cara pengendalian OPT yang konvensional berpengaruh terhadap cara
pandang mereka dengan tingkat keberhasilan suatu inovasi yang baru
dikembangkan. Inovasi baru yang telah berkembang dianggap dapat menimbulkan
resiko dan ketidakpastian dibandingkan dengan cara konvensional yang sudah
mereka terapkan sebelumnya.
Tabel 4 Permasalahan hama dan penyakit pada tanaman sayuran
Hama dan penyakit

Responden (%)
Jiput
Pulosari
Menes

Hama
Ulat buah (Helicoverpa armigera Hubn.)

66

78

80

Ulat daun (Spodoptera litura, Plutella xylostella)

42

66

66

Ulat bunga (Maruca testulalis)

20

12

24

Ulat tanah (Agrotis ipsilon)

2

2

2

Trips (Thrips sp.)

38

36

18

Kutu daun (Aphis spp., Myzus spp., Toxoptera citricidus)

30

76

60

Kutu kebul (Bemisia tabaci, Aleurodicus spp.)

24

48

60

Wereng daun (Empoasca sp.)

4

32

22

Tungau (Tetranychus cinnabarinus)

14

10

8

Lalat buah (Bactrocera spp.)

2

10

0

Belalang (Oxya chinensis)

0

4

14

Kepik hijau (Nezara viridula)

2

0

6

Lalat penggorok daun (Liriomyza huidobrensis)

4

0

2

Penyakit
Antraknosa (Colletotrichum capsici, Gloeosporium
piperatum)

36

44

28

Virus gemini
Keriting daun (TYLCV (Tomato Yellow Leaf Curl Virus),
CMV (Cucumber Mosaic Virus)

38

26

34

26

28

26

Busuk buah (Phytophthora palmivora, P. capsici)

14

64

22

Layu Fusarium (Fusarium oxysporum)

12

0

18

Layu Bakteri (Ralstonia solanacearum)

44

28

10

Bercak daun (Cercospora capsici, Alternaria spp.)

14

8

18

Permasalahan utama hama pada petani sayuran di tiga kecamatan umumnya
didominasi oleh hama ulat buah, ulat daun, kutu daun, dan kutu kebul (Tabel 4).
Berdasarkan banyak penelitian, jenis hama tersebut merupakan hama yang bersifat
polifag. Ulat buah (Helicoverpa armigera Hubn.) merupakan salah satu hama
penting pada tanaman sayuran. Hama ini mempunyai banyak tanaman inang, antara
lain jagung, tomat, cabai, bunga matahari, kacang-kacangan, dan tembakau (Fitt
1989 dalam Hasyim et al. 2013). Ulat daun Spodoptera litura sering mengakibatkan
penurunan produksi bahkan kegagalan panen karena menyebabkan daun robek dan
berlubang, bahkan sampai meninggalkan pertulangan daun jika terjadi serangan
berat pada tanaman (Fitriani et al. 2011). Kutu daun dan kutu kebul merupakan
hama yang sangat polifag yang dapat menyerang berbagai jenis tanaman, antara
lain tamanan hias, sayuran, buah-buahan, dan tumbuhan liar. Secara langsung, kutu
daun dan kutu kebul yang menyerang tanaman dapat menyebabkan gejala keriput,

14
kekuningan, tumbuh kerdil, daun-daun terpuntir, layu lalu mati (Setiawati et al.
2005). Secara tidak langsung hama tersebut dapat berperan sebagai vektor berbagai
virus penyakit tanaman (Febrina et al. 2014).
Permasalahan penyakit yang paling dominan dihadapi oleh petani sayuran di
tiga kecamatan adalah penyakit antraknosa (Colletotrichum capsici dan
Gloeosporium piperatum), busuk buah (Phytophthora palmivora dan P. capsici),
virus gemini (Gemini Virus) (Tabel 4). Kerusakan akibat infeksi penyakit tanaman
dapat menurunkan hasil baik kualitas maupun kuantitas sehingga dapat
menimbulkan kerugian bagi petani. Munculnya penyakit ditunjukkan dengan
adanya gejala kerusakan pada tanaman sesuai dengan patogen penyebab penyakit
yang menginfeksi tanaman. Epidemi penyakit umumnya dipengaruhi oleh
komponen inang, patogen, lingkungan, keterlibatan manusia, dan waktu yang akan
memengaruhi perkembangan penyakit (Agrios 2000). Banyaknya serangan OPT
pada pertanaman dan tingginya tingkat kerugian produksi bagi petani menyebabkan
sebagian besar petani sayuran melakukan pengendalian dengan menggunakan
pestisida sintetik sebagai pilihan utama karena dianggap lebih efektif, mempunyai
daya bunuh tinggi, penggunaan yang relatif mudah, dan hasil yang lebih cepat
dibandingkan dengan pengendalian OPT lainnya.
70

Responden (%)

60

Jiput

50

Pulosari

Menes

40
30
20
10
0
Petugas
pertanian

Kios saprotan

Petani lain

Inisiatif sendiri Klinik tanaman

Internet

Sumber informasi

Gambar 2 Sumber informasi dalam mengatasi permasalahan akibat OPT
Sumber informasi dalam mengatasi permasalahan usaha tani akibat adanya
OPT sebagian besar diperoleh petani dari sesama petani sayuran dan kios pestisida.
Kedua sumber informasi tersebut memiliki proporsi tertinggi dibandingkan dengan
sumber informasi lainnya (Gambar 2). Hal tersebut dilakukan oleh petani karena
mereka dianggap memiliki pengalaman khususnya dalam permasalahan OPT,
meskipun sebagian besar latar belakang pendidikan petani dan pemilik kios
pestisida hanya lulusan SD, SMP, atau SMA dan bukan merupakan ahli pertanian.
Selain itu, sumber informasi lain yang didapatkan oleh petani sayuran dalam
mengatasi permasalahan usaha tani akibat OPT adalah petugas pertanian, klinik
tanaman, internet, dan inisiatif sendiri.
Sebagian petani yang aktif mengikuti kegiatan dalam Poktan (kelompok tani)
umumnya mengetahui lebih banyak informasi terkait cara pengelolaan budidaya
yang efektif jika dibandingkan dengan petani yang tidak mengikuti kegiatan
kelompok tani, karena kegiatan yang diadakan oleh kelompok tani umumnya
berhubungan langsung dengan instansi pemerintah seperti penyuluh pertanian atau

15
petugas lapang lainnya. Kelompok dianggap sangat strategis dalam meningkatkan
partisipasi sosial, memfasilitasi proses belajar, dan bahkan sebagai wadah bersama
dalam penyaluran aspirasi petani. Sejalan dengan hal tersebut, kelompok tani
memiliki peranan penting dalam pemberdayaan petani sebagai proses dalam
perencanaan dan pengambilan keputusan pengendalian OPT yang efektif.
Selain itu, petani yang aktif berkonsultasi dengan klinik tanaman sangat
berpengaruh terhadap cara budidaya dan pengelolaan OPT yang dilakukan, karena
saran pengendalian OPT diarahkan kepada sistem PHT yang ramah lingkungan dan
mempertimbangkan dampak dari penggunaan pestisida sintetik yang berlebihan.
Pengetahuan Petani tentang Pestisida Sintetik
Pengetahuan terhadap pestisida sintetik baik pengertian dan efikasi pestisida,
dan memerhatikan arah mata angin saat aplikasi pestisida pada ketiga lokasi
menunjukkan persentase yang cukup tinggi. Sementara itu, pengetahuan petani
tentang perbedaan jenis pestisida umumnya masih rendah karena proporsi petani di
dua kecamatan menunjukkan angka yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan
kecamatan lainnya (Tabel 5).
Dasar aplikasi pestisida yang dilakukan petani sayuran di tiga kecamatan
cukup beragam. Petani di Kecamatan Jiput dan Pulosari umumnya menyatakan
bahwa dasar aplikasi pestisida pertama kali disebabkan oleh munculnya OPT di
pertanaman dan hal tersebut dilakukan sebagai bentuk pencegahan adanya OPT dan
penyelamatan hasil panen. Hampir sama dengan dua kecamatan lainnya, sebanyak
62% petani sayuran di Kecamatan Menes menyebutkan bahwa hal tersebut
dilakukan untuk mencegah adanya OPT (Tabel 5).
Petani di tiga kecamatan umumnya membaca label pestisida sebelum aplikasi
pestisida. Persentase petani di Kecamatan Jiput dan Menes yang menyatakan bahwa
label pestisida perlu dibaca sebelum aplikasi pestisida menunjukkan angka yang
lebih tinggi dibandingkan dengan petani di Kecamatan Pulosari (Tabel 5). Petani
yang tidak membaca label sebelum aplikasi pestisida beranggapan bahwa anjuran
pemakaian yang disampaikan oleh pemilik toko pestisida dan pengalaman dari
petani lainnya sudah dianggap cukup dalam memberikan informasi takaran dan
intensitas penyemprotan yang sesuai, meskipun sebenarnya melebihi dosis anjuran
yang tertera pada label kemasan pestisida. Petani yang memiliki pengetahuan yang
cukup tinggi tidak selamanya sejalan dengan sikap dan tindakan yang dilakukan
saat aplikasi pestisida.
Intensitas penyemprotan pestisida yang umum dilakukan oleh sebagian besar
petani di tiga kecamatan sebanyak lebih dari satu kali per minggu. Hal tersebut
terbukti dari tingginya persentase petani yang melakukan intensitas penyemprotan
dengan rentang waktu tersebut (Tabel 5). Penyemprotan yang dilakukan oleh petani
sangat intensif dan cenderung melebihi batas anjuran pemakaian pestisida.
Sebagian petani beranggapan bahwa semakin intensif penyemprotan pestisida
tersebut dilakukan maka akan semakin cepat hasil yang dirasakan, sehingga tidak
perlu meluangkan waktu yang lama dalam melakukan pengendalian OPT yang ada
di pertanaman sayuran miliknya.

16
Tabel 5 Pengetahuan petani sayuran tentang pestisida sintetik
Indikator

Jiput

Responden (%)
Pulosari
Menes

Pengertian pestisida

98

94

100

Efikasi pestisida

100

100

96

Perbedaan pestisida

64

34

36

Dasar aplikasi pestisida
Munculnya OPT

34

46

20

Mencegah OPT

32

30

62

Menyelamatkan hasil panen

22

26

16

Menyehatkan tanaman

8

4

8

Ampuh

10

0

0

Sudah mencapai AE (ambang ekonomi)

2

0

2

92

76

98

>1 kali seminggu

70

74

48

1 kali seminggu

30

26

46

1-2 kali sebulan

0

0

4

>1 kali sebulan

0

0

2

Ya

80

82

70

Tidak

18

18

30

Tidak tahu

2

0

0

Membaca label pestisida
Intensitas penyemprotan

Memperhatikan arah mata angin

Aktivitas penyemprotan menjelang panen juga sangat berpengaruh terhadap
dampak yang ditimbulkan, seperti timbulnya residu pada tanaman yang dapat
berbahaya bagi konsumen. Menurut Marzuki et al. (2014), residu pestisida pada
tanaman yang berasal dari hasil penyemprotan pada tanaman tersebut umumnya
terdapat pada permukaan semua tubuh tanaman yang diaplikasikan pestisida seperti
daun dan batang. Berdasarkan hasil survei, petani yang melakukan aplikasi
pestisida menjelang panen di tiga kecamatan masih relatif tinggi. Persentase petani
yang melakukan hal tersebut di Kecamatan Jiput, Pulosari, dan Menes berturutturut sebanyak 60%, 90%, dan 58% (Tabel 6).
Petani responden umumnya melakukan pencucian alat semprot setelah
aplikasi pestisida. Sebagian besar petani di Kecamatan Jiput (66%) dan Pulosari
(68%) mencuci alat semprotnya di selokan dekat lahan, sedangkan petani di
Kecamatan Menes umumnya melakukan pencucian di selokan dekat lahan (72%)
dan sungai (50%) (Tabel 6). Sebagian petani mencuci alat semprotnya di kolam
ikan, dapur rumah, dan sumur. Petani di tiga kecamatan umumnya menyimpan sisa
pestisida di gudang dan saung. Sementara itu, petani lainnya menyimpan sisa
pestisida di tempat yang kurang sesuai, seperti dapur, dinding rumah, kandang

17
hewan, dan kamar mandi. Tata letak penyimpanan pestisida yang baik umumnya
disimpan berdasarkan bentuk formulasi dan kemasan pestisida (Ditjen P2PL 2012).
Kurangnya kesadaran akan pentingnya anjuran penggunaan dan
penyimpanan pestisida dapat menyebabkan adanya dampak negatif terhadap
keselamatan petani dan lingkungan sekitar. Dampak negatif yang ditimbulkan
akibat paparan pestisida baik melalui udara, tanah, dan air yang ikut tercemar
terutama di lingkungan sekitar dapat beresiko kontaminasi yang tinggi terhadap
kesehatan manusia. Penggunaan pestisida dengan cara

Dokumen yang terkait

Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Petani Penyemprot pada Penggunaan Pestisida di Desa Sugihen Kecamatan Dolat Rayat Tahun 2013

4 119 110

Pengetahuan, Sikap, Tindakan Petani Dalam Penggunaan Pestisida Dan Aktifitas Cholinesterase Pada Darah Di Desa Sempajaya Kecamatan Berastagi Tahun 2005

0 31 77

Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Petani Bawang Merah Dalam Penggunaan Pestisida (Studi Kasus di Kabupaten Nganjuk, Propinsi Jawa Timur)

5 40 139

Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Petani Dalam Penggunaan Pestisida

0 7 98

Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Petani Sayuran dalam Penggunaan Pestisida di Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara

1 3 75

Sikap Petani dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Pestisida dan Pupuk pada Tanaman Sayuran Kubis Di Kabupaten Karo

1 4 126

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN PENGGUNAAN PESTISIDA DENGAN TINGKAT KERACUNAN Hubungan Pengetahuan, Sikap, Dan Tindakan Penggunaan Pestisida Dengan Tingkat Keracunan Pestisida Pada Petani Di Desa Kembang Kuning Kecamatan Cepogo.

0 5 12

SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN Hubungan Pengetahuan, Sikap, Dan Tindakan Penggunaan Pestisida Dengan Tingkat Keracunan Pestisida Pada Petani Di Desa Kembang Kuning Kecamatan Cepogo.

0 1 17

PENDAHULUAN Hubungan Pengetahuan, Sikap, Dan Tindakan Penggunaan Pestisida Dengan Tingkat Keracunan Pestisida Pada Petani Di Desa Kembang Kuning Kecamatan Cepogo.

0 1 8

DAFTAR PUSTAKA Hubungan Pengetahuan, Sikap, Dan Tindakan Penggunaan Pestisida Dengan Tingkat Keracunan Pestisida Pada Petani Di Desa Kembang Kuning Kecamatan Cepogo.

1 7 4