Produksi Xilooligosakarida dari Tongkol Jagung Menggunakan Bakteri Aktinomisetes.

PRODUKSI XILOOLIGOSAKARIDA DARI TONGKOL
JAGUNG MENGGUNAKAN BAKTERI AKTINOMISETES

WIDA SALUPI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Produksi
Xilooligosakarida dari Tongkol Jagung Menggunakan Bakteri Aktinomisetes
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014
Wida Salupi
NIM P051120051

RINGKASAN
WIDA SALUPI. Produksi Xilooligosakarida dari Tongkol Jagung Menggunakan
Bakteri Aktinomisetes. Dibimbing oleh ANJA MERYANDINI dan YOPI
Produksi jagung Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.
Meningkatnya produksi jagung seiring dengan meningkatnya produk samping
yang dihasilkan seperti tongkol jagung. Tongkol jagung mengandung ± 30% dari
bobot total, jika dikonversi terhadap angka produksi pada tahun 2013 maka
ketersediaan tongkol jagung sebesar 5.6 juta ton. Pemanfaatan tongkol jagung
selama ini kurang efektif sehingga perlu pengembangan pemanfaatan untuk
mengatasi permasalahan limbah dan meningkatkan nilai jual. Tongkol jagung
merupakan biomassa prospektif yang mempunyai kandungan xilan tinggi sebesar
12.4% sehingga dapat dijadikan sebagai substrat hidrolisis xilan oleh bakteri
menghasilkan xilooligosakarida (XOS). Salah satu bakteri yang dapat
menghidrolisis substrat xilan menjadi xilooligosakarida yaitu dari kelompok
Aktinomisetes. Xilooligosakarida yang dihasilkan dari produk hidrolisis
Aktinomisetes ini dapat digunakan sebagai serat alami/prebiotik untuk membantu

kesehatan saluran pencernaan. Tujuan dari penelitian ini adalah memproduksi
XOS dari xilan tongkol jagung melalui proses enzimatis bakteri dari kelompok
Aktinomisetes. Penelitian ini dilakukan dengan tahapan (1) ekstraksi xilan dari
tongkol jagung menggunakan metode alkali untuk digunakan sebagai substrat
pertumbuhan Aktinomisetes dan substrat hidrolisis (2) penapisan bakteri
potensial dan identifikasi dengan 16S rRNA (3) penentuan waktu optimum
produksi xilanase (4) pengaruh pH, suhu terhadap aktivitas dan stabilitas enzim
xilanase dan (5) hidrolisis menggunakan xilanase dan analisis produk gula.
Hasil ekstraksi xilan tongkol jagung menggunakan metode alkali
menghasilkan rendemen xilan sebesar 7.93%. Aktinomisetes dalam penelitian ini
diisolasi dari tanah Taman Nasional Bukit Duabelas Jambi, Indonesia. Satu dari
delapan isolat yang diuji menghasilkan zona bening tertinggi dan aktivitas
xilanase tertinggi yaitu isolat BF 3.10 sebesar 0.713 U/mL. Isolat BF 3.10
teridentifikasi berdasarkan analisa 16S rRNA sebagai Streptomyces violascens
dengan index similaritas 99%.
Produksi enzim xilanase Streptomyces violascens BF 3.10 dari substrat xilan
tongkol jagung 0.5% menggunakan metode DNS menghasilkan aktivitas enzim
sebesar 6.4 U/mL pada suhu optimum 60 ˚C dalam bufer fosfat pH 5.5. Enzim ini
digunakan untuk menghidrolisis xilan tongkol jagung pada konsentrasi 1%, 3%,
dan 9% selama 24 jam. Hasil hidrolisis substrat xilan tongkol jagung pada

konsentrasi 9% menghasilkan produk xilooligosakarida dengan kandungan gula
pereduksi tertinggi sebesar 18.0 mg/mL dan Derajat polimerasi (DP) pada kisaran
2.6. Hasil hidrolisis xilan secara kuantitatif dengan nilai DP dapat diperkuat
dengan data kualitatif pada Thin layer chromatography (TLC) dan High
performance liquid chromatography (HPLC). Pada plat TLC menunjukkan
produk hidrolisis xilooligosakarida karena spot yang terbentuk berada dibawah
monomer standar xilosa.
Kata kunci: Tongkol Jagung, Xilan, Xilanase, Streptomyces violascens BF 3.10

SUMMARY
WIDA SALUPI. Production of xylooligosaccharides from corncob using
Streptomyces violascens BF 3.10 . Under supervision of ANJA MERYANDINI
and YOPI
Corn production in Indonesian has been increasing each year, lead to the
increase of corn by products such as corncob. Amounted to 30% of the total
weight, the availability of corncob had been calculated to be 5.6 million tons in
2013. However, the corncobs were still marginally utilized, demanding a
creativity and development in utilization process to increase the value of corncob.
Corncob has high xylan content of 12.4% so that it could be the carbon source for
xylooligosaccharide producing bacterias, one of them is Actinomycetes.

Xylooligosaccharide produced can be used as natural fibers/prebiotics to support
the health of digestive tract. The aims of this study was to enzymatically
hydrolyze xylan corncob to be the substrate for Actinomicetes to produce
xylooligosaccharides. This study was conducted in stages (1) extraction of xylan
from corncob using alkaline method (2) screening and identification of 16S rRNA
potential bacterial (3) determination of the optimum time of xylanase production
(4) observation of the effect of pH and temperature to the xylanase enzyme
stability and (5) hydrolys is using xylanase and the analysis of sugar products.
The yield of corncob xylan extracted using alkali method was 7.93%.
Actinomycetes used in this study were isolated from the soil of Bukit Duabelas
National Park, Jambi, Indonesia. One of eight isolates tested had the largest clear
zone and the highest xylanase activity, which was isolate BF 3.10 (0.713 U /
mL). BF 3.10 was identified as Streptomyces violascens by 16S rRNA analysis
with similarity index of 99%.
Xylanase production of Streptomyces violascens BF 3.10 for the substrate
of 0.5% corncob xylan was 6.4 U/mL at the optimum temperature 60 ˚C in
phosphate buffer pH 5.5 using DNS method. The enzyme was used to hydrolyze
xylan corncob at the concentration of 1%, 3% and 9% for 24 hours. Xylan
corncob hydrolysis at the concentration of 9% resulted in xylooligosaccharide
with the highest content of reducing sugar, which were 18.0 mg/mL and the

degree of polymerization (DP) of 2.6. Quantitative data of xylan hydrolysis with
DP values wasreinforced by the qualitative data on thin layer chromatography
(TLC) and thin layer chromatography (HPLC). TLC plate showed that the
hydrolysis products was xylooligosaccharide due to the spots were formed under
standard xylose monomer spot.
Key words: Corncob, Xylan, xylanase, Streptomyces violascens BF 3.10

©Hak CiptaMilik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

i

PRODUKSI XILOOLIGOSAKARIDA DARI TONGKOL

JAGUNG MENGGUNAKAN BAKTERI AKTINOMISETES

WIDA SALUPI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Bioteknologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Titi Candra Sunarti

iv


v

PRAKATA
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT sang pencerah dan
sang pemberi kesempatan bagi penulis untuk menyusun dan menyelesaikan tesis
ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains Jurusan Bioteknologi
Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013Maret 2014 dengan tema pemanfaatan produk samping tongkol jagung untuk
produksi xilooligosakarida.
Dalam penyusunan tesis ini, penulis menyadari banyak menemui hambatan
dan masalah. Namun atas kritikan, saran dan dorongan serta semangat dari
berbagai pihak penulis menyadari bahwa semua ini merupakan proses membekali
diri menuju masa yang lebih indah. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan
terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Anja Meryandini selaku ketua
komisi pembimbing dan Dr Yopi atas bimbingan, arahan, saran, kritik dan
kesabaran dalam menyelesaikan penelitian ini.
Ucapan terima kasih dan penghormatan penulis ucapkan kepada bapak
Supriyanto dan ibu Sunarti tercinta atas ridlo, doa, dan kasih sayang tak terhingga,
kakak terhebat Camelia Agustina dan Misbakhul Munir atas bimbingan dan

motivasinya serta keluarga Cikakak tercinta Om Uja,Om Iwan, Emak dan Abah,
keluarga Salatiga Mbah Kung dan Mbah Putri. Ponakan terganteng mas Hilal
terima kasih atas semangatnya.
Disamping itu penghargaan penulis sampaikan kepada Azizah Hikma
Safitri, M. Nur Kholis dan Ariandi selaku teman seperjuangan yang telah menjadi
tim yang kompak dan solid, seluruh staf dan keluarga Laboratorium Biokatalis
dan Fermentasi, Mbak Gading, Ayun, Mbak Lia, Mbak Alip, Mas Diki, Pak
Awan, dan teknisi Laboratorium Bioteknologi Hewan dan Biomedis, PPSHB
Institut Pertanian Bogor Bu Dewi yang telah memberikan bimbingan, petuah,
nasihat, fasilitas, pelayanan serta suasana yang sangat kekeluargaan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Keluarga Bioteknologi 2012,
terima kasih atas cerita indahnya semoga silaturahmi kita selalu terjaga, Ibu bapak
Kos Bata Merah, Dea Sylva, Mbak Dewi, Kakak faisal dan semua pihak yang
tidak dapat penulis tuliskan satu persatu yang telah memberikan bantuannya.
Penulis menyadari bahwa penelitian dan penyusunan tesis ini masih jauh
dari sempurna, sehingga membutuhkan saran dan kritik yang membangun dari
para pembaca. Namun terlepas dari itu, semoga pembaca mendapatkan manfaat
setelah membaca tesis ini.

Bogor, Agustus 2014

Wida Salupi

vi

vii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

1 PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

2 METODE

3

Tempat dan Waktu Penelitian


3

Bahan

3

Alat

3

Prosedur Kerja

3

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Ekstraksi Xilan Tongkol Jagung

7

Seleksi Isolat Penghasil Xilanase

8

Waktu Optimum Aktivitas Enzim Xilanase dan Pertumbuhan Biomassa
Streptomyces violascens BF 3.10
10
Pengaruh pH dan Suhu Enzim Xilanase Streptomyces violascens
BF 3.10

12

Stabilitas Enzim Xilanase Streptomyces violascens BF 3.10

13

Hidrolisis Xilan

14

Thin layer chromatography (TLC) dan High performance liquid
chromatography (HPLC)

16

4 SIMPULAN DAN SARAN

19

Simpulan

19

Saran

19

DAFTAR PUSTAKA

20

LAMPIRAN

23

RIWAYAT HIDUP

31

viii

DAFTAR TABEL
1 Perbandingan komposisi serat tongkol jagung sebelum dan sesudah
delignifikasi
2 Isolat potensial penghasil xilanase
3 Nilai derajat polimerasi hasil hidrolisis xilan tongkol jagung oleh
Streptomyces violascens BF 3.10

7
9
15

DAFTAR GAMBAR
1 Tepung tongkol jagung varietas SD3 dan xilan hasil ekstraksi
menggunakan NaOH 15%
2 Pertumbuhan isolat terpilih pada media agar-agar xilan.
3 Aktivitas xilanase isolat terpilih BF 3.1 dan BF 3.10
4 Kurva pertumbuhan sel Streptomyces violascens BF 3.10
5 Pengaruh pH terhadap aktivitas xilanase Streptomyces violascens BF
3.10 pada inkubasi suhu ruang
6 Pengaruh suhu aktivitas xilanase Streptomyces violascens BF 3.10
pada bufer fosfat 50 mM pH 5.5
7 Stabilitas enzim xilanase Streptomyces violascens BF 3.10
8 Analisis TLC dari produk hidrolisis tongkol jagung dengan enzim
xilanase Streptomyces violascens BF 3.10
9 Kromatogram hasil analisa HPLC

8
9
10
11
12
13
14
17
18

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Proses ekstraksi xilan dari tongkol jagung
Komponen serat pada proses delignifikasi
Komposisi media
Morfologi isolat penghasil enzim xilanase
Kurva standar pengukuran aktivitas enzim
Hasil analisa 16S rRNA

23
25
26
27
28
30

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Produksi jagung Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan,
pada tahun 2008 produksi jagung sebesar 16.34 juta ton sedangkan pada tahun
2013 sebesar 18.8 juta ton. Meningkatnya produksi jagung seiring dengan
meningkatnya produk samping yang dihasilkan seperti tongkol jagung. Tongkol
jagung merupakan produk samping pertanian yang dihasilkan dari proses
pemipilan jagung. Menurut Koswara (1991) bobot tongkol jagung sekitar ±30%
dari bobot total yang besarnya dipengaruhi oleh varietas jagungnya, sedangkan
sisanya adalah kulit dan biji jagung. Berdasarkan produksi jagung tahun 2013 jika
dikonversikan terhadap bobot tongkol jagung maka ketersediaan produk samping
tongkol jagung sebesar 5.6 juta ton. Produk samping tongkol jagung yang
melimpah memberi peluang yang luas dalam pemanfaatanya. Sejauh ini
pemanfaatan produk samping tongkol jagung hanya dibakar atau dijadikan bahan
bakar briket dan sebagai bahan baku kerajinan. Pemanfaatan ini belum
sepenuhnya mengatasi permasalahan produk samping tongkol jagung. Produk
samping tongkol jagung juga belum termanfaatkan sebagai bahan baku pada skala
industri, sehingga pengembangan pemanfaatan produk samping tongkol jagung
perlu terus dikembangkan untuk mengatasi permasalahan keberlimpahan dan
meningkatkan nilai jual dalam skala industri.
Tongkol jagung merupakan produk samping pertanian yang secara kimiawi
mengandung lignin, hemiselulosa dan selulosa. Berdasarkan komposisi gulanya,
hemiselulosa diklasifikasikan sebagai xilan, manan, arabinoxilan dan arabinan.
Tongkol jagung merupakan bahan berlignoselulosa (kadar serat 38.99%) yang
mengandung xilan tertinggi (12.4%) di antara produk samping pertanian lainnya
(Richana et al. 2004) seperti jerami padi, tandan kelapa sawit, bagase, tangkai
kapas, sorgum, batang tembakau, dan kulit kedelai. Ekstrak xilan dari tongkol
jagung dapat dimanfaatkan di antaranya sebagai sumber karbon dalam medium
kultivasi bakteri penghasil xilanase.
Xilanase merupakan kelompok enzim yang menghidrolisis xilan atau
polimer dari xilosa dan xilooligosakarida. Xilanase dapat diklasifikasikan
berdasarkan substrat yang dihidrolisis yaitu β-xilosidase, eksoxilanase, dan
endoxilanase. Xilanase dapat dihasilkan dari berbagai organisme seperti jamur,
bakteri dan salah satu contohnya yaitu Aktinomisetes (Rifaat 2005).
Aktinomisetes adalah bakteri Gram positif yang ditemukan dalam berbagai habitat
antara lain tanaman yang membusuk. Aktinomisetes berperan penting dalam
degradasi bahan lignoselulosa yang mengandung selulosa, hemiselulosa, dan
lignin (Anindyawati 2010). Aktinomisetes yang telah dibuktikan menghasilkan
enzim xilanase yaitu Streptomyces roseiscleroticus (Grabski 1991), Streptomyces
thermoviolaceus (Tsujibo et al. 1992), Streptomyces halstedii (Ruiz Arribas et al.
1995), Streptomyces viridosporus (Magnuson dan Crawford 1997), Streptomyces
actuosus (Wang et al. 2003), Streptomyces galbus (Kansoh & Nagieb 2004),
Streptomyces albus, Streptomyces chromofuscus (Rifaat 2005), dan Streptomyces
sp. 451-3 (Meryandini et al. 2007). Pemanfaatan mikroba sebagai agen
bioteknologi semakin meningkat karena keunggulannya yang mudah diperbanyak.

2
Produk hidrolisis enzim xilanase dari substrat produk samping pertanian
dapat berupa xilooligosakarida yang dapat dimanfaatkan sebagai prebiotik.
Prebiotik dapat didefinisikan sebagai makanan yang tidak dapat dicerna oleh
saluran pencernaan tetapi dapat mempengaruhi inang dengan merangsang
pertumbuhan sejumlah bakteri dalam usus untuk meningkatkan kesehatan inang.
Prebiotik merupakan suplemen yang memungkinkan perubahan fisik baik dalam
komposisi atau kegiatan mikroflora saluran cerna yang memberikan manfaat lebih
baik (Gibson dan Roberfroid 1995). Selanjutnya Gibson dan Roberfroid (1995)
menjelaskan kriteria prebiotik yaitu dapat menurunkan asam lambung, tidak
dihidrolisis oleh enzim saluran pencernaan, tidak diserap di saluran pencernaan
bagian atas, difermentasi oleh mikroorganisme usus, dan
menginduksi
pertumbuhan selektif atau aktivitas bakteri usus, yang berpotensi meningkatkan
kesehatan.
Jenis prebiotik komersial yaitu Inulin, Frukto-oligosakarida (FOS), Galaktooligosakarida (GOS), dan Xilooligosakarida (XOS). XOS sebagai salah satu
bentuk oligosakarida yang berperan sebagai prebiotik dan dapat menstimulasi
secara selektif pertumbuhan dan atau aktivitas probiotik didalam usus besar
seperti Lactobacillus dan atau Bifidobacterium juga membantu penyerapan
kalsium pada usus (Wang et al. 2009) sehingga dapat meningkatkan kesehatan
inang.
Berdasarkan latar belakang diatas penggunaan Aktinomisetes untuk
menghasilkan enzim xilanase dalam menghasilkan xilooligosakarida sebagai
prebiotik dari tongkol jagung mempunyai peluang yang sangat besar dalam upaya
pemanfaatan dan peningkatan nilai tambah dari tongkol jagung. Produksi
prebiotik dalam skala industri di masa yang akan datang diharapkan akan menjadi
usaha prospektif untuk memanfaatkan produk samping pertanian dalam
menghasilkan produk tambahan untuk kesehatan saluran pencernaan.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah memproduksi xilooligosakarida (XOS) dari
xilan tongkol jagung melalui proses enzimatis bakteri dari kelompok
Aktinomisetes.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini yaitu pemanfaatan produk samping pertanian
tongkol jagung sebagai biomassa yang prospektif dengan kandungan xilan yang
tinggi. Ketersediaan tongkol jagung yang banyak menjadikan substrat ini dapat
dimanfaatkan pada skala besar. Selain itu diperolehnya isolat bakteri yang dapat
menghasilkan enzim xilanase dengan aktifitas yang tinggi yaitu dari kelompok
Aktinomisetes. Aplikasi enzim xilanase dari Aktinomisetes untuk menghasilkan
xilooligosakarida (prebiotik) yang dapat digunakan sebagai suplemen tambahan
sehingga dapat menunjang kesehatan saluran pencernaan.

3

2 METODE

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokatalis dan Fermentasi, Pusat
Penelitian Bioteknologi LIPI Cibinong, Penelitian dilakukan dari Bulan Oktober
2013 sampai dengan Mei 2014.

Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat bakteri
Aktinomisetes koleksi Laboratorium Bioteknologi Hewan dan Biomedis, PPSHB
Institut Pertanian Bogor yaitu BO 2.1; BO 3.2; BO 3.3; BO 4.1;BF 3.1; BF 3.10;
BF 4.1, dan YM 4.2, tepung tongkol jagung varietas Silangan Dramaga 3 (SD 3),
media pertumbuhan yang mengandung substrat xilan beechwood 0.5%, media
dengan substrat xilan dari tongkol jagung 0.5%, MgSO4 0.5%, K2HPO4 0.05%,
KNO3 0.075%, FeSO4.7H2O 0.000.5%, CaCl2 0.004%, glukosa 0.1%, pewarnaan
menggunakan merah kongo 0.5%, dan NaCl 2 M. Ekstraksi xilan dari tongkol
jagung menggunakan NaOCl 1%, NaOH 15%, aquades, HCl 37%, etanol 95%.
Uji aktivitas dan produksi enzim menggunakan reagen dinitrosalisilat (DNS),
Bufer sitrat 50 mM (pH 3.0-4.5 ), bufer fosfat 50 mM (pH 5.0-6.5 ), dan bufer
glisin-NaOH 50 mM (pH 7.0-10.0), aquades. Identifikasi 16S rRNA bahan
elektroforesis terdiri atas gel agarose 1%, Go taq, primer 9F (5’GGCTACCTT
GTTACGACTT3’), primer 1051R (5’GAGTTTGATCCTGGCTCAG-3’),
ddH2O, bufer TAE 1X, marker, loading dye, parafilm, dan EtBr.

Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengaduk, gelas ukur,
oven, saringan, sentrifus, pH meter, timbangan, ose, erlenmeyer, corckborer,
autoclave, water bath, laminar air flow, shaker, spektrofotometer, dry blot,
magnetic styrer, vortex, kertas thin layer chromatography (TLC), HPLC, pipet
ukur, microtube eppendord, minispin, thermometer, kertas saring, botol corning,
cawan petri, gelas ukur, tabung reaksi, stopwatch, alat elektroforesis, UV, dan
PCR.

Prosedur Kerja

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap. Tahap awal adalah
pretreatment biomassa tongkol jagung, ekstraksi xilan dengan memodifikasi
metode dari Richana et al. (2007). Delignifikasi tongkol jagung dilakukan
menggunakan NaOCl 1% selama 5 jam pada suhu ruang kemudian disaring dan
dikeringkan dibawah sinar matahari. Analisis komponen serat yang

4
dilakukanmeliputi kadar air, abu, kadar hemiselulosa, selulosa dan lignin. Tahap
selanjutnya dilakukan penapisan isolat potensial dengan uji kualitatif dengan
merah kongo 0.5%, uji kuantitatif aktivitas enzim dan identifikasi 16S rRNA.
Tahap ketiga produksi enzim dan hidrolisis xilan serta analisis produk hidrolisis
menggunakan analisis gula, thin layer chromatography (TLC) dan HPLC.

Penggilingan
Tongkol jagung digiling hingga menjadi tepung berukuran 80 mesh dan
dilakukan analisis komposisi kimia yang meliputi kadar air, abu, protein, lemak,
serta komponen serat kasar (lignin, selulosa, dan hemiselulosa).

Ekstraksi Xilan
Tepung tongkol jagung direndam dalam larutan NaOCl 1% selama 5 jam
pada suhu ruang, kemudian tepung tongkol jagung dibilas dengan akuades dan
disaring
untuk diambil bagian padatannya, yaitu tongkol jagung yang
terdelignifikasi. Pengeringan dilakukan di bawah sinar matahari selama 48 jam.
Analisis yang dilakukan meliputi kadar air, kadar lignin, dan bobot kering
hemiselulosa-selulosa.
Padatan yang diperoleh dari proses delignifikasi direndam dalam larutan
NaOH 15% selama 24 jam pada suhu ruang dan kemudian disaring. Filtrat yang
mengandung xilan diukur pH-nya lalu dinetralkan dengan HCl 37% kemudian
disentrifugasi selama 30 menit pada kecepatan 2683 xg. Endapan yang
mengandung xilan
diendapkan dengan penambahan etanol 95% dengan
perbandingan 1 : 3 kemudian disentrifugasi selama 30 menit pada kecepatan
2683 xg untuk memperoleh xilan murni. Xilan dikeringkan dalam oven 50 ˚C
selama 48 jam dan dihaluskan hingga berukuran 80 mesh.

Peremajaan Isolat dan Penapisan Bakteri Potensial
Isolat diremajakan dalam media padat xilan tongkol jagung 0.5%
(Lampiran 3) pada suhu ruang sehingga siap digunakan. Uji xilanase secara
kuantitatif dengan melihat zona bening yang dihasilkan. Setiap koloni yang telah
murni dilakukan uji pembentukan zona bening pada agar-agar xilan tongkol
jagung 0.5%. Isolat yang menghasilkan zona bening mengindikasikan adanya
aktivitas xilanase secara kualitatif. Pewarnaan merah kongo 0.5% digunakan
untuk memperjelas zona bening yang terbentuk pada permukaan media. Isolat
didiamkan terendam dalam merah kongo 0.5% selama 15 menit sebelum dibilas
dengan NaCl 2 M.

5
Identifikasi Isolat Bakteri Potensial Penghasil Xilanase dengan 16S rRNA
Amplifikasi DNA bakteri dilakukan dengan 1 μL primer 9’F, 1 μL primer
1051’R dan campuran reaksi terdiri atas 12.5 μL Go Taq, 10.5 μL mili-Q steril
dan DNA sampel sebanyak satu ose yang ditotolkan pada larutan sampai volume
total 25 µL. Tahapan selanjutnya yaitu proses amplifikasi yang dilakukan pada
mesin PCR yang terdiri atas 30 siklus. Kondisi PCR berlangsung pada tahapan
berikut: denaturasi 2 menit pada suhu 95˚C, annealing 1 menit pada suhu 55˚C,
elongation 2 menit pada suhu 72˚C, dan terakhir penyimpanan pada suhu 4˚C.
Produk PCR divisualisasikan pada gel agarosa 1 % dalam buffer TAE 1x pada 50
volt selama 45 menit. Hasil elektroforesis kemudian direndam dalam larutan EtBr
selama 10 menit, setelah itu dibilas dengan akuades dan pita DNA dilihat dengan
bantuan sinar Ultra violet (UV).

Penentuan Waktu Produksi Xilanase
Sebanyak satu corckborer isolat berumur 4 hari dengan diameter masingmasing 1 cm diinokulasikan ke dalam 100 mL media cair xilan tongkol jagung
0.5% (Lampiran 2). Kultur diinkubasi selama 24 jam dengan agitasi 100 xg
selama 144 jam pada suhu ruang. Untuk mengetahui aktivitas enzim dan
pengukuran biomassa kultur diambil sebanyak satu Erlenmeyer setiap hari
sampai hari ke 6 dan disentrifugasi pada kecepatan 8050 xg selama 15 menit.
Supernatan (ekstrak enzim kasar) diukur aktivitasnya dengan metode DNS. Pelet
digunakan untuk menghitung bobot biomassa kering. Pelet dikeringkan dalam
oven pada suhu 50 ˚C hingga mempunyai bobot kering biomassa yang konstan.
Pelet kemudian ditimbang dan digunakan sebagai kurva pertumbuhan bakteri.
Satu
unit aktivitas xilanase didefinisikan sebagai
jumlah enzim yang
menghasilkan 1 µmol xilosa dalam waktu 1 menit.
Uji aktivitas enzim diukur dengan mengukur pembentukan gula pereduksi
hasil hidrolisis enzim xilanase berdasarkan metode DNS (Miller 1959). Uji
aktifitas enzim xilanase pada sampel dilakukan dengan cara mereaksikan enzim
ekstrak kasar xilanase sebanyak 250 µL dengan 250 µL xilan beechwood 0.5%
kemudian dihomogenisasi dengan vortek dan diinkubasi pada suhu ruang selama
30 menit. Larutan tersebut kemudian ditambahkan dengan 750 µL pereaksi DNS,
diaduk hingga homogen kemudian dipanaskan dalam air mendidih selama 15
menit dan didinginkan dalam air. Uji aktivitas enzim xilanase pada kontrol
dilakukan dengan cara mencampurkan 250 µL xilan beechwood 0.5% dengan
pereaksi DNS dan 250 µL enzim ekstrak kasar xilanase, dihomogenisasi dengan
vortex kemudian dipanaskan pada air mendidih selama 15 menit dan didinginkan
dalam air. Blangko dibuat dengan cara mencampurkan 250 µL substrat xilan
beechwood 0.5% dengan 250 µL aquades steril kemudian ditambahkan dengan
750 µL pereaksi DNS, dihomogenasi dengan vortek kemudian dipanaskan dalam
air mendidih selama 15 menit dan didinginkan dalam air. Absorbasi ketiga larutan
tersebut diukur pada panjang gelombang 540 nm dengan menggunakan
spektrofotometer. Kadar xilosa yang terkandung dalam masing-masing sampel
dan kontrol ditentukan berdasarkan kurva regresi linear standar xilosa (Lampiran
5).

6
Pengaruh pH, suhu terhadap aktivitas dan Stabilitas enzim Xilanase
Untuk mengetahui pengaruh pH terhadap aktivitas enzim dilakukan dengan
mengujikan enzim ekstrak kasar pada bufer sitrat 50 mM (pH 3.0-4.5), bufer
fosfat 50 mM (pH 5.0-6.5) dan bufer glisin NaOH 50 mM (pH 7.0-10.0).
Pengujian
pengaruh suhu terhadap aktivitas xilanase diuji dengan cara
mereaksikan larutan enzim dengan substrat selama 30 menit pada berbagai suhu
30 ˚C, 40 ˚C, 50 ˚C, 60 ˚C, 70 ˚C, 80 ˚C, 90 ˚C dan 100 ˚C. Kestabilan enzim
ekstrak kasar xilanase diuji dengan menginkubasi enzim xilanase tanpa substrat
pada suhu ruang, suhu 4°C dan suhu optimum. Ekstrak enzim kasar xilanase
pada pH dan suhu optimum diuji dengan substrat xilan beechwood 0.5% pada
jam ke-0, ke-3, ke-24, ke-48, ke-72, dan ke-96.

Hidrolisis Xilan menggunakan Xilanase dan Analisis Gula
Hidrolisis enzimatis menggunakan enzim xilanase dari kelompok
Aktinomisetes dengan menambahkan substrat xilan tongkol jagung 1%, 3% dan
9% pada pH optimum dan inkubasi pada suhu ruang. Sampling dilakukan
sebanyak 1 mL pada jam ke-1, jam ke-3, jam ke-6, jam ke-12, dan jam ke-24.
Pengukuran kandungan total gula dengan metode Dubois et al. (1956) dan gula
pereduksi dengan metode DNS (Miller 1956). Derajat polimerasi dihitung
berdasarkan perbandingan antara total gula dengan gula pereduksi yang
dihasilkan. Analisis Thin layer chromatography (TLC) dilakukan dengan
menotolkan hasil hidrolisis sebanyak 1 µL pada kertas kromatografi. Larutan
standart xilosa 1000 ppm digunakan sebagai kontrol pencapaian gula reduksi
yang dihasilkan. Eluen yang digunakan dengan komposisi 12 mL n-butanol: 6 mL
asam asetat: 6 mL aquades, yang dijenuhkan selama 30 menit. Kertas
kromatografi direndam ke dalam eluen dan ditutup rapat sampai 1 jam.
Pengeringan kertas kromatografi dilakukan dengan hair dryer di dalam ruangan
asam, kemudian disemprotkan larutan DAP yang terdiri atas 0.2 g difenilamin, 0.2
mL anilin, 10 mL aseton, dan 1.5 mL asam fosfat, kertas kromatografi kemudian
dipanaskan pada suhu 120 C selama 15 menit. Analisis High performance liquid
chromatography (HPLC) menggunakan kolom zorbax SIL dengan 3-amino
propyl silane (250 x 4.6 mm), eluen asetonitril dan aquades ratio 75:25 (v/v), suhu
30 °C, laju alir 1.4 mL/min, detektor yaitu refractive index monitor (RID). Sampel
hidrolisis difilter dengan membran 0.45 μm untuk selanjutnya diinjeksikan pada
HPLC. Standar yang digunakan yaitu xilosa, glukosa, arabinosa, dan selobiosa.

7

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekstraksi Xilan Tongkol Jagung
Ekstraksi xilan diperlukan untuk mengurangi komponen-komponen
hemiselulosa selain pada dinding sel tepung tongkol. Tahapan ekstraksi xilan
ditampilkan pada Lampiran 1. Penggilingan tongkol jagung menjadi tepung
dengan ukuran 80 mesh (Gambar 1) akan memutus ikatan dinding sel sehingga
diharapkan dapat mempermudah proses ekstraksi. Lignin merupakan salah satu
komponen dinding sel yang memberikan struktur kaku yang dapat mempengaruhi
proses hidrolisis enzim. Ikatan silang dari struktur aromatik lignin dapat
memperlambat penetrasi enzim, oleh karena itu diperlukan adanya preparasi kimia
untuk mengurangi kadar lignin sehingga mempermudah kontak antara enzim
dengan substrat (Sun 2002). Natrium hipoklorit (NaOCl) merupakan oksidator
kuat yang mengandung ion-ion hipoklorit yang mampu memecah ikatan karbon
dalam struktur lignin (Lehninger 1982). Perendaman tepung tongkol jagung
dengan NaOCl 1% dapat mempengaruhi prosentase komposisi serat tepung
tongkol jagung (Tabel 1).
Tabel 1 Perbandingan komposisi serat tongkol jagung sebelum dan setelah
delignifikasi
Komponen
Serat kasar
Selulosa
Hemiselulosa
Lignin

Sebelum delignifikasi
(%)
25.15
33.10
17.90
21.00

Sesudah delignifikasi
(%)
26.09
34.07
37.92
16.70

Richana et al. 2007 dalam penelitiannya menyebutkan kandungan serat
hemiselulosa tongkol jagung berkisar antara 25% hingga 39% dan kadar lignin
sebesar 16% (Irawadi 1999). Hal ini sesuai dengan hasil analisis komponen serat
tongkol jagung varietas jagung SD3 dalam penelitian ini dengan prosentase
hemiselulosa sebesar 37% dan prosentase lignin sebesar 16%. Berbeda dengan
hasil penelitian Moko (2010), hasil delignifikasi pada tepung tongkol jagung
varietas SD 3 kadar hemiselulosa sebesar 10.30% dan kadar lignin 14.38 %.
Perbedaan ini menunjukkan bahwa proses ekstraksi memberikan pengaruh besar
pada hasil kandungan serat tongkol jagung pasca delignifikasi meskipun pada
varietas yang sama.
NaOCl tidak dapat menghilangkan semua komponen lignin dalam proses
delignifikasi. Lignin sulit didegradasi karena mempunyai struktur yang kompleks
dan heterogen yang berikatan dengan selulosa dan hemiselulosa (Anindyawati
2010), serta mempunyai fungsi utama sebagai penguat struktur tanaman dalam
menahan tekanan oksidasi (Hendriks dan Zeeman 2009). Hasil delignifikasi
menurunkan komposisi lignin sebsesar 4.3% dengan derajat delignifikasi sebesar
5.97%. Nilai presentase komponen serat sesudah delignifikasi merupakan selisih

8
antara presentase sesudah dan sebelum delignifikasi terhadap nilai bobot mutlak
(Apriyani 2013). Komposisi komponen serat dan bobot susut pada proses
delignifikasi dapat dilihat pada Lampiran 2.
Ekstraksi xilan dapat dilakukan dengan berbagai pelarut seperti air panas,
air dingin, NH4OH, KOH (Hespell 1998), HCl (Richana et al. 2007), dan NaOH
(Richana et al. 2007; Hespell 1998). Menurut Richana et al. 2007 diantara
berbagai pelarut yang paling baik digunakan adalah NaOH karena xilan yang
dihasilkan relatif bersih dari pengotor mempunyai warna yang lebih putih
dibandingkan dengan pelarut lainnya dan mudah larut dalam air. NaOH
merupakan alkali yang paling kuat dalam mendegradasi dinding sel dan
meningkatkan kelarutan hemiselulosa. Prinsip kerja alkali adalah memutuskan
sebagian ikatan antara selulosa dan hemiselulosa dengan lignin, esterifikasi gugus
asetil dengan membentuk asam uronat dan merombak struktur dinding sel melalui
pengembangan jaringan serat dan memudahkan penetrasi molekul enzim
mikroorganisme (Murni et al. 2008). Ekstraksi xilan tongkol jagung menghasilkan
rendemen xilan sebesar 39.65 g dari berat awal ekstraksi sebesar 500 g. Tongkol
jagung dengan ukuran 80 mesh ditampilkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Tongkol jagung varietas SD3 80 mesh

Seleksi Isolat Penghasil Xilanase

Uji Kualitatif dengan Pewarnaan Merah Kongo 0.5 %.
Isolat Aktinomisetes koleksi Laboratorium Bioteknologi Hewan dan
Biomedis, PPSHB Institut Pertanian Bogor diidentifikasi aktivitas xilanasenya
dengan menumbuhkannya pada media selektif xilan beechwood 0.5%. Aktivitas
xilanase 8 isolat aktinomisetes ditunjukkan pada Tabel 3. Morfologi 8 isolat yang
akan diidentifikasi berdasarkan pewarnaan merah kongo 0.5% dapat dilihat pada
lampiran 4. Kemampuan bakteri dalam mendegradasi xilan ditandai dengan
terbentuknya zona bening disekitar koloni. Zona bening ini menurut Theather dan
Wood (1982) terbentuk karena tidak adanya ikatan antara merah kongo dengan
polisakarida yang mengandung ikatan β, 1-4-glucopyranocyl yaitu xilan pada
substrat tongkol jagung SD3. Hidrolisis pada substrat xilan menyebabkan tidak
terjadi pengikatan merah kongo pada saat pewarnaan, dengan demikian pada

9
polisakarida yang terhidrolisis terbentuk warna bening karena tidak ada ikatan
antara polisakarida dengan merah kongo.
Tabel 2 Isolat potensial penghasil xilanase

Isolat
BF3.1
BF3.10
BF4.1
BO2.1
BO3.2
BO3.3
BO4.1
YM4.2

Diameter bakteri
(cm)
0.9
1.1
0.8
0.9
0.8
0.6
0.8
-

Diameter zona
bening (cm)
3.4
4
1
2.5
2.9
0.8
1
-

Indeks xilanolitik
2.78
2.64
0.25
1.78
2.63
0.33
0.25
-

Gambar 2 Pertumbuhan isolat terpilih pada media agar-agar xilan. Isolat
ditumbuhkan pada suhu ruang selama 4 hari dan diwarnai
dengan merah kongo 0.5 %.
A. Zona beningyang terbentuk oleh isolat BF 3.1
B. Zona bening yang terbentuk oleh isolat BF 3.10
Isolat BF 3.1 dan BF 3.10 merupakan isolat yang mempunyai kemampuan
enzim xilanase tertinggi. Zona bening kedua isolat ini dapat dilihat pada Gambar
2. Isolat yang tidak menghasilkan zona bening menunjukkan bahwa isolat ini
tidak mampu menghasilkan enzim xilanase untuk mendegradasi xilan seperti
isolat YM 4.2.

Uji Kuantitatif Aktivitas Enzim
Uji kuantitatif enzim dilakukan dengan menghitung aktivitas enzim xilanase
dari isolat potensial hasil penapisan kualitatif dengan pewarnaan merah kongo
0.5%. Isolat BF 3.1 mempunyai aktivitas enzim yang hampir sama dari jam ke96,ke-120 dan ke-144, sedangkan isolat BF 3.10 mempunyai aktifitas tertinggi
pada jam ke 96 (Gambar 3). Berdasarkan penapisan nilai aktivitas enzim tertinggi
dan pengamatan zona bening, isolat BF 3.10 dijadikan sebagai isolat potensial

10
untuk analisis lebih lanjut yaitu identifikasi 16S rRNA, karakterisasi enzim dan
kemampuannya dalam hidrolisis xilan tongkol jagung untuk memproduksi
xilooligosakarida.
Aktivitas enzim relatif (%)

100
80
60
40
20
0
96

120

144

Waktu inkubasi (jam)

Gambar 3 Aktivitas xilanase isolat terpilih BF 3.1 ( ) dan BF 3.10 ( ) .
Isolat ditumbuhan pada media xilan tongkol jagung dan diuji
pada substrat xilan beechwood 0.5%.
Identifikasi hasil sekuensing parsial gen penyandi 16S rRNA dari isolat BF
3.10 dibandingkan dengan database menggunakan analisis BLASTn (Lampiran
6). Hasil pensejajaran 1528 bp sekuen isolat BF 3.10 memiliki kemiripan dengan
Streptomyces violascens dengan indeks similaritas sebesar 99%.
Streptomyces violascens merupakan bakteri asal tanah yang dapat digunakan
sebagai agen antibiotik dan biokontrol ( El-Tarabily et al.1996). Bisht et al (2012)
dalam publikasinya menyebutkan Streptomyces violascens dan mempunyai
toleransi pada rentang pH 4-10. Koloni Streptomyces violascens strain BF 3.10
nampak berwarna putih ke abu-abuan dengan permukaan diujung menggulung,
koloni tidak lengket dengan media. Warna abu-abu semakin pekat seiring dengan
lamanya waktu inkubasi. Spora yang dihasilkan Streptomyces violascens strain BF
3.10 mempunyai bau yang khas yaitu bau tanah.

Waktu Optimum Aktivitas Enzim Xilanase dan Pertumbuhan
Biomassa Streptomyces violascens BF 3.10
Hubungan aktivitas enzim dan biomassa sel isolat Streptomyces violascens
BF 3.10 dapat dilihat pada Gambar 4. Waktu optimum aktivitas enzim diperlukan
untuk mengetahui waktu produksi enzim xilanase tertinggi dan hubungannya
dengan berat biomassa sel bakteri. Aktivitas enzim hingga jam ke-24 jam tidak
mengalami peningkatan karena bakteri masih dalam proses adaptasi dari media
pertumbuhan padat yang mengandung agar-agar ke media produksi berupa media
cair. Adaptasi sel dengan jumlah biomassa sel yang masih sedikit mengakibatkan
aktivitas enzim yang dihasilkan kecil sehingga degradasi xilan oleh xilanase juga
masih rendah. Fase adaptasi dapat disebut juga fase lag, yaitu fase dimana bakteri
baru mengalami pengenalan pada kondisi yang baru dalam hal ini kultur cair dan
penyesuaian pada agitasi. Agitasi pada kultur cair dapat membantu pertumbuhan

11
bakteri dengan memberikan intensitas kontak bakteri terhadap substrat lebih
banyak sehingga diharapkan degradasi xilan oleh xilanase dari substrat tongkol
jagung lebih tinggi. Peningkatan kecepatan agitasi akan menaikkan difusi oksigen
ke dalam media sehingga mendorong peningkatan absorpsi oksigen (Priyatno et
al. 1999).

Biomassa sel log (mg/L)

80

1.5

60
1
40
0.5

20

0

Aktivitas enzim relatif (%)

100

2

0
0

24

48

72

96

120

waktu (jam)
Gambar 4

Kurva pertumbuhan sel dan aktivitas xilanase Streptomyces
violascens BF 3.10. (‒ ◊‒ ) : pertumbuhan sel pada media cair
xilan tongkol jagung 0.5%, agitasi 100 x g ; (‒ □‒ ): aktivitas
enzim relatif.

Fase eksponensial terjadi dari jam ke-24 hingga jam ke-72 dimana terjadi
kenaikan biomassa sel bakteri seiring dengan kenaikan aktivitas enzim. Fase
eksponensial pada bakteri merupakan fase pembentukan sel Streptomyces
violascens BF 3.10 yang sangat cepat hingga mencapai puncaknya pada jam ke 72
dengan biomassa sel sebesar 1.87 log (mg/L). Karakter Streptomyces violascens
BF 3.10 yang memiliki biomassa optimum pada jam ke-72 sama dengan
Staphylococcus aureus (Wijayanti 2009).
Biomassa sel pada jam 96 mengalami penurunan tetapi aktivitas enzim
mengalami kenaikkan hingga puncaknya sebesar 0.99 U/mL. Waktu optimum
untuk menghasilkan aktivitas xilanase tertinggi pada setiap bakteri bermacammacam. Penelitian Kansoh dan Nagieb (2004) menunjukkan produksi xilanase
Streptomyces galbus NR memiliki waktu optimum selama 120 jam dengan
aktivitas xilanase sebesar 8 U/mL.
Aktivitas enzim xilanase dari Streptomyces violascens BF 3.10 optimum
pada jam ke-96, sedangkan biomassa sel Streptomyces violascens BF 3.10 paling
tinggi pada jam ke-72. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas optimum tidak selalu
berada pada waktu pertumbuhan optimum selnya (fase eksponensial), produksi
enzim xilanase Streptomyces violascens BF 3.10 optimum terjadi saat fase
stasioner. Menurut Kulkarni (1999) enzim xilanase merupakan enzim
ekstraseluler yang disekresikan ke luar sel. Pada jam ke-96 aktivitas enzim

12
mengalami puncaknya saat berat biomassa telah menurun, hal ini dimungkinkan
karena sel telah mengalami lisis sehingga enzim dapat berada pada luar sel.

Pengaruh pH dan Suhu Enzim Xilanase Streptomyces violascens
BF 3.10

Aktivitas enzim relatif (%)

Enzim xilanase Streptomyces violascens BF 3.10 cenderung mempuyai
aktivitas yang tinggi pada pH asam dengan aktivitas tertinggi pada pH 5.5
(Gambar 5). Xilanase yang diperoleh dalam penelitian ini memiliki keunggulan
karena mempunyai aktivitas tinggi pada rentang pH 4.5- pH 7.5 dengan aktivitas
enzim relatif sebesar 50-100%.
100
80
60
40
20
0
3

4

4.5

5

5.5

6

6.5

7

7.5

8

9

10

pH
Gambar 5 Pengaruh pH terhadap aktivitas xilanase Streptomyces violascens
BF 3.10 pada inkubasi suhu ruang. Bufer sitrat 50 mM( ),
bufer fosfat 50 mM ( ) dan bufer glisin-NaOH 50 mM ( )
Xilanase merupakan enzim yang dapat aktif pada berbagai kondisi pH
tergantung pada organisme penghasilnya. Menurut Thomas et al. (2013) xilanase
dari Aktinomisetes mempunyai rentang pH 3.0- pH 10.0 dan optimum pada pH
4.0- pH 7.0, xilanase Streptomyces galbus NR mempunyai aktivitas pada rentang
pH 5.0-8.0 dan optimum pada pH 6.5 (Kansoh dan Nagieb 2004), xilanase
Streptomyces sp SKK1-8 optimum pada pH 6.0 (Meryandini et al. 2006).
Keanekaragaman kondisi pH xilanase telah banyak diteliti, umumnya xilanase
dari bakteri memiliki rentang pH optimum lebih luas dibandingkan dengan
xilanase dari cendawan. Xilanase dari cendawan seperti Aspergillus kawachi
(Iwahita et al.1998) dan Penicillium herque (Funaguma 1991) memiliki pH
optimum pada pH asam pH 2.0- pH 6.0.
Xilanase Streptomyces violascens BF 3.10 mempunyai aktivitas relatif pada
inkubasi suhu 30 ˚C hingga suhu 100 ˚C dengan aktivitas tertinggi pada suhu
60 ˚C (Gambar 6). Menurut Kulkarni et al. (1999), suhu optimum dari kerja
xilanase pada bakteri dan cendawan berkisar pada suhu 40-60 ˚C. Ratanachomsri
et al. (2006) telah mengkarakterisasi enzim xilanase dari cendawan Marasmius sp.
yang mempunyai aktivitas optimum pada suhu 90 ˚C.

13

Aktivitas enzim relatif (%)

100
80
60
40
20
0
30

40

50

60

70

80

90

100

Suhu ( C)
Gambar 6

Pengaruh suhu terhadap aktivitas xilanase Streptomyces
violascens BF 3.10 pada bufer fosfat 50 mM pH 5.5

Penelitian lain menunjukkan xilanase Streptomyces sp SKK1-8 optimum
pada suhu 50 ˚C (Meryandini et al. 2006 ) dan xilanase Streptomuces galbus NR
mempunyai rentang suhu 20 ˚C-70 ˚C dengan suhu optimum 50 ˚C (Kansoh dan
Nagieb 2004) . Xilanase yang diproduksi dari bakteri umumnya lebih tahan pada
suhu tinggi jika dibandingkan dengan cendawan (Thomas et al. 2013). Adanya
perbedaan aktivitas enzim terhadap suhu dan pH yang digunakan dapat terjadi
karena adanya perbedaan interaksi kimia yang terjadi pada protein. Interaksi kimia
tersebut menyebabkan perubahan konformasi protein yang berpengaruh terhadap
stabilitas dan aktivitas suatu protein (Bataillon et al. 2000).

Stabilitas Enzim Xilanase Streptomyces violascens BF 3.10
Stabilitas enzim penting dalam karakterisasi suatu enzim. Enzim xilanase
Streptomyces violascens BF 3.10 diukur stabilitasnya pada inkubasi suhu 4 ˚C,
30 ˚C, dan 60 ˚C (Gambar 7). Aktivitas xilanase pada inkubasi suhu 4 ˚C, dan 30
˚C relatif stabil hingga jam ke-96 dengan aktivitas relatif diatas 60%. Enzim yang
diinkubasi pada suhu 60 ˚C telah mengalami denaturasi pada jam ke-3 sehingga
aktivitas relatifnya menurun hingga 10%. Menurut Chapla et al. (2010),
penurunan aktivitas disebabkan inaktivasi enzim yang terjadi pada suhu tinggi
dengan jangka waktu yang panjang. Stabilitas dan aktivitas suatu protein enzim
dipengaruhi oleh keadaan lingkungan mikro protein enzim dan distribusi asam
amino bermuatan pada permukaan protein enzim. Adanya modifikasi pada protein
enzim tersebut dapat meningkatkan interaksi pada protein enzim sehingga protein
enzim tersebut menjadi lebih rigid dan stabil pada suhu dan pH tinggi, sehingga
enzim tidak terdenaturasi (Nath dan Rao 2001).

Aktivitas enzim relatif (%)

14
100
80
60
40
20
0
0

1

2

3

4

5

24

48

72

96

Waktu (jam)
Gambar 7 Stabilitas enzim xilanase Streptomyces violascens BF 3.10 pada
bufer fosfat 50mM pH 5.5 inkubasi 4 C (‒ ◊‒ ), 30 °C (‒ ○‒ ),
dan 60 °C (‒ ‒ )
Hidrolisis Xilan
Hidrolisis merupakan proses pemecahan polimer menjadi oligomer atau
monomer. Untuk mempercepat proses hidrolisis dilakukan dengan enzim sebagai
katalis yaitu enzim xilanase Streptomyces violascens BF 3.10. Hidrolisis dengan
enzim menghasilkan produk hidrolisis yang lebih spesifik. Hidrolisis substrat
xilan tongkol jagung oleh Streptomyces violascens BF 3.10 dapat diketahui
dengan menghitung gula pereduksi dan derajat polimerasi yang dihasilkan. Hasil
dari hidrolisis xilan dapat berupa xilosa, xilooligosakarida ataupun polimer xilosa.
Produk hidrolisis ini memiliki struktur gugus karbonil yang berada pada ujung
rantai karbonnya dan gugus aldehid bebas yang reaktif sehingga masuk dalam
kategori gula pereduksi (Yang et al. 2005). Proses hidrolisis menggunakan
konsentrasi substrat yang berbeda pada interval waktu yang berbeda dilakukan
untuk mengetahui pengaruh konsentrasi dan interval waktu terhadap produk gula
yang dihasilkan. Interval waktu hidrolisis yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu jam ke-0, ke-6, ke-12, dan ke-24 dengan konsentrasi substrat xilan tongkol
jagung sebesar 1%, 3%, dan 9%, xilan Beechwood 3% digunakan sebagai data
pembanding (Tabel 3).
Besar gula reduksi yang dihasilkan meningkat seiring dengan meningkatnya
konsentrasi substrat xilan dan waktu hidrolisis. Pada inkubasi 12 jam dengan
kondisi substrat yang meningkat menujukkan peningkatan jumlah pada gula
pereduksi yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan bahwa kerja enzim xilanase
Streptomyces violascens BF 3.10 sangat cepat. Xilan beechwood 3% dan xilan
tongkol jagung 3% memiliki nilai gula pereduksi yang mirip pada jam ke-6 yang
mengindikasikan bahwa struktur xilan tongkol jagung hasil ekstraksi dalam
penelitian ini memiliki struktur yang sederhana mirip beechwood sehingga mudah
dihidrolisis oleh enzim xilanase.

15
Tabel 3 Nilai derajat polimerisasi hasil hidrolisis xilan tongkol jagung oleh
Streptomyces violascens BF 3.10
Substrat

Xilan beechwood 3%

Xilan tongkol jagung 1%

Xilan tongkol jagung 3%

Xilan tongkol jagung 9%

Waktu
hidrolisis
(Jam ke-)
0
6
12
24
0
6
12
24
0
6
12
24
0
6
12
24

Gula
reduksi
(mg/mL)

Derajat
polimerisasi

1.1
6.1
6.8
7.6
0.8
1.8
2.5
1.6
0.6
5.9
5.6
5.4
0.6
12.5
14.7
18.0

16.1
2.9
2.3
2.0
15.4
5.0
4.3
3.9
11.8
2.4
2.4
2.6
16.0
3.4
2.8
2.6

Peningkatan konsentrasi substrat hingga 9% tidak mengakibatkan enzim
xilanase berhenti bekerja, enzim xilanase masih dapat berikatan dengan substrat
xilan tongkol jagung yang ditandai dengan meningkatnya gula reduksi yang
dihasilkan. Enzim xilanase yang dapat bekerja pada konsentrasi substrat yang
tinggi menjadi keuntungan dalam degradasi substrat xilan tongkol jagung. Xilan
tongkol jagung sebagai substrat hidrolisis dapat ditambahkan dengan konsentrasi
tinggi sehingga pemanfaatan produk samping pertanian semakin maksimal.
Penambahan konsentrasi substrat yang tinggi berpengaruh dalam kelarutan saat
hidrolisis sehingga diperlukan konsentrasi yang optimal supaya kerja enzim
xilanase juga optimal.
Produk hidrolisis xilan oleh xilanase Streptomyces violascens BF 3.10 dapat
diketahui dengan melihat nilai derajat polimerasi (DP). Nilai DP merupakan
perbandingan total gula dan gula pereduksi yang dihasilkan pada proses
hidrolisis. Nilai DP menunjukkan seberapa panjang rantai polimer hemiselulosa
yang dapat dipecah menjadi monomer oleh enzim xilanase Streptomyces
violascens BF 3.10. DP yang dihasilkan pada proses hidrolisis xilan beechwood
dan xilan tongkol jagung pada berbagai konsentrasi mengalami penurunan drastis
dari jam ke-0. Jam ke-0 menunjukkan jumlah polimer dalam substrat yang akan
dihidrolisis xilanase Streptomyces violascens BF 3.10 menjadi monomer sesuai
dengan kemampuan enzim xilanase. Hasil hidrolisis pada jam ke-6 pada semua
konsentrasi xilan tongkol jagung telah menghasilkan xilooligosakarida dengan
nilai DP menjadi 2-5. Nilai DP yang dihasilkan pada penelitian ini hampir sama
jika dibandingkan pada penelitian Meryandini et al. (2008) yang mempoduksi
xilooligosakarida dari xilan tongkol jagung oleh Streptomyces SKK1-8

16
menghasilkan nilai DP 4.8. Nilai DP xilooligosakarida rantai pendek berkisar
antara 2-20 (Chen et al. 1997) dan yang digunakan untuk prebiotik pangan
memiliki nilai DP berkisar antara 2-4 (Vazquez et al. 2000).
Waktu hidrolisis substrat xilan tongkol jagung berhubungan dengan
stabilitas enzim xilanase. Setiap enzim xilanase dari tiap organisme memiliki
stabilitas yang berbeda. Enzim xilanase Streptomyces violascens BF 3.10 stabil
untuk waktu relatif lama yaitu hingga jam ke-96 pada inkubasi suhu 4 ˚C dan
30 ˚C sampai jam ke-96 (Gambar 7). Hal ini sesuai dengan waktu hidrolisis
substrat xilan tongkol jagung yang menghasilkan gula reduksi yang masih
meningkat hingga jam ke-24 pada konsentrasi xilan tongkol jagung 9%. Xilanase
Streptomyces violascens BF 3.10 memiliki keunggulan stabil pada suhu 4 ˚C dan
30 ˚C inkubasi selama 96 jam dibandingkan dengan xilanase Penicillium
scerotiorum yang stabil pada suhu 40 C selama 72 menit (Knob & Carmona
2008), xilanase Marasmius sp stabil pada suhu 50 C selama 3 jam
(Ratanachomsri et al. 2006) dan xilanase komersial Buzyme 2511 stabil pada
suhu 50 C selama 35 menit (Tabosa-Vaz et al. 2011).

Analisis Thin Layer Chromatography (TLC) dan High Performance
Liquid Chromatography (HPLC)
Pola hasil hidrolisis xilan secara kuantitatif dengan nilai DP dapat diperkuat
dengan data kualitatif pada thin layer chromatography (TLC). Standar gula yang
digunakan yaitu xilosa (spot 5), glukosa (spot 6) dan selobiosa (spot 7). Hasil
hidrolisis xilan tongkol jagung dengan xilanase Streptomyces violascens BF 3.10
pada konsentrasi dan interval waktu yang berbeda menunjukkan sebagian besar
produk hidrolisis adalah xilooligosakarida karena spot yang terbentuk berada
dibawah spot monomer standar xilosa (Gambar 8). Xilooligosakarida yang
dihasilkan dimungkinkan dalam bentuk xilobiosa, xilotriosa dan
xilooligosakarida lainnya berdasarkan nilai DP yang dihasilkan.
Pada konsentrasi substrat xilan tongkol jagung yang berbeda (1%, 3%, dan
9%) dihasilkan spot xilooligosakarida yang seragam. Hasil ini serupa dengan
Akpinar et al (2007) pada produk hidrolisis xilan tangkai kapas (1-10%),
perbedaan konsentrasi substrat tidak berpengaruh pada nilai DP sehingga
visualisasi produk hidrolisis pada TLC menghasilkan spot xilooligosakarida yang
seragam.
Spot yang dihasilkan pada jam ke-0 masih berupa xilooligosakarida
panjang. Pada jam ke-6, xilooligosakarida pendek telah terbentuk dan semakin
menebal seiring dengan penambahan waktu inkubasi sampai ke-24 jam. Menurut
Collin et al. (2005) ketebalan spot pada TLC menunjukkan bahwa enzim
memiliki lebih dari satu situs pengikatan substrat. Keunggulan ini menjadikan
enzim xilanase Streptomyces violascens BF 3.10 masih dapat bekerja dengan baik
pada konsentrasi 9% menghasilkan xilooligosakarida.

17

Gambar 8 Analisis TLC dari produk hidrolisis tongkol jagung dengan enzim
xilanase Streptomyces violascens BF 3.10
Keterangan :
1 : xilan beechwood 3% jam ke-0
2 : xilan beechwood 3% jam ke-6
3 : xilan beechwood 3% jam ke-12
4 : xilan beechwood 3% jam ke-24
5 : standar xilosa
6 : standar glukosa
7 : standar selobiosa

8: xilan tongkol jagung 1% jam ke-0
9: xilan tongkol jagung 1% jam ke-6
10: xilan tongkol jagung 1% jam ke-12
11: xilan tongkol jagung 1% jam ke-24
12: xilan tongkol jagung 3% jam ke-0
13: xilan tongkol jagung 3% jam ke-6
14: xilan tongkol jagung 3% jam ke-12

15: xilan tongkol jagung 3% jam ke-24
16: xilan tongkol jagung 9% jam ke-0
17: xilan tongkol jagung 9% jam ke-6
18: xilan tongkol jagung 9% jam ke-12
19: xilan tongkol jagung 9% jam ke-24

Menurut Wang et al. (2009) xilooligosakarida merup