Kajian Dampak Kegiatan Rumah Potong Hewan Bubulak Terhadap Mutu Air Sungai Cisadane

KAJIAN DAMPAK KEGIATAN RUMAH POTONG HEWAN
TERPADU BUBULAK KOTA BOGOR TERHADAP MUTU
AIR SUNGAI CISADANE

FAUZI ISKANDAR

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Dampak
Kegiatan Rumah Potong Hewan Terpadu Bubulak Kota Bogor yang
Mempengaruhi Mutu Air Sungai Cisadane adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2014

Fauzi Iskandar
NIM B04090037

ABSTRAK
FAUZI ISKANDAR. Kajian Dampak Kegiatan Rumah Potong Hewan Terpadu
Bubulak Kota Bogor Terhadap Mutu Air Sungai Cisadane. Dibimbing oleh Eko
Sugeng Pribadi dan Bambang Arief Mukti W.
Sungai sebagai sumber kehidupan bagi makhluk hidup disekitarnya
memiliki resiko yang tinggi terhadap sumber pencemaran. Limbah cair hasil
kegiatan Rumah Potong Hewan Terpadu Bubulak Kota Bogor mengalir memasuki
perairan umum sungai Cisadane. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
mutu mikrobiologi, fisika dan kimia limbah hasil instalasi pengolahan air limbah
cair RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor yang masuk ke perairan umum sungai
Cisadane. Metode yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada SNI 24611990 mengenai metode cara uji cemaran mikroba, baku mutu air menurut
Peraturan Pemerintah RI Nomor 82 tahun 2001 tentang pengelolaan mutu air dan
pengendalian pencemaran air, dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 02
Tahun 2006 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kegiatan Rumah Potong

Hewan. Contoh air yang berasal dari limbah hasil instalasi pengolahan air limbah
RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor mengandung bakteri Salmonella sp dan
contoh air yang berasal dari perairan umum S. Cisadane mengandung bakteri
Salmonella sp, Staphylococcus sp, Streptooccus sp, dan total Coliform yang cukup
tinggi. Konsentrasi nilai COD dan BOD limbah cair yang berasal dari instalasi
pengolahan air limbah RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor berada dibawah nilai
maksimum yang ditetapkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah RI Nomor 82 tahun 2001 secara umum uji fisika, kimia, dan
mikrobiologi air sungai Cisadane berada pada kriteria Kelas III berdasarkan
peruntukannya yaitu sarana/prasarana rekreasi air, pertanian, perkebunan dan
perikanan.
Kata kunci

: Air, bakteri patogen, limbah, sungai

ABSTRACT
FAUZI ISKANDAR. Impact Assesment Of Bogor Bubulak Integrated Abattoir
To Cisadane River Water Quality. Supervised by EKO SUGENG PRIBADI and
BAMBANG ARIEF MUKTI W
River as a source of water has a high risk of pollution. The aim of this study

is to assess microbiology, physics, and chemestry qualities of Bubulak
slaughterhouse wastewater that flow into Cisadane river. Procedure of microbial
contamination test was based on SNI 2461-1990 about methods of microbial
contamination test, the standard of water quality was based on Goverment

Regulation No. 82/2001 about water quality management and water pollution
control and the standard of slaughterhouse wastewater quality was based on
Decree of Ministry of Environment No. 02/2006 about wastewater quality
standard for slaughterhouse activities. The samples of wastewater taken from
Bubulak slaughterhouse was contained Salmonella sp. The water samples of
Cisadane river was contained Salmonella sp, Staphylococcus sp, Streptococcus
sp, and coliform total. Dissolve oxygen (DO), BOD and COD concentration of
Bubulak slaughterhouse wastewater was below the allowed maximum limit
according to the Ministry of Environment No. 02/2006. According to Goverment
Regulation No. 82/2001, Cisadane river was clasified as the 3rd standard level of
water quality and could be used for facilities or infrastructure of water
recreation, agriculture, plantations, and fisheries.
Keywords : bacteria, river, slaughterhouse, wastewater, water

KAJIAN DAMPAK KEGIATAN RUMAH POTONG HEWAN

TERPADU BUBULAK KOTA BOGOR TERHADAP MUTU
AIR SUNGAI CISADANE

FAUZI ISKANDAR

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
Pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Kajian Dampak Kegiatan Rumah Potong Hewan Bubulak
Terhadap Mutu Air Sungai Cisadane
Nama
: Fauzi Iskandar

NIM
: B04090037

Disetujui oleh

Dr Drh Eko Sugeng Pibadi, MS
Pembimbing I

Drh B Arief Mukti W, MM
Pembimbing II

Diketahui oleh

Drh. Agus Setiyono MS, Ph.D,APVet
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini adalah
mutu air, dengan judul Kajian Dampak Kegiatan Rumah Potong Terpadu Bubulak
Kota Bogor yang Mempengaruhi Mutu Air Sungai Cisadane. Terima kasih
penulis ucapkan kepada Bapak Dr Drh. Eko Sugeng Pribadi MS dan Drh
Bambang Arif Mukti W MM selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan
penulis sampaikan kepada Pak Agus Soemantri, Pak Jumli (Almarhum), dan
semua staf Laboratorium Bagian Mikrobiologi Medik Departemen Ilmu Penyakit
Hewan dan Kesmavet FKH IPB yang telah sangat membantu selama penelitian.
Ungkapan terimakasih penulis sampaikan kepada Ayahanda Muhammad
Naim, Ibunda Siti hajar, Saudari Juniana, Novia Triharna, Latifah Humairoh,
Annisa Aprilia serta seluruh keluarga atas doa, kasih sayang dan dukungan yang
diberikan selama ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2014
Fauzi Iskandar

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah


2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

3

Sungai Cisadane

3

RPH


5

Bakteri Patogen

7

METODE

9

Waktu dan Tempat

9

Alat dan Bahan

9

Rancangan Penelitian


9

Prosedur Analisis Data

14

HASIL DAN PEMBAHASAN

15

Pemeriksaan Mikrobiologi

15

Karakter Fisika dan Kimiawi

18

SIMPULAN DAN SARAN


22

Simpulan

22

Saran

22

DAFTAR PUSTAKA

22

LAMPIRAN

25

RIWAYAT HIDUP

28

DAFTAR TABEL
1 Hasil Uji Salmonella sp pada media TSIA SNI 2897:2008
2 Daftar APM Coliform (menggunakan 5 tabung)
3 Angka paling mungkin dari bakteri kelompok coliform dari contoh air
dan air limbah dari RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor
4 Hasil pengujian identifikasi bakteri patogen
5 Karakter fisika dan kimiawi contoh air S. Cisadane dan air limbah dari
RPH

12
14
15
17
19

DAFTAR GAMBAR
1 Peta keberadaan UPTD Rumah Potong Hewan Terpadu Bubulak Kota
Bogor

6

DAFTAR LAMPIRAN
1 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup tentang Baku Mutu Air Limbah
Bagi Kegiatan Rumah Potong Hewan
2 Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas, PP No 82 Tahun 2001 Tentang
Pengelolaan Mutu Air dan Pengendelian Pencemaran Air
3 Hasil Analisis Laboratorium Pengujian Produktivitas dan Lingkungan
Perairan (ProLing) Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan IPB

25
25

26

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sungai merupakan sumber air permukaan yang memberikan manfaat kepada
kehidupan manusia. Mata air sebagai awal aliran air, melintasi bagian alur sungai
hingga bagian hilir dan terjadi secara dinamis. Kedinamisan tersebut tergantung
dari musim, karakteristik air sungai, dan pola hidup manusia di sekitarnya.
Kondisi ini menyebabkan debit air dan mutu air sungai akan mengalami
perubahan sesuai dengan perkembangan lingkungan sungai dan kehidupan
manusia.
Di bagian hulu sungai relatif masih sedikit adanya gangguan sehingga masih
dapat dikatakan dalam kondisi baik. Bagian tengah dari alur sungai mengalami
tingkat kerusakan yang sesuai dengan semakin meningkatnya pemukiman
penduduk di sekitar alur sungai. Bagian hilir merupakan bagian dari alur sungai
yang cukup parah tingkat kerusakannya akibat berbagai macam pencemaran.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 82 Tahun 2001
tentang Pengolahan Mutu Air dan Pengendalian Pencemaran Air mendefinisikan
pencemaran air. Menurut peraturan tersebut pencemaran air adalah masuknya atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air
oleh kegiatan manusia, sehingga mutu air menurun sampai tingkat tertentu yang
menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Wardhana
(2004) menyatakan bahwa pencemaran air diakibatkan oleh masuknya bahan
pencemar (polutan) yang dapat berupa gas, bahan-bahan terlarut, dan partikulat.
Pencemar memasuki badan air dengan berbagai cara, misalnya melalui atmosfer,
tanah limpasan (run off) pertanian, limbah domestik, dan perkotaan, pembuangan
limbah industri, dan lain lain.
Pencemaran terhadap air sungai tentunya tidak terjadi dengan sendirinya.
Manusia merupakan faktor penting yang mengakibatkan pencemaran air sungai,
terutama masyarakat yang tinggal di sekitar aliran sungai. Setiap pinggiran sungai
yang padat pemukiman, dipastikan akan terlihat saluran pembuangan yang
langsung mengarah ke aliran sungai. Sehingga jika setiap saluran pembuangan
yang mengarah ke sungai diakumulatifkan maka akan menjadikan pencemaran
yang cukup tinggi.
Industri peternakan dan usaha pemotongan hewan merupakan upaya
masyarakat untuk meningkatkan taraf kehidupan dan perekonomian masyarakat.
Usaha pemotongan hewan ini memiliki banyak manfaat, namun memiliki dampak
negatif yang mengarah pada kerusakan lingkungan dan mengganggu kehidupan
manusia apabila tidak dikelola dengan baik khususnya untuk perairan tempat
pembuangan limbah. Limbah yang dihasilkan dapat bertindak sebagai media
tumbuh berbagai macam mikroba dan mudah mengalami pembusukan. Limbah
rumah potong hewan, sebagai limbah organik yang mengandung protein,
karbohidrat, lemak, dan garam-garam mineral, dapat bertindak sebagai media
pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba sehingga mudah mengalami
pembusukan. Air limbah dapat mengakibatkan terjadinya kenaikan Biochemical
Oxygen Demand (BOD), kebutuhan oksigen secara kimiawi Chemical Oxygen

2

Demand (COD), NH3, H2S, perubahan pH serta menimbulkan bau busuk seperti
bau amoniak dan belerang (Widya et al 2008).
Penggunaan lahan di hulu sungai Cisadane mengalami perubahan sangat
cepat. Perubahan fungsi secara tidak terkendali menjadi lahan pemukiman dan
daerah industri mengakibatkan fungsi kawasan sebagai daerah resapan air menjadi
berkurang dan dapat menimbulkan banjir di daerah hilir. Kegiatan industri,
aktifitas rumah tangga, maupun fasilitas umum merupakan sumber buangan
limbah yang dilakukan secara langsung atau setelah melewati proses pengolahan
terlebih dahulu. Tahun 1987–1995 terjadi perubahan penggunaan lahan yang
cukup besar yaitu dari lahan pertanian berubah menjadi pemukiman dan semak
belukar. Lahan pertanian sawah berkurang seluas 334 ha (28%), tegalan seluas 67
ha (5%), dan kebun campuran seluas 433 ha (53%) berubah fungsi menjadi
pemukiman. Perkebunan teh berkurang seluas 262 ha (100%) dan tegalan seluas
498 ha (39%) berubah menjadi semak belukar (Puspaningsih 1999).

Perumusan Masalah
Merujuk pada latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas, maka
dapat diidentifikasi beberapa masalah yang digali melalui penelitian ini melalui
pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. mengetahui mikroba patogen yang berada di air limbah yang dikeluarkan
oleh RPH dan masuk ke lingkungan air sungai?;
2. seberapa besarkah tingkat pencemaran oleh mikroba-mikroba patogen ini?;
3. seberapa burukkah mutu air limbah yang dikeluarkan RPH?

Tujuan Penelitian
1.
2.
3.
4.

Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui jenis-jenis mikroba patogen yang kemungkinan dilepaskan
oleh kegiatan RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor
mengetahui mutu air limbah RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor selama
kegiatan pemotongan;
mengetahui mutu air s. Cisadane, terutama keberadaan bakteri patogen di
aliran sebelum lokasi RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor;
membandingkan mutu sumber air bersih RPH Terpadu Bubulak Kota
Bogor dengan s. Cisadane

.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang diperoleh diantaranya
1. mendapatkan informasi tentang mikroba-mikroba patogen yang dilepaskan
melalui air limbah kegiatan RPH Bubulak Kota Bogor;
2. mengetahui pengaruh air limbah RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor
terhadap mutu air s. Cisadane;

3

3. memberikan peluang kepada pengelola RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor
untuk menyusun tatakerja baku pengolahan air limbah yang dihasilkan dari
kegiatan RPH Bubulak;
4. memberikan peluang bagi pengambil kebijakan untuk melakukan analisis
risiko atas keberadaan RPH Bubulak dan dampak yang ditimbulkan dari
kegiatannya;
5. memberikan peringatan dini dan sosialisasi kepada masyarakat pengguna
air s. Cisadane agar bersikap hati-hati oleh adanya pencemaran yang
kemungkinan disebabkan oleh kegiatan RPH Bubulak.

TINJAUAN PUSTAKA
Sungai Cisadane
Sungai Cisadane terletak di antara 6002’ sampai 6054’ LS dan 1060 17’
sampai 1070 0’ BT. Sungai Cisadane berhulu di Gunung Pangrango, Kabupaten
Bogor Provinsi Jawa Barat. Sungai Cisadane memiliki ciri sungai pegunungan
yang yang berarus deras, banyak tebing curam dengan dasar batuan pasir,
berkerikil dan alur sungai yang berbelok-belok, memiliki hidograf aliran dengan
puncak yang tajam. Menurut Anggoro (2004) hulu s. Cisadane merupakan
pegunungan yang berketinggian ± 300 meter di atas permukaan laut (mdpl)
sampai ± 3000 meter di atas permukaan laut (mdpl). Di hulu S.Cisadane telah
terdapat pemukiman yang semakin banyak ditemukan ke arah hilir. s. Cisadane
merupakan salah satu sungai yang cukup besar di Propinsi Jawa Barat. Sungai
yang memiliki panjang 140 kilometer memanjang melewati empat kota dan
kabupaten, yaitu Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kabupaten Tangerang, Kota
Tangerang, dan akhirnya bermuara di laut Jawa (Wijaya 2009). Penggunaan lahan
di kawasan ini telah mengalami perubahan. Daerah yang sebelumnya merupakan
lahan pertanian produktif telah berubah fungsi menjadi lahan pemukiman dan
daerah industri. Oleh karena itu, fungsi kawasan resapan air berkurang dan
berakibat pada timbulnya ancaman banjir di daerah hilir. Daerah aliran sungai
(DAS) Cisadane hulu, secara deskriptif terletak di kecamatan Ciomas, Darmaga,
Ciampea, Cijeruk, Caringin, Naggung, Cibunbulan, Rumpin, Cigudeg,
Leuwiliang, dan Ciawi, Kabupaten Bogor (Puspaningsih 1999)
Sungai Cisadane berhulu di Gunung Pangrango Kabupaten Bogor Propinsi
Jawa Barat. Hulu s. Cisadane memliki luas daerah aliran sungai sebesar 7693,3
ha. Menurut Ahsoni (2008), penggunaan lahan di hulu s. Cisadane sangat
beragam, yaitu untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat, sawah, perkebunan
campuran dan ladang. Secara umum kualitas air s. Cisadane semakin ke hilir
semakin menurun dengan tingkat pencemaran semakin tinggi. Sumber
pencemaran dari berbagai aktivitas di DAS Cisadane dari rumah tangga pertanian,
dan industri. Sungai Cisadane mengalir membelah wilayah pemukiman yang
padat penduduk seperti Kota Bogor dan Kota Serpong. Hasil aktivitas manusia
yang tidak dimanfaatkan dibuang ke s. Cisadane dan anak-anak s. Cisadane
(Siahaan et al 2011)

4

Penggunaan lahan di hulu s. Cisadane banyak digunakan sebagai hutan dan
ladang. Lahan hutan mendominasi wilayah Sub DAS Cisadane hulu dengan luas
sekitar 1086,8 ha (60,35%). Area hutan ini sebagian besar merupakan hutan alami
dan hutan pinus. Lahan hutan umumnya dijumpai di bagian hulu dengan
kemiringan lereng yang sangat curam. Lahan ladang/tegalan mencakup luasan
sekitar 621,6 ha (34,52%). Sedangkan sawah, pemukiman dan kebun kurang dari
50% dari sebaran penggunaan lahan. Lahan sawah lebih banyak terdapat di dekat
aliran sungai sehingga dapat secara langsung mempengaruhi kondisi perairan di
bagian hulu s. Cisadane (Ahsoni 2008). Di kawasan Taman Nasional Gunung
Gede-Pangrango yang dilewati oleh Sungai Cisadane terdapat pembangkit listrik
tenaga panas milik Chevron Geothermal Ltd di area hutan seluas 273,6 ha,
tambang emas milik Aneka Tambang di daerah Gunung Pongkor, ratusan
penambang emas tanpa izin, perambah liar, dan vila liar (Tempo 2013).
Sesuai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP) No 82 Tahun 2001
tentang Pengelolaan Mutu Air dan Pengendalian Pencemaran Air disebutkan
bahwa Baku Mutu Air adalah batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi atau
komponen lain yang ada atau harus ada dan atau macam unsur pencemar yang
ditenggang keberadaanya dalam air pada sumber air tertentu. Sesuai dengan
peraturan ini, air yang dimaksud adalah semua air yang terdapat di dalam dan atau
berasal dari sumber air dan terdapat di atas permukaan tanah, tidak termasuk air
laut dan air bawah tanah. Dalam Peraturan tersebut di Pasal 8 ayat 1 ditetapkan
pengkelasan air sesuai dengan peruntukannya, yaitu:
1.

Kelas I

2.

Kelas II

3.

Kelas III

4.

Kelas IV

: Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air
baku air minum dan peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air sama dengan kegunaan
tersebut
: Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air
tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman dan
atau pembentukan lain yang mempersyaratkan mutu
air yang sama dengan kegunaan tersebut.
: Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk
mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
peruntukan tersebut.
: Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut.

5

Rumah Potong Hewan Terpadu Bubulak
Kota Bogor
Rumah potong hewan (RPH) sebagai tempat usaha pemotongan hewan
dalam penyediaan daging sehat seharusnya memperhatikan faktor-faktor yang
berhubungan dengan sanitasi, baik di dalam maupun di luar lingkungan sekitar
kawasan RPH. Surat Keputusan (SK) Menteri Pertanian No 555/Kpts/TN
240/9/1986 tentang Syarat-Syarat Rumah Potong Hewan dan Usaha Pemotongan
Hewan dimaksudkan untuk memperkecil kemungkinan terjadinya dampak
terhadap kesehatan masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan RPH.
Unit Pelayanan Terpadu Rumah Potong Hewan Terpadu Kota Bogor
terletak di Jl. KH. Abdullah Bin Nuh RT/RW: 02/01 Kelurahan Bubulak
Kecamatan Bogor Barat (Gambar 1). Unit ini mengelola usaha penyediaan daging
sehat dan aman bagi kebutuhan penduduk Kabupaten Bogor dan Kota Bogor.
Kegiatan pemotongan hewan di Unit ini dilakukan dengan berpatokan pada SK
Menteri Pertanian No. 413/Kpts/TN.310/7/1992 tentang syarat dan tata cara
pemotongan hewan potong.
RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor menempati area seluas 47954,28 m2
dengan sarana dan prasarana yang ada di RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor telah
dipergunakan secara optimal. Sarana dan prasarana tersebut antara lain:
1.
Kantor
2.
Kandang penampungan
3.
Kandang penampungan siap potong
4.
Rumah pemotongan hewan sapi/kerbau
5.
Kandang karantina / isolasi
6.
Pangkalan ayam
7.
Laboratorium
8.
Krematorium
9.
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
10.
Mushola
11.
Kantin
12.
Pos satpam
13.
Gudang pakan
14.
Garasi
15.
13 unit rumah jabatan
16.
Kendaraan operasional (mobil pengangkut daging)
17.
Kendaraan operasional pengangkut limbah padat
18.
Kendaraan operasional roda dua
19.
Tempat pemotongan unggas skala kecil
20.
Tempat pengolahan limbah padat
21.
Instalasi air bersih
22.
Rumah mekanik/listrik
23.
Ruang tunggu tamu
24.
Ruang tunggu tamu jasa pemotongan
25.
Loket dan tempat pengaduan
26.
Unit pengolahan ayam ungkep

6

Rumah Potong Hewan Terpadu Kota Bogor mendapatkan sertifikat dari
International Standart Organization (ISO) 9001:2008 pada tahun 2010 dari SAI
Global, penghargaan Citra Pelayanan Prima tingkat Pratama tahun 2010 dari
Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, serta
piagam penghargaan sebagai unit pelayanan publik dalam rangka Citra Pelayanan
Prima tingkat Provinsi Jawa Barat tahun 2010 dari Gubernur Jawa Barat.
Jumlah hewan yang dipotong di RPH tahun 2010 adalah 32.006 ekor yaitu
sebanyak 20.250 ekor ayam dan 11.816 ekor sapi. Jumlah hewan yang dipotong
tersebut telah mencapai 157,50% dari sasaran pencapaian Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJMD) tahun 2010, yaitu sebesar 20.360 ekor.

Gambar 1 Peta keberadaan UPTD Rumah Potong Hewan Terpadu Bubulak Kota
Bogor (Sumber: Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor Tahun
2011-2031 Pemerintah Kota Bogor)
Limbah RPH merupakan limbah organik, berserat dan bervolume besar.
Limbah organik yang dihasilkan dari RPH berupa darah, sisa lemak, feses, isi
rumen dengan kandungan protein, lemak, dan karbohidrat yang cukup tinggi.
Secara teknis, limbah RPH termasuk ke dalam limbah industri. Dilihat dari
komposisi dan pengaruhnya terhadap perairan, limbah RPH mirip dengan sampah
domestik (domestic sewage). Namun karena kandungan organiknya yang tinggi,
maka bahaya pencemaran mikroorganisme patogen dari limbah RPH lebih besar
dibandingkan limbah domestik. Limbah cair RPH terbesar berasal dari darah yang
menyebabkan meningkatnya nilai BOD, COD, dan padatan tersuspensi (Sianipar
2006)
Limbah RPH dapat berfungsi sebagai media pertumbuhan dan
perkembangan mikroba sehingga limbah tersebut mudah mengalami pembusukan.
Proses pembusukan di dalam air mengakibatkan kandungan NH3 dan H2S di atas
maksimum dari kriteria mutu air yang telah ditetapkan. Gas NH3 dan H2S tersebut

7

menimbulkan bau yang tidak sedap serta dapat menyebabkan gangguan pada
saluran pernapasan yang disertai dengan reaksi fisiologik tubuh berupa rasa mual
dan kehilangan selera makan. Selain menimbulkan gas berbau busuk, terjadi juga
penggunaan oksigen terlarut yang berlebihan oleh gas H2S sehingga
mengakibatkan kekurangan oksigen bagi biota air (Widya et al. 2008).

Bakteri Patogen
Bakteri patogen yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah Bacillus
anthracis, Brucella sp., dan Salmonella sp. sesuai dengan Keputusan Menteri
Pertanian Nomor 4026/Kpts/OT.140/3/2013 tentang Penetapan Jenis Penyakit
Hewan Menular Strategis. Selain itu juga, dilakukan analisis bakteri patogen lain
seperti Staphylococcus sp., Streptococcus sp., Escherichia coli dan total coliform.
Coliform merupakan bakteri yang memiliki habitat normal di usus manusia
dan hewan. Oleh karena itu, bakteri coliform, terutama E. coli menjadi petunjuk
dari pencemaran fekal. Bakteri coliform meliputi semua bakteri berbentuk batang,
Gram negatif, tidak membentuk spora, dan dapat memfermentasi laktosa dengan
menghasilkan gas dan asam pada suhu 37 0C dalam waktu kurang dari 48 jam
(Arnia dan Warganegara 2012)
Bakteri Salmonella sp dapat dikenali pada media selektif Salmonella
Shigella Agar (SSA) dengan terbentuknya koloni berwana merah muda, bening
sampai buram (black center) (SNI. 2461-90). Salmonella sp. merupakan bakteri
Gram negatif berbentuk batang. Keberadaannya di dunia hingga saat ini diketahui
sebanyak kurang lebih 2500 spesies dari subspesies yang berbeda. Sebanyak 90%
populasi adalah Salmonella enterica subspesies enterica. Spesies ini terdapat
serovar yang terkenal menginfeksi manusia maupun hewan yaitu Salmonella
thypimurium, Salmonella parathypi, Salmonella gallinarum, Salmonella
pullorum, Salmonella enteridis. Serovar Salmonella memberikan efek yang fatal
bagi hewan terutama pada bagian saluran pencernaan (Parija 2009).
Bakteri lain yang kemungkinan dapat ditemukan pada limbah cair RPH
adalah Staphylococcus sp. dan Streptococcus sp.. Kedua bakteri tersebut
merupakan bakteri yang bisa ditemukan di berbagai tempat seperti udara, debu,
air, susu, makanan dan peralatan makan, lingkungan, tubuh manusia dan hewan
seperti kulit, rambut/bulu, bahkan di saluran pernafasan pada individu sehat
bakteri ini dapat ditemukan. Staphylococcus sp. merupakan bakteri patogen yang
mampu menghasilkan zat toksik yang disebut enterotoksin yang dapat
menyebabkan keracunan. Keracunan makanan tersebut disebabkan oleh
terserapnya enterotoksin tahan panas yang masuk ke makanan seperti daging dan
produk olahannya yang menyebabkan terjadinya gastroenteritis (Chotijah 2009).
Selain menimbulkan masalah kesehatan bagi manusia, bakteri Staphylococcus sp.
dan Streptococcus sp. juga menimbulkan kerugian bagi para peternak di
Indonesia. Menurut (Sugiri dan Anri 2008), bakteri Staphylococcus aureus dan
Streptococcus agalactiae merupakan penyebab mastitis klinis maupun subklinis
yang merupakan masalah penting dan merugikan dari segi ekonomi bagi peternak
sapi perah berupa penurunan produksi dan kualitas susu segar dan olahannya.
Bakteri Brucella sp. adalah bakteri bersifat Gram negatif, tidak berspora,
berbentuk kokobasilus (short rods) dengan panjang 0,6–0,5 μm, tidak berkapsul,

8

tidak berflagella sehingga tidak bergerak (non motil). Bakteri tersebut dapat
menyebabkan penyakit Brucellosis yang hubungannya erat dengan pekerjaan
(occupational disease). Orang-orang yang sangat rentan terhadap penyakit
tersebut adalah pekerja di RPH, dokter hewan, pemburu, petani. Brucellosis
merupakan penyakit zoonosis yang dikenal sebagai penyakit reproduksi menular
pada ternak. Hewan yang terinfeksi kuman Brucella dapat mengalami abortus,
retensi plasenta, orchitis, dan epididimitis serta dapat mengeskresikan kuman ke
dalam uterus dan susu. Berat ringan penyakit tergantung strain Brucella yang
menginfeksi. Brucella abortus, B. Melitensis, B. Suis, dan B. Canis adalah
strainyang patogen ke manusia. Gejala klinis Brucellosis pada manusia yaitu
demam intermitten, sakit kepala, lemah, arthralgia, myalgia, dan turunnya berat
badan.
Antraks adalah penyakit zoonosis yang dapat ditularkan oleh hewan ke
manusia dan sebaliknya. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Bacillus
anthracis. Di alam bebas bakteri ini membentuk spora yang tahan puluhan tahun
dalam tanah dan bisa menjadi sumber penularan pada manusia dan hewan. Hewan
dapat tertular penyakit ini jika memakan spora yang menempel pada tanaman
yang dimakan. Penularan pada manusia bisa lewat kontak langsung spora yang
ada di tanah, tanaman, maupun bahan dari hewan yang sakit (kulit, daging, tulang
atau darah), mengonsumsi produk hewan yang kena antraks atau melalui udara
yang mengandung spora misalnya pada pekerja yang bekerja di pabrik wool, kulit
binatang dan rumah potong hewan (Zahroh 2012). Tingkat kematian karena
antraks sangat tinggi terutama pada hewan herbivora, mengakibatkan kerugian
ekonomi dan mengancam keselamtan manusia.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari–Juli 2013, yang berlokasi di
Rumah Potong Hewan Bubulak Kota Bogor yang berlokasi di Jalan KH Abdullah
Bin Nuh Kelurahan Bubulak Kecamatan Bogor Barat dan Daerah Aliran s.
Cisadane di samping lokasi Rumah Potong Hewan Bubulak Kota Bogor.

Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya kertas lakmus,
kertas pH, termometer, botol BOD untuk pengukuran oksigen terlarut (DO) dan
BOD, gelas erlenmeyer 250 mL, pipet volumetrik, tabung reaksi, tabung Durham,
pipet ukur (1,5, 10) mL, inkubator, cawan petri, inkubator, penangas air, kotak
pendingin kapas, sarung tangan, masker, ember, spidol, bunsen, lap/tisu, gelas
objek.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah larutan MnSO4, larutan
NaOH-KI, Kalium Bi-Iodat 0,025 N, Indikator Amilum, H2SO4 pekat, Na-Azida,
Kalium Iodida, Na-tiosulfat 0,025, larutan K2Cr2O7 0,025 N, Larutan

9

Ag2SO4H2SO4 dan larutan ferro ammonium sulfat. Lactose Broth (LB), EC
Broth, Briliant Lactose Bile Broth 2% (BGLB), Buffered Peptone Water, Lauryl
Sulphate Tryptone/Tryptose Broth (LST) atau Lactose Broth, MacConkey Agar
(MCA), Baird Parker Agar (BPA), Salmonella Shigela Agar (SSA), Brucella
Selective Suplement, AnaeroGen (CO2), dan Agar darah. Contoh yang akan
diperiksa adalah air dari sumber air yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari
kegiatan RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor, limbah cair hasil pengolahan
kegiatan RPH sebelum masuk ke instalasi pengolahan air limbah (IPAL), air hasil
IPAL sebelum menuju s. Cisadane dan air s. Cisadane sebelum pembuangan hasil
pengolahan IPAL rumah potong hewan.

Rancangan Penelitian
Pengambilan contoh
Contoh yang digunakan di dalam penelitian ini adalah air dari sumber air
yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari kegiatan RPH Terpadu Bubulak Kota
Bogor, limbah cair hasil pengolahan kegiatan RPH sebelum masuk instalasi
pengolahan air limbah (IPAL), air hasil IPAL sebelum menuju s. Cisadane dan air
s. Cisadane sebelum pembuangan hasil pengolahan IPAL rumah potong hewan.
Pengujian terhadap keberadaan bakteri patogen dilakukan sebanyak 3 kali.
Pengambilan contoh air dilakukan pada 4 titik yaitu Air sumur yang digunakan
untuk kegiatan RPH sehari-hari, limbah cair hasil pengolahan kegiatan RPH, air
hasil Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) RPH, air s. Cisadane sebelum
pembuangan limbah RPH.
Air limbah diperoleh dari saluran pengeluaran yang berasal dari saluran
pengeluaran gedung RPH. Sebanyak + 1,0 L contoh air limbah diambil secara
aseptik dengan menggunakan botol sucihama sesuai dengan metode pengambilan
contoh air dan lumpur berdasarkan SNI 03-7016-2004. Pengambilan contoh air
limbah dilakukan dua kali dalam satu hari kegiatan pemotongan, yaitu saat proses
pemotongan berlangsung dan setelah proses pengolahan air limbah di instalasai
pengolahan air limbah (IPAL). Pengambilan contoh dilakukan sebanyak 3 kali
untuk pemeriksaan mikrobiolgi dan 2 kali untuk pemeriksaan kimia dan fisik.
Untuk keperluan pemeriksaan Biological Oxygen Demand (BOD), Oxygen
Demand (DO) dan Chemical Oxygen Demand (COD), pengambilan contoh air
yang bebas udara dilakukan dengan menggunakan botol BOD (volume 300 mL)
berbeda yang tertutup rapat dan dilapisi plastik hitam agar terlindung dari sinar
matahari. Sebanyak 1,0 mL MnSO4 dan 1,0 mL NaOH +Ki ditambahkan ke
dalam botol contoh tersebut dan kemudian botol ditutup kembali dan dikocok
dengan gerakan angka delapan dengan hati-hati. Pemeriksaan contoh ini
dilakukan di Laboratorium Pengujian Produktivitas dan Lingkungan Perairan
(ProLing) Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Pengolahan contoh
Contoh akan diperiksa secara fisik, kimiawi dan mikrobiologik.
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan mengukur suhu. Pemeriksaan kimiawi
dilakukan untuk parameter:

10

(a) Pengukuran pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan kertas indikator pH
universal. Indikator universal merupakan gabungan dari metil jingga, metil merah,
bromtimol biru dan fenolftalein. Kertas pH dicelupkan ke dalam contoh yang akan
ditentukan pH—nya. Kertas pH akan mengalami perubahan warna sesuai dengan
pH larutan dan dicocokkan dengan warna warna yang tertera pada kemasan
indikator universal (tabel panduan warna). Pengukuran pH akan diulangi ketika
contoh air tiba di laboratorium dengan menggunakan pH—meter digital.
(b) Penghitungan DO
Penghitungan untuk parameter ini dilakukan menurut APHA (1998). Contoh
air dimasukkan ke dalam botol BOD 300 mL sampai penuh sempurna. Contoh
dengan tanpa kebutuhan Iod disimpan untuk beberapa jam dengan penambahan
masing-masing sebanyak dua mililiter larutan mangan sulfat, larutan Azida
NaOH-Kl, asam sulfat pekat ke dalam botol BOD dan dikocok hingga tercampur
sempurna. Setelah itu dilakukan titrasi dalam waktu 1–2 jam setelah pengambilan
contoh. 2 mL larutan mangan sulfat dipipet ke dalam contoh, selanjutnya 2 mL
larutan azida natrium iodida alkali dipipet kedalam contoh dan botol ditutup
dengan hati-hati agar udara tidak masuk ke dalam botol. Botol BOD tersebut
dikocok dengan membolak-balik botol minimal 15 kali. Pengocokan diulangi
setelah terjadi endapan dalam jangka waktu dua menit dan ditunggu sampai
terbentuk endapan kembali dan sekurang-kurangnya terdapat 100 mL supernatan
yang jernih. Setelah tutup botol dicabut, sebanyak dua mililiter asam sulfat pekat
ditambahkan ke dalam contoh sampai asam tersebut turun ke leher botol BOD.
Botol ditutup kembali dengan hati-hati. Larutan yang berlebih dibilas dengan air
kran dan botol tersebut dikocok sampai seluruh botol tercampur rata samapai
endapan terlarut. Sebanyak 50 mL larutan dari contoh (yang sudah dipersiapkan)
dipindahkan ke gelas Erlenmeyer dan dititrasi dengan larutan Na--tiosulfat 0,025
N yang sudah standar. Gelas erlenmeyer dikocok hingga contoh tercampur rata.
Titrasi dilanjutkan sampai terjadi perubahan warna dari merah cokelat sampai
kuning muda. Sebanyak 1–2 mililiter indikator amilum ditambahkan ke gelas
erlenmeyer. Titrasi dilanjutkan sampai warna biru hilang. Titran ditambahkan satu
tetes bila titik akhir tercapai dan volume titran dicatat. Bila titik titrasi berlebih,
maka kembali dititrasi dengan 0.025 N larutan Biodat yang ditambahkan tetes
demi tetes.
(c) Penghitungan BOD
Penentuan bahan organik total ini dilakukan berdasarkan pemakaian oksigen
oleh jasad-jasad renik yang membongkar bahan organik yang larut dalam air.
Makin banyak bahan organik yang dibongkar dalam waktu yang ditetapkan,
makin banyak pemakaian oksigen. Banyaknya oksigen sebelum proses
pembongkaran dan sesudah pembongkaran itulah yang dipakai sebagai ukuran
(relatif) dari banyaknya bahan organik yang larut dalam air.
(d) Penghitungan COD
Sebanyak 20.00 mL air contoh dididihkan dalam tabung pendidih (reflux
flask) untuk menghilangkan senyawaan yang mudah menguap. Sebanyak 0,4 g
(HgSO)4, 10.00 mL K2Cr2O7 0.025 N ditambahkan ke dalam contoh yang telah

11

dididihkan. Kemudian tabung pendidih (reflux flask) dikocok dengan hati-hati
agar larutan tercampur merata. Sebanyak 25 mL asam sulfat-peraksulfat
ditambahkan ke botol contoh dengan hati-hati dan dididihkan selama kurang lebih
90 menit. Setelah didinginkan, kondensor dibilas dengan 20–30 mL air destilata
dan diencerkan menjadi 75–100 mL. Titrasi dilakukan dengan menggunakan
reagen bikromat, larutan ferro ammonium sulfat, dan indikator ferroin sebanyak
2–5 tetes. Warna akan berubah dari biru kehijauan menjadi merah kecoklatan.
Penghitungan COD dapat ditentukan dengan menggunakan rumus :
COD (ppm) =
untuk
A = mL ferro ammonium sulfat untuk blanko
B = mL ferro ammonium sulfat untuk contoh
C = normalitas ferro ammonium sulfat

(e) Pemeriksaan mikrobiologik
Pemeriksaan mikrobiologik dilakukan untuk mendapatkan gambaran angka
dari masing-masing mikroba yang diamati dan identitas mikroba yang berada di
dalam contoh yang diperiksa.
e.1 Pendugaan angka paling mungkin (APM)
Perkiraan penghitungan mikroba di dalam contoh air limbah
dilakukan dengan menggunakan metode angka paling mungkin (Most
Probable Number-MPN) dengan menggunakan lima tabung (SNI 1990)
e.1.1

Uji Pendugaan (Presumptive Test)
Contoh air diencerkan secara desimal sampai pengenceran
-3
10 dengan larutan NaCl 0,9% fisiologis. Sebanyak 10 mL contoh
diambil dan dimasukkan ke lima tabung yang masing-masing berisi
media kaldu Lactose Broth. Di dalam tabung ini juga terdapat
tabung Durham terbalik yang berfungsi untuk menangkap gas
hidrogen yang dihasilkan selama pertumbuhan mikroba di dalam
media ini. Sebanyak satu mililiter dan 0,1 mL dari tabung ini
dipindahkan ke tabung yang kedua dan ketiga yang juga berisi lima
mililiter media yang sama.Seluruh tabung diinkubasi pada suhu 37
o
C selam 48 jam dan diamati terbentuknya gas yang terperangkap
di dalam tabung Durham.

e.1.2

Uji Penegasan (Confimative Test)
Sebanyak satu mililiter cairan dari tiap tabung yang
membentuk gas pada media Lactose Broth dipindahkan ke dalam
tabung yang berisi 10 mL media kaldu Briliant Lactose Bile Broth
2% (BGLB 2%) untuk mengenali keberadaan bakteri Coliform dan
ke dalam tabung berisi 10 ml media kaldu EC Broth untuk bakteri
Escherichia coli. Semua tabung tersebut diinkubasi pada suhu 37
o
C selama 48 jam untuk bakteri Coliform dan pada suhu 47 oC

12

untuk bakteri E. coli selama 48 jam juga. Adanya gas pada tabung
Durham pada media BGLB dan media EC Broth memperkuat
dugaan adanya bakteri Coliform dan E. coli. Angka Paling
Mungkin dari bakteri Coliform dan E. coli ditentukan dengan
membandingkan hasil dari inkubasi terhadap Tabel 1 di bawah ini.
e.2 Identifikasi bakteri patogen
Contoh air juga akan diperiksa untuk mengisolasi dan
mengidentifikasi mikroba-mikroba yang diduga patogen selain coliform
dan fecal coliform, seperti Staphylococcus aureus, Streptococcus,
Brucella abortus, Bacillus anthracis, Salmonella sp. Isolasi dan
identifikasi untuk bakteri-bakteri ini dilakukan dengan mengacu pada
Barrow et al (2004) dan SNI. 2461-90 tentang Cara Uji Cemaran
Mikroba.
e.2.1

Salmonella sp
Pemeriksaan bakteri Salmonella sp dilakukan dengan metode
agar tuang (pour plate). Suspensi contoh diencerkan 10-1 sampai 103
, dari masing-masing pengenceran diambil 1 ml larutan ke dalam
cawan petri dengan proses agar tuang (pour plate) selanjutnya
dituangkan media Salmonella & Shigella Agar (SSA). Proses
inkubasi dilakukan pada suhu 37 0C selama 48 jam dan diamati
terbentuknya koloni bakteri tak berwarna sampai merah muda,
bening sampai buram. Selanjutnya koloni yang diduga positif
Salmonella sp dilakukan uji biokimia pada media TSIA dengan cara
menusukkan pada bagian dasar agar kemudian digoreskan diatas
agar miring. Bakteri yang ditemukan selanjutnya diuji dengan uji
gula dan IMVIC berdasarkan SNI. 2461-90 tentang Cara Uji
Cemaran Mikroba.

Tabel 1 Hasil Uji Salmonella sp pada media TSIA SNI 2897:2008
Media Agar Miring Dasar Agar H2S
Gas
(Slant)
(Butt/Bottom)
TSIA Alkalin/K
Asam/A
Positif
Positif/negatif
(merah)
(kuning)
(hitam)
e.2.2 Staphylococcus aureus dan Streptococcus sp
Identifikasi adanya bakteri
Staphylococcus aureus dan
Streptococcus sp menggunakan metode agar tuang pada media
Baird Parker Agar (BPA). Proses inkubasi dilakukan pada suhu 37
0
C selama 48 jam dan diamati terbentuknya koloni bakteri bundar,
licin, halus, cembung berwarna abu-abu hingga kehitaman.
Selanjutnya koloni bakteri yang diduga positif Staphylococcus
aureus dan Streptococcus sp dibiakkan kembali pada media Tryptic
Soy Agar (TSA). Setelah diinkubasi selama 24 jam dilanjutkan
dengan pewarnaan gram, uji Katalase dan uji gula yang mengacu
SNI. 2461-90 tentang Cara Uji Cemaran Mikroba.

13

e.2.3 Brucella sp
Identifikasi adanya bakteri Brucella sp menggunakan metode
agar tuang pada media Brucella selective supplement. Proses
inkubasi dilakukan pada suhu 37 0C selama 48 jam di dalam tabung
anaerob dengan menggunakan AnaeroGen (CO2). Selanjutnya koloni
bakteri yang diduga positif Brucella abortus dibiakkan kembali pada
media Tryptic Soy Agar (TSA) dengan ciri transparan bening atau
tembus cahaya, permukaan cembung, pengecatan gram terlihat
batang lembut cocoid atau antara batang dan coccus.
e.2.4 Bacillus anthracis
Identifikasi adanya B. anthracis dengan cara menanam
contoh pada media agar darah berdasarkan sifat koloni bakteri yang
dibiakkan dengan suhu 37 oC selama 16-24 jam. Koloni bakteri B.
anthracis berwarna keabu-abuan, tepi tidak rata dan beraturan
(medusa head), kasar, suram, non hemolitik, non motil dan
konsistensi liat (SNI 1990).

Data Sekunder
Selain digali data-data yang diperoleh dengan pengolahan contoh air, ada
beberapa data sekunder yang diperlukan untuk penelitian ini. Data yang
diperlukan untuk penelitian ini adalah data curah hujan yang berasal dari Badan
Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

Analisis Data
Data yang diperoleh akan disusun dan dianalisis secara deskriptif. Data
yang diperoleh akan dibandingkan antara nilai parameter mutu air dengan nilai
baku untuk masing-masing kelas air dan hasil penelitian di lokasi Rumah Potong
Hewan Bubulak berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 02 Tahun
2006 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kegiatan Rumah Potong Hewan dan
PP Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Mutu Air dan Pengendalian
Pencemaran Air.

14

Tabel 2. Daftar APM Coliform dan Escherichia coli (menggunakan lima Tabung)
berdasarkan SNI. 2461–90. Cara Uji Cemaran Mikroba
Kombinasi /
Jumlah tabung
yang
Positif
0-0-0
0-0-1
0-1-0
0-2-0

APM/
100 Ml

Kombinasi/
Jumlah tabung
yang positif