Hubungan antara Tarif Pajak Penghasilan dan Penerimaan Pajak: Analisis Data Negara-negara ASEAN 1987-2011

HUBUNGAN ANTARA TARIF PAJAK PENGHASILAN DAN
PENERIMAAN PAJAK: ANALISIS DATA NEGARA-NEGARA
ASEAN 1987-2011

TISA AMELIA SAPITRI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan antara Tarif
Pajak Penghasilan dan Penerimaan Pajak: Analisis Data Negara-negara ASEAN
1987-2011 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Tisa Amelia Sapitri
NIM H14100056

ABSTRAK
TISA AMELIA SAPITRI. Hubungan antara Tarif Pajak Penghasilan dan
Penerimaan Pajak: Analisis Data Negara-negara ASEAN 1987-2011. Dibimbing
oleh D.S. PRIYARSONO.
Penerimaan negara dari pajak memiliki kontribusi terbesar dalam
pembiayaan operasional pemerintah dibandingkan dengan sumber pendanaan
lainnya. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis efektivitas instrumen distribusi
pendapatan, yaitu persentase tarif pajak (tax rate) yang optimal dalam
memaksimalkan penerimaan. Adapun tingkat optimal tax rate Indonesia dianalisis
dengan membandingkan beberapa negara ASEAN, seperti Malaysia, Singapura
dan Thailand serta faktor lain yang memengaruhinya, yaitu tax ratio,
pertumbuhan ekonomi dan GDP per kapita. Data yang digunakan adalah data
sekunder dari perekonomian masing-masing negara pada periode 1987-2011.
Hasil dari analisis data panel menggunakan estimasi model fixed effect didapatkan

nilai R2 0.9438 yang menandakan bahwa variasi dari perubahan variabel dependen
mampu dijelaskan secara serentak oleh variabel-variabel independen sebesar
94.38 persen. Sisanya sebesar 5.62 persen dijelaskan oleh faktor lain yang tidak
masuk dalam model. Tax ratio, pertumbuhan ekonomi dan GDP per kapita
memiliki pengaruh positif terhadap penerimaan pajak di negara ASEAN.
Kata kunci: ASEAN, ketimpangan, panel data, tax rate, tax ratio

ABSTRACT
TISA AMELIA SAPITRI. Relationship between Income Tax Rates and Tax
Revenue: Data Analysis ASEAN Countries 1987-2011. Supervised by D.S.
PRIYARSONO.
Tax collections have the largest contribution in the financing of government
operations compared to other funding sources. The purpose of this research is to
analyse the effectiveness of the income distribution instrument, in this case the
percentage tax rate that optimal in maximizing revenues. The optimal level of
Indonesian tax rate was analyzed by comparing several ASEAN countries, such as
Malaysia, Singapore and Thailand as well as other factors that influence it such as
the tax ratio, economic growth and GDP per capita. The data used are secondary
data from each country's economy in the period of 1987-2011. The results of the
analysis of panel data using fixed effect model estimation showed R2 value 0.9438

which indicates that 94.38 percent of the variation of the dependent variable
changes can be explained simultaneously by the independent variables. The
remaining amount of 5.62 percent is explained by other factors not included in the
model. Tax ratio, economic growth and GDP per capita have positive effects on
tax revenue in ASEAN countries.
Keywords: ASEAN, inequality, panel data, tax rate, tax ratio

HUBUNGAN ANTARA TARIF PAJAK PENGHASILAN DAN
PENERIMAAN PAJAK: ANALISIS DATA NEGARA-NEGARA
ASEAN 1987-2011

TISA AMELIA SAPITRI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Hubungan antara Tarif Pajak Penghasilan dan Penerimaan Pajak:
Analisis Data Negara-negara ASEAN 1987-2011
Nama
: Tisa Amelia Sapitri
NIM
: H14100056

Disetujui oleh

Prof. D.S. Priyarsono, Ph.D
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian ini ialah pajak, dengan judul Hubungan antara Tarif Pajak Penghasilan
dan Penerimaan Pajak: Analisis Data Negara-negara ASEAN 1987-2011.
Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW sebagai
pemimpin dan panutan terbaik bagi umat manusia.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu dan mendukung penulis sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik, antara lain kepada:
1. Orang tua penulis (Endang Syarifuddin dan T. Fitrianti) dan adik
tersayang (Resta Muh. Aziz Al-Fatah) serta seluruh keluarga atas doa,
motivasi, dan dukungan moril maupun materiil kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Prof. D.S. Priyarsono, Ph.D. selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan arahan, masukan, dan motivasi selama proses
penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Dr. Alla Asmara, M.Si dan Ibu Widyastutik, M.Si selaku penguji
utama dan komisi pendidikan yang telah memberikan saran dan kritik
dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Para dosen, staff, dan seluruh civitas Departemen Ilmu Ekonomi FEM
IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis selama
menjalani studi.
5. Teman-Teman satu bimbingan Nia Verba Sembiring, Hernita Nur
Fadjrina, Putri Rahayuningtias, dan Ni Putu Manacika Manupada atas
kerjasama, motivasi dan doa selama proses penyelesaian skripsi.
6. Sahabat-sahabat penulis di Ilmu Ekonomi 47 (Vina, Astika, Aka,
Masyitoh, Lia, Triana, dan Trisa) atas kebersamaan, semangat, bantuan
dan motivasi selama menjalankan studi.
7. Teman asrama TPB Utari, Ninuk, Dindun, Lieke dan Tusi yang selalu
membantu, memberi motivasi dan doa kepada penulis dimanapun
berada.
8. Keluarga besar Bina Desa BEM KM, Coast Teater, dan Sharia
Economics Student Club (SES-C) FEM IPB serta semua pihak yang
telah menyemangati dan selalu mendoakan yang terbaik bagi penulis
dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam skripsi

ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik guna perbaikan di
masa yang akan datang. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Tisa Amelia Sapitri

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian

3

Ruang Lingkup Penelitian


4

TINJAUAN PUSTAKA

4

Ketimpangan

4

Pajak

5

Pajak Penghasilan

6

Dampak Pajak terhadap Perekonomian


7

Tarif Pajak (Tax Rate)

7

Kebijakan Pajak (Tax Policy)

8

Rasio Pajak (Tax Ratio)

8

Pertumbuhan Ekonomi

8

Gross Domestic Product per Capita


9

Kurva Laffer

9

Penelitian Terdahulu

10

Hipotesis Penelitian

11

Kerangka Pemikiran Konseptual

11

METODE PENELITIAN

12

Jenis dan Sumber Data

12

Metode Data Panel

13

Pengujian Model Terbaik

13

Uji Evaluasi Model

14

Pengujian Asumsi Ekonometrik

14

Model Statistika untuk Pengujian Hipotesis

15

HASIL DAN PEMBAHASAN

16

Kondisi Umum Ketimpangan Kesejahteraan di Empat Negara ASEAN

16

Kondisi Umum Perpajakan di Empat Negara ASEAN

17

Hubungan antara Variabel Pertumbuhan Ekonomi, Tax Ratio, dan GDP per
Kapita dengan Variabel Penerimaan Pajak Penghasilan
20
Tingkat Optimal Tax Rate

22

SIMPULAN DAN SARAN

23

Simpulan

23

Saran

24

DAFTAR PUSTAKA

24

LAMPIRAN

26

RIWAYAT HIDUP

31

DAFTAR TABEL
1 Tarif Pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib
Pajak Orang Pribadi dalam Negeri di Indonesia tahun 2008-2014
2 Klasifikasi ketidakmerataan distribusi pendapatan
3 Variabel, notasi, dan sumber data
4 Selang nilai statistik DW dan keputusannya
5 Hasil estimasi model dengan metode Fixed Effect

2
4
13
15
21

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Kurva Lorenz
Kurva Laffer
Hipotesis Penelitian
Kerangka Pemikiran Konseptual
Rasio gini empat negara ASEAN periode 2002-2013
GDP per kapita empat negara ASEAN periode 1987-2011 (USD)
Tarif pajak penghasilan perseorangan empat negara ASEAN periode
2006-2013 (%)
8 Rasio pajak empat negara ASEAN periode 1987-2011 (%)
9 Pertumbuhan ekonomi empat negara ASEAN periode 1987-2011 (%)
10 Tingkat optimal tax rate Indonesia (Laffer Curve)

5
10
11
14
16
17
18
19
20
22

DAFTAR LAMPIRAN
11
12
13
14
15
16
17

Contoh Penghitungan Penghasilan Kena Pajak Orang Pribadi
Hasil pengujian dengan metode PLS (Pooled Least Square)
Hasil pengujian dengan metode FEM (Fixed Effect Model)
Hasil pengujian dengan metode REM (Random Effect Model)
Hasil uji korelasi untuk pengujian asumsi klasik multikolinearitas
Hasil pengujian Chow test
Hasil pengujian Hausman test

26
27
28
29
30
30
30

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan Produk Domestik Bruto (PDB)
terbesar ke-10 di dunia berdasarkan paritas daya beli (World Bank 2014). Dalam
dua tahun terakhir, tingkat kemakmuran di Indonesia meningkat 4.87 persen tetapi
distribusinya tidak merata. Rasio gini menunjukkan tingkat paling rendah dalam
60 tahun terakhir, yaitu sebesar 0.41. Kondisi ini menunjukkan ketimpangan
kesejahteraan di Indonesia masih cenderung tinggi sehingga kesenjangan sosial
antara golongan kaya dan miskin setiap tahun terlihat semakin melebar. Pada
kelompok 40 persen masyarakat berpenghasilan rendah, peningkatan
kesejahteraan hanya 2 persen. Adapun pada 20 persen kelompok berpenghasilan
tinggi, kenaikan kesejahteraan di atas 8 persen. Hal tersebut membuktikan bahwa
kelompok miskin menerima lebih sedikit manfaat pembangunan dibandingkan
dengan kelompok tidak miskin (Pambudy et al. 2014).
Rendahnya ketimpangan atau semakin meratanya distribusi pendapatan,
tentunya merupakan salah satu agenda penting pembangunan ekonomi. Beberapa
macam subsidi yang dilakukan pemerintah, seperti subsidi tarif listrik, beras
miskin (raskin), subsidi Biaya Operasional Sekolah (BOS), dan subsidi BBM
berperan dalam membantu penduduk yang pendapatannya rendah agar
kesejahteraannya meningkat. Implementasi penyaluran subsidi seringkali tidak
tepat sasaran. Misalnya kebijakan subsidi BBM, besarnya subsidi bahan bakar
minyak menjadi insentif fiskal melebarnya ketimpangan ekonomi. Subsidi BBM
77 persen dinikmati golongan masyarakat mampu (Suryana 2012). Secara regresif
orang kaya lebih banyak menikmati daripada orang miskin.
Pada tahun 2006 pemerintah mengalokasikan subsidi energi dalam APBN
sebesar Rp 94.6 triliun yang terdiri dari BBM bersubsidi sebesar Rp 64.2 triliun
dan subsidi listrik Rp 30.4 triliun. Dalam APBN 2014 anggarannya menjadi Rp
328.7 triliun meningkat tiga kali lipat dalam kurun waktu delapan tahun
(Kementerian Keuangan 2014). Penerimaan pajak sebagai sumber pendanaan
terbesar dalam APBN hanya meningkat 1.6 kali lipat dari Rp 619.9 trilliun
menjadi Rp 1019 trilliun. Masih ada sekitar 40 juta wajib pajak di Indonesia yang
belum membayar pajak kepada negara. Potensi dari 40 juta wajib pajak tersebut
mencapai Rp 400 triliun dengan asumsi per tahun, satu wajib pajak menyetor
penerimaan pajak kepada negara rata-rata sebesar Rp 10 juta.
Kebijakan pemerintah sangat diperlukan sebagai penyeimbang, yaitu
penerimaan negara terutama penerimaan dari sektor pajak harus ditingkatkan, baik
itu Pajak Penghasilan Orang Pribadi maupun PPh Badan atau korporasi.
Penetapan pajak pendapatan atau penghasilan akan mengurangi pendapatan
penduduk yang pendapatannya tinggi. Pajak yang telah dipungut dengan
menggunakan sistem tarif progresif oleh pemerintah digunakan untuk membiayai
roda pemerintahan, subsidi dan proyek pembangunan. Semakin tinggi tingkat
pendapatannya maka persentase pajak terhadap pendapatan juga semakin besar
(progresif). Dari sinilah terjadi proses redistribusi pendapatan yang akan
mengurangi terjadinya ketimpangan (Arsyad 2004).

2
Tabel 1 Tarif Pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib
Pajak Orang Pribadi dalam Negeri di Indonesia tahun 2008-2014
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
sampai dengan Rp 50.000.000,00
di atas Rp 50.000.000,00 s.d Rp 250.000.000,00
di atas Rp 250.000.000,00 s.d Rp 500.000.000,00
di atas Rp 500.000.000,00

Tarif Pajak
5%
15%
25%
30%

Sumber: Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pajak, 2010

Apabila tarif pajak penghasilan terlalu tinggi belum tentu akan
meningkatkan penerimaan pajak bahkan mungkin sebaliknya yakni justru akan
menyebabkan penerimaan menurun (Rosdiana 2004). Jika pajak dinaikkan, pelaku
ekonomi cenderung untuk menghindari pajak sehingga tax revenue akan
mengalami penurunan. Selain itu, produktivitas dan standar hidup individu akan
menurun. Apalagi Indonesia sebagai negara ekonomi terbuka tentunya tidak dapat
terlepas dari pengaruh internasional sehingga keputusan dalam mengambil
kebijakan akan menjadi sangat kompleks dan membutuhkan harmonisasi dengan
negara lainnya.
Menjelang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di tahun 2015, tax rate
perlu mendapat perhatian khusus. Bagi negara yang menetapkan tarif pajak
penghasilan (income tax rate) yang rendah, hal tersebut merupakan suatu
keunggulan yang berarti investasi akan bergerak ke negara tersebut. Besarnya tarif
dari masing-masing negara sangat beragam. Tarif pajak penghasilan perseorangan
(individual income tax rate) di Singapura merupakan yang paling rendah di
ASEAN, yaitu sebesar 20 persen, jauh lebih rendah dari Indonesia. Malaysia 26
persen dan tax rate tertinggi, yaitu di Thailand dengan 35 persen. Sehingga
penelitian ini ingin menganalisis persentase tarif pajak penghasilan (income tax
rate) yang optimal dan berdaya saing dalam memaksimalkan penerimaan dan
mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan.

Perumusan Masalah
Distribusi pendapatan nasional menggambarkan merata atau timpangnya
pembagian hasil pembangunan suatu negara dikalangan penduduknya. Distribusi
pendapatan nasional akan menentukan bagaimana pendapatan nasional yang
tinggi akan mampu menciptakan perubahan dan perbaikan dalam masyarakat.
Distribusi pendapatan nasional yang tidak merata, tidak akan menciptakan
kemakmuran bagi masyarakat secara umum. Ketimpangan distribusi pendapatan
merupakan salah satu permasalahan pembangunan yang tidak hanya terjadi di
Indonesia tetapi juga di beberapa negara ASEAN. Pertumbuhan ekonomi tidak
banyak bermanfaat terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat apabila
distribusi hasil pembangunan tidak merata. Lapisan kelas atas tumbuh jauh lebih
cepat dibandingkan kelas pendapatan bawah yang tumbuh sangat lamban,
sehingga menghasilkan ketimpangan yang cukup dalam antara kelas atas dengan
kelas bawah.

3
Agar kesejahteraan masyarakat dapat tercipta secara adil dan makmur,
pemerintah perlu mengeluarkan suatu kebijakan yang tidak hanya berpihak
kepada kelompok masyarakat yang sudah berpenghasilan menengah dan atas
tetapi juga masyarakat berpenghasilan rendah (Ginting 2014). Kesetaraan tersebut
diwujudkan dengan meningkatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
khususnya penerimaan pajak. Penetapan pajak pendapatan atau penghasilan akan
mengurangi pendapatan penduduk yang pendapatannya tinggi dan
implementasinya digunakan untuk membiayai subsidi bagi kelompok
berpenghasilan rendah.
Upaya peningkatan penerimaan pajak dilakukan dengan mengatur besarnya
tarif pajak yang dikenakan. Walaupun tarif pajak telah diberlakukan secara
progresif jika tarif pajaknya terlampau tinggi akan membuat pelaku ekonomi
cenderung untuk menghindari pajak. Sehingga perlu dianalisis tingkat optimal tax
rate. Selain tarif, penerimaan pajak juga didukung dengan pertumbuhan ekonomi
dan jumlah produk domestik bruto yang akan diserap kembali oleh pemerintah
Apalagi masih banyak potensi pajak yang belum tergali dan terealisasi secara
optimal.
Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan yang akan diangkat dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi umum ketimpangan kesejahteraan dan perpajakan di
empat negara ASEAN?
2. Bagaimana hubungan antara variabel pertumbuhan ekonomi, tax ratio dan
GDP per kapita dengan penerimaan pajak penghasilan di empat negara
ASEAN?
3. Berapa tingkat optimal tax rate untuk Indonesia dengan menggunakan data
tax rate negara-negara ASEAN?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dijelaskan
sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menjelaskan kondisi umum ketimpangan kesejahteraan dan perpajakan di
empat negara ASEAN.
2. Menganalisis hubungan antara variabel pertumbuhan ekonomi, tax ratio
dan GDP per kapita dengan variabel penerimaan pajak penghasilan di
empat negara ASEAN.
3. Menganalisis tingkat optimal tax rate untuk Indonesia dengan
menggunakan data tax rate negara-negara ASEAN
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah
dalam menentukan kebijakan yang tepat untuk memaksimalkan penerimaan dan
mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan. Selain itu, penelitian ini juga
diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan informasi bagi pembaca ataupun
pihak yang akan melakukan penelitian lebih lanjut.

4
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh variabel penerimaan
pajak penghasilan, yaitu tax rate, tax ratio, pertumbuhan ekonomi dan GDP per
kapita di empat negara ASEAN pada periode 1987-2011. Keempat negara tersebut,
yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand. Ketidaklengkapan data untuk
variabel-variabel yang dibutuhkan dalam penelitian menyebabkan Filipina, Brunei
Darussalam, Kamboja, Myanmar, Laos, dan Vietnam tidak dimasukkan dalam
analisis penelitian.

TINJAUAN PUSTAKA
Ketimpangan distribusi pendapatan merupakan sebuah realita yang ada di
tengah-tengah masyarakat dunia ini baik di negara maju maupun berkembang.
Perbedaannya terletak pada proporsi tingkat ketimpangan yang terjadi dan cara
mengatasinya. Sistem distribusi yang tidak memihak pada golongan masyarakat
miskin hanya akan menciptakan kemakmuran bagi golongan tertentu saja. Sistem
pajak yang progresif dengan batas atas tarif yang optimal merupakan salah satu
alternatif kebijakan yang dapat diterapkan untuk mengatasi masalah ketimpangan
pendapatan. Tarif pajak yang optimal akan memaksimumkan penerimaan negara
dari pajak untuk meningkatkan kesejahteraan golongan miskin.

Ketimpangan
Ketimpangan pendapatan terjadi apabila sebagian besar penduduk
memperoleh pendapatan yang rendah dan pendapatan yang besar hanya dinikmati
oleh sebagian kecil penduduk. Semakin besar perbedaan pendapatan yang
diterima masing-masing individu menunjukkan semakin besarnya ketimpangan
pendapatan antar rumah tangga. Bank dunia mengklasifikasikan ketidakmerataan
berdasarkan tiga lapisan:
Tabel 2 Klasifikasi ketidakmerataan distribusi pendapatan
Klasifikasi

Distribusi Pendapatan
40 % penduduk berpendapatan rendah menikmati <
Ketimpangan Parah
12 % pendapatan nasional
40 % penduduk berpendapatan rendah menikmati 12KetimpanganSedang
17 % pendapatan nasional
Ketimpangan Lunak 40 % penduduk berpendapatan rendah menikmati >
(Distribusi Merata)
17 % pendapatan nasional
Sumber: World Bank, 2010

Rasio gini menjelaskan kadar ketimpangan distribusi pendapatan nasional
dengan nilai koefisien yang berkisar dari 0 sampai 1. Semakin kecil angka ini,
semakin merata distribusi pendapatan. Akan tetapi, semakin besar angka ini,
semakin tidak merata distribusi pendapatan. Pada prakteknya angka ketimpangan

5
untuk negara-negara yang ketimpangan distribusi pendapatannya tajam berkisar
antara 0.5-0.7 . Sedangkan untuk negara-negara yang pendpatannya relatif paling
merata berkisar antara 0.2-0.35.

100
Persentase
Pendapatan
Nasional

80
60
40

Kurva
Lorenz

20
20

40

60

80

100

Persentase Jumlah Penduduk

Gambar 1 Kurva Lorenz
Kurva Lorenz menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan nasional
diberbagai lapisan penduduk. Sumbu vertical merupakan persentase kumulatif
pendapatan nasional. Sedangkan sumbu horizontal merupakan persentase
kumulatif penduduk. Artinya, semakin dekat dengan diagonal, pendapatan
semakin merata. Sedangkan jika semakin jauh dengan diagonal maka pendapatan
semakin tidak merata.

Pajak
Pengertian pajak adalah pembayaran iuran oleh rakyat kepada pemerintah
yang dapat dipaksakan dengan tanpa balas jasa yang secara langsung dapat
ditunjuk (Basri dan Mulyadi 2005). Pajak dari perspektif ekonomi dipahami
sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat ke sektor publik. “Taxation is
one method of transferring resources from the private to the public sector, but
there are others. One of these alternative methods is the debasment of the
currency through the production of too much money. The government simply
creates more money and uses it to purchase goods and services.” (James and
Nobes 1992). Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak
menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan
individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang
dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan
barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.
Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang utama (fungsi budgetair).
Selain itu juga mempunyai fungsi lain, yaitu sebagai alat untuk mengatur dan
mengawasi kegiatan-kegiatan swasta dalam perekonomian (fungsi regulator).
Bagi negara-negara berkembang pajak digunakan untuk mencapai pertumbuhan
ekonomi, menciptakan lapangan kerja, menstabilkan perekonomian,
mendistribusikan pendapatan dan kekayaan serta meningkatkan tabungan

6
pemerintah ataupun swasta dengan melakukan pembatasan konsumsi barangbarang mewah.

Pajak Penghasilan
Menurut Suandy (2002) pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan
terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam
tahun pajak. Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak penghasilan yang dipotong
oleh pemberi kerja atas penghasilan yang dibayarkan kepada Wajib Pajak Orang
Pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan
yang dilakukan berdasarkan ketentuan pasal 21 Undang-undang No. 7 tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir
dengan Undang-undang No. 36 Tahun 2008, termasuk Pajak Penghasilan Pasal 21
yang bersifat final dan setoran akhir tahun (Yani 2002).
Menurut Rosdiana (2005) sebelum menghitung berapa besarnya pajak
penghasilan yang harus dihitung atas Penghasilan Kena Pajak khusus untuk Wajib
Pajak Orang Pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri diberikan pengurangan
berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (personal exemption). Penghasilan Tidak
Kena Pajak diatur dalam Pasal 7 Undang-undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 36
Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-undang No. 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan.
Mengenai tarif Pajak Penghasilan Tidak Kena Pajak sesuai dengan PMK162/PMK.011/2012 terhitung 1 Januari 2013 berlaku sebagai berikut:
a. Untuk diri Wajib Pajak Rp 24.300.000,b. Tambahan Wajib Pajak yang kawin Rp 2.025.000,c. Tambahan untuk penghasilan istri digabung dengan penghasilan suami Rp
24.300.000,d. Tambahan untuk anggota keluarga yang menjadi tanggungan (maksimal 3
orang) Rp 2.025.000,atau berikut ini besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sesuai dengan
status perkawinan Wajib Pajak :
1. TK/0 : Rp 24.300.000
2. K/0
: Rp 26.325.000
3. K/1
: Rp 28.350.000
4. K/2
: Rp 30.375.000
5. K/3
: Rp 32.400.000
Keterangan:
TK/0 : jumlah penghasilan yang dikeluarkan diri sendiri (tidak kawin)
K/0 : jumlah penghasilan yang dikeluarkan pasangan suami dan istri tanpa
tanggungan
K/1 : jumlah penghasilan yang dikeluarkan pasangan suami dan istri dengan
satu orang tanggungan
K/2 : jumlah penghasilan yang dikeluarkan pasangan suami dan istri dengan
dua orang tanggungan

7
K/3

: jumlah penghasilan yang dikeluarkan pasangan suami dan istri dengan
tiga orang tanggungan

Dampak Pajak Terhadap Perekonomian
Pengaruh pajak terhadap perekonomian dibedakan menjadi dua, yaitu
pengaruh pajak terhadap produksi dan distribusi produksi. Pengaruh pajak
terhadap produksi, contohnya pengaruh terhadap kemampuan bekerja, menabung,
dan investasi. Kemampuan individu akan berkurang apabila dikenai pajak yang
dapat mengurangi efisiensi kerjanya. Oleh karena itu pajak yang dikenakan
kepada golongan yang mempunyai tingkat penghasilan yang rendah dalam suatu
masyarakat hanya akan menurunkan tingkat efisiensi. Pada umumnya pajak
mempunyai pengaruh yang bersifat disinsentif yang artinya mengurangi keinginan
untuk bekerja, menabung, dan mengadakan investasi.

Tarif Pajak (Tax Rate)
Tarif Pajak Penghasilan dibagi menjadi dua, yaitu tarif Wajib Pajak Pribadi
dan tarif Wajib Pajak Badan. Tarif Pajak Penghasilan yang digunakan di
Indonesia adalah tarif pajak penghasilan yang diatur dalam Pasal 17 Undangundang Pajak Penghasilan. Tahun 2008 hingga tahun 2014, tarif pajak yang
digunakan mengacu pada Undang-undang No. 36 tahun 2008.
Pada Klik Pajak (2010) disebutkan bahwa tidaklah mudah untuk
membebankan pajak kepada masyarakat. Bila terlalu tinggi, masyarakat tidak
akan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan
berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai masalah,
maka pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan, yaitu:
1. Pemungutan pajak harus adil
2. Pengaturan pajak harus berdasarkan undang-undang
3. Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian
4. Pemungutan pajak harus efisien
5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Adapun secara struktural tarif pajak (tax rate) dibagi dalam empat jenis,
yaitu:
1. Tarif proporsional (a proportional tax rate structure), yaitu tarif pajak
yang persentasenya tetap meskipun terjadi perubahan dasar pengenaan
pajak.
2. Tarif regresif (a regresive tax rate structure), yaitu tarif pajak menurun
ketika dasar pengenaan pajak meningkat.
3. Tarif progresif (a progresive tax rate structure), yaitu tarif pajak akan
semakin naik sebanding dengan naiknya dasar pengenaan pajak.
4. Tarif degresif (a degresive tax rate structure), kenaikan persentase tarif
pajak akan semakin rendah ketika dasar pengenaan pajaknya semakin
meningkat.

8
Kebijakan Pajak (Tax Policy)
Kebijakan pajak menurut Mansury (1999) adalah kebijakan fiskal dalam arti
sempit, yaitu kebijakan yang berhubungan dengan penentuan apa yang akan
dijadikan sebagai tax based, subjek pajak dan pengecualiannya serta objek pajak
dan pengecualiannya. Sistem perpajakan yang baik menurut Prrat dan Kulsrud
(1997) adalah yang memenuhi prinsip keadilan baik horizontal maupun vertikal.
Keadilan horizontal artinya pajak diberlakukan sama pada semua wajib pajak
yang memiliki kondisi ekonomi yang sama. Sedangkan keadilan vertikal artinya
wajib pajak yang memiliki tingkat ekonomi berbeda harus diperlakukan berbeda.
Pajak dikenakan kepada orang-orang pribadi sebanding dengan kemampuannya
dalam membayar pajak tersebut dan juga sesuai dengan manfaat yang diterimanya
dari negara (Rosdiana 2004). Untuk mencapai keadilan dalam distribusi beban
pajak antara orang dengan pendapatan berbeda maka tarif pajak penghasilan harus
progresif. Tarif ini mencerminkan kemampuan orang-orang dengan penghasilan
yang lebih tinggi untuk membayar lebih secara proporsional dari penghasilan
mereka untuk pajak.
Tax base untuk struktur tarif umum pajak adalah bertingkat, yaitu untuk
lapisan kena pajak dan persentase tarif pajak yang berbeda. Lewis Jr (1984)
menyatakan bahwa tingkat keadilan (fairness) yang tinggi dalam sistem
perpajakan akan memicu setiap individu baik perorangan maupun perusahaan
untuk patuh secara sukarela.

Rasio Pajak (Tax Ratio)
Tax ratio atau rasio pajak merupakan perbandingan antara jumlah
penerimaan pajak dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) suatu
negara dalam persen. Tax ratio menunjukkan sejauh mana kemampuan
pemerintah mengumpulkan pendapatan pajak atau menyerap kembali produk
domestik bruto dari masyarakat dalam bentuk pajak. Semakin tinggi tax ratio
suatu negara, maka akan semakin baik kinerja pemungutan pajak negara tersebut.
Karena semakin tinggi juga nilai rupiah yang dapat dipungut sebagai penerimaan
pajak dari setiap rupiah output nasional (GDP).
Nasution (2003) mengatakan bahwa rasio ini biasa digunakan sebagai salah
satu tolok ukur atau indicator untuk melakukan penilaian terhadap kinerja
penerimaan perpajakan mengingat GDP yang menunjukkan output nasional
merupakan indikator kesejahteraan masyarakat.

Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Sumitro (2007) suatu perekonomian dikatakan mengalami
pertumbuhan ekonomi jika jumlah produk barang dan jasa mengalami
peningkatan dan tingkat ekonomi yang dicapai tahun tertentu lebih tinggi dari
tahun sebelumnya. Untuk mengukur berapa pertumbuhan ekonomi secara angka
artimatika, maka indikator yang dapat digunakan dalam menilai pertumbuhan
ekonomi adalah Gross Domestic Product (GDP). Besarnya GDP yang diperoleh

9
tahun ini dikurangkan dengan besarnya GDP tahun lalu dibagi dengan GDP tahun
lalu dikalikan seratus persen. Terdapat tiga komponen pertumbuhan ekonomi
yang penting bagi masyarakat, yaitu akumulasi modal, pertumbuhan jumlah
penduduk, dan kemajuan teknologi (Todaro dan Smith 2006).

Gross Domestic Product per Capita
Menurut Todaro (1997), potensi penerimaan pajak suatu negara tergantung
pada tingkat pendapatan perkapita, struktur perekonomian, distribusi pendapatan,
keadaan sosial politik dan administrasi pendapatan. Peningkatan pendapatan
perkapita akan memperluas basis pajak (tax base) dan meningkatkan jumlah wajib
pajak perorangan maupun badan.
GDP per kapita adalah jumlah (nilai) barang dan jasa rata-rata yang tersedia
bagi setiap penduduk suatu negara pada suatu periode tertentu. GDP per kapita
dapat digunakan untuk membandingkan kesejahteraan atau standar hidup suatu
negara dari tahun ke tahun. Kenaikan pendapatan per kapita masyarakat akan
meningkatkan penerimaan pajak penghasilan. GDP per kapita diperoleh dari
pendapatan nasional pada tahun tertentu dibagi jumlah penduduk suatu negara
pada tahun tersebut. Adapun rumus untuk menghitung GDP per kapita, yaitu:

Keterangan :
IPCn : Income per Capita (Pendapatan per Kapita) tahun n
GDPn : Gross Domestic Product (Produk Domestik Bruto) tahun n
Pn
: Population (Jumlah Penduduk) tahun n
Bank dunia membagi 132 negara berpenduduk lebih dari satu juta orang
baik itu negara-negara berkembang maupun negara maju ke dalam empat kategori
pokok sesuai dengan tingkat pendapatan per kapitanya, yaitu:
1. Negara yang berpendapatan rendah (low income)
2. Negara yang berpendapatan menengah (middle income)
3. Negara yang berpendapatan menengah tinggi (upper middle income)
4. Negara yang berpendapatan tinggi (high income)
Golongan yang pertama hingga ketiga meliputi 108 negara yang kebanyakan
merupakan negara-negara dunia ketiga. Kelompok keempat meliputi 24 negara
yang paling makmur atau sering disebut negara maju.

Kurva Laffer
Arthur Laffer (Jude 1989) mengatakan bahwa selalu terdapat dua tingkat
tarif yang dapat menghasilkan satu tingkat penerimaan yang sama. Pada saat
tingkat tarif nol, individu dapat menikmati seluruh penghasilannya. Sehingga
penerimaan negara juga nol. Pada sisi yang lain, ketika tingkat tarif 100 persen

10
maka individu akan berhenti bekerja karena seluruh penghasilannya diambil oleh
pemerintah. Akan tetapi, jika individu tidak bekerja artinya tidak ada penghasilan
dan penerimaan juga nol. Dalam rentang 0 persen dan 100 persen inilah terletak
titik optimal dari kurva Laffer.
USD

Penerimaan
Pajak

%
Tarif Pajak

Gambar 2 Kurva Laffer
Sumber: Jude, 1989
Penggunaan kurva Laffer secara optimal baru dapat terlihat jika pembuat
kebijakan dapat memastikan bahwa struktur tarif yang dibuatnya sedekat mungkin
kepada titik optimal (Agung 1994).

Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (2012) menguji bagaimana
pengaruh pendapatan per kapita, economic growth rate, economic structure, dan
tax rate terhadap tax ratio. Adapun variabel independen yang digunakan ada 4
yaitu pendapatan per kapita yang diukur dengan pendapatan GDP dibagi dengan
jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi yang digambarkan dengan kenaikan
GDP, struktur ekonomi suatu negara yang diwakilkan dengan persentase bidang
industri dalam penghasilan suatu negara, dan besarnya pajak yang dikenakan pada
pengusaha atas penghasilan bersih setelah dikurangkan beban jumlah kepatuhan
wajib pajak. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data negara OECD
dan Indonesia dari World Bank mulai tahun 1983-2012. Hasil penelitian
menunjukan bahwa dari keempat variabel bebas tersebut hanya economic
structure yang berpengaruh secara signifikan terhadap tax ratio.
Penelitian yang dilakukan oleh Nasution (2008) menunjukkan hasil bahwa
penurunan tax rate dapat mendongkrak tax revenue dengan kenaikan jumlah
volume pajak yang sejalan dengan kenaikan jumlah pembayar pajak. Budilaksono
(2010) dengan judul penelitian “Paradigma Tarif Pajak dan Basis Pajak dalam
Pandangan Penerimaan Negara” menyimpulkan bahwa penurunan tarif pajak

11
dapat mendorong pembayar pajak untuk melaporkan Penghasilan Kena Pajak
(PKP) nya. Basis pajak menjadi semakin meluas dan bertambah besar sebagai
respon positif dari taxpayer terhadap tax rate yang rendah. Caroll (2008)
menemukan bukti bahwa tax rate yang rendah mempengaruhi pembayar pajak
untuk melaporkan lebih besar penghasilan atau pendapatan kena pajaknya. Maka
dapat disimpulkan bahwa kebijakan besarnya pengenaan tarif pajak (tax rate) juga
berpengaruh dalam memaksimalkan potensi pendapatan pajak suatu negara.

Hipotesis Penelitian
Berdasarkan beberapa landasan teori dan penelitian terdahulu yang telah
diuraikan sebelumnya, maka dapat dirumuskan beberapa hipotesis dalam
penelitian ini. Hipotesis tersebut diantaranya adalah :
1. Tax ratio berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak. Semakin tinggi
tax ratio suatu negara, maka akan semakin baik kinerja pemungutan pajak
negara tersebut.
2. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak.
3. GDP per kapita berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak.
Peningkatan pendapatan per kapita akan memperluas basis pajak (tax
base) dan akan meningkatan jumlah wajib pajak perorangan maupun
badan sehingga penerimaan pajak pun meningkat.
4. Tax rate kuadrat bertanda negatif agar kurva membentuk U terbalik.
Tax Ratio
Pertumbuhan
ekonomi

GDP per Kapita

Penerimaan Pajak

Gambar 3 Hipotesis penelitian

Kerangka Pemikiran Konseptual
Penelitian ini ingin menganalisis hubungan antara tarif pajak dan
penerimaan pajak di empat negara anggota ASEAN selama periode 1987-2011.
Konsep ini muncul karena ketimpangan kesejahteraan yang terjadi di Indonesia
sudah semakin melebar. Sehingga pemerintah perlu memberikan subsidi kepada
golongan masyarakat berpenghasilan rendah. Adapun sumber pembiayaan subsidi
ini berasal dari APBN yang sebagian besar kontribusinya berasal dari pajak. Agar
penerimaan pajak dapat maksimal maka pemerintah membuat kebijakan dalam hal
ini tarif pajak. Mengingat bahwa adanya faktor-faktor lain yang dapat
memengaruhi tingkat penerimaan pajak selain tarif pajak, maka penelitian ini
menggunakan variabel tax ratio, pertumbuhan ekonomi, dan GDP per kapita
sebagai faktor lain yang mempengaruhi penerimaan pajak.

12
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan pada bagian latar belakang maka
kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan melalui diagram
sebagai berikut:
Ketimpangan Kesejahteraan

Subsidi Pemerintah

APBN

Penerimaan Negara
dari Pajak
Tax Ratio

GDP per Kapita

Pertumbuhan Ekonomi

Pajak Penghasilan

Kebijakan Fiskal

Tarif Pajak
Gambar 4 Kerangka pemikiran konseptual

METODE
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan
jenis data panel berupa data cross section yang terdiri dari empat negara ASEAN
dan data time series tahunan periode 1987 hingga 2011. Data diperoleh dari
berbagai sumber dan literatur, diantaranya Badan Pusat Statistik (BPS), Bank
Indonesia (BI), Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG), dan World Bank
serta sumber lainnya. Data yang digunakan, yaitu realisasi penerimaan pajak
penghasilan (PPh), tarif pajak penghasilan perseorangan (individual income tax
rate), tax ratio, laju pertumbuhan ekonomi, dan GDP per kapita.

13
Tabel 3 Variabel, notasi, dan sumber data
No.
1
2
3
4
5
6
7
8

Variabel
Penerimaan Pajak Penghasilan
Indonesia (USD)
Penerimaan Pajak Penghasilan
Malaysia (USD)
Penerimaan Pajak Penghasilan
Singapura (USD)
Penerimaan Pajak Penghasilan
Thailand (USD)
Individual Income Tax rate (%)
Tax ratio (%)
Pertumbuhan ekonomi (%)
GDP per kapita, PPP atas dasar
harga berlaku (USD)

Notasi

Sumber

PPHit

Badan Pusat Statistik (BPS)

TRTit
GROWTHit

Department of Statistics
Malaysia (Statistics)
Department of Statistics
Singapore (Singstat)
National Statistical Office
(NSO)
Klynveld Peat Marwick
Goerdeler (KPMG)
World Bank
World Bank

GDPKit

World Bank

PPHit
PPHit
PPHit
TRit

Metode Data Panel
Metode data panel merupakan suatu metode analisis kuantitatif dengan
menggabungkan data cross section dengan data time series. Analisis model
dengan data panel menggunakan tiga metode, yaitu Pooled Least Square (PLS),
Fixed Effect Model (FEM), dan Random Effect Model (REM). Dari ketiga
pendekatan tersebut akan dipilih satu yang terbaik dengan menggunakan uji Chow,
dan uji Hausman (Baltagi 2005). Analisis menggunakan data panel mempunyai
beberapa kelebihan, diantaranya sebagai berikut :
1. Mampu mengontrol heterogenitas individu.
2. Dapat memberi informasi yang lebih luas, mengurangi kolinearitas antar
variabel, memperbesar derajat bebas, dan lebih efisien.
3. Lebih baik untuk studi dynamics of adjusment.
4. Lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek yang tidak dapat
diatasi apabila hanya menggunakan data cross section atau time series saja.
5. Lebih sesuai untuk menguji model perilaku yang kompleks.

Pengujian Model Terbaik
Dalam pengolahan data panel terdapat beberapa pengujian yang dapat
dilakukan untuk memilih metode serta model mana yang paling tepat, antara lain :
1. Chow Test, pengujian ini digunakan untuk memilih model apa yang
digunakan, apakah Pooled Least Square (PLS) atau Fixed Effect Model
(FEM). Hipotesis untuk pengujian ini adalah :
H0 = Pooled Least Square
H1 = Fixed Effect Model
Apabila nilai probalilitas Uji Chow kurang dari taraf nyata atau (Fstatistik) > FN-1, NT-N-K maka dapat dikatakan cukup bukti untuk menolak

14
H0, sehingga model yang dapat digunakan adalah Fixed Effect Model
(FEM).
2. Hausman Test, digunakan untuk memilih model yang digunakan apakah
menggunakan fixed effect atau random effect. Hipotesis yang digunakan
untuk pengujian ini adalah sebagai berikut:
H0 = Fixed Effect Model
H1 = Random Effect Model
Keputusan untuk menolak H0 diakukan dengan membandingkannya
dengan Chi square. Apabila nilai X2obs > X2tabel maka keputusan yang
dapat diambil adalah tolak H0 sehingga model yang digunakan adalah
Fixed Effect Model (FEM). Selain itu, kriteria tolak H0 juga dapat
dilakukan dengan melihat nilai probalilitas Uji Hausman kurang dari taraf
nyata.

Uji Evaluasi Model
Untuk mengukur keragaman pada variabel terikat yang dapat diterangkan
oleh variasi pada model regresi dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi
model (R2). Nilai R2 berkisar antara nol hingga satu (0< R2