Pelaksanaan Pemungutan dan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas Imbalan Jasa Konstruksi di PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia (MUKTI)

(1)

LAPORAN TUGAS AKHIR

Pelaksanaan Pemungutan dan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas Imbalan Jasa Konstruksi di PT. MULTI KONSTRUKSI TOWER

INDONESIA (MUKTI) D

I S U S U N Oleh :

Nama : Stephanie Putri Nim : 072600040

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara 2010


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini. Laporan Tugas Akhir ini dibuat agar penulis dapat mengetahui lebih dalam mengenai Sistem Administrasi Perpajakan pada Pajak Penghasilan khususnya Pajak Penghasilan Pasal 23 di Perusahaan Usaha Jasa Konstruksi. Materi yang terkandung dalam penulisan Laporan Tugas Akhir ini dibuat dan ditulis berdasarkan pada Praktik Kerja Lapangan Mandiri yang telah penulis lakukan di Perusahaan Usaha Jasa Konstruksi (PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia).

Penyelesaian Laporan Tugas Akhir ini tidak luput dari bantuan berupa bimbingan dan motivasi serta partisipasi dari semua pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. DR. M. Arif Nasution. MA selaku Dekan Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasution. Msi selaku Ketua Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Djohan selaku General Manager PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia.

4. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasution. Msi selaku Dosen Pembimbing. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Laporan Tugas Akhir ini masih terdapat kekurangan dan ketidaksempurnaan. Penulis tetap berharap semoga isi dari tulisan ini dapat berguna baik untuk penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya, maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.

Medan, Juni 2010


(3)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 1

B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 3

1.Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 3

2.Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 3

C. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 4

D. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 5

E. Metode Pengumpulan Data Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 6

F. Sistematika Penulisan Laporan Data Praktik KERJA Lapangan Mandiri ... 6

BAB II DESKRIPSI UMUM LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI ... 8

A. Sejarah Singkat PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia ... 8

B. Struktur Organisasi PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia ... 10

C. Urian Tugas Masing-Masing Personil Pada PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia ... 12

D. Pengalaman Kerja PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia ... 19

BAB III GAMBARAN DATA PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 ... 22

A. Pajak Penghasilan Pasal 23 ... 22

1. Pengertian Pajak ... 22

2. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 23 ... 29

B. Dasar Hukum Pajak Penghasilan Pasal 23 ... 29

C. Subjek dan Objek Pajak Penghasilan Pasal 23 ... 30


(4)

2. Objek Pajak Penghasilan Pasal 23 ... 32

D. Tarif dan Tata Cara Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 ... 33

1. Tarif Pajak Penghasilan Pasal 23 ... 33

2. Tata Cara Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 ... 37

E. Pengertian Usaha Jasa Konstruksi ... 38

1. Pengertian Usaha Jasa Konstruksi ... 38

2. Tarif atas Objek Usaha Jasa Konstruksi ... 39

3. Contoh Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas Imbalan Jasa Konstruksi ... 40

BAB IV ANALISA DAN EVALUASI DATA ... 41

A. Kesesuaian Antara Pemungutan dan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 pada PT. Multi Konstruksi TOWER Indonesia (PT. MUKTI) Dengan Peraturan Perundangan-Undangan Perpajakan ... 41

1. Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 23 Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan ... 41

2. Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 23 pada PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia (PT. MUKTI) .. 41

B. Prosedur PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia Mendapatkan Proyek ... 42

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peningkatan dan Penurunan Jumlah Nilai Proyek Pada PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia (PT. MUKTI) ... 44

D. Proyek-Proyek yang Telah Dipungut dan Dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atas Imbalan Jasa Konstruksi ... 46

E. Bentuk Sanksi yang Pernah Dikenakan Terhadap PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia Sehubungan Dengan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas Imbalan Jasa Konstruksi ... 48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 50


(5)

B. Saran ... 51 DAFTAR PUSTAKA ... v LAMPIRAN ... vi


(6)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Pemerintah dalam negara kita mempunyai peranan penting untuk memajukan negara yang dipimpinnya. Salah satu indikator kemajuan suatu negara dapat dilihat dari pembangunan nasional yang berjalan secara berkesinambungan. Pembangunan yang dilaksanakan diharapkan akan membawa dampak bagi meningkatnya taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Peranan pemerintah yang sangat menonjol dalam usahanya merangsang dan membimbing pembangunan ekonomi dan sosial negara yang membutuhkan dana yang cukup besar , menyebabkan pemerintah cenderung untuk melakukan pemungutan pajak sampai tingkat penerimaan pajak yang paling optimal. Pemungutan pajak tersebut dengan dilakukan dengan tetap berpegang pada prinsip perpajakan yang dianut secara universal, yaitu keadilan, kemudahan/efisiensi administrasi dan produktivitas penerimaan negara, serta tetap mempertahankan sistem Self Assessment. Self Assessment adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang wajib pajak dalam menentukan, menghitung, membayar, dan melapor sendiri jumlah pajak yang berhutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Bagi negara, pajak adalah salah satu sumber penerimaan penting yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara. Sebaliknya bagi perusahaan pajak adalah merupakan beban yang akan mengurangi laba bersih. Karena mengurangi laba bersih maka perusahaan akan membuat perencanaan pajak yang bertujuan untuk penghematan pajak atau meminimumkan kewajiban pajak dengan merekayasa agar beban pajak dapat ditekan serendah


(7)

mungkin dengan memanfaatkan peraturan perundang-undangan yang ada. Untuk meminimumkan kewajiban pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik yang masih memenuhi ketentuan perpajakan maupun melanggar peraturan perpajakan.

Keberhasilan memasukan pajak ke kas negara sesuai target yang telah ditentukan memberi kepuasan tersendiri bagi aparat Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Namun, dengan menganut sistem Self Assessment, berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutn pajak banyak tergantung pada Wajib Pajak sendiri (peranan dominan ada pada Wajib Pajak).

Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap suatu subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak. Dengan makin pesatnya perkembangan sosial ekonomi sebagai hasil pembangunan nasional dan globalisasi serta reformasi diberbagai bidang, maka perlu adanya perhatian terhadap Pajak Penghasilan guna meningkatkan dan mendukung kebijakan pembangunan nasional khusunya dibidang ekonomi. Pajak penghasilan merupakan salah satu sumber keuangan negara dalam melaksanakan pemerintah dan pembangunan sehingga pelaksanaan pemungutan dan pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) sangat perlu diperhatikan agar pemasukan negara pada sektor perpajakan dapat meningkat.

Salah satu Pajak Penghasilan yang dipungut di Indonesia adalah Pajak Penghasilan Pasal 23, yaitu pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21, sebagaimana disebutkan pada Pasal 21 ayat (1) huruf e, yaitu penghasilan yang diterima Wajib Pajak dalam negeri orang pribadi yang berasal dari penyelenggara kegiatan sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan.

Pajak penghasilan Pasal 23 yang dibahas disini adalah mengenai penghasilan atas imbalan jasa konstruksi dibidang pengawasan dan perencanaan konstruksi.


(8)

Maka dari itu, dengan diadakannya Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini, penulis mengangkat judul “Pelaksanaan Pemungutan dan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas Imbalan Jasa Konstruksi di PT. MULTI KONSTRUKSI TOWER INDONESIA”.

B. Tujuan Dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Kegiatan Praktik Kerja Lapangan Mandiri yang dilakukan oleh mahasiswa/i Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan adalah merupakan salah satu syarat wajib untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Sumatera Utara.

1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Adapun tujuan pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini adalah:

a. Untuk mengetahui pelaksanaan pemungutan dan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas imbalan jasa konstruksi.

b. Untuk mengetahui kesesuaian antara pemungutan dan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 pada Wajib Pajak dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) a. Bagi Mahasiswa

1. Mahasiswa dapat memperoleh pengalaman belajar pada perusahaan tempat melaksanakan PKLM.

2. Mengaplikasikan disiplin ilmu yang telah dipelajari kedalam permasalahan yang timbul selama melaksanakan PKLM.

3. Meningkatkan profesionalisme, memperluas wawasan dan memantapkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa dalam menerapkan ilmu khususnya di bidang perpajakan.


(9)

1. Meningkatkan hubungan kerja sama dengan perusahaan-perusahaan swasta nasional.

2. Memberi ujian nyata atas disiplin ilmu yang telah di sampaikan selama perkuliahan.

3. Meningkatkan dukungan dari alumni.

4. Membuka interaksi antara universitas dan perusahaan swasta nasional.

5. Meningkatkan kurikulum sehingga mampu mencapai standar mutu pendidikan.

6. Promosi sumber daya Universitas Sumatera Utara. c. Bagi Perusahaan

1. Untuk meningkatkan mutu perusahaan dengan Praktik Kerja Lapangan Jangka Pendek.

2. Memperoleh pemikiran dan upaya untuk mengoptimalkan pemungutan dan pemotongan pajak.

3. Menjalin hubungan baik dengan Universitas Sumatera Utara.

C. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini dilakukan pada PT. MULTI KONSTRUKSI TOWER INDONESIA. Adapun yang menjadi ruang lingkupnya adalah :

1. Pelaksanaan pemungutan dan pemotongan terhadap objek Pajak Penghasilan Pasal 23 di PT. MULTI KONSTRUKSI TOWER INDONESIA.

2. Kesesuaian antara pemungutan dan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 pada Wajib Pajak dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penurunan jumlah nilai proyek yang dipungut Pajak Penghasilan Pasal 23 atas Imbalan Jasa Konstruksi.


(10)

4. Bentuk-bentuk sanksi atau pun denda yang pernah dikenakan terhadap perusahaan PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia sehubungan dengan Pajak Penghasilan Pasal 23.

D. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data serta informasi sesuai metode yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Tahap persiapan

Tahap ini penulis melakukan penentuan tempat praktik kerja lapangan mandiri (PKLM), mencari dan mengumpulkan bahan untuk pembuatan proposal dan melakukan konsultasi dengan pihak dosen yang bersangkutan.

2. Studi literatur

Pada tahap ini penulis mencari dan mengumpulkan sumber-sumber pustaka seperti undang-undang, buku-buku maupun literatur lain yang berhubungan dengan pemungutan dan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas imbalan jasa konstruksi.

3. Observasi lapangan

Pada bagian ini penulis melakukan observasi lapangan. Dalam observasi ini penulis memberikan suatu surat pengantar untuk melaksanakan pengamatan.

4. Pengumpulan data

Penulis melakukan pengumpulan data melalui :

a. Penelitian kepustakaan (Perundang-undangan Perpajakan dan buku-buku).

b. Penelitian Lapangan. 5. Analisa dan evaluasi data

Setelah data yang diperlukan terkumpul, maka penulis melakukan analisa dan evaluasi terhadap data atau keterangan mengenai penerapan


(11)

pemungutan dan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas imbalan jasa konstruksi.

E. Metode Pengumpulan Data Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Adapun cara pengumpulan sumber-sumber data adalah sebagai berikut : 1. Interview

Yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepada pimpinan dan pegawai yang dianggap mampu memberikan masukan data dan informasi tentang pemungutan dan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23.

2. Observasi

Yaitu dengan melakukan pengamatan langsung atas kegiatan yang dilakukan dalam pencatatan terhadap objek penelitian.

3. Dokumentasi

Yaitu dengan mengumpulkan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan pelaksanaan pemungutan dan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23, dan meminta beberapa dokumen dari PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia.

F. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri Adapun yang menjadi sistematika dalam penulisan akhir ini adalah: BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis menjelaskan secara singkat alasan penulis melakukan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), tujuan dan manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri, ruang lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri, metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri, metode pengumpulan data, dan sistematika penulisan laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).


(12)

BAB II GAMBARAN UMUM PT. MULTI KONSTRUKSI TOWER INDONESIA

Pada bab ini dibahas mengenai sejarah singkat dari PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia, struktur organisasi, uraian tugas dan fungsi serta gambaran pegawai.

BAB III GAMBARAN DATA PELAKSANAAN PEMUNGUTAN DAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

Pada bab ini penulis akan menjelaskan tentang data pemungutan dan pemotongan pajak penghasilan atas imbalan jasa konstruksi di PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia.

BAB IV ANALISA DAN EVALUASI DATA

Pada bab ini penulis akan membandingkan penerapan teori yang ada dengan data yang diperoleh di lapangan, yaitu mengenai pemungutan dan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas imbalan jasa konstruksi di PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia. BAB V KESIMPULAN & SARAN

Bab ini merupakan penutup dari bab-bab sebelumnya yang berisi kesimpulan dan saran yang kiranya dapat mendorong Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban dalam melaksanakan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan.


(13)

BAB II

DESKRIPSI UMUM

LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

A. Sejarah Singkat PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia (PT. MUKTI) PT. Multi konstruksi Tower Indonesia (PT. MUKTI) berdiri sejak tanggal 27 Mei tahun 2004, berkedudukan di Jalan Pesona Anggrek Blok C1 No.11 RT/RW : 003/021 Harapan Jaya Bekasi Utara, Kota Madya Bekasi (Kantor Pusat) dan di Jalan Sekip No.2 Kelurahan Sei Putih Timur I Kecamatan Medan Petisah Kota Madya Medan (Kantor Cabang). PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia (PT. MUKTI) hadir sebagai Perseroan Usaha Jasa Konstruksi dalam bidang pembangunan yang meliputi pembangunan konstruksi tower, bertindak sebagai pengembang, pemborong pada umumnya (General Contractor), pemasangan instalasi-instalasi, menjalankan usaha dibidang konstruksi besi dan baja meliputi pembuatan, pemeliharaan, pengecatan, serta kegiatan usaha terkait, menjalankan usaha dibidang jasa konstruksi atau sipil meliputi teknik bangunan tower serta sarana lainnya serta sarana lainnya dan kegiatan usaha yang terkait, kecuali jasa dalam bidang hukum dan pajak.

Pendiri PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia (PT. MUKTI) atau pemegang saham terbanyak adalah Tuan Jahja dan Tuan Ibnu Idham.

Menjadi perusahaan konstruksi tower telekomunikasi nasional adalah menjadi visi yang melandasi seluruh kinerja dan aktivitas PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia (PT. MUKTI) dalam rangka ikut meningkatkan nilai mutu dan daya saing antar perusahaan Usaha Jasa Konstruksi nasional di pentas nasional.


(14)

PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia (PT. MUKTI) didukung oleh staf yang profesional dan berpengalaman dibidangnya yang memiliki komitmen, keahlian dan penguasaan teknologi dalam mengelola proyek.

PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia (PT. MUKTI) adalah perusahaan Usaha Jasa Konstruksi formal yang disertai dengan berbagai sertifikat perusahaan antara lain meliputi :

a. Akta Pendirian Perusahaan yang dikeluarkan pada tanggal 27 Mei tahun 2004 dengan Rudy Putranom Syafarullah Sarjana Hukum selaku Notaris di Bekasi, dengan dihadiri saksi-saksi yang notaris kenal dan terpercaya.

b. Tanda Daftar Perusahaan (TDP) pada tanggal 19 Oktober tahun 2004 dengan Nomor TDP 102615102435.

c. Surat izin Usaha Jasa Konstruksi (SIUJK) yang dikeluarkan pada tanggal 1 Agustus tahun 2007 dengan Nomor SIUJK 1-090035-3275-2-00410.


(15)

B.

Struktur Organisasi

KOMISARIS

DIREKTUR

GENERAL MANAGER

PROJECT MANAGER

C.M.E MANAGER

CIVIL COORDINATOR SITAC MANAGER LOGISTIC

SITAC STAFF

ADMINISTRASI KEUANGAN DRIVER

DRAFTER OFFICE

BOY

C.M.E ADMIN SITAC

COORDINATOR

SITAC STAFF

C.M.E STAFF

M.E STAFF M.E

STAFF M.E

STAFF

M.E STAFF


(16)

Struktur organisasi PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia (PT. MUKTI) terdiri dari :

1. KOMISARIS : JAHJA

2. DIREKTUR : IBNU IDHAM

3. GENERAL MANAGER : DJOHAN

4. PROJECT MANAGER : AKHMAD UTOYO

5. C.M.E MANAGER : TRI TUNGGAL WAHYUDI 6. ADMINISTRASI : SILVIRA ASTRIA

7. KEUANGAN : RATNA SARI DEWI

8. SITAC MANAGER : BHUDI HERMAN

9. LOGISTIC : HARDY

10. SITAC COORDINATOR : SUBRAN

11. SITAC STAFF :

- TONY R.P. SIMATUPANG - JULIANTO

12. CIVIL COORDINATOR : M. RISWANTO

13. C.M.E STAFF : HERI PURNA IRAWAN

14. M.E STAFF :

- LILIK WIYANTO

- YUYUT SUDJARWANTO - IRHAM

- SENO - ADJI

15. C.M.E ADMIN : BENY BUDIMAN

16. DRAFTER : FIRMAN IRMAN

17. DRIVER : ALFIAN EDY

18. OFFICE BOY :

- HERIANTO - ISKANDAR


(17)

C. Uraian Tugas Masing-Masing Personil Pada PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia (PT. MUKTI)

Dari uraian latar belakang dilaksanakannya kontrak pada kerangka acuan kerja, masing-masing personil telah mendapatkan gambaran yang jelas sehubungan dengan apa yang perlu dilakukan dalam Usaha Jasa Konstruksi. Beberapa diantaranya meliputi pengawasan, penelitian, identifikasi dan penggamabaran.

Maka berdasarkan kerangka acuan kerja masing-masing personil pada PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia (PT. MUKTI) melaksanakan tugas-tugasnya antara lain sebagai berikut :

1. Komisaris

a) Melakukan pengawasan atas jalannya usaha perusahaan dan memberikan nasehat kepada direktur.

b) Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direktur secara berkala maupun sewaktu-waktu. c) Mengarahkan, memantau dan mengevaluasi kebijakan strategis

perusahaan.

d) Meminta penjelasan dari Direktur mengenai perkembangan kinerja perusahaan pada setiap periode triwulan.

2. Direktur

a) Memimpin dan mengendalikan semua kegiatan perusahaan. b) Merencanakan dan menyusun program kerja perusahaan. c) Mengkoordinasikan dan mengendalikan kegiatan-kegiatan di

bidang administrasi, keuangan.

d) Menyampaikan laporan berkala mengenai seluruh kegiatan termasuk neraca dan perhitungan laba/rugi kepada komisaris.


(18)

3. General Manager

a) Menyusun anggaran sesuai rencana kerja dan melakukan kontrol atas penggunaan anggaran agar dilakukan dengan efisien.

b) Mengkoordinasikan pengembangan struktur organisasi yg efektif , analisa kompetensi dan pengembangan manajemen.

c) Sebagai konsultan dalam pengembangan rencana usaha perusahaan.

d) Memastikan kebijakan perusahaan dilaksanakan dengan konsisten. e) Mengkoordinir pelaksanaan event-event perusahaan.

f) Tanggung jawab administratif dalam hal pelaksanaan dan evaluasi kompensasi dan tunjangan, pengadaan karyawan, dan data

karyawan.

g) Membuat dan mengevaluasi peraturan perusahaan.

h) Melakukan koordinasi dengan bagian pembelian atas kebutuhan kantor dan operasional perusahaan.

4. Project Manager

a) Melakukan perencanaan pekerjaan, estimasi biaya, serta analisis financial dan risiko dari proyek.

b) Melakukan penjadwalan, pembelian, pengadaan dan mobilisasi semua sumber daya yang diperlukan untuk memulai dan mempertahankan pekerjaan konstruksi.

c) Memantau status dan kemajuan proyek, persiapan laporan kemajuan.

d) Membuat laporan pelaksanaan proyek untuk diserahkan kepada direktur.

5. Administrasi

a) Melakukan koordinasi dan operasional umum perusahaan.

b) Menjamin audit dan dokumentasi pekerjaan tersimpan dengan baik sesuai prosedur.


(19)

d) Menjaga agar seluruh dokumen (baik electronic maupun hardcopy)tertata sesuai kronologis, sesuai tanggal.

e) Mencatat dan menyimpan pesan-pesan penting dari sms/telepon dan menyampaikannya kepada General Manager.

f) Menyampaikan seluruh dokumen penting (baik electronic maupun hardcopy) kepada General Manager.

g) Mengawasi kinerja staf penunjang lain (driver dan office boy). h) Manajemen tata usaha, menjaga lingkungan kantor untuk tertib

administrasi.

i) Menjaga agar General Manager menandatangani dokumen penting (baik electronic maupun hardcopy).

j) Petty cash.

k) Menjalankan kewajiban tambahan lain sesuai kebutuhan dari waktu ke waktu.

l) Memeriksa dan membuat copy seluruh dokumen yang keluar/masuk (fax, surat, gambar, dll).

m) Menandai dan mendeskripsikan materi terkait sebelum menyimpannya dalam filling.

n) Menjaga detil informasi penyimpanan dan dan bukti peminjaman dokumen.

o) Membantu koordinasi proyek tertutup/ terbatas dalam hal pengarsipan.

p) Mempersiapkan pemondokan untuk tim. q) Membeli peralatan kantor.

r) Mempersiapkan administrasi personil. s) Mengatur mobilisasi personil.

t) Membuat inventrarisir keperluan kantor. u) Merinci pengeluaran dana.

v) Mempersiapkan kontrak kerja personil. w) Melakukan pekerjaan administrasi kantor.


(20)

x) Merekam semua pengeluaran harian. y) Menyelesaikan perlengkapan administrasi. z) Meyelesaikan perlengkapan dokumen proyek. 6. Keuangan

a) Mengendalikan kegiatan-kegiatan Bidang Keuangan.

b) Mengendalikan program dan pendapatan pengeluaran keuangan. c) Melaksanakan urusan perbendaharaan dan tata usaha keuangan. d) Melaksanakan urusan pembukuan, perhitungan dan laporan

keuangan.

e) Melakukan pembelian kebutuhan kantor dan operasional perusahaan.

7. Logistic

a) Melakukan pemesanan (order) barang/ material yang dibutuhkan dalam pengerjaan proyek.

b) Melakukan pembelian barang/ material yang dibutuhkan dalam pengerjaan proyek.

c) Mengurus perbekalan material dan peralatan teknik.

d) Membuat laporan pembelian material dan melaporkannya kepada General Manager.

Divisi Sitac

Divisi sitac mempunyai tugas – tugas sbb:

1) Melakukan akuisisi/ pembebasan lahan yang akan didirikan tower BTS. 2) Melakukan survey lokasi pendirian tower BTS.

3) Mencari kandidat baru untuk menggantikan lahan yang akan di relokasi hingga lahan tersebut mendapat status NTP (Notice to Proceed).

4) Membuat kontrak atau perpanjangan kontrak sewa lahan dengan pemilik lahan (landlord).


(21)

5) Melakukan pengurusan IMB untuk tower BTS yang akan didirikan kepada Dinas Tata Kota setempat, serta melakukan pengurusan Rekomendasi Ketinggian Tower pada Kantor Administrator Bandara.

6) Melakukan pengurusan izin warga, surat keterangan bebas sengketa, surat persetujuan akses jalan dan surat lain yang mendukung pelaksanaan kontrak sewa lahan untuk mendirikan tower BTS.

7) Mengurus uang kompensasi warga tempat akan didirikannya menara tower.

8) Memastikan bahwa akuisisi lahan telah berjalan hingga kemudian lahan tersebut mendapat status RFC (Ready for Construction).

8. Sitac Manager

a) Memastikan bahwa akuisisi/ pembebasan lahan tempat akan didirikannya tower BTS telah berjalan dengan baik.

b) Melakukan pengawasan dan koordinasi dengan Sitac Coordinator terhadap pelaksanaan akuisisi lahan.

c) Membuat laporan kepada General Manager mengenai pelaksanaan akuisisi lahan yang telah berjalan untuk kemudian memulai

pekerjaan sipil (Civil Works).

d) Membuat susunan personil, rencana kerja tim supervisi. e) Membahas masalah usulan personil, program kerja dengan

direktur.

f) Orientasi lapangan dengan peninjauan ke lokasi pekerjaan. g) Pengarahan kepada personil mengenai pekerjaan identifikasi. h) Meninjau dan mengidentifikasi lokasi.

i) Konsultasi dengan tim teknis. j) Mengkoordinir tim konsultan. 9. Sitac Coordinator

a) Melakukan koordinasi dengan Sitac Staff mengenai pelaksanaan akuisisi/ pembebasan lahan.


(22)

b) Menetapkan bahwa akuisisi lahan telah berjalan dengan baik yang telah memenuhi persyaratan legal.

c) Mencari lokasi, melakukan diskusi dan negoisasi untuk

mendapatkan izin pendirian tower diatas lahan yang akan disewa. d) Menyiapkan dan melakukan update data proyek terhadap

pelaksanaan akuisisi lahan.

e) Merekomendasikan pelaksanaan CME (Civil Mechanical Electrical) dan pekerjaan instalasi radio terhadap lahan yang akuisisinya telah berjalan sesuai persyaratan legal.

10. Sitac Staff

a) Mencari kordinat lokasi yang akan didirikan tower BTS. b) Melakukan pengurusan izin warga, surat keterangan bebas

sengketa, surat keterangan akses jalan dan surat pendukung lain sebelum dimulainya pekerjaan sipil.

c) Melakukan kontrak/perpanjangan kontrak sewa lahan tempat didirikannya tower BTS dengan pemilik lahan (Landlord). d) Mengurus IMB kepada Dinas Tata Kota setempat serta

Rekomendasi Ketinggian Tower pada kantor Administrator Bandara.

e) Mengurus segala macam keluhan warga yang mungkin timbul di lokasi sekitar pendirian tower.

f) Mengurus uang kompensasi warga dsb.

g) Melakukan koordinasi dengan Sitac Coordinator mengenai pelaksanaan akuisisi lahan.

Divisi CME (Civil Mechanical Electrical) Divisi CME mempunyai tugas-tugas sbb : 1) Melakukan pembersihan lahan.

2) Melakukan penggalian pondasi. 3) Melakukan ereksi tower


(23)

4) Menanam grounding (anti petir) 5) Memasang lampu di tower 11. Drafter

a) Menyiapkan perlengkapan data lapangan. b) Mempelajari gambar shop drawing. c) Mempelajari gambar konstruksi.

d) Orientasi lapangan dengan mengikuti survey lokasi pekerjaan. e) Pengarahan tentang karakteristik tower, foto visual.

f) Mengedit foto-foto hasil peninjauan awal.

g) Membantu penggambaran sketsa pekerjaan di lapangan. h) Membantu pembuatan gambar peta lokasi pekerjaan. i) Membantu pembuatan sketsa tower.

j) Membantu pembuatan revisi penggambaran sketsa lokasi proyek. k) Membantu pembuatan sketsa simbol pengukuran.

l) Membantu pengeditan sketsa jalur pengukuran di lapangan. m) Membantu penggambaran sketsa lokasi proyek.

n) Membantu penggambaran sketsa tower sesuai dengan berita. o) Melakukan revisi sketsa simbol pengukuran.

p) Melakukan penggambaran peta lokasi tower. q) Melakukan revisi penggambaran peta lokasi tower. 12. Office Boy

a) Mengurus rumah tangga kantor dan alat tulis kantor. b) Membantu kelancaran operasional proyek.

c) Membantu tim konsultan sebagai operasional proyek. d) Pengarahan dari administrasi.

e) Membantu Sitac Manager dalam meninjau ke lokasi pekerjaan. f) Merawat gedung kantor.


(24)

D. Pengalaman Kerja PT. Multi Kontruksi Tower Indonesia (PT. MUKTI)

Berikut ini adalah beberapa data pengalaman pekerjaan PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia (PT. MUKTI) :

Nomor Site Nama Site ID Site

009773-SUM-NSM-0041-H-P-Excel-Colo Jamin Ginting-Rambung Baru

SUM-NSM-0041-H-P

009774-SUM-NSM-0099-H-P-Excel-Colo Siharang Karang-Hutaim Baru

SUM-NSM-0099-H-P

009775-SUM-NSM-0173-H-P-Excel-Colo Sampun-Tigapanah

SUM-NSM-0173-H-P

010407-SUM-NSM-0122-H-P-Excel-Colo Siantar Kabanjahe-Janggir

SUM-NSM-0122-H-P

010408-SUM-NSM-0128-H-P-Excel-Colo Kampung Baru-Pangkalan Batu

SUM-NSM-0128-H-P

010409-SUM-NSM-0135-H-P-Excel-Colo Bay Pass-Baruas

SUM-NSM-0135-H-P

010410-SUM-NSM-0169-H-P-Excel-Colo Ajijahe-Karo

SUM-NSM-0169-H-P

010411-SUM-NSM-0194-H-P-Excel-Colo Lintas Sumatera-Aek Kuasan

SUM-NSM-0194-H-P

010412-SUM-NSM-0221-H-P-Excel-Colo Relmuntik-Sidomukti

SUM-NSM-0221-H-P

010413-SUM-NSM-0010-H-P-Excel-Colo Suasa Utara-Mabar Hilir

SUM-NSM-0010-H-P

010414-SUM-NSM-0225-H-P-Excel-Colo Gatot Subroto-Kedai Ledang

SUM-NSM-0225-H-P

010415-SUM-NSM-0008-F-P-Excel-Colo Sidorejo Hilir

SUM-NSM-0008-F-P

010416-SUM-NSM-0011-F-P-Excel-Colo Titi Kuning

SUM-NSM-0011-F-P

010417-SUM-NSM-0013-F-P-Excel-Colo Sri Gunting

SUM-NSM-0013-F-P

011497-SUM-NSM-0217-H-P-Excel-Colo Tomok-Pangururan

SUM-NSM-0217-H-P


(25)

007478-SUM-NSM-0010-F-P-NTS-Colo Sunggal

SUM-NSM-0010-F-P

007477-SUM-NSM-0011-F-P-NTS-Colo Titi Kuning

SUM-NSM-0011-F-P

007476-SUM-NSM-0008-F-P-NTS-Colo Sidorejo Hilir

SUM-NSM-0008-F-P

007475-SUM-NSM-0025-M-B-NTS-Colo Rantauprapat

SUM-NSM-0025-M-B

007474-SUM-NSM-0009-M-B-NTS-Colo Kampung Pajak

SUM-NSM-0009-M-B

007473-SUM-NSM-0014-M-B-NTS-Colo Diski

SUM-NSM-0014-M-B

007472-SUM-NSM-0003-M-B-NTS-Colo Binjai

SUM-NSM-0003-M-B

007471-SUM-NSM-0014-F-P-NTS-Colo Tanjung Gading

SUM-NSM-0014-F-P

008384-KAL-SKL-0039-H-B-Hutch-BTS Pelabuhan KAL-SKL-0039-H-B

008772-KAL-SKL-0052-H-B-Hutch-BTS Belitung Utara KAL-SKL-0052-H-B

007487-KAL-SKL-0120-H-B-Hutch-BTS South Kalimantan KAL-SKL-0120-H-B

007488-KAL-SKL-0128-H-B-Hutch-BTS South Kalimantan KAL-SKL-0128-H-B

007490-KAL-SKL-0139-H-B-Hutch-BTS South Kalimantan KAL-SKL-0139-H-B

007489-KAL-SKL-0133-H-B-Hutch-BTS South Kalimantan KAL-SKL-0133-H-B

007488-KAL-SKL-0128-H-B-Hutch-BTS South Kalimantan KAL-SKL-0128-H-B

007487-KAL-SKL-0120-H-B-Hutch-BTS South Kalimantan KAL-SKL-0120-H-B

007486-KAL-SKL-0113-H-B-Hutch-BTS South Kalimantan KAL-SKL-0113-H-B


(26)

006341-KAL-SKL-0052-H-B-Hutch-BTS(R-1) Belitung Utara KAL-SKL-0052-H-B

006340-KAL-SKL-0046-H-B-Hutch-BTS(R-1) Pelambuan KAL-SKL-0046-H-B

006339-KAL-SKL-0043-H-B-Hutch-BTS(R-1)

Komplek Mulyawarman Teluk

Dlm KAL-SKL-0043-H-B

006338-KAL-SKL-0039-H-B-Hutch-BTS(R-1) Pelabuhan KAL-SKL-0039-H-B

006337-KAL-SKL-0033-H-B-Hutch-BTS(R-1) Pelabuhan Trisakti KAL-SKL-0033-H-B

006336-KAL-SKL-0031-H-B-Hutch-BTS(R-1) Mantuil KAL-SKL-0031-H-B

008242-KAL-SKL-0025-H-B-Hutch-BTS(R-1) Pengembangan KAL-SKL-0025-H-B

008241-KAL-SKL-0016-H-B-Hutch-BTS(R-1) Pemurus Luar 2 KAL-SKL-0016-H-B

008240-KAL-SKL-0065-H-B-Hutch-BTS(R-1) Sungai Miai KAL-SKL-0065-H-B

008240-KAL-SKL-0065-H-B-Hutch-BTS(R-1) Sungai Miai KAL-SKL-0065-H-B

008241-KAL-SKL-0016-H-B-Hutch-BTS(R-1) Pemurus Luar 2 KAL-SKL-0016-H-B

008242-KAL-SKL-0025-H-B-Hutch-BTS Pengembangan KAL-SKL-0025-H-B


(27)

BAB III

GAMBARAN DATA PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

A. Pajak Penghasilan Pasal 23 1. Pengertian Pajak

Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus-menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materil maupu n spiritual. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan.

Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara dalam pembiayaan pembangunan yaitu menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama.

Peraturan perundang-undangan perpajakan terus disempurnakan seiring dengan perkembangan ekonomi maupun sosial. Perubahan selalu dibuat untuk menyesuaikan kondisi yang ada. Pemerintah berupaya untuk membuat Peraturan Perpajakan sedemikian rupa sehingga diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak. Upaya pemerintah tersebut seiring dengan semakin dominannya penerimaan dari sektor pajak negara kita beberapa tahun tarakhir ini. Hal ini dilakukan mengingat sumber penerimaan migas tidak dapat diandalkan lagi karena jumlahnya semakin menepis dan tidak dapat diperbaharui.

Bab ini banyak membahas tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang berlaku di Indonseia, yang didalamnya tertuang ketentuan yang menjunjung tinggi hubungan warga negara dan menempatkan kewajiban perpajakan sebagai kewajiban kenegaraan dan merupakan sarana peran serta rakyat dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional.


(28)

Apabila membahas pengertian pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh: a. Prof. DR. Rochmat Soemitro , S.H :

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang ( yang dapat dipaksakan ) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.” (Siti Resmi : 2007, 1)

b. Prof. Dr. P.J.A. Adriani :

“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan.” (R. Santoso Brotodihardjo : 2003, 2)

c. S.I. Djajadiningrat :

“Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan secara umum.” (Siti Resmi : 2007, 1)

d. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan :

“ Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara memakmurkan rakyat.”

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa cirri-ciri yang melekat pada pengertian pajak adalah pajak dipungut berdasarkan atau dengan


(29)

kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan, dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah, pajak yang dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, digunakan untuk membiayai public investment.

Ciri dan corak tersendiri dari sistem pemungutan pajak adalah :

a. Bahwa pemungutan pajak adalah merupakan perwujudan dari pengabdian dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional.

b. Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pemungutan pajak sebagai pencerminan kewajiban dibidang perpajakan berada pada anggota masyarakat Wajib Pajak sendiri. Pemerintah dalam hal ini aparatur, perpajakan, sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan, pelayanan, dan pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. c. Anggota masyarakat Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk dapat

melaksanakan kegotongroyongan nasional melalui sistem menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terutang (self assessment), sehingga melalui sistem ini administrasi perpajakan diharapkan dapat dilaksanakan dengan rapi, terkendali, sederhana dan mudah untuk dipahami oleh anggota masyarakat Wajib Pajak.

Sistem pemunguan pajak tersebut mempunyai arti bahwa penentuan besarnya pajak yang terutang dipercayakan kepada Wajib Pajak sendiri dan melaporkan secara teratur jumlah pajak yang terutang dan yang telah dibayar sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Dalam ketentuan ini digariskan bahwa administrasi perpajakan berperan aktif dalam malaksanakan tugas-tugas pembinaan, pelayanan, pengawasan, dan penerapan sanksi sesuai dengan peratuaran perundang-undangan perpajakan


(30)

bagi yang melanggarnya. Pembinaan masyarakat Wajib Pajak dapat dilakukan melalui berbagasi upaya antara lain pemberian penyuluhan pengetahuan perpajakan, baik malalui media massa maupun penerangan langsung kepada masyarakat.

Dengan berpengang teguh pada prinsip kepastian hukum, keadilan, dan kesederhanaan, maka arah dan tujuan penyempurnaan hendaknya mengacu pada kebijaksanaan pokok sebagai berikut:

a. Menuju kemandirian bangsa dalam pembiayaan negara dan pembiayaan pembangunan yang sumber utamanya berasal dari penerimaan pajak.

b. Menunjang usaha pembangunan secara merata, mendorong investasi secara merata diseluruh wilayah Republik Indonesia, terutama untuk mendorong pembangunan didaerah terpencil yang selama ini dirasakan terbelakang atau terlambat perkembangannya, baik dalam rangka pemerataan pembangunan dan pendayagunaan sumber daya alam maupun dalam rangka peningkatan penerimaan pajak dalam jangka panjang.

c. Menunjang usaha meningkatkan keadilan partisipasi masyarakat dalam pembiayaan pembangunan sesuai dengan kemampuannya.

d. Menujang usaha terciptanya aparat perpajakan yang makin mampu dan bersih, peningkatan pelayanan kepada Wajib Pajak termasuk penyederhanaan dan kemudahan prosedur dalam pemenuhan kewajiban perpajakan, peningkatan pengawasan atas pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakan tersebut, serta peningkatan penegakan pelaksanaan ketentuan hukum yang berlaku.

Pajak mempunyai fungsi sebagai :

a. Fungsi Budgetair, artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya memasukan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara.


(31)

b. Fungsi Reguler, artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu diluar bidang keuangan.

Terdapat berbagai jenis pajak, yang dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu pengelompokan menurut golongan, menurut sifat, dan menurut lembaga pemungutnya.

a. Menurut golongan, pajak dikelompokan menjadi dua yaitu :

1. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan pada orang lain atau pihak lain. Pajak harus menjadi beban Wajib Pajak yang bersangkutan.

Contoh: Pajak Penghasilan (PPh)

2. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan pada orang lain. Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa, atau perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan barang atau jasa. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Untuk menentukan apakah sesuatu termasuk pajak langsung atau pajak tidak langsung dalam arti ekonomis, yaitu dengan cara melihat ketiga unsur yang terdapat dalam kewajiban pemenuhan perpajakannya. Ketiga unsur tersebut terdiri atas :

1) Penanggungjawab pajak, adalah orang yang secara formal diharuskan melunasi pajak.

2) Penanggung pajak, adalah orang yang dalam faktanya memikul terlebih dahulu beban pajaknya.

3) Pemikul pajak, adalah orang yang menurut undang-undang harus dibebani pajak.

Jika ketiga unsur tersebut ditemukan pada seseorang maka pajaknya disebut pajak langsung, sedngkan jika ketiga unsur tersebut terpisah atau


(32)

terdapat pada lebih dari satu orang maka pajaknya disebut pajak tidak langsung.

b. Menurut sifat, pajak dikelompokan menjadi dua yaitu :

1. Pajak subjektif, yaitu pajak yang pengenaannya memperhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subjeknya.

Contoh : Pajak Penghasilan (PPh)

2. Pajak objektif, yaitu pajak yang pengenaannya memperhatikan objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak maupun tempat tinggal. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

c. Menurut lembaga pemungut, pajak dikelompokkan menjadi dua yaitu : 1. Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya. Contoh : Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Mewah ( PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

2. Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah tingkat I (Pajak Provinsi) maupun daerah tingkat II (Pajak Kabupaten/ Kota) dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing.

Contoh : Pajak provinsi meliputi Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. Pajak Kabupaten/ Kota meliputi Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Parkir, Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C dan Pajak Reklame. Dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan, yaitu :

1. Official Assessment System, yaitu sistem pemungutan pajak yang


(33)

jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada di tangan aparatur perpajakan. Dengan demikian, berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada aparatur perpajakan (peranan dominan ada pada aparatur perpajakan).

2. Self Assessment System, yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang Wajib Pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada ditangan Wajib Pajak. Wajib Pajak dianggap mampu menghitung pajak, mampu memahami undang-undang perpajakan yang berlaku, dan mempunyai kejujuran yang tinggi, serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak. Oleh karena itu, Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk :

a) menghitung sendiri pajak yang terutang b) memperhitungkan sendiri pajak yang terutang c) memperhitungkan sendiri pajak yang terutang d) membayar sendiri jumlah pajak yang terutang e) melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang f) mempertanggungjawabkan pajak yang terutang

Dengan demikian, berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada Wajib Pajak sendiri (peranan dominan ada pada Wajib Pajak).

3. With Holding System, yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Penunjukan pihak ketiga ini dilakukan sesuai dengan peratuaran perundang-undangan perpajakan, Keputusan Presiden, dan peraturan lainnya untuk


(34)

memotong dan memungut pajak, menyetor, dan mempertanggungjawabkan melalui sarana perpajakan yang tersedia. Berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada pihak ketiga yang ditunjuk.

2. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 23

Pajak penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak. Maka, pengertian dari Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang diterima (orang pribadi maupun badan) dan bentuk usaha tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21, sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) huruf e, yaitu penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri orang pribadi yang berasal dari penyelengara kegiatan sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 ini dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.

B. Dasar Hukum Pajak Penghasilan Pasal 23

Setiap pemungutan atau pemotongan yang dilakukan oleh negara tentunya harus mempunyai dasar hukum, begitu juga dengan pemungutan pajak.

Dasar hukum Pajak penghasilan Pasal 23 antara lain adalah sebagai berikut :

a. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 23 A, yang menyatakan bahwa : “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang .”

b. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 sebagaimana terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.


(35)

c. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 sebagaimana terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tantang Pajak Penghasilan.

d. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi yang menyatakan bahwa agar kondisi Usaha Jasa Konstruksi dapat berkembang sesuai dengan perkembangan ekonomi, perlu diberikan perlakuan tersendiri terhadap pengenaan pajak ata penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi yaitu dengan dikenakannya pajak yang bersifat final. Perlakuan tersendiri tersebut dimaksudkan untuk memberikan kemudahan dan kesederhanaan dalam menghitung pengenaan Pajak Penghasilan sehingga tidak menambah beban administrasi Wajib Pajak maupun Direktorat Jenderal Pajak, serta untuk lebih memberikan kepastian hukum bagi Wajib Pajak yang bergerak dibidang Usaha Jasa Kontruksi dalam memenuhi kewajiban perpajakan.

C. Subjek Dan Objek Pajak Penghasilan Pasal 23 1. Subjek Pajak

Subjek Pajak Penghasilan adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan pajak Pajak Penghasilan secara Orang Pribadi atau Badan yang berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Subjek Pajak akan dikenakan Pajak Penghasilan apabila menerima atau memperoleh penghasilan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Subjek Pajak harus memenuhi kewajiban pajak secara objektif maupun secara subjektif.

Kewajiban pajak secara objektif yaitu persyaratan bagi Subjek Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan atau pemungutan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Sedangkan kewajiban pajak secara subjektif


(36)

yaitu persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai Subjek Pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Jika Subjek Pajak telah memenuhi kewajiban pajak secara objektif maupun secara subjektif, maka Subjek Pajak tersebut dapat disebut sebagai Wajib Pajak. Wajib Pajak adalah Orang Pribadi atau Badan meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah :

1. Badan Pemerintah, yaitu : sekumpulan atau sekelompok orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan seperti :

a. BUMN (Badan Usaha Milik Negara) misalnya :

- PT. PERTAMINA (Pertambangan Minyak Negara) - PT. PLN (Perusahaan Listrik Negara)

- PTPN (PT. Perkebunan Nusantara)

b. BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) misalnya : - PT. Perkebunan Daerah Sumatera Utara

2. Wajib Pajak badan dalam negeri, yaitu badan yang meliputi pembayar pajak, pemotongan pajak, dan pemungut pajak yang bertempat tinggal dan menetap di Indonesia yang mempunyai hak dan kewajiban dalam perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan.

3. Penyelengara Kegiatan

4. Bentuk Usaha Tetap (BUT), yaitu : dipergunakan oleh orang pribadi atau badan yang menetap diluar negeri yang menjalankan usaha di Indonesia dapat berupa cabang, perwakilan, gedung, tambang, pemberian jasa, pertanian, perkebunan, perikanan, pabrik dan lain – lain.


(37)

6. Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri tertentu yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak), sebagai pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23, yaitu :

a. Akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT), kecuali Camat, pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas.

b. Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan atas pembayaran berupa sewa.

Penerima penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah Wajib Pajak dalam negeri yang meliputi Orang Pribadi atau badan dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menerima penghasilan dari usaha dibidang jasa konstruksi.

2. Objek Pajak Penghasilan Pasal 23

Pihak yang menjadi Objek Pajak Penghasilan adalah penghasilan. Penghasilan yang dimaksud dalam perpajakan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai sebagai konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Pengertian penghasilan tersebut mempunyai arti bahwa pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari manapun yang dapat digunakan untuk menambah konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut.

Objek Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah jenis penghasilan yang dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23, antara lain :

1. Deviden, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g, undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008, yaitu bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh anggota koperasi.


(38)

2. Bunga , sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f, undang -undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 yaitu termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang. 3. Royalti, yaitu imbalan atas penggunaan hak atas harta tak berwujud,

misalnya: hak pengarang, hak paten, merek dagang dan sebagainya , maupun penggunaan hak atas harta berwujud , misalnya: alat industri, komersial dan ilmu pengetahuan yang mempunyai nilai intelektual misalnya peralatan-peralatan yang digunakan di beberapa industri seperti pengeboran minyak dan sebagainya.

4. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 ayat (1) huruf e, yaitu penghasilan yang diterima ata diperoleh Wajib Pajak dalam negeri orang pribadi yang berasal dari penyelenggara kegiatan sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan.

5. Sewa dan penghasilan lain sehubungan penggunaan harta kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), yaitu

6. Imbalan sehubungan dengan Jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008.

D. Tarif Dan Tata Cara Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 1. Tarif Pajak Penghasilan Pasal 23

NO. Jenis Penghasilan Tarif PPh 23 (%)

(1) (2) (3)

1. Dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh


(39)

2. Bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f UU PPh;

15% dari jumlah bruto

3. Royalti 15% dari jumlah bruto

4. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong PPh 21

15% dari jumlah bruto

5. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan

penggunaan harta yang telah dikenai PPh Final pasal 4 (2)

2 % dari jumlah bruto tidak termasuk PPN

6. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi , jasa konsultan

2% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN

7. Jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan

PMK-244/PMK.03/2008

a. Jasa penilai (appraisal);

b. Jasa aktuaris;

c. Jasa akuntansi, pembukuan, dan asestasi laporan keuangan;

d. Jasa perancang (design);

e. Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap;

f. Jasa penunjang di bidang penambangan migas;

g. Jasa penambangan dan jasa

2% dari Jumlah bruto tidak termasuk PPN


(40)

penunjang di bidang penambangan selain migas;

h. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;

i. Jasa penebangan hutan;

j. Jasa pengolahan limbah;

k. Jasa penyedia tenaga kerja (outsourcing services);

l. Jasa perantara dan/atau keagenan;

m. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek;

n. Jasa custodian /penyimpanan /penitipan;

o. Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;

p. Jasa mixing film;

q. Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan;

r. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;


(41)

perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, perawatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV Kable, alat transportasi/kendaraan dan/atau bangunan selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;

t. Jasa maklon; yaitu jasa pemberian jasa dalam rangka proses

penyelesaian suatu barang tertentu yang proses pengerjaannya

dilakukan oleh pihak pemberi jasa (disubkontrakkan), yang

spesifikasi, bahan baku dan atau barang setengah jadi dan atau bahan penolong/pembantu yang akan diproses sebagian atau seluruhnya disediakan oleh pengguna jasa, dan kepemilikan atas barang jadi berada pada pengguna jasa;

u. Jasa penyelidikan dan keamanan;

v. Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer; yaitu kegiatan usaha yang dilakukan oleh pengusaha jasa penyelenggara


(42)

kegiatan meliputi antara lain penyelenggaraan pameran,

konvensi, pagelaran musik, pesta, seminar, peluncuran produk, konferensi pers, dan kegiatan lain yang memanfaatkan jasa

penyelenggara kegiatan;

w. Jasa pengepakan;

x. Jasa penyediaan tempat dan / atau waktu dalam media masa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi;

y. Jasa pembasmian hama;

z. Jasa kebersihan atau cleaning service;

aa. Jasa catering atau tata boga.

2. Tata Cara Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23

Tata cara pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 yaitu, bila pengguna jasa adalah badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, Bentuk Usaha Tetap (BUT) atau Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri yang ditunjuk oleh Direktur Jendral Pajak (Dirjen Pajak), dipotong oleh pengguna jasa pada saat pembayaran.

Bila pengguna jasa adalah selain yang tersebut diatas, maka Pajak Penghasilan Pasal 23 disetor sendiri oleh penerima penghasilan pada saat pembayaran.


(43)

E. Pengertian Usaha Jasa Konstruksi 1. Pengertian Usaha Jasa Konstruksi

Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 diterbitkan pada tanggal 20 Juli Tahun 2008 dalam rangka menyederhanakan pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 atas penghasilan dari usaha jasa kontruksi dan memberikan kemudahan serta mengurangi beban administrasi bagi wajib pajak.

Berikut ini adalah beberapa istilah yang terdapat pada Peraturan Pemerintah tersebut diatas .

a. Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konsultasi.

b. Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, makanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.

c. Perencanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional dibidang perencanaan jasa konstruksi yamg mampu mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain.

d. Pelaksanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional dibidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan kegiatan untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk didalam pekerjaan konstruksi.

e. Pengawasan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional dibidang


(44)

pengawasan jasa konstruksi, yang mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai selesai diserahterimakan.

f. Pengguna Jasa adalah orang pribadi atau badan termasuk bentuk usaha tetap yang memerlukan layanan jasa konstruksi.

g. Penyedia Jasa adalah orang pribadi atau badan termasuk bentuk usaha tetap yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi baik sebagai perencana konstruksi, pelaksana konstruksi dan pengawas konstruksi maupun sub-subnya.

h. Nilai Kontrak Jasa Konstruksi adalah nilai yang tercantum dalam sat kontrak jasa konstruksi secara keseluruhan.

2. Tarif Pajak Penghasilan Pasal 23 atas Imbalan Jasa Konstruksi No. Jenis Jasa Konstruksi Tarif PPh Pasal 23 1. Jasa Perencanaan Konstruksi 4% dari jumlah

bruto tidak termasuk PPN 2. Jasa Pengawasan Konstruksi 4% dari jumlah

bruto tidak termasuk PPN 3. Jasa Pelaksanaan Konstruksi, termasuk :

- Jasa perawatan/ pemeliharaan/ perbaikan bangunan;

- Jasa instalasi/ pemasangan mesin/ listrik/ telepon/ air/ gas/ AC/ TV kabel.

2% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN

Tarif tersebut diatas akan dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas Imbalan Jasa Konstruksi sepanjang jasa tersebut dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkup pekerjaannya dibidang konstruksi dan mempunyai izin/ sertifikat sebagai pengusaha konstruksi.


(45)

3. Contoh Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas Imbalan Jasa Konstruksi

PT. A melakukan pembangunan gedung dengan nilai proyek Rp500.000.000,-. Kontraktor yang ditunjuk adalah PT. B, maka Pajak Penghasilan Pasal 23 yang terutang adalah :


(46)

BAB IV

ANALISA DAN EVALUASI DATA

A. Kesesuaian Antara Pemungutan Dan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 Pada PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia (PT. MUKTI) Dengan Peraturan Perundangan-Undangan Perpajakan

1. Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 23 Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 yang sebagaimana telah diubah menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009 Tentang Usaha Jasa Konstruksi, besarnya Pajak Penghasilan yang terutang bersifat final dipungut, dipotong dan disetor sendiri oleh Penyedia Jasa yang bersangkutan. Terhadap kontrak yang ditandatangani sebelum tanggal 1 Agustus 2008, untuk pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak yang dilakukan sampai dengan tanggal 31 Desember 2008, pengenaan Pajak Penghasilan adalah bersifat final bagi Wajib Pajak yang memenuhi kualifikasi sebagai usaha kecil berdasarkan sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang, serta yang mempunyai nilai pengadaan sampai dengan Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Dan jumlah pembayarannya tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai, dikalikan tarif Pajak Penghasilan. Jumlah pembayaran merupakan bagian dari Nilai Kontrak Jasa Konstruksi. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemungutan, pemotongan, penyetoran, pelaporan, dan penatausahaan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 2. Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 23 pada PT.

Multi Konstruksi Tower Indonesia (PT. MUKTI)

PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia (PT. MUKTI) memberikan kepada penulis data yang kontraknya ditandatangani sebelum tanggal 1 Agustus 2008, untuk pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak yang dilakukan sampai


(47)

dengan tanggal 31 Desember 2008, maka PT. MUKTI dikenakan tarif Pajak Penghasilan Pasal 23 yang bersifat final atas Imbalan Jasa Konstruksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Karena PT. MUKTI merupakan perusahaan yang berkualifikasi sebagai usaha kecil berdasarkan sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang, serta yang mempunyai nilai pengadaan sampai dengan Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pajak Penghasilan Pasal 23 dipungut, dipotong, dan disetor sendiri oleh Penyedia Jasa, dalam hal ini Penyedia Jasa adalah PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (PT. PROTELINDO) yang telah menunjuk PT. MUKTI sebagai Sub Contractor.

Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pemungutan dan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas Imbalan Jasa Konstruksi antara PT. MUKTI dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku telah sesuai. Dengan kata lain, PT. MUKTI tidak melanggar peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

B. PROSEDUR PT. MULTI KONSTRUKSI TOWER INDONESIA (PT.MUKTI) MENDAPATKAN PROYEK

Prosedur mendapatkan proyek adalah dilakukan dengan tanpa melalui proses tender seperti mendapatkan proyek pada umumnya, akan tetapi melalui penawaran secara informal atau lisan oleh salah seorang staf di PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (PT. PROTELINDO) sebagai salah satu Tower Provider terbesar di Indonesia kepada Direktur PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia (PT. MUKTI). Apabila harga proyek disepakati antara PT. PROTELINDO dan PT. MUKTI maka PT. PROTELINDO akan mengeluarkan Purchase Order (PO) yang berisi mengenai rincian pekerjaan dan harganya. Untuk mendukung keluarnya Purchase Order (PO) dari PT. PROTELINDO, maka PT. MUKTI harus mempersiapkan dan melengkapi Surat Keterangan Perusahaan yang berisi mengenai data perusahaan berupa :


(48)

b. Akte Pendirian Perusahaan c. Tanda Daftar Perusahaan (TDP)

d. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Perusahaan e. Kartu Tanda Penduduk (KTP) Direktur

f. Profil Perusahaan

g. Daftar Pengurus Perusahaan dan Komisaris h. Susunan Kepemilikan Saham

i. Surat Pernyataan bahwa data yang disampaikan adalah benar.

Tenant (Indosat, Telkomsel, Excelcomindo) melakukan tender pembangunan menara BTS yang diikuti oleh banyak Perusahaan Tower Provider besar yang ada di indonesia. Setelah melalui proses tender didapatlah pemenang tender yaitu PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (PT. PROTELINDO) sebagai salah satu Perusahaan Tower Provider terbesar di Indonesia.

Setelah PT. PROTELINDO memenangkan sejumalah proyek kemudian PT. PROTELINDO menunjuk perusahaan sebagai Sub Contractor untuk melakukan pekerjaan pembangunan menara BTS yaitu PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia.

Setelah PT. PROTELINDO mengeluarkan Purchase Order (PO) kepada PT. MUKTI yang berisi deskripsi pekeerjaan dan nilai proyek, maka PT. MUKTI mulai melakukan pekerjaan pembangunan menara BTS. Dimulai dari pekerjaan Pra Sitac. Pra Sitac yaitu mencari lahan dan titik koordinat (latitude and longitude) yang sesuai untuk didirikan menara BTS diatasnya. Setelah koordinat yang tepat didapat maka PT. MUKTI melakukan koordinasi dari PT. PROTELINDO untuk mendapat persetujuan (Approval). Apabila PT. PROTELINDO setuju maka keluarlah NTP (Notice to Proceed) yaitu pemberitahuan untuk diteruskan. NTP keluar maka dimulailah pekerjaan Sitac. Sitac adalah pekerjaan akuisisi/ pembebasan lahan yang akan didirikan menara BTS. Yaitu mengumpulkan segala kelengkapan dokumen legal sampai ditandatanganinya Perjanjian Kesepakatan Sewa Lahan antara PT.


(49)

PROTELINDO dan pemilik lahan. Selesai pekerjaan sitac maka dimulailah pekerjaan sipil. Pekerjaan sipil dimulai dari pembersihan lahan, penggalian pondasi sampai ereksi (pendirian tower).

Apabila pekerjaan sipil telah selesai sampai tower ereksi, maka kemudian adalah pekerjaan mekanikal elektrikal. Pekerjaan mekanikal elektrikal diantaranya adalah penanaman grounding (anti petir), pemasangan lampu di tower.

Setelah pekerjaan mekanikal elektrikal selesai, maka mulailah pekerjaan instalasi perangkat radio di tower tersebut oleh perusahaan vendor yang telah ditetapkan oleh tenant. Perusahaan vendor dalam hal ini seperti Alcatel Lucent, Samsung, Huawei, Ericcson. Setelah pekerjaan instalasi selesai maka tower dapat berfungsi sebagai salah satu penunjang sarana telekomunikasi.

C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN

ATAU PENURUNAN JUMLAH NILAI PROYEK PADA PT. MULTI KONSTRUKSI TOWER INDONESIA (PT. MUKTI)

Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan jumlah nilai proyek pada PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia (PT. MUKTI) antara lain :

1. Kebutuhan akan sistem telekomunikasi yang semakin meningkat dan berkembang pesat.

2. Penyelesaian pekerjaan yang tepat waktu, yang menyebabkan PT. Multi Konstruksi Indonesia (PT. MUKTI) dipercaya untuk mengerjakan proyek pembanguan tower selanjutnya.

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan jumlah nilai proyek pada PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia (PT. MUKTI) antara lain :

1. Menurunnya jumlah proyek yang ditangani oleh PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia (PT. MUKTI) pada tahun 2009.

2. PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia (PT. MUKTI) lebih banyak menangani proyek yang nilainya lebih kecil sejak tahun 2008.


(50)

3. Persaingan mendapatkan proyek semakin ketat yang menyebabkan perusahaan gagal mendapatkan Purchase Order (PO) untuk membangun menara Base Tranceiver Station (BTS).

4. Adanya peraturan tentang pembangunan tower bersama.

5. Nilai proyek yang kecil tidak sesuai dengan harga material yang semakin tinggi dan meningkat.

6. Tingginya tingkat persaingan antar sesama perusahaan Usaha Jasa Konstruksi yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan dalam menangani proyek dibidang konstruksi.


(51)

D. PROYEK-PROYEK YANG TELAH DIPUNGUT DAN DIPOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 ATAS IMBALAN JASA KONSTRUKSI

Berikut adalah beberapa proyek yang telah di kerjakan oleh PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia (PT. MUKTI) pada tahun 2008 :

Nomor Site Nama Site ID Site Tanggal Nilai Kontrak PPh Pasal 23 PPN

009480-JAW-WJV-0522-H-P-Excel-Colo Kp. Cihideung-Cipelang-Cijeruk JAW-WJV-0522-H-P 9 Oktober 2008 Rp16,442,100.00 Rp328,842.00 Rp1,644,210.00

009479-JAW-WJV-0222-H-P-Excel-Colo Kp. Menan-Sukamaju JAW-WJV-0222-H-P 9 Oktober 2008 Rp13,670,900.00 Rp273,417.00 Rp1,367,090.00

009478-JAW-BTN-0137-H-P-Excel-Colo Kp. Sidamukti-Sidamukti-Sukaresmi JAW-BTN-0137-H-P 9 Oktober 2008 Rp29,694,015.00 Rp593,880.00 Rp2,969,401.00

009477-JAW-WJV-0648-H-P-Excel-Colo Surade-Jampang Tengah JAW-WJV-0648-H-P 9 Oktober 2008 Rp26,270,900.00 Rp525,417.00 Rp2,627,090.00

010763-JAW-BTN-0010-H-P-Excel-Colo Kehakiman JAW-BTN-0010-H-P 9 Oktober 2008 Rp11,499,200.00 Rp229,984.00 Rp1,149,920.00

010764-JAW-BTN-0067-H-P-Excel-Colo Pesantren-Kreo Selatan JAW-BTN-0067-H-P 17 Oktober 2008 Rp16,752,300.00 Rp335,646.00 Rp1,675,230.00

010890-JAW-BTN-0066-H-P-Excel-Colo H. Naba-Karang Timur JAW-BTN-0066-H-P 17 Oktober 2008 Rp27,744,015.00 Rp554,880.00 Rp2,774,401.00

012212-JAW-BTN-0066-H-P-Excel-Colo H. Naba-Karang Timur JAW-BTN-0066-H-P 24 Oktober 2008 Rp4,135,397.00 Rp82,708.00 Rp413,539.00

010764-JAW-BTN-0067-H-P-Excel-Colo(R-1) Pesantren-Kreo Selatan JAW-BTN-0067-H-P 24 Oktober 2008 Rp47,170,525.00 Rp943,411.00 Rp4,717,052.00


(52)

012770 Kp. Gadog-Gadod-Megamendung JAW-WJV-0543-H-P 9 Desember 2008 Rp27,920,500.00 Rp558,410.00 Rp2,792,050.00

012769 Kp. Cihideung-Cipelang-Cijeruk JAW-WJV-0522-H-P 9 Desember 2008 Rp46,240,025.00 Rp924,801.00 Rp4,624,002.00

012768

Kp.

Cukanggaleuh-Jambuluwuk-Ciawi JAW-WJV-0528-H-P 9 Desember 2008 Rp5,946,700.00 Rp118,934.00 Rp594,670.00

012767 Kehakiman JAW-BTN-0010-H-P 9 Desember 2008 Rp38,406,219.00 Rp768,124.00 Rp3,840,621.00

009162-SUM-NSM-0002-B-F-M8-Colo HM. Yamin

SUM-NSM-0002-B-F 9 Desember 2008 Rp885,000.00 Rp17,700.00 Rp88,500.00

397/PO-Can/09/08 HM. Yamin

SUM-NSM-0002-B-F 9 Desember 2008 Rp7,084,190.00 Rp141,684.00 Rp708,419.00

009161-SUM-NSM-0002-B-F-BTel-BTS HM. Yamin

SUM-NSM-0002-B-F 9 Desember 2008 Rp12,707,400.00 Rp254,148.00 Rp1,270,740.00

009950-SUM-NSM-0108-H-P-BTel-Colo Sukamulya-Galang Suka

SUM-NSM-0108-H-P 9 Desember 2008 Rp10,514,600.00 Rp210,292.00 Rp1,051,460.00

009949 Perdagangan 2 (Tanjung Pura)

SUM-NSM-0028-M-B 9 Desember 2008 Rp16,542,300.00 Rp330,846.00 Rp1,654,230.00

009161-SUM-NSM-0002-B-F-BTel-BTS(R-1) HM. Yamin JAW-WJV-0522-H-P

19 Desember

2008 Rp9,113,900.00 Rp182,278.00 Rp911,390.00


(53)

Menghitung jumlah nilai proyek yang telah dikerjakan oleh PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia (PT. MUKTI) yang telah dihitung per proyek adalah :

1. Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 23 atas Imbalan Jasa Konstruksi per proyek adalah :

2% x Nilai Kontrak = 2% x Rp 160.422.100,- = Rp 328.842,-

2. Menghitung Pajak Pertambahan Nilai (PPN) per proyek :

10% x Nilai Kontrak = 10% x Rp 16.442.100,- = Rp 1.644.210,-

Menghitung jumlah nilai proyek yang telah di kerjakan oleh PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia (PT. MUKTI) yang dihitung per satu tahun adalah :

1. Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 23 atas Imbalan Jasa Konstruksi per satu tahun adalah :

Jumlahkan keseluruhan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas Imbalan Jasa Konstruksi per proyek.

2. Menghitung Pajak Pertambahan Nilai (PPN) per satu tahun adalah : 10% x penjumlahan dari keseluruhan Nilai Kontrak per proyek 10% x Rp 396.143.686,- = Rp 39.614.368,-

E. Bentuk Sanksi Yang Pernah Dikenakan Terhadap PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia (Pt.Mukti) Sehubungan Dengan Pajak Penghasilan Pasal 23 Atas Imbalan Jasa Konstruksi

PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia (PT. MUKTI) adalah perusahan dalam bidang konstruksi yang berkualifikasi usaha kecil dan sedang dalam proses menuju kualifikasi usaha menengah. PT. Multi Konstruksi Tower


(54)

Indonesia (PT. MUKTI) juga memiliki staf yang berpengalaman dan professional, sehingga dapat mendukung kemajuan perusahaan.

Dengan adanya staf yang berpengalaman dibidangnya serta kondisi kerja yang profesional, maka PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia (PT. MUKTI) dapat menciptakan suatu kebanggaan sebagai Wajib Pajak yang baik karena belum pernah sekalipun mendapatkan atau dikenakan sanksi atas pelanggaran, ataupun kecurangan sehubungan dengan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas Imbalan Jasa Konstruksi.


(55)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Penulis telah melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) yang dimulai pada tanggal 1 Juni tahun 2010 sampai dengan tanggal 4 Juni tahun 2010. Dari kegiatan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) yang dilaksanakan tersebut memberikan pengalaman yang baru bagi penulis. Penulis dapat merasakan langsung situasi kerja di PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia (PT. MUKTI) yang merupakan bekal bagi penulis dalam menghadapi dunia kerja. Selain itu, penulis juga mendapatkan pengetahuan yang mendalam tentang perpajakan khususnya pada Pajak Penghasilan Pasal 23 atas Imbalan Jasa Konstruksi yang sebelumnya telah diperoleh dipekuliahan. Demikian halnya dengan pengalaman dalam disiplin kerja dan penyesuaian diri dengan pegawai atau karyawan yang lebih senior dan yang jauh lebih berpengalaman di tempat kerja.

Berikut ini adalah beberapa kesimpulan yang penulis dapatkan selama melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) di PT. MULTI Konstruksi Tower Indonesia (PT. MUKTI) dan dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya :

1. Untuk mendapatkan proyek konstruksi, tidak hanya dapat dilakukan dengan cara tender, tetapi juga dapat dilakukan dengan cara penawaran secara informal atau lisan dari satu kolega perusahaan ke kolega perusahaan lain.

2. Peraturan dan / atau perundang-undangan perpajakan mengenai Usaha Jasa Konstruksi beberapa diantaranya yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Usaha Jasa Konstruksi.


(56)

3. PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia (PT. MUKTI) telah melakukan kewajibannya dalam menghitung, memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas Imbalan Jasa Konstruksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan dalam melakukan perhitungan, pemungutan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas Imbalan Jasa Konstruksi tidak melakukan kesalahan-kesalahan yang melanggar ketentuan dalam peratuaran perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

4. PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia (PT. MUKTI) telah melakukan tata cara perpajakannya dengan baik sehingga mampu terhindar dari upaya-upaya pelanggaran hukum, dalam hal ini adalah ketentuan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.

B. SARAN

Kegiatan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) merupakan kegiatan yang sangat bermanfaat bagi mahasiswa/i Universitas Sumatera Utara khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik karena dapat membantu mahasiswa/i mengenali dunia kerja yang sesungguhnya yang merupakan modal saat terjun langsung ke dunia kerja. Selain itu, Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) juga bermanfaat dalam memperkenalkan calon-calon lulusan Universitas Sumatera Utara khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang siap untuk memasuki dunia kerja pada perusahaan. Untuk memperlancar pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) dan agar tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) yang diinginkan dapat tercapai, penulis memberikan saran-saran sebagai berikut :

1. Mengingat peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku di Indonesia sering mengalami perubahan, diharapkan kepada pihak perusahaan untuk terus mengikuti perkembangan tersebut sehingga


(57)

tidak ada kesalahan dan perusahaan akan tetap dapat menghitung Pajak Penghasilan Pasal 23 dengan benar tanpa ada kesalahan-kesalahan perhitungan hanya dikarenakan adanya perubahan atas ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2. Diharapkan pihak perusahaan agar tetap dapat melakukan perhitungan, pemotongan, penyetoran, serta pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 dengan benar dan teliti serta berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku sehingga nantinya tidak menyebabkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan seperti dikenakan sanksi administrasi berupa bunga dan / atau denda ataupun sanksi pidana.

3. Diharapkan kepada pihak perusahaan untuk lebih meningkatkan pengetahuan mengenai kewajiban perpajakan dan harus lebih aktif dalam mencari informasi tentang pajak yang menjadi kewajiban perusahaan.

4. Perusahaan harus lebih sadar untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.

Dalam era sekarang ini banyak sekali perusahaan yang berupaya untuk memperkecil jumlah pajak terutangnya ataupun bahkan sampai menggelapkan pajak, maka diharapkan kepada perusahaan untuk dapat terus mengikuti ketentuan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku agar dapat terhindar dari upaya-upaya pelanggaran hukum yang nantinya dapat memberatkan, merugikan dan menimbulkan dampak buruk kepada perusahaan sendiri.


(58)

DAFTAR PUSTAKA

Brotodihardjo, R. Santoso, 2003, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Bandung : Revika Aditama.

Casavera, 2009, Perpajakan, Yogyakarta : Graha Ilmu.

Casavera, 2009, Seri Perpajakan Indonesia-5, Yogyakarta : Graha ilmu.

Gunadi, 2010, Panduan Komprehensif Pajak Penghasilan, Jakarta : MUC Consulting Group.

Mardiasmo, 2003, Perpajakan Edisi Revisi 2003, Jakarta : Penerbit Andi. Mardiasmo, 2009, Perpajakan Edisi Revisi 2009, Jakarta : Penerbit Andi.

Kurnia R., Siti, 2009, Perpajakan Teori dan Teknis Perhitungan, Yogyakarta : Graha Ilmu.

Resmi, Siti, 2007, Perpajakan Teori dan Kasus,Jakarta : Salemba Empat.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 Tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir kali menjadi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Waluyo, 2002, Perpajakan Indonesia, Jakarta : Salemba Empat.

Waluyo, 2005, Perpajakan Indonesia, Jakarta : Salemba Empat. Waluyo, 2010, Perpajakan Indonesia, Jakarta : Salemba Empat.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2009 Tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi.


(1)

Menghitung jumlah nilai proyek yang telah dikerjakan oleh PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia (PT. MUKTI) yang telah dihitung per proyek adalah :

1. Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 23 atas Imbalan Jasa Konstruksi per proyek adalah :

2% x Nilai Kontrak = 2% x Rp 160.422.100,- = Rp 328.842,-

2. Menghitung Pajak Pertambahan Nilai (PPN) per proyek :

10% x Nilai Kontrak = 10% x Rp 16.442.100,- = Rp 1.644.210,-

Menghitung jumlah nilai proyek yang telah di kerjakan oleh PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia (PT. MUKTI) yang dihitung per satu tahun adalah :

1. Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 23 atas Imbalan Jasa Konstruksi per satu tahun adalah :

Jumlahkan keseluruhan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas Imbalan Jasa Konstruksi per proyek.

2. Menghitung Pajak Pertambahan Nilai (PPN) per satu tahun adalah : 10% x penjumlahan dari keseluruhan Nilai Kontrak per proyek 10% x Rp 396.143.686,- = Rp 39.614.368,-

E. Bentuk Sanksi Yang Pernah Dikenakan Terhadap PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia (Pt.Mukti) Sehubungan Dengan Pajak Penghasilan Pasal 23 Atas Imbalan Jasa Konstruksi

PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia (PT. MUKTI) adalah perusahan dalam bidang konstruksi yang berkualifikasi usaha kecil dan sedang dalam proses menuju kualifikasi usaha menengah. PT. Multi Konstruksi Tower


(2)

Indonesia (PT. MUKTI) juga memiliki staf yang berpengalaman dan professional, sehingga dapat mendukung kemajuan perusahaan.

Dengan adanya staf yang berpengalaman dibidangnya serta kondisi kerja yang profesional, maka PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia (PT. MUKTI) dapat menciptakan suatu kebanggaan sebagai Wajib Pajak yang baik karena belum pernah sekalipun mendapatkan atau dikenakan sanksi atas pelanggaran, ataupun kecurangan sehubungan dengan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas Imbalan Jasa Konstruksi.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Penulis telah melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) yang dimulai pada tanggal 1 Juni tahun 2010 sampai dengan tanggal 4 Juni tahun 2010. Dari kegiatan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) yang dilaksanakan tersebut memberikan pengalaman yang baru bagi penulis. Penulis dapat merasakan langsung situasi kerja di PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia (PT. MUKTI) yang merupakan bekal bagi penulis dalam menghadapi dunia kerja. Selain itu, penulis juga mendapatkan pengetahuan yang mendalam tentang perpajakan khususnya pada Pajak Penghasilan Pasal 23 atas Imbalan Jasa Konstruksi yang sebelumnya telah diperoleh dipekuliahan. Demikian halnya dengan pengalaman dalam disiplin kerja dan penyesuaian diri dengan pegawai atau karyawan yang lebih senior dan yang jauh lebih berpengalaman di tempat kerja.

Berikut ini adalah beberapa kesimpulan yang penulis dapatkan selama melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) di PT. MULTI Konstruksi Tower Indonesia (PT. MUKTI) dan dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya :

1. Untuk mendapatkan proyek konstruksi, tidak hanya dapat dilakukan dengan cara tender, tetapi juga dapat dilakukan dengan cara penawaran secara informal atau lisan dari satu kolega perusahaan ke kolega perusahaan lain.

2. Peraturan dan / atau perundang-undangan perpajakan mengenai Usaha Jasa Konstruksi beberapa diantaranya yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Usaha Jasa Konstruksi.


(4)

3. PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia (PT. MUKTI) telah melakukan kewajibannya dalam menghitung, memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas Imbalan Jasa Konstruksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan dalam melakukan perhitungan, pemungutan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas Imbalan Jasa Konstruksi tidak melakukan kesalahan-kesalahan yang melanggar ketentuan dalam peratuaran perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

4. PT. Multi Konstruksi Tower Indonesia (PT. MUKTI) telah melakukan tata cara perpajakannya dengan baik sehingga mampu terhindar dari upaya-upaya pelanggaran hukum, dalam hal ini adalah ketentuan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.

B. SARAN

Kegiatan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) merupakan kegiatan yang sangat bermanfaat bagi mahasiswa/i Universitas Sumatera Utara khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik karena dapat membantu mahasiswa/i mengenali dunia kerja yang sesungguhnya yang merupakan modal saat terjun langsung ke dunia kerja. Selain itu, Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) juga bermanfaat dalam memperkenalkan calon-calon lulusan Universitas Sumatera Utara khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang siap untuk memasuki dunia kerja pada perusahaan. Untuk memperlancar pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) dan agar tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) yang diinginkan dapat tercapai, penulis memberikan saran-saran sebagai berikut :

1. Mengingat peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku di Indonesia sering mengalami perubahan, diharapkan kepada pihak perusahaan untuk terus mengikuti perkembangan tersebut sehingga


(5)

tidak ada kesalahan dan perusahaan akan tetap dapat menghitung Pajak Penghasilan Pasal 23 dengan benar tanpa ada kesalahan-kesalahan perhitungan hanya dikarenakan adanya perubahan atas ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2. Diharapkan pihak perusahaan agar tetap dapat melakukan perhitungan, pemotongan, penyetoran, serta pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 dengan benar dan teliti serta berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku sehingga nantinya tidak menyebabkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan seperti dikenakan sanksi administrasi berupa bunga dan / atau denda ataupun sanksi pidana.

3. Diharapkan kepada pihak perusahaan untuk lebih meningkatkan pengetahuan mengenai kewajiban perpajakan dan harus lebih aktif dalam mencari informasi tentang pajak yang menjadi kewajiban perusahaan.

4. Perusahaan harus lebih sadar untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.

Dalam era sekarang ini banyak sekali perusahaan yang berupaya untuk memperkecil jumlah pajak terutangnya ataupun bahkan sampai menggelapkan pajak, maka diharapkan kepada perusahaan untuk dapat terus mengikuti ketentuan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku agar dapat terhindar dari upaya-upaya pelanggaran hukum yang nantinya dapat memberatkan, merugikan dan menimbulkan dampak buruk kepada perusahaan sendiri.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Brotodihardjo, R. Santoso, 2003, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Bandung : Revika Aditama.

Casavera, 2009, Perpajakan, Yogyakarta : Graha Ilmu.

Casavera, 2009, Seri Perpajakan Indonesia-5, Yogyakarta : Graha ilmu.

Gunadi, 2010, Panduan Komprehensif Pajak Penghasilan, Jakarta : MUC Consulting Group.

Mardiasmo, 2003, Perpajakan Edisi Revisi 2003, Jakarta : Penerbit Andi. Mardiasmo, 2009, Perpajakan Edisi Revisi 2009, Jakarta : Penerbit Andi.

Kurnia R., Siti, 2009, Perpajakan Teori dan Teknis Perhitungan, Yogyakarta : Graha Ilmu.

Resmi, Siti, 2007, Perpajakan Teori dan Kasus,Jakarta : Salemba Empat.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 Tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir kali menjadi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Waluyo, 2002, Perpajakan Indonesia, Jakarta : Salemba Empat.

Waluyo, 2005, Perpajakan Indonesia, Jakarta : Salemba Empat. Waluyo, 2010, Perpajakan Indonesia, Jakarta : Salemba Empat.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2009 Tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi.