Strategi Pengembangan Usaha Ternak Tikus (Rattus norvegicus) dan Mencit (Mus musculus) di Fakultas Peternakan IPB

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA TERNAK TIKUS (Rattus
norvegicus) DAN MENCIT (Mus musculus)
DI FAKULTAS PETERNAKAN
IPB

ARMA ADITYA KARTIKA

DEPARTEMAN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul. Strategi
Pengembangan Usaha Ternak Tikus (Rattus norvegicus) dan Mencit (Mus
musculus) di Fakultas Peternakan, IPB adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada

perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Arma Aditya Kartika
NIM. D14114007

ii

ABSTRAK

ARMA ADITYA KARTIKA. Strategi Pengembangan Usaha Ternak Tikus
(Rattus norvegicus) dan Mencit (Mus musculus) di Fakultas Peternakan, IPB.
Dibimbing Oleh HOTNIDA C.H SIREGAR dan ASNATH MARIA FUAH.
Usaha peternakan tikus putih dan mencit umumnya masih bersifat
sampingan, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa usaha tersebut dapat

dikembangkan mejadi usaha yang menguntungkan karena selisih antara
permintaan dan suplai masih cukup jauh. Perumusan strategi penting dilakukan
sebagai referensi untuk mengembangkan sebuah usaha. Penelitian ini bertujuan
untuk merumuskan strategi pengembangan usaha ternak tikus dan mencit bagi
Laboratorium Aneka Ternak. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner dan
wawancara dan dianalisis dengan IFE, EFE, SWOT, dan QSPM. Analisis IFE
menunjukkan bahwa perusahaan berada pada kondisi yang cukup baik (IFE Skor:
2.5602) dengan menggunakan SOP yang mencakup sistem perkawinan,
kebersihan kandang, penanganan limbah dan pemasaran untuk menyusun
perencanaan jangka panjang. EFE matrix analisis menunjukkan bahwa perusahaan
mampu menggunakan peluang (permintaan tinggi dan berpeluang menjalin
kerjasama dengan lembaga penelitian dan penangkaran reptil) meski terdapat
ancaman (tingginya biaya produksi karena kenaikan harga BBM) (EFE Skor:
3.0353). IE matriks menunjukkan bahwa Laboratorium aneka ternak berada pada
posisi “Tumbuh dan Berkembang” dan strategi yang tepat yaitu strategi intensif
atau integrasi. Alternatif strategi dirumuskan menggunakan matriks SWOT dan
dipilih berdsaarkan QSPM. Analisis QSPM menunjukan strategi prioritas yang
terpilih adalah menjalin lebih banyak kemitraan dengan lembaga penelitian
maupun penangkaran reptil. (TAS: 18.5633).
Kata Kunci: Mus musculus, QSPM, Rattus norvegicus, SWOT


iii

ABSTRACT

ARMA ADITYA KARTIKA. Business Development Strategies of Rats (Rattus
norvegicus) and Mice (Mus musculus) Farm at Faculty of Animal Science, IPB.
Supervised by HOTNIDA C.H SIREGAR and ASNATH MARIA FUAH.
White rats and mice farm business is still considered as secondary
enterprise, but it play significant role in providing laboratory animal and need to
be developed into profitable business because there is a gap between demand and
supply. Strategy formulation through strategies planning and analysis can be used
as a reference to develop the business. This research aimed to formulate
development strategies for white rat and mice enterprise. The data were obtained
using questionnaire and interview then the strategies were analyzed using internal
factor evaluation (IFE), external factor evaluation (EFE), internal-external matrix
(IE), SWOT, and QSPM analysis. IFE analysis showed that the company was in
fairly good condition (IFE score: 2.5602) including the management using
standard operational procedure (SOP) that comprise breeding system, cage
hygiene, waste management and marketing. EFE matrix analysis showed that the

company could use the opportunity (“high demand” and “cooperation with
research institutions and reptiles breeders”) even though there was a threat (“high
production cost due to increased fuel costs”) (EFE Score: 3.0353). IE matrix
showed that the Aneka Ternak laboratory’s rat and mice farm was in “Growth and
Build” position and the right strategy is intensive or integration strategy.
Alternative strategies were formulated using SWOT matrix and its priority was set
by QSPM analysis. QSPM analysis showed that the priority strategy needed
would be to establish more partnerships with research institutions and reptiles
breeders to improve marketing channels (TAS Score: 18.5633).
Key Words: Mus musculus, QSPM, Rattus norvegicus, SWOT

iv

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA TERNAK TIKUS
(Rattus norvegicus) DAN MENCIT (Mus musculus)
DI FAKULTAS PETERNAKAN
IPB

ARMA ADITYA KARTIKA


Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
Pada
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

DEPARTEMAN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

i

Judul Skripsi

Nama
NIM

: Strategi Pengembangan Usaha Ternak Tikus (Rattus

norvegicus) dan Mencit (Mus musculus) di Fakultas
Peternakan IPB
: Arma Aditya Kartika
: D14114007

Disetujui oleh

Ir Hotnida C.H. Siregar, MSi
Pembimbing I

Dr Ir Asnath M. Fuah, MS.
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Muladno, MSA
Ketua Departeman

Tanggal Lulus:


ii

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi merupakan
salah satu syarat penyelesaian pendidikan pada Departemen Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini
disusun berdasarkan penelitian yang dilakukan di Laboratorium Aneka Ternak
yang merupakan bagian dari Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor selama tiga bulan dari
tanggal 1 Juli 2013 hingga 30 September 2013.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang telah
berkontribusi terhadap penyelesaian skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada Ayah dan Ibu serta keluarga yang telah
memberikan dukungan baik moral maupun material. Ir Honida C.H. Siregar, MSi
selaku dosen pembimbing utama yang telah bersedia meluangkan waktu dan
pemikiran hingga skripsi ini selesai. Dr Ir Asnath M. Fuah, MS. Selaku dosen
pembimbing anggota yang telah bersedia meluangkan waktu dan pemikiran hingga
skripsi ini selesai. Bapak Parsaoran Silalahi, SPt, MSi selaku manajer produksi
ternak tikus dan mencit yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

melaksanakan penelitian di Laboratorium Aneka Ternak. Serta seluruh rekanrekan mahasiswa program Alih Jenis dan IPTP yang senantiasa memberikan
motivasi dan doa hingga skripsi ini selesai.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, Februari 2014

Penulis

iii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Metode

Analisis Data
Internal Faktor Evaluation (IFE)
External Faktor Evaluation (EFE)
Analisis Matriks I-E (Internal-External)
Analisis SWOT
Analisis QSPM (Quantitative Strategic Planing Matrix)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Taksonomi Tikus dan Mencit
Gambaran Umum Usaha
Analisis Matriks IFE dan Matriks EFE
Matriks IFE
Matriks EFE
Analisis Matriks I-E (Internal-External)
Analisis Matriks SWOT
Penyusunan Prioritas Strategi dengan Metode QSPM
Implikasi Manajerial
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

iii
1
1
1
1
2
2
2
2
2
3
4
5
5
7
7
7
9

9
10
11
11
13
14
15
15
16
16
17

DAFTAR TABEL

1 Contoh matriks IFE .............................................................................................. 3
2 Contoh matriks EFE ............................................................................................. 4
3 Matriks analisis SWOT ........................................................................................ 5
4 Matriks analisis QSPM ........................................................................................ 6
5 Taksonomi tikus dan mencit ................................................................................ 7
6 Daftar harga dan produk Laboratorium Aneka Ternak tahun 2013 ..................... 8
7 Analisis matriks IFE ............................................................................................. 9
8 Analisis matriks EFE ......................................................................................... 10
9 Matriks SWOT Laboratorium Aneka Ternak .................................................... 12

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Usaha peternakan tikus putih dan mencit umumnya masih bersifat
sampingan, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa usaha tersebut dapat
dikembangkan mejadi usaha yang menguntungkan dan dapat menopang
kebutuhan hidup pelaku usaha tersebut. Potensi usaha ternak ini masih sangat
besar karena pelaku usaha ternak tikus dan mencit masih sangat jarang dan
permintaan pasar cukup tinggi. Usaha ternak tikus putih dan mencit dapat dirintis
dengan modal kecil, tidak membutuhkan lahan yang luas, serta teknik budidaya
yang lebih mudah. Tikus putih dan mencit dibudidayakan untuk berbagai
keperluan antara lain: hewan percobaan, pakan reptil, dan pakan burung predator.
Bahkan pada tahun 1995 Koperasi Unit Desa Tani Mukti, Karangampel,
Indramayu memanfaatkan kulit tikus untuk disamak dan dijadikan sebagai bahan
baku pembuatan dompet dan jaket (Mulyadi 1995).
Tikus putih dan mencit merupakan hewan laboratorium yang sering
digunakan untuk berbagai macam keperluan percobaan karena kemampuan
reproduksi tinggi (sekitar 10-12 anak/kelahiran), harga dan biaya pemeliharaan
relatif murah, serta efisien dalam waktu karena sifat genetik dapat dibuat seragam
dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan ternak besar (Arrington
1972). Menurut Schuler (2006), genome mencit, sapi, babi dan manusia sangat
mirip, sehingga dapat mencit digunakan sebagai hewan model untuk mempelajari
pengetahuan dasar genetika kualitatif dan kuantitatif maupun metode pemuliaan.
Analisis strategi pengembangan usaha penting dilakukan guna merumuskan
strategi yang dapat digunakan sebagai acuan untuk pengembangan sebuah usaha
atau bisnis. Analisis strategi pengembangan usaha ternak tikus dan mencit di
Laboratorium Aneka Ternak, Fakultas, Peternakan, Institut Pertanian Bogor
diharapkan dapat membantu pihak manajer produksi dalam pengambilan
keputusan terkait pengembangan usaha ternak yang dijalankannya.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan strategi yang tepat untuk
mengembangkan usaha ternak tikus dan mencit di Laboratorium Aneka Ternak,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mencakup analisis matriks Internal-Eksternal (IE) untuk
menentukan posisi usaha, matriks strengths-weaknesses-pportunities-threats
(SWOT) untuk merumuskan strategi dan analisis Quantitatif Strategic Planing
Matrix (QSPM) untuk menetapkan prioritasnya.

2

MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakukan di Laboratorium Aneka Ternak, Fakultas, Peternakan,
Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan selama 3 bulan mulai dari tanggal 1
Juli hingga 30 September 2013.

Metode
Penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi yang meliputi analisis
strategi pengembangan usaha ternak tikus dan mencit. Data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh
melalui wawancara langsung dengan responden yang terdiri dari peternak tikus
dan mencit, konsumen perantara (pedagang tikus/mencit), dan konsumen
langsung. Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur yang relevan dengan
penelitian serta data dari dinas-dinas dan lembaga-lembaga terkait. Instrumen
yang digunakan untuk memperoleh data adalah daftar pertanyaan (kuesioner)
yang akan digunakan saat wawancara.

Analisis Data
Analisis strategi pengembangan usaha ternak tikus dan mencit dimulai dari
tahap analisis faktor internal dan eksternal kemudian dilanjutkan dengan analisis
SWOT untuk merumuskan strategi dan QSPM untuk menentukan strategi yang
akan dipilih. Metode analisis faktor internal dan eksternal, SWOT serta QSPM
dijabarkan sebagai berikut:
Internal Faktor Evaluation (IFE)
Matriks IFE digunakan untuk mengetahui faktor-faktor internal perusahaan
yang berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan yang dianggap penting. Data dan
informasi aspek internal perusahaan dapat digali dari beberapa fungsional
perusahaan, misalnya dari aspek manajemen, keuangan, sumber daya manusia,
pemasaran, sistem informasi dan produksi operasi (Umar 2005).
David (2009), Matriks IFE adalah alat perumusan strategi yang digunakan
untuk meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dalam areaarea fungsional bisnis, dan juga menjadi landasan untuk mengidentifikasi serta
mengevaluasi hubungan diantara area tersebut, penilaian intuitif digunakan dalam
pengembangan Matriks Evaluasi Faktor Internal, sehingga tampilan ilmiahnya
tidak boleh ditafsirkan sebagai bukti bahwa teknik ini benar-benar tanpa celah.
Pemahaman yang menyeluruh mengenai faktor-faktor yang mencakup
didalamnya lebih penting daripada angka-angka yang ada. Seperti halnya matriks
EFE, matiks IFE (Tabel 1) dapat dikembangkan dalam 5 langkah:
a. Membuat daftar faktor internal utama seperti yang disebutkan dalam
proses audit internal. Kekuatan didaftar terlebih dahulu daripada

3

kelemahan. Daftar dibuat spesifik dengan menggunakan persentase, rasio,
dan angka-angka perbandingan.
b. Memberi bobot pada setiap faktor tersebut dari 0.0 (tidak penting) sampai
1.0 (semua penting). Bobot yang diberikan pada suatu faktor tertentu
menandakan signifikasi relatif faktor tersebut bagi keberhasilan industri
perusahaan. Jumlah seluruh bobot harus sama dengan 1.0.
c. Memberi peringkat 1 sampai 4 pada setiap faktor untuk mengindikasikan
apakah faktor tersebut sangat lemah (peringkat = 1), lemah (peringkat =
2), kuat (peringkat = 3), atau sangat kuat (peringkat = 4).
d. Mengalikan bobot setiap faktor dengan peringkatnya untuk menentukan
skor bobot bagi masing-masing variabel.
e. Menjumlahkan skor bobot masing-masing variabel untuk memperoleh
skor bobot total organisasi.
Total skor IFE dibagi menjadi tiga kategori, yaitu 1.0 – 1.99 menunjukan
posisi internal lemah; 2.0 – 2.99 menunjukan kondisi internal rata-rata, 3.0 – 4.0
menunjukan kondisi internal yang kuat (David 2006).
Tabel 1 Contoh matriks IFE (Internal Factor Evaluation)
Faktor Internal

Rating

Bobot

Skor

Kekuatan

Kelemahan

External Faktor Evaluation (EFE)
Matriks EFE (Tabel 2) digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor
eksternal perusahaan. Data eksternal dikumpulkan untuk menganalisis hal-hal
yang menyangkut persoalan ekonomi, sosial, budaya, demografi, lingkungan
politik, pemerintahan, hukum, teknologi, persaingan di pasar industri, di mana
perusahaan berada dan data yang relevan lainnya. Hal ini penting, karena faktor
eksternal berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap
perusahaan (David 2006). Matriks EFE (External Faktor Evaluation),
Memungkinkan para penyusun strategi untuk meringkas dan mengevaluasi
informasi ekonomi sosial, budaya, demografi, lingkungan, politik, pemerintahan,
hukum, teknologi, dan persaingan (David 2009). Matriks Evaluasi Faktor
Eksternal dapat dikembangkan dalam lima langkah :
a. Membuat daftar faktor eksternal utama melalui interview dengan manajer
produksi. Masukan beberapa faktor yang termasuk peluang dan ancaman
yang mempengaruhi perusahaan dan industrinya. Peluangnya lebih dahulu
didaftar dari pada ancaman. Penggunaan persentase, rasio, dan nilai
komparatif lebih diutamakan jika dimungkinkan.
b. Memberi bobot pada setiap faktor tersebut berkisar dari 0.0 (tidak penting)
hingga 1.0 (sangat penting). Bobot itu mengindikasikan signifikasi relatif
dari suatu faktor terhadap keberhasilan perusahaan. Jumlah total seluruh
bobot yang diberikan pada faktor itu harus sama dengan 1.0.
c. Memberi peringkat 1 sampai 4 pada setiap faktor eksternal utama untuk
menunjukan seberapa efektif strategi perusahaan saat ini dalam merespon

4

faktor tersebut, skor 4 = respon sangat bagus, 3 = respon di atas rata-rata, 2
= respon rata-rata, 1 = respons di bawah rata-rata. Peringkat didasarkan
pada keefektifan strategi perusahaan.
d. Mengalikan bobot setiap faktor dengan peringkatnya untuk menentukan
skor bobot.
Menjumlahkan skor rata-rata untuk setiap variabel guna menentukan skor
bobot total untuk organisasi.
Total skor EFE dibagi menjadi tiga kategori. Total skor 1.0 – 1.99
menunjukan respon perusahaan terhadap kondisi eksternal perusahaan rendah, 2.0
– 2.99 menunjukan respon perusahaan terhadap kondisi eksternal perusahaan
sedang, dan 3.0 – 4.0 menunjukan respon perusahaan terhadap kondisi eksternal
perusahaan tinggi (David 2006).
Tabel 2 Contoh matriks EFE
Faktor Eksternal
Rating

Bobot

Skor

Peluang
1
2
Ancaman
1
2
Analisis Matriks I-E (Internal-External)
David (2009) berpendapat bahwa untuk melihat strategi mana yang tepat
untuk diterapkan oleh perusahaan yang memiliki unit-unit bisnis digunakan
matriks Internal-External (Gambar 1). Matriks I-E melibatkan divisi-divisi dala
organisasi ke dalam diagram skematis. Matriks Internal-External dapat
dikelompokkan menjadi tiga bagian utama yang memiliki implikasi strategi yang
berbeda, yaitu:
a. Divisi yang berada pada sel I, II, atau IV dapat melaksanakan strategi
pengembangan dan pembangunan (Growth and Build).
b. Divisi yang berada pada sel III, V, atau VII dapat melaksanakan strategi
mempertahankan dan memelihara (Hold and maintain).
c. Divisi yang berada pada sel VI, VIII, atau IX yakni strategi mengambil
hasil atau melepaskan (Harvest or divest).
Matriks Internal-External (IE) bermanfaatkan untuk memposisikan suatu
Strategic Business Unit (SBU) perusahaan ke dalam matriks yang terdiri dari 9
sel. Matriks IE serupa dengan matriks Boston Consulting Group (BCG), terutama
pada kedua alat yang berperan dalam memetakan sumbu perusahaan dalam suatu
diagram sistematis, dimana ukuran dari lingkaran memperlihatkan presentasi
kontribusi pendapatan (sales) dan pie slice memperlihatkan presentase kontribusi
keuntungan. Akan tetapi, ada perbedaan yang pokok diantara matrik BCG dan
matriks IE, yaitu: 1) Ukuran sumbu X dan sumbu Y. 2) Matriks IE membutuhkan
informasi lebih banyak mengenai SBU tersebut. 3) Implikasi dari masing-masing
matriks berbeda (David 2006).

5

Gambar 1 Matriks I-E (Internal-External) (David 2009)
Analisis SWOT
Matriks SWOT dibuat menggunakan faktor strategi (eksternal maupun
internal) sebagaimana telah dilakukan pada tahap sebelumnya, yakni analisis
matriks IFE dan EFE. Peluang dan ancaman yang terdapat dalam matriks EFE
serta kekuatan dan kelemahan yang terdapat matriks IFE dipindahkan dalam satu
tabel yang sesuai dengan matriks SWOT (Tabel 3). Berdasarkan pendekatan
tersebut, dibuat berbagai kemungkinan alternatif strategi (SO, ST,WO, WT).
Matriks kekuatan-kelemahan-peluang-ancaman (strengths-weaknessesoportunities-threats-SWOT) adalah sebuah alat pencocokan penting yang
membantu para manajer mengembangkan empat jenis strategi : strategi SO
(kekuatan-peluang), strategi WO (kelemahan-peluang), strategi ST (kekuatanancaman), strategi WT (kelemahan-ancaman). Mencocokan faktor-faktor ekstenal
dan internal utama merupakan bagian esensial dalam mengembangkan matriks
SWOT, membutuhkkan penilaian yang tepat dan membutuhkan panduan yang
benar (David 2009).
Faktor Internal

Faktor Eksternal
Peluang

Ancaman

Tabel 3 Matriks analisis SWOT
Kekuatan

Kelemahan

Strategi S-O

Strategi W-O

Strategi S-T

Strategi W-T

Analisis QSPM (Quantitative Strategic Planing Matrix)
Tahap lanjutan setelah proses input dan pencocokan adalah tahap keputusan
untuk menentukan strategi terbaik dari berbagai alternatif strategi pada tahap
sebelumnya. Analisis QSPM (Tabel 4) yaitu alat yang direkomendasikan bagi
para ahli strategi untuk melakukan evaluasi pilihan straegi alternatif secara
obyektif, berdasarkan kunci sukses Faktor internal-eksternal yang telah

6

diidentifikasi sebelumnya. Jadi, secara konseptual, tujuan QSPM adalah untuk
menetapkan kemenarikan relative (relative attractiveness) dari strategi-strategi
yang telah dipilih, untuk menentukan strategi mana yang dianggap paling baik
untuk diimplimentasikan. QSPM juga membutuhkan intuitive judgement yang
baik (David 2002). Analisis QSPM dilakukan pada tahap pemilihan strategi.
Langkah-langkah pembuatan QSPM adalah:
a. Membuat daftar peluang dan ancaman kunci eksternal serta kekuatan dan
kelemahan kunci internal dari perusahaan ke dalam kolom kiri dalam
QSPM. Informasi ini diambil dari matriks EFE dan IFE.
b. Memberi bobot untuk setiap faktor sukses kritis eksternal dan internal.
Bobot ini identik dengan yang dipakai dalam matriks IFE dan EFE.
c. Memeriksa tahap 2 (pencocokan), dengan cara mengidentifikasi strategi
alternatif
yang
harus
dipertimbangkan
perusahaan
untuk
diimplementasikan. Catat semua alternatif strategi dalam analisis hasil dari
matriks IE pada baris atas dari QSPM.
d. Menentukan Nilai Daya Tarik (Attractive Score atau AS) dengan nilai
numerik yang menunjukan daya tarik dari setiap strategi dalam kumpulan
alternatif tertentu. Nilai daya tarik diberikan pada setiap strategi untuk
menunjukan daya tarik relatif pada masing-masing strategi berdasarkan
faktor tertentu. Attractive Score dibagi dalam 4 kategoeri, yaitu:1 (tidak
menarik), 2 (agak menarik), 3 (cukup menarik) dan 4 (amat menarik).
e. Menghitung Total Daya Tarik (Total Attractive Score atau TAS).
Mengalikan nilai bobot (langkah 2) dengan nilai daya tarik (langkah 4)
dalam setiap baris. Semakin tinggi total nilai daya tarik, maka semakin
menarik alternatif strategi itu (hanya mempetimbangkan faktor sukses
kritis dibaris itu).
f. Menghitung Jumlah Total Nilai Daya Tarik (TAS). Menjumlahkan total
nilai daya tarik (langkah 5) dalam setiap kolom strategi QSPM. Jumlah
total nilai daya tarik menunjukkan prioritas strategi yang paling menarik.
Besarnya perbeadaan antara jumlah total nilai daya tarik dari masingmasing alternatif strategi menunjukan seberapa besar strategi tersebut
lebih prioritaskan daripada yang lain.
Tabel 4 Matriks Analisis QSPM
Faktor-faktor Sukses
Kritia
Kekuatan

Kelemahan

Peluang

Ancaman

Skor
Bobot

Strategi 1
AS
TAS

Strategi 2
AS
TAS

Strategi n
AS TAS

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Taksonomi Tikus dan Mencit
Berdasarkan taksonominya (Tabel 5) tikus putih dan mencit termasuk dalam
famili Muridae, akan tetapi berbeda genus dan spesiesnya. Tikus putih termasuk
dalam genus Rattus dan spesies Rattus norvegicus sedangkan mencit termasuk
dalam genus Mus dan spesies Mus musculus. Tikus putih (Rattus norvegicus)
berasal dari Asia Tengah (Malole dan Pramono 1989).
Taksonomi
Kingdom
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies

Tabel 5 Taksonomi tikus dan mencit
Tikus*
Mencit**
Animal
Animalia
Chordata
Chordata
Mamalia
Mammalia
Rodentia
Rodentia
Muridae
Muridae
Rattus
Mus
Rattus norvegicus
Mus musculus

*) Robinson (1979) **) Arrington (1972)

Gambaran Umum Usaha
Laboratorium Aneka Ternak merupakan bagian dari Laboratorium Non
Ruminansia dan Satwa Harapan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Ternak tikus putih dan
mencit mulai dikembangkan di Laboratorium Aneka Ternak pada tahun 2004
dengan populasi awal 20 induk tikus putih dan 20 induk mencit. Tikus putih dan
mencit merupakan mamalia prolifik atau beranak banyak, sehingga populasinya
berkembang pesat dalam waktu singkat. Tahun 2009 populasi telah mencapai
1 000 induk mencit dan 1 000 induk tikus putih. Pada skala indukan sebanyak ini
timbul masalah pemasaran karena permintaan konsumen tidak sebanding dengan
besarnya produksi. Mulai tahun 2010 dan tahun-tahun berikutnya jumlah indukan
dikurangi hingga pada tahun 2013 mencapai titik konstan yaitu 600 induk tikus
dan 860 induk mencit dengan rata-rata produksi anak lepas sapih per minggu
sabanyak 280 ekor tikus dan 300 ekor mencit.
Model bisnis tikus putih dan mencit ini berdasarkan Osterwalder dan Yves
(2010) terdiri atas 9 komponen yakni: aktivitas kunci, nilai produk (value) yang
ditawarkan, sumber daya, struktur biaya, jenis pendapatan, target pasar, mitra
kunci, hubungan kemitraan, dan jalur pemasaran. Aktivitas utama dari usaha ini
adalah produksi tikus putih dan mencit dengan nilai produk yang ditawarkan
meliputi harga bersaing (Tabel 6), lengkap, dan berkualitas, juga potongan harga
bagi konsumen besar. Menurut Kotler dan Armstrong (2008), nilai produk ini
menentukan posisi pasar (positioning)

8

Tabel 6 Daftar harga dan produk Laboratorium Aneka Ternak tahun 2013
No Jenis Produk
Harga (Rp)
1
Tikus Penelitian
30.000
2
Tikus Afkir
14.000
3
Tikus Medium
12.000
4
Tikus Sapihan
10.000
5
Tikus Pinkies
2.500
6
Mencit Penelitian
9.000
7
Mencit Afkir
4.000
8
Mencit Medium
3.000
9
Mencit Sapihan
2.500
10 Mencit Pinkies
1.500
Sumber daya manusia (SDM) yang digunakan merupakan masyarakat
sekitar kampus, karena salah satu tujuan usaha ini adalah memberdayakan
masyarakat sekitar kampus. Kendala yang dihadapi dalam SDM ini adalah laju
penggantian pegawai tinggi karena ketidakjujuran pegawai. Modal usaha
diperoleh dari saham staf pengajar dan dana program UJI-Dikti, sedangkan
kontribusi Laboratorium Aneka Ternak yaitu fasilitas kandang dan peralatan.
Biaya terbesar dalam usaha ini adalah biaya pakan (78%), sedangkan pendapatan
bersih pada tahun 2009 mencapai sekitar 50 juta atau rata-rata 4 juta per bulan
(Siregar et al. 2009), kemudian menurun sejalan dengan penurunan populasi
indukan. Pendapatan bersih selama penelitian (Juli – September 2013) berkisar
antara 3 juta hingga 8 juta.
Kotler dan Armstrong (2008) membagi pasar kedalam segmen dan target.
Segmen pasar usaha ini adalah konsumen produk untuk penelitian dan pakan.
Lembaga penelitian maupun institusi pendidikan biasanya membutuhkan tikus
putih dan mencit yang seragam dari segi bobot badan, umur, maupun jenis
kelamin, sedangkan peternak maupun pehobi reptil lebih mengutamakan ukuran
produk. Besar kecilnya ukuran produk yang dibeli tergantung pada besar-kecilnya
reptil yang mereka pelihara. Target pasar untuk segmen penelitian mencakup
lembaga penelitian dan institusi pendidikan. Toko-toko hewan peliharaan (pet
shop), penangkaran serta pehobi reptil dan hewan predator (ular, biawak, buaya,
kura-kura, dan burng hantu), dan kebun binatang merupakan target dari segmen
pakan. Dari keenam target tersebut pet shop dan penagkaran reptil dijadikan terget
utama karena frekuensi pembelian mereka lebih setabil dan dalam jumlah besar
jika dibandingkan dengan peneliti maupun mahasiswa. Dari seluruh konsumen
yang ada 52.63% berasal dari konsumen langsung (pehobi reptil), 31.58% pet
shop, dan 15.79 % peneliti. Target pemasaran ini diperoleh secara online maupun
promosi langsung.
Perkembangan ternak tikus putih dan mencit di Indonesia belum meluas
seperti ternak konvensional. Berdasarkan pengamatan selama penelitian, jumlah
peternak tikus putih dan mencit di wilayah Bogor hanya mencapai 12 peternak
yang tersebar di wilayah Kota dan Kabupaten Bogor. Data statistik jumlah
populasi dan total permintaan ternak tikus dan mencit masih belum ada. Selama
ini peternak mengalami kesulitan memperoleh informasi permintaan dan harga
yang seharusnya dapat menjadi acuan dalam berproduksi. Dampaknya adalah
ketersediaan ternak tikus dan mencit di pasar sangat fluktuatif sementara

9

permintaan pasar cukup tinggi. Salah satu kios di Pasar Hewan Barito mampu
menjual berturut-turut 500 dan 200-300 ekor per minggu untuk tikus putih dan
mencit. Kebutuhan tersebut dipenuhi dari peternak yang tersebar di wilayah
Jabodetabek.

Analisis Matriks IFE dan Matriks EFE
Matriks IFE
Matriks IFE (Tabel 7) dibuat berdasarkan analisis internal Laboratorium
Aneka Ternak terkait kekuatan dan kelemahan yang dianggap penting. Masingmasing faktor yang teridentifikasi diberi skor bobot denga menentukan peringkat
dan bobot dari masing-masing faktor tersebut.
Tabel 7 Analisis matriks IFE
No

Faktor Internal

Kekuatan
1 Lokasi strategis
2 Harga bersaing
3 Kualitas produk terjamin
4 Variasi produk lengkap
5 Laporan keuangan dilakukan tiap minggu
6 Rata-rata hasil penjualan menguntungkan
7 Terdapat SOP yang ketat
Pegawai berpengalaman (Masa kerja sekitar 5
8
tahun)
Kelemahan
1 Sistem promosi masih kurang
2 Jumlah penjualan tidak teratur
3 Sebagai penerima harga
4 Sistem keuangan masih dilakukan secara
manual
5 Tidak ada penanggung jawab keuangan
6 Gaji pegawai belum sesuai standar dan
berimplikasi pada ketidakjujuran.
7 Belum ada perencanaan jangka panjang
8 Sistem kandang tradisional
9 Manajemen stok belum baik
10 Tingkat pendidkan pegawai rendah
11 Belum terdapat struktur organisasi yang jelas
Total

Rating

Bobot

Skor
Bobot

3.33
3.67
3.67
4.00
3.67
3.67
4.00

0.045
0.062
0.067
0.062
0.067
0.056
0.067

0.1499
0.2275
0.2459
0.2480
0.2459
0.2055
0.2680

3.00

0.051 0.1530

1.33
1.67
1.67
2.00

0.045
0.051
0.045
0.045

1.33
1.67

0.051 0.0678
0.045 0.0752

2.00
1.33
1.33
2.00
1.00

0.051
0.051
0.056
0.034
0.051
1

0.0599
0.0852
0.0752
0.0900

0.1020
0.0678
0.0745
0.0680
0.0510
2.5602

Tabel 7 memperlihatkan kekuatan utama perusahaan adalah: “Standar
Operasional Produksi (SOP) yang mencakup sistem pengawinan, penyapihan,
pembesaran anak, penggantian induk dan pejantan, penjualan, kebersihan kandang
dan penanganan limbah” (skor bobot: 0.2680). SOP merupakan aplikasi dari
manajemen produksi untuk menghasilkan produk sesuai dengan standar

10

berdasarkan keinginan konsumen dengan teknik produksi yang seefisien mungkin
(Sule dan Saefullah 2005). Pada SOP yang berjalan baik, proses produksi yang
dilakukan lebih efisien sehingga menghasilkan keuntungan maksimal (Rp
3.000.000 – Rp 8.000.000). Variasi produk lengkap berada pada posisi kedua
sebagai kekuatan perusahan (skor bobot: 0.2480). Konsumen akan lebih loyal
apabila produk yang mereka inginkan dapat terpenuhi dari satu sumber
(Ostewalder dan Yves 2010).
Kelemahan utama Laboratorium Aneka Ternak adalah belum ada
perencanaan jangka panjang (skor bobot 0.1020). Salah satu fungsi perencanaan
adalah untuk meminimalisasi ketidakpastian yang mungkin terjadi akibat
perubahan situasi maupun kondisi melalui tindakan antisipasi sedini mungkin
(Sule dan Saefullah 2005). Secara keseluruhan perusahaan berada pada posos
cukup baik (Skor IFE 2.5602) karena dapat memanfaatkan kekuatan dan
mengatasi kelemahan (David 2009).
Matriks EFE
Analisis faktor eksternal perusahaan menghasilkan matriks EFE (Tabel 8)
yang menunjukkan peluang utama Laboratorium Aneka Ternak adalah permintaan
tinggi dan menjadi mitra kerja dengan lembaga penelitian dan penangkaran reptil
(skor bobot 0.4294). Kedua faktor tersebut memperoleh skor yang sama karena
pada dasarnya permintaan berasal dari kedua segmen tersebut, dengan demikian
perusahaan berpeluang menjalin kemitraan dengan keduanya untuk
mempermudah dan meningkatkan pemasaran.
Tabel 8 Analisis matriks EFE
No

Faktor Eksternal

Peluang
1 Skala usaha masih dapat diperbesar
2 Berpeluang menjadi mitra kerja dengan
lembaga penelitian
3 Permintaan tinggi
4 Perkembangan teknologi informasi sebagai
sarana promosi
5 Perkembangan teknologi transportasi sebagai
sarana distribusi produk
Ancaman
6 Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM)
yang berimbas pada kenaikan biaya produksi
7 Limbah berpotensi mencemari lingkungan
8 Pesaing baru
9 Mantan pegawai berpeluang menjadi pesaing
10 Pakan alternatif bagi pakan reptil
Total

Rating

Bobot

Skor
Bobot

3.33
3.67

0.106 0.3530
0.117 0.4294

3.67
3.33

0.117 0.4294
0.106 0.3530

2.33

0.074 0.1724

3.33

0.117 0.3896

2.33
2.67
3.00
1.67

0.096
0.085
0.117
0.064
1

0.2237
0.2270
0.3510
0.1069
3.0353

Ancaman utama Laboratorium Aneka Ternak adalah kenaikan BBM yang
berimbas pada kenaikan biaya produksi (skor bobot 0.3896). Kenaikan biaya
pakan karena kenaikan harga BBM menjadi ancaman utama bagi perusahaan
karena biaya pakan di Laboratorium Aneka Ternak mencapai 78% dari total biaya

11

produksi. Harga pakan ditentukan oleh banyak faktor diantaranya adalah harga
BBM. Kenaikan harga BBM menyebabkan kenaikan biaya pakan sebesar 18%
dan untuk menutupi biaya tersebut harga produk dinaikkan sekitar 10% untuk
produk pakan reptil dan 50% untuk produk khusus penelitian. Kenaikan harga
produk untuk pakan reptil tidak sebesar harga produk untuk penelitian bertujuan
agar konsumen tidak beralih ke peternak lain.
Kenaikan biaya biaya produksi dapat ditutupi oleh pendapatan dari
penjualan kepada segmen konsumen pakan yang permintaanya lebih kontinyu.
Meskipun permintaan konsumen segmen penelitian tidak kontinyu, keuntungan
yang diperoleh dari segmen pasar ini lebih besar karena harga jual kepada
konsumen ini lebih tinggi. Skor EFE dari usaha ini sebesar 3.0353 yang berarti
Laboratorium Aneka Ternak mampu memanfaatkan peluang untuk mengatasi
ancaman yang ada (David 2009).

Analisis Matriks I-E (Internal-External)
Analisis matriks IE (Internal-External) (Gambar 2) menunjukkan
perusahaan saat ini berada pada posisi tumbuh dan berkembang (grow and build).
Strategi yang tepat digunakan adalah strategi intensif, misalnya penetrasi pasar,
pengembangan pasar, atau pengembangan produk dan strategi integratif, misalnya
integrasi horizontal dan vertikal (David 2009). Strategi tersebut lebih rinci
dijelaskan melalui analisis SWOT.

Gambar 2 Matriks IE Laboratorium Aneka Ternak

Analisis Matriks SWOT
Analisis SWOT menghasilkan 6 strategi (Tabel 9). Strategi tersebut
disusun berdasarkan pertimbangan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman
pada analisis IFE dan EFE. Selain itu penyusunan strategi juga didasarkan pada
strategi intensif dan integratif yang disarankan oleh David (2006) bagi perusahaan
yang berada pada posisi tumbuh dan berkembang (Matriks IE).

12

Tabel 9 Matriks SWOT Laboratorium Aneka Ternak
Faktor Internal
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Faktor Eksternal
Peluang
1. Skala usaha masih dapat diperbesar.
2. Menjadi mitra kerja dengan lembaga
penelitian.
3. Permintaan tinggi
4. Perkembangan teknologi informasi
sebagai sarana promosi.
5. Sumber daya manusia melimpah dan
berkualitas.
Ancaman
1. Kenaikan harga bahan bakar minyak
(BBM) yang berimbas pada kenaikan
biaya produkusi
2. Limbah berpotensi mencemari
lingkungani
3. Pesaing baru
4. Mantan pegawai berpeluang menjadi
pesaing
5. Pakan alternatif bagi pakan reptil

Kekuatan
Lokasi strategis
Harga bersaing dengan
peternak lain.
Kualitsas produk terjamin
Variasi produk lengkap
Laporan keuangan
dilakukan tiap minggu
Rata-rata hasil penjualan
menguntungkan
Terdapat SOP yang jelas
Pegawai cukup (2 orang)
dan sudah berpengalaman
(Masa kerja 5 tahun)

Strategi S-O
1. Meningkatkan skala usaha
untuk meningkatkan produksi.
(S3,S4,S7,,O1,O3)
2. Menjalin kemitraan dengan
lembaga penelitian maupun
penangkaran reptile di
jabodetabek dan luar daerah.
(S1,S2,,O1,O2)
Strategi S-T
1. Menyempurnakan SOP agar
usaha lebih efisien dan
kualitas produk tetap terjaga
(S7,T1,T3,T5)

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

1.

Kelemahan
Sistem promosi masih kurang
Jumlah penjualan tidak teratur
Sebagai penerima harga
Sistem keuangan masih
dilakukan secara manual
Belum ada perencanaan jangka
panjang
Sistem kandang tradisional
Manajemen produksi belum
baik
Tingkat pendidkan dan soft skil
pegawai rendah.
Belum terdapat struktur
organisasi usaha yang jelas dan
manajemen kuangan yang
tidak teratur.
Strategi W-O
Membuat perencanaan jangka
panjang dengan mengantisipasi
situasi pasar . (W3,W7,,O2,O3)

Strategi W-T
1. Membuat perencanaan jangka
panjang untuk mengantisipasi
kenaikan harga input. (W7,,T1)
2. Memperkuat bargaining
position dengan
mempertahankan kualitas
produk dan harga bersaing.
(W3,,T3,T5)

Strategi SO adalah strategi yang memanfaatkan kekuatan untuk
memanfaatkan peluang. Strategi yang dapat dijalankan yaitu: meningkatkan skala
usaha untuk memenuhi permintaan dan menjalin lebih banyak mitra dengan
lembaga penelitian maupun penangkaran reptil. Permintaan tertinggi produk tikus
putih dan mencit berasal dari lembaga penelitian dan penangkaran reptil, dengan
meningkatkan skala produksi maka permintaan tersebut dapat terpenuhi. Menjalin
kemitraan dengan segmen pasar terkait dapat dilakukan untuk mempermudah dan
meningkatkan pemasaran (Kotler dan Armstrong 2009).
Strategi WO merupakan strategi yang bertujuan untuk memperbaiki
kelemahan dengan memanfaatkan peluang. Strategi yang dapat dilakukan yaitu:
membuat perencanaan jangka panjang dengan mengantisipasi situasi pasar untuk
memenuhi permintaan konsumen yang bersifat musiman. Konsumen peneliti
biasanya bersifat musiman dan untuk mengatasinya diperlukan perencanaan
produksi jangka panjang sehingga produk yang dibutuhkan konsumen selalu
tersedia (Sule dan Saefullah 2005).
Strategi ST merupakan strategi yang menggunakan kekuatan perusahaan
untuk mengatasi ancaman. Strategi yang dilakukan yaitu: menyempurnakan SOP
agar usaha lebih efisien dan kualitas produk tetap terjaga. Kenaikan harga BBM
yang berakibat pada kenaikan biaya produksi harus dapat diatasi perusahaan
dengan proses produksi seefisien mungkin. Bila SOP berjalan dengan baik maka
proses produksi akan lebih efisien (Ratih dan Harmini 2012).
Strategi WT merupakan strategi yang diarahkan untuk mengurangi

13

kelemahan dan menghindari ancaman. Strategi yang dapat digunakan yaitu:
membuat perencanaan jangka panjang untuk mengantisipasi kenaikan harga input
dan memperkuat bargaining position (daya tawar) dengan mempertahankan
kualitas produk dan harga bersaing. Pendapatan perusahaan akan lebih terjamin
bila perusahaan berada dalam posisi penentu harga (Nurunisa dan Lukman 2012).
Persaingan maupun kenaikan biaya produksi yang mungkin terjadi dapat diatasi
dengan perencanaan jangka panjang (Sule dan Saefullah 2005). Kualitas produk
dengan harga yang terjangkau akan memperkuat daya tawar perusahaan dan dapat
membantu mengatasi persaingan karena dengan kualitas dan harga yang
terjangkau produk akan lebih diminati konsumen.

Penyusunan Prioritas Strategi dengan Metode QSPM
Analisis QSPM (Lampiran 1) menghasilkan strategi proritas utama
berdasarkan nilai TAS tertinggi yaitu: menjalin lebih banyak kemitraan dengan
lembaga penelitian maupun penangkaran reptil (TAS: 18.5633). Strategi ini
menjadi prioritas utama karena menjalin lebih banyak kemitraan merupakan
bagian dari strategi intensif (Matrik IE) yaitu pengembangan pasar dan strategi
integratif (Matrik IE) yaitu integrasi ke depan (David 2009). Selain itu kemitraan
akan menjamin kelancaran pemasaran.
Strategi prioritas kedua adalah: menyempurnakan SOP agar usaha lebih
efisien dan kualitas produk tetap terjaga (TAS: 18.4160). Proses produksi yang
efisien dan produk yang berkualitas tidak selalu menjamin kelancaran dan
tingginya omset pemasaran (Pasiamanto et al. 2006). Alasan inilah yang dijadikan
pertimbangan strategi ini tidak dipilih menjadi strategi utama. Menjalin kemitraan
untuk menjamin kelancaran pemasaran lebih penting bagi pengembangan usaha
ini.
Meningkatkan skala usaha untuk memenuhi permintaan merupakan strategi
prioritas ketiga (TAS: 17.9834). Strategi ini menjadi prioritas ketiga karena
apabila kelancaran pemasaran telah terjamin (Strategi 1) dan proses produksi telah
efisien dengan produk berkualitas tinggi (Strategi 2), maka skala usaha dapat
ditingkatkan.
Membuat perencanaan jangka panjang untuk mengantisipasi kenaikan harga
input dipilih sebagai strategi prioritas keempat (TAS: 17.7492). Strategi ini
menjadi prioritas keempat karena pada dasarnya strategi ini merupakan strategi
pendukung. Perencanaan jangka panjang yang dibuat akan membantu
Laboratorium Aneka Ternak untuk mengantisipasi perubahan kondisi ekonomi
(harga BBM dan inflasi) terhadap biaya produksi dan pemasaran.
Strategi prioritas kelima adalah membuat perencanaan jangka panjang
dengan mengantisipasi situasi pasar untuk memenuhi permintaan konsumen yang
bersifat musiman (TAS: 17.4938). Strategi ini serupa dengan strategi sebelumnya,
hanya saja strategi ini lebih diutamakan untuk mengantisipasi sifat konsumen dari
lembaga penelitian dan institusi pendidikan yang bersifat musiman, sehingga
spesifikasi produk yang mereka butuhkan dapat tersedia sewaktu-waktu
dibutuhkan. Strategi jangka panjang untuk konsumen yang bersifat musiman tidak
lebih menarik daripada perencanaan jangka panjang untuk mengantisipasi
kenaikan harga input karena biaya pakan saja mencapai 78% biaya produksi.

14

Memperkuat bargaining position dengan mempertahankan kualitas produk
dengan harga bersaing (TAS: 16.9958) menjadi strategi prioritas terakhir karena
pada situasi saat ini harga yang ditetapkan merupakan hasil negosiasi antara
peternak dengan konsumen. Pada tingkat harga saat ini, usaha sudah memperoleh
pendapatan bersih yang cukup signifikan sehingga tidak terlalu
mempermasalahkan posisi tawar-menawar.

Implikasi Manajerial
Setelah diperoleh prioritas strategi dan diskusi dengan pihak manajer
produksi maka disusun beberapa kegiatan yang bertujuan untuk mendukung
program pengembangan usaha yang ditargetkan Laboratorium yaitu menjalin
kemitraan dengan segmen pasar terkait untuk menjamin kelancaran pemasaran.
Program kemitraan merupakan inti utama strategi pemasaran. Langkah awal yang
harus dilakukan dalam upaya menjalin hubungan kemitraan yang baik dengan
pelanggan antara lain: (1) menentukan segmen, target, dan posisi pasar (market
positioning). (2) membagi pasar menjadi segmen-segmen yang lebih kecil. (3)
memilih segmen pasar yang akan dilayani paling baik. (4) menentukan bagaimana
perusahaan (Laboratorium Aneka Ternak) memberikan nilai lebih kepada
pelanggan sasaran (Kotler dan Armstrong 2009).
Target pasar Laboratorium Aneka Ternak terdiri dari lembaga penelitian,
penangkaran reptil, pet shop, dan pehobi reptil. Dari segmen-segmen tersebut
lembaga penelitian, penangkaran reptil dan pet shop merupakan target yang paling
berpotensi untuk dijadikan mitra. Berdasarkan frekuensi dan kuantitas pembelian,
penangkaran reptil dan pet shop merupakan target pasar yang mampu menyerap
produk paling banyak, akan tetapi dari segi harga jual masih lebih rendah daripada
lembaga penelitian. Meskipun intensitas pembelian dari lembaga penelitian tidak
sebesar penangkaran reptil dan pet shop, segmen ini mampu memberikan
keuntungan bagi Laboratorium Aneka Ternak karena harga belinya yang lebih
tinggi. Berdasarkan hal tersebut manajer memutuskan untuk memilih lembaga
penelitian sebagai kandidat utama untuk menjadi mitra. Rencana pelayanan bagi
mitra terpilih yaitu memberikan potongan harga pada setiap pembelian dengan
kriteria 5% untuk pembelian antara Rp 500 000 – Rp 1 000 000, 10% untuk
pembelian antara Rp 1 000 000 – Rp 3 000 000, dan 15% untuk pembelian di atas
Rp 3 000 000. Jika pembelian sedikit maka harga yang diberikan sesuai dengan
harga yang telah ditetapkan tanpa diberikan potongan.
Langkah kedua yaitu menyempurnakan SOP agar proses produksi semakin
efisien. Laboratorium Aneka Ternak telah memiliki SOP yang dilaksanakan
dengan baik, namun untuk lebih meningkatkan efisiensi produksi perlu dilakukan
revisi terhadap SOP yang sudah sehingga masalah peningkatan biaya produksi
dapat diatasi. Evaluasi terhadap SOP yang telah diterapkan merupakan langkah
awal sebelum melakukan revisi (Sule dan Saefullah 2005). Selain itu tujuan utama
produksi juga perlu diperhatikan ketika merevisi SOP yang sudah ada. Bila dilihat
dari strategi utama (menjalin kemitraan dengan lembaga penelitian), maka SOP
yang dibentuk harus mampu mendukung produksi untuk menghasilkan produk
yang berkualitas sesuai kriteria yang dibutuhkan lembaga penelitian. Beberapa
aktifitas yang perlu diperhatikan dalam revisi SOP antara lain manajemen

15

pengawinan, penyapihan, pembesaran anak, pemberian pakan, dan kebersihan
kandang. Hal tersebut merupakan faktor terpenting untuk menghasilkan produk
yang sehat, bobot yang seragam, dan bebas inbreeding. Manajemen pemberian
pakan juga dapat menentukan tingkat efisiensi pakan dalam menghasilkan produk
yang berkualitas.
Selanjutnya yaitu membuat perencanaan jangka panjang untuk
mengantisipasi kenaikan harga input produksi dan perubahan situasi pasar yang
menyebabkan ketidakpastian pemasaran. Langkah awal untuk menerapkan
strategi ini dapat dimulai dengan memperbaiki sistem pencatatan keuangan dan
pembukuan jumlah penjualan. Selama ini sering terjadi ketidaksesuaian antara
penjualan dengan pendapatan yang disebabkan ketidakjujuran SDM. Masalah ini
dapat diatasi dengan penerapan SOP di bidang pemasaran misalnya pegawai
kandang tidak boleh melayani pemesanan produk. Konsumen melakukan
pemesanan produk pada bagian pemasaran. Prosedur lainya yaitu melakukan
pencatatan populasi dan membandingkannya dengan biaya pakan.
Data mengenai jumlah penjualan dapat membantu memprediksi tingkat
penjualan di masa yang akan datang. Pencatatan keuangan yang rinci juga dapat
digunakan untuk memperkirakan fluktuasi harga input produksi yang salah
satunya disebabkan oleh kenaikan harga BBM. Salah satu indikator perusahaan
yang sehat adalah keadaan keuangan perusahaan yang stabil.
Langkah terakhir yaitu memperkuat posisi tawar dengan tetap
mempertahankan kualitas dan harga yang bersaing. Produk berkualitas yang
dihasilkan dari pelaksanaan revisi SOP dan tingkat harga bersaing yang dihasilkan
dari perencanaan jangka panjang yang akurat akan mendukung usaha untuk
memperkuat posisi daya tawarnya. Laboratorium Aneka Ternak perlu
mempertimbangkan pembentukan tikus putih dan mencit galur khusus untuk
penelitian diabetes, kanker dan percobaan obat-obatan. Pembentukan galur khusus
memerlukan manajeman tersendiri dan membutuhkan waktu yang cukup lama
sehingga dikategorikan sebagai rencana produksi jangka panjang. Galur khusus
akan menjadi produk unggulan dan unik yang diharapkan mampu lebih
meningkatkan daya tawar karena produk ini belum dihasilkan oleh peternak
pesaing.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Alternatif strategi pengembangan usaha yang tepat untuk dilaksanakan
Laboratorium Aneka Ternak berdasarkan QSPM yaitu: (1) meningkatkan
hubungan kemitraan dengan lembaga penelitian maupun penangkaran reptil untuk
menjamin kelancaran pemasaran. (2) menyempurnakan SOP agar usaha lebih
efisien dan kualitas produk tetap terjaga. (3) meningkatkan skala usaha dan
kualitas produk untuk memenuhi permintaan. (4) membuat perencanaan jangka
panjang untuk mengantisipasi kenaikan harga input. (5) membuat perencanaan
jangka panjang dengan mengantisipasi situasi pasar untuk memenuhi permintaan

16

konsumen yang bersifat musiman. (6) memperkuat posisi tawar dengan
mempertahankan kualitas produk agar dapat bersaing dengan peternak lain.

Saran
Laboratorium Aneka Ternak disarankan meningkatkan kemitraan dengan
lembaga penelitian maupun penangkaran reptil secara terencana sebagai upaya
menjamin kelancaran pemasaran dan memperluas target pasar. Srategi lain
ditujukan untuk memperbaiki kondisi internal sehingga pelaksanaannya dapat
dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA
Arrington LR. 1972. Introduction to Laboratory Animal Science: The Breeding,
Care and Management of Experimental Animals. Danville (US): The
Interstate Printers and Publishers Inc.
David FR. 2006. Manajemen Strategis Konsep. Edisi ke-10. Jakarta (ID): Salemba
Empat.
David FR. 2009. Manajemen Strategis Konsep. Jakarta (ID): Salemba Empat.
Kotler P, Armstrong G. 2007. Dasar-dasar Pemasaran. Ed Ke-9. Jakarta (ID):
Erlangga.
Kotler P, Keller K. 2009. Manajemen Pemasaran. Ed ke-12 (Terjemahan). Jakarta
(ID): Indeks Media Group.
Malole MBM, Pramono CSU. 1989. Penggunaan Hewan-hewan Percobaan di
Laboratorium. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Mulyadi A. 1995. Ketika kulit tikus jadi jaket. dalam Kompas Edisi Senin, 27 Mar
1995 Halaman: 18. Jakarta (ID): Kompas.
Nurunisa VF, Lukman MB. 2012. Analisis Daya Saing dan Strategi
Pengembangan Agribisnis Teh Indonesia. Forum Agribisnis Vol. 2 No.1.
Bogor (ID): Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi Manajemen. Institut
Pertanian Bogor.
Osterwalder A, Yves P. 2010. Business Model Generation. Amsterdam (NL):
Modderman Drukwerk.
Pasiamanto H, Popong N, Diatan. 2006. Analisis efisiensi pemasaran karang hias
di Pulau Panggang Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. IPB EJournal. Dapat diakses pada http//:repository.ipb.ac.id. [23 Januari 2014].
Ratih F, Harmini. 2012. Efisiensi Teknis Usahatani Ubi Jalar di Desa Cikarawang
Kabupaten Bogor Jawa Barat. Forum Agribisnis Vol. 2 No.1. Bogor (ID):
Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi Manajemen. Institut Pertanian
Bogor.
Robinson. 1979. Taxonomi and Genetic. in Beker HJ, JR Lindsay, S Weisbroth,
editor. The Laboratory Rat. London (GB): Academic Pr.
Schuler L. 2006. Model animals and quantitative genetics. Makalah Kuliah
Umum. Bogor (ID): Fakultas Peternakan IPB.

17

Siregar HCH, Asnath MF, Dwi JS, Salundik, Yuni C.E. 2009. Pengembangan
Agribisnis Tikus putih (Rattus norvegicus) sebagai Unit Bisnis Kecil dan
Mendukung Kegiatan Akademik di Fakultas Peternakan Institut Pertanian
Bogor. IPB E-Journal. Dapat diakses pada http//:repository.ipb.ac.id. [21
Januari 2014].
Sule ET, Saefullah. K. 2005. Pengantar Manajemen. Jakarta (ID): Kencana
Perdana Media Grup.
Umar H. 2005. Strategic Management In Action. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka
Utama.

17

LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Analisis QSPM (Quantitative Strategies Planning Matrix)
Faktor Internal
Kekuatan
Lokasi strategis
Harga bersaing
Kualitsas produk terjamin
Variasi produk lengkap
Laporan keuangan dilakukan
tiap minggu
Rata-rata hasil penjualan
menguntungkan
Terdapat SOP yang jelas
Pegawai sudah
berpengalaman (Masa kerja ±
5 tahun)
Kelemahan
Sistem promosi masih kurang
Jumlah penjualan tidak teratur
Sebagai penerima harga
Sistem keuangan masih
dilakukan secara manual
Tidak ada penanggung jawab
keuangan
Gaji pegauai belum sesuai
standar
Belum ada perencanaan
jangka panjang
Sistem kandang tradisional
Manajemen stok belum baik
Tingkat pendidkan