Pengujian preferensi pakan, perangkap dan umpan beracun pada tikus rumah, Rattus rattus diardii L. dan mencit rumah, Mus musculus L.

PENGUJIAN PREFERENSI PAKAN, PERANGKAP, DAN
UMPAN BERACUN PADA TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii
L.) DAN MENCIT RUMAH (Mus musculus L.)

Nana Setiana
A06400024

PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

ABSTRAK

NANA SETIANA. Pengujian Preferensi Pakan, Perangkap, dan Umpan Beracun
pada Tikus Rumah (Rattus rattus diardii L.) dan Mencit Rumah (Mus musculus
L.). Dibimbing oleh SWASTIKO PRIYAMBODO.
Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting dalam
kehidupan manusia, baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun
permukiman. Tikus memakan segala macam bahan makanan manusia, merusak
segala peralatan rumah tangga, dinding rumah, serta tanaman hasil panen.

Disamping itu mencit dan tikus dapat pula menjadi vektor penyakit bagi manusia.
Pengendalian mencit dan tikus yang telah dilakukan diantaranya sanitasi
lingkungan, fisik-mekanis, biologis, kimia, dan fumigasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketertarikan tikus rumah dan
mencit rumah pada berbagai jenis pakan, perangkap, dan umpan yang
ditempatkan secara terpisah atau bersamaan. Manfaat dari penelitian ini adalah
untuk mengkaji keefektifan dari berbagai jenis perangkap dan umpan beracun
yang diaplikasikan pada lokasi dimana tersedia jenis pakan lain di habitat mencit
dan tikus.
Selama pengujian digunakan empat buah arena untuk ulangan ke-1 sampai
4 dan gudang untuk ulangan ke-5. Di dalam arena dan gudang diletakkan dua
buah gelas kaca sebagai wadah untuk air minum dan 6 buah bumbung bambu
untuk perlakuan mencit serta 4 buah bumbung bambu untuk perlakuan tikus.
Racun atau pakan disimpan dalam wadah kemudian diletakkan di bagian tepi dan
tengah arena. Sebelum digunakan dalam percobaan, mencit maupun tikus
diadaptasikan terlebih dahulu dalam arena selama 3 hari. Perlakuan pada mencit,
digunakan sebanyak 6 ekor setiap ulangan (arena) yang terdiri dari 3 ekor jantan
dan 3 ekor betina, sedangkan untuk tikus digunakan 4 ekor setiap arena yang
terdiri dari 2 ekor jantan dan 2 ekor betina. Pakan dan rodentisida berbahan aktif
kumatetralil dan seng fosfida digunakan sebanyak 20 g per wadah pada setiap

perlakuan, baik untuk tikus maupun mencit. Air diberikan sebanyak 50 ml per
gelas atau sekitar ¾ dari volume gelas. Untuk perlakuan rodentisida yang berupa
blok (bahan aktif brodifakum dan flokumafen) diberikan sebanyak empat blok
dalam setiap wadah baik untuk mencit maupun tikus. Pakan dan rodentisida
disimpan pada wadah berupa mangkuk kecil dan diletakkan di arena dengan posisi
yang berubah-ubah setiap hari selama perlakuan.
Analisis ragam menggunakan rancangan acak lengkap dengan program
SAS for Windows V.6.12. Uji lanjut dengan uji selang ganda Duncan dengan
taraf uji α=5%. Peubah yang diamati yaitu tingkat konsumsi pakan dan
rodentisida, serta hewan uji yang terperangkap.
Pakan yang paling disukai oleh tikus rumah berurutan yaitu gabah, beras,
dan pelet. Pada semua pengujian konsumsi rodentisida lebih kecil dari pakan.
Jenis perangkap yang paling banyak dimasuki tikus secara berurutan yaitu
Multiple Live Trap, Havahart Live Trap, Single Live Trap dan Snap Trap.
Penggunaan perangkap lebih efektif daripada umpan beracun, jumlah tikus yang
terperangkap lebih banyak daripada jumlah tikus yang mati akibat mengonsumsi
umpan beracun. Pakan yang paling disukai mencit rumah yaitu pelet dan gabah.
Konsumsi pakan lebih tinggi daripada konsumsi umpan beracun. Penggunaan

perangkap lebih efektif dari pada penggunaan umpan beracun. Konsumsi pakan

lebih tinggi pada uji pakan versus rodentisida dibandingkan dengan uji pakan
versus perangkap. Perangkap yang paling efektif yaitu Multiple Live Trap.

PENGUJIAN PREFERENSI PAKAN, PERANGKAP, DAN
UMPAN BERACUN PADA TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii
L.) DAN MENCIT RUMAH (Mus musculus L.)

Skripsi
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh
Nana Setiana
A06400024

PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007


Judul

: PENGUJIAN PREFERENSI PAKAN,
PERANGKAP, DAN UMPAN BERACUN PADA
TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN
MENCIT RUMAH (Mus musculus L.)

Nama

: Nana Setiana

NRP

: A06400024

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, MSi
NIP 131 664 407


Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, MAgr
NIP 130 422 698

Tanggal lulus : …………………

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kuningan pada tanggal 3 Januari 1982 sebagai anak
keenam dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Markum dan Ibu Acih Jasih.
Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Negeri II Garawangi pada
tahun 1994, SLTP Negeri I Garawangi tahun 1997, dan SMU Negeri I Garawangi
tahun 2000. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor
melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) di Jurusan Hama dan
Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada tahun 2001-2002 penulis menjadi pengurus di Himpunan Mahasiswa
Proteksi Tanaman (HIMASITA) sebagai koordinator bidang kerohanian. Pada

periode yang sama penulis juga menjadi Ketua Lingkar Studi Muslim Hama dan
Penyakit Tumbuhan (LSM-HPT).

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena
atas kudrat dan iradat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
Pengujian Preferensi Pakan, Perangkap, dan Umpan Beracun pada Tikus Rumah
(Rattus rattus diardii L.) dan Mencit Rumah (Mus musculus L.).
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan,
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis ingin menghaturkan ucapan terima kasih
kepada :
1. Ayah dan Ibu yang dengan kuat dan sabar senantiasa memberikan do’a
dan semangat untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Hanya Allah SWT
yang dapat memberikan balasan atas perjuangan dan pengorbanan Ayah
dan Ibu.
2. Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, MSi yang telah bersedia menerima,
membimbing, dan memotivasi untuk penyelesaian skripsi ini.

3. Dr. Ir. Bonny Poernomo WS, MSi, yang telah memberikan dorongan moril
selama kuliah.
4. Seluruh staf dosen dan pegawai Departemen Proteksi Tanaman yang telah
memberikan ilmu dan pengalaman selama penulis kuliah.
5. A Edi beserta keluarga dan A Yoyo yang terus menyokong penulis hingga
menyelesaikan skripsi ini, semoga Allah menunjukkan jalan-Nya kepada
kita.
6. Seluruh keluargaku yang di Kuningan, A Ono dan A Maman sekeluarga
semoga kita dapat memberikan yang terbaik untuk keluarga.
7. Kakak perempuanku, yakinlah bahwa Allah akan memberikan yang
terbaik dalam hidup ini.
8. Teman-teman sekelas angkatan 37. Selamat meraih masa depan.
9. Pak Soban, laboran Laboratorium Vertebrata Hama, yang telah
memberikan bantuan dan dorongan selama penelitian.
10. Sahabat-sahabatku di Kost-an. Semoga Allah senantiasa menghimpun kita
dalam ikatan persaudaraan yang abadi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini ada kekurangan, oleh karena itu saran
dan kritik penulis harapkan untuk perbaikan tugas selanjutnya. Semoga skripsi ini
dapat bermanfaat.


Bogor, Maret 2007

Nana Setiana

DAFTAR ISI

Halaman
PENDAHULUAN ......................................................................................
Latar Belakang ................................................................................
Tujuan .............................................................................................
Manfaat ...........................................................................................

1
1
2
2

TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................
Taksonomi Tikus Rumah (Rattus rattus diardii L.) dan Mencit
Rumah (Mus musculus L. ) .............................................................

Morfologi Tikus Rumah (Rattus rattus diardii L.) dan Mencit
Rumah (Mus musculus L. ) ...........................................................
Biologi Tikus Rumah (Rattus rattus diardii L.) dan Mencit Rumah
(Mus musculus L. )..........................................................................
Rodentisida Kronis..........................................................................
Brodifakum..........................................................................
Flokumafen..........................................................................
Kumatetralil.........................................................................
Rodentisida Akut.............................................................................
Seng Fosfida ........................................................................
Pakan ...............................................................................................
Beras ....................................................................................
Gabah...................................................................................
Pelet .....................................................................................
Jagung..................................................................................
Perangkap........................................................................................

3

4

6
7
7
8
8
8
9
9
9
10
10
11

BAHAN DAN METODE ...........................................................................
Tempat dan Waktu ..........................................................................
Bahan dan Alat................................................................................
Metode ............................................................................................
Hewan Percobaan ................................................................
Pakan dan Rodentisida ........................................................
Pemasangan Perangkap.......................................................

Pengamatan .........................................................................
Uji Preferensi Pakan............................................................
Uji Perangkap......................................................................
Uji Pakan versus Perangkap ................................................
Uji Pakan versus Rodentisida..............................................
Uji Pakan versus Perangkap versus Rodentisida.................
Rancangan Percobaan .....................................................................

12
12
12
13
14
14
15
15
16
16
16
16
17
17

HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................................
Uji Preferensi Pakan........................................................................

18
18

3
3

Uji Perangkap..................................................................................
Uji Pakan versus Perangkap............................................................
Uji Pakan versus Rodentisida .........................................................
Uji Pakan versus Perangkap versus Rodentisida ............................
Perbandingan Konsumsi Pakan.......................................................
Tikus Rumah .......................................................................
Mencit Rumah .....................................................................
Perbandingan Perangkap.................................................................
Tikus Rumah .......................................................................
Mencit Rumah .....................................................................

18
20
21
22
24
24
25
25
25
26

KESIMPULAN ...........................................................................................
Kesimpulan .....................................................................................
Saran................................................................................................

28
28
28

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................

29

LAMPIRAN................................................................................................

31

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1 Bahan baku dan kandungan nutrisi pada pelet...............................

10

Tabel 2 Konsumsi mencit rumah terhadap pakan uji preferensi pakan ......

18

Tabel 3 Mencit rumah yang terperangkap pada uji perangkap ...................

19

Tabel 4 Konsumsi tikus rumah dan mencit rumah terhadap pakan,
mencit rumah dan tikus rumah terperangkap.................................

20

Tabel 5 Konsumsi tikus rumah dan mencit rumah terhadap pakan
dan rodentisida ...............................................................................

21

Tabel 6 Konsumsi tikus rumah terhadap pakan, rodentisida
dan tikus rumah yang terperangkap ...............................................

23

Tabel 7 Konsumsi mencit terhadap pakan pada uji preferensi,
uji pakan versus perangkap dan uji pakan versus rodentisida .......

24

Tabel 8 Konsumsi tikus rumah terhadap pakan pada uji pakan versus
perangkap, uji pakan versus rodentisida dan uji pakan versus
perangkap versus rodentisida .........................................................

25

Tabel 9 Perbandingan jumlah tikus rumah terperangkap pada uji
pakan versus perangkap dan uji pakan versus perangkap
versus rodentisida ..........................................................................

26

Tabel 10 Perbandingan jumlah mencit rumah terperangkap pada uji
perangkap dan uji pakan versus perangkap..................................

26

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1 Perangkap yang digunakan.........................................................

13

Gambar 2 Arena pengujian .........................................................................

13

Gambar 3 Gejala keracunan pada mencit rumah dan tikus rumah..............

22

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Tabel 1 Analisis ragam uji preferensi pakan pada mencit rumah ..............

32

Tabel 2 Analisis ragam uji perangkap pada mencit rumah ........................

32

Tabel 3 Analisis ragam perangkap pada uji pakan versus perangkap
pada mencit rumah ......................................................................

32

Tabel 4 Analisis ragam pakan pada uji pakan versus perangkap pada
mencit rumah................................................................................

32

Tabel 5 Analisis ragam uji pakan versus rodentisida pada mencit rumah .

33

Tabel 6 Analisis ragam umpan gabungan pada mencit rumah ..................

33

Tabel 7 Analisis ragam perangkap gabungan pada mencit rumah.............

33

Tabel 8 Analisis ragam multiple live trap pada mencit rumah ..................

33

Tabel 9 Analisis ragam single live trap pada mencit rumah......................

34

Tabel 10 Analisis ragam snap trap pada mencit rumah.............................

34

Tabel 11 Analisis ragam shermann aluminium live trap pada mencit
rumah ..........................................................................................

34

Tabel 12 Analisis ragam pakan pada uji pakan versus perangkap pada
tikus rumah..................................................................................

34

Tabel 13 Analisis ragam perangkap pada uji pakan versus perangkap
pada tikus rumah .........................................................................

35

Tabel 14 Analisis ragam pakan dan rodentisida pada uji pakan versus
rodentisida pada tikus rumah ......................................................

35

Tabel 15 Analisis ragam pakan dan rodentisida pada uji pakan versus
perangkap versus rodentisida pada tikus rumah..........................

35

Tabel 16 Analisis ragam perangkap pada uji pakan versus perangkap
versus rodentisida pada tikus rumah ...........................................

35

Tabel 17 Analisis ragam pakan pada semua pengujian pada tikus rumah.

36

Tabel 18 Analisis ragam perangkap pada semua pengujian pada tikus
rumah ..........................................................................................

36

Tabel 19 Analisis ragam rodentisida pada semua pengujian pada tikus
rumah ..........................................................................................

36

Tabel 20 Analisis ragam multiple live trap pada uji pakan versus
rodentisida dan uji pakan versus perangkap versus rodentisida

pada tikus rumah .........................................................................

37

Tabel 21 Analisis ragam single live trap pada uji pakan versus rodentisida
dan uji pakan versus perangkap versus rodentisida pada tikus
rumah ..........................................................................................

37

Tabel 22 Analisis ragam havahart live trap pada uji pakan versus
rodentisida dan uji pakan versus perangkap versus rodentisida
pada tikus rumah .........................................................................

37

Tabel 23 Analisis ragam snap trap pada uji pakan versus rodentisida
dan uji pakan versus perangkap versus rodentisida pada tikus
rumah ..........................................................................................

37

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting dalam
kehidupan manusia, baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun
permukiman (Meehan 1984). Setidaknya ada 24 spesies tikus yang merupakan
hama penting di negara-negara Asia dan Indo Pasifik (Aplin et al. 2003).
Beberapa spesies yang terdapat di Indonesia antara lain Bandicota indica (tikus
wirok), Rattus norvegicus (tikus riul), R. tiomanicus (tikus pohon), R.
argentiventer (tikus sawah), R. exulans (tikus ladang), dan R. rattus diardii (tikus
rumah) (Priyambodo 2005).
Tikus rumah merupakan salah satu jenis hama yang biasa ditemukan di
sekitar rumah, pekarangan, dan gudang (tempat penyimpanan makanan)
(Priyambodo 2003). Tikus memakan segala macam bahan makanan manusia,
merusak segala peralatan rumah tangga, dinding rumah, serta tanaman hasil panen
(Ensiklopedi Nasional Indonesia 1991). Disamping itu mencit dan tikus dapat
pula menjadi vektor penyakit bagi manusia. Salah satu penyakit yang ditularkan
oleh mencit yaitu penyakit Lymphocytic choriomeningitis yang disebabkan oleh
virus (LCM virus) (Priyambodo 2003). Penyebaran virus tersebut ditularkan
melalui urine, feses, dan hasil eksresi mencit yang mengontaminasi makanan dan
air (Gratz 1994).

Sedangkan pada tikus penularan terjadi akibat adanya

kontaminasi dari feses dan urine pada makanan dan minuman yang dikonsumsi
manusia serta adanya kontak dengan jaringan tikus yang mengandung patogen
(Priyambodo 2003).
Beberapa usaha pengendalian mencit dan tikus yang telah dilakukan
diantaranya sanitasi lingkungan, fisik-mekanis, biologis, kimia, dan fumigasi
(Smith 1996). Sanitasi lingkungan dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan
lingkungan dari sampah-sampah atau barang-barang yang menumpuk yang dapat
dijadikan sarang oleh tikus maupun mencit. Pengendalian secara fisik-mekanik
yang banyak dilakukan yaitu gropyokan, pemerangkapan (trapping), pemagaran
(proofing). Untuk pengendalian biologis dapat dilakukan dengan memanfaatkan

2

predator mencit dan tikus untuk memangsanya.

Pengendalian dengan

menggunakan umpan beracun terutama dari jenis rodentisida antikoagulan dapat
menimbulkan kekebalan mencit dan tikus terhadap racun (Meehan 1984). Namun
demikian pengendalian dengan mengunakan racun sintetik ini tetap disukai oleh
pengguna karena praktis, mudah diaplikasikan, dan hasilnya cepat. Meskipun
demikian pengendalian secara kimia tetap dilakukan sebagai langkah akhir dalam
konsep pengendalian hama terpadu (Priyambodo 2003).
Mencit rumah dijadikan hewan uji dimaksudkan sebagai pembanding
dengan tikus rumah. Mencit rumah diambil karena memiliki kesamaan habitat
yaitu di permukiman.

Selain itu mencit yang digunakan yaitu mencit

laboratorium (mencit rumah yang dipelihara di lababoratorium), ini digunakan
untuk perbandingan antara hewan uji yang liar dan yang dipelihara di
laboratorium.
Permasalahan yang dihadapi pada saat pengendalian yang dilakukan
dengan pemerangkapan dan umpan beracun yaitu tersedianya makanan tikus dan
mencit di habitatnya dalam jumlah yang cukup melimpah.

Hal ini dapat

menyebabkan pengendalian yang dilakukan kurang efektif, jika cara pengendalian
tersebut menggunakan umpan yang tidak disukai/diminati oleh tikus dan mencit.
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang ketertarikan tikus dan mencit
terhadap berbagai jenis pakan, perangkap, dan rodentisida yang dilakukan pada
lokasi dimana banyak tersedia makanan di habitatnya.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketertarikan tikus rumah dan
mencit rumah pada berbagai jenis pakan, perangkap, dan umpan beracun yang
ditempatkan secara terpisah atau bersamaan.

Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengkaji keefektifan dari
berbagai jenis perangkap dan umpan beracun yang diaplikasikan pada lokasi
dimana tersedia jenis pakan lain di habitat tikus dan mencit.

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi Tikus Rumah (Rattus rattus diardii L.) dan Mencit Rumah (Mus
musculus L.)
Taksonomi tikus rumah adalah pada Ordo Rodentia, Sub ordo
Myomorpha, Famili Muridae, Sub famili Murinae, Genus Rattus, Spesies Rattus
rattus, dan Sub spesies R. rattus diardii (Jentink 1879 dalam CABI 2005).
Taksonomi mencit rumah adalah pada Ordo Rodentia, Famili Muridae, Sub famili
Murinae, Genus Mus, dan Spesies Mus musculus (Ballenger 1999).

Morfologi Tikus Rumah (R. r. diardii) dan Mencit Rumah (M. musculus)
Tikus rumah (R. r. diardii) memiliki ciri morfologi tekstur rambut agak
kasar, bentuk hidung kerucut, bentuk badan silindris, warna badan bagian perut
dan bagian punggung sama yaitu cokelat hitam kelabu, warna ekor cokelat hitam,
bobot tubuh berkisar antara 60 – 300 g, panjang kepala + badan bervariasi dengan
panjang ekor (lebih pendek, sama, atau lebih panjang), lebar sepasang gigi
pengerat rahang atas 3 mm, dan betina memiliki puting susu 2 + 3 pasang. Tikus
rumah memiliki kemampuan indera yang sangat menunjang segala aktivitasnya
kecuali indera penglihatan.

Selain itu tikus rumah memiliki kemampuan

memanjat dan mengerat yang sangat baik (Priyambodo 2003).
Mencit memiliki morfologi yang sama dengan tikus, namun mencit
memiliki ukuran yang lebih kecil daripada tikus (Ballenger 1999). Menurut Inglis
(1980) mencit cokelat adalah mencit liar yang merupakan nenek moyang mencit.
Mencit rumah strain laboratorium yang dikenal pada saat ini, berdasarkan
warnanya terdiri dari tiga jenis yaitu mencit cokelat yang awalnya merupakan
mencit liar, mencit putih yang merupakan keturunan dari mencit cokelat yang
telah kehilangan pigmen (Priyambodo 2003), serta mencit hitam yang merupakan
hasil dari persilangan antara mencit cokelat dan putih (Penjelasan dari teknisi
Laboratorium Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, IPB).

4

Biologi Tikus Rumah (R. r. diardii) dan Mencit Rumah (M. musculus)
Tikus merupakan hewan yang lincah dan cerdik. Perilaku ini ditunjang
oleh kemampuan indera dan fisik yang terlatih untuk aktif malam hari. Gigi seri
yang tajam dan tumbuh terus-menerus berfungsi untuk mengerat, menggali tanah,
dan berkelahi. Rambut-rambut panjang dan misai berfungsi sebagai pemandu
jalan yang sensitif terhadap gerakan benda. Lidah, hidung, dan telinga berfungsi
sebagai pembeda rasa, aroma, suara dari benda yang dijumpai dan berbahaya
(Rochman 1990).
Tikus memiliki kemampuan indera yang sangat menunjang dalam setiap
aktivitasnya. Diantara kelima indera yang dimilikinya hanya indera penglihatan
yang berkembang kurang baik, tetapi kekurangan ini ditutupi oleh keempat indera
lainnya yang sangat berkembang sangat baik (indera penciuman, pendengaran,
perasa dan, peraba) (Priyambodo 2003).
Penglihatan tikus kurang berkembang dengan baik, tetapi memiliki
kepekaan yang tinggi terhadap cahaya. Sebagian besar cahaya ditangkap oleh
tikus sebagai warna kelabu.

Pada tikus terdapat juga kecenderungan tertarik

terhadap warna-warna kuning dan hijau terang yang ditangkap sebagai warna
kelabu terang.

Hal ini dimanfatkan oleh manusia untuk memberikan warna

kuning dan hijau terang pada umpan beracun untuk menariknya (Priyambodo
2003). Indera penciuman berkembang dengan sangat baik hal ini ditunjukkan
dengan menggerakan-gerakkan kepala dan mendengus ketika mencium bau
pakan, tikus lain, atau musuhnya. Indera penciuman dimanfaatkan oleh manusia
untuk menarik atau mengusir tikus dari suatu tempat. Untuk menarik tikus dapat
digunakan bahan kimia penarik (atraktan), sedangkan untuk mengusir dapat
digunakan bahan kimia penolak (repelen).

Tikus juga memiliki kemampuan

indera perasa yang dapat membedakan rasa manis, asam, pahit, dan asin seperti
pada manusia (Meehan 1984). Kemampuan tersebut menyebabkan tikus dapat
menolak racun atau menimbulkan masalah dosis sub lethal (dosis racun yang
tidak sampai membunuh tikus yang memakannya) (Priyambodo 2003). Indera
peraba pada tikus berkembang sangat baik. Alat peraba pada tikus berupa rambutrambut halus dan panjang yang tumbuh diantara rambut

pada bagian tepi

tubuhnya (vibrissae) dan kumis (misai). Bentuk rabaan tikus dapat berupa

5

sentuhan dengan lantai, dinding, maupun benda-benda yang ada di dekatnya.
Dalam pergerakannya, tikus biasanya melalui jalur yang sama atau biasa disebut
run way. Hal ini dimanfaatkan manusia untuk melakukan pengendalian dengan
meletakkan perangkap atau umpan beracun pada run way tersebut (Meehan 1984).
Mencit yang umum dipelihara di laboratorium yaitu, mencit yang
berwarna putih sehingga mencit ini dikenal dengan mencit laboratorium. Mencit
laboratorium jika diperlakukan dengan halus akan menjadi jinak sebaliknya jika
diperlakukan dengan kasar mereka akan bersikap agresif bahkan akan menggigit.
Seekor mencit jantan yang hidup di laboratorium maupun yang hidup liar jika
dicampurkan ke dalam kelompok yang sudah stabil hirarkinya akan berkelahi
untuk menentukan pemimpin kelompok tersebut. Mencit betina yang sedang
menyusui anak, baik yang dipelihara di laboratorium maupun yang liar akan
melakukan perlindungan terhadap anak-anaknya dengan menjaga sarangnya.
Induk mencit yang dipelihara di laboratorium akan bersifat kanibal (memakan
anaknya) jika anaknya dipegang dengan tangan manusia yang kotor. Begitupun
mencit jantan memiliki sifat suka memakan anak mencit yang baru lahir sehingga
anak mencit yang baru lahir ini perlu dipisahkan dari mencit jantan (Malole dan
Pramono 1989). Konsumsi pakan per hari pada tikus sekitar 20% dari bobot
tubuhnya. Tikus dapat bertahan hidup tanpa makan selama seminggu, akan tetapi
hal ini akan menghambat perkembangannya (Anonim 2006).
Konsumsi pakan mencit berkisar 3 - 4 g per hari dari pakan yang kering
atau sekitar 20% dari berat bobot tubuhnya dan kebutuhan air sebanyak 3 ml per
hari. Sedangkan untuk tikus 10g/hari untuk pakan kering, minum 15 - 30 ml/hari.
Mencit rumah relatif tahan haus dibanding jenis tikus lainnya dan hanya akan
minum jika menemukan air (Priyambodo 2003).
Mencit dapat menghasilkan keturunan dalam jumlah banyak, yaitu 3 - 12
ekor/kelahiran dengan masa bunting 19 - 20 hari (Twigg 1988). Bobot anak
mencit yang baru dilahirkan berkisar antara 0,5 - 1,5 g, untuk anak tikus 4,5 - 6,5
g. Bobot mencit jantan dewasa adalah 20 - 24 g sedangkan mencit betina dewasa
25 - 40 g, bobot tubuh tikus yaitu 60 - 300 g. Anak mencit maupun tikus disapih
pada umur 21 - 28 hari. Lama hidup mencit mencapai 1,5 tahun di lapangan dan 3
tahun di laboratorium (Malole dan Pramono 1989). Dewasa seksual mencit cepat

6

yaitu antara 2 - 3 bulan. Selain itu mencit dan tikus memiliki sifat post partum
oestrus yaitu timbulnya birahi kembali segera (24 - 28 jam) setelah melahirkan
dan dapat beranak sepanjang tahun. Dalam kondisi cuaca yang tidak kondusif
dapat menyebabkan periode perkembangbiakannya terganggu, tetapi dengan
sarang dan perlindungan yang baik serta kualitas makan yang tersedia akan dapat
memperbaiki periode perkembangbiakannya (Balogh dan Croft 2004).
Mencit memiliki indera perasa yang berkembang baik.

Mencit akan

menyeleksi dan mencicipi makanannya terlebih dahulu sebelum dimakan. Jika
dirasa makanan tersebut tidak berbahaya mencit baru memakannya dalam jumlah
yang cukup (Timm dan Salmon 1988). Dibandingkan dengan jenis tikus lainnya,
mencit memiliki sifat mudah curiga terhadap setiap benda yang baru ditemuinya
termasuk terhadap pakannya (Priyambodo 2003). Selain itu mencit memiliki
kemampuan mendeteksi racun atau umpan beracun setelah mengalami keracunan.
Selanjutnya mereka akan menolak untuk memakan racun dan umpan beracun
yang sama. Hal ini disebut jera racun atau jera umpan (Prakash 1988).

Rodentisida Kronis
Rodentisida kronis atau antikoagulan merupakan racun yang bekerja
secara lambat. Rodentisida sintetik dari senyawa kumarin (salah satu bahan aktif
rodentisida antikoagulan) yang pertamakali diedarkan pada tahun 1950 oleh
Wisconsin adalah warfarin (berasal dari kata Warf dan coumarin). Penggunaan
warfarin kemudian berkembang dengan cepat karena rodentisida ini tidak
menimbulkan jera umpan (bait-shyness) dan gejala timbul setelah hewan makan
umpan beberapa hari (Ware 1978). Gejala keracunan pada hewan sasaran terlihat
dalam waktu yang cukup lama yaitu sekitar 24 jam atau lebih (Oudejans 1991).
Cara kerja antikoagulan (senyawa hidroksikumarin dan indandion) adalah
menghambat pembentukan prothrombin yang bertanggung jawab dalam proses
pembekuan darah dan kerusakan pembuluh yang menyebabkan pendarahan
(Ware 1978).

7

Brodifakum
Salah satu bahan aktif yang digunakan sebagai rodentisida kronis yaitu
brodifakum. Bahan aktif ini merupakan racun antikoagulan generasi kedua yang
paling potensial untuk mengendalikan tikus dan mencit yang sudah kebal
(resisten) terhadap racun lain (antikoagulan generasi pertama). Nama kimia dari
brodifakum yaitu 3-[3-(4’-bromobiphenyl-4-yl)-1,2,3,4-tetrahydro-l-naphthyl]hydroxycoumarin[56073-10-0],C31H23BrO3 (Buckle & Smith 1996).
Berdasarkan hasil penelitian di laboratorium maupun di lapang,
brodifakum dengan konsentrasi 0,005% dapat menyebabkan 100% kematian
mencit baik yang rentan maupun yang kebal terhadap warfarin setelah satu hari
perlakuan (Buckle 1996). Bentuk asli dari bahan aktif brodifakum berupa bubuk
putih dan dapat terdegradasi oleh cahaya ultra violet. Racun ini bekerja dengan
mengganggu kerja vitamin K dalam proses pembekuan darah. Racun berpotensi
membunuh apabila rodens menyerap dengan dosis bahan aktif sebesar 50 mg/kg
(Oudejans 1991).

Flokumafen
Flokumafen merupakan senyawa kimia yang mirip dengan brodifakum
temasuk kedalam kelompok rodentisida kronis atau antikoagulan. Flokumafen
memiliki

nama

kimia

4-hydrovy-3-(1,2,3,4-tetrahyro-3-[4-(4-

trifluoromethylbenzyloxy)phenyl]-1-naphthyl]coumarin

[90035-08-8],

C33H25F3O4, dan merupakan salah satu dari bahan aktif generasi kedua yang
potensial digunakan (Buckle & Smith 1996).
Bentuk asli dari flokumafen adalah padatan berwarna putih, degradasi
flokumafen tidak terdeteksi dalam 4 minggu, tidak larut dalam air, sedikit larut
dalam alkohol dan larut dalam aseton.

Cara kerja racun ini mengganggu

metabolisme vitamin K dan mengganggu sistem pembekuan darah. Flokumafen
merupakan racun yang memiliki LD50 sebesar 0,25 mg/kg untuk tikus dan 0,8
mg/kg untuk mencit (Oudejans 1991).

8

Kumatetralil
Kumatetralil termasuk ke dalam golongan racun antikoagulan yang
dihasilkan oleh Jerman dan telah digunakan selama bertahun-tahun untuk
mengendalikan hewan pengerat. Kumatetralil memiliki toksisitas yang lebih
tinggi daripada warfarin tetapi cukup efektif untuk mengendalikan tikus riul (R.
norvegicus). Kumatetralil berbentuk bubuk kristal berwarna putih kekuningan,
tidak larut dalam air tetapi larut dalam aseton dan ethanol.
Kumatetralil merupakan bahan aktif yang tidak menyebabkan jera umpan.
LD50 sub kronis untuk R. norvegicus 16.5 mg/kg, untuk tikus betina sedikit lebih
sensitif dibandingkan dengan tikus jantan (Prakash 1988).

LD50 untuk tikus

rumah (R. r. diardii) 0,3 mg/kg (Sikora 1981).

Rodentisida Akut
Rodentisida akut merupakan racun yang dapat menyebabkan kematian
setelah mencapai dosis letal dalam waktu 24 jam atau kurang (Buckle 1996).
Untuk beberapa bahan aktif bahkan dapat menyebabkan kematian dalam beberapa
menit (Meehan 1984). Rodentisida akut merupakan racun yang sangat berbahaya.
Racun ini tidak memiliki antidot yang spesifik, sehingga di beberapa negara
keberadaannya sangat dibatasi.

Penggunaan rodentisida akut biasanya hanya

diizinkan bagi pengguna yang sudah profesional.

Seng fosfida
Salah satu rodentisida akut yang banyak digunakan dan merupakan satusatunya rodentisida akut yang diperbolehkan digunakan oleh non profesional yaitu
rodentisida berbahan aktif seng fosfida.

Bahan ini merupakan racun non

antikoagulan berbentuk tepung dan berwarna kelabu kehitaman dengan kemurnian
bahan aktif mencapai 80 - 90%.
Seng fosfida diproduksi dengan cara melakukan kombinasi antara seng
dengan fosfor. Racun ini telah dikenal sejak dulu sebagai racun yang efektif
mengendalikan tikus dan penggunaannya sudah meluas (Corrigan 1997). Racun
ini bersifat dapat bercampur dengan karbon disulfida dan benzena tapi tidak dapat
larut dalam alkohol dan air. Seng fosfida bekerja dengan menghasilkan gas fosfin

9

yang dapat merusak saluran pencernaan (Lund 1994), masuk ke dalam aliran
darah dan menghancurkan hati (liver). Menurut Corrigan 1997 tikus yang mati
karena mengonsumsi seng fosfida akan mengalami kerusakan pada bagian hati
dan mengalami gagal ginjal. LD50 seng fosfida terhadap tikus rumah yaitu 45,7
mg/kg.

Pakan
Beras
Beras adalah salah satu makanan pokok bagi penduduk dunia dengan
jumlah produksi per tahun menempati peringkat kedua setelah gandum. Struktur
beras terdiri dari beberapa bagian yaitu kulit gabah, lapisan perikarp, lapisan
aleuron, bakal kecambah, dan bagian endosperm yang seperti kaca (Lasztity
1986).
Beras mengandung 6,7% karbohidrat, 6,7%

protein dan kandungan

protein ini berkurang hingga 2% setelah dimasak. Protein beras mengandung lisin
lebih kurang 4% yang merupakan asam amino pembatasnya (de Man 1997).
Asam amino pembatas merupakan asam amino yang tersedia dalam jumlah
terbatas, namun cukup untuk perbaikan jaringan tubuh akan tetapi tidak cukup
untuk pertumbuhan (Almatsier 2001).

Gabah
Gabah adalah bulir padi, biasanya mengacu pada bulir padi yang telah
dipisahkan dari tangkainya (jerami). Secara anatomi biologi, gabah merupakan
buah sekaligus biji dan termasuk buah yang bertipe bulir atau caryopsis, yaitu tipe
buah yang sulit dibedakan antara buah dengan biji. Gabah kering simpan
mengandung kadar air maksimal 14% (Wikipedia 2000). Kulit luarnya
mengandung bahan yang berupa silikat.
Gabah tersusun dari 15-30% kulit luar (sekam), 4-5% kulit ari, 12-14%
katul, 65-67% endosperm, dan 2-3% lembaga. Lapisan katul banyak mengandung
vitamin B1. Selain itu katul juga mengandung protein, lemak, vitamin B2 dan
niasin (Wikipedia 2000).

10

Pelet
Pelet merupakan salah satu bahan makanan tambahan yang digunakan
untuk pakan ternak. Pelet terdiri dari bahan hewani, nabati, dan bahan makanan
lainnya yang dibuat dengan cara dijadikan adonan seperti pasta kemudian dicetak
kering sebagai potongan pelet. Bahan pembuatan dan kandungan nutrisi pada
pelet disajikan pada Tabel 1 (Mashur 2006).
Tabel 1 Bahan baku dan kandungan nutrisi pada pelet
Bahan Baku
Tepung ikan
Tepung kepala udang
Tepung daging kerang
Tepung cumi-cumi
Kedelai
Yeast
Minyak ikan
Minyak cumi
Campuran vitamin/mineral
Lesitin
Astaksantin
Etoksiquin
Gelatin
Agar-agar
Kolesterol
Lesitin
Sikloheksam

Persentase (%)
48
13
10
9
5,5
4
2
1,6
2,5
1,2
0,2
150 mg/kg
11 g/100 g
3 g/100g
0,8 g
1,6 g
100 ml

Nilai Nutrisi
Protein: 53%
Lemak: 13%
Karbohidrat: 4%
Serat: 7,6%
Air: 8
Abu: 12
Kalori: 410,8

Sumber: Akbar (1999).

Istilah ”pelet” digunakan untuk menyatakan bahan yang tidak berbentuk
tepung maupun butiran, akan tetapi berupa potongan-potongan pipa (Asmawi
1983).

Jagung
Jagung merupakan salah satu palawija yang utama di Indonesia. Selain
dijadikan sebagai bahan pangan alternatif pengganti beras, jagung juga digunakan
untuk pakan ternak (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan 1998).
Kandungan nutrisi dalam jagung (per 100 g makanan) yaitu protein 4,1 g,
energi 129 kkal, lemak 1,3 g, karbohidrat 39,3 g, kalcium (Ca) 5 mg, besi (Fe) 1,1
mg, dan vitamin C 9 mg (Riana 2000). Jagung terdiri dari beberapa bagian, yaitu
kulit ari, lembaga, dan endosperma (Wikipedia 2000).

11

Perangkap
Beberapa jenis perangkap yang dikenal dalam pengendalian tikus dan
mencit antara lain perangkap hidup (live trap) dan perangkap mati (kill trap).
Beberapa perangkap yang termasuk perangkap hidup diantaranya single live trap,
multiple live trap, Sherman aluminium live trap, havahart live trap, sedangkan
yang termasuk perangkap mati diantaranya snap trap, sticky-board trap/gluetrap
(perangkap berperekat), gin trap dan pitfall trap (perangkap jatuhan) (Anonim
2006).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Preferensi Pakan
Hasil uji preferensi pakan pada mencit rumah dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Konsumsi mencit rumah terhadap pakan pada uji preferensi pakan
Pakan

Konsumsi (g/100 g bobot tubuh)

Pelet
Beras
Gabah
Jagung

9,57 a
7,47 a
4,01 b
2,09 b

Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang
ganda Duncan pada taraf α=5%

Pada pengujian preferensi pakan menunjukkan hasil bahwa pelet dan beras
merupakan pakan yang paling disukai disusul dengan gabah dan jagung. Hasil uji
lanjutan menunjukkan bahwa konsumsi pelet dan beras tidak berbeda nyata, tetapi
kedua pakan ini menunjukkan hasil yang berbeda nyata jika dibandingkan dengan
kedua pakan lainnya (gabah dan jagung).
Pelet dan beras lebih disukai daripada gabah dan jagung. Hal ini karena
pelet merupakan pakan buatan yang terdiri dari bahan-bahan yang berasal dari
hewani dan nabati. Pelet lebih disukai karena baunya yang menarik bagi mencit
serta bentuk dan kepadatannya yang membuat mencit lebih senang untuk
mengeratnya. Hal ini pun ditunjukkan dengan perilaku mencit yang dari sejak
kecil sudah mengetahui jenis pakan mana yang harus dimakan dan mana yang
tidak boleh dimakan.

Hal ini didapatkan dengan cara belajar dari induknya

dengan mengendus-ngendus mulut dan hidung induknya setelah mengkonsumsi
pakan (Galef dan Clark 1971).

Uji Perangkap
Hasil uji perangkap pada mencit rumah dapat dilihat pada Tabel 3.
Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa Multiple Live Trap, Single Live Trap,
dan Shermann Aluminium Live Trap merupakan perangkap yang paling banyak

19

dimasuki oleh mencit. Hasil uji lanjutan menunjukkan bahwa ke-3 perangkap
tersebut menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata.
Tabel 3 Mencit rumah yang terperangkap pada uji perangkap

Ket :

Perangkap

Terperangkap (individu/perangkap)

Multiple Live Trap
Single Live Trap
Shermann Aluminium Live Trap
Snap Trap
Glue Trap

7,4 a
6,8 a
5,2 a
3,2 b
2,4 b

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang
ganda Duncan pada taraf α=5%

Multiple Live Trap memiliki pintu masuk yang berbentuk lorong dan
akan terbuka jika diinjak oleh mencit yang kemudian secara otomatis akan
tertutup kembali jika tidak ada beban di atasnya. Selain itu Multiple Live Trap
dapat dimasuki oleh lebih dari satu mencit rumah.

Single Live Trap memiliki

posisi pintu yang terbuka lebar menyebabkan mencit mudah memasukinya.
Sedangkan pada Shermann Aluminium Live Trap dengan bentuk kotak panjang
menyebabkan mencit mengira sebagai tempat berlindung seperti halnya bumbung
bambu. Kedua perangkap ini akan menutup jika ada mencit yang masuk dan
menghalangi mencit lain untuk memasukinya. Akan tetapi kedua tipe perangkap
ini dapat dimasuki oleh lebih dari satu mencit secara bersamaan. Snap Trap dan
Glue Trap kurang disukai karena mudah terdeteksi oleh mencit sebagai benda
yang berbahaya.

Pada Snap Trap, ketika ada mencit yang terperangkap

mengeluarkan bunyi yang sangat kencang dan menyebabkan mencit yang lain
terkejut sehingga akan menimbulkan ketakutan serta tidak dapat berfungsi untuk
menangkap mencit yang lain.

Glue Trap tidak disukai oleh mencit karena

perangkap ini terbuat dari bahan kimia yang mengeluarkan bau yang membuat
mencit lebih waspada yang pada akhirnya tidak menghampiri perangkap ini.
Selain itu pada saat terperangkap mencit terus bergerak-gerak untuk melepaskan
diri dari rekatan lem tersebut dan hal ini menyebabkan mencit yang lain bersikap
lebih waspada terhadap perangkap ini.

20

Uji Pakan versus Perangkap
Hasil uji pakan versus perangkap pada tikus rumah dan mencit rumah
dapat dilihat pada Tabel 4.
Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa Multiple Live Trap merupakan jenis
perangkap yang paling banyak dimasuki oleh tikus rumah yaitu sebanyak 11,2
ekor, disusul oleh Havahart Live Trap dengan rata-rata tikus terperangkap 3,8
ekor sedangkan untuk Single Live Trap dan Snap Trap masing-masing 2 dan 0,6
ekor. Uji lanjutan menunjukkan bahwa Multiple Live Trap berbeda nyata dengan
ketiga jenis perangkap lainnya.

Untuk konsumsi pakan, gabah lebih disukai

daripada beras dan pelet. Hasil uji lanjutan menunjukkan bahwa konsumsi gabah
berbeda nyata dibanding dengan beras dan pelet. Tikus lebih menyukai gabah
dibandingkan dengan beras yang kulit luarnya sudah terkelupas, karena tikus
rumah khususnya di Indonesia lebih menyukai aktivitas mengupas dulu sebelum
makan. Selain itu pada gabah terutama pada bagian katul banyak mengandung
vitamin B baik B1 maupun B2 dan niasin. Niasin ini yang menyebabkan katul
keras sehingga disenangi oleh tikus ketika mengerat gabah.
Tabel 4 Konsumsi mencit rumah dan tikus rumah terhadap pakan (g/100 g bobot
tubuh) serta mencit rumah dan tikus rumah terperangkap
(individu/perangkap)
Pakan dan perangkap

Tikus rumah

Mencit rumah

Pelet
Gabah
Beras

1,01 b
3,12 a
1,94 b

5,25 a
4,59 a
1,95 b

Multiple Live Trap
Havahart Live Trap
Shermann Aluminium Live Trap
Single Live Trap
Snap Trap

11,2 a
3,8 b
2 bc
0,6 c

7,2 a
4,8 b
4,4 b
2,6 c

Ket :

Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
berdasarkan uji selang ganda Duncan pada taraf α=5%

Pada mencit rumah didapatkan hasil bahwa Multiple Live Trap masih
banyak dimasuki mencit dibandingkan dengan perangkap yang lain dengan
jumlah rata-rata yang terperangkap yaitu 7,2 ekor. Uji lanjutan menunjukkan
hasil yang berbeda nyata dengan Shermann Aluminium Live Trap, Single Live
Trap dan Snap Trap.

21

Konsumsi pakan dalam uji ini menunjukkan bahwa pelet dan gabah
merupakan pakan yang paling banyak dikonsumsi dibandingkan dengan beras.
Kedua pakan ini menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata, tetapi kedua pakan
ini menunjukkan hasil yang berbeda nyata jika dibandingkan dengan beras.
Gabah lebih disukai daripada beras karena pada gabah terdapat kulit luar (sekam)
yang banyak mengandung niasin dan vitamin B baik B1 maupun B2. Kulit gabah
dikupas terlebih dahulu oleh mencit sebelum dimakan. Aktivitas mengupas inilah
yang disenangi oleh mencit rumah karena sekaligus dapat mengurangi panjang
gigi serinya. Sedangkan pelet disukai karena terbuat dari berbagai bahan yang
banyak mengandung nutrisi yang dibutuhkan oleh mencit. Selain itu bentuk pelet
yang bulat dan keras menyebabkan mencit menyukainya untuk mengerat.

Uji Pakan versus Rodentisida
Hasil uji pakan dan rodentisida pada tikus rumah dan mencit rumah dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Konsumsi tikus rumah dan mencit rumah terhadap pakan dan rodentisida
(g/100 g bobot tubuh)
Pakan dan rodentisida

Tikus rumah

Mencit rumah

Pelet
Gabah
Beras
Brodifakum 2
Flokumafen
Seng fosfida
Kumatetralil
Brodifakum 3
Brodifakum 1

2,08 b
7,98 a
5,41 ab
0,08 c
0,10 c
0,40 c
0,27 c
0,08 c
0,10 c

8,22 a
8,07 a
1,16 b
0,33 b
0,19 b
0,16 b
0,07 b
0,01 b

Ket : Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
berdasarkan uji selang ganda Duncan pada taraf α=5%

Pada tikus, konsumsi pakan lebih tinggi dari pada rodentisida. Gabah
merupakan pakan yang paling banyak dikonsumsi dengan konsumsi 7,98 g
disusul dengan beras dan pelet masing-masing 5,41 dan 2,08 g.

Konsumsi

rodentisida yang paling banyak yaitu rodentisida akut berbahan aktif seng fosfida
(0,4 g).

Walaupun secara keseluruhan konsumsi terhadap rodentisida ini

menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata, namun konsumsi seng fosfida

22

tersebut sudah dapat menyebabkan kematian pada tikus rumah. Jumlah total tikus
yang mati selama pengujian mencapai 7 ekor dari total 20 ekor. Tikus yang mati
lebih banyak disebabkan oleh seng fosfida, hal ini dapat dilihat dari gejala yang
terjadi pada tikus. Gejala yang terlihat yaitu di bagian dalam tubuh terdapat
gelembung udara pada bagian usus dan lambung (Gambar 3).

Gelembung

tersebut disebabkan oleh gas fosfin (PH3) yang dihasilkan dari reaksi seng fosfida
dengan O2. Hal ini menunjukkan bahwa rodentisida jenis seng fosfida cukup
efektif untuk dapat membunuh tikus walaupun jumlah yang dikonsumsi hanya
sedikit (kurang dari 1 g).
Hal yang sama terjadi pada mencit rumah menunjukkan bahwa konsumsi
pelet (8,22 g) dan gabah (8,07 g) lebih disukai dibandingkan dengan rodentisida.
Konsumsi keduanya menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata, akan tetapi
keduanya menunjukkan hasil yang berbeda nyata jika dibandingkan dengan
konsumsi semua jenis rodentisida.

Untuk konsumsi rodentisida sendiri

menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dari setiap jenis rodentisida.

A

B

Gambar 3 Gejala keracunan pada tikus rumah (A) dan mencit rumah (B)

Uji Pakan versus Perangkap versus Rodentisida
Pengujian ini hanya dilakukan pada tikus rumah.

Hasil pengujian

menunjukkan bahwa gabah tetap menjadi pakan yang paling disukai dengan ratarata konsumsi mencapai 3,82 g disusul dengan beras sebanyak 3,09 g.

23

Hasil uji pakan versus perangkap versus rodentisida pada tikus rumah
dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Konsumsi tikus rumah terhadap pakan dan rodentisida (g/100g bobot
tubuh) serta tikus rumah yang terperangkap (individu/perangkap)
Pakan dan perangkap

Konsumsi dan hewan terperangkap

Gabah
Beras
Kumatetralil
Seng fosfida
Pelet
Brodifakum 2
Flokumafen
Brodifakum 3
Brodifakum 1

3,82 a
3,09 ab
1,40 abc
0,45 bc
0,25 c
0,01 c
0,003 c
0c
0c

Multiple Live Trap
Havahart Live Trap
Single Live Trap
Snap Trap

8,75 a
4b
1c
0,25 c

Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang
ganda Duncan pada taraf α=5%

Untuk konsumsi rodentisida, kumatetralil merupakan rodentisida yang
paling banyak dikonsumsi disusul oleh seng fosfida dengan rata-rata konsumsi
masing-masing 1,40 dan 0,45 g.

Kedua rodentisida tersebut lebih tinggi

konsumsinya dibandingkan dengan pelet yang rata-rata konsumsinya hanya 0,25
g.

Berdasarkan uji lanjut duncan pada taraf uji α=5% menunjukkan bahwa

konsumsi gabah dan beras berbeda

nyata dibandingkan dengan pakan dan

rodentisida lainnya. Untuk konsumsi pelet (0,25 g) dan rodentisida brodifakum-2
(0,01 g), flokumafen (0,003 g), brodifakum-3 (0 g) dan brodifakum-1 (0 g)
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata.
Konsumsi terhadap rodentisida pada pengujian ini menyebabkan tujuh
ekor tikus mati dari jumlah total 20 ekor. Jika dibandingkan antara tikus yang
mati akibat konsumsi rodentisida dengan tikus yang masuk perangkap, lebih
banyak tikus yang masuk perangkap. Pada pengujian ini perangkap yang paling
banyak dimasuki tikus yaitu Multiple Live Trap dengan rata-rata 8,75 ekor,
kemudian Havahart Live Trap (4 ekor), Single Live Trap (1 ekor) dan Snap Trap
(0,25 ekor). Berdasarkan uji lanjutan pada taraf uji α=5% Multiple Live Trap
menunjukkan hasil yang berbeda nyata dibanding dengan perangkap lainnya.

24

Sedangkan untuk Single Live Trap dan Snap Trap menunjukkan hasil yang tidak
berbeda nyata. Hal ini disebabkan tikus rumah lebih banyak yang masuk pada
perangkap (Multiple Live Trap dan Havahart Live Trap), sehingga tikus rumah
yang tersisa di luar perangkap sedikit, selain itu kedua perangkap ini (Multiple
Live Trap dan Havahart Live Trap)

memiliki sistem penguncian yang baik

sehingga tikus yang masuk tidak mungkin keluar lagi. Pada Single Live Trap
tidak ada sistem penguncian, pintu hanya akan tertutup dengan daya tarik yang
disebabkan oleh pegas yang ada di dalam perangkap, jika pegas ini sudah kendur
maka memungkinkan tikus yang terperangkap keluar kembali.

Perbandingan Konsumsi Pakan
Tikus Rumah
Pada ketiga jenis pengujian (uji pakan versus perangkap, uji pakan versus
rodentisida dan uji pakan versus perangkap versus rodentisida) menunjukkan
bahwa konsumsi gabah dan beras pada uji pakan versus rodentisida paling banyak
dikonsumsi dengan rata-rata konsumsi masing-masing 7,98 dan 5,41 g.
Selanjutnya gabah dan beras pada uji pakan versus perangkap versus rodentisida
dengan rata-rata konsumsi masing-masing 3,82 dan 3,09 g. Untuk konsumsi
gabah, pelet, dan beras pada ketiga pengujian dapat dilihat pada Tabel 7. Jika
dilihat dari rata-rata konsumsi pakan ternyata konsumsi pakan pada uji yang
terdapat rodentisida lebih banyak dibandingkan dengan konsumsi pakan pada uji
pakan versus perangkap. Hal ini menunjukkan bahwa tikus rumah masih lebih
tertarik untuk masuk perangkap dibandingkan dengan mengonsumsi pakan dan
umpan beracun.
Tabel 7 Konsumsi tikus rumah terhadap pakan pada uji pakan versus perangkap,
uji pakan versus rodentisida dan uji pakan versus perangkap versus
rodentisida (g/100 g bobot tubuh).
Pakan

Uji pakan versus
perangkap

Uji pakan versus
rodentisida

Uji pakan versus
perangkap versus
rodentisida

Gabah
Beras
Pelet

3,07 bc
1,94 bc
0,95 bc

7,98 a
5,41 ab
2,08 bc

3,82 bc
3,09 bc
0,25 c

Ket : Angka pada semua kolom yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
berdasarkan uji selang ganda Duncan pada taraf α=5%

25

Mencit rumah
Pada mencit rumah konsumsi pakan pada ketiga pengujian (uji preferensi
pakan, uji pakan versus perangkap, dan pakan versus rodentisida), menunjukkan
bahwa konsumsi pelet pada uji preferensi pakan adalah yang paling banyak
dikonsumsi

Dokumen yang terkait

Pengaruh Ekstrak Air Biji Pepaya (Carica papaya L.) dan Testosteron Undekanoat (TU) Terhadap Jaringan Ginjal Mencit (Mus musculus L.)

0 86 70

Pengaruh bahan rempah sebagai repelen terhadap mencit rumah (Mus musculus L. Rodentia: Muridae) dalam mengkonsumsi umpan dan redentisida

2 21 43

Tingkat Kejeraan Racun dan Umpan Tikus Sawah (Rattus argentiventer Rob. & Klo.), Tikus Rumah (Rattus rattus diardii Linn.), dan Tikus Pohon (Rattus tiomanicus Mill.)

0 11 59

Uji preferensi rodentisidadan umpan serta efikasi rodentisida terhadap tikus pohon [Rattus tiomanicus Mill.] dan Tikus rumah [Rattus rattus diardii Linn]

0 5 74

Perancangan dan pengujian perangkap, pengujian jenis rodentisida dalam pengendalian tikus pohon [Rattus tiomanicus Mill], tikus rumah [Rattus rattus diardii Linn], dan tikus sawah [Rattus argentiventer Rob. dan Klo] di laboratorium

0 8 56

Pengujian umbi gadung (Doscorea hispida dennst.) sebagai rodentisida botanis siap pakai dalam pengendalian tikus rumah (Rattus rattus diardii linn.) Dan tikus sawah (Rattus argentiventer rob. & klo.)

0 10 69

Preferensi Makan Tikus Pohon (Rattus tiomanicus Mill.) dan Tikus Rumah (Rattus rattus diardii L ) terhadap Umpan dan Rodentisida

0 15 38

Pemanfaatan bagian daun dan biji tumbuhan kacang babi (Tephrosia sp.) sebagai bahan rodentisida nabati untuk mengendalikan tikus sawah(Rattus argentiventer)dan tikus rumah (Rattus rattus diardii)

0 6 23

Pengujian repelensi dari empat jenis tanaman terhadap Tikus Rumah (Rattus rattus diardii L.)

1 8 36

Uji Rodentisida Kadaluarsa Pada Tikus Pohon (Rattus Tiomanicus Mill.) Dan Tikus Rumah (Rattus Rattus Diardii L.).

0 5 33