Gambaran Leukosit Mencit (Mus Musculus) Setelah Pemberian Partikel Nano Logam Mangan (Mn)

GAMBARAN LEUKOSIT MENCIT (Mus musculus) SETELAH
PEMBERIAN PARTIKEL NANO LOGAM MANGAN (Mn)

KHOIRI MIFTAH

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT HEWAN DAN KESMAVET
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Gambaran Leukosit
Mencit (Mus musculus) Setelah Pemberian Partikel Nano Logam Mangan (Mn)”
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2015
Khoiri Miftah
NIM B04110088

ABSTRAK
KHOIRI MIFTAH. Gambaran Leukosit Mencit (Mus musculus) Setelah
Pemberian Partikel Nano Logam Mangan (Mn). Dibimbing oleh UMI
CAHYANINGSIH dan ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS.
Mangan merupakan mineral mikro dalam jumlah yang sangat kecil di dalam
tubuh, namun mempunyai peranan esensial untuk kehidupan dan kesehatan.
Tujuan penelitian ini yaitu mengkaji pengaruh pemberian partikel nano logam
mangan (Mn) terhadap persentase diferensial leukosit mencit (Mus musculus).
Hewan coba yang digunakan adalah mencit putih yang diberi partikel nano logam
Mn. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan lima ulangan.
Mencit dibagi dalam enam kelompok yaitu 1) kontrol negatif atau KN (tidak
diberi partikel nano logam), 2) D1 (diberi partikel nano logam Mn dengan dosis
100 mg/kgBb), 3) D2 (diberi partikel nano logam Mn dengan dosis 300
mg/kgBb), 4) D3 (diberi partikel nano logam Mn dengan dosis 500 mg/kgBb), 5)
D4 (diberi partikel nano logam Mn dengan dosis 700 mg/kgBb), 6) D5 (diberi

partikel nano logam Mn dengan dosis 760 mg/kgBb). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pemberian partikel nano logam Mn secara keseluruhan tidak
mempengaruhi persentase jumlah leukosit yang signifikan. Persentase leukosit
masih dalam keadaan normal setelah pemberian partikel nano logam Mn.
Kata kunci: leukosit, logam Mn, mencit

ABSTRACT
KHOIRI MIFTAH. Leukocyte Profile of Mice (Mus musculus) was Given by
Nano Particle Manganese (Mn). Supervised by UMI CAHYANINGSIH and
ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS.
Manganese is a micro mineral which found in very small amounts in the
body, but has an essential role to life and health. This research was conducted to
determine the effect of manganese metal (Mn) on the percentage of differential
white mice leukocyte (Mus musculus), that has given by nano particle manganese
metal. Complete randomized design with five repetition was used in this study.
Mice were divided into six groups, they were 1) negative control group or KN, 2)
D1 group (was given manganese with dose 100 mg/kgBb), 3) D2 group (was
given manganese with dose 300 mg/kgBb), 4) D3 group (was given manganese
with dose 500 mg/kgBb), 5) D4 group (was given manganese with dose 700
mg/kgBb), 6) D5 group (was given manganese with dose 760 mg/kgBb). The

results showed that generally the giving of nano particle Mn metal did not affect a
significant percentage of leukocytes. Percentage of leukocyte in the normal range.
Keywords: leukocyte, manganese metal, mice

GAMBARAN LEUKOSIT MENCIT (Mus musculus) SETELAH
PEMBERIAN PARTIKEL NANO LOGAM MANGAN (Mn)

KHOIRI MIFTAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT HEWAN DAN KESMAVET
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015


//%2$*)+2 &*'2/$(+,2',2   ,%2&*'2
*-$%2'(2(&2''2 '2
&2

2
(*2,2


2

 

+,/"/2(%2

+ 2 2

*2*2

+&'2

&&'2
2

$,/2(%2
$&$2 '2 &++0'2

'%2 /%/+2

2

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini
dilaksanakan sejak bulan Oktober 2014 hingga November 2014 dengan judul
“Gambaran Leukosit Mencit (Mus musculus) Setelah Pemberian Partikel Nano
Logam Mangan (Mn)”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof Dr Drh Hj Umi
Cahyaningsih, MS selaku dosen pembimbing pertama dan Dr Drh Aryani Sismin
Satyaningtijas, MSc selaku dosen pembimbing kedua yang telah memberikan
bimbingan dengan penuh keikhlasan dan kesabaran selama penelitian dan

penulisan skripsi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf dan
pegawai Laboratorium Protozologi FKH IPB maupun Balai Penelitian Veteriner
Bogor yang telah membantu penulis dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Selama penulis menyelesaikan penelitian ini, penulis melimpahkan terima
kasih kepada sahabat Ganglion dan B25 yang telah memberikan banyak
dukungan. Tidak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada tim
peneliti Trypanosoma karena banyak membantu dalam pengambilan data.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Bapak
Djenahir dan Ibu Karmirawati selaku orang tua, serta keluarga yang telah tulus
memberi dukungan do’a, moril maupun materil selama penulis menempuh
pendidikan. Semoga karya ini bermanfaat untuk kemajuan ilmu pengetahuan,
terutama di bidang medis veteriner. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2015
Khoiri Miftah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

1

TINJAUAN PUSTAKA

2


Mencit

2

Logam Mangan (Mn)

2

Leukosit (Sel Darah Putih)

3

Neutrofil

3

Eosinofil

3


Basofil

4

Limfosit

4

Monosit

4

METODE

5

Waktu dan Tempat Penelitian

5


Alat dan Bahan

5

Prosedur Penelitian

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

8

Neutrofil

8

Eosinofil

9


Basofil

9

Limfosit

10

Monosit

11

SIMPULAN DAN SARAN

12

DAFTAR PUSTAKA

12

DAFTAR TABEL
1. Rata-rata persentase neutrofil yang diberi partikel nano logam Mn dengan
dosis yang berbeda
5
2. Rata-rata persentase eosinofil yang diberi partikel nano logam Mn dengan
dosis yang berbeda
6
3. Rata-rata persentase basofil yang diberi partikel nano logam Mn dengan
dosis yang berbeda
7
4. Rata-rata persentase limfosit yang diberi partikel nano logam Mn dengan
dosis yang berbeda
7
5. Rata-rata persentase monosit yang diberi partikel nano logam Mn dengan
dosis yang berbeda
8

PENDAHULUAN
Trypanosomiasis juga disebut penyakit Surra merupakan salah satu penyakit
hewan menular (PHM) yang disebabkan oleh parasit Trypanosoma evansi
(T.evansi). Penyakit ini dapat menyerang berbagai jenis hewan seperti unta, kuda,
anjing, ruminansia besar dan satwa liar. Penyakit ini menimbulkan wabah yang
sangat fatal sehingga menyebabkan kematian. Secara historis, infeksi T.evansi
pertama kali ditemukan oleh Grifit Evans tahun 1880 pada unta dan bangsa kuda
di Distrik Dara Ismail Khan, Punjab, India. Penyebaran parasit ini sangat luas dan
hampir menyebar ke seluruh Indonesia. Penyakit Surra di Indonesia pertama kali
dilaporkan oleh Penning tahun 1897 pada seekor kuda di Semarang, Provinsi Jawa
Tengah (Sukanto et al. 1992). Pada bulan Maret 2014 di Provinsi Banten
ditemukan kasus penyakit Surra yang mengakibatkan kematian puluhan kerbau
lokal maupun kerbau bantuan pemerintah. Penyakit ini dapat bersifat akut dan
mewabah pada ternak ketika hewan tersebut mengalami stres, misalnya karena
dipekerjakan atau difungsikan terlampau berat, kekurangan pakan, dan faktor
kondisi lingkungan kritis maupun cuaca yang ekstrim (Soulsby 1982).
Pencegahan dan pengendalian penyakit Surra biasanya menggunakan obat
Diaminazene aceturate (Berenil), Suramin, Tripamedium®, tetapi obat-obatan
tersebut jarang ditemukan di pasaran karena harganya yang mahal. Penelitian
sebelumnya telah melaporkan penelitian T.evansi secara in vitro dengan
menggunakan logam-logam terserap tubuh yaitu Fe, Co, Zn, dan Mn. Logamlogam tersebut telah terbukti dapat mengurangi motilitas parasit T.evansi secara in
vitro (Cahyaningsih et al. 2013). Logam-logam pilihan tersebut secara alami
terdapat dalam tubuh sehingga dalam aplikasi diharapkan tidak terjadi reaksi
penolakan.
Preparat obat berbasis logam terserap tubuh dengan pasrtikel nano perlu
dipertimbangkan sebagai obat antisurra. Pengujian pemberian partikel nano
logam mangan (Mn) pada hewan coba perlu dilakukan sehingga diharapkan
mendapat obat yang aman. Tingkat keamanan pemberian logam ini dilakukan
dengan melihat gambaran diferensial leukosit yang menggambarkan sistem
pertahanan tubuh.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian partikel
nano logam mangan (Mn) terhadap persentase diferensial leukosit mencit (Mus
musculus).
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memperoleh gambaran
leukosit mencit (Mus musculus) akibat pemberian partikel nano logam mangan
(Mn) secara intraperitoneal.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Mencit
Mencit (Mus musculus) merupakan hewan pengerat yang sering digunakan
dalam penelitian. Mencit mudah dipelihara, cepat dalam berkembang biak, dan
memiliki sifat anatomis maupun fisiologis yang baik. Mencit memiliki sifat-sifat
reproduksi yang mirip dengan mamalia besar serta siklus estrus yang pendek.
Bobot badan bervariasi, tetapi umumnya pada umur empat minggu bobot badan
mencapai 18-20 g. Mencit dewasa pada umur enam bulan atau lebih dapat
mencapai 30-40 g. Makanan yang diberikan untuk mencit biasanya berbentuk
pelet secara tanpa batas (ad libitum). Air minum dapat diberikan menggunakan
botol-botol gelas atau plastik dan mencit dapat minum air dari botol tersebut
melalui pipa gelas (Smith dan Mangkoewidjojo 1988).
Menurut Suhana (1994) sifat biologis mencit sangat mendukung sebagai
hewan percobaan dengan lama hidup 1-2 tahun. Mencit memiliki ukuran tubuh
yang kecil namun denyut jantungnya 600 kali/menit dengan konsumsi oksigennya
1.7 ml/g/jam. Mencit hewan yang jinak, lemah, mudah ditangani, takut cahaya,
dan aktif pada malam hari. Mencit yang dipelihara sendiri makannya lebih sedikit
dan bobotnya lebih ringan dibandingkan dengan yang dipelihara bersama-sama
dalam satu kandang, kadang-kadang mempunyai sifat kanibal (Yuwono et al.
2004).
Seekor mencit dewasa membutuhkan 15 g makanan dan 15 ml air per 100 g
bobot badan per hari. Tingkat konsumsi makanan dan air minum bervariasi sesuai
temperatur kandang, kelembaban, kualitas makanan, kesehatan, dan kadar air
dalam makanan (Malole dan Pramono 1989).
Logam Mangan (Mn)
Mangan adalah logam berwarna abu–abu keperakan, merupakan unsur
pertama logam golongan VIIB, dengan berat atom 54.94 g/mol, nomor atom 25,
berat jenis 7.43 g/cm3. Mangan diperlukan oleh berbagai enzim seluler pada
tubuh manusia dan hewan seperti manganese superoxide dismutase (SOD) dan
pyruvat carboxylase, serta mengaktifasi enzim lainnya yaitu: kinase,
decarboxylase, transferase, dan hydrolase (Hartini 2012). Standar kualitas air
minum di Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No 907 Tahun
2002 menetapkan kadar mangan maksimum di dalam air minum yang
diperbolehkan 0.1 mg/l. Pada tubuh manusia dan hewan, mangan dalam jumlah
yang kecil tidak menimbulkan gangguan kesehatan, tetapi dalam jumlah yang
besar dapat tertimbun di dalam hati dan ginjal.
Sebagian peneliti berpendapat tentang gangguan kesehatan akibat dari
keracunan senyawa mangan, umumnya dalam keadaan kronis menimbulkan
gangguan pada sistem syaraf dan menimbulkan gejala seperti parkinson.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan terhadap kelinci, keracunan mangan
menimbulkan gangguan pada pertumbuhan tulang (Hartini 2012).

3
Leukosit (Sel Darah Putih)
Leukosit adalah sel darah putih yang mengandung inti. Leukosit memiliki
nukleus, sitoplasma, dan organel yang bersifat mampu bergerak pada keadaan
tertentu. Eritrosit bersifat pasif dan melaksanakan fungsinya dalam pembuluh
darah, sedangkan leukosit mampu keluar dari pembuluh darah menuju jaringan
dalam menjalankan fungsinya. Jumlah seluruh leukosit jauh di bawah eritrosit
dan bervariasi tergantung jenis hewannya. Fluktuasi dalam jumlah leukosit pada
tiap individu cukup besar pada kondisi tertentu, misalnya stres, aktivitas fisiologis,
gizi, dan umur. Jumlah leukosit yang menyimpang dari keadaan normal
mempunyai arti klinis penting untuk evaluasi proses penyakit. Masa hidup sel
darah putih pada hewan domestik sangat bervariasi mulai dari beberapa jam untuk
granulosit, bulanan untuk monosit bahkan tahunan untuk limfosit (Frandson 1996).
Selain melindungi tubuh, sel darah putih juga berfungsi sebagai pengangkut
zat lemak dari dinding usus melalui limpa, lalu ke pembuluh darah (Hidayanti
2014). Leukosit secara umum terbagi menjadi polimorfonuklear granular dan
mononuklear agranular. Ganong (2002) menyatakan bahwa sebagian besar sel
granulosit mengandung granula netrofilik (neutrofil), sebagian kecil mengandung
granula yang dapat diwarnai dengan zat warna asam (eosinofil), dan sebagian lagi
mengandung granula basofilik (basofil). Sedangkan sel agranulosit terdiri dari
limfosit yang memiliki inti bulat besar, dan monosit yang mengandung banyak
sitoplasma tidak bergranula.
Perhitungan diferensial leukosit menggambarkan persentase tiap jenis
leukosit dari jumlah total leukosit. Gambaran persentase tersebut dapat digunakan
untuk mengetahui jenis penyakit yang terdapat pada tiap individu (Fischbach dan
Marshall 2009).

Granulosit
Neutrofil
Neutrofil merupakan sel leukosit darah perifer yang paling banyak. Sel ini
memiliki masa hidup singkat, sekitar 10 jam dalam sirkulasi. Neutrofil memasuki
jaringan dengan cara bermigrasi sebagai respon terhadap kemotaktik. Neutrofil
dewasa berdiameter 10-12 μm dengan sitoplasma beraspek kelabu pucat dan
terdapat butir-butir halus berwarna ungu serta inti bergelambir. Neutrofil pada
manusia dan hewan menunjukkan perbedaan berdasarkan sintesis protein, ekspresi
reseptor, metabolisme oksidatif, fungsi, dan pewarnaan sitokimia. Jumlah
neutrofil pada mencit yaitu 0.3-2.5×103/ µl. Peningkatan jumlah neutrofil disebut
neutrofilia. Faktor penurunan jumlah neutrofil (neutropenia) pada hewan
domestik dapat terjadi karena adanya peningkatan destruksi sel neutrofil di dalam
peredaran darah, peningkatan pengeluaran neutrofil ke dalam jaringan tanpa
diimbangi oleh pemasukan ke dalam sirkulasi darah, dan penurunan produksi sel
neutrofil di sumsum tulang.
Eosinofil
Eosinofil merupakan leukosit bergranulosit, berukuran 10-15 μm yang
bersifat polimorfonukleus-eosinofilik.
Eosinofil bergelambir dua (seperti
kacamata) yang memiliki granul asidofil berukuran 3-4 μm, sitoplasma berwarna

4
merah cerah dengan perwarnaan wright’s. Eosinofil memiliki granula bewarna
merah dengan pewarnaan asam, ukuran dan bentuknya hampir sama dengan
neutrofil, tetapi granula dalam sitoplasmanya lebih besar, jumlahnya kira-kira
24% (Hidayanti 2014). Sel ini sangat penting dalam respon terhadap penyakit
parasitik dan alergi. Fungsi utama eosinofil adalah detoksifikasi baik terhadap
protein asing dan racun yang masuk ke dalam tubuh melalui paru-paru maupun
saluran cerna yang dihasilkan oleh bakteri dan parasit. Eosinofilia pada hewan
domestik merupakan peningkatan jumlah eosinofil dalam darah. Eosinofilia dapat
terjadi karena infeksi parasit, reaksi alergi, dan kompleks antigen-antibodi setelah
proses imun (Frandson 1996).
Basofil
Basofil merupakan sel leukosit bergranulosit yang bersifat polimofonuklearbasofil. Basofil berdiameter 10-12 μm dengan inti dua gelambir, bentuk inti yang
tidak teratur. Granul berukuran 0.5-1.5 μm berwarna biru tua sampai dengan
ungu (basofilik), sering menutup inti yang berwarna agak lemah. Sel ini lebih
kecil daripada eosinofil, tetapi mempunyai inti yang bentuknya teratur. Terdapat
granula-granula yang besar pada protoplasma dan jumlahnya kira-kira 0.5% di
sumsum tulang (Hidayanti 2014).
Sel basofil terkandung zat heparin
(antikoagulan), heparin ini dilepaskan di daerah peradangan guna mencegah
timbulnya pembekuan maupun statis darah dan limfe, sehingga sel basofil diduga
merupakan prekursor bagi mast cell. Peningkatan jumlah basofil (basofilia) pada
hewan domestik dapat terjadi karena hipotiroidismus ataupun suntikan estrogen.
Penurunan jumlah sel basofil dalam sirkulasi darah atau basopenia dapat terjadi
karena suntikan kortikosteroid pada stadium kebuntingan (Frandson 1996).

Agranulosit
Limfosit
Limfosit memiliki inti besar dan bulat yang berkembang dalam jaringan
limfe. Ukuran bervariasi dari 7-5 μm, jumlahnya 20-25%, berfungsi membunuh
serta memakan bakteri yang masuk ke dalam jaringan tubuh. Limfosit ada dua
macam, yaitu limfosit T dan limfosit B (Hidayanti 2014). Sel B bertanggung
jawab atas sintesis antibodi humoral yang bersirkulasi, sering juga disebut
imunoglobulin.
Sel T terlibat dalam berbagai proses imunologik yang
diperantarai oleh sel. Imunoglobulin plasma merupakan imunoglobulin yang
disintesis di dalam sel plasma. Sel plasma merupakan sel khusus turunan sel B
yang menyintesis dan menyekresikan imonoglobulin ke dalam plasma sebagai
respon terhadap berbagai macam antigen.
Monosit
Monosit memiliki ukuran yang lebih besar daripada limfosit, berwarna biru
keabuan, serta mempunyai bintik-bintik kemerahan. Monosit dibentuk di dalam
sumsum tulang, masuk ke sirkulasi darah dalam bentuk imatur dan mengalami
proses pematangan menjadi makrofag setelah masuk ke jaringan berfungsi sebagai
fagosit. Ganong (2002) menyatakan bahwa proses perlekatan, penelanan, dan
pencernaan mikroba dalam makrofag secara umum serupa dengan neutrofil,
meskipun terdapat beberapa perbedaan penting.
Makrofag mempunyai

5
kemampuan untuk merubah bentuk permukaannya. Makrofag tidak menghasilkan
metabolit oksigen yang sangat toksik dan senyawa protease yang terdapat pada
makrofag berbeda dengan yang ada pada neutrofil. Jumlahnya 34% dari total
komponen yang ada di sel darah putih (Hidayanti 2014). Monosit memiliki
diameter rata-rata 16 μm pada ulas darah. Warna nukleus tidak segelap warna
nukleus pada limfosit dan kromatin terlihat lebih samar berbentuk seperti tapal
kuda ataupun ginjal.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2014 hingga November 2014 di
Laboratorium Protozologi, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan
Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB)
dan di Laboratorium Parasitologi Balai Besar Penelitian Veteriner (BBALITVET)
Bogor.
Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu hewan coba berupa mencit
putih, pakan mencit (pelet ikan), obat cacing, antibiotik, antiprotozoa, logam Mn,
etanol, aquadest, NaBH4, HCl, NaOH 20%, NaOH 60%, pewarna Giemsa,
xylol ,dan minyak emersi.
Prosedur Penelitian
Preparasi hewan coba
Preparasi hewan coba (mencit) dilakukan selama 10 hari yaitu pemberian
obat cacing, antibiotik, dan antiprotozoa. Penelitian ini menggunakan 30 ekor
mencit putih berumur 10 minggu yang memiliki bobot badan rata-rata 25 g.
Mencit tersebut dipelihara di dalam tiga kandang yang cukup untuk 10 ekor
mencit pada tiap kandang. Kandang terbuat dari plastik yang ditutup dengan ram
kawat dan lantainya dialasi dengan sekam padi. Pakan diberikan dalam 2 kali
sehari dan air minum diberikan ad libitum. Pakan yang digunakan untuk hewan
coba ini yaitu berupa pelet ikan yang sudah diatur komposisinya sehingga
memenuhi nilai nutrisi.
Tahapan membuat logam nano terserap tubuh
1. 54 g logam Mn dilarutkan dalam (24 ml etanol + 6 ml aquadest) disebut
Larutan I.
2. 0.39 g NaBH4 dilarutkan dengan 100 ml aquadest disebut Larutan II.
3. Larutan II dimasukkan ke dalam buret dan ditambahkan tetes demi tetes
(titrasi) per dua detik ke dalam Larutan I.
4. Larutan yang telah terbentuk, diendapkan selama 10 menit.

6
5. Larutan yang telah diendapkan dilakukan penyaringan dengan kertas
saring untuk memisahkan partikel nano dari cairan.
6. Bagian partikel nano yang telah mengendap dicuci dengan etanol untuk
menghilangkan kadar air.
7. Partikel nano logam Mn yang telah dilakukan pencucian dengan etanol
disimpan dalam inkubator selama 24 jam dengan suhu 50 °C.
8. Partikel nano logam Mn disimpan dan ditambahkan etanol agar tidak
terjadi oksidasi.
Tahapan membuat partikel nano logam terserap tubuh dalam sediaan netral
1. Logam Mn ditambahkan dengan 0.1 ml larutan HCl pekat disebut Larutan
I (didiamkan selama satu jam agar logam Mn terlarut oleh larutan asam).
2. Larutan I ditambahkan 0.17 ml larutan NaOH 20%, dan 0.03 ml larutan
NaOH 60% secara perlahan sampai sediaan tersebut mencapai pH netral.
3. Sisa endapan disaring dengan kertas saring.
Jumlah maksimal cairan yang dapat diberi pada mencit secara intra
peritonial adalah 0.3 ml.

Pemberian partikel nano logam Mn terserap tubuh dalam sediaan netral
Pemberian logam Mn terserap tubuh secara intra peritonial dilakukan
setelah adaptasi hewan coba yaitu pada hari ke-11. Mencit dibagi menjadi enam
kelompok dengan masing-masing 5 ekor per kelompok. Kelompok I yaitu tanpa
diberi partikel nano logam Mn (kontrol), kelompok II diberi partikel nano logam
Mn dengan dosis 100 mg/kgBb, kelompok III diberi partikel nano logam Mn
dengan dosis 300 mg/kgBb, kelompok IV diberi partikel nano logam Mn dengan
dosis 500 mg/kgBb, Kelompok V diberi partikel nano logam Mn dengan dosis
700 mg/kgBb, dan kelompok VI diberi partikel nano logam Mn dengan dosis 760
mg/kgBb. Enam jam setelah itu dilakukan pengamatan ulas darah pada setiap
mencit untuk melihat gambaran diferensial leukosit. Pengamatan ulas darah yang
pertama dinyatakan sebagai pengamatan hari ke-0 sebelum pemberian partikel
nano logam Mn. Pengamatan ulas darah yang berikutnya dilakukan pada hari ke4 dan ke-7 setelah pemberian partikel nano logam Mn.

7

1
Persiapan

10 hari

Hari ke-0

Pengamatan leukosit
sebelum dan setelah
pemberian logam Mn.

ke-4
Pengamatan leukosit

ke-7
Pengamatan leukosit

Preparasi ulas darah
Pembuatan ulas darah dilakukan dengan cara pengambilan darah dari ekor
mencit kemudian diteteskan pada gelas objek pertama dengan posisi mendatar.
Gelas objek lain ditempatkan pada bagian darah tadi dengan posisi membentuk
sudut 45° sehingga darah menyebar sepanjang garis kontak antar kedua gelas
objek. Selanjutnya gelas objek didorong kearah depan dengan cepat hingga
terbentuk usapan darah tipis di atas gelas objek. Ulas darah tersebut dikeringkan
diudara kemudian difiksasi menggunakan metanol selama 5 menit. Setelah itu,
dimasukkan ke dalam pewarnaan Giemsa 10% selama 30 menit dan selanjutnya
dicuci dengan air mengalir pada posisi miring kemudian dikeringkan di udara
(Sastradipradja et al. 1989).
Perhitungan diferensial leukosit
Perhitungan diferensiasi leukosit dilakukan di bawah mikroskop
menggunakan minyak emersi dengan pembesaran 1000×. Setiap 100 leukosit
yang ditemukan dihitung dan dikelompokkan ke dalam masing-masing jenis
leukosit, yaitu neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit, dan monosit. Perhitungan
leukosit menggunakan beberapa lapang pandang sepanjang ulasan dengan cara
bergeser horizontal, kemudian bergeser sedikit vertikal, lalu kembali bergeser
horizontal ke arah sebaliknya dan seterusnya sampai mencapai jumlah leukosit
sebanyak 100. Nilai relatif leukosit yang ditemukan dinyatakan dalam satuan
persen (Andarina 2011). Perhitungan diferensial leukosit menggambarkan
persentase tiap jenis leukosit dari jumlah total leukosit. Gambaran persentase
tersebut dapat digunakan untuk mengetahui jenis penyakit yang terdapat pada tiap
individu (Fischbach dan Marshall 2009).
Pengolahan data
Data hasil pengamatan diolah menggunakan uji One – Way ANOVA
(Analysis of Varian) pada program Statistical Product and Service Solution (SPSS
V16.0) lalu dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test dengan taraf 5%
untuk mengetahui perbedaan perlakuan yang diberikan (Mattjik dan Sumertajaya
2002).

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Neutrofil Mencit
Hasil pengamatan rata-rata persentase neutrofil pada mencit yang diberi
partikel nano logam Mn dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Rata-rata persentase neutrofil pada mencit yang diberi partikel nano
logam Mn dengan dosis yang berbeda.
Pengamatan hari kePerlakuan
0
4
7
abcde
ab
26.00 ± 1.58
24.60 ± 3.2
23.00 ± 3.39ab
KN
28.40 ± 2.07cde
25.40 ± 2.70abcd
24.00 ± 3.24ab
D1
28.80 ± 3.03cde
25.20 ± 3.83abc
24.60 ± 2.41ab
D2
cde
bcde
28.60 ± 2.61
26.60 ± 1.34
22.40 ± 1.82a
D3
28.20 ± 0.84cde
29.60 ± 1.82bcde
28.80 ± 1.10de
D4
28.60 ± 2.61cde
26.80 ± 1.79e
23.60 ± 2.07ab
D5
Keterangan: Huruf superskrip yang sama pada baris dan kolom yang berbeda
menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf P>0.05.
Berdasarkan Tabel 1, rata-rata persentase neutrofil pada kelompok D5 hari
ke-4 menunjukkan persentase yang berbeda nyata dengan kelompok KN, tetapi
masih dalam kadar neutrofil normal. Menurut Hidayanti et al. (2014) kadar
jumlah sel neutrofil normal berkisar 12-35 % dari jumlah total leukosit.
Perbedaan rata-rata jumlah neutrofil yang nyata pada kelompok D5 hari ke4 dengan kelompok KN diduga terjadi karena banyaknya kadar partikel nano
logam pada dosis tersebut yang memicu timbulnya neutrofil. Neutrofil merupakan
sistem pertahanan tubuh pertama yang akan memfagosit adanya benda asing
(Hidayanti et al. 2014). Keberadaan logam Mn di dalam tubuh diperlukan dalam
jumlah yang kecil sebagai kofaktor berbagai enzim yang membantu bermacam
proses metabolisme, sintesis ureum, pembentukan jaringan ikat dan tulang, serta
pencegahan peroksidasi lipida oleh radikal bebas. Tingginya jumlah mangan
dalam tubuh dapat bersifat racun yang akan menimbulkan gejala gangguan saraf
seperti parkinson. Keberadaan logam Mn dalam dosis tertentu tidak akan
meningkatkan jumlah neutrofil sehingga tidak mengganggu aktivitas fisiologis
(Almatsier 2006).
Penurunan persentase jumlah neutrofil terjadi pada kelompok D2 dan D3 di
hari ke-4 dan ke-7. Hal ini terjadi diduga pemberian logam Mn dapat mengontrol
aktivasi ROS yang dikeluarkan oleh neutrofil pada dosis tersebut. Spesies
oksigen reaktif (ROS) adalah atom atau molekul yang mempunyai elektron yang
tidak berpasangan pada orbital terluarnya dan dapat berdiri sendiri (Clarkson and
Thompson 2000). Marks et al. (2000) mengemukakan enzim seluler superoksida
dismutase (SOD) mengeluarkan superoksida untuk melindungi sel terhadap
kerusakan akibat pembentukan spesies oksigen reaktif (ROS) yang secara alami
terjadi tiada hentinya.

9
Eosinofil Mencit
Hasil pengamatan rata-rata persentase eosinofil pada mencit yang diberi
partikel nano logam Mn dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Rata-rata persentase eosinofil pada mencit yang diberi partikel nano
logam Mn dengan dosis yang berbeda.
Pengamatan hari kePerlakuan
0
4
7
a
abc
0.60 ± 0.55
1.00 ± 1.00
2.00 ± 0.71abcde
KN
0.80 ± 0.84ab
1.00 ± 1.00abc
1.60 ± 0.55abcde
D1
1.00 ± 1.00abc
1.40 ± 0.89abcd
1.60 ± 0.55abcde
D2
1.00 ± 1.00abc
2.20 ± 0.84cde
2.20 ± 0.45cde
D3
abcde
abcd
2.00 ± 0.71
1.20 ± 0.54
1.20 ± 0.84abcd
D4
1.40 ± 0.55abcd
2.60 ± 1.52de
2.80 ± 1.64e
D5
Keterangan: Huruf superskrip yang sama pada baris dan kolom yang berbeda
menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf P>0.05.
Berdasarkan Tabel 2, rata-rata persentase eosinofil pada kelompok D5 di
hari ke-4 menunjukkan persentase yang nyata lebih tinggi dengan kelompok KN,
tetapi masih dalam kadar normal. Jumlah eosinofil hanya 0.8-3.8 % dari jumlah
leukosit darah normal (Fox et al. 1984). Hal ini terjadi diduga pemberian partikel
nano logam Mn dengan dosis tersebut dapat menimbulkan reaksi alergi yang akan
memicu pembentukan eosinofil. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Altaf et al.
(2008) mengenai tertelannya logam Mn ke dalam tubuh. Tertelannya logam Mn
yang merupakan komponen baterai adalah satu-satunya komponen penting yang
telah dikaitkan dengan respon alergi. Paparan logam Mn dari kawat stenting
jantung dapat menyebabkan gejala alergi dengan eosinofilia (Altaf et al. 2008).
Logam Mn merupakan logam berat esensial, keberadaannya dalam jumlah
tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang
berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Keracunan karena kelebihan logam
Mn dapat terjadi bila lingkungan terkontaminasi melalui jalur kulit, pernapasan,
dan percernaan (Baker 1989).
Basofil Mencit
Hasil pengamatan rata-rata persentase basofil pada mencit yang diberi
partikel nano logam Mn dapat dilihat pada Tabel 3.

10
Tabel 3 Rata-rata persentase basofil pada mencit yang diberi partikel nano logam
Mn dengan dosis yang berbeda.
Pengamatan hari kePerlakuan
0
4
7
ab
ab
0.20 ± 0.45
0.20 ± 0.45
0.20 ± 0.45ab
KN
a
a
0.00 ± 0.00
0.00 ± 0.00
0.00 ± 0.00a
D1
0.00 ± 0.00a
0.00 ± 0.00a
0.00 ± 0.00a
D2
0.20 ± 0.45ab
0.60 ± 0.55abcd
0.80 ± 0.45bcd
D3
0.40 ± 0.55abc
1.00 ± 0.71cd
1.20 ± 0.45d
D4
abc
abcd
0.40 ± 0.55
0.60 ± 0.55
0.60 ± 0.55dabcd
D5
Keterangan: Huruf superskrip yang sama pada baris dan kolom yang berbeda
menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf P>0.05.
Berdasarkan Tabel 3, rata-rata persentase basofil pada kelompok D4 di hari
ke-4 dan ke-7 berbeda nyata dengan kelompok KN, tetapi masih dalam kadar
basofil normal. Fox et al. (1984) menyatakan kadar basofil mencit normal
berkisar 0-1.5 %. Kelompok D1 dan D2 tidak ditemukannya basofil sampai hari
ke-7. Perbedaan yang nyata pada kelompok D4 dengan kelompok KN di hari ke4 dan ke-7 diduga juga basofil berperan dalam mengikat spesies oksigen reaktif
(ROS). Sel granulomatosa misalnya makrofag akan menangkap spesies oksigen
reaktif (ROS) untuk menghancurkan organisme asing selama fagositosis (Marks
et al. 2000). Peningkatan kadar basofil pada kelompok D4 diduga juga terjadinya
alergi akibat tingginya paparan logam Mn pada dosis tersebut. Basofil berfungsi
dalam pembangkitan reaksi hipersensitivitas dengan membebaskan histamin dan
heparin pada reaksi alergi (Soma et al. 2013).
Limfosit Mencit
Hasil pengamatan rata-rata persentase limfosit pada mencit yang diberi
partikel nano logam Mn dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Rata-rata persentase limfosit pada mencit yang diberi partikel nano
logam Mn dengan dosis yang berbeda.
Pengamatan hari kePerlakuan
0
4
7
bcd
bcd
64.80 ± 0.84
64.40 ± 2.51
65.20 ± 1.92d
KN
62.20 ± 1.48abcd
63.80 ± 0.84bcd
64.00 ± 2.74bcd
D1
61.40 ± 2.88ab
64.00 ± 2.55bcd
63.60 ± 1.52bcd
D2
62.00 ± 2.12abc
61.60 ± 2.30ab
64.20 ± 2.95bcd
D3
ab
ab
61.60 ± 1.14
60.00 ± 2.12
60.40 ± 2.07bcd
D4
62.00 ± 2.12abc
61.40 ± 1.14ab
62.80 ± 1.10ab
D5
Keterangan: Huruf superskrip yang sama pada baris dan kolom yang berbeda
menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf P>0.05.
Berdasarkan Tabel 4, rata-rata persentase limfosit di hari ke-7 pada
kelompok D5 berbeda nyata lebih rendah dengan kelompok KN, tetapi masih
dalam kadar limfosit normal. Kadar jumlah rata-rata limfosit normal mencit

11
berkisar 39-70 % (Fox et al. 1984). Perbedaan yang nyata pada kelompok D5 di
hari ke-7 diduga terjadi karena banyaknya destruksi sel pada pemberian dosis
tersebut. Destruksi sel terjadi akibat tingginya jumlah ROS yang dipicu oleh
pemberian logam Mn.
Monosit Mencit
Hasil pengamatan rata-rata persentase monosit pada mencit yang diberikan
partikel nano logam Mn dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Rata-rata persentase monosit pada mencit yang diberi partikel nano
logam Mn dengan dosis yang berbeda.
Pengamatan hari kePerlakuan
0
4
7
abcd
cde
8.40 ± 0.55
9.80 ± 2.39
9.60 ± 1.34bcde
KN
8.60 ± 1.52abcde
9.80 ± 2.39cde
10.40 ± 1.67e
D1
8.80 ± 0.84abc
9.40 ± 0.89abcde
10.20 ± 1.10de
D2
8.20 ± 0.45abc
9.00 ± 1.00abcde
10.40 ± 1.14e
D3
ab
abc
7.80 ± 0.84
8.20 ± 0.45
8.40 ± 0.55abcd
D4
7.60 ± 0.55a
8.60 ± 0.55abcde
8.80 ± 0.84abcde
D5
Keterangan: Huruf superskrip yang sama pada baris dan kolom yang berbeda
menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf P>0.05.
Berdasarkan Tabel 5, rata-rata persentase monosit sampai hari ke-7 pada
setiap kelompok mencit tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dibandingkan
dengan kelompok KN. Persentase rata-rata monosit normal mencit berkisar 715 % (Fox et al. 1984). Hal ini terjadi diduga pemberian logam Mn dalam dosis
rendah mampu menghambat dikeluarkannya anion superoksida (O-) dari monosit.
Menurut Lebel et al. (1996) anion superoksida merupakan senyawa yang
dihasilkan monosit untuk mengeluarkan H2O2 sebagai senyawa yang akan
membunuh bakteri dan mikroba lainnya. Logam Mn mengandung kofaktor enzim
manganese superoxide dismutase (SOD) (Hartini 2012). Enzim SOD merupakan
antioksidan yang terdapat di dalam mitokondria dan sitosol. Sistem pertahanan
SOD bekerja dengan beberapa cara antara lain berinteraksi langsung dengan
radikal bebas, oksidan, atau oksigen tunggal, mencegah pembentukan senyawa
oksigen reaktif, atau mengubah senyawa reaktif menjadi kurang reaktif (Schuler
dan Jackson 2005).

12

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Persentase leukosit masih dalam keadaan normal setelah pemberian partikel
nano logam Mn.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada limpa, hati, dan ginjal baik
secara patologi anatomi maupun secara histopatologi untuk mengetahui toksisitas
logam Mn.

DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Edisi ke-6. Jakarta (ID): Gramedia
Pustaka Utama.
Altaf MA, Goday PS, Telega G. 2008. Allergic enterocolitis and protein-losing
enteropathy as the presentations ofa manganese leak from an ingested disk
battery: A case report. Jurnal of Medical Case Report. 2 (286): 1-3.
Andarina NA. 2011. Gambaran leukosit pada mencit yang diinfeksi Plasmodium
berghei dan diberi infusa daun papaya (Carica papaya linn) [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Baker AJM, Brooks RR. 1989. Terrestrial higher plants which hyperaccumulate
metal elements a review of their distribution, ecology, and phitochemistry.
Biorecovery. 1:81-126.
Cahyaningsih U, Noviana D, Ulum MF, Wardhana AH, Rochman NT. 2013.
Pengembangan Nano Teknologi Logam Terserap Tubuh sebagai Anti
Penyakit Surra pada Ternak. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Clarkson, P. M., Thompson, H. S. 2000. Antioxidants: what role do they play in
physical activity and health. J. Clin Nutr Biochem. 72.: 637S-46S.
Fischbach F, Marshall BD. 2009. A Manual of Laboratory and Diagnostic Tests.
Ed ke-8. Philadelphia (US): Lippincott William and Wilkins.
Fox JG, Cohen BJ, Loew FM. 1984. Laboratory Animal medicine. Academic
press. California. (1): 40.
Frandson RD. 1996. Anatomi dan fisiologi ternak. Ed ke-4. Yogyakarta (ID):
Gajah Mada University Pr.
Ganong WF. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-20. Widjajakusumah
D,
Irawati
D,
Siagian
M,
Moeloek
D,
Pendit
BU;
penerjemah;Widjajakusumah D, editor. Jakarta (ID): EGC. Terjemahan dari:
Review of Medical Physiology.
Haliwell, B. 1994. Free Radical, Antioxidant and Human Disease: Curiousity,
Cause and Consequences. Lancet. 344(10).: 721.
Hartini E.2012. Cascade aerator dan bubble aerator dalam menurunkan kadar
mangan air sumur gali. J Kesmas. 8 (1): 43.

13
Hidayanti MD, Astuti S, Kustyawati ME. 2014. Pengaruh pemberian “Kombucha”
teh rosella terhadap profil darah mencit (Mus musculus). Agritech. 34 (4):
387.
Lebel B, Suck C, Bousquet J, Campbell AM. 1996. Effect of manganese on
inflammatory cell aktiviti. J Allergy Clinic Immol. 1: 414.
Malole MBM, Pramono CSU. 1989. Penggunaan hewan-hewan percobaan di
laboratorium. Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor.
Marks DB, Marks AD, Smith CM. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar. Brahm U,
penerjemah; Suryono J, Sadikin V, Mandera LI, editor. Jakarta (ID): EGC.
Terjemahan dari: Basic Medical Biochemistry: A clinical approach.
Mattjik AA, Sumertajaya LM. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi
SAS dan MINITAB. Bogor (ID): IPB Pr.
Sastradipradja D, Sikar SHS, Wijayakusuma R, Ungerer T, Maad A, Nasution H,
Suriawinata R, Hamzah R. 1989. Penuntun Praktikum Fisiologi Veteriner.
Bogor (ID): Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati.
Schuler RS, Jackson SE. 2005. A quarter-century review of human resorce
management in the US: The growth in importans of the international
perspectif. Management Revue. 16 (1): 17
Smith BJ, Mangkoewidjojo S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan
Hewan Percobaan di Daerah Tropis Indonesia. Jakarta (ID): UI Pr.
Soma IG, Wandia IN, Putra IGA, Silta R. 2013. Profil darah monyet ekor panjang
(Macaca fascicularis) liar di habitat alamnya. JIKH. 1 (1): 24.
Soulsby EJ.1982. Trypanosoma evansi infection in cattle, buffalo and horses in
Indonesia. Edisi ke-7. Veterinary Parasitology, Helminths, Arthropds and
Protozoa of Domesticated Animals, Bailliere Tindal. London (GB): Preger.
Suhana N. 1994. Etika dan penggunaan hewan model untuk penelitian biomedik.
Jakarta (ID): UI Pr.
Sukanto IP, Payne RC, Saroso H, Yusuf SH, Graydon R. 1992. Survei
parasitologik dan serologik trypanosomiasis di Madura. Penyakit Hewan. 10
(36): 85-87.
Thrall MA. 2004. Veterinary Hematology and Clinical Chemistry. Maryland:
Lippincott Williams & Wilkins. J Protozool. 42(2): 125-148.
Yuwono SS, Sulaksono E, Yekti PR. 2004. Keadaan nilai normal baku mencit
strain CBR Swiss derived di Pusat Penelitian Penyakit Menular. Jakarta
(ID): Cermin Dunia Kedokteran.

14

RIWAYAT HIDUP
Penulis dengan nama lengkap Khoiri Miftah dilahirkan di Tangerang pada
tanggal 22 Juli 1993 dari ayah Djenahir dan ibu Karmirawati. Penulis dilahirkan
sebagai anak kedua dari dua bersaudara.
Penulis lulus dari SMA Muhammadiyah 25 Pamulang dan kemudian pada
tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melaluli
jalur undangan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negri (SNMPTN).
Setelah mengikuti Tingkat Persiapan Bersama (TPB), penulis memilih mayor
Kedokteran Hewan. Selama masa perkuliahan di fakultas, penulis aktif sebagai
anggota HIMPRO RUMINANSIA Divisi Eksternal (2013-2014) FKH IPB.