Perbaikan Proses Bioremediasi Tanah Terkontaminasi Minyak Bumi Pada Teknik Biopile Dengan Penambahan Pasir

PERBAIKAN PROSES BIOREMEDIASI TANAH
TERKONTAMINASI MINYAK BUMI PADA TEKNIK
BIOPILE DENGAN PENAMBAHAN PASIR

ARIFUDIN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Perbaikan Proses
Bioremediasi Tanah Terkontaminasi Minyak Bumi pada Teknik Biopile dengan
Penambahan Pasir adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016
Arifudin
NIM P052130741

RINGKASAN
ARIFUDIN. Perbaikan Proses Bioremediasi Tanah Terkontaminasi Minyak Bumi
pada Teknik Biopile dengan Penambahan Pasir. Dibimbing oleh MOHAMAD
YANI dan KUKUH MURTILAKSONO.
Biopile merupakan sebuah teknik bioremediasi yang efisien dan ramah
lingkungan karena biopile dalam pengolahannya tidak memerlukan biaya yang
mahal dan tidak memerlukan lahan yang luas, serta tidak menggunakan bahan
kimia dalam menetralisir limbah minyak bumi. Akan tetapi, permasalahan yang
sering dihadapi dalam mengoperasikan biopile adalah bila tanah yang akan diolah
berbentuk klei. Tanah klei akan mudah mengembang dan lengket ketika diberi
kelembaban dan kering atau mengeras pada kelembaban yang rendah. Hal ini
dapat menghambat terjadinya difusi udara dari atmosfir ke dalam tanah sehingga
ketersediaan oksigen di dalam tanah berkurang. Untuk mengatasi permasalahan
tersebut maka perlu dilakukan perbaikan tekstur tanah sebelum dilakukan proses
bioremediasi. Perbaikan tanah dapat dilakukan dengan penambahan pasir dan

kompos. Penambahan pasir dimaksudkan untuk meningkatkan porositas tanah,
sedangkan penambahan kompos untuk meningkatkan kegemburan tanah.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan komposisi campuran matrik tanah
yang terbaik dan sesuai untuk proses bioremediasi tanah tercemar minyak bumi.
Penelitian dilakukan dalam dua tahapan yaitu tahap pertama untuk
mendapatkan komposisi campuran terbaik untuk proses bioremediasi tanah
terkontaminasi minyak bumi. Penelitian ini dirancang dengan menggunakan
rancangan acak lengkap dengan ulangan tiga kali. Perlakuan yang diberikan
adalah penambahan 10% kompos dan pasir dengan konsentrasi 0%, 15%, 30%
dan 45%. Respon utama yang diamati adalah TPH (total petroleum hydrocarbon)
dan laju penghilangan minyak. Pada tahap kedua dilakukan uji coba pada skala
pilot dengan kapasitas 2 ton dari komposisi campuran tanah terbaik.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan pasir 45% tidak
berbeda nyata dengan penambahan pasir 30%. Laju penghilangan minyak pada
kedua perlakuan tersebut tidak berbeda sekitar 0,022 %TPH.hari-1. Begitu juga
perlakuan tanpa penambahan pasir tidak berbeda nyata dengan perlakuan
penambahan pasir 15%. Perlakuan penambahan pasir 30% lebih baik dari
penambahan 15% pasir. Perlakuan terbaik pada perbaikan bioremediasi tanah
bertekstur klei yang terkontaminasi minyak bumi adalah penambahan pasir 30%.
Hasil uji coba komposisi campuran tanah terbaik dengan teknik biopile

kapasitas 2 ton menunjukkan bahwa laju degradasi senyawa hidrokarbon pada
biopile skala pilot tidak berbeda dengan skala laboratorium dengan nilai laju
degradasi berturut-turut sebesar 0,023 %TPH.hari-1 dan 0,022 %TPH.hari-1. Hasil
analisis komposisi hidrokarbon dengan GCMS pada biopile skala pilot setelah 63
hari operasi teridentifikasi senyawa hidrokarbon dari C16, C18, C20 sampai C24,
C26 dan C27 yang awalnya terdiri atas senyawa hidrokarbon dari C12 sampai
C16 dan C18 sampai C27. Dengan demikian peningkatan volume dari biopile
skala laboratorium kapasitas 30 kg menjadi biopile skala pilot kapasitas 2 ton
tidak mengurangi kinerja proses biodegradasi minyak bumi.
Kata kunci: bioremediasi, biopile, minyak mentah, klei, pasir

SUMMARY
ARIFUDIN. Bioremediation Process Improvement of Soil Contaminated by
Crude Oil on Biopile Technique with Added-Sand. Supervised by MOHAMAD
YANI and KUKUH MURTILAKSONO.
Biopile is an efficient and environmentally technique of bioremediation
because its low operational cost and needs small area for processing, and no
addition of chemicals as waste-oil neutralizer. However, the problems often
encountered in operating biopile when the processed soil was in the form of clay.
The clay will easily expand and sticky at high humidity or becoming hard at lower

humidity. This condition will inhibit the diffusion of air from the atmosphere into
the clay soil so that the availability of oxygen in the processed soil is reduced. To
solve that problems, it is necessary to repair the texture of the soil prior to the
bioremediation process. The soil can be improved by addition of sand and
compost. The addition of sand intended to increase the porosity of the soil, while
compost to improve the soil friability. The purpose of this study was to obtain the
best composition of soil matrix that suitable for bioremediation process to soil
contaminated by crude oil.
The study was conducted in two phases, namely the first phase was
obtaining the best composition of soil, sand and compost for the bioremediation
of soil contaminated with crude oil. The experimental design used in this study
was completely randomized design within three replications. The treatment used
was addition of 10% compost and sand at 0%, 15%, 30% and 45%, respectively.
The main response observed was TPH (total petroleum hydrocarbons) and
petroleum biodegration rate. The second phase was to conduct a pilot scale at
capacity of 2 tones of the best composition of the soil, sand and compost mixture.
The result show that the treatment of addition with 45% sand was not
significantly differrence with 30% sand addition. The petroleum biodegradation
rate was almost same at 0.022 %TPH.d-1. Furthermore treatment without addition
of sand was also not significantly differrence to 15% of sand addition. The best

treatment of bioremediation improvement to clay soil contaminated with crude oil
was at 30% of sand addition.
The trial results of the best composition of the soil mixture at capacity of 2
tones by biopile technique showed that the biodegradation rate of petroleum at
pilot scale was the same as laboratory scale with the value of the biodegradation
rate were 0.023 %TPH.d-1 and 0.022 %TPH.d-1, respectively. From the
hydrocarbon analysis by GCMS of pilot scale biopile at 63 days operation were
identified from C16, C18, C20 to C24, C26 and C27 which was originally from
C12 to C16 and C18 to C27. Thus the improvement bioremediation from
laboratory scale to scale pilot did not reduce the performance of petroleum
biodegradation process.
Keywords:bioremediation, biopile, crude oil, clay, sand

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PERBAIKAN PROSES BIOREMEDIASI TANAH
TERKONTAMINASI MINYAK BUMI PADA TEKNIK
BIOPILE DENGAN PENAMBAHAN PASIR

ARIFUDIN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr-Ing. Ir Suprihatin

PRAKATA
Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah Yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang telah memberi petunjuk, rahmat dan
ridho-Nya sehingga penulis mendapat kemudahan dan kelancaran dalam
menyelesaikan tesis ini. Tema yang dipilih dalam tesis ini ialah bioremediasi
tanah tercemar minyak, dengan judul Perbaikan Proses Bioremediasi Tanah
Terkontaminasi Minyak Bumi pada Teknik Biopile dengan Penambahan Pasir .
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Mohamad Yani, M.Eng. dan Prof. Dr.
Kukuh Murtilaksono, M.Sc. selaku dosen pembimbing atas seluruh sumbangan
pikiran, arahan, dan bimbingan yang telah diberikan dengan penuh kesabaran dan
tidak mengenal lelah sejak awal rencana penelitian disusun hingga selesainya
penulisan tesis ini, yang telah banyak memberi pengetahuan dan saran dalam
penulisan tesis ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Arie
Herlambang beserta staft Balai Teknologi Lingkungan, Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi, yang telah membantu baik selama pengumpulan data.
Ungkapan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya juga penulis sampaikan
kepada kedua orang tua (Senadji dan Taryani), istri (Merry Juniartini, S.Si), anakanakku (Muhammad Farand Aydin Senadji dan Audhy Latisha Azzahra Senadji),

dan pihak terkait lainnya yang telah memberikan bantuan, semangat, dan doa
sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Semoga tesis ini mampu memberikan
informasi dan pengetahuan yang bermanfaat bagi pembacanya.

Bogor, Januari 2016
Arifudin

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vii


1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
2
3
4

2 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Bahan
Alat
Rancangan Penelitian
Parameter Pengamatan
Desain Reaktor Biopile Kapasitas 30 kg

Desain Biopile Skala Pilot Kapasitas 2 ton
Start up Biopile Skala Laboratorium Kapasitas 30 kg
Start up Biopile Skala Pilot Kapasitas 2 ton

4
4
4
4
5
5
5
6
8
8

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Bioremediasi Skala Laboratorium Kapasitas 30 Kg
Bioremediasi Skala Pilot Kapasitas 2 ton

9

9
20

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

33
33
33

DAFTAR PUSTAKA

33

LAMPIRAN

38

RIWAYAT HIDUP

49

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

10.
11.
12.

Perbandingan berat komposisi campuran matrik tanah
Sifat fisik dan kimia tanah Latosol asal Puspiptek Serpong Tangerang
Selatan tahun 2015
Susunan partikel dan tekstur matrik tanah tercemar minyak pada
berbagai perlakuan
Kandungan C, N, P tanah pada awal (H0) dan akhir bioremediasi
(H60)
Laju degradasi senyawa hidrokarbon pada masing-masing perlakuan
Pengaruh penambahan pasir pada bioremediasi tanah terkontaminasi
minyak bumi
Lama waktu biopile untuk mencapai baku mutu lingkungan dan
perkiraan biaya pengolahan pada masing-masing perlakuan
Senyawa hidrokarbon yang hilang pada pengukuran akhir
bioremediasi
Perubahan area senyawa hidrokarbon yang terdeteksi dengan GCMS
di awal dan akhir pengukuran pada sampel tanah dengan berbagai
perlakuan
Sifat fisik matrik tanah tercemar minyak
Persen degradasi dan laju degradasi senyawa hidrokarbon pada biopile
skala laboratorium dan skala pilot
Perubahan luas area pada biopile skala laboratorium dan skala pilot
yang diukur pada awal dan akhir bioremediasi

8
9
10
10
16
16
17
19

19
21
29
31

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.

Diagram alir kerangka pikir penelitian
Desain reaktor biopile
Reaktor biopile skala laboratorium dalam rak besi
Desain kontruksi biopile kapasitas 2 ton
Desain pipa perforated pada biopile kapasitas 2 ton
Perubahan pH selama proses bioremediasi dengan teknik biopile
Perubahan suhu selama proses bioremediasi dengan teknik biopile
Perubahan kadar air selama proses bioremediasi dengan teknik biopile
Perubahan gas CO2 selama proses bioremediasi dengan teknik biopile
Pertumbuhan bakteri selama proses bioremediasi dengan teknik
biopile
Perubahan nilai TPH selama proses bioremediasi dengan teknik
biopile
Data kromatogram pada awal bioremediasi
Kromatogram dari perlakuan penambahan pasir 45% pada akhir
bioremediasi
Ilustrasi rongga berpori tanah
Pengamatan pH tanah selama proses bioremediasi pada biopile 2 ton

3
6
6
7
7
11
12
12
13
14
15
17
18
21
22

16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.

Perubahan pH tanah pada biopile skala laboratorium dan skala pilot
selama proses bioremediasi berlangsung
Pertumbuhan bakteri selama proses bioremediasi pada biopile 2 ton
Profil suhu dalam biopile skala pilot kapasitas 2 ton
Profil suhu dalam biopile skala laboratorium kapasitas 30 kg
Perubahan suhu tanah selama proses bioremediasi pada biopile 2 ton
Perbandingan suhu tanah pada biopile skala laboratorium dan pilot
selama proses bioremediasi berlangsung pada biopile 2 ton
Produksi gas NH3 selama proses bioremediasi berlangsung pada
biopile 2 ton
Produksi gas CO2 selama proses bioremediasi berlangsung pada
biopile 2 ton
Perbedaan produksi gas CO2 pada biopile skala laboratorium dan pilot
selama proses bioremediasi berlangsung pada biopile 2 ton
Perubahan nilai TPH selama proses bioremediasi berlangsung pada
biopile skala laboratorium dan skala pilot
Kromatogram GC-MS dari matrik tanah tercemar minyak pada awal
bioremediasi
Kromatogram GC-MS dari matrik tanah tercemar minyak pada akhir
bioremediasi
Lintasan oksidasi subtermal senyawa 2,6,10,14-tetrametil pentadekana

22
23
24
24
25
25
26
27
28
28
30
30
32

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.

7.

Nilai suhu (oC) selama proses bioremediasi dengan teknik biopile
kapasitas 30 kg
Nilai pH selama proses bioremediasi dengan teknik biopile kapasitas
30 kg
Nilai kadar air (% w/w) selama proses bioremediasi dengan teknik
biopile kapasitas 30 kg
Konsentrasi gas CO2 (mg/m3) selama proses bioremediasi dengan
teknik biopile kapasitas 30 kg
Nilai TPH (%) selama proses bioremediasi dengan teknik biopile
kapasitas 30 kg
Data kromatogram GCMS dari berbagai perlakuan pada awal dan
akhir bioremediasi dengan teknik biopile skala laboratorium kapasitas
30 kg
Prosedur kerja beberapa parameter

38
39
39
39
39

40
42

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Minyak bumi merupakan sumber energi utama yang banyak digunakan
untuk menggerakan industri, transportasi dan pertanian selain batu bara dan energi
baru terbarukan. Konsumsi minyak bumi di Indonesia dari tahun-ketahun terus
mengalami peningkatan. Pada tahun 2011 konsumsi minyak bumi di Indonesia
mencapai 1.567.000 barrel per day (bpd) atau naik 6,9% dari tahun 2010. Pada
tahun 2014 konsumsi minyak di Indonesia mencapai 1.641.000 bpd atau naik
1,6% dari tahun 2013 (BP Statistical 2015). Untuk memenuhi kebutuhan tersebut,
perusahaan minyak akan meningkatkan kegiatan pengeboran, produksi,
eksplorasi, pengangkutan dan penyimpanan minyak. Pesatnya perkembangan
industri perminyakan ini memberikan dampak positif yaitu meningkatnya
perekonomian dan bertambahnya devisa negara. Namun di sisi lain,
berkembangnya industri perminyakan ini berpotensi mencemari lingkungan bila
minyak bumi tumpah ke lingkungan.
Minyak yang tumpah atau tercecer ke permukaan tanah, sebagian akan
menempel di permukaan tanah dan sebagian lagi akan merembes ke dalam tanah.
Keberadaan minyak di dalam tanah tersebut berdampak pada rusaknya jaringan
sel akar tumbuhan dan matinya hewan kecil yang hidup di dalam tanah seperti
cacing, moluska dan sebaginya. Selain itu tumpahan minyak bumi juga dapat
menutupi permukaan tanah sehingga menghalangi proses difusi udara dari
atsmosfir ke dalam tanah.
Senyawa benzena, toluena, etilbenzena, dan xylena atau biasa dikenal
dengan BTEX merupakan komponen utama dalam minyak bumi. Senyawa ini
bersifat mutagenik dan karsinogenik pada manusia. Senyawa ini juga sulit
mengalami perombakan di alam, baik di air maupun di darat. Pemaparan BTEX
pada manusia terjadi dapat melalui saluran pencernaan, pernapasan maupun
penyerapan pada kulit (MDE 2007) dan benzena adalah yang paling beracun
(Leusch dan Bartkow 2010). Benzena, toluena, etilbenzena dan xylena dengan
cepat dan efisien diserap dan didistribusikan ke seluruh tubuh. Keracunan akut
melalui makanan atau minuman menyebabkan muntah, iritasi lambung, pusing,
koma dan kematian, sedangkan kontak jangka panjang dengan benzena dapat
menyebabkan leukemia (ATSDR 2007). Dengan sifat beracun dan mudah
terbakar tersebut maka limbah minyak bumi di golongkan kedalam limbah bahan
berbahaya dan beracun atau B3 (PP Nomor 101 2014). Dalam peraturan ini
disebutkan bahwa limbah minyak bumi baik yang dihasilkan dari proses
pengeboran, eksplorasi maupun pada proses pengangkutan harus diolah menjadi
bahan yang tidak berbahaya. Adapun industri yang menghasilkan limbah minyak
bumi dapat menyimpan paling lama 90 hari sebelum dilakukan pengolahan.
Upaya-upaya penanggulangan pencemaran minyak bumi telah banyak
dilakukan seperti dengan cara fisika dan kimia namun hasilnya masih kurang
memuaskan (Nugroho 2006; Ni'matuzahroh et al. 2006). Penanggulangan secara
fisika biasanya dilakukan pada awal penanganan, sebagai gambaran pada
tumpahan minyak yang terjadi dilepas pantai, tumpahan minyak diisolasi dengan
menggunakan oil boom sebelum menyebar kemana-mana. Minyak bumi yang

2
terkumpul kemudian diambil dengan menggunakan oil skimmer dan diangkut
dengan kapal menuju tempat penampungan minyak, sedangkan tumpahan minyak
yang terjadi ditanah tidak bisa dilakukan dengan cara fisika bila minyak tersebut
telah merembes ke dalam tanah.
Penanggulangan minyak bumi secara kimia dilakukan dengan memberikan
bahan kimia yang mempunyai kemampuan mendispersi minyak (Charlena 2010).
Penggunaan bahan kimia sebagai penetralisir dapat menimbulkan pencemaran
baru dan bersifat lebih beracun dibandingkan bahan pencemarnya, sehingga
diperlukan teknologi tambahan dan peralatan canggih untuk menarik kembali
bahan kimiawi dari lingkungan agar tidak menimbulkan dampak negatif yang
lainnya (Nugroho 2006). Selain itu Penanganan limbah minyak bumi secara
kimia dan fisika membutuhkan biaya yang besar dan menimbulkan polutan
sekunder dibandingkan pengolahan secara biologi (Crawford dan Crawford 1996).
Bioremediasi dengan teknik biopile dipandang sebagai salah satu alternatif
yang memilki biaya pengolahan relatif rendah dan ramah lingkungan. Selain itu
biopile memiliki kelebihan diantaranya adalah lahan yang digunakan untuk proses
bioremediasi tidak memerlukan lahan yang luas, kondisi kelembaban dan
ketersedian udara dapat dikendalikan sehingga pertumbuhan bakteri dapat terjaga
(Battele dan NFESC 1996).
Perumusan Masalah
Tumpahan minyak merupakan suatu hal yang seringkali terjadi pada
aktivitas industri minyak. Kegiatan pengeboran, eksploitasi, pengangkutan dan
penyimpanan pada industri perminyakan seringkali berpotensi menimbulkan
dampak terhadap lingkungan. Upaya penanggulangan pencemaran minyak telah
banyak dilakukan diantaranya adalah teknik biopile. Menurut Battele dan NFESC
(1996); US EPA (2004) keberhasilan proses biodegradasi senyawa hidrokarbon
minyak bumi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah: kerapatan
populasi bakteri, pH, kelembaban, suhu tanah, nutrisi dan kondisi tekstur tanah.
Biopile merupakan teknik bioremediasi yang melibatkan penumpukan tanah
tercemar minyak di atas permukaan tanah yang memiliki permeabilitas rendah
atau dapat diletakan di atas permukaan beton. Untuk meningkatkan proses
biodegradasi minyak, ke dalam tumpukan tanah tercemar minyak diberikan aerasi
dan nutrisi. Pemberian aerasi ke dalam biopile berperan penting dalam
pertumbuhan bakteri. Oksigen digunakan bakteri dalam proses metabolisme untuk
menghasilkan energi yang digunakan dalam pertumbuhannya. Kekurangan
oksigen akan menghambat pertumbuhan bakteri dan pada akhirnya akan
menghambat proses biodegradasi senyawa hidrokarbon minyak bumi. BTL (2010)
juga mengungkapkan demikian dan menerangkan bahwa kandungan klei yang
tinggi pada tanah terkontaminasi menyebabkan tanah menjadi lebih mudah
mengembang dan lengket ketika diberi kelembaban dan menghasilkan persen
degradasi yang rendah yaitu sebesar 12,56%. Kondisi ini dicapai dalam waktu
sekitar 16 minggu. Rendahnya laju degradasi senyawa hidrokarbon ini disebabkan
oleh berkurangnya kandungan oksigen di dalam tanah dimana pada kondisi jenuh
air, seluruh ruang berpori pada tanah klei baik pori makro maupun pori mikro
terisi oleh air, sedangkan pada kondisi lembab pori-pori tanah akan tersisi oleh air
dan udara yang besarannya tergantung pada tekstur tanah (Sudirman et al. 2006).

3
Menurut Suhardi (1985); Rachman et al. (2013) tanah klei dalam keadaan kering
akan menciut, mengkerut dan merekah sedangkan pada kondisi basah, tanah akan
memiliki karakter lengket, sangat plastis, mengembang. Hal ini menyebabkan
pergerakan dan pertukaran udara dari atmosfir ke dalam tanah tidak optimal
sehingga ketersedian oksigen di dalam tanah menjadi menurun. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut maka perlu dilakukan perbaikan tekstur tanah sebelum
dilakukan proses bioremediasi. Perbaikan tanah dilakukan dengan menambahkan
pasir dengan berbagai konsentrasi. Menurut Hardjowigeno (2010) tanah-tanah
pasir memiliki pori makro lebih banyak daripada tanah liat. Penambahan pasir ini
dimaksudkan untuk meningkatkan aerasi tanah. Sedangkan untuk memberikan
kegemburan pada campuran matrik tanah ditambahkan kompos. Menurut
Indrayatie (2009) tanah yang diberi bahan organik seperti kompos kandungan pori
aerasi dan kemampuan dalam menahan air tinggi dibandingkan tanah yang tidak
diberi bahan organik
Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan inti permasalahan sebagai
berikut:
1.
Tanah tercemar minyak yang diolah bertekstur klei memiliki sifat
mengembang dan lengket pada kondisi basah sehingga ketersedian oksigen
di dalam tanah menurun. Untuk meningkatkan aerasi tanah (porositas) maka
perlu diberi pasir dan kompos.
2.
Penerapan biopile skala pilot pada tanah bertekstur klei menghasilkan
persen degradasi TPH yang rendah.

Gambar 1 Diagram alir kerangka pikir penelitian
Tujuan Penelitian
1.

Tujuan dari penelitian ini diantaranya sebagai berikut:
Mendapatkan komposisi campuran matrik tanah yang terbaik untuk proses
bioremediasi tanah terkontaminasi minyak bumi.

4
2.

Scale up dari hasil proses bioremediasi tanah tercemar minyak dengan
teknik biopile skala pilot kapasitas 2 ton.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Diharapkan dapat memberikan sumbangan nyata berupa teknologi
bioremediasi untuk memperbaiki kualitas lingkungan lahan yang tercemar
minyak.
2. Dapat memberikan alternatif pemecahan pengolahan limbah minyak bumi
khususnya bagi dunia industri perminyakan.
3. Memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang
bioremediasi minyak bumi.

2 METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proses dan Laboratorium Analitik
Balai Teknologi Lingkungan Kawasan Puspiptek Tangerang Selatan Banten.
Waktu penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai Agustus 2015.
Bahan
Bahan campuran pembuatan matrik tanah tercemar minyak terdiri atas tanah,
pasir komersil, kompos komersil dan minyak mentah yang diambil dari
penambangan minyak rakyat di Desa Wonocolo Bojonegoro. Pada penelitian ini
tanah yang digunakan diambil dari lahan kosong di sekitar Gedung 412 Balai
Teknologi Lingkungan Kawasan Puspiptek Tangerang Selatan pada kedalaman
15–80 cm. Tanah dikeringudarakan selama tiga minggu di dalam rumah kaca.
Tanah kering kemudian diayak dengan ukuran lubang ayakan 2 mm. Tanah yang
lolos ayakan digunakan dalam penelitian ini.
Bahan pupuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk urea
komersil dan NPK komersil dengan rasio CNP sebesar 100:5:1 (Zam 2010).
Konsorsium bakteri yang digunakan berasal dari koleksi Balai Teknologi
Lingkungan yang diperoleh melalui isolasi dari tanah tercemar minyak di daerah
Cepu Jawa Tengah yaitu bakteri KBTL1, KBTL2 dan KBTL3.
Alat
Alat yang digunakan meliputi blower kapasitas 60 L/menit, flowmeter, soil
tester, moisture meter, reaktor biopile, GC seri 5977A Agilent dengan Detektor
MS dan suhu 325oC. Kolom GC yang digunakan adalah Phenyl Methyl Silox (30

5
m x 250 μm x 0,25 μm) dengan tekanan 7,0699 psi dan aliran kolom sebesar 1
L/menit.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan berdasarkan rancangan acak lengkap satu faktor
dengan 4 perlakuan. Adapun perlakuan yang diberikan adalah penambahan pasir
0%, 15%, 30% dan 45% (w/w). Untuk menambah kegemburan tanah setiap
perlakuan ditambahkan 10% (w/w) kompos komersil. Setiap perlakuan diulang 3
kali. Respon utama yang diamati adalah parameter TPH (total petroleum
hydrocarbon). Untuk mengetahui pengaruh perlakuan digunakan analisis ragam
dengan uji lanjut DMRT pada taraf 5% (Gomez dan Gomez 2010).
Komposisi yang terbaik dari hasil penelitian tersebut selanjutnya digunakan
dalam bioremediasi dengan teknik biopile skala pilot kapasitas 2 ton dengan
ulangan 2 kali. Respon utama yang diamati adalah parameter TPH. Data dianalisis
secara deskriptif yaitu dengan membandingkan hasil percobaan biopile skala
laboratorium dan skala pilot.
Parameter Pengamatan
Parameter fisika yang diamati adalah suhu yang diukur dengan
menggunakan termometer, kadar air diukur menurut metode gravimetri (ASTM.
D2216), bobot jenis partikel dan bobot isi tanah dilakukan menurut metode
perendaman dalam piknometer dan gravimetri yang diterangkan dalam Black dan
Hartge (1986), distribusi ukuran pori ditetapkan dengan metode Pressure Plate
Apparatus yang mengacu pada Danielson dan Sutherland (1986). Parameter kimia
yang diamati adalah pH tanah yang diukur menurut metode elektrometri (ASTM
D 4972 – 01), tekstur tanah ditetapkan menurut metode pipet yang diterangkan
dalam Gee dan Bauder (1986), C-organik (ASTM D 2974-87), N total ditetapkan
dengan metode Kjedahl yang mengacu pada US EPA Method 351.3, P tersedia
ditetapkan dengan metode Olsen (Olsen et al. 1954), produksi gas CO2 ditetapkan
dengan metode titrimetri (Eaton et al. 2005), gas NH3 diukur dengan metode
indofenol (SNI 19-7119.1-2005), TPH diukur dengan menggunakan metode
gravimetri yang mengacu pada US EPA Method 1664. Sedangkan TPC yang
merupakan parameter biologi diukur dengan menggunakan metode tuang yang
diterangkan dalam Cappucino dan Sherman (1987).
Desain Reaktor Biopile Kapasitas 30 kg
Reaktor biopile yang digunakan berbentuk balok dan terbuat dari kaca
bening dengan ketebalan 0,5 cm. Reaktor biopile memiliki volume 100 L dengan
dimensi adalah P x L x T = 100 cm x 50 cm x 20 cm. Untuk memudahkan proses
pemberian aerasi pada tanah terkontaminasi minyak reaktor biopile dibuat dalam
dua bilik masing-masing bilik memiliki volume 48L dengan dimensi bilik adalah
P x L x T = 49 cm x 49 cm x 20 cm. Pemberian aerasi dilakukan secara manual
yaitu dengan mengaduk-aduk tanah tercemar minyak dan memindahkannya ke
bilik sebelahnya. Desain reaktor biopile disajikan pada Gambar 2.

6

Gambar 2 Desain reaktor biopile
Untuk memudahkan pengoperasian bioremediasi, reaktor biopile diletakan
ke dalam rak yang terbuat dari besi siku dengan ketebalan besi 0,5 cm dan lebar
salah satu sisi besi adalah 4 cm. Rak besi dibuat dalam dua tingkat dan masingmasing tingkat mempunyai ketinggian 58 cm dengan panjang rak 224 cm,
sedangkan lebar rak harus lebih panjang dibandingkan dengan lebar reaktor
biopile yaitu 56 cm dan setiap tingkat akan ditempati oleh 4 reaktor biopile,
sehingga jumlah keseluruhan reaktor biopile yang dapat diletakan di dalam rak
besi berjumlah 12 buah.

Gambar 3 Reaktor biopile skala laboratorium dalam rak besi
Desain Biopile Skala Pilot Kapasitas 2 ton
Biopile skala pilot kapasitas 2 ton yang dioperasikam dibuat dalam bentuk
trapesium dengan dimensi P x L x T = 2,65 m x 2 m x 0,8 m dengan sudut
kemiringan biopile sebesar 50 derajat. Biopile diletakan di lahan terbuka dengan
bagian atas diberi atap. Pemberian atap dimaksudkan untuk melindungi biopile
dari angin dan hujan (Kratzke et al. 1998). Bagian bawah biopile diberi lapisan
beton yang berfungsi untuk mencegah kejadian penyebaran lindih (leach water)
ke dalam tanah. Pada bagian sisi kanan dan kiri biopile diberi saluran drainase.
Saluran drainase ini dibuat kedap air atau beton dan digunakan untuk mengalirkan
lindih yang terbentuk ke dalam bak penampungan lindih. Biopile ini juga
diintregasikan dengan sistem aerasi dengan sumber udara utama berasal dari
blower. Desain kontruksi biopile disajikan pada Gambar 4.

7

Gambar 4 Desain kontruksi biopile kapasitas 2 ton
Sistem aerasi biopile terdiri atas pipa perforated, pipa manifold, flowmeter
dan blower. Pipa perforated yang digunakan memiliki panjang 1,05 m dan
berdiameter 1,27 cm. Untuk mengalirkan udara, pada bagian sisi pipa diberi
lubang dengan diameter 0,30 cm. Jarak antar lubang aerasi pada pipa perforated
berjarak 7,62 cm dengan lubang aerasi atau hole dibuat mengarah ke bawah atau
pada posisi angka jam 4 dan 8. Hal ini dilakukan untuk menghindari masuknya
partikel tanah maupun material lainnya masuk ke dalam pipa perforated, lalu pipa
perforated dibalut dengan ijuk atau sabut kelapa (Gambar 5).

Gambar 5 Desain pipa perforated pada biopile kapasitas 2 ton
Setiap biopile memiliki sembilan pipa perforated yang di letakkan pada
bagian bawah dan tengah. Pada bagian bawah terdapat 5 buah pipa perforated
sedangkan pada bagian tengah atau pada ketinggian 40 cm terdapat 4 pipa
perforated. Pipa perforated ini terhubung dengan pipa manifold. Pada masingmasing pipa perforated diberi keran untuk mengatur aliran udara. Pipa manifold
dihubungkan dengan blower kapasitas 60 L/menit. Blower digunakan sebagai
sumber utama udara di dalam biopile.

8
Start up Biopile Skala Laboratorium Kapasitas 30 kg
Pada penelitian ini tanah tercemar minyak yang digunakan dibuat dengan
pencampuran tanah Latosol, pasir komersil, dan kompos komersil dengan
perbandingan berat yang telah ditentukan (Tabel 1) serta ditambahkan minyak
bumi sebanyak 5% dari berat campuran. Campuran matrik tanah tercemar minyak
yang telah selesai dibuat, kemudian ditambahkan nutrisi dan bakteri. Adapun
nutrisi yang digunakan adalah pupuk urea komersil dan NPK komersil dengan
masing-masing berat pupuk sebesar 134 g dan 34 g, sedangkan konsentrasi
inokulan konsorsium bakteri yang ditambahkan ke dalam campuran matrik tanah
sebanyak 10% (v/v) (Zam 2010). Campuran matrik tanah tercemar minyak
selanjutnya dimasukan ke dalam reaktor dan dilakukan pengamatan beberapa
parameter secara berkala seperti suhu, TPH, TPC, pH dan gas CO2.
Tabel 1 Perbandingan berat komposisi campuran matrik tanah
Perlakuan
TPK900010
TPK751510
TPK603010
TPK454510

Tanah Latosol (%)
90
75
60
45

Pasir (%)
0
15
30
45

Kompos (%)
10
10
10
10

Minyak (%)
5
5
5
5

Start up Biopile Skala Pilot Kapasitas 2 ton
Proses penempatan tanah tercemar ke dalam emplasemen bioremediasi
dilakukan dengan cara manual yaitu dengan menggunakan cangkul. Pasir dengan
diameter 1 – 2 mm digunakan sebagai lapisan pertama dengan ketebalan 10 cm.
pemberian pasir pada lapisan paling bawah dimaksudkan untuk memudahkan air
lindih yang terbentuk mengalir ke drainase yang selanjutnya air lindih akan
mengalir ke tempat penampungan lindih. Di atas lapisan pasir ditambahkan tanah
bersih yaitu tanah yang tidak terkontaminasi kontaminan terutama limbah minyak
bumi dan logam berat. Pemberian tanah bersih dilakukan hingga lapisan tanah
memiliki ketebalan 15 cm. Kemudian di atas lapisan tanah dipasang sistem aerasi
tahap pertama.
Sistem aerasi tahap pertama dibuat dengan meletakkan sebanyak lima pipa
perforated di atas lapisan tanah dengan jarak antar pipa perforated adalah 40 cm.
Pada bagian salah satu ujung pipa perforated dipasang knop berdiameter 2,5 cm
dan pada ujung lainnya dipasang kran berdiameter 2,5 cm. Pemberian kran
dimaksudkan untuk mengatur aliran udara yang masuk kedalam pipa perforated.
Selanjutnya pipa perforated dibalut dengan sabut kelapa dan diberi batu kerikil di
atasnya. Pemberian sabut kelapa dan batu kerikil dimaksudkan untuk menghindari
masuknya partikel tanah ke dalam hole atau lubang pipa perforated.
Tanah tercemar minyak yang telah dicampur dengan pupuk urea, pupuk
NPK dan konsorsium bakteri di tempatkan di atas emplasmen yang telah dipasang
sistem aerasi tahap pertama hingga ketebalan 40 cm. Tanah disusun dan
dirapihkan hingga tanah tidak longsor. Selanjutnya dengan cara yang sama di atas
permukaan tanah tersebut dipasang sistem aerasi tahap kedua yang terdiri atas
empat pipa perforated. Tahap berikutnya tanah tercemar minyak di tempatkan

9
kembali di atas sistem aerasi tahap kedua hingga ketebalan tanah mencapai 40 cm.
Dengan demikian tinggi keseluruhan pile tanah tercemar minyak adalah 80 cm
dengan kemiringan pile sebesar 50 derajat. Tahap terakhir pipa perforated
dihubungkan dengan pipa manifold yang telah terhubung dengan blower.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Bioremediasi Skala Laboratorium Kapasitas 30 Kg
Karakteristik Tanah
Sebelum dilakukan pembuatan matrik tanah tercemar minyak, tanah
dianalisa karakteristiknya. Hasil analisis fisika tanah (Tabel 2) memperlihatkan
tanah didominasi oleh fraksi klei (85%) diikuti fraksi debu (12%) dan sisanya
fraksi pasir (3%) sehingga masuk dalam kelas tekstur klei. Adanya kandungan
klei yang tinggi menyebabkan tanah menjadi mudah mengembang dan lengket
ketika diberi kelembaban. Menurut Vidali (2001) tanah bertekstur klei pada
kelembaban tinggi sulit untuk mengalirkan udara dan distribusi nutrisi di dalam
tanah tidak merata sehingga berdampak pada pertumbuhan bakteri (Charlena et al.
2010).
Tabel 2 Sifat fisik dan kimia tanah Latosol asal Puspiptek Serpong Tangerang
Selatan tahun 2015
Sifat Fisika Tanah
Porisitas (%)
Bobot isi (g/cc)
Bobot jenis partikel (g/cc)
Pori drainase cepat (%)
Pori drainase lambat (%)
Air tersedia (%)
Kadar air (% w/w)

Kandungan
58,7
1,01
2,44
14
6,4
26,6
54,8

Sifat Kimia Tanah
C (%)
N (%)
C/N
P2O5 (ppm)
Tekstur
- Klei (%)
- Debu (%)
- Pasir (%)

Kandungan
0,54
0,06
9
7
85
12
3

Berdasarkan hasil analisis kimia tanah (Tabel 2) tanah Latosol memiliki
kandungan unsur C, N, P berturut-turut sebesar 0,54%, 0,06% dan 7 ppm atau
masuk dalam kategori sangat rendah (Hardjowigeno 2010). Kandungan bahan
organik di dalam tanah berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri dan
kemampuan tanah dalam menahan air. Tanah dengan kandungan bahan organik
yang tinggi dapat menahan air lebih lama.
Karakteristik Matrik Tanah Tercemar Minyak
Berdasarkan hasil analisis tekstur tanah (Tabel 3) memperlihatkan bahwa
pemberian pasir menghasilkan kelas tekstur tanah yang berbeda-beda pada
masing-masing perlakuan. Pada perlakuan pemberian pasir 45%, tanah didominasi
oleh fraksi pasir (53%) diikuti fraksi debu (30%) dan sisanya fraksi klei (17%)
sehingga masuk dalam kelas tekstur lom berpasir.

10
Pemberian pupuk anorganik seperti pupuk urea dan NPK dapat
meningkatkan kadar N dan P tanah. Peningkatan N dan P tertinggi terjadi pada
perlakuan tanpa penambahan pasir yaitu berturut-turut sebesar 0,307% dan 0,03%
yang termasuk dalam kriteria sedang (Hardjowigeno 2010), sedangkan kadar N
dan P terendah terjadi pada perlakuan dengan penambahan pasir 45% yaitu
berturut-turut sebesar 0,256% dan 0,028% atau masuk dalam kategori sedang.
Tabel 3 Susunan partikel dan tekstur matrik tanah tercemar minyak pada
berbagai perlakuan
Perlakuan
TPK900010
TPK751510
TPK603010
TPK454510

Pasir (%)
3
17
31
53

Tekstur
Debu (%)
13
18
30
30

Klei (%)
84
65
39
17

Kelas Tanah
Klei
Klei
Lom berklei
Lom berpasir

TPK454510: perlakuan dengan penambahan pasir 45%, TPK603010: perlakuan dengan
penambahan pasir 30%, TPK751510: perlakuan dengan penambahan pasir 15%, TPK900010:
perlakuan tanpa penambahan pasir

Perubahan C, N dan P Tanah
Unsur-unsur karbon, nitrogen dan fosfor merupakan unsur penting dalam
pertumbuhan bakteri. Unsur karbon digunakan oleh bakteri sebagai sumber energi
untuk aktivitasnya. Unsur nitrogen berperan penting dalam perbanyakan sel,
pembentukan dinding sel, pembentukan asam amino dan enzim-enzim. Sedangkan
unsur fosfor berperan dalam pembentukan asam nukleat dan fosfolipid. Pada
dasarnya unsur-unsur tersebut telah tersedia di alam namun jumlahnya sedikit
sehingga untuk meningkatkan aktivitas bakteri pendegradasi minyak perlu
ditambahkan nutrisi. menurut Gao et al. (2014) pemberian nutrisi pada proses
bioremediasi mampu meningkatkan degradasi senyawa hidrokarbon secara
signifikan.
Hasil analisis C-organik (Tabel 4) memperlihatkan bahwa pada awal
bioremediasi nilai C-organik tercatat berkisar antara 6,24 sampai 6,66% dan pada
akhir bioremediasi terjadi penurunan menjadi berkisar antara 1,78 sampai 4,44%.
Penurunan unsur karbon tersebut disebabkan oleh proses biodegradasi, dimana
unsur karbon yang ada dimanfaatkan bakteri untuk pembentukan sel dan
pertumbuhan bakteri. Menurut Arifiantari et al. (2009) pada umumnya sebanyak
2/3 karbon yang ada akan direspirasi menjadi gas CO2 sedangkan sisanya
dikombinasikan dengan nitrogen untuk pertumbuhan bakteri.
Tabel 4 Kandungan C, N, P tanah pada awal (H0) dan akhir bioremediasi (H60)
Perlakuan
TPKP90001010
TPKP75151010
TPKP60301010
TPKP45451010

C-organik (%)
H0
H60
6,66
4,44
6,44
3,44
6,27
2,69
6,24
1,78

N total (%)
H0
H60
0,31
0,21
0,29
0,17
0,27
0,14
0,26
0,11

P (%)
H0
0,030
0,029
0,029
0,028

H60
0,015
0,014
0,012
0,012

11
N total tanah mengalami perubahan, pada awal bioremediasi N total tercatat
berkisar antara 0,26 sampai 0,31% dan pada akhir bioremediasi mengalami
penurunan menjadi sebesar 0,11 sampai 0,21%. Penurunan unsur nitrogen tersebut
menunjukan bahwa di dalam tanah terjadi aktivitas bakteri. Penurunan kandungan
unsur N lebih besar dibanding dengan penurunan kandungan P. Hal ini
disebabkan unsur N merupakan salah satu unsur utama pembentuk sel selain
unsur karbon dan oksigen. Adapun unsur P merupakan bukan unsur utama dalam
pembentukan sel, namun keberadaanya sangat diperlukan dalam pertumbuhan
bakteri (Ali 2012).
Perubahan pH Tanah
Nilai pH mempengaruhi kemampuan bakteri pendegradasi minyak dalam
pertumbuhan selnya. Nilai pH terlalu rendah atau terlalu besar menyebabkan
pertumbuhan bakteri menjadi terhambat. Menurut Dhote et al. (2009) nilai pH
dapat mempengaruhi aktivitas bakteri dan dapat mengendalikan aktivitas enzim,
proses transportasi serta kelarutan hara. Hasil pengukuran pH tanah selama proses
bioremediasi berlangsung (Gambar 6) tercatat sebesar 6,9 sampai 7,5. Nilai pH
tersebut masuk dalam pH netral dan baik untuk pertumbuhan bakteri khususnya
bakteri pendegradasi minyak. Menurut Sharma (2012) pH optimal untuk
pertumbuhan bakteri ada pada kisaran pH 6,5 sampai 8 dengan rentang
pertumbuhan pada pH 5,5 sampai 8,5. Menurut Zam (2010) pH yang terbaik
untuk pertumbuhan adalah 7,5.

Gambar 6 Perubahan pH selama proses bioremediasi dengan
teknik biopile pada perlakuan TPK900010 (■),
TPK751510 (■),TPK603010 (■) dan TPK454510 (■)
Perubahan Suhu Tanah
Proses degradasi senyawa hidrokarbon oleh bakteri disamping
menghasilkan gas CO2 dan air juga meningkatkan suhu tanah. Berdasarkan
pengamatan suhu selama proses bioremediasi, nilai suhu tanah berkisar antara
27,83 – 42,3oC (Gambar 7).
Pada awal bioremediasi suhu tanah berkisar antara 29,67 sampai 30,33oC.
Pada hari berikutnya suhu tanah mengalami peningkatan, puncaknya terjadi pada
hari ke-7 yaitu sebesar 42,33oC. Peningkatan suhu yang terjadi disebabkan adanya
aktivitas bakteri dalam mendegradasi senyawa hidrokarbon. Menurut Das dan
Chandran (2011) suhu yang optimal untuk mendegradasi senyawa hidrokarbon
adalah 30-40°C. Juhasz et al. (2005) melaporkan suhu optimal untuk

12
mendegradasi senyawa hidrokarbon pada bioremediasi minyak bumi dengan
teknik biopile (skala pilot) terjadi pada suhu 39,1 sampai 50oC. Sedangkan Sopiah
dan Arifudin (2012) melaporkan bahwa suhu optimal untuk degradasi senyawa
hidrokarbon pada bioremediasi tanah tercemar minyak dengan teknik landfarming
adalah 45oC. Pada akhir bioremediasi suhu tanah mengalami penurunan hingga
mencapai suhu ruang. Pada kondisi tersebut proses biodegradasi senyawa
hidrokarbon minyak bumi melambat atau telah selesai.

Gambar 7

Perubahan suhu selama proses bioremediasi dengan
teknik biopile pada perlakuan TPK900010 (■),
TPK751510 (■),TPK603010 (■) dan TPK454510 (■)

Pengamatan Kadar Air
Kelembaban sangat penting bagi pertumbuhan bakteri dan transportasi
nutrisi yang dibutuhkan oleh bakteri. Berdasarkan pengukuran kadar air yang
dilakukan setiap minggu, terukur nilai kadar air tanah yaitu berkisar antara 17,25
sampai 24,14% (Gambar 8).

Gambar 8 Perubahan kadar air selama proses bioremediasi dengan
teknik biopile pada perlakuan TPK900010 (■), TPK751510
(■),TPK603010 (■) dan TPK454510 (■)
Nilai kadar air selama proses bioremediasi berubah-ubah dengan
bertambahnya waktu. Untuk menjaga pertumbuhan bakteri, setiap minggu
ditambahkan sejumlah air ke dalam tanah hingga kadar air mencapai kisaran 22 23%. Menurut Chokshi dan Nelson (2003) melaporkan bahwa kadar air yang
optimal untuk bioremediasi berkisar antara 15 sampai 20%. Kadar air di atas 25%

13
pada tanah klei mengakibatkan aktivitas bakteri menurun hal ini ditunjukan
dengan menurunnya produksi gas CO2.
Hasil pengamatan nilai kadar air pada awal bioremediasi tercatat berkisar
antara 22,27 sampai 24,12%. Pada hari-hari berikutnya nilai kadar air mengalami
perubahan pada masing-masing perlakuan. Sebagai gambaran, pada hari ke-42,
perlakuan tanpa penambahan pasir mengalami penurunan kadar air sebesar
16,99%, sedangkan pada perlakuan penambahan pasir 45% penurunan kadar air
mencapai 25,75%. Tingginya tingkat penurunan kadar air ini dimungkinkan
karena perlakuan dengan penambahan pasir 45% didominasi oleh fraksi pasir
(53%). Hal ini memungkinkan sebagian air mudah terlindih setelah penambahan
air terhenti atau air tidak tertahan di dalam tanah sehingga air mudah menguap ke
udara (Putinella 2011).
Pengamatan Gas CO2
Gas CO2 yang terbentuk dari proses bioremediasi merupakan penunjuk
adanya aktivitas bakteri dalam mendegradasi senyawa hidrokarbon. Proses ini
terutama dilakukan oleh bakteri aerob. Berdasarkan penelitian Baptista et al.
(2005) menerangkan bahwa terbentuknya gas CO2 sebagai akibat adanya aktivitas
bakteri dalam mendegradasi senyawa hidrokarbon dan untuk meningkatkan
produksi gas CO2 pada proses bioremediasi perlu penambahan nutrisi.
Hasil analisis gas CO2 (Gambar 9) memperlihatkan bahwa pada awal
bioremediasi tiap perlakuan menghasilkan gas CO2 yang rendah yaitu berkisar
antara 6,03 – 7,77 mg/m3. Pada minggu berikutnya produksi gas CO2 mengalami
peningkatan dengan puncak tertinggi terjadi pada perlakuan penambahan pasir
45% yaitu sebesar 136,5 mg/m3. Titik terendah terjadi pada perlakuan tanpa
penambahan pasir. Peningkatan produksi gas CO2 pada perlakuan penambahan
pasir 45% menunjukkan adanya aktivitas bakteri dalam mendegradasi senyawa
hidrokarbon.

Gambar 9 Perubahan gas CO2 selama proses bioremediasi dengan
teknik biopile pada perlakuan TPK900010 (■),
TPK751510 (■),TPK603010 (■) dan TPK454510 (■)
Bakteri pendegradasi dalam melakukan aktivitasnya memerlukan oksigen
untuk memproduksi enzim oksigenase yang akhirnya menghasilkan gas CO2
(Abid et al. 2014). Menurut BTL (2010) menerangkan bahwa peningkatan
produksi gas CO2 di dalam proses bioremediasi diikuti dengan peningkatan
konsumsi oksigen. Hal ini ditandai dengan menurunnya kandungan oksigen di

14
dalam tanah. Pada tanah dengan kandungan pasir yang tinggi pertukaran udara
dari atmosfir ke dalam tanah begitu lancar sehingga pertumbuhan bakteri tetap
terjaga namun pada tanah dengan kandungan klei yang tinggi proses difusi udara
dari atmosfir ke dalam tanah menjadi terhambat. Menurut Hwang et al. (2006)
menerangkan bahwa untuk menjaga biodegradasi tetap berlangsung setidaknya
terdapat 2 sampai 5% kadar oksigen di dalam tanah.
Pertumbuhan Bakteri
Bakteri merupakan parameter penting dalam proses bioremediasi.
Pertumbuhan bakteri ditandai dengan peningkatan jumlah dan masa sel.
Pengukuran TPC bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan bakteri selama
proses bioremediasi. Hasil pengamatan pertumbuhan bakteri menunjukkan bahwa
pada awal bioremediasi jumlah bakteri masih rendah yaitu berkisar antara 2,5 x
107 sampai 4,8 x 107 cfu/g (Gambar 10).

Gambar 10 Pertumbuhan bakteri selama proses bioremediasi dengan
teknik biopile pada perlakuan TPK900010 (■),
TPK751510 (■),TPK603010 (■) dan TPK454510 (■)
Pada hari ke-7 populasi bakteri mengalami peningkatan dengan puncak
tertinggi terjadi pada perlakuan penambahan pasir 45% yaitu sebesar 97,28% dari
populasi bakteri 3,4 x 107 cfu/g menjadi 1,25 x 109 cfu/g. Sedangkan titik
terendah terjadi pada perlakuan tanpa penambahan pasir yaitu sebesar 65% dari
populasi bakteri 3,5 x 107 cfu/g menjadi 1 x 108 cfu/g. Rendahnya populasi
bakteri tersebut disebabkan oleh ketersedian oksigen di dalam tanah yang rendah.
Kandungan klei yang tinggi hingga mencapai 84% menyebabkan pori tanah
mudah menangkap air dan tanah menjadi mengembang dan lengket sehingga
proses difusi udara dari atmosfir ke dalam tanah terhambat.
Pada hari ke-14 populasi bakteri pada perlakuan penambahan pasir 45%
mengalami perlambatan. Hal ini disebabkan oleh menurunnya nilai kadar air tanah
hingga mencapai 17,75%. Kelembaban sangat diperlukan dalam pertumbuhan
bakteri. Kandungan pasir yang tinggi hingga mencapai 53% menyebabkan air
tanah mudah menguap ke atmosfir sehingga tanah menjadi mudah kering. Untuk
menjaga pertumbuhan bakteri maka dilakukan penambahan air secara berkala
hingga kadar air mencapai 22%. Pada minggu berikutnya pertumbuhan bakteri
mengalami peningkatan kembali dan di akhir bioremediasi ketika senyawa
hidrokarbon yang ada mulai berkurang, pertumbuhan bakteri mulai melambat dan
selanjutnya menurun.

15
Perubahan TPH
TPH merupakan salah satu parameter indikator penting dalam pengolahan
lahan dan/atau tanah tercemar minyak. TPH menunjukkan keberhasilan dari
proses biodegradasi yang dilakukan bakteri dalam mendegradasi senyawa
hidrokarbon minyak bumi. Hasil pengamatan TPH yang dilakukan setiap dua
minggu sekali disajikan pada Gambar 11.
Y1 = 5,3435e-0,017x R2 = 0,9817
Y2 = 5,4211e-0,019x R2 = 0,9914
Y3 = 4,8875e-0,022x R2 = 0,9932
Y4 = 4,9854e-0,023x R2 = 0,9983

Gambar 11 Perubahan nilai TPH selama proses bioremediasi dengan teknik
biopile pada perlakuan TPK900010 (■), TPK751510
(■),TPK603010 (■) dan TPK454510 (■)
Pada awal bioremediasi nilai TPH berkisar antara 4,86 sampai 4,66% dan
setelah 74 hari proses bioremediasi berlangsung terjadi penurunan nilai TPH
dengan penurunan TPH terendah terjadi pada perlakuan tanpa penambahan pasir
yaitu sebesar 69,85% dari TPH 4,66% menjadi 1,4% dan laju degradasi sebesar
0,017 %TPH.hari-1. Rendahnya laju degradasi dan penurunan TPH ini disebabkan
oleh tanah didominasi fraksi klei (84%), diikuti fraksi debu (13%) dan sisanya
fraksi pasir yaitu sebesar 3%. Kandungan klei yang tinggi menyebabkan tanah
mudah mengembang dan lengket ketika diberi kelembaban sehingga pergerakan
dan pertukaran udara dari atmosfir kedalam tanah tidak optimal. Hal ini
mengakibatkan ketersedian oksigen yang sangat dibutuhkan untuk metabolisme
bakteri berkurang. Setelah proses bioremediasi berlangsung selama 112 hari, nilai
TPH pada perlakuan tanpa penambahan pasir mengalami penurunan TPH hingga
0,79% atau telah memenuhi baku mutu lingkungan yang yang telah ditetapkan
dalam Kep Men LH Nomor 128 Tahun 2003.
Penurunan TPH tertinggi terjadi pada perlakuan dengan penambahan pasir
45% yaitu sebesar 81,37% dari TPH 4,68% menjadi 0,87%, kemudian diikuti oleh
perlakuan dengan penambahan pasir 30% yaitu 80,06% dari TPH 4,86% menjadi
0,97% dengan nilai laju degradasi TPH berturut-turut sebesar 0,023 %TPH.hari-1
dan 0,022 %TPH.hari-1. Kondisi tersebut ditempuh dalam waktu sekitar 74 hari.
Nilai laju degradasi pada masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 5.

16

Tabel 5 Laju degradasi senyawa hidrokarbon pada masing-masing perlakuan
ID Sampel
TPK900010
TPK751510
TPK603010
TPK454510

Tanah (%)
90
75
60
45

Pasir (%)
0
15
30
45

Hari keKompos (%)
10
10
10
10

Minyak (%)
5
5
5
5

Laju degradasi
(%TPH.hari-1)
0,017
0,019
0,022
0,023

Hasil analisis sidik ragam menyebutkan bahwa penambahan pasir
berpengaruh sangat nyata terhadap degradasi senyawa hidrokarbon. Untuk
mengetahui pengaruh perlakuan dilakukan uji jarak berganda Duncan (DMRT)
dengan taraf 5%. Hasil analisis DMRT (Tabel 6) menunjukkan bahwa perlakuan
dengan penambahan pasir 15% dan perlakuan tanpa penambahan pasir tidak
berbeda nyata begitu juga perlakuan penambahan pasir 30% dan perlakuan
penambahan pasir 45% tidak berbeda nyata, namun demikian perlakuan tanpa
penambahan pasir berbeda nyata dengan perlakuan penambahan pasir 30% dan
perlakuan penambahan pasir 45%.
Tabel 6 Pengaruh penambahan pasir pada bioremediasi
tanah terkontaminasi minyak bumi
Peralakuan
TPK900010
TPK751510
TPK603010
TPK454510

Biodegradasi (%)
56,54a
61,93ab
68,88bc
71,06c

Perlakuan terbaik dipilih berdasarkan nilai persen degradasi yang paling
tinggi (71,06c) lalu diikuti perlakuan yang memiliki huruf yang sama (68,88bc).
Selanjutnya dipilih perlakuan yang memiliki kandungan pasir yang paling rendah
diantara keduanya. Dalam penelitian ini sampel yang dimaksud adalah perlakuan
dengan penambahan pasir sebesar 30%. Meskipun perlakuan dengan penambahan
pasir 45% memiliki persen degradasi lebih besar, namun perlakuan dengan
penambahan pasir 45% bukan yang terbaik karena pasir yang ditambahkan lebih
tinggi dibandingkan perlakuan penambahan pasir 30%. Adapun perlakuan dengan
penambahan pasir 15% dan perlakuan tanpa penambahan pasir memerlukan waktu
yang lebih lama untuk mencapai nilai TPH di bawah baku mutu lingkungan (≤
1%) yaitu berturut-turut 98 hari dan 112 hari. Lama waktu proses pengolahan
tanah tercemar minyak dapat meningkatkan biaya pengolahan bioremediasi.
Menurut US EPA (2004) biaya pengolahan tanah tercemar minyak dengan teknik
biopile berkisar antara 30 - 90 $/m3. Jika diasumsikan biaya pengolahan tanah
tercemar minyak sebesar 50 $/m3 atau 0,42 $/m3.hari dan lama waktu
pengolahannya memakan waktu 89 hari, maka biaya yang akan dikeluarkan
sebesar 37,08 $/m3 atau lebih mahal 7,5 $ dibandingkan dengan perlakuan dengan
penambahan pasir 30%. Perkiraan biaya pengolahan pada masing-masing
perlakuan disajikan pada Tabel 7.

17
Tabel 7 Lama waktu biopile untuk mencapai baku mutu lingkungan dan
p