Bioremediasi Minyak Bumi di Indonesia

BIOREMEDIASI MINYAK BUMI DI PERAIRAN LAUT

Tugas Mata Kuliah Biodiversitas Laut

ERICKO CHANDRA UTAMA
0706172512

Dosen : Dr. Wellyzar Syamsurizal

UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KELAUTAN
DEPOK
2007

BIOREMEDIASI MINYAK BUMI DI PERAIRAN LAUT

Abstrak
Minyak bumi, sampai saat ini masih menjadi sumber energi terbesar bagi
dunia. Tampaknya, sebelum alternatif sumber energi lain pengganti minyak bumi
ditemukan, maka usaha pertambangan minyak bumi akan terus memainkan

peran yang penting bagi kehidupan manusia. Permasalahannya, proses
pengeboran dan produksi minyak bumi juga mengandung risiko yang
menimbulkan pencemaran lingkungan. Meningkatnya frekuensi pencemaran
akan mengancam kebersihan lingkungan perairan. Bila hal tersebut tidak segera
ditanggulangi, pada waktu singkat laju pencemaran laut akan menjadi tidak
terkendali.Karena termasuk dalam limbah B3, maka limbah yang mengandung
minyak bumi harus diolah. Berbagai penelitian dan upaya terus dilakukan untuk
menemukan cara paling efektif mengatasi masalah limbah minyak bumi ini.
Salah satu teknologi yang memberi harapan dan sedang diuji coba saat ini
adalah teknologi bioremediasi (bioremediation). Bioremediasi merupakan teknologi
yang menggunakan mikroba untuk mengolah pencemar melalui mekanisme biodegradasi
alamiah atau meningkatkan mekanisme biodegradasi alamiah dengan menambahkan
mikroba, nutrien, donor elektron dan/atau akseptor elektron. Mikroba yang mampu
menguraikan minyak adalah tersedia di alam laut yaitu sekitar 200 spesies
bakteri, ragi dan fungi. Untuk memperoleh isolat bakteri yang lebih lengkap untuk
menghasilkan degradasi total minyak bumi yang lebih besar, isolasi bakteri
pendegradasi minyak bumi dilakukan secara bertahap. Pre-studi dan pemantauan
remediasi laut tercemar minyak adalah keharusan karena bersifat site-specific dan untuk
penentuan teknik yang tepat efektif dan efisien dalam kegiatan remediasi.


1

2
A. Pendahuluan
Sektor industri dan sektor lingkungan selalu seolah dipertentangkan.
Penyelarasan antara keduanya hingga saat ini masih belum memperoleh cara
yang paling pas. Di satu sisi, kemajuan teknologi telah menggiring manusia
untuk mengeksplorasi bumi tanpa henti. Akibatnya, keharmonisan alam yang
sebenarnya telah memiliki sistem sendiri, menjadi terganggu. Namun
menghentikan laju industri begitu saja, bukanlah solusi. Pada sisi lain, selama
berabad-abad, kehidupan manusia telah bergantung pada kemajuan teknologi
dan sumber daya alam. Idealnya, teknologi yang dapat membantu manusia
menikmati kemudahan yang disediakan bumi, sembari tetap menjaga kelestarian
lingkungan.
Minyak bumi, sampai saat ini masih menjadi sumber energi terbesar bagi
dunia. Tampaknya, sebelum alternatif sumber energi lain pengganti minyak bumi
ditemukan, maka usaha pertambangan minyak bumi akan terus memainkan
peran yang penting bagi kehidupan manusia. Permasalahannya, proses
pengeboran dan produksi minyak bumi juga mengandung risiko bagi kelestarian
lingkungan.

Perkembangan industri minyak berkembang begitu pesat, produksi
minyak bumi di dunia lebih dari tiga miliar ton per tahun. Perairan menjadi rawan
timbulnya pencemaran minyak karena separuh dari seluruh produksi tersebut
diangkut melalui laut oleh kapal tanker sehingga kecelakaan-kecelakaan yang
mengakibatkan tercecernya minyak di laut hampir tidak dapat dielakkan.
Pencemaran minyak di laut bukan hanya akibat dari kecelakaan kapal, tetapi
pencemaran itu juga bersumber dari kegiatan pengeboran, produksi,
pengilangan, transportasi minyak, perembesan dari reservoirnya, serta kegiatan
pemuatan dan pembongkaran di pelabuhan. Meningkatnya frekuensi
pencemaran akan mengancam kebersihan lingkungan perairan. Bila hal tersebut
tidak segera ditanggulangi, pada waktu singkat laju pencemaran laut akan
menjadi tidak terkendali (Fahruddin 2004:1). Karena sifat-sifatnya yang
berkaitan dengan B3, maka minyak bumi termasuk B3 (Bahan Berbahaya dan

3
Beracun) berdasarkan PP 18 tahun 1999. Karena termasuk B3, maka limbah
yang mengandung minyak bumi harus diolah. Berbagai penelitian dan upaya
terus dilakukan untuk menemukan cara paling efektif mengatasi masalah limbah
minyak bumi ini. Salah satu teknologi yang memberi harapan dan sedang diuji
coba saat ini adalah teknologi bioremediasi (bioremediation). Bioremediasi

merupakan alternatif yang dilakukan dimana laut yang tercemar dibersihkan
dengan memanfaatkan kemampuan mikroorganisme untuk mendegradasi
kontaminan.
B. Minyak Bumi
Minyak bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam
kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk
aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bitumin yang diperoleh dari proses
penambangan tetapi tidak termasuk batu bara atau endapan hidrokarbon lain
yang berbentuk pada yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan
kegiatan usaha dan minyak bumi (KepMen LH 128/Juli 2003).
Minyak bumi kasar (baru keluar dari sumur eksplorasi) mengandung
ribuan macam zat kimia yang berbeda baik dalam bentuk gas, cair maupun
padatan. Bahan utama yang terkandung di dalam minyak bumi adalah
hidrokarbon alifatik dan aromatik. Minyak bumi mengandung senyawa nitrogen
antara 0-0,5%, belerang 0-6%, dan oksigen 0-3,5%. Terdapat sedikitnya empat
seri hidrokarbon yang terkandung di dalam minyak bumi, yaitu seri n-paraffin (nalkana) yang terdiri atas metana (CH4) sampai aspal yang memiliki atom karbon
(C) lebih dari 25 pada rantainya, seri iso-paraffin (isoalkana) yang terdapat hanya
sedikit dalam minyak bumi, seri neptena (sikloalkana) yang merupakan
komponen kedua terbanyak setelah n-alkana, dan seri aromatik (benzenoid)
(Hadi 2003: 1).

Senyawa hidrokarbon yang terkandung dalam minyak bumi berupa
benzena, toluena, ethylbenzena, dan isomer xylena, dikenal sebagai BTEX,
merupakan komponen utama dalam minyak bumi, bersifat mutagenik dan
karsinogenik pada manusia. Senyawa ini bersifat rekalsitran, yang artinya sulit

4
mengalami perombakan di alam, baik di air maupun di darat, sehingga hal ini
dapat mengalami proses biomagnition pada ikan ataupun pada biota laut yang
lain. Bila senyawa aromatik tersebut masuk ke dalam darah, akan diserap oleh
jaringan lemak dan mengalami oksidasi dalam hati membentuk phenol,
kemudian pada proses berikutnya terjadi reaksi konjugasi membentuk senyawa
glucuride yang larut dalam air, kemudian masuk ke ginjal (Fahruddin 2004:1).
Komposisi senyawa hidrokarbon pada minyak bumi tidak sama,
bergantung pada sumber penghasil minyak bumi tersebut. Misalnya, minyak
bumi Amerika komponen utamanya ialah hidrokarbon jenuh, yang digali di Rusia
banyak mengandung hidrokarbon siklik, sedangkan yang terdapat di Indonesia
banyak mengandung senyawa aromatik dan kadar belerangnya sangat rendah
(Hadi 2003: 1).
C. Bioremediasi Dan Biodegradasi


Secara sederhana proses bioremediasi bagi lingkungan dilakukan dengan
mengaktifkan bakteri alami pengurai minyak bumi yang ada di dalam tanah.
Bakteri ini kemudian akan menguraikan limbah minyak bumi yang telah
dikondisikan sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan hidup bakteri
tersebut. Dalam waktu yang cukup singkat kandungan minyak akan berkurang
dan akhirnya hilang, inilah yang disebut sistem bioremediasi.
Bioremediasi didefinisikan sebagai teknologi yang menggunakan mikroba untuk
mengolah pencemar melalui mekanisme biodegradasi alamiah (intrinsic bioremediation)
atau meningkatkan mekanisme biodegradasi alamiah dengan menambahkan mikroba,
nutrien, donor elektron dan/atau akseptor elektron (enhanced bioremediation) (USEPA,
2001 dalam Mangkoedihardjo 2005: 5).
Dulunya bioremediasi hanya dilakukan pada limbah organik yang mudah
‘dibersihkan’ secara alamiah. Baru pada tahun 1980-an, bioremediasi mulai
dikembangkan penggunaannya pada limbah yang lebih sulit, misalnya pada
kontaminasi tanah. Tapi pada prinsipnya, bioproses yang digunakan tidaklah
berbeda(Mangkoedihardjo 2005: 5).

5
Teknologi bioremediasi secara sederhana merupakan usaha untuk
mengoptimalkan kemampuan alami mikroorganisme untuk mendegradasi/

mendaur ulang dengan memberikan reaktan anorganik esensial dan
meminimumkan tekanan abiotik (Portier 1991 dalam Suryanto 2003: 1).
Teknologi tersebut sangat berguna dan dapat digunakan pada berbagai tahapan
perlakuan. Terdapat tiga prinsip dalam teknologi bioremediasi, yaitu pelepasan
langsung mikroba ke lingkungan terkontaminasi, peningkatan kemampuan
mikroba indigenous (asli), dan penggunaan mikroba dalam reaktor khusus
(Portier, 1991 dalam Suryanto 2003: 1).
Proses biodegradasi adalah proses perpindahan massa dari media lingkungan ke
dalam massa mikroba (menjadi bentuk terikat dalam massa mikroba) sehingga minyak
hilang dari air. Hasil proses biodegradasi adalah umumnya karbondioksida dan metana
yang kurang berbahaya dibanding minyak pada besaran konsentrasi yang sama
(Mangkoedihardjo 2005: 5).
D. Mikroorganisme Pendegradasi Miyak Bumi
Mikroba yang mampu menguraikan minyak adalah tersedia di alam laut
yaitu sekitar 200 spesies bakteri, ragi dan fungi. Bakteri terpenting adalah
Achromobacter, Acinetobacter, Alcaligenes, Arthrobacter, Bacillus,
Brevibacterium, Cornybacterium, Flavobacterium, Nocardia, Pseudomonas,
Vibrio; ragi dan fungi adalah Aspergillus, Candida, Cladosporium, Penicillium,
Rhodotorula, Sporobolomyces, Trichoderma (Leahy & Colwell, 1990: 308).
Penting dipahami bahwa mikroba pengurai minyak adalah tidak bekerja secara

individu spesies tetapi konsorsium multi spesies (Mangkoedihardjo 2005: 5).
Berdasarkan kemampuan proses biodegradasi, potensi senyawa minyak yang
dapat diuraikan oleh mikroba adalah sebagai berikut: 1) Hidrokarbon jenuh. Umumnya nalkanes siap untuk diuraikan mikroba menjadi alcohol, aldehydes, atau fatty acid.
Branched alkanes dan Cycloalkanes merupakan senyawa yang sulit diuraikan mikroba.
2) Aromatik. Umumnya aromatik sulit terurai biologis tetapi aromatik dengan berat
molekul rendah (naphthalene) dapat terurai biologis. 3) Resin dan asphalt. Senyawa ini
mempunyai struktur kompleks dan sulit diuraikan secara biologis, tetapi dalam

6
konsentrasi rendah dapat terurai biologis secara cometabolisme (Leahy and Colwell,
1990: 309; Mangkoedihardjo 2005: 5).
E. Pengisolasian Bakteri
Prosedur isolasi bakteri yang lazim dilakukan biasanya hanya dapat
mengisolasi bakteri pendegradasi minyak bumi yang mendominasi kultur, yaitu
bakteri yang mula-mula menggunakan komponen minyak yang mudah
terdegradasi sehingga mampu mencapai konsentrasi sel tinggi dengan cepat.
Isolat tersebut biasanya merupakan pengoksidasi alkana normal karena
komponen tersebut mendominasi kebanyakan minyak bumi, lebih mudah larut
dalam air, dan terdifusi ke dalam membran sel bakteri. Bakteri pendegradasi
komponen minyak yang lebih sulit didegradasi berjumlah lebih sedikit dan

tumbuh lebih lambat karena kalah bersaing dengan pendegradasi alkana yang
memiliki substrat lebih banyak dan lebih mudah didegradasi, sehingga bakteri ini
sulit terisolasi. Peran bakteri tersebut penting dalam melaksanakan degradasi
komponen minyak lain yang sulit didegradasi (Horowitz dkk. 1975: 1).
Bakteri pendegradasi komponen minyak yang sulit didegradasi ini dapat
diperoleh dengan memanfaatkan komponen minyak bumi yang masih ada
setelah pertumbuhan yang lengkap bakteri pendegradasi awal. Oleh karena itu,
untuk memperoleh isolat bakteri yang lebih lengkap untuk menghasilkan
degradasi total minyak bumi yang lebih besar, isolasi bakteri pendegradasi
minyak bumi dilakukan secara bertahap (Horowitz dkk. 1975: 1).
Isolasi dilakukan dalam 3 tahap, dengan menggunakan sampel minyak
bumi (crude oil). Medium basal yang digunakan adalah Stone Mineral Salt
Solution (SMSS) yang terdiri atas 5 g CaCO3; 2,5 g NH4NO3; 1 g
Na2HPO4.7H2O; 0,5 g KH2PO4; 0,5 g MgSO4.7H2O; dan 0,2 g MnCl2.7H2O yang
dilarutkan di dalam 1 liter akuades. Ekstrak ragi sebanyak 0,01% (b/v)
ditambahkan ke dalam medium SMSS sebagai sumber N dalam bentuk asam
amino dan growth factor tambahan. Medium SMSS yang mengandung ekstrak
ragi tersebut selanjutnya disebut SMSSe untuk mempermudah penyebutannya.

7

Ke dalam medium tersebut ditambahkan minyak bumi sebanyak 2% (b/v)
sebagai sumber karbon. pH medium ini adalah 6,8-7 (Pikoli dkk. 2000: 2).
Isolasi tahap I didahului dengan pengocokan 2% (b/v) crude oil di dalam
medium SMSSe selama 7 hari dengan kecepatan 120 rpm. Untuk keperluan
isolasi, pengambilan contoh diambil setiap hari, kemudian isolasi dilakukan
dengan metode pengenceran. Contoh diambil sebanyak 1 ml untuk dibiakkan di
atas lempeng agar SMSSe yang mengandung crude oil dengan metode cawan
tuang. Setiap koloni yang berbeda dimurnikan kembali pada medium padat yang
serupa. Isolasi tahap II dan III dilakukan dengan prosedur dan kondisi yang
sama, tetapi medium pengisolasinya (SMSSe) diperkaya dengan minyak sisa
degradasi (MSD) tahap sebelumnya. Isolasi tahap II menggunakan MSD I,
sedangkan isolasi tahap III menggunakan MSD II. Prosedur isolasi bakteri
secara bertahap dari minyak bumi secara garis besar diperlihatkan pada gambar
1 dan prosedur pemurnian bakteri tahap I, II, dan III dapat dilihat pada gambar 2.
Isolat bakteri yang diperoleh kemudian diidentifikasi melalui pengamatan
morfologi koloni, sel, dan sejumlah uji biokimia(Pikoli dkk. 2000: 2).

Gambar 1.Bagan prosedur isolasi bakteri secara bertahap dari minyak bumi
[ Sumber : Pikoli dkk. 2000: 2.]


8

Gambar 2. Prosedur isolasi dan pemurnian bakteri tahap I, II, dan III
[ Sumber : Pikoli dkk. 2000: 2.]

Gambar 3. contoh-contoh bakteri hasil isolasi dari minyak bumi (perbesaran
1000x). [ Sumber : Pikoli dkk. 2000: 2.]

9
F. Pre-Studi Dan Pemantauan

Pre-studi dan pemantauan remediasi laut tercemar minyak adalah
keharusan karena bersifat site-specific dan untuk penentuan teknik yang tepat
efektif dan efisien dalam kegiatan remediasi. Pre-studi dan pemantauan
minimum yang diperlukan meliputi hal-hal di bawah ini.
Predictive hazard assessments. Kajian ini merupakan langkah awal untuk
penetapan teknologi remediasi. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui secara
prediktif kelakuan minyak di air laut baik mengenai sebaran konsentrasi minyak
di media air, udara, zat padat/sediment dan biota. Model kajian ini dapat
digunakan multi media fugacity model atau release from the technosphere, dan
masih banyak model yang dapat dikembangkan (OECD 1989 dalam
Mangkoedihardjo 2005: 6--7).
Treatability study. Kajian ini merupakan kelanjutan dari predictive hazard
assessments. Setelah diketahui sebaran konsentrasi minyak di media lingkungan
maka besaran konsentrasi minyak di tiap media diuji dengan teknik remediasi
fisik, kimia, mikrobiologis, dan tumbuhan.
Biodegradation study. Kajian ini merupakan pendalaman treatability study
khususnya teknik bioremediasi. Terdapat pendekatan kajian bioremediasi yaitu:
1) Bioaugmentasi. Prinsipnya adalah mikroba pengurai minyak ditambahkan ke
lingkungan dimana telah tersedia mikroba dari berbagai spesies dan
terkontaminasi minyak. Penambahan mikroba pengurai minyak adalah untuk
memperpendek fase adaptasi mikroba yang ada sehingga saat mulai proses
bioremediasi dapat dipercepat (Hozumi dkk. 2000 dalam Mangkoedihardjo 2005:
7). 2) Biostimulasi. Prinsipnya adalah mikroba pengurai minyak yang telah ada
dalam lingkungan terkontaminasi minyak distimulasi aktivitasnya dengan
penambahan nutrient. Penambahan nutrient diperlukan untuk meningkatkan laju
bioremediasi. Nutrien utama yang diperlukan adalah ammonia N dan P (Jackson
& Pardue, 1999 dalam Mangkoedihardjo 2005: 7).
Microbiological study. Studi mikrobiologis ditetapkan menjadi 2 bagian
yaitu: 1) Perubahan komunitas mikroba. Komunitas mikroba (bacteria, ragi, fungi)

10
perlu diketahui untuk media tak tercemar dan media tercemar minyak. Tinjauan
tersebut diperlukan untuk menetapkan kelayakan remediasi di tempat (in-situ)
atau di luar tempat (ex-situ). 2) Isolasi dan karakterisasi mikroba yang mampu
menguraikan minyak. Tinjauan ini diperlukan untuk menetapkan
bioaugmentasi(Mangkoedihardjo 2005: 7).
Fungsi pemantauan didasarkan kepada penggunaan pemantauan, yaitu:
1) Pemantauan retrospektif. Pemantauan retrospektif adalah pemantauan yang
hasil-hasilnya digunakan untuk melakukan koreksi atau jastifikasi/pembenaran
terhadap predictive hazard assessments dan penerapan teknologi. Keduanya
dipantau secara dan/atau menggunakan indikator fisik, kimia dan biologis. 2)
Pemantauan prospektif. Pemantauan prosepektif adalah pemantauan yang hasilhasilnya digunakan untuk melakukan prediksi. Uji ekotoksisitas merupakan
contoh pemantauan prospektif. Salah satu indicator tingkat toksisitas organic
adalah rasio BOD/COD. Hasil pemantauan rasio BOD/COD makin meningkat
menunjukkan tingkat toksisitas menurun (Mangkoedihardjo 2005: 7).

11
DAFTAR PUSTAKA
Fahruddin. 2004. Dampak tumpahan minyak pada biota laut. 17 Maret. 3 hlm.
https://www.kompas.com/kompas-cetak/0403/17/ilpeng/918248.htm, 17
Oktober 2007, pk. 13.42.
Hadi, S.N. 2003. Degradasi Minyak Bumi via "Tangan" Mikroorganisme. ?. 5
hlm. http://www.chem-is-try.org/rss, 17 Oktober 2007, pk. 13.36.
Horowitz, A., D.Gutnick, & E.Rosenberg, 1975. Sequential Growth of Bacteria on
Crude Oil, Appl. Microbiol. 30(1) , 10--19.
Leahy, J.G.& .R. Colwell. 1990. Microbial Degradation of hydrocarbons in the
environment. Microbial Reviews, 53(3), 305--315.
Mangkoedihardjo, S. 2005. Seleksi teknologi pemulihan untuk ekosistem laut
tercemar minyak. Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan
ITS, Surabaya: 9 hlm.
Pikoli, M. R., P. Aditiawati, & D. I. Astuti. 2000. Isolasi bertahap dan identifikasi
isolat bakteri termofilik pendegradasi minyak bumi dari sumur bangko.
Proceddings Institut Teknologi Bandung, Bandung: 6 hlm.
Suryanto, D. 2003. Biodegradasi aerobik senyawa hidrokarbon aromatik
monosiklis oleh bakteri. Program Studi Biologi, FMIPA, USU, Medan: i +
12 hlm.