Penyakit Mata Akibat Kerja
SERI
PEDOMAN TATALAKSANA PENYAKIT A KIBAT KERJA
BAGI PETUGAS KESEHATAN
PENYAKIT MATA
AKIBAT KERJA
DIREKTORAT BINA KESEHATAN KERJA DAN OLAHRAGA
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2011
SAMBUTAN
DIREKTUR JENDERAL
BINA GIZI DAN KIA
Pekerja memegang peranan yang sa ngat penting dalam
pembangunan bangsa karena jumlahnya yang sangat besar,
berperan dalam mengembangkan pembangunan perekonomian
negara, dan merupakan tulang punggung ekonomi keluarga. Bila
pekerja sehat dan produktif, ekonomi keluarga meningkat dan
berdampak pada ekonomi bangsa sehingga angka kemiskinan
dapat diturunkan yang pad a akhirnya dapat meningkatkan status
gizi serta menurunkan angka IMR dan MMR.
Dalam perkembangan industr,ialisasi dan teknologi, makin banyak
bahan dan alat yang digunakan mempunyai risiko terhadap
kesehatan pekerja. Pekerja dapat terkena berbagai penyakit baik
pen yak it menular yang saat ini masih tinggi juga penyakit tidak
menular termasuk penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan
lingkungan di tempat kerja .
Gangguan kesehatan sangat berpengaruh terhadap produktivitas
pekerja dan selanjutnya bila tidak ditangani secara baik akan
menyebabkan kecacatan seumur hidup bahkan kematian . Oleh
karena itu deteksi dini penyakit, merupakan suatu hal yang sangat
penting dilakukan. Untuk itu diperlukan kemampuan yang cukup
bagi dokter dalam diagnosis penyakit akibat kerja secara dini dan
melakukan penanganan yang tepat.
Seri Pedoman Ta/alaksana Penyakil Akibal Kerja Bagi Pelugas Kesehalan
Saya menyambut baik adanya pedoman ini, semoga bermanfaat
bagi dokter di pelayanan kesehatan dasar dalam memberikan
pelayanan bagi pekerja.
I Bina Gizi dan KIA
DR. dr. Siamet Riyadi Yuwono, DTM&H, MARS
ii
Seri Pedoman Talalaksana Penyakil Akibal Kerja Bagi Peluga s Kesehalan
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas limpahan rah mat dan karuniaNya buku Pedoman Tatalaksana
Penyakit Akibat Kerja ini dapat diselesaikan.
Perkembangan industri saat ini sarat akan teknologi yang
selain berdampak positif dari segi ekonomi namun juga dapat
menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan. Dokter di fas ilitas
kesehatan dasar sangat berperan untuk mencegah timbulnya
penyakit dan kecacatan akibat kerja dengan melakukan deteksi
dini dan penanganan yang tepat.
Seri Pedoman Tatalaksana Penyakit Akibat Kerja ini, diharapkan
dapat memberikan informasi yang cukup bagi petugas kesehatan,
dan dapat membantu dalam mengembangkan program.
Terimakasih kami sampaikan kepada PERDOKI yang telah
berperan dalam penyusunan pedoman ini. Terima kasih juga kami
sampaikan kepada semua pihak yang telah banyak membantu.
Kami menyadari pedoman ini tentu masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kami sangat mengharapkan saran dan masukan untuk
perbaikan dan penyempurnaan di masa mendatang.
Seri Pedoman Tatalaksana Penyakit Akibat Kef]a Bagi Petugas Kesehatan
iii
Akhir kata, kami berharap semoga pedoman ini dapat bermanfaat
bagi petugas kesehatan khu susnya dokter di fasilitas keseh atan
dasar.
Jakarta , November 20 11
Direktur Bina Kesehatan Kerja
an Olahraga
Dr. Kuwat Sri Hudoyo, MS
iv
Seri Pedoman Talalaksana Penyakil Akibal Kerja Bagi Pelugas Kesehalan
DAFTAR lSI
KATA SAMBUTAN .. ... ................... .... ...... .... .. .. ............ .......... . ..
KATA PENGANTAR ..... ......... ...... ......... .... .... .............. ..... .. ... ....
iii
'DAFTAR lSI ....... .. .. .. .. ..... .................... ..... .. ........ .... ...... .............
v
BAB t
PENDAHULUAN ...... .. ..... ....... .. ....... .......... .... .. ....
1
LATAR BELAKANG ...... ... .. .. .. .. .. ...... .. .. ........... .
1
B. TUJUAN .......... ..... ...... .. ........ .. .. .. .. ... .... .. ..... .. .. ..
2
C. SASARAN .......... ...... ................ .... .. .. .. ........ .... .
2
D. RUANG LlNGKUP .. .. ......... .. ... .. .. ... .. .. .. .. .. .... .. ..
2
JENIS-JENIS GANGGUAN MATA
AKIBAT KERJA .. ........ ............. .... .. .... .... .. .. ...... ..
3
A.
PTERIGIUM AKIBAT KERJA .. ...... ...... .. ........ .
3
B.
KONJUNGTIVITIS AKIBAT KERJA ..... ....... .. ..
7
C. KERATITIS AKIBAT KERJA .... .... .. .. .. .... .... ......
9
A.
BAB It
D. KATARAK AKIBAT KERJA . .......... .. .. .....
12
E. ASTHENOPIAAKIBAT KERJA .... .. .... .. .. .. .. .. .. 15
F.
TRAUMA MATA PADA PEKERJA .... ....... ... ...
DAFTAR PUSTAKA . .. .. ........ .... ... .. .... .
18
.. . .. ....... ... .... .. ..... 23
TIM PENYUSUN ........ .. .. .... .. .. ... .. .. .. .. ...... ... .... .... ......... .. .... 24
Seri Pedoman Talalaksana Penyakil Akibal Kerja Bagi Pelugas Ke sehalan
v
vi
Seri Pedoman Talafaksana Penyakil Akibal Kerja Bagi Pelugas Kesehalan
BABI
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Dengan semakin berkembangnya industrialisasi dan teknologi
di Indonesia menyebabkan banyak faktor risiko di tempat kerja
yang dapat menimbulkan Penyakit Akibat Kerja termasuk
Penyakit Mata Akibat Kerja. Mata sebagai indera penglihata n
mempunyai fungsi vital dalam aktivitas manusia. Berkurangn ya
fung si penglihatan pada pekerja akan menyebabkan
terganggunya produktivitas bahka n gangguan pada aktivitas
sehari hari.
Sampai saat ini agak sulit mencari data epidemiologi terkait
Penyakit Mata Akibat Kerja. Sedangkan data tentang jenis
trauma yang terjadi pada mata dalam satu tahun menurut US
Departement of Labor sebagai berikut; kemasukan benda asing
pada mata 36,8% , abrasiltergores 17,4%, trauma kimia 11,4%,
laserasi 7.3%, trauma cahaya las 5.0%.
Di Indonesia belum ada data nasional Penyakit Mata Akibat
Kerja . Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan dokter
tentang penyakit mata akibat kerja dan atau belum dilaporkan.
Untuk itu diperlukan kemampuan dokter dalam melakukan
diagnosis secara dini dan penatalaksanaan Penyakit Mata
Akibat Kerja . Data yang ada hanya merupakan hasil penelitian
yang dilakukan secara sporadis, antara lain pterigium pada
pengemudi truk trailer 48,2% (Fradilah, 2007), myopia pada
penjahit wanita 12,6% (Indah Nurkasih , 2004), konjungtivitis
pada pekerja pabrik sepatu sebesar 10,9% (Ariawan, 2005).
Seri Pedoman Talaiaksana Penyakil Akibal Kerja Ba gi Pelugas Ke sehalan
Dengan penanganan yang tepat dan cepat dihara pkan dapat
menurunkan kemungkinan kecacatan, sehingga kemampuan
kerja pekerja dapat dipertahankan, dan angka absensi akan
menurun. Waktu rehabilitasi menjadi lebih singkat. Kondisi
ini akan dapat meningkatkan produktivitas pekerja yang akan
meningkatkan produktivitas perusahaan tersebut.
B. TUJUAN
Sebagai bahan acuan bagi dokter dalam tatalaksana Penyakit
Mata Akibat Kerja.
c. SASARAN
Dokter umum di fasilitas pelayanan kesehatan.
D.
RUANG LlNGKUP
Ruang lingkup tatalaksana penyakit mata akibat kerja
meliputi pengenalan pajanan dan faktor risiko, tataksana dan
pencegahan serta penilaian kecacatan .
2
Seri Pedoman Talalaksana Penyakil Akibal Kerja Bagi Pelugas Kesehatan
BAB II
JENIS·JENIS GANGGUAN MATA
AKIBAT KERJA
Gangguan mata akibat kerja yang dibahas pada pedoman ini
meliputi:
A.
PTERIGIUM AKIBAT KERJA
1.
Definisi
Pterigium adalah timbulnya penebalan di daerah selaput
bola mata biasanya di daerah medial dan ataupun
temporal yang merupakan jaringan fibrovaskuler yang
teraktivasi oleh rangsangan yang secara terus menerus
sehingga membuat perubahan pada lapisan epitellimbus,
yang disebabkan faktor risiko di tempat kerja . Bila belum
melewati limbus disebut dengan pingueculum .
Berdasarkan gradasinya menurut Yuongson, pterigium
dibagi menjadi 4 tingkat sebagai berikut :
Grade 1
apek pada kornea kurang dari 1,5 mm
Grade 1 b sama dengan tingkat 1 namun apek lebih
lebar
Grade 2
apek pad a kornea berada diantara limbus
dan pertengahan jarak limbus ke tepi pupil
Grade 2b sama dengan tingkat 2 namun apek lebih
lebar
Seri Pedoman Tatalaksana Penyakit Akibat Kerja 8agi Petugas Kesehatan
3
Grade 3
apek pada kornea berada diantara
pertengahan jarak limbus ke tepi pupil dan
tepi pupil
Grade 3b
sarna dengan tingkat 3 namun apek lebih
lebar
Grade 4
apek telah melewati tepi pupil
Grade 4b
sarna dengan tingkat 4 namun apek lebih
lebar
Gambar 11. Pterigium Grade 3b
2.
Faktor risiko :
4
Pajanan sinar UVA dan UVB.
Usia di atas 40 tahun
Bekerja di luar gedung
Faktor iritan
Faktor alergi (Pemakaian kosmetik pada bagian mata,dll)
Asap
Faktor genetik
Gesekan menahun oleh udara panas dan kering
Kelembaban yang kurang dari 60%
Suhu ruangan yang terlalu panas atau dingin
Faktor angiogenik,
Seri Pedoman Talalaksana Penyakil Akibal Kerja Bagi Pelugas Kesehalan
3.
Pekerja berisiko :
Nelayan , petani, su pir, tukang ojek, tukang las/we/der,
dan lain lain
4. Gejala
Terdapat penebalan selaput bola mata di daerah nasal!
temporal melewati limbus
Terasa seperti ada benda di bawah kelopak mata
Rasa silau bila kena cahaya dari depan
Mata lebih mudah merah bila kena angin
rasa gatal dan panas
Pada stadium lanjut terjadi astigmatism, gangguan tajam
penglihatan. diplopia dan mengecilnya lapang pandang.
Pterigium akibat kerja bisa terjadi hanya pada satu mata
5. Diagnosis
a. Kriteria diagnosis
Anamnesis: didapatkannya riwayat pajanan, gejala
dan faktor risiko
Pemeriksaan Fisik: terdapat massa fibrovaskular
berwarna kekuning kuningan sampai merah muda
yang berbentuk segitiga pad a konjunctiva bulbi di
daerah fisura interpalpebralis pada jam 3 atau 9
dengan apek/kepala melekat pada kornea.
b.
Langkah diagnosis Pterigium Akibat Kerja
1) Diagnosis klinis pterigium
2) Menentukan pajanan di tempat kerja: pajanan
debu. angin . sinar uv. bahan kimia , kelembaban
yang kurang . suhu panas .
Seri Pedoman Talalaksana Penyakil Akibal Kelja Bagi Pelugas Kesehalan
5
3) Menentukan adanya hubungan paja nan dengan
diagnosis klinis: iritasi kronik pajanan debu, angin,
sinar UVA atau UVB, bahan kimia, kelembaban
yang kurang, suhu panas di tempat kerja dapat
mengakibatkan pterigium .
4) Besaran pajanan : tentukan frekuensi pajanan setiap
hari. lama terpajan, masa kerja mempengaruhi
jumlah/besar pajanan yang dapat menimbulkan
pterg ium. Peranan faktor individu: riwayat alergi
pada mata, infeksi kronik pada mata genetik, usia
5) Faktor risiko di luar pekerjaan: hobi yang berhubungan dengan iritasi pada mata (mengendarai
motor, memancing di laut, dll)
6) Diagnosis PAK: pterigium akibat kerja atau pterigium
bukan akibat kerja.
6.
Penatalaksanaan
Bila masih dini diberikan arlificial tears
Bila sudah lanjut dan sudah menyebabkan gangguan
sebaiknya dilakukan tindakan bedah (ekstirpasi) yang
dilakukan oleh dokter spesialis mata. Perlu diingat
bahwa angka kekambuhan tinggi terutama pada orang
yang berusia dibawah 40 tahun.
7.
Pencegahan
Mengatur suhu ruangan kerja yang optimal
Secara rutin meneteskan arlificial tears bila diperlukan.
Memakai alat pelindung mata yang sesuai (goggles,
kacamata Uv, dan lainya)
Membersihkan ruangan kerja secara teratur
Menghilangkan kebiasaan menggosok mata
6
Seri Pedoman Talalaksana Penyakil Akibal Kerja Bagi Pelugas Keseh atan
B. KONJUNGTIVITIS AKIBAT KERJA
1.
Definisi
Peradangan pada selaput konjunctiva bulbi dan tarsal,
yang dapat disebabkan oleh infeksi , iritan dan alergi di
tempat kerja.
2.
Faktor risiko
Pajanan angin, debu, asap, kabut,
Pajanan uap kimiawi, beberapa jenis pol utan di udara,
sinar ultraviolet,
Cahaya dari peralatan elektronik,
Pajanan biologi virus , bakteri, dll
3.
Pekerja yang berisiko
nelayan, petani, supir, tukang ojek, petugas kesehatan,
tukang 'las/welder, pekerja industri sepatu, pekerja industri
tekstil dan lain lain
4.
Gejala
5.
hiperemi konjungtiva,
sekret atau discharge (mata berair),
rasa tidak nyaman atau gatal,
edema palpebra.
Diagnosis
a.
Kriteria diagnosis
Anamnesis: adanya pajanan debu, angin, sinar
UV, bahan kimia. Adanya keluhan rasa gatal, mata
merah, mata berair, mata mengganjal.
Seri Pedoman Tatalaksana Penyakit Akibat Kerja Bagi Petugas Kesehatan
7
Pemeriksaan Fisik : adanya sekret, konjungtiva
hiperemis, lakri masi, udema palpebra .
b.
Langkah diagnosis
1) Diagnosis klinis konjungtivitis
2) Menentukan pajanan di tempa t kerja : pajanan
debu, angin , sinar uv, baha n kimia.
3) Menentukan adanya hubungan pajanan dengan
diagnosis klinis: iritasi kronik pajanan debu,
angin, sinar UV, asap, bahan kimia di tempat
kerja.
4) Besaran pajanan : tentukan frekuensi pajanan
setiap hari, lama terpajan, masa kerja.
5) Peranan faktor individu : riwayat alergi , infeksi
kronik pada mata, dan lainnya.
6) Faktor risiko di luar pekerjaan: kebiasaan/hobi
yang berhubungan dengan iritasi pada mata
(mengendarai motor, pemakaian lensa kontak,
pemakaian kosmetik pad a mata memancing di
laut,dll)
7) Diagnosis PAK : konjungtivitis akibat kerja atau
konjungtivitis bukan akibat kerja .
6.
Penatalaksanaan
Dapat diberikan tetes air mata buatanl artificial tears
Jika telah terjadi infeksi sekunder dapat diberikan tetes
mata atau salep mata antibiotik
7.
Pencegahan
8
Mengatur suhu ruangan kerja
lVIenjaga ventilasi yang baik
Membersihkan ruangan kerja secara teratur
Meningkatkan kebersihan daerah mata
Menggunakan kacamata pelindung yang sesuai
Seri Pedoman Ta tataksana Penyakit Akiba t Kerja Bagi Pe tugas Kesehatan
Menghilangkan kebiasaan menggosok mata
Meningkatkan kebiasaan mencuci tangan dan PHBS
C.
KERATITIS AKIBAT KERJA
1.
Definisi
Peradangan pada kornea mata yang disebabkan oleh
faktor risiko di tempat kerja.
2.
Faktor risiko
Jamur yang biasa didapat di perkebunan dan industri
kayu
Suhu ruangan yang terlalu dingin/panas
Kelembaban yang kurang dari 60%
Filter alat pendingin yang tak terpelihara
3.
Pekerja yang berisiko
Pekerja perke'bunan, pekerja industri kayu, nelayan, dll
4.
Gejala:
Nyeri pada mata
Pelebaran pembuluh darah kapilerdi daerah konjungtiva
dan limbus
Ada pengurangan tajam penglihatan terutama jika di
sentral kornea
Silau bila kena cahaya dan susah untuk membuka
kelopak mata
Air mata berlebihan
Oapat terjadi pembengkakan pada kelopak dan selaput
bola mata
Seri Pedoman Talalaksana Penyakil Akibal Kerja Bagi Pelugas Kesehalan
9
Didapatkan banyak kotoran mata bila penyebabnya
bakteri/jamur dan tidak ada kotoran bila penyebabnya
virus
Gambar 2 : Keratitis
5.
Diagnosis
a.
Kriteria Diagnosis
Anamnesis: keluhan nyeri, fotofobia, penurunan
penglihatan
Pemeriksaan fisik: mata merah, ada atau tidaknya
pembengkakan kelopak mata, lakrimasi, silau jika
kena cahaya, dan penurunan tajam penglihatan,
dengan tes fluoreseince (+)
b.
Langkah diagnosis
1) Diagnosis klinis keratitis
2) Menentukan pajanan di tempat kerja: pajanan
suhu dingin atau panas, debu jamur, kelembaban
kurang dan lainnya.
3) Menentukan adanya hubungan pajanan dengan
diagnosis klinis: pajanan suhu dingin atau panas,
debu jamur, kelembaban kurang dan lainnya.
10
Seri Pedoman Talalaksana Penyakil Akibal Kerja Bagi Pelugas Kesehalan
4) Besaran pajanan : tentukan frekuensi pajanan
setiap hari, lama terpajan , masa kerja .
5) Peranan fa ktor individu: riwayat alergi , immunitas ,
infeksi kronik pada mata, dan lainnya.
6) Faktor risiko diluar pekerjaan: kebiasaan/hobi
yang berhubungan dengan iritasi pad a mata
(mengenda rai motor, pemakaian lensa kontak,
pemakaian kosmetik pada mata, memancing di
laut,dll)
7) Diagnosis PAK : keratitis akibat kerja atau
keratitis bukan akibat kerja .
6.
Penatalaksanaan
Berikan pengobatan sesuai dengan penyebab,
misalnya disebabkan oleh bakteri diberikan antibiotik
Segera dirujuk ke Spesialis mata untuk mendapatkan
terapi lebih Ilanjut.
. Observasi ketat dilakukan untuk mengevaluasi jalannya
penyakit.
7.
Pencegahan
Mengatur suhu ruangan kerja yang optimal
Menjaga ventilasi yang baik
Menggunakan kacamata pelindung
Pemakaian lensa kontak harus sesuai aturan
Membersihkan ruangan kerja secara teratur
Meningkatkan kebersihan daerah mata
Menghilangkan kebiasaan menggosok mata
Meningkatkan kebiasaan mencuci tangan
Seri Pedoman Tata laksana Penyakit Akibat Kerja Bagi Petugas Kesehatan
11
8.
Penilaian Kecacatan
Pada keratitis yang berulang akan menimbulkan jaringan
parut di selaput bening mata yang akan menyebabkan
penurunan tajam penglihatan . Sehingga dalam penilaian
kecacatan dapat menggunakan persentase kehilangan
tajam penglihatan.
D. KATARAK AKIBAT KERJA
1.
Definisi
Kekeruhan pada lensa mata yang menyebabkan
katajaman penglihatan menurun akibat faktor risiko di
tempat kerja.
2.
Faktor risiko
3.
Pajanan sinar uv, sinar infra red , gelombang mikro
(micro wave) ,
pemakaian steroid dalam jangka panjang,
diabetes mellitus,
miopia tinggi ,
trauma pada mata,
gizi kurang .
Pekerja yang berisiko
petani, nelayan , tukang las, supir, pekerja di pabrik gelas,
dan lain lain
4.
Gejala
Silau
Ketajaman penglihatan menurun
12
Seri Pedoman Tatalaksana Penyakil Akibal Kerja Bagi Petugas Keseha/an
Penglihatan berkabutlberembun
Pad a pekerja umumnya terjadi pada usia muda
5. Diagnosis
a. Kriteria diagnosis
Anamnesis: Adanya keluhan penglihatan berkabut,
penurunan ketajaman penglihatan , sila u. Adanya
pajanan sinar UV, sinar infra merah , gelom bang mikro .
Pemeriksaan Fisik : tajam peng lihatan menurun,
lensa keruh, shadow test sesuai dengan stadium
katarak.
b.
Langkah diagnosis
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
Diagnosis kl1inis katarak
Menentukan pajanan di tempat kerja: pajanan
sinar UV, sinar infra red, gelombang mikro.
Menentukan adanya hubungan pajanan denQlan
diagnosis klinis: pajanan sinar UV, sinar infra
red, gelombang mikro di tempat kerja dapat
mengakibatkan katarak.
Besaran pajanan : tentukan frekuensi pajanan
setiap hari, lama terpajan, masa kerja
mempengaruhi jumlah/besar pajanan yang
dapat menimbulkan katarak.
Peranan faktor individu: riwayat genetik, umur,
penyakit degeneratif, penggunaan steroid dalam
jangka waktu yang lama, OM, gizi kurang dll
Faktor risiko diluar pekerjaan: hobi yang
berhubungan dengan terpajan sinar uv, sinar
infra red, gelombang mikro di luar tempat kerja
Diagnosis PAK : katarak akibat kerja atau
katarak bukan akibat kerja.
Ser; Pedoman Talafaksana Penyakil Akibal Kerja Bag; Pelugas Kesehalan
13
6.
Penatalaksanaan
Berikan obat tetes (anti katarak)
Operasi katarak bila ada indikasi (indikasi visus, medis/
terapeutik, sosial)
7.
Pencegahan
Menghindari pajanan
Menggunakan alat pelindung mata yang sesuai
Asupan gizi yang baik (vitamin C dan protein)
E. ASTHENOPIA AKIBAT KERJA
(occupational asthenopia)
1.
Definisi
Asthenopia adalah ketegangan, kel'emahan atau keletahan
mata pada penggunaan mata (Atencio 1996, Palmer 1993).
Astenopia akibat kerja menu rut American Optometric
Association (AOA) adalah kumpulan gejala gangguan
penglihatan subyektif yang terkait dengan kerja dekat
dengan gejala yang bervariasi mulai mata kering, rasa
panas di mata, iritasi mata, mata kabur, mata lelah.
2.
Faktor risiko
14
Kerja dekat yang terus menerus
Penggunaan Visual Display Terminal (VDT)
Tampilan visual yang tidak sesuai
Pencahayaan yang kurang tepat
Ketidaksesuaian antara tulisan dan layar
Kelainan penglihatan yang tidak terkoreksi atau koreksi
yang tidak sesuai
Seri Pedoman Tatalaksana Penyakit Akibal Kerja Bagi Petugas Kesehatan
3.
Pekerja yang berisiko:
Operator Visual Display Terminal (VDT), Kurator, Sekretaris,
Pembuat perhiasan, Penulis, Pekerja elektronik, dll
4. Gejala
Nyeri kepala
Penglihatan dekat kurang jelas (blurred)
kesulitan untuk memfokuskan penglihatan
penglihatan ganda
nyeri pad a mata
light sensitivity
iritasi mata: merah, kering, sensasi terbakar pad a mata
5. Diagnosis
a. Kriteria diagnosis
Anamnesis: Adanya keluhan khas asthenopia
seperti nyeri kepala , penglihatan dekat kabur, penglihatan ganda, mata merah sesudah bekerja dan
menghilang setelah beristirahat. Adanya riwayat
pajanan terhadap berbagai faktor risiko di atas,
Pemeriksaan Fisik : tajam penglihatan menu run,
mata merah, mengukur waktu pemulihan makulal
macula fotostress test
b. Langkah diagnosis
1) Diagnosis klinis asthenopia
2) Menentukan pajanan di tempat kerja: adanya
beberapa stresor ergonomi utama yakni
kerja dekat terus menerus, tampilan visual
tidak sesuai, pencahayaan kurang tepat,
ketidaksesuaian antara tulisan dan layar.
Sen' Pedoman Talafaksana Penyakil Akibal Kerja Bagi Pelugas Kesehalan
15
3) Menentukan adanya hubungan pajanan dengan
diagnosis klinis: pajanan ergonomik di atas
dapat mengakibatkan asthenopia.
4) Besaran pajanan: tentukan frekuensi pajanan
setiap hari, lama terpajan, masa kerja mempengaruhi jumlah/besar pajanan yang dapat
menimbulkan asthenopia.
5) Peranan faktor individu: riwayat gangguan
refraksi , strabismus, umur, jenis kelamin, dll
6) Faktor risiko diluar pekerjaan: hobi yang
berhubungan dengan penggunaan VDr di luar
tempat kerja
7) Diagnosis PAK : asthenopia akibat kerja atau
asthenopia bukan akibat kerja.
6. Penatalaksanaan
Penanganan asthenopia dilakukan dengan istirahat,
kompres air dingin, massage bagian mata, dapat diberikan
neurotropik sebagai suplemen dan simptomatik lainnya
bila diperlukan.
7. Pencegahan
Mengatur jarak antara mata dengan obyek
Lakukan istirahat selama 20 detik setelah bekerja
selama 20 menit dengan menggunakan komputer atau
bekerja dengan jarak dekat. Selama istirahat mata
memandang sejauh mung kin (tidak akomodasi/ lebih
dari 6 meter)
Berkedip lebih sering (normal berkedip 12 kali/menit,
pengguna komputer umumnya 5 kalilmenit)
Untuk mata kering menggunakan air mata buatan
Menyesuaikan tingkat penerangan dengan keadaan
pekerjaan yakni antara 300700 lux disesuaikan dengan
16
Seri Pedoman Tatalaksana Penyakit Akibat Kerj a 8 agi Petugas Kesehatan
kondisi sumber dokumen atau jenis rinci pekerjaannya .
Menyesuaikan penempatan meja kerja dengan sumber
cahaya yang ada agar tidak menimbulkan pantulan
pad a permukaan tempat kerja
F.
TRAUMA MATA PADA PEKERJA
1. Jenis trauma mata
Trauma pada mata dibag i atas
sebagai berikut :
beberapa
macam,
a. Trauma Mekanik
a Trauma mekanik dapat berupa antara lain:
1) Trauma Tumpul pada Mata
Trauma tumpul pada mata dapat
mengakibatkan kerusakan pada mata dari
bag ian terluar mata hingga bag ian dalam
mata .
Gejala yang ditimbulkan dapat berupa
penurunan penglihatan sementara sampai
berat, perdarahan di dalam bola mata,
terlepasnya selaput jala (retina) bahkan
sampai terputusnya saraf penglihatan
sehingga menimbulkan kebutaan menetap.
2) Trauma tajam
•
•
Trauma tajam dengan benda asing
dalam mata
Trauma tajam tanpa benda aSing
dalam mata
Seri Pedoman Tata/aksana Penya kit Akiba / Kerja Bagi Pelugas Kesehala n
17
Benda asing yang tertinggal dapat
dapat berupa logam besi, tembaga serta
bahan dari tumbuhan misalnya potongan
kayu, pasir, kaca. Benda asing selain
dapat merusak jaringan, juga dapat pula
menimbulkan infeksi jika tercemar oleh
kuman.
a
Penanganan trauma mekanik
•
•
•
Trauma tumpul cukup dibebat dengan
plester, jika ada beri salep mata antibiotik.
Trauma tajam dengan perlukaan dimata
jangan memberi pengobatan dalam bentuk
apapun . Sebaiknya mata dibebat dengan
plester.
Selanjutnya segera rujuk ke RS yang
mempunyai dokter spesialis mata untuk
penanganan lebih lanj,ut, dan diharapkan
dirujuk tidak lebih dari 6 jam setelah
terjadinya trauma untuk menghindari
terjadinya infeksi.
b. Trauma Kimia
o
o
o
18
Trauma kimia merupakan kasus yang
memerlukan penanganan yang cepat dan tepat
karena akan mempengaruhi prognosis .
Pertolongan pertama adalah melakukan
irigasi dengan air mengalir sebanyak mungkin
selama 1530 menit untuk mengencerkan dan
menghilangkan sisasisa bahan kimia yang
masih tinggal di mata (dibalik kelopak mata).
Berat ringannya gejala akibat trauma kimia
tergantung dari jumlah , pH atau konsentrasi dari
cairan kimia yang mengenai mata , serta cepat
atau lambatnya pertolongan pertama.
Seri Pedoman Tatalaksana Penyakit Akibat Kerja Bagi Petugas Keseh atan
1)
Trauma Asam
•
•
•
Trauma oleh cairan yang bersifat asam
Sering terjadi di pabrik yang menggunakan bahan cair yang bersifat
asam.
Akan terjadi proses aglutinasi yang
akan menyebabkan perlekatan perlekatan antara konjungtiva bulbi
dengan tarsalis, sehingga akan mengakibatkan gangguan pergerakan bola
mata. Semakin kecil pH cairannya
akan semakin hebat gejalanya.
Gambar 3. Trauma Asam
2)
Trauma Basa
•
Bahan kimia basa lebih berbahaya
dari pada asam untuk mata karena
akan memberikan kerusakan yang
berat dan dalam pada mata yang akan
dapat mengakibatkan kebutaan.
Sen Pedoman Tataiaksana Penyakit Akibat Kerja Bagi Petugas Kesehatan
19
•
•
•
•
20
Alkali akan menembus dengan cepat
kornea, bilik mata depan dan sampai
pada jaringan retina dan terjadi
penghancuran jaringan kolagen kornea
(kolagenase). Sebagai contoh akustik
soda dapat menembus ke dalam bilik
mata depan dalam waktu 7 detik.
Bahan kimia alkali bersifat koagulasi
sel dan terjadi proses pernyabunan
disertai dengan dehidrasi.
Trauma oleh cairan basa berbeda
dengan trauma asam, basa mengakibatkan terjadinya saponifikasi
atau proses penyabunan. Pada
mata akan terjadi pelunakan dari
konjungtiva, kornea dan juga struktur
dalam mata yang dapat menyebabkan
perforasi dan phtisis yang sangat
membahayakan bola mata.
Penanganan harus dilakukan segera
agar proses penyabunan dapat
berhenti sehingga bahaya kerusakan
bola mata dapat dihindarkan. Semakin
besar pH cairannya maka akan
semakin hebat gejalanya.
Seri Pedoman Talalaksana Penyakil Akibal Kerja Bagi Pelugas Kesehalan
Gambar 4. Trauma basa
(Proses Penyabunan)
a
Penatalaksanaan Trauma Kimia
•
•
a
Irigasi daerah yang terkena kimia
merupakan tindakan yang segera harus
dilakukan untu ksemua trauma kimia
karena dapat memberikan penyulit yang
lebih berat. Pembilasan dilakukan dengan
memakai air bersih yang tersedia seperti
air keran selama mungkin dan paling sedikit
15 30 menit.
Segera kirim ke fasilitas pelayanan
kesehatan rujukan .
Pencegahan Trauma Kimia
•
•
•
Memastikan pekerja yang bekerja dengan
bahanbahan kimia tersebut berada dalam
status kesehatan yang baik dan tingkat
kewaspadaan yang tinggi
Memberikan penyuluhan dan pelatihan
pada pekerja mengenai cara bekerja aman
dengan bahanbahan kimia
Menyediakan alat pelindung mata yang
sesuai dengan tingkat dan jenis bahaya
Se ri Pedoman Ta talaksana Penyakit Akiba l Kerja Bagi Petugas Kesehatan
21
•
•
22
kimia yang dihadpi oleh pekerja
Meyakinkan seluruh pekerja untu k mau
menggunakan alat peli ndung mata yang
ditentukan .
Menyed iakan sarana pertolongan pertama
di lingkungan kerja seperti shower,
pembilas mata dan meng informasikan
lokasinya dengan jelas pad a pekerja .
Sen Pedoman Talalaksana Penyakil Akibal Kerja Bagi Pelugas Kesehalan
DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Ophthalmology I, The Physiology of The
Eye.
2. Gordon H. Carson. Occupational optometry. Elsevier butterworth
Heinemann EdinburgToronto 2009.
3. American Public Health Association. Preventing Occupatiopnal
Disease and injury. Washington 2000.
Seri Pedoman Tatalaksana Penyakit Akibat Kerja Bag; Petugas Kesehatan
23
TIM PENYUSUN
1. dr. Soemardoko Tjokrowidigdo, SpM
2. dr. Syukri Mustafa, SpM
3. dr. Erna Tresnaningsih , MOH, PhD, SpOk
4.
Dr. dr. Astrid Sulistomo, MPH , SpOk
5.
Dr. dr. Dewi Soemarko, MS, SpOk
6. dr. Suryo Wibowo , MS, SpOk
7. dr. Liem Jen Fuk, SpOk
8.
dr. Kuwat Sri Hudoyo, MS
9.
dr. Dina Dariana, MKK
10. dr. Istiati Suraningsih, MKK
11. dr. Harumiti, MKK
12. dr. Zilfa Yeni, MKK
13. dr. Guntur Argana, Mkes
14. dr. Darwin
15. dr. Bambang Setia Sutrisno
16. dr. Inne Nutfiliana, MKK
17. drg. Wahyu Nugroho, MPH
18. drg. Sarah Ifke Pasolang
19. Rosa Jaya, SKM , MKM
20. Winda Kusumaningrum, Ssi
21. Ahmad Najmudin Mabruri, SKM
24
Seri Pedoman Ta lalaksana Penyakil Akibal Kerja Bagi Pelugas Kesehalan
PEDOMAN TATALAKSANA PENYAKIT A KIBAT KERJA
BAGI PETUGAS KESEHATAN
PENYAKIT MATA
AKIBAT KERJA
DIREKTORAT BINA KESEHATAN KERJA DAN OLAHRAGA
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2011
SAMBUTAN
DIREKTUR JENDERAL
BINA GIZI DAN KIA
Pekerja memegang peranan yang sa ngat penting dalam
pembangunan bangsa karena jumlahnya yang sangat besar,
berperan dalam mengembangkan pembangunan perekonomian
negara, dan merupakan tulang punggung ekonomi keluarga. Bila
pekerja sehat dan produktif, ekonomi keluarga meningkat dan
berdampak pada ekonomi bangsa sehingga angka kemiskinan
dapat diturunkan yang pad a akhirnya dapat meningkatkan status
gizi serta menurunkan angka IMR dan MMR.
Dalam perkembangan industr,ialisasi dan teknologi, makin banyak
bahan dan alat yang digunakan mempunyai risiko terhadap
kesehatan pekerja. Pekerja dapat terkena berbagai penyakit baik
pen yak it menular yang saat ini masih tinggi juga penyakit tidak
menular termasuk penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan
lingkungan di tempat kerja .
Gangguan kesehatan sangat berpengaruh terhadap produktivitas
pekerja dan selanjutnya bila tidak ditangani secara baik akan
menyebabkan kecacatan seumur hidup bahkan kematian . Oleh
karena itu deteksi dini penyakit, merupakan suatu hal yang sangat
penting dilakukan. Untuk itu diperlukan kemampuan yang cukup
bagi dokter dalam diagnosis penyakit akibat kerja secara dini dan
melakukan penanganan yang tepat.
Seri Pedoman Ta/alaksana Penyakil Akibal Kerja Bagi Pelugas Kesehalan
Saya menyambut baik adanya pedoman ini, semoga bermanfaat
bagi dokter di pelayanan kesehatan dasar dalam memberikan
pelayanan bagi pekerja.
I Bina Gizi dan KIA
DR. dr. Siamet Riyadi Yuwono, DTM&H, MARS
ii
Seri Pedoman Talalaksana Penyakil Akibal Kerja Bagi Peluga s Kesehalan
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas limpahan rah mat dan karuniaNya buku Pedoman Tatalaksana
Penyakit Akibat Kerja ini dapat diselesaikan.
Perkembangan industri saat ini sarat akan teknologi yang
selain berdampak positif dari segi ekonomi namun juga dapat
menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan. Dokter di fas ilitas
kesehatan dasar sangat berperan untuk mencegah timbulnya
penyakit dan kecacatan akibat kerja dengan melakukan deteksi
dini dan penanganan yang tepat.
Seri Pedoman Tatalaksana Penyakit Akibat Kerja ini, diharapkan
dapat memberikan informasi yang cukup bagi petugas kesehatan,
dan dapat membantu dalam mengembangkan program.
Terimakasih kami sampaikan kepada PERDOKI yang telah
berperan dalam penyusunan pedoman ini. Terima kasih juga kami
sampaikan kepada semua pihak yang telah banyak membantu.
Kami menyadari pedoman ini tentu masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kami sangat mengharapkan saran dan masukan untuk
perbaikan dan penyempurnaan di masa mendatang.
Seri Pedoman Tatalaksana Penyakit Akibat Kef]a Bagi Petugas Kesehatan
iii
Akhir kata, kami berharap semoga pedoman ini dapat bermanfaat
bagi petugas kesehatan khu susnya dokter di fasilitas keseh atan
dasar.
Jakarta , November 20 11
Direktur Bina Kesehatan Kerja
an Olahraga
Dr. Kuwat Sri Hudoyo, MS
iv
Seri Pedoman Talalaksana Penyakil Akibal Kerja Bagi Pelugas Kesehalan
DAFTAR lSI
KATA SAMBUTAN .. ... ................... .... ...... .... .. .. ............ .......... . ..
KATA PENGANTAR ..... ......... ...... ......... .... .... .............. ..... .. ... ....
iii
'DAFTAR lSI ....... .. .. .. .. ..... .................... ..... .. ........ .... ...... .............
v
BAB t
PENDAHULUAN ...... .. ..... ....... .. ....... .......... .... .. ....
1
LATAR BELAKANG ...... ... .. .. .. .. .. ...... .. .. ........... .
1
B. TUJUAN .......... ..... ...... .. ........ .. .. .. .. ... .... .. ..... .. .. ..
2
C. SASARAN .......... ...... ................ .... .. .. .. ........ .... .
2
D. RUANG LlNGKUP .. .. ......... .. ... .. .. ... .. .. .. .. .. .... .. ..
2
JENIS-JENIS GANGGUAN MATA
AKIBAT KERJA .. ........ ............. .... .. .... .... .. .. ...... ..
3
A.
PTERIGIUM AKIBAT KERJA .. ...... ...... .. ........ .
3
B.
KONJUNGTIVITIS AKIBAT KERJA ..... ....... .. ..
7
C. KERATITIS AKIBAT KERJA .... .... .. .. .. .... .... ......
9
A.
BAB It
D. KATARAK AKIBAT KERJA . .......... .. .. .....
12
E. ASTHENOPIAAKIBAT KERJA .... .. .... .. .. .. .. .. .. 15
F.
TRAUMA MATA PADA PEKERJA .... ....... ... ...
DAFTAR PUSTAKA . .. .. ........ .... ... .. .... .
18
.. . .. ....... ... .... .. ..... 23
TIM PENYUSUN ........ .. .. .... .. .. ... .. .. .. .. ...... ... .... .... ......... .. .... 24
Seri Pedoman Talalaksana Penyakil Akibal Kerja Bagi Pelugas Ke sehalan
v
vi
Seri Pedoman Talafaksana Penyakil Akibal Kerja Bagi Pelugas Kesehalan
BABI
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Dengan semakin berkembangnya industrialisasi dan teknologi
di Indonesia menyebabkan banyak faktor risiko di tempat kerja
yang dapat menimbulkan Penyakit Akibat Kerja termasuk
Penyakit Mata Akibat Kerja. Mata sebagai indera penglihata n
mempunyai fungsi vital dalam aktivitas manusia. Berkurangn ya
fung si penglihatan pada pekerja akan menyebabkan
terganggunya produktivitas bahka n gangguan pada aktivitas
sehari hari.
Sampai saat ini agak sulit mencari data epidemiologi terkait
Penyakit Mata Akibat Kerja. Sedangkan data tentang jenis
trauma yang terjadi pada mata dalam satu tahun menurut US
Departement of Labor sebagai berikut; kemasukan benda asing
pada mata 36,8% , abrasiltergores 17,4%, trauma kimia 11,4%,
laserasi 7.3%, trauma cahaya las 5.0%.
Di Indonesia belum ada data nasional Penyakit Mata Akibat
Kerja . Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan dokter
tentang penyakit mata akibat kerja dan atau belum dilaporkan.
Untuk itu diperlukan kemampuan dokter dalam melakukan
diagnosis secara dini dan penatalaksanaan Penyakit Mata
Akibat Kerja . Data yang ada hanya merupakan hasil penelitian
yang dilakukan secara sporadis, antara lain pterigium pada
pengemudi truk trailer 48,2% (Fradilah, 2007), myopia pada
penjahit wanita 12,6% (Indah Nurkasih , 2004), konjungtivitis
pada pekerja pabrik sepatu sebesar 10,9% (Ariawan, 2005).
Seri Pedoman Talaiaksana Penyakil Akibal Kerja Ba gi Pelugas Ke sehalan
Dengan penanganan yang tepat dan cepat dihara pkan dapat
menurunkan kemungkinan kecacatan, sehingga kemampuan
kerja pekerja dapat dipertahankan, dan angka absensi akan
menurun. Waktu rehabilitasi menjadi lebih singkat. Kondisi
ini akan dapat meningkatkan produktivitas pekerja yang akan
meningkatkan produktivitas perusahaan tersebut.
B. TUJUAN
Sebagai bahan acuan bagi dokter dalam tatalaksana Penyakit
Mata Akibat Kerja.
c. SASARAN
Dokter umum di fasilitas pelayanan kesehatan.
D.
RUANG LlNGKUP
Ruang lingkup tatalaksana penyakit mata akibat kerja
meliputi pengenalan pajanan dan faktor risiko, tataksana dan
pencegahan serta penilaian kecacatan .
2
Seri Pedoman Talalaksana Penyakil Akibal Kerja Bagi Pelugas Kesehatan
BAB II
JENIS·JENIS GANGGUAN MATA
AKIBAT KERJA
Gangguan mata akibat kerja yang dibahas pada pedoman ini
meliputi:
A.
PTERIGIUM AKIBAT KERJA
1.
Definisi
Pterigium adalah timbulnya penebalan di daerah selaput
bola mata biasanya di daerah medial dan ataupun
temporal yang merupakan jaringan fibrovaskuler yang
teraktivasi oleh rangsangan yang secara terus menerus
sehingga membuat perubahan pada lapisan epitellimbus,
yang disebabkan faktor risiko di tempat kerja . Bila belum
melewati limbus disebut dengan pingueculum .
Berdasarkan gradasinya menurut Yuongson, pterigium
dibagi menjadi 4 tingkat sebagai berikut :
Grade 1
apek pada kornea kurang dari 1,5 mm
Grade 1 b sama dengan tingkat 1 namun apek lebih
lebar
Grade 2
apek pad a kornea berada diantara limbus
dan pertengahan jarak limbus ke tepi pupil
Grade 2b sama dengan tingkat 2 namun apek lebih
lebar
Seri Pedoman Tatalaksana Penyakit Akibat Kerja 8agi Petugas Kesehatan
3
Grade 3
apek pada kornea berada diantara
pertengahan jarak limbus ke tepi pupil dan
tepi pupil
Grade 3b
sarna dengan tingkat 3 namun apek lebih
lebar
Grade 4
apek telah melewati tepi pupil
Grade 4b
sarna dengan tingkat 4 namun apek lebih
lebar
Gambar 11. Pterigium Grade 3b
2.
Faktor risiko :
4
Pajanan sinar UVA dan UVB.
Usia di atas 40 tahun
Bekerja di luar gedung
Faktor iritan
Faktor alergi (Pemakaian kosmetik pada bagian mata,dll)
Asap
Faktor genetik
Gesekan menahun oleh udara panas dan kering
Kelembaban yang kurang dari 60%
Suhu ruangan yang terlalu panas atau dingin
Faktor angiogenik,
Seri Pedoman Talalaksana Penyakil Akibal Kerja Bagi Pelugas Kesehalan
3.
Pekerja berisiko :
Nelayan , petani, su pir, tukang ojek, tukang las/we/der,
dan lain lain
4. Gejala
Terdapat penebalan selaput bola mata di daerah nasal!
temporal melewati limbus
Terasa seperti ada benda di bawah kelopak mata
Rasa silau bila kena cahaya dari depan
Mata lebih mudah merah bila kena angin
rasa gatal dan panas
Pada stadium lanjut terjadi astigmatism, gangguan tajam
penglihatan. diplopia dan mengecilnya lapang pandang.
Pterigium akibat kerja bisa terjadi hanya pada satu mata
5. Diagnosis
a. Kriteria diagnosis
Anamnesis: didapatkannya riwayat pajanan, gejala
dan faktor risiko
Pemeriksaan Fisik: terdapat massa fibrovaskular
berwarna kekuning kuningan sampai merah muda
yang berbentuk segitiga pad a konjunctiva bulbi di
daerah fisura interpalpebralis pada jam 3 atau 9
dengan apek/kepala melekat pada kornea.
b.
Langkah diagnosis Pterigium Akibat Kerja
1) Diagnosis klinis pterigium
2) Menentukan pajanan di tempat kerja: pajanan
debu. angin . sinar uv. bahan kimia , kelembaban
yang kurang . suhu panas .
Seri Pedoman Talalaksana Penyakil Akibal Kelja Bagi Pelugas Kesehalan
5
3) Menentukan adanya hubungan paja nan dengan
diagnosis klinis: iritasi kronik pajanan debu, angin,
sinar UVA atau UVB, bahan kimia, kelembaban
yang kurang, suhu panas di tempat kerja dapat
mengakibatkan pterigium .
4) Besaran pajanan : tentukan frekuensi pajanan setiap
hari. lama terpajan, masa kerja mempengaruhi
jumlah/besar pajanan yang dapat menimbulkan
pterg ium. Peranan faktor individu: riwayat alergi
pada mata, infeksi kronik pada mata genetik, usia
5) Faktor risiko di luar pekerjaan: hobi yang berhubungan dengan iritasi pada mata (mengendarai
motor, memancing di laut, dll)
6) Diagnosis PAK: pterigium akibat kerja atau pterigium
bukan akibat kerja.
6.
Penatalaksanaan
Bila masih dini diberikan arlificial tears
Bila sudah lanjut dan sudah menyebabkan gangguan
sebaiknya dilakukan tindakan bedah (ekstirpasi) yang
dilakukan oleh dokter spesialis mata. Perlu diingat
bahwa angka kekambuhan tinggi terutama pada orang
yang berusia dibawah 40 tahun.
7.
Pencegahan
Mengatur suhu ruangan kerja yang optimal
Secara rutin meneteskan arlificial tears bila diperlukan.
Memakai alat pelindung mata yang sesuai (goggles,
kacamata Uv, dan lainya)
Membersihkan ruangan kerja secara teratur
Menghilangkan kebiasaan menggosok mata
6
Seri Pedoman Talalaksana Penyakil Akibal Kerja Bagi Pelugas Keseh atan
B. KONJUNGTIVITIS AKIBAT KERJA
1.
Definisi
Peradangan pada selaput konjunctiva bulbi dan tarsal,
yang dapat disebabkan oleh infeksi , iritan dan alergi di
tempat kerja.
2.
Faktor risiko
Pajanan angin, debu, asap, kabut,
Pajanan uap kimiawi, beberapa jenis pol utan di udara,
sinar ultraviolet,
Cahaya dari peralatan elektronik,
Pajanan biologi virus , bakteri, dll
3.
Pekerja yang berisiko
nelayan, petani, supir, tukang ojek, petugas kesehatan,
tukang 'las/welder, pekerja industri sepatu, pekerja industri
tekstil dan lain lain
4.
Gejala
5.
hiperemi konjungtiva,
sekret atau discharge (mata berair),
rasa tidak nyaman atau gatal,
edema palpebra.
Diagnosis
a.
Kriteria diagnosis
Anamnesis: adanya pajanan debu, angin, sinar
UV, bahan kimia. Adanya keluhan rasa gatal, mata
merah, mata berair, mata mengganjal.
Seri Pedoman Tatalaksana Penyakit Akibat Kerja Bagi Petugas Kesehatan
7
Pemeriksaan Fisik : adanya sekret, konjungtiva
hiperemis, lakri masi, udema palpebra .
b.
Langkah diagnosis
1) Diagnosis klinis konjungtivitis
2) Menentukan pajanan di tempa t kerja : pajanan
debu, angin , sinar uv, baha n kimia.
3) Menentukan adanya hubungan pajanan dengan
diagnosis klinis: iritasi kronik pajanan debu,
angin, sinar UV, asap, bahan kimia di tempat
kerja.
4) Besaran pajanan : tentukan frekuensi pajanan
setiap hari, lama terpajan, masa kerja.
5) Peranan faktor individu : riwayat alergi , infeksi
kronik pada mata, dan lainnya.
6) Faktor risiko di luar pekerjaan: kebiasaan/hobi
yang berhubungan dengan iritasi pada mata
(mengendarai motor, pemakaian lensa kontak,
pemakaian kosmetik pad a mata memancing di
laut,dll)
7) Diagnosis PAK : konjungtivitis akibat kerja atau
konjungtivitis bukan akibat kerja .
6.
Penatalaksanaan
Dapat diberikan tetes air mata buatanl artificial tears
Jika telah terjadi infeksi sekunder dapat diberikan tetes
mata atau salep mata antibiotik
7.
Pencegahan
8
Mengatur suhu ruangan kerja
lVIenjaga ventilasi yang baik
Membersihkan ruangan kerja secara teratur
Meningkatkan kebersihan daerah mata
Menggunakan kacamata pelindung yang sesuai
Seri Pedoman Ta tataksana Penyakit Akiba t Kerja Bagi Pe tugas Kesehatan
Menghilangkan kebiasaan menggosok mata
Meningkatkan kebiasaan mencuci tangan dan PHBS
C.
KERATITIS AKIBAT KERJA
1.
Definisi
Peradangan pada kornea mata yang disebabkan oleh
faktor risiko di tempat kerja.
2.
Faktor risiko
Jamur yang biasa didapat di perkebunan dan industri
kayu
Suhu ruangan yang terlalu dingin/panas
Kelembaban yang kurang dari 60%
Filter alat pendingin yang tak terpelihara
3.
Pekerja yang berisiko
Pekerja perke'bunan, pekerja industri kayu, nelayan, dll
4.
Gejala:
Nyeri pada mata
Pelebaran pembuluh darah kapilerdi daerah konjungtiva
dan limbus
Ada pengurangan tajam penglihatan terutama jika di
sentral kornea
Silau bila kena cahaya dan susah untuk membuka
kelopak mata
Air mata berlebihan
Oapat terjadi pembengkakan pada kelopak dan selaput
bola mata
Seri Pedoman Talalaksana Penyakil Akibal Kerja Bagi Pelugas Kesehalan
9
Didapatkan banyak kotoran mata bila penyebabnya
bakteri/jamur dan tidak ada kotoran bila penyebabnya
virus
Gambar 2 : Keratitis
5.
Diagnosis
a.
Kriteria Diagnosis
Anamnesis: keluhan nyeri, fotofobia, penurunan
penglihatan
Pemeriksaan fisik: mata merah, ada atau tidaknya
pembengkakan kelopak mata, lakrimasi, silau jika
kena cahaya, dan penurunan tajam penglihatan,
dengan tes fluoreseince (+)
b.
Langkah diagnosis
1) Diagnosis klinis keratitis
2) Menentukan pajanan di tempat kerja: pajanan
suhu dingin atau panas, debu jamur, kelembaban
kurang dan lainnya.
3) Menentukan adanya hubungan pajanan dengan
diagnosis klinis: pajanan suhu dingin atau panas,
debu jamur, kelembaban kurang dan lainnya.
10
Seri Pedoman Talalaksana Penyakil Akibal Kerja Bagi Pelugas Kesehalan
4) Besaran pajanan : tentukan frekuensi pajanan
setiap hari, lama terpajan , masa kerja .
5) Peranan fa ktor individu: riwayat alergi , immunitas ,
infeksi kronik pada mata, dan lainnya.
6) Faktor risiko diluar pekerjaan: kebiasaan/hobi
yang berhubungan dengan iritasi pad a mata
(mengenda rai motor, pemakaian lensa kontak,
pemakaian kosmetik pada mata, memancing di
laut,dll)
7) Diagnosis PAK : keratitis akibat kerja atau
keratitis bukan akibat kerja .
6.
Penatalaksanaan
Berikan pengobatan sesuai dengan penyebab,
misalnya disebabkan oleh bakteri diberikan antibiotik
Segera dirujuk ke Spesialis mata untuk mendapatkan
terapi lebih Ilanjut.
. Observasi ketat dilakukan untuk mengevaluasi jalannya
penyakit.
7.
Pencegahan
Mengatur suhu ruangan kerja yang optimal
Menjaga ventilasi yang baik
Menggunakan kacamata pelindung
Pemakaian lensa kontak harus sesuai aturan
Membersihkan ruangan kerja secara teratur
Meningkatkan kebersihan daerah mata
Menghilangkan kebiasaan menggosok mata
Meningkatkan kebiasaan mencuci tangan
Seri Pedoman Tata laksana Penyakit Akibat Kerja Bagi Petugas Kesehatan
11
8.
Penilaian Kecacatan
Pada keratitis yang berulang akan menimbulkan jaringan
parut di selaput bening mata yang akan menyebabkan
penurunan tajam penglihatan . Sehingga dalam penilaian
kecacatan dapat menggunakan persentase kehilangan
tajam penglihatan.
D. KATARAK AKIBAT KERJA
1.
Definisi
Kekeruhan pada lensa mata yang menyebabkan
katajaman penglihatan menurun akibat faktor risiko di
tempat kerja.
2.
Faktor risiko
3.
Pajanan sinar uv, sinar infra red , gelombang mikro
(micro wave) ,
pemakaian steroid dalam jangka panjang,
diabetes mellitus,
miopia tinggi ,
trauma pada mata,
gizi kurang .
Pekerja yang berisiko
petani, nelayan , tukang las, supir, pekerja di pabrik gelas,
dan lain lain
4.
Gejala
Silau
Ketajaman penglihatan menurun
12
Seri Pedoman Tatalaksana Penyakil Akibal Kerja Bagi Petugas Keseha/an
Penglihatan berkabutlberembun
Pad a pekerja umumnya terjadi pada usia muda
5. Diagnosis
a. Kriteria diagnosis
Anamnesis: Adanya keluhan penglihatan berkabut,
penurunan ketajaman penglihatan , sila u. Adanya
pajanan sinar UV, sinar infra merah , gelom bang mikro .
Pemeriksaan Fisik : tajam peng lihatan menurun,
lensa keruh, shadow test sesuai dengan stadium
katarak.
b.
Langkah diagnosis
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
Diagnosis kl1inis katarak
Menentukan pajanan di tempat kerja: pajanan
sinar UV, sinar infra red, gelombang mikro.
Menentukan adanya hubungan pajanan denQlan
diagnosis klinis: pajanan sinar UV, sinar infra
red, gelombang mikro di tempat kerja dapat
mengakibatkan katarak.
Besaran pajanan : tentukan frekuensi pajanan
setiap hari, lama terpajan, masa kerja
mempengaruhi jumlah/besar pajanan yang
dapat menimbulkan katarak.
Peranan faktor individu: riwayat genetik, umur,
penyakit degeneratif, penggunaan steroid dalam
jangka waktu yang lama, OM, gizi kurang dll
Faktor risiko diluar pekerjaan: hobi yang
berhubungan dengan terpajan sinar uv, sinar
infra red, gelombang mikro di luar tempat kerja
Diagnosis PAK : katarak akibat kerja atau
katarak bukan akibat kerja.
Ser; Pedoman Talafaksana Penyakil Akibal Kerja Bag; Pelugas Kesehalan
13
6.
Penatalaksanaan
Berikan obat tetes (anti katarak)
Operasi katarak bila ada indikasi (indikasi visus, medis/
terapeutik, sosial)
7.
Pencegahan
Menghindari pajanan
Menggunakan alat pelindung mata yang sesuai
Asupan gizi yang baik (vitamin C dan protein)
E. ASTHENOPIA AKIBAT KERJA
(occupational asthenopia)
1.
Definisi
Asthenopia adalah ketegangan, kel'emahan atau keletahan
mata pada penggunaan mata (Atencio 1996, Palmer 1993).
Astenopia akibat kerja menu rut American Optometric
Association (AOA) adalah kumpulan gejala gangguan
penglihatan subyektif yang terkait dengan kerja dekat
dengan gejala yang bervariasi mulai mata kering, rasa
panas di mata, iritasi mata, mata kabur, mata lelah.
2.
Faktor risiko
14
Kerja dekat yang terus menerus
Penggunaan Visual Display Terminal (VDT)
Tampilan visual yang tidak sesuai
Pencahayaan yang kurang tepat
Ketidaksesuaian antara tulisan dan layar
Kelainan penglihatan yang tidak terkoreksi atau koreksi
yang tidak sesuai
Seri Pedoman Tatalaksana Penyakit Akibal Kerja Bagi Petugas Kesehatan
3.
Pekerja yang berisiko:
Operator Visual Display Terminal (VDT), Kurator, Sekretaris,
Pembuat perhiasan, Penulis, Pekerja elektronik, dll
4. Gejala
Nyeri kepala
Penglihatan dekat kurang jelas (blurred)
kesulitan untuk memfokuskan penglihatan
penglihatan ganda
nyeri pad a mata
light sensitivity
iritasi mata: merah, kering, sensasi terbakar pad a mata
5. Diagnosis
a. Kriteria diagnosis
Anamnesis: Adanya keluhan khas asthenopia
seperti nyeri kepala , penglihatan dekat kabur, penglihatan ganda, mata merah sesudah bekerja dan
menghilang setelah beristirahat. Adanya riwayat
pajanan terhadap berbagai faktor risiko di atas,
Pemeriksaan Fisik : tajam penglihatan menu run,
mata merah, mengukur waktu pemulihan makulal
macula fotostress test
b. Langkah diagnosis
1) Diagnosis klinis asthenopia
2) Menentukan pajanan di tempat kerja: adanya
beberapa stresor ergonomi utama yakni
kerja dekat terus menerus, tampilan visual
tidak sesuai, pencahayaan kurang tepat,
ketidaksesuaian antara tulisan dan layar.
Sen' Pedoman Talafaksana Penyakil Akibal Kerja Bagi Pelugas Kesehalan
15
3) Menentukan adanya hubungan pajanan dengan
diagnosis klinis: pajanan ergonomik di atas
dapat mengakibatkan asthenopia.
4) Besaran pajanan: tentukan frekuensi pajanan
setiap hari, lama terpajan, masa kerja mempengaruhi jumlah/besar pajanan yang dapat
menimbulkan asthenopia.
5) Peranan faktor individu: riwayat gangguan
refraksi , strabismus, umur, jenis kelamin, dll
6) Faktor risiko diluar pekerjaan: hobi yang
berhubungan dengan penggunaan VDr di luar
tempat kerja
7) Diagnosis PAK : asthenopia akibat kerja atau
asthenopia bukan akibat kerja.
6. Penatalaksanaan
Penanganan asthenopia dilakukan dengan istirahat,
kompres air dingin, massage bagian mata, dapat diberikan
neurotropik sebagai suplemen dan simptomatik lainnya
bila diperlukan.
7. Pencegahan
Mengatur jarak antara mata dengan obyek
Lakukan istirahat selama 20 detik setelah bekerja
selama 20 menit dengan menggunakan komputer atau
bekerja dengan jarak dekat. Selama istirahat mata
memandang sejauh mung kin (tidak akomodasi/ lebih
dari 6 meter)
Berkedip lebih sering (normal berkedip 12 kali/menit,
pengguna komputer umumnya 5 kalilmenit)
Untuk mata kering menggunakan air mata buatan
Menyesuaikan tingkat penerangan dengan keadaan
pekerjaan yakni antara 300700 lux disesuaikan dengan
16
Seri Pedoman Tatalaksana Penyakit Akibat Kerj a 8 agi Petugas Kesehatan
kondisi sumber dokumen atau jenis rinci pekerjaannya .
Menyesuaikan penempatan meja kerja dengan sumber
cahaya yang ada agar tidak menimbulkan pantulan
pad a permukaan tempat kerja
F.
TRAUMA MATA PADA PEKERJA
1. Jenis trauma mata
Trauma pada mata dibag i atas
sebagai berikut :
beberapa
macam,
a. Trauma Mekanik
a Trauma mekanik dapat berupa antara lain:
1) Trauma Tumpul pada Mata
Trauma tumpul pada mata dapat
mengakibatkan kerusakan pada mata dari
bag ian terluar mata hingga bag ian dalam
mata .
Gejala yang ditimbulkan dapat berupa
penurunan penglihatan sementara sampai
berat, perdarahan di dalam bola mata,
terlepasnya selaput jala (retina) bahkan
sampai terputusnya saraf penglihatan
sehingga menimbulkan kebutaan menetap.
2) Trauma tajam
•
•
Trauma tajam dengan benda asing
dalam mata
Trauma tajam tanpa benda aSing
dalam mata
Seri Pedoman Tata/aksana Penya kit Akiba / Kerja Bagi Pelugas Kesehala n
17
Benda asing yang tertinggal dapat
dapat berupa logam besi, tembaga serta
bahan dari tumbuhan misalnya potongan
kayu, pasir, kaca. Benda asing selain
dapat merusak jaringan, juga dapat pula
menimbulkan infeksi jika tercemar oleh
kuman.
a
Penanganan trauma mekanik
•
•
•
Trauma tumpul cukup dibebat dengan
plester, jika ada beri salep mata antibiotik.
Trauma tajam dengan perlukaan dimata
jangan memberi pengobatan dalam bentuk
apapun . Sebaiknya mata dibebat dengan
plester.
Selanjutnya segera rujuk ke RS yang
mempunyai dokter spesialis mata untuk
penanganan lebih lanj,ut, dan diharapkan
dirujuk tidak lebih dari 6 jam setelah
terjadinya trauma untuk menghindari
terjadinya infeksi.
b. Trauma Kimia
o
o
o
18
Trauma kimia merupakan kasus yang
memerlukan penanganan yang cepat dan tepat
karena akan mempengaruhi prognosis .
Pertolongan pertama adalah melakukan
irigasi dengan air mengalir sebanyak mungkin
selama 1530 menit untuk mengencerkan dan
menghilangkan sisasisa bahan kimia yang
masih tinggal di mata (dibalik kelopak mata).
Berat ringannya gejala akibat trauma kimia
tergantung dari jumlah , pH atau konsentrasi dari
cairan kimia yang mengenai mata , serta cepat
atau lambatnya pertolongan pertama.
Seri Pedoman Tatalaksana Penyakit Akibat Kerja Bagi Petugas Keseh atan
1)
Trauma Asam
•
•
•
Trauma oleh cairan yang bersifat asam
Sering terjadi di pabrik yang menggunakan bahan cair yang bersifat
asam.
Akan terjadi proses aglutinasi yang
akan menyebabkan perlekatan perlekatan antara konjungtiva bulbi
dengan tarsalis, sehingga akan mengakibatkan gangguan pergerakan bola
mata. Semakin kecil pH cairannya
akan semakin hebat gejalanya.
Gambar 3. Trauma Asam
2)
Trauma Basa
•
Bahan kimia basa lebih berbahaya
dari pada asam untuk mata karena
akan memberikan kerusakan yang
berat dan dalam pada mata yang akan
dapat mengakibatkan kebutaan.
Sen Pedoman Tataiaksana Penyakit Akibat Kerja Bagi Petugas Kesehatan
19
•
•
•
•
20
Alkali akan menembus dengan cepat
kornea, bilik mata depan dan sampai
pada jaringan retina dan terjadi
penghancuran jaringan kolagen kornea
(kolagenase). Sebagai contoh akustik
soda dapat menembus ke dalam bilik
mata depan dalam waktu 7 detik.
Bahan kimia alkali bersifat koagulasi
sel dan terjadi proses pernyabunan
disertai dengan dehidrasi.
Trauma oleh cairan basa berbeda
dengan trauma asam, basa mengakibatkan terjadinya saponifikasi
atau proses penyabunan. Pada
mata akan terjadi pelunakan dari
konjungtiva, kornea dan juga struktur
dalam mata yang dapat menyebabkan
perforasi dan phtisis yang sangat
membahayakan bola mata.
Penanganan harus dilakukan segera
agar proses penyabunan dapat
berhenti sehingga bahaya kerusakan
bola mata dapat dihindarkan. Semakin
besar pH cairannya maka akan
semakin hebat gejalanya.
Seri Pedoman Talalaksana Penyakil Akibal Kerja Bagi Pelugas Kesehalan
Gambar 4. Trauma basa
(Proses Penyabunan)
a
Penatalaksanaan Trauma Kimia
•
•
a
Irigasi daerah yang terkena kimia
merupakan tindakan yang segera harus
dilakukan untu ksemua trauma kimia
karena dapat memberikan penyulit yang
lebih berat. Pembilasan dilakukan dengan
memakai air bersih yang tersedia seperti
air keran selama mungkin dan paling sedikit
15 30 menit.
Segera kirim ke fasilitas pelayanan
kesehatan rujukan .
Pencegahan Trauma Kimia
•
•
•
Memastikan pekerja yang bekerja dengan
bahanbahan kimia tersebut berada dalam
status kesehatan yang baik dan tingkat
kewaspadaan yang tinggi
Memberikan penyuluhan dan pelatihan
pada pekerja mengenai cara bekerja aman
dengan bahanbahan kimia
Menyediakan alat pelindung mata yang
sesuai dengan tingkat dan jenis bahaya
Se ri Pedoman Ta talaksana Penyakit Akiba l Kerja Bagi Petugas Kesehatan
21
•
•
22
kimia yang dihadpi oleh pekerja
Meyakinkan seluruh pekerja untu k mau
menggunakan alat peli ndung mata yang
ditentukan .
Menyed iakan sarana pertolongan pertama
di lingkungan kerja seperti shower,
pembilas mata dan meng informasikan
lokasinya dengan jelas pad a pekerja .
Sen Pedoman Talalaksana Penyakil Akibal Kerja Bagi Pelugas Kesehalan
DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Ophthalmology I, The Physiology of The
Eye.
2. Gordon H. Carson. Occupational optometry. Elsevier butterworth
Heinemann EdinburgToronto 2009.
3. American Public Health Association. Preventing Occupatiopnal
Disease and injury. Washington 2000.
Seri Pedoman Tatalaksana Penyakit Akibat Kerja Bag; Petugas Kesehatan
23
TIM PENYUSUN
1. dr. Soemardoko Tjokrowidigdo, SpM
2. dr. Syukri Mustafa, SpM
3. dr. Erna Tresnaningsih , MOH, PhD, SpOk
4.
Dr. dr. Astrid Sulistomo, MPH , SpOk
5.
Dr. dr. Dewi Soemarko, MS, SpOk
6. dr. Suryo Wibowo , MS, SpOk
7. dr. Liem Jen Fuk, SpOk
8.
dr. Kuwat Sri Hudoyo, MS
9.
dr. Dina Dariana, MKK
10. dr. Istiati Suraningsih, MKK
11. dr. Harumiti, MKK
12. dr. Zilfa Yeni, MKK
13. dr. Guntur Argana, Mkes
14. dr. Darwin
15. dr. Bambang Setia Sutrisno
16. dr. Inne Nutfiliana, MKK
17. drg. Wahyu Nugroho, MPH
18. drg. Sarah Ifke Pasolang
19. Rosa Jaya, SKM , MKM
20. Winda Kusumaningrum, Ssi
21. Ahmad Najmudin Mabruri, SKM
24
Seri Pedoman Ta lalaksana Penyakil Akibal Kerja Bagi Pelugas Kesehalan