ketinggian 0 - 650 m dpl. Contoh jenis anggrek ini adalah Dendrobium phalaenopsis, Onchidium papillo, dan Phaphilopedillum bellatum.
2. Anggrek sedang ketinggian 150 - 1.500 m dpl. Anggrek sedang pada suhu
udara siang hari 21 C dan 15 - 21
C pada malam hari dengan ketinggian 150 - 1.500 m dpl.
3. Anggrek dingin lebih dari 1500 m dpl. Anggrek dingin jarang tumbuh di
Indonesia, tumbuh baik pada suhu udara 15 - 21 C di siang hari dan 9 - 15
C pada malam hari, dengan ketinggian mencapai 1.500 m dpl. Contoh anggrek
jenis Cymbidium. Penyebaran anggrek di suatu lokasi berbeda-beda jumlahnya. Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan jumlahnya adalah sebagai berikut:
i. Faktor Iklim
Kondisi iklim merupakan salah satu faktor dominan yang mempengaruhi pola persebaran tumbuhan flora. Gusmaylina 1983, menyatakan bahwa faktor-
faktor iklim yang berpengaruh terhadap persebaran makhluk hidup di permukaan bumi ini, antara lain suhu, kelembaban udara ,angin, dan tingkat curah hujan.
Suhu
Kondisi suhu udara sangat berpengaruh terhadap kehidupan hewan dan tumbuhan, karena berbagai jenis anggrek memiliki persyaratan suhu lingkungan
hidup ideal atau optimal, serta tingkat toleransi yang berbeda-beda di antara satu dan lainnya. Khusus dalam dunia tumbuhan, kondisi suhu udara adalah salah satu
Universitas Sumatera Utara
faktor pengontrol persebaran vegetasi sesuai dengan posisi lintang, ketinggian tempat, dan kondisi topogra
finya.
Kelembaban Udara
Selain suhu, faktor lain yang berpengaruh terhadap persebaran makhluk hidup di muka bumi adalah kelembaban. Kelembaban udara yaitu banyaknya uap
air yang terkandung dalam massa udara. Tingkat kelembaban udara berpengaruh langsung terhadap pola persebaran tumbuhan di muka bumi. Beberapa jenis
tumbuhan sangat cocok hidup di wilayah yang kering, sebaliknya terdapat jenis tumbuhan yang hanya dapat bertahan hidup di atas lahan dengan kadar air yang
tinggi.
Angin
Di dalam siklus hidrologi, angin berfungsi sebagai alat transportasi yang dapat memindahkan uap air atau awan dari suatu tempat ke tempat lain. Gerakan
angin juga membantu memindahkan benih dan membantu proses penyerbukan beberapa jenis tanaman tertentu.
Curah Hujan
Air merupakan salah satu kebutuhan vital bagi makhluk hidup. Tanpa sumber daya air, tidak mungkin akan terdapat bentuk-bentuk kehidupan di muka
bumi. Melalui curah hujan, proses pendistribusian air di muka bumi akan berlangsung secara berkelanjutan. Wilayah-wilayah yang memiliki curah hujan
tinggi pada umumnya merupakan kawasan yang dihuni oleh aneka jenis dengan jumlah dan jenis jauh lebih banyak dibandingkan dengan wilayah yang relatif
lebih kering.
Universitas Sumatera Utara
ii. Faktor Edafik
Faktor kedua yang memengaruhi persebaran bentuk-bentuk kehidupan di muka bumi terutama tumbuhan adalah kondisi tanah atau faktor eda
fik. Tanah
merupakan media tumbuh dan berkembangnya tanaman. Kondisi tanah yang secara langsung berpengaruh terhadap tanaman adalah kesuburan Sarief, 1985.
Adapun yang menjadi parameter kesuburan tanah antara lain kandungan humus atau bahan organik, unsur hara, tekstur dan struktur tanah, serta ketersediaan air
dalam pori-pori tanah. Tanah-tanah yang subur, seperti jenis tanah vulkanis dan andosol merupakan media optimal bagi pertumbuhan tanaman.
iii. Faktor Fisiografi
Faktor fisiografi yang berkaitan dengan persebaran makhluk hidup adalah
ketinggian tempat dan bentuk wilayah Pranata, 2005. Adanya gejala gradien thermometrik, dimana suhu udara akan mengalami penurunan sekitar
0,5 ºC - 0,6 ºC setiap wilayah naik 100 m dari permukaan laut. Adanya penurunan suhu ini sangat berpengaruh terhadap pola persebaran jenis tumbuhan dan hewan,
sebab organisme memiliki keterbatasan daya adaptasi terhadap suhu lingkungan di sekitarnya. Oleh karena itu, jenis tumbuhan yang hidup di wilayah pantai akan
berbeda dengan yang hidup pada wilayah dataran tinggi atau pegunungan.
Penelitian Tentang Anggrek
TAHURA Bukit Barisan sebagian besarnya merupakan hutan lindung berupa hutan alam pegunungan yang ditetapkan sejak jaman Belanda, meliputi
Hutan Lindung Sibayak I dan Simancik I, Hutan Lindung Sibayak II dan Simancik II serta Hutan Lindung Sinabung. Bagian lain kawasan Tahura ini terdiri
dari Cagar Alam CA Taman Wisata TW Sibolangit, Suaka Margasatwa SM
Universitas Sumatera Utara
Langkat Selatan, TW Lau Debuk-debuk dan Bumi Perkemahan Pramuka Sibolangit Balai Konservasi Sumberdaya Alam I, 2001.
Comber 1990, melaporkan bahwa di Jawa terdapat kurang lebih 731 jenis anggrek dan 231 jenis diantaranya dinyatakan endemik. Persentase kekayaan
anggrek paling banyak ada di Jawa Barat 642 jenis, sementara itu di Jawa Timur kurang lebih ada 390 jenis sedangkan di Jawa Tengah hanya 295 jenis. Dilihat
dari habitat tumbuhnya maka dataran tinggi dengan ketinggian 500 m - 1.500 m merupakan tempat yang cocok untuk anggrek karena keragaman jenis anggreknya
lebih banyak dibanding di dataran rendah. Masing-masing habitat memiliki kekayaan jenis yang berbeda, anggrek dataran rendah berbeda jenisnya dengan
anggrek yang hidup di dataran tinggi, sehingga setiap tempat akan memiliki keunikan jenis tersendiri.
Anggrek yang terdapat di Pulau Batudaka adalah 9 jenis anggrek tanah dan 8 jenis anggrek epifit. Marsusi, dkk., 2001 Anggrek yang terdapat di Hutan
Jabolarangan adalah 11 jenis anggrek epifit. Anggrek juga ditemukan di Situ Gunung Sukabumi yaitu 22 jenis anggrek epifit, 18 jenis anggrek tanah dan 1
jenis anggrek saprofit Djuita, dkk., 2004. Menurut Berliani 2008, menyatakan di Hutan Gunung Sinabung Kabupaten Karo Sumatera Utara, terdapat 37 jenis
anggrek epifit yang termasuk dalam 17 genus dengan jenis terbanyak berasal dari genus Bulbophyllum. Puspitaningtyas 2002, menyatakan bahwa di Kawasan
Suaka Satwa Margasatwa Barumun-Sumatera Utara, terdapat 60 jenis anggrek yang terdiri atas 51 anggrek epifit dan 9 anggrek tanah.
Kawasan Cagar Alam Gunung Simpang memiliki keragaman anggrek kurang lebih 137 jenis yang termasuk dalam 51 marga, terdiri atas 95 jenis
Universitas Sumatera Utara
anggrek epifit, Populasi anggrek tanah maupun epifitnya cukup melimpah. Sebagian besar anggrek ditemukan tumbuh pada ketinggian diatas 800 m di atas
permukaan laut. Pada ketinggian di bawah 800 m, keragaman anggreknya makin berkurang. Hal ini karena tanahnya telah dimanfaatkan sebagai ladang atau
persawahan. Kurang lebih hanya 14 jenis anggrek yang ditemukan di ketinggian kurang dari 800 m. Jenis anggrek epifit yang paling sering dijumpai adalah
Agrostophyllum majus, umumnya menempel di pohon aren Arenga pinnata. Anggrek tersebut banyak sekali tumbuh di ketinggian 900 - 1.000 m dpl
dan tersebar di setiap bukit. Anggrek tanah yang terdapat pada kawasan ini sebanyak 42 jenis, baik yang sifatnya saprofit maupun terrestrial. Jenis-jenis
anggrek yang diinventaris tersebut dapat dikatakan sebagai anggrek dataran tinggi, karena banyak dijumpai tumbuh di ketinggian lebih dari 900 m dpl. Hanya
Goodyera rubicunda yang ditemukan pada ketinggian 500 - 600 m dpl. Anggrek tersebut juga pernah dijumpai tumbuh di ketinggian 700 m dan mendominasi di
kawasan Cagar Alam Panjalu, Tasikmalaya Puspaningtyas dkk, 2003. Di Taman Nasional Meru Betiri-Jawa Timur, terdapat 20 jenis anggrek
epifit dan 5 jenis anggrek tanah Puspitaningtyas, 2002. Yahman 2009, juga menyebutkan di Hutan wisata Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Sumatera
Utara terdapat 52 jenis anggrek yang termasuk kedalam 24 genus, 14 jenis merupakan anggrek teresterial adan 38 jenis anggrek epifit. Dalam
Puspitaningtyas 2007, Comber 1990, juga menyebutkan bahwa di Jawa terdapat kurang lebih 731 jenis anggrek dan 231 jenis anggrek diantaranya
dinyatakan endemik.
Universitas Sumatera Utara
Presentase kekayaan anggrek paling banyak berada di Jawa Barat yaitu 642 jenis di Jawa Timur 390 jenis dan di Jawa Tengah hanya 295 jenis. Eksplorasi
anggrek juga dilakukan oleh Yulistyarini, dkk., 2000, di Kalimantan Selatan dan didapat 87 jenis anggrek yang terdiri dari 82 jenis anggrek epifit dan 5 anggrek
teresterial. Sedangkan Puspitaningtyas 2003, menyebutkan Di Suaka Margasatwa Lambusango dan CA Kakenauwe Pulau Buton terdapat 42 jenis
anggrek yang termmasuk dalam 26 genera yang tumbuh di kawasan tersebut. Anggrek tersebut terdiri dari 29 jenis epifit, 12 jenis teresterial dan 1 jenis litofit.
Mujahidin dkk., 2002, meneliti keanekaragaman anggrek di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun yang menghasilkan 31 marga dan 52 jenis.
Mahyar dan Sadili 2003 yang melakukan penelitian ulang di tempat tersebut menemukan 74 marga dan 258 jenis anggrek. Didaerah lainnya seperti di Cagar
Alam Gunung Simpang Cianjur juga ditemukan anggrek yang meliputi 49 marga dan 114 jenis Puspitaningtyas dkk, 2002.
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan, diperoleh 41 nomor koleksi anggrek yang terdiri atas 18 anggrek terestrial, 22 anggrek epifit dan 1
anggrek saprofit. Jumlah marga yang berhasil ditemukan sebanyak 26 sedangkan jumlah jenisnya sebanyak 41. Keberadaan suatu jenis anggrek pada umumnya
berhubungan dengan lingkungan. Banyak anggrek yang sensitif terhadap suhu dan ketinggian. Kawasan Situ Gunung yang berada di ketinggian 950 - 1.036 m dpl
dan suhu 16 - 28 C, ternyata merupakan tempat yang cocok bagi tumbuhnya
anggrek-anggrek liar. Berbagai jenis anggrek ditemukan mulai dari bawah bukit hingga ke atas punggung bukit. Sebagian besar anggrek tersebut tumbuh di
cabang pohon bersama dengan tumbuhan lain, seperti paku sarang burung atau
Universitas Sumatera Utara
dengan tumbuhan lumut. Sebagian lagi tumbuh pada ranting yang telah jatuh, ada juga yang tumbuh di tanah atau pada tumpukan seresah dan dedaunan yang telah
menjadi humus.
Universitas Sumatera Utara
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Oktober sampai dengan November 2013 di Hutan Pendidikan bagian Timur Taman Hutan Raya Bukit Barisan
Tongkoh Kabupaten Karo Sumatera Utara.
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Tahura Bukit Barisan ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 48 Tahun 1988 dengan luas ± 51.600 Ha. Tahura Bukit
Barisan secara geografis terletak pada 001’16 - 019’37 Lintang Utara dan 9812’16 – 9841
′00 Bujur Timur. Sedangkan secara administratif termasuk Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Tanah Karo, Propinsi Sumatera Utara. Taman
Hutan Raya Bukit Barisan sebagian besarnya merupakan hutan lindung berupa hutan alam pegunungan yang ditetapkan sejak jaman Belanda, meliputi Hutan
Lindung Sibayak I dan Simancik I, Hutan Lindung Sibayak II dan Simancik II serta Hutan Lindung Sinabung. Bagian lain kawasan Tahura ini terdiri dari Cagar
Alam CA Taman Wisata TW Sibolangit, Suaka Margasatwa SM Langkat Selatan, TW Lau Debuk-debuk dan Bumi Perkemahan Pramuka Sibolangit
Balai Konservasi Sumberdaya Alam I, 2001.
a. Topografi dan Iklim