Hubungan Toilet Training Terhadap Kemampuan Anak Dalam Melakukan Eliminasi

(1)

HUBUNGAN TOILET TRAINING DENGAN KEMAMPUAN

ANAK DALAM MELAKUKAN ELIMINASI DI KELURAHAN

DWIKORA KECAMATAN MEDAN HELVETIA

SKRIPSI

Oleh

Ririn Suwinul Arifin 091121075

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Judul : Hubungan Toilet Training Dengan Kemampuan Anak Dalam Melakukan Eliminasi di Kelurahan Dwikora Kecamatan Helvetia

Nama : Ririn Suwinul Arifin Nim : 091121075

Jurusan : Sarjana Keperawatan ( S. Kep ) Tahun : 2011

Tanggal Lulus : 13 Januari 2011

Pembimbing I Pembimbing II

Farida Linda Sari S.Kep, Ns, M.Kep Jenny M Purba S.Kp, MNS NIP 19782003 200501 2 003 NIP 19740108 200003 2 001

Penguji

Reni Asmara S.Kp, MARS NIP 19750220 200112 2 001

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara telah menyetujui Skripsi ini sebagai bagian dari persyaratan kelulusan Sarjana Keperawatan (S.Kep).


(3)

Judul : Hubungan Toilet Training Terhadap Kemampuan Anak Dalam Melakukan Eliminasi

Nama Mahasiswa : Ririn Suwinul Arifin Nim : 091121075

Jurusan : Sarjana Keperawatan ( S. Kep ) Tahun : 2011

NIM

ABSTRAK

Toilet Training adalah usaha untuk melatih anak dalam buang air kecil dan buang air besar dapat dilakukan dengan cara memberikan contoh dan menirukannya secara benar. Dampak yang mempengaruhi toilet training pada anak adalah kesiapan fisik anak dan kemampuan anak dalam eliminasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan toilet training terhadap kemampuan anak dalam melakukan eliminasi di Kelurahan Dwikora Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2010. Jenis penelitian deskriptif korelasi. Dengan menggunakan teknik total sampling sebanyak 37 orang ibu yang mempunyai anak batita berpatisipasi dalam penelitian ini. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Juli Tahun 2010. Analisa data menggunakan distribusi frekuensi dan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa toilet training yang dilakukan pada anak sebagian besar masih dalam kategori kurang yaitu 15 orang (40,5%), sebagian besar anak yang mampu melakukan eliminasi sebanyak 22 orang (59,5%). Hasil uji Chi-square diperoleh nilai X2 hitung 7,200 (p = 0,027). Hal ini bermakna ada hubungan yang signifikan antara toilet training dengan kemampuan anak dalam melakukan eliminasi. Untuk itu di sarankan bagi para orangtua yang mempunyai anak batita agar lebih mempersiapkan fisik anak dan memiliki kesabaran dalam memberikan contoh dan dukungan agar anak dapat melakukan toilet training secara mandiri.


(4)

PRAKATA

Segala Puji dan Syukur Peneliti Panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan Karunia Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Hubungan Toilet Training Terhadap Kemampuan Anak Dalam Melakukan Eliminasi di Kelurahan Dwikora Kecamatan Medan Helvetia". Ucapan terima kasih peneliti sampaikan kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi ini, sebagai berikut:

1. dr. Dedi Ardinata, MKes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan USU

2. Farida Linda Sari S.Kep, Ns, M.Kep, selaku dosen pembimbing I proposal dan skripsi

3. Jenny M Purba S.Kp., MNS, selaku dosen pembimbing II proposal dan skripsi 4. Reni Asmara S.Kp, MARS , selaku dosen penguji proposal dan skripsi.

5. Kedua orang tua peneliti, terima kasih atas segala dukungan dan dorongan Ibunda yang memberikan moril maupun materil. Terima kasih atas pengorbanan yang tidak ternilai harganya, kasih sayang yang selalu Ibunda berikan dan tidak lupa saya juga berterimakasih kepada Alm. Ayahanda saya yang sudah membesarkan saya sehingga saya bermotivasi untuk melanjutkan kuliah di Fakultas Keperawatan USU.

6. Terima kasih juga kepada saudara-saudara saya, kakak, abang dan adik saya yang telah mendukung saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada semua teman-teman Fkep ’09 jalur B, teristimewa buat Eridha Nonita Sebayang, Theresia Gustina Manalu,


(5)

dan Sarah Damayanti Saragih yang selalu menjadi teman terbaik saya dari saya masuk di Universitas ini semoga kita tetap menjadi sahabat sampai Ners dan selamanya.

Kiranya Tuhan yang akan membalas setiap kebaikan semua pihak yang telah menolong peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

Medan, 13 Januari 2011 Peneliti


(6)

DAFTAR ISI

Lembar Persetujuan ... i

Abstrak ... ii

Prakata ... iii

Daftar isi ... iv

Daftar lampiran ... v

Daftar Tabel ... vi

Bab 1. Pendahuluan ... 1

1. Latar belakang ... 1

2. Tujuan penelitian ... 3

3. Pertanyaan penelitian... 3

4. Manfaat penelitian ... 3

Bab 2. Tinjauan pustaka ... 5

2.1 Toilet Training ... 5

2.1.1 Pengertian ... 5

2.1.2 Cara mengajarkan toilet training pada anak ... 5

2.1.3 Latihan mengontrol berkemih dan defekasi pada anak ... 7

2.1.4 Faktor-faktor yang mendukung toilet training pada anak ... 7

2.1.5 Hal-hal yang perlu diperhatikan selama toilet training ... 9

2.1.6 Tanda anak siap untuk melakukan toilet training ... 9

2.1.7 Pengkajian masalah toilet training ... 10

2. 2 Eliminasi ... 12

2.2.1 Eliminasi urine ... 12

2.2.2 Eliminasi fekal ... 14

2.3 Anak usia todler ... 17

2.3.1 Tahap tumbuh kembang pada todler ... 18

Bab 3. Kerangaka konseptual ... 21

3.1. Kerangka konseptual ... 21


(7)

Bab 4. Metodologi penelitian ... 24

4.1. Desain penelitian ... 24

4.2. Populasi dan sampel penelitian ... 24

4.2.1 Populasi ... 24

4.2.2 Sampel ... 24

4.3. Lokasi penelitian ... 24

4.4 Pertimbangan etik ... 25

4.5. Instrumen penelitian ... 26

4.5.1 Instrumen... 26

4.5.2 Uji validitas dan reliabilitas... 27

4.6. Pengumpulan data ... 28

4.7 Teknik analisa data... 29

Bab 5. Hasil dan Pembahasan... 31

5.1 Hasil penelitian ... 31

5.1.1 Karakteristik responden ... 31

5.1.2 Toilet training pada anak ... 32

5.1.3 Kemampuan anak dalam melakukan eliminasi ... 32

5.1.4 Hubungan toilet training dengan kemmpuan eliminasi ... 33

5.2 Pembahasan... 34

5.2.1 Toilet training pada anak... 34

5.2.2 Kemampuan anak dalam melakukan eliminasi ... 35

5.2.3 Hubungan toilet training dengan kemmpuan eliminasi anak 37 Bab 6. Kesimpulan dan Saran... 39

6.1 Kesimpulan ... 39

6.2 Saran ... 39

Daftar Pustaka ... 41 LAMPIRAN

1. Lembaran persetujuan menjadi responden 2. Instrumen penelitian

3. Distribusi frekuensi item pertanyaan mengenai toilet training

4. Distribusi frekuensi item pertanyaan mengenai kemampuan anak dalam melakukan eliminasi


(8)

6. Tabel dan Bar Chart kemampuan eliminasi 7. Frekuensi tabel toilet training

8. Frekuensi tabel kemampuan eliminasi 9. Reliabilitas toilet training

10. Reliabilitas kemampuan eliminasi

11. Toilet training dan kemampuan eliminasi ccrosstabulation 12. Daftar Riwayat Hidup


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Tabel DefenisiOperasional Variabel Penelitian ... 22

Tabel 2 Distribusi Karakteristik Responden... 31

Tabel 3 Distribusi Toilet Training Pada Anak... 32

Tabel 4 Distribusi kemampuan Anak Dalam Melakukan Eliminnasi ... 32

Tabel 5 Hubungan Toilet Training Dengan Kemampuan Anak Dalam Melakukan Eliminasi ... ...33


(10)

DAFTAR SKEMA


(11)

Judul : Hubungan Toilet Training Terhadap Kemampuan Anak Dalam Melakukan Eliminasi

Nama Mahasiswa : Ririn Suwinul Arifin Nim : 091121075

Jurusan : Sarjana Keperawatan ( S. Kep ) Tahun : 2011

NIM

ABSTRAK

Toilet Training adalah usaha untuk melatih anak dalam buang air kecil dan buang air besar dapat dilakukan dengan cara memberikan contoh dan menirukannya secara benar. Dampak yang mempengaruhi toilet training pada anak adalah kesiapan fisik anak dan kemampuan anak dalam eliminasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan toilet training terhadap kemampuan anak dalam melakukan eliminasi di Kelurahan Dwikora Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2010. Jenis penelitian deskriptif korelasi. Dengan menggunakan teknik total sampling sebanyak 37 orang ibu yang mempunyai anak batita berpatisipasi dalam penelitian ini. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Juli Tahun 2010. Analisa data menggunakan distribusi frekuensi dan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa toilet training yang dilakukan pada anak sebagian besar masih dalam kategori kurang yaitu 15 orang (40,5%), sebagian besar anak yang mampu melakukan eliminasi sebanyak 22 orang (59,5%). Hasil uji Chi-square diperoleh nilai X2 hitung 7,200 (p = 0,027). Hal ini bermakna ada hubungan yang signifikan antara toilet training dengan kemampuan anak dalam melakukan eliminasi. Untuk itu di sarankan bagi para orangtua yang mempunyai anak batita agar lebih mempersiapkan fisik anak dan memiliki kesabaran dalam memberikan contoh dan dukungan agar anak dapat melakukan toilet training secara mandiri.


(12)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar. Dan toilet training ini dapat berlangsung pada fase kehidupan anak yaitu umur 18 bulan sampai 24 bulan (Hidayat, 2005).

Salah satu masalah kesulitan anak dalam melakukan toilet training adalah ketidakmampuan anak dalam melakukan eliminasi, ketidaksiapan fisik anak dalam mengontrol keinginan untuk berkemih dan defekasi, dan kurangnya perhatian orangtua terhadap tumbuh kembang anak (Hidayat, 2005).

Toilet training adalah latihan berkemih dan defekasi dalam perkembangan anak usia todler pada tahapan usia 1 tahun sampai 3 tahun. Dan toilet training bermanfaat pada anak sebab anak dapat mengetahui dan mengenal bagian-bagian tubuh serta fungsinya (anatomi) tubuhnya. Dalam proses toilet training terjadi pergantian impuls atau rangsangan dan instink anak dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar (Supartini, 2004).

Adapun yang mempengaruhi toilet training pada anak adalah kesiapan fisik anak dan kemampuan anak dalam eliminasi. Tanda-tanda dari kesiapan fisik anak adalah usia telah mencapai 24 bulan sampai 28 bulan, dapat duduk atau jongkok kurang lebih 2 jam, ada gerakan usus yang regular, tahu waktu untuk buang air kecil dan buang besar, tidak betah memakai popok yang basah dan


(13)

kotor, bisa memegang alat kelaminnya sambil minta ke kamar mandi kecil jika ingin buang air, bisa memakai dan melepas celana sendiri, bisa memakai kata pipis atau pup, berhasil membuat popoknya bersih dan kering selama 3 jam sampai 4 jam, memperlihatkan ekspresi fisik misalnya meringis, merah atau jongkok buang air (Administrator, 2009).

Wong, (2000) mengemukakan bahwa biasanya sejalan dengan anak mampu berjalan maka kemampuan sfingter uretra dan sfingter ani sudah mulai berkembang untuk mengontrol rasa ingin berkemih dan defekasi. Oleh karena itu orangtua harus diajarkan bagaimana cara melatih anak untuk mengontrol rasa ingin berkemih, diantaranya dengan menggunakan pot kecil yang bisa diduduki anak, atau langsung ke toilet pada jam tertentu secara regular untuk berkemih. Anak didudukan pada toilet atau pot yang bisa diduduki dengan cara menapakan kaki dengan kuat pada lantai sehinngga dapat membantunya untuk mengejan. Latihan merangsang rasa untuk mengejan ini dapat dilakukan selama 5 sampai 10 menit, dan selama latihan, orangtua harus mengawasi anak (Supartini, 2004).

Usaha untuk melatih anak dalam buang air kecil dan buang air besar dapat dilakukan dengan cara memberikan contoh dan anak menirukannya secara benar, mengobservasi saat memberikan contoh toilet training, memberikan pujian saat anak berhasil dan tidak memarahi saat anak gagal dalam melakukan toilet training (Gupte, 2004).

Dampak toilet training yan paling umum dalam kegagalan toilet training antara lain adalah adanya perlakuan atau aturan yang ketat bagi orangtua kepada anaknya yang dapat mengganggu kepribadian anak atau cenderung bersifat


(14)

retentif di mana cenderung bersikap keras kepala. Hal ini dapat dilakukan oleh orangtua apabila sering memarahi anak pada saat buang air besar atau buang air kecil, atau melarang anak saat berpergian. Bila orangtua santai dalam memberikan aturan dalam toilet training maka akan dapat mengalami kepribadian ekspresif dimana anak lebih tega, cenderung ceroboh, suka membuat masalah, emosional dan sesuka hati dalam melakukan kegiatan sehari-hari ( Hidayat, 2005).

Dari uraian kalimat diatas, maka peneliti tertarik untuk mengangkat topik Hubungan toilet training terhadap kemampuan anak eliminasi.

2. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi bagaimana hubungan toilet training terhadap kemampuan anak dalam melakukan eliminasi di Kelurahan Dwikora Kecamatan Medan Helvetia.

3. Pertanyaan Penelitian

Adapun yang menjadi pertanyaan penelitian adalah bagaimana hubungan toilet training terhadap kemampuan anak dalam melakukan eliminasi di Kelurahan Dwikora Kecamatan Medan Helvetia.

4. Manfaat Penelitian

1) Praktik keperawatan, hasil penelitian ini akan memberikan motivasi pada ibu dalam mengajarkan anaknya melakukan toilet training, sehingga para perawat, khususnya perawat komunitas dan perawat anak mengetahui hubungan toilet training terhadap kemampuan anak dalam melakukan eliminasi.

2) Pendidikan keperawatan, hasil penelitian dapat memberikan motivasi pada ibu untuk mendidik anak dalam melakukan toilet training sehingga anak


(15)

mampu melakukan eliminasi buang air kecil dan buang air besar dengan baik dan benar sesuai dengan usia anak. Sehingga institusi pendidikan keperawatan dapat melibatkan diri dalam pemberian pendidikan pada orangtua bahwa pentingnya toilet training pada anak.

3) Penelitian keperawatan, sebagai data dasar untuk penelitian selanjutnya, khususnya tentang hubungan toilet training terhadap kemampuan anak dalam melakukan eliminasi.


(16)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1Toilet Training

2.2.1 Pengertian Toilet Training

Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besa (Hidayat, 2005). Menurut Supartini (2004), toilet training merupakan aspek penting dalam perkembangan anak usia todler yang harus mendapat perhatian orang tua dalam berkemih dan defekasi. Dan toilet training juga dapat menjadi awal terbentuknya kemandirian anak secara nyata sebab anak sudah bisa untuk melakukan hal-hal yang kecil seperti buang air kecil dan buang air besar (Harunyahya, 2007).

Pada tahapan usia 1 sampai 3 tahun atau usia toddler, kemampuan sfingter uretra untuk mangontrol rasa ingin berkemih dan sfingter ani untuk mengontrol rasa ingin defekasi mulai berkembang (Supartini, 2002). Sedangkan menurut Gupte (2004) sekitar 90 persen bayi mulai mengembangkan kontrol kandung kemihnya dan perutnya pada umur 1 tahun hingga 2,5 tahun. Dan toilet training ini dapat berlangsung pada fase kehidupan anak yaitu umur 18 bulan sampai 24 bulan (Hidayat, 2005).

2.1.2 Cara mengajarkan toilet training pada anak

Latihan buang air besar atau buang air kecil pada anak atau dikenal dengan nama toilet training merupakan suatu hal yang harus dilakukan pada orang tua


(17)

anak, mengingat dengan latihan itu diharapkan anak mempunyai kemampuan sendiri dalam melaksanakan buang air kecil dan buang air besar tanpa merasakan ketakutan atau kecemasan sehingga anak akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia tumbuh kembang anak. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh orang tua dalam melatih anak untuk buang air besar dan kecil, di antaranya:

1) Teknik lisan

Merupakan usaha untuk melatih anak dengan cara memberikan intruksi pada anak dengan kata-kata sebelum atau sesudah buang air kecil dan buang air besar. Cara ini kadang-kadang merupakan hal biasa yang dilakukan pada orang tua akan tetapi apabila kita perhatikan bahwa teknik lisan ini mempunyai nilai yang cukup besar dalam memberikan rangsangan untuk buang air kecil atau buang air besar dimana lisan ini persiapan psikologis pada anak akan semakin matang dan akhirnya anak mampu dengan baik dalam melaksanakan buang air kecil dan buang air besar.

2) Teknik modelling

Merupakan usaha untuk melatih anak dalam melakukan buang air besar dengan cara meniru untuk buang air besar atau mamberikan contoh. Cara ini juga dapat dilakukan dengan memberikan contoh-contoh buang air kecil dan buang air besar atau membiasakan buang air kecil dan buang air besar secara benar. Dampak yang jelek pada cara ini adalah apabila contoh yang diberikan salah sehingga akan dapat diperlihatkan pada anak akhirnya anak juga mempunyai kebiasaan salah. Selain cara tersebut di atas terdapat beberapa hal yang dapat


(18)

dilakukan seperti melakukan observasi waktu pada saat anak merasakan buang air kecil dan buang air besar, tempatkan anak di atas pispot atau ajak ke kamar mandi, berikan pispot dalam posisi aman dan nyaman, ingatkan pada anak bila akan melakukan buang air kecil dan buang air besar, dudukkan anak di atas pispot atau orang tua duduk atau jongkok di hadapannya sambil mengajak bicara atau bercerita, berikan pujian jika anak berhasil jangan disalahkan dan dimarahi, biasakan akan pergi ke toilet pada jam-jam tertentu dan beri anak celana yang mudah dilepas dan dikembalikan (hidayat, 2005).

2.1.3 Latihan mengontrol berkemih dan defekasi pada anak

Orang tua harus diajarkan bagaimana cara melatih anak untuk mengontrol

rasa ingin berkemih, di antaranya pot kecil yang bisa diduduki anak apabila ada, atau langsung ke toilet, pada jam tertentu secara regular. Misalnya, setiap dua jam anak dibawa ke toilet untuk berkemih. Anak didudukkan pada toilet atau pot yang bisa diduduki dengan cara menapakkan kaki dengan kuat pada lantai sehingga dapat membantunya untuk mengejan. Latihan untuk merangsang rasa untuk mengejan ini dapat dilakukan selam 5 sampai 10 menit. Selama latihan, orang tua harus mengawasi anak dan kenakan pakaian anak yang mudah untuk dibuka (Supartini, 2002).

1) Kesiapan fisik

2.1.4 Faktor-faktor yang mendukung toilet training pada anak

a. Usia telah mencapai 18-24 bulan. b. Dapat jongkok kurang dari 2 jam


(19)

d. Mempunyai kemampuan motorik halus seperti membuka celana dan pakaian

2) Kesiapan mental

a. Mengenal rasa ingin berkemih dan defekasi

b. Komunikasi secara verbal dan nonverbal jika merasa ingin berkemih c. Keterampilan kognitif untuk mengikuti perintah dan meniru perilaku

orang lain 3) Kesiapan psikologis

a. Dapat jongko k dan berdiri ditoilet selama 5-10 menit tanpa berdiri dulu b. Mempunyai rasa ingin tahu dan rasa penasaran terhadap kebiasaan

orang dewasa dalam buang air keci, dan buang air besar

c. Merasa tidak betah dengan kondisi basah dan adanya benda padat dicelana dan ingin segera diganti segera

4) Kesiapan orangtua

a. Mengenal tingkat kesiapan anak dalam berkemih dan defekasi

b. Ada keinginan untuk meluangkan waktu untuk latihan berkemih dan defekasi pada anak

c. Tidak mengalami konflik tertentu atau stres keluarga yang berarti (Perceraian)

1. Hindari pemakain popok sekali pakai.

2.1.5 Hal-hal yang perlu diperhatikan selama Toilet Training

2. Ajari anak mengucapkan kata-kata yang berhubungan dengan buang air kecil dan buang air besar dengan benar.


(20)

3. Motivasi anak untuk melakukan rutinitas ke kamar mandi seperti cuci tangan dan kaki sebelum tidur dan cuci muka disaat bangun tidur.

4. Jangan memarahi anak saat anak dalam melakukan toilet training.

1. Tidak mengompol dalam waktu beberapa jam sehari minimal 3-4 jam

2.1.6 Tanda anak siap untuk melakukan toilet training

2. Anak berhasil bangun tidur tanpa mengompol

3. Anak mengetahui saat merasa ingin BAK dan BAB dengan menggunakan kata-kata pup

4. Sudah mampu member tahu bila celana atau popok sekali pakainya sugah basah dan kotor

5. Bila ingin BAK dan BAB anak memberi tahu dengan cara memegang alat kelamin atau minta ke kamar mandi

6. Bias memakai dan melepas celana sendiri

7. Memperlihatkan ekspresi fisik misalnya wajah meringis, merah atau jongkok saat merasa BAB dan BAK

8. Tertarik dengan kebiasaan masuk ke kamar mandi seperti kebiasaan orang sekitarnya

9. Minta diajari menggunakan toilet

10. Mampu jongkok lima sampai sepuluh menit tanpa berdiri dulu

2.1.7 Pengkajian masalah toilet training

Pengkajian kebutuhan terhadap toilet training merupakan sesuatu yang harus diperhatikan sebelum anak melakukan buang air kecil dan buang air besar, mengingat anak yang melakukan buang air besar atau buang air kecil akan


(21)

meengalami proses keberhasilan dan kegagalan, selama buang air kecil dan buang air besar. Proses tersebut akan dialami oleh setiap anak, untuk mencegah terjadinya kegagalan maka dilakukan sesuatu pengkajian sebelum melakukan toilet training yang meliputi pengkajian fisik, pengkajian psikologis, dan pengkajian inteletual.

1) Pengkajian Fisik

Pengkajian fisik yang harus diperhatikan pada anak yang akan melakukan buang air kecil dan buang air besar dapat meliputi kemampuan motorik kasar seperti berjalan, duduk, meloncat dan kemampuan motorik halus seperti mampu melepas celana sendiri. Kemampuan motorik ini harus mandapat perhatian karena kemampuan untuk buang air besar ini lancar dan tidaknya dapat dilihat dari kesiapan fisik sehingga ketika anak berkeinginan untuk buang air kecil dan buang air besar sudah mampu dan siap untu melakukannya. Selain itu, yang harus dikaji adalah pola buang air besar yang sudah teratur, sudah tidak mengompol setelah tidur.

2) Pengkajian Psikologis

Pengkajian psikologis yang dapat dilakukan adalah gambaran psikologis pada anak ketika akan melakukan buang air kecil dan buang air besar seperti anak tidak rewel ketika akan buang air besar, anak tidak menangis sewaktu buang air besar atau buang air kecil, ekspresi wajah menunjukan kegembiraan dan ingin melakukan secara sendiri, anak sabar dan sudah mau ke toilet selama 5 sampai 10 menit tanpa rewel atau meninggalkannya, adanya keinginantahuan kebiasaan


(22)

toilet training pada orang dewasa atau saudaranya, adanya ekspresi untuk menyenangkan pada orangtuanya.

3) Pengkajian Intelektual

Pengkajian intelektual pada latihan buang air kecil dan buang air besar antara lain kemampuan anak untuk mengertibuang air kecil dan buang air besar, kemampuan mengkomunikasikan buang nair kecil dan buang air besar, anak menyadari timbulnya buang air kecil dan buang air besar, mempunyai kemampuan kognitif untuk meniru prilaku yang tepat seperti buang air kecil dan buang air besar pada tempatnya serta etika dalam buang air kecil dan buang air besar. Dalam melakukan pengkajian kebutuhan buang air kecil dan buang air besar, terdapat beberapa hal-hal yang perlu diperhatikan selama toilet training, diantaranya: hindari pemakain popok sekali pakai dimana anak akan merasa aman, ajari anak mengucapkan kata-kata yang khas yang berhubungan dengan buang air besar, mendorong anak melakukan rutinitas ke kamar mandi seperti cuci muka saat bangun tidur, cuci muka, cuci kaki, dan lain-lain.

2.2 Eliminasi

2.2.1 Eliminasi Urine

Miksi (berkemih) adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu : Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua. Timbul refleks saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan


(23)

kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih. Meskipun refleks miksi adalah refleks autonomik medula spinalis, refleks ini bisa juga dihambat atau ditimbulkan oleh pusat korteks serebri atau batang otak.

Refleks Berkemih, ketika kandung kemih hanya terisi sebagian, kontraksi berkemih ini biasanya secara spontan berelaksasi setelah beberapa detik, otot detrusor berhenti berkontraksi, dan tekanan turun kembali ke garis basal. Karena kandung kemih terus terisi, refleks berkemih menjadi bertambah sering dan menyebabkan kontraksi otot detrusor lebih kuat.

Sekali refleks berkemih mulai timbul, refleks ini akan menghilang sendiri. Artinya, kontraksi awal kandung kemih selanjutnya akan mengaktifkan reseptor regang untuk menyebabkan peningkatan selanjutnya pada impuls sensorik ke kandung kemih dan uretra posterior, yang menimbulkan peningkatan refleks kontraksi kandung kemih lebih lanjut, jadi siklus ini berulang dan berulang lagi sampai kandung kemih mencapai kontraksi yang kuat. Kemudian, setelah beberapa detik sampai lebih dari semenit, refleks yang menghilang sendiri ini mulai melemah dan siklus regeneratif dari refleks miksi ini berhenti, menyebabkan kandung kemih berelaksasi.

Jadi refleks berkemih adalah suatu siklus tunggal lengkap dari : Peningkatan tekanan yang cepat dan progresif, Periode tekanan dipertahankan dan Kembalinya tekanan ke tonus basal kandung kemih. Sekali refleks berkemih terjadi tetapi tidak berhasil mengosongkan kandung kemih, elemen saraf dari


(24)

refleks ini biasanya tetap dalam keadaan terinhibisi selama beberapa menit sampai satu jam atau lebih sebelum refleks berkemih lainnya terjadi. Karena kandung kemih menjadi semakin terisi, refleks berkemih menjadi semakin sering dan semakin kuat. Sekali refleks erkemih menjadi cukup kuat, hal ini juga menimbulkan refleks lain, yang berjalan melalui nervus pudendal ke sfingter eksternus untuk menghambatnya. Jika inhibisi ini lebih kuat dalam otak daripada sinyal konstriktor volunter ke sfingter eksterna, berkemih pun akan terjadi. Jika tidak, berkemih tidak akan terjadi sampai kandung kemih terisi lagi dan refleks berkemih menjadi makin kuat.Pada umumnya anak kecil masih tidak mampu mengontrol sfingter eksternal. Enuresis Sering terjadi pada anak-anak, Umumnya terjadi pada malam hari, nocturnal enuresis dapat terjadi satu kali atau lebih dalam semalam. Penyebab enuresis

Kesulitan mengontrol kandung kemih

Kebanyakan anak-anak belajar untuk tidak mengompol di siang hari pada umur dua tahun dan umur tiga tahun, mereka juga tidak mengompol pada malam hari. Beberapa anak sengaja menanyakan toiletnya setiap beberapa menit sekali; anak yang lainnya akan mengompol setelah beranjak dari toiletnya. Beberapa kelompok anak sengaja buang air kecil untuk beberapa lama. Untuk semua hal ini mungkin lebih baik untuk mencari penyebab masalah prilaku ini. Perlu untuk orang tua melakukan sesuatu yang khusus untuk mengoreksi hal ini. Anda akan memperlakukan semuanya dengan hanya mengabaikannya. Tetapi jangan lupa mencari nasehat medis jika dicurigai ada penyakit. Jika anak mulai buang air terus-menerus, pastikan bahwa anak tidak memmiliki infeksi saluran kemih.


(25)

Kadangkala, anak anda mungkin mengucurkan air kencingnya teus-menerus setiap menit. Dokter akan mencari tahu kemungkinan anak ini mengalami malformasi yang biasanya diperbaiki dengan pembedahan. Frekuensi kencing yang tinggi berhubungan dengan rasa haus dan rasa lapar mungkin disebabkan diabetes mellitus. Dan orang tu dianjurkan untuk membawa anak ke dokter.

2.2.2 Eliminasi Fekal

Eliminasi produk sisa pencernaan yang teratur merupakan aspek penting untuk fungsi normal tubuh. Perubahan eliminasi dapat menyebabkan masalah pada sistem gastrointestinal dan sistem tubuh lainnya. Pengeluaran feses yang sering, dalam jumlah besar dan karakteristiknya normal biasanya berbanding lurus dengan rendahnya insiden kanker kolorektal (Robinson, 1989). Defekasi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolisme berupa feses dan flatus yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus. Refleks dalam proses defekasi, refleks defekasi intrinsik: berawal dari feses yang masuk rektum sehingga terjadi distensi rektum, yang kemudian menyebabkan rangsangan pada fleksus mesenterika dan terjadilah gerakan perilstaltik. Feses di anus, secara sistematis spingter interna relaksasi maka terjadilah defekasi. Refleks defekasi parasimpatis: feses yang masuk ke rektum akan merangsang saraf rektum yang kemudian diteruskan ke spinal cord, dan dari spinal cord kemudian dikembalikan ke kolon desenden, sigmoid dan rektum yang menyebabkan intensifnya peristaltik, relaksasi spinter internal, maka terjadilah defekasi.


(26)

diafragma, dan kontraksi otot elevator. Defekasi dipermudah oleh fleksi otot femur dan posisi jongkok. Feses normal berwarna coklat karena pengaruh sterkobilin, mobilin, dan aktivitas bakteri. Bau khas karena pengaruh dari mikroorganisme. Konsistensi lembek namun berbentuk. Faktor Faktor yang mempengaruhi proses defekasi: usia, diet, intake cairan, aktivitas, fisiologis, pengobatan, gaya hidup, prosedur diagnostik, penyakit, anestesi dan pembedahan, nyeri, kerusakan sensorik dan motorik. Pada usia bayi lambung kecil, enzim pencernaan sedikit. Makanan melewati saluran pencernaan dengan cepat karena gerakan perilstaltik berlangsung dengan cepat, kontrol defekasi belum berkembang (neuromuskuler belum berkembang). Pada usia lanjut gigi mulai berkurang, jumlah enzim dalam saliva dan volume asam lambung menurun, ketidakmampuan mencerna, kontrol defekasi menurun. Makanan berserat akan mempercepat produksi feses, banyaknya makanan yang masuk ke dalam tubuh juga mempengaruhi proses defekasi. Tonus otot abdomen, pelvis dan diafragma akan sangat membantu proses defekasi. Gerakan peristaltik akan memudahkan bahan feses bergerak sepanjang kolon. Individu yang mengalami kecemasan, ketakutan atau marah.

Kesulitan mengontrol buang air besar

Selama masa latihan buang air besar, perhatikan bahwa anak tidak mengalami kostipasi. Feses yang keras khususnya satu feses besar dengan diameter yang besar bisa menyebabkan sakit. Terkadang kejadian seperti ini bisa mengakibatkan robekan pada anus, yang biasa disebut retak anus yang cukup menyakitkan dan butuh waktu lama untuk menyembuhkannya. Anak mengalami


(27)

konstipasi kadang menahan buang air besar yang menyebabkan merasa lebih sakit. Ternyata hasilnya masih merupakan feses yang lebih keras. Siklus yang buruk sedang terjadi. Konsultasikan dengan dokter. Tugas anda adalah memastikan anan anda mendapat cukup minuman dan makanan yang dapat menyebabkan feses keras. Hindari menggunakan obat pencuci perut atau obat pencahar.

Jika anak yang sudah dilatih menjadi tidak teratur buang air besarnya, konsultasikan dengan dokter. Mungkin anak ini sudah mengalami infeksi, misalnya diare. Akan munculnya gigi, marah, perubahan keadaan sekitar, dan kecemburuan adalah faktor-faktor lain yang bisa menyebabkan kemunduran pada seorang anak yang sudah belajar. Jangan memarahi atau mengejeknya. Sebaliknya, dorong dia secara ramah untuk mengatasi kesulitan dan kembali ke kondisi normal seperti yang sudah diberikan dalam latihan.

2.3Anak usia todler

Todler adalah anak antara rentang usia 12 sampai 36 bulan. Toddler tersebut ditandai dengan peningkatan kemandirian yang diperkuat dengan kemampuan mobilitas fisik dan kognitif lebih besar (Harunyahya, 2007). Dan menurut Suryani (2002) toddler adalah anak yang berusia dibawah lima tahun dalam masa tumbuh kembang dengan kebutuhan fisik, psikologis, dan spiritual yang pesat.

Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran berat (gram, kilogram), ukuran panjang(centimeter, meter), umur


(28)

tulang dan keseimbagan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh) (Soetjiningsih, 2002).

Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil proses pematangan dimana adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya (Soetjiningsih, 2002).

2.3.1 Tahap tumbuh kembang pada todler

1) Dari 18 sampai 24 bulan

Tahap perkembangan balita dari 18 sampai 24 bulan yaitu:

Fisik: anoreksia fisiologis penurunan kebutuhan pertumbuhan, fontanel anterior tertutup secara fisiologis mampu mengendalikan sfingter, linkar kepala 49 cm sampai 50 cm, lingkar dada lebih besar dari lingkar kepala, peningkatan berat badan 1,8 kg sampai 2,7 kg, peningkatan tinggi badan biasanya 10 cm sampai 12,5 cm, tinggi badan dewasa dua kali tinggi pada usia 2 tahun, gigi geligi utama 16 gigi, dan telah siap untuk mulai kontrol usus dan kandung kemih di siang hari.

Motorik Kasar: berjalan naik tangga dengan satu tangan berpegangan,

menarik dan mendorong mainan, melompat di tempat dengan kedua kaki, melempar bola dari satu tangan ke tangan lain tanpa jauh, naik dan turun tangga sendiri dengan dua kaki pada setiap langkah, berlari dengan seimbang, dengan langkah lebar, menangkap objek tanpa jatuh, menendang bola tanpa gangguan keseimbangan.


(29)

Motorik halus: membangun menara tiga sampai empat kotak, membalik

halaman dalam buku, dua atau tiga lembar, dalam menggambar membuat tekanan sesuai tiruan, mengatur sendok tanpa memutar, menyusun dua atau leih kotak menyerupai kereta, dalam menggambar meniru tekanan vertical dan melingkar, menekan bel pintu.

Vokalisasi: mengatakan sepuluh kata atau lebih, menunjukkan objek umum,

seperti sepatu atau bola, dan dua atau tiga bagian tubuh, mempunyai pembendaharaan kata kira-kira 30 kata, menggunakan dua sampai tiga kata untuk kalimat, menggunakan kata ganti saya, aku, dan kamu, memahami perintah langsung, mengungkapkan kebutuhan untuk toiletin, makan atau minum, bicara dengan tidak terputus-putus.

Sosialisasi: mengatur sendok dengan baik, melepaskan sarung tangan, kaus

kaki, dan sepatu serta resleting, mulai sadar kepemilikan, mendorong orang untuk menunjukkan sesuatu pada mereka, peningkatan kemandirian dari ibu, berpakaian sendiri dengan pakaian sendiri.

2) Dari 2 sampai 3 tahun

Motorik Kasar: melompat dengan kedua kaki, melompat dari kursi atau melangkah, berdiri sebentar pada langkah pada ujung ibu jari kaki, melempar bola dari atas dengan tangan.

Motorik Halus: membangun menara delapan kotak, menambahkan

lubang asap pada kereta dari kotak, koordinasi jari baik, memegang krayon dengan jari bukan menggenggamnya, menggerakan jari secara mandiri, mengenali 4 gambardengan namanya, menggambarkan penggunaan dua benda, menyalin


(30)

gambar lingkaran, mengenal empat warna, berpakaian tanpa bantuan, menyiapkan semangkuk sereal, manggambarkan penggunaan dua benda, mengenakan kaos oblong.

Vokalisasi: memberikan nama pertama dan nama akhir, menggunakan

kata jamak, menyebutkan satu warna, mengenal seorang teman dengan sebuah nama, melakukan percakapan dengan dua atau tiga kalimat, menggunakan kata depan, meggunakan dua kata sifat.

Sosialisasi: dipisahkan dari ibu dengan lebih mudah, dalam bermain,

membantu menyingkirkan sesuatu, dapat membawa barang pecah belah, mendorong dengan kendali yang baik, mulai mengakui perbedaan jenis kelamin sendiri, dapat memenuhi kebutuhan ke toilet tanpa bantuan kecuali membersihkan daerah anal nya, dan dapat mencuci dan mengeringkan tangan nya sendiri.


(31)

BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka konsep

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai kerangka konsep dan definisi operasional yang digunakan dalam penelitian. Area penelitian ini adalah toilet training terhadap kemampuan anak dalam melakukan eliminasi. Secara skematis kerangka konsep penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:

Keterangan

: Variabel yang diteliti

Skema 1. Kerangka konsep penelitian toilet training terhadap kemampuan anak dalam melakukan eliminasi.

Toilet training

Kemampuan eliminasi: - BAK

- BAB

• Baik • Cukup • kurang

• Mampu • Tidak mampu


(32)

3.2Defenisi operasional variabel penelitian Tabel 1: defenisi operasional

Variabel

Defenisi operasional

Alat ukur

Hasil Ukur Skala

Varibel independen: Toilet training Variabel dependen: Kemampuan Eliminasi.

Suatu cara orangtua dalam mengajarkan bagaimana anak menggunakan toilet dalam melakukan eliminasi BAK dan BAB dengan baik dan benar, pada anak usia todler.

Kemampuan anak batita untuk BAK dan BAB pada tempatnya.

Kuesioner sebanyak 9 pertanyaan dengan skala likert Kuisioner sebanyak 9 pertanyaan dengan skala gutman.

Baik (skor 19-27), Cukup (skor 10-18), dan Kurang (skor 0-9).

Untuk jawaban ya diberi skor 1dan jawaban tidak diberi skor 0. Nilai terendah yang mungkin dicapai 0 dan nilai tertinggi adalah 9.

Ordinal


(33)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain yang digunakan adalah Deskriptif Korelasi. Desain ini digunakan untuk mengetahui bagaimana hubungan toilet training dengan kemampuan anak dalam melakukan eliminasi di Kelurahan Dwikora Kecamatan Medan Helvetia.

4.2 Populasi Dan Sampel Penelitian

4.2.1 Populasi

Populasi dalam penelitan ini adalah para ibu yang memiliki anak batita yang berusia satu sampai tiga tahun yang terdaftar di Kelurahan Dwikora Kecamatan Medan Helvetia. Jumlah populasi anak yang batita adalah 37 anak.

4.2.2 Sampel

Sample pada penelitian ini adalah para ibu yang yang memiliki anak batita yang berusia satu sampai tiga tahun yang terdaftar di Kelurahan Dwikora Kecamatan Medan Helvetia, yang jumlahnya 37 anak.

Kriteria inklusi sampel adalah anak yang berumur 1 sampai 3 tahun, dan ibu yang mengajarkan anak batitanya untuk toilet training, dan anak batita yang tidak menggunakan popok. Dalam penelitian peneliti menggunakan total sampling.

4.3 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Dwikora Kecamatan Medan Helvetia, dengan jumlah anak batita adalah 37 anak. Lokasi ini dipilih dengan alasan bahwa di Kelurahan Dwikora Kecamatan Medan Helvetia masih ditemukan


(34)

nya anak yang berusia todler di daerah tersebut gagal dalam melakukan toilet training karena kurangnya perhatian orangtua yang sibuk berkerja terhadap kemampuan anaknya dalam melakukan eliminasi, sehingga anak terlambat usia dalam belajar toilet training. Waktu pengambilan data penelitian dilakukan pada Juni sampai Juli 2010.

4.4 Pertimbangan Etik

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mendapat persetujuan dari Fakultas Keperawatan USU dan meminta izin dari Koordinator Kelurahan Dwikora Kecamatan Medan Helvetia untuk mendapatkan persetujuan dalam melakukan pengumpulan data dengan menyebarkan kuesioner, kemudian kuesioner dibagikan kepada responden dengan mempertimbangkan pada masalah etik yang meliputi lembar persetujuan penelitian diberikan kapada responden. Hal ini bertujuan agar responden mengetahui manfaat dan tujuan penelitian yang diteliti selama pengumpulan data. Setelah setuju responden dipersilahkan menandatangani lembar persetujuan, apabila tidak setuju maka peneliti tidak boleh memaksa responden dan tetap menghormati hak-haknya. Untuk menjaga karahasiaan identitas responden (confidentiality) maka peneliti tidak mencantumkan nama responden pada kuesioner penelitian (anomity) dan hanya menuliskan nomor kode tertentu serta kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh peneliti.

4.5 Instrumen Penelitian

4.5.1 Instrumen


(35)

pengumpul data berupa kuesioner yang dibuat sendiri oleh peneliti dengan berpedoman pada konsep.

Instrumen penelitian terdiri dari 1) kuesioner data demografi yang meliputi kode, umur anak, umur ibu, agama, suku, tingkat pendidikan ibu, pekerjaan orang tua, penghasilan orangtua, dan jumlah balita. 2) Kuesioner toilet training, dan 3) Kuesioner kemampuan anak batita melakukan eliminasi. Kuesioner ini terdiri dari 9 pertanyaan yang berisi tentang kemampuan anak dalam melakukan eliminasi, pengukuran ini menggunakan pilihan ya atau tidak. Untuk jawaban ya diberi skor 1 dan jawaban tidak diberi skor 0. Nilai terendah yang mungkin dicapai 0 dan nilai tertinggi adalah 9.

Berdasarkan rumus statistika: P= rentang g menurut Sudjana (1992) banyak kelas

Dimana P merupakan panjang kelas dengan rentang nilai tertinggi dikurangi nilai terendah. Bagian instrumen ketiga berisi pertanyaan untuk melihat bagaimanakah orang tua mengajarkan anak dalam melakukan toilet training. Kuesioner yang ke dua terdiri dari 9 pertanyaan yang berisi tentang ibu yang mengajari batitanya untuk melakukan toilet training, pengukuran kuesioner ini menggunakan skala likert yang terdiri 4 bentuk pilihan jawaban yaitu: TP (tidak pernah), KK (kadang-kadang dilakukan), SR (sering dilakukan), dan SL (selalu dilakukan). Cara pemberian skor adalah nilai 0 untuk TP, nilai 1 untuk KK, nilai 2 untuk SR, dan nilai 3 untuk SL. Kisaran nilai antara 0 dan nilai tertinggi 27. Berdasarkan rumus Sudjana (1992) rentang kelas sebesar 27 dibagi menjadi 3 kelas untuk ajaran yang baik, cukup, dan kurang. Sehingga diperoleh panjang kelas sebesar P= 9 dan nilai


(36)

terendah 0 sebagai batas bawah kelas pertama. Cara mengajar orang tua terhadap toilet training pada anaknya akan diklasifikasikan kedalam tiga kategori yakni: Baik (skor 19-27), Cukup (skor 10-18), dan Kurang (skor 0-9).

4.5.2 Uji Validitas dan Reliabilitas • Uji Validitas

Uji Validitas dilakukan oleh staff dari Departemen Keperawatan Anak dan Maternitas. Peneliti diarahkan untuk memperbaiki instrumen penelitian sesuai dengan tinjauan pustaka agar nilai valid dari instrumen penelitian, dan menggunakn uji validitas isi.

• Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas instruyen toilet training dengan kemampuan anak batita melakukan eliminasi dilakukan sebelum penelitian terhadap 10 orang responden yaitu Ibu yang memiliki anak batita di Kelurahan Dwikora Kecamatan Medan Helvetia. Uji reliabilitas ini dilakukan dengan menggunakan formula Cronbach Alpha dalam sistem komput erisasi dengan hasil uji reliabililitas toilet training diri 0.891 dan kemampuan eliminasi 0.891. Oleh sebab itu, instrumen dikatakan reliabel karena dengan uji formula Cronbach Alpha harus > 0,7.Hal ini dapat diterima sesuai dengan pendapat Polit & Hungler (1999).

4.6 Pengumpulan Data

Prosedur yang dilakukan oleh peneliti dalam pengumpulan data, yaitu peneliti meminta permohonan ijin kepada Koordinator Kelurahan Dwikora Kecamatan Medan Helvetia. Setelah mendapatkan ijin, peneliti melaksanakan pengumpulan data dengan melakukan penyebaran kuesioner melalui pendekatan


(37)

kepada responden, memperkenalkan diri dan menjelaskan tentang tujuan penelitian yang dilakukan serta cara pengisian kuesioner dan waktu yang diperlukan. Peneliti menanyakan apakah calon responden bersedia. Para calon responden yang bersedia, diminta untuk menandatangani surat persetujuan. Responden dipersilahkan untuk menjawab semua pertanyaan yang ditujukan peneliti dalam kuesioner dan diberikan waktu kepada responden untuk mengisi kuesioner tersebut.

4.7 Teknik Analisa Data

Analisa data dilakukan setelah semua data terkumpul melalui beberapa tahap dimulai dengan editing untuk memeriksa kelengkapan identitas dan data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi, kemudian data yang sesuai diberi kode (koding) untuk memudahkan peneliti dalam melakukan tabulasi dan analisa data yang dikumpulkan. Selanjutnya memasukkan (entry) data ke dalam komputer dan dilakukan pengolahan data dengan menggunakan teknik program komputerisasi yakni program SPSS.

Metode statistik untuk analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Statistik univariat

Statistik univariat adalah prosedur untuk menganalisa data dari satu variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan hasil penelitian (Polit & Hungler, 1999). Pada penelitian ini, analisa data dengan metode statistik univariat digunakan untuk menganalisa variabel independen dan dependent. Data tentang variabel dependent dan independent akan ditampilkan dalam tabel distribusi


(38)

frekuensi.

• Statistik bivariat

Statistik bivariat adalah suatu prosedur untuk menganalisis hubungan antara variabel. Untuk melihat eratnya hubungan antara variabel independen dan dependen digunakan uji sttistik ”chi square test” (X2), karena variabel independan berskala nominal dan variabel berskala ordinal. Intrepretasi hasil uji korelasi dilakukan dengan analisa silang dengan menggunakan tabel silang yang dikenal dengan baris kali kolom dengan derajat kebebasan (df) yang sesuai dan tingkat kemaknaan (α) 0,05 (5%).


(39)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul “Hubungan Toilet Training Dengan Kemampuan Anak Dalam Melakukan Eliminasi Di Kelurahan Dwikora Kecamatan Medan Helvetia Medan Tahun 2010” sebanyak 37 responden dan didapat hasil distribusi responden berdasarkan umur ibu, umur anak, penghasilan, pekerjaan dan jumlah balita yang diuraikan sebagai berikut :

5.1.1. Karakteristik Responden

Tabel 5.1. Distribusi Karakteristik Ibu Di Kelurahan Dwikora Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2010

Karakteristik Responden Jumlah Persentase Usia

< 25 tahun 20 54,1

25 – 35 tahun 10 27,0

> 35 tahun 7 18,9

Umur Anak

< 2 tahun 19 51,4

> 3 tahun 18 48,6

Penghasilan

< 500 ribu

500 ribu – 1 juta 12 32,4

1 juta – 1,5 juta 18 48,6

> 1,5 juta 7 19,0

Pekerjaan

IRT 19 51,3

PNS 11 29,8

Swasta 7 18,9

Jumlah Balita

1 orang 8 21,6

2 orang 18 48,7


(40)

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa 20 responden (54,1%) berusia < 25 tahun. Mempunyai anak di bawah 2 tahun sebanyak 19 responden (51,4%). Sebanyak 18 responden (48,6%) mempunyai penghasilan antara 500 ribu sampai 1 juta. Pekejaan responden sebagian besar ibu rumah tangga sebanyak 19 orang (51,3%). Umur anak mayoritas sebagian besar sebanyak 19 responden (51,3%), dan mayoritas 2 orang balita sebanyak 18 orang (48,7%).

5.1.2. Toilet Training Pada Anak

Toilet training yang dilakukan pada anak dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Toilet Training Pada Anak Di Kelurahan Dwikora Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2010

No. Toilet Training Jumlah Persentase

1. Kurang 15 40,5

2. Cukup 12 32,4

3. Baik 10 27,0

Jumlah 37 100

Berdasarkan tabel diatas pemberian toilet training pada anak dalam kategori kurang sebanyak 15 orang responden (40,5%). Hanya 10 responden (27,0%) yang memberikan toilet pada anak dalam kategori baik.

5.1.3. Kemampuan Anak Dalam Melakukan Eliminasi

Kemampuan anak dalam melakukan eliminasi dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Kemampuan Anak Dalam Melakukan Eliminasi Di Kelurahan Dwikora Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2010

No. Kemampuan Anak Jumlah Persentase

1. Tidak Mampu 15 40,5


(41)

Jumlah 37 100

Berdasarkan tabel 5.4. diatas diketahui bahwa mayoritas anak yang mampu melakukan eliminasi sebanyak 22 orang (59,5%) dan minoritas yang tidak mampu melakukan eliminasi sebanyak 15 orang (40,5%). Penjelasan tabel diatas dapat dilihat pada grafik berikut ini :

5.1.4. Hubungan Toilet Training Dengan Kemampuan Anak Dalam Melakukan Eliminasi

Hubungan toilet training dengan kemampuan anak dalam melakukan eliminasi adalah sebagai berikut :

Tabel 5.6. Hubungan Toilet Training Dengan Kemampuan Anak Dalam Melakukan Eliminasi Di Kelurahan Dwikora Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2010

Toilet Training

Kemampuan Anak Dalam

Melakukan Eliminasi Jumlah

X2 P

value hit

Tidak Mampu Mampu

n % n % n %

Kurang 10 66,7 5 33,3 15 100,0

7,200 0,027

Cukup 3 25,0 9 75,0 12 100,0

Baik 2 20,0 8 80,0 10 100,0

Jumlah 15 40,5 22 59,5 37 100,0

Berdasarkan tabel 5.6 dari 15 orang anak responden yang masih kurang dalam melakukan toilet training, mayoritas anak yang tidak mampu melakukan eliminasi sebanyak 10 orang (66,7%) dan minoritas anak mampu melakukan eliminasi sebanyak 5 orang (33,3%). Dari 10 orang anak responden yang sudah baik melakukan toilet training, mayoritas anak mampu melakukan eliminasi sebanyak 8 orang (80,0%) dan minoritas anak yang tidak mampu melakukan eliminasi sebanyak 2 orang (20,0%).


(42)

Berdasarkan hasil uji Chi-square menyatakan Ho ditolak jika probabilitas < 0,05. Hasil analisa dengan uji Chi-square diperoleh X2 hitung 7,200 dan nilai probabilitas (p = 0,027 < 0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara toilet training dengan kemampuan anak dalam melakukan eliminasi.

5.2. Pembahasan

5.2.1. Toilet Training Pada Anak

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh toilet training yang dilakukan pada anak mayoritas masih dalam kategori kurang yaitu 15 orang (40,5%) dan minoritas dalam kategori baik yaitu 10 orang (27,0%). Hal ini disebabkan karena orang tua tidak pernah melatih anak untuk merangsang rasa mengejan dalam waktu 5 sampai 10 menit. Orangtua jarang menggunakan pot kecil untuk melatih anak pada saat ke toilet. Selain itu orangtua jarang mengajarkan anak untuk mengatakan mengucapkan kata-kata yang berhubungan dengan BAK dan BAB, sehingga anak menjadi tidak terbiasa. Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar. Dan toilet training ini dapat berlangsung pada fase kehidupan anak yaitu umur 18 bulan sampai 24 bulan (Hidayat, 2005).

Untuk itu para orangtua hendaknya turut dalam proses belajar anak pada saat di toilet sehingga anak menjadi terbiasa untuk melakukan BAK dan BAB. Hal ini sesuai dengan pendapat Gupte (2004) bahwa usaha untuk melatih anak dalam buang air kecil dan buang air besar dapat dilakukan dengan cara


(43)

memberikan contoh dan anak menirukannya secara benar, mengobservasi saat memberikan contoh toilet training, memberikan pujian saat anak berhasil dan tidak memarahi saat anak gagal dalam melakukan toilet training. Hasil studi ini di dukung oleh pendapat Yahya (2007) bahwa toilet training juga dapat menjadi awal terbentuknya kemandirian anak secara nyata sebab anak sudah bisa untuk melakukan hal-hal yang kecil seperti buang air kecil dan buang air besar.

Diperlukan proses pembelajaran pada anak agar bisa belajar pada saat ada respon untuk BAK dan BAB. Orangtua juga harus memberikan contoh dan pengawasan agar anak bisa mengontrol dirinya pada saat proses eliminasi terjadi. Hal ini sejalan dengan pendapat Wong (2000) yang mengemukakan bahwa biasanya sejalan dengan anak mampu berjalan maka kemampuan sfingter uretra dan sfingter ani sudah mulai berkembang untuk mengontrol rasa ingin berkemih dan defekasi. Oleh karena itu orangtua harus diajarkan bagaimana cara melatih anak untuk mengontrol rasa ingin berkemih, diantaranya dengan menggunakan pot kecil yang bisa diduduki anak, atau langsung ke toilet pada jam tertentu secara regular untuk berkemih (Supartini, 2004).

5.2.2. Kemampuan Anak Dalam Melakukan Eliminasi

Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar anak mampu melakukan eliminasi sebanyak 22 orang (59,5%). Anak mampu melakukan eliminasi karena anak sudah dilatih sebelumnya oleh orangtua. Sebab pada awalnya anak terlihat sulit untuk melakukan eliminasi secara mandiri, tetapi karena pembelajaran dan perhatian yang diberikan oleh orangtua secara terus menerus, selain itu orang tua memberikan pujian pada saat anak mampu melakukannya dengan baik. Hal itu


(44)

membuat anak menjadi mampu dan lebih mandiri saat melakukan eliminasi. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Gupte (2004) bahwa usaha untuk melatih anak dalam buang air kecil dan buang air besar dapat dilakukan dengan cara memberikan contoh dan anak menirukannya secara benar, mengobservasi saat memberikan contoh toilet training, memberikan pujian saat anak berhasil dan tidak memarahi saat anak gagal dalam melakukan toilet training.

Kemampuan anak melakukan eliminasi pada anak dibutuhkan kesabaran dari seorang ibu, agar anak bisa belajar untuk terbiasa melakukannya. Karena kurangnya kesabaran dan perhatian dari orangtua. Maka anak akan merasa takut dan tidak lagi mau melakukannya, selain itu faktor-faktor lain yang bisa menyebabkan kemunduran pada seorang anak yang sudah belajar yaitu disebabkan karena anak merasa takut dan tertekan karena orangtua tidak sabar untuk melatih anak. Untuk itu perlu adanya dorongan agar anak secara ramah untuk mengatasi kesulitan dan kembali ke kondisi normal seperti yang sudah diberikan dalam latihan, merasa tenang dan nyaman dalam melakukan eliminasi (Supartini, 2004).

Berdasarkan hasil penelusuran dari jawaban responden yang diperoleh, banyak anak-anak yang merasa takut sewaktu masuk ke dalam kamar mandi. Kemungkinan rasa takut yang muncul pada anak-anak dikarenakan anak merasa di paksakan untuk lama berada di dalam kamar mandi, sehingga hal itu membuat anak menjadi jenuh, selain itu orangtua yang tidak sabar menunggu ketika anak berada di dalam kamar membuat anak merasa tertekan dengan kondisi tersebut. Hasil studi ini didukung oleh pendapat Hidayat (2005) bahwa perlakuan atau


(45)

aturan yang ketat bagi orangtua kepada anaknya yang dapat mengganggu kepribadian anak atau cenderung bersifat retentif di mana cenderung bersikap keras kepala. Hal ini dapat dilakukan oleh orangtua apabila sering memarahi anak pada saat buang air besar atau buang air kecil, atau melarang anak saat berpergian. Bila orangtua santai dalam memberikan aturan dalam toilet training maka akan dapat mengalami kepribadian ekspresif dimana anak lebih tega, cenderung ceroboh, suka membuat masalah, emosional dan sesuka hati dalam melakukan kegiatan sehari-hari.

5.2.3. Hubungan Toilet Training Dengan Kemampuan Anak Dalam Melakukan Eliminasi

Toilet training merupakan sesuatu yang harus diperhatikan sebelum anak melakukan buang air kecil dan buang air besar. Berdasarkan hasil penelitian menggunakan hasil uji Chi-square menyatakan Ho ditolak jika probabilitas < 0,05. Hasil analisa dengan uji Chi-square diperoleh X2

Kemampuan anak dalam melakukan eliminasi pada saat toilet training dilakukan tentunya akan mengalami proses keberhasilan dan kegagalan, selama buang air kecil dan buang air besar. Proses tersebut akan dialami oleh setiap anak. Untuk mencegah terjadinya kegagalan maka dilakukan sesuatu pengkajian sebelum melakukan toilet training yang meliputi pengkajian fisik, pengkajian psikologis, dan pengkajian inteletual. Hal ini sesuai dengan pendapat Wong (2000) yang mengemukakan bahwa biasanya sejalan dengan anak mampu berjalan hitung 7,200 dan nilai probabilitas (p = 0,027 < 0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara toilet training dengan kemampuan anak dalam melakukan eliminasi.


(46)

maka kemampuan sfingter uretra dan sfingter ani sudah mulai berkembang untuk mengontrol rasa ingin berkemih dan defekasi. Oleh karena itu orangtua harus diajarkan bagaimana cara melatih anak untuk mengontrol rasa ingin berkemih, diantaranya dengan menggunakan pot kecil yang bisa diduduki anak, atau langsung ke toilet pada jam tertentu secara regular untuk berkemih.

Hal ini sejalan dengan pendapat Administrator (2009) bahwa yang mempengaruhi toilet training pada anak adalah kesiapan fisik anak dan kemampuan anak dalam eliminasi. Tanda-tanda dari kesiapan fisik anak adalah usia telah mencapai 24 bulan sampai 28 bulan, dapat duduk atau jongkok kurang lebih 2 jam, ada gerakan usus yang regular, tahu waktu untuk buang air kecil dan buang besar, tidak betah memakai popok yang basah dan kotor, bisa memegang alat kelaminnya sambil minta ke kamar mandi kecil jika ingin buang air, bisa memakai dan melepas celana sendiri, bisa memakai kata pipis atau pup, berhasil membuat popoknya bersih dan kering selama 3 jam sampai 4 jam, memperlihatkan ekspresi fisik misalnya meringis, merah atau jongkok buang air (Administrator, 2009)


(47)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul “Hubungan Toilet Training Dengan Kemampuan Anak Dalam Melakukan Eliminasi Di Kelurahan Dwikora Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2010” maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Toilet training yang dilakukan pada anak mayoritas masih dalam kategori kurang yaitu 15 orang (40,5%) dan minoritas dalam kategori baik yaitu 10 orang (27,0%).

2. Mayoritas anak yang mampu melakukan eliminasi sebanyak 22 orang (59,5%) dan minoritas yang tidak mampu melakukan eliminasi sebanyak 15 orang (40,5%).

3. Hasil uji Chi-square diperoleh nilai X2

6.2. Saran-saran

hitung 7,200 dan nilai probabilitas (p = 0,027 < 0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya ada hubungan yang signifikan antara toilet training dengan kemampuan anak dalam melakukan eliminasi.

Adapun saran-saran yang dapat disampaikan peneliti adalah: 1. Bagi Orangtua

Sebagai bahan masukan bagi para orangtua yang memiliki balita dan batita


(48)

2. Bagi Pendidikan Keperawatan

Agar dapat menambah informasi dan pengetahuan mengenai faktor-faktor kegagalan dalam proses toilet training

3. Bagi Posyandu

Memberikan pengetahuan tentang pentingnya toilet training pada anak batita kepada ibu yang memiliki anak batita.


(49)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S.2006. Prosedur penelitian prakek. Jakarta: Rineka cipta. Danim, S. 2003. Riset keperawatan. Jakarta: EGC

Depkes RI. 2000. Pedoman Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita. Dikstat. Jakarta.

Dempsey, P.A. (2002). Riset Keperawatan Buku Ajar dan Latihan, Edisi 4. Jakarta: EGC.

Hadisubrata , Drs. M.A. 2004. Meningkatkan Inteligensia Anak Balita. PT. BPK Gunung Mulia. Jakarta.

Hidayat. (2007). Pengantar konsep dasar keperawatan. Salemba medika: Jakarta.

Hurlock, E., 1978. Perkembangan anak. Jilid I. Jakarta; EGC.

Jabal. 2007. Memperkuat Daya Tahan Tubuh Balita. Bone Pustaka. Surabaya. Murkoff, H., 2006. Batita. Jakarta: Arcan

Notoatmodjo, Soekidjo, Dr. Prof. 2003. Pendidikan Dan Penelitian Kesehatan. PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Nursalam. 2003. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Ed. Ke-1.

Salemba Medika.Jakarta.PB Triton. 2006. Mengasuh Dan Perkembangan Balita. Oryza. Jakarta.

Setiadi. (2007). Riset Keperawatan. Graha ilmu: Yogyakarta. Steven, 2002. Perawatan untuk bayi dan balita. Jakarta Sudjana. (2004). Metode Statistik. Ed 3. Bandung: Tarsito.


(50)

Lampiran 1

Formulir persetujuan menjadi responden penelitian hubungan

toilet training terhadap kemampuan anak dalam melakukan

eliminasi

Saya adalah mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas sumatera Utara. Nama : RIRIN SUWINUL ARIFIN

Nim : 091121075

Akan melakukan penelitian tentang hubungan toilet training terhadap kemampuan anak dalam melakukan eliminasi di Kelurahan Dwikora Kecamatan Medan Helvetia. Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan penyelesaian tugas akhir.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan toilet training terhadap kemampuan anak dalam melakukan eliminasi.

Partisipasi Saudara dalam penelitian ini bersifat sukarela, untuk ikut serta menjadi responden penelitian ini, saudara diharapkan menandatangani surat ini. Jika Saudara tidak bersedia menjadi responden kami akan menghargainya dan tidak akan mempengaruhi apapun.

Peneliti akan menjamin identitas dan kerahasiaan jawaban yang Saudara berikan. Informasi yang Saudara berikan akan saya simpan di tempat yang aman. Saudara bebas menanyakan tentang penelitian ini.

No. Responden :

Tanggal :


(51)

Lampiran 2

KUESIONER DEMOGRAFI PENELITIAN

HUBUNGAN TOILET TRAINING TERHADAP KEMAMPUAN ANAK DALAM MELAKUKAN ELIMINASI

Petunjuk Pengisian

1. Jawablah pertanyaan dibawahi ini dengan memberikan tanda check list (√) pada kotak pilihan jawaban yang menurut anda benar.

2. Isilah pertanyaan pada kuesioner A (data demografi) sesuai dengan identitas didi anda.

3. Untuk bagian B dan C berilah tanda check list ( ) pada tabel kosong yang disediakan.

4. Jawablah pertanyaan dengan jujur sesuai dengan pengetahuan ibu. 5. Jika ada yang kurang silahkan ditanyakan langsung pada peneliti.

Data Demografi

Kode kuesioner : Umur Ibu : …….Tahun

Umur Anak : ...Tahun

Penghasilan : ( ) < 500 ribu ( ) 1 juta – 1,5 juta ( ) 500 ribu – 1 juta ( ) > 1,5 juta

Pekerjaan : ( ) IRT ( ) PNS ( ) SWASTA ( ) dll,…… Jumlah batita : ( ) 1 orang ( ) 2 orang ( ) 3 orang ( ) atau,...


(52)

KUESIONER KEMAMPUAN ANAK DALAM MELAKUKAN ELIMINASI

Petunjuk penelitian :

Beri tanda cheklist (√ ) pada pernyataan yang sesuai dengan pendapat anda : Keterangan :

1. YA 2. TIDAK

Pernyataan YA TIDAK

1. Apakah anak dapat jongkok kurang dari 2 jam?

2. Apakah anak mampu mengkomunikasikan secara verbal dan nonverbal jika merasa ingin berkemih?

3. Apakah anak merasa betah dengan kondisi basah dan adanya benda padat dicelana?

4. Apakah anak berhasil bangun tidur tanpa mengompol? 5. Apakah anak mampu tidak mengompol dalam waktu

beberapa jam sehari minimal 3 sampai 4 jam?

6. Apakah pada perkembangan anak, anak mampu berjalan, melompat, dan jongkok dengan sendirinya tanpa bantuan orang lain?

7. Apakah anak pernah melakukan memainkan tinjanya saat BAB?

8. Apakah anak merasa ketakutan bila masuk ke dalam kamar mandi?

9. Apakah anak saat mau BAK dan BAB memberitahukan orang tua nya?


(53)

INSTRUMEN CARA ORANG TUA MENGAJARI ANAK DALAM MELAKUKAN TOILET TRAINING

Jawablah pertanyaan berikut tentang pernyataan cara orang tua dalam mengajarkan anak terhadap toilet training dengan pilihan jawaban:

Ketentuan menjawab:

SL : Selalu dilakukan SR : Sering dilakukan

KK : Kadang-kadang dilakukan TP : Tidak pernah dilakukan

Pernyataan TP KK SR SL

1. Orang tua melatih untuk merangsang rasa mengejan dalam waktu 5 sampai 10 menit.

2. Orang tua mendudukkan anak di toilet atau pot yang bisa diduduki dengan cara menapakkan kaki dengan kuat pada lantai sehingga dapat membantunya untuk mengejan.

3. Orang tua mengajarkan anak untuk memakai dan melepas celana sendiri.

4. Orang tua memberikan contoh bagaimana cara melakukan eliminasi dengan baik dan benar.

5. Orang tua mengajarkan pada anak untuk mengucapkan kata-kata yang berhubungan dengan BAK dan BAB.

6. Orang tua selalu melibatkan diri dalam proses toilet training anak.

7. Orang tua melakukan rutinitas ke kamar mandi sebelum tidur pada anak.

8. Orang tua sering memuji anak saat anak melakukan BAK dan BAB dengan baik dan benar.

9. Orang tua mengajarkan pada anak untuk jongkok dari waktu 5 sampai 10 menit tanpa berdiri dulu.


(54)

Lampiran 3

Distribusi Frekuensi Item Pertanyaan Mengenai Toilet Training Pada Anak Di Kelurahan Dwikora Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2010

No Pernyataan Tidak

Pernah

Kadang-kadang Sering Selalu

1. Orang tua melatih untuk merangsang rasa mengejan dalam waktu 5 sampai 10 menit

20 (54,1%) 8 (21,6%) 2 (5,4%) 7 (18,9%) 2. Orang tua mendudukkan anak di

toilet atau pot yang bisa diduduki dengan cara

menapakkan kaki dengan kuat pada lantai sehingga dapat membantunya untuk mengejan

1 (2,7%) 12 (32,4%) 18 (48,6%) 6 (16,2%)

3. Orang tua mengajarkan anak untuk memakai dan melepas celana sendiri 1 (2,7%) 10 (27,0%) 17 (45,9%) 9 (24,3%) 4. Orang tua memberikan contoh

bagaimana cara melakukan eliminasi dengan baik dan benar

18 (48,6%) 13 (35,1%) 3 (8,1%) 3 (8,1%) 5. Orang tua mengajarkan pada

anak untuk mengucapkan kata-kata yang berhubungan dengan BAK dan BAB

3 (8,1%) 16 (43,2%) 6 (16,2%) 12 (32,4%)

6. Orang tua selalu melibatkan diri dalam proses toilet training anak

3 (8,1%) 10 (27,0%) 14 (37,8%) 10 (27,0%) 7. Orang tua melakukan rutinitas

ke kamar mandi sebelum tidur pada anak 3 (8,1%) 9 (24,3%) 13 (35,1%) 12 (32,4%) 8. Orang tua sering memuji anak

saat anak melakukan BAK dan BAB dengan baik dan benar

5 (13,5%) 6 (16,2%) 15 (40,5%) 11 (29,7%)


(55)

anak untuk jongkok dari waktu 5 sampai 10 menit tanpa berdiri dulu

(21,6%) (32,4%) (32,4%) (13,5%)


(56)

Lampiran 4

Distribusi Frekuensi Item Pertanyaan Mengenai Kemampuan Anak Dalam Melakukan Eliminasi Di Kelurahan Dwikora Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2010

No Pernyataan Ya Tidak

1. Apakah anak dapat jongkok kurang dari 2 jam? 19 (51,4%)

18 (48,6%) 2. Apakah anak mampu mengkomunikasikan secara

verbal dan nonverbal jika merasa ingin berkemih?

26 (70,3%)

11 (29,7%) 3. Apakah anak merasa betah dengan kondisi basah

dan adanya benda padat dicelana

21 (56,8%)

16 (43,2%) 4. Apakah anak berhasil bangun tidur tanpa

mengompol?

28 (75,7%)

9 (24,3%) 5. Apakah anak mampu tidak mengompol dalam

waktu beberapa jam sehari minimal 3 sampai 4 jam?

30 (81,1%)

7 (18,9%) 6. Apakah pada perkembangan anak, anak mampu

berjalan, melompat, dan jongkok dengan sendirinya tanpa bantuan orang lain?

30 (81,1%)

7 (18,9%) 7. Apakah anak pernah melakukan memainkan

tinjanya saat BAB?

18 (48,6%)

19 (51,4%) 8. Apakah anak merasa ketakutan bila masuk ke

dalam kamar mandi?

17 (45,9%)

20 (54,1%) 9. Apakah anak saat mau BAK dan BAB

memberitahukan orang tuanya?

29 (78,4%)

8 (21,6%)


(57)

Lampiran 6

Kemampuan Eleminasi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak Mampu 15 40.5 40.5 40.5

Mampu 22 59.5 59.5 100.0


(58)

Lampiran 5

Toilet Training

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Kurang 15 40.5 40.5 40.5

Cukup 12 32.4 32.4 73.0

Baik 10 27.0 27.0 100.0


(59)

Lampiran 7

Frequency Table

training1

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak Pernah 20 54.1 54.1 54.1

Kadang-kadang 8 21.6 21.6 75.7

Sering 2 5.4 5.4 81.1

Selalu 7 18.9 18.9 100.0

Total 37 100.0 100.0

training2

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak Pernah 1 2.7 2.7 2.7

Kadang-kadang 12 32.4 32.4 35.1

Sering 18 48.6 48.6 83.8

Selalu 6 16.2 16.2 100.0

Total 37 100.0 100.0

training3

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak Pernah 1 2.7 2.7 2.7

Kadang-kadang 10 27.0 27.0 29.7

Sering 17 45.9 45.9 75.7

Selalu 9 24.3 24.3 100.0


(60)

training4

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak Pernah 18 48.6 48.6 48.6

Kadang-kadang 13 35.1 35.1 83.8

Sering 3 8.1 8.1 91.9

Selalu 3 8.1 8.1 100.0

Total 37 100.0 100.0

training5

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak Pernah 3 8.1 8.1 8.1

Kadang-kadang 16 43.2 43.2 51.4

Sering 6 16.2 16.2 67.6

Selalu 12 32.4 32.4 100.0

Total 37 100.0 100.0

training6

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak Pernah 3 8.1 8.1 8.1

Kadang-kadang 10 27.0 27.0 35.1

Sering 14 37.8 37.8 73.0

Selalu 10 27.0 27.0 100.0


(61)

training7

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak Pernah 3 8.1 8.1 8.1

Kadang-kadang 9 24.3 24.3 32.4

Sering 13 35.1 35.1 67.6

Selalu 12 32.4 32.4 100.0

Total 37 100.0 100.0

training8

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak Pernah 5 13.5 13.5 13.5

Kadang-kadang 6 16.2 16.2 29.7

Sering 15 40.5 40.5 70.3

Selalu 11 29.7 29.7 100.0

Total 37 100.0 100.0

training9

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak Pernah 8 21.6 21.6 21.6

Kadang-kadang 12 32.4 32.4 54.1

Sering 12 32.4 32.4 86.5

Selalu 5 13.5 13.5 100.0


(62)

Lampiran 8

Frequency Table

kemampuan1

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak 18 48.6 48.6 48.6

Ya 19 51.4 51.4 100.0

Total 37 100.0 100.0

kemampuan2

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak 11 29.7 29.7 29.7

Ya 26 70.3 70.3 100.0

Total 37 100.0 100.0

kemampuan3

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak 16 43.2 43.2 43.2

Ya 21 56.8 56.8 100.0

Total 37 100.0 100.0

kemampuan4

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak 9 24.3 24.3 24.3

Ya 28 75.7 75.7 100.0


(63)

kemampuan5

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak 7 18.9 18.9 18.9

Ya 30 81.1 81.1 100.0

Total 37 100.0 100.0

kemampuan6

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak 7 18.9 18.9 18.9

Ya 30 81.1 81.1 100.0

Total 37 100.0 100.0

kemampuan7

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak 19 51.4 51.4 51.4

Ya 18 48.6 48.6 100.0

Total 37 100.0 100.0

kemampuan8

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak 20 54.1 54.1 54.1

Ya 17 45.9 45.9 100.0


(64)

kemampuan9

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak 8 21.6 21.6 21.6

Ya 29 78.4 78.4 100.0


(65)

Lampiran 9

Reliability

Scale: ALL VARIABLES

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 30 100.0

Excludeda 0 .0

Total 30 100.0

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.891 9

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

toilet1 1.73 1.311 30

toilet2 1.70 1.179 30

toilet3 1.60 1.303 30

toilet4 1.50 1.280 30

toilet5 1.40 1.192 30

toilet6 1.57 1.251 30

toilet7 1.43 1.194 30

toilet8 .93 1.143 30


(66)

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

toilet1 1.73 1.311 30

toilet2 1.70 1.179 30

toilet3 1.60 1.303 30

toilet4 1.50 1.280 30

toilet5 1.40 1.192 30

toilet6 1.57 1.251 30

toilet7 1.43 1.194 30

toilet8 .93 1.143 30

toilet9 1.37 1.273 30

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item Deleted

toilet1 11.50 54.672 .509 .891

toilet2 11.53 53.499 .659 .878

toilet3 11.63 49.620 .814 .865

toilet4 11.73 52.409 .659 .878

toilet5 11.83 56.971 .437 .895

toilet6 11.67 54.299 .564 .886

toilet7 11.80 50.097 .871 .861

toilet8 12.30 55.045 .584 .884

toilet9 11.87 50.947 .753 .870

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items


(67)

Reliability

Scale: ALL VARIABLES Case Processing Summary

N %

Cases Valid 30 100.0

Excludeda 0 .0

Total 30 100.0

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.891 9

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

kemampuan1 1.57 1.223 30

kemampuan2 1.17 1.262 30

kemampuan3 1.47 1.279 30

kemampuan4 1.60 1.192 30

kemampuan5 1.77 1.040 30

kemampuan6 1.47 1.224 30

kemampuan7 1.50 1.253 30

kemampuan8 1.43 1.223 30

kemampuan9 1.60 1.192 30

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item Deleted

kemampuan1 12.00 46.759 .911 .857


(68)

kemampuan3 12.10 51.748 .549 .887

kemampuan4 11.97 53.895 .467 .893

kemampuan5 11.80 51.614 .723 .874

kemampuan6 12.10 50.783 .643 .879

kemampuan7 12.07 47.995 .803 .866

kemampuan8 12.13 48.395 .800 .866

kemampuan9 11.97 52.033 .584 .884

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items


(69)

Lampiran 10

Crosstab

Toilet Training * Kemampuan Eleminasi Crosstabulation

Kemampuan Eleminasi

Total

Tidak Mampu Mampu

Toilet Training Kurang Count 10 5 15

% within Toilet Training 66.7% 33.3% 100.0%

Cukup Count 3 9 12

% within Toilet Training 25.0% 75.0% 100.0%

Baik Count 2 8 10

% within Toilet Training 20.0% 80.0% 100.0%

Total Count 15 22 37

% within Toilet Training 40.5% 59.5% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 7.200a 2 .027

Likelihood Ratio 7.361 2 .025

Linear-by-Linear Association 5.920 1 .015


(70)

(71)

(72)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ririn Suwinul Arifin

Tempat/Tanggal Lahir : Medan/ 15 Mei 19987 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jln. Bakti Luhur Gg. Mantri No 2, Medan Helvetia Riwayat Pendidikan :

1. SD ST.THOMAS I/II MEDAN : Tahun 1993-1999 2. SLTP NEGERI I BATAM : Tahun 1999-2002 3. SMA HUSNI THAMRIN MEDAN : Tahun 2002-2005 4. DIII KEPERAWATAN COLUMBIA ASIA : Tahun 2005-2008 5. S1 KEPERAWATAN USU : Tahun 2009-2011


(73)

(74)

(75)

TAKSASI DANA

1. Persiapan Proposal

− Biaya tinta dan kertaprint proposal Rp 120.000,- − Fotokopi Sumber-sumber tinjauan pustaka Rp 15.000,- − Biaya buku sumber tinjauan pustaka Rp 150.000,

− Perbanyak Proposal Rp 50.000,-

− Biaya internet Rp 50.000,

− Konsumsi saat sidang proposal Rp 50.000,-

2. Pengumpulan Data

− Izin Penelitian Rp 75.000,

− Penggandaan Kuesioner Rp 32.000,-

− Biaya Transportasi Rp 20.000,-

3. Analisa Data & Penyusunan Laporan Perbaikan.

− Biaya kertas dan tinta print Rp 100.000,-

− Penjilidan Rp 35.000,-

− Penggandaan Rp 50.000,-

− Biaya tidak terduga

JUMLAH Rp 897.000 ,


(1)

(2)

(3)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ririn Suwinul Arifin Tempat/Tanggal Lahir : Medan/ 15 Mei 19987 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jln. Bakti Luhur Gg. Mantri No 2, Medan Helvetia Riwayat Pendidikan :

1. SD ST.THOMAS I/II MEDAN : Tahun 1993-1999 2. SLTP NEGERI I BATAM : Tahun 1999-2002 3. SMA HUSNI THAMRIN MEDAN : Tahun 2002-2005 4. DIII KEPERAWATAN COLUMBIA ASIA : Tahun 2005-2008 5. S1 KEPERAWATAN USU : Tahun 2009-2011


(4)

(5)

(6)

TAKSASI DANA

1. Persiapan Proposal

− Biaya tinta dan kertaprint proposal Rp 120.000,-

− Fotokopi Sumber-sumber tinjauan pustaka Rp 15.000,-

− Biaya buku sumber tinjauan pustaka Rp 150.000,

− Perbanyak Proposal Rp 50.000,-

− Biaya internet Rp 50.000,

− Konsumsi saat sidang proposal Rp 50.000,-

2. Pengumpulan Data

− Izin Penelitian Rp 75.000,

− Penggandaan Kuesioner Rp 32.000,-

− Biaya Transportasi Rp 20.000,-

3. Analisa Data & Penyusunan Laporan Perbaikan.

− Biaya kertas dan tinta print Rp 100.000,-

− Penjilidan Rp 35.000,-

− Penggandaan Rp 50.000,-

− Biaya tidak terduga

JUMLAH Rp 897.000 ,

Rp 150.000,-


Dokumen yang terkait

Hubungan Pengetahuan dan Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet Training dengan Kebiasaan Mengompol pada Anak Usia Prasekolah di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang

16 75 162

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG TOILET TRAINING TERHADAP PELAKSANAAN TOILET TRAINING PADA Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Toilet Training Terhadap Pelaksanaan Toilet Training Pada Anak Usia Toddler Di Kelurahan Sewu Surakarta.

0 3 14

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG TOILET TRAINING TERHADAP PELAKSANAAN TOILET Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Toilet Training Terhadap Pelaksanaan Toilet Training Pada Anak Usia Toddler Di Kelurahan Sewu Surakarta.

0 5 15

HUBUNGAN PENGGUNAAN DIAPERS DENGAN KEMAMPUAN TOILET TRAINING PADA ANAK TODDLER Hubungan Penggunaan Diapers Dengan Kemampuan Toilet Training Pada Anak Toddler Di Desa Jrahi Pati.

0 5 14

HUBUNGAN PENGGUNAAN DIAPERS DENGAN KEMAMPUAN TOILET TRAINING PADA ANAK TODDLER Hubungan Penggunaan Diapers Dengan Kemampuan Toilet Training Pada Anak Toddler Di Desa Jrahi Pati.

0 2 14

PENDAHULUAN Hubungan Penggunaan Diapers Dengan Kemampuan Toilet Training Pada Anak Toddler Di Desa Jrahi Pati.

0 2 7

HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN PERILAKU IBU DALAM MELAKUKAN TOILET TRAINING ANAK USIA TODDLER

0 0 8

TOILET TRAINING PADA ANAK BALITA

0 1 7

HUBUNGAN ANAK YANG MENGALAMI SIBLING RIVALRY TERHADAP PERILAKU TOILET TRAINING

0 1 6

HUBUNGAN PERAN IBU DALAM PELAKSANAAN TOILET TRAINING DENGAN KEMAMPUAN TOILET TRAINING PADA ANAK USIA 18-36 BULAN DI POSYANDU KALIRASE TRIMULYO SLEMAN D.I.YOGYAKARTA

0 0 15