2.3 Keteraturan Siklus Menstruasi
Panjang siklus menstruasi adalah jarak antara tanggal mulainya menstruasi yang lalu dan mulainya menstruasi berikutnya Prawirohardjo, 2005. Panjang
siklus menstruasi mengalami kesalahan ±3 hari karena waktu keluarnya darah dari
ostium uteri eksternum OUE tidak dapat diketahui secara tepat. Winkjosastro, 2007.
Menurut Tarigan 2010 dalam Pratiwi 2011, ketidakteraturan siklus menstruasi adalah kondisi dimana siklus bervariasi dari bulan ke bulan
Ketidakteraturan siklus menstruasi pada masa-masa awal merupakan suatu hal yang fisiologis. Baziad 2009 dalam Pratiwi 2011 juga menyatakan bahwa
mungkin saja jarak antar siklus berlangsung selama dua bulan atau mengalami dua siklus menstruasi dalam satu bulan.
2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi keteraturan siklus menstruasi
2.4.1 Status Gizi
Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi makanan. Status ini
merupakan tanda-tanda atau penampilan seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran berdasarkan pangan yang dikonsumsi Sunarti,
2004.Menurut Almatsier 2009, status gizi adalah suatu kondisi tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi.
Penilaian status gizi dapat dilakukan melalui penilaian secara langsung dan tidak langsung Supriasa, 2002. Secara langsung dapat dilakukan dengan metode
biokimia, biofisik, cara klinis, dan metode antropometri. Sedangkan secara tidak langsung dapat dilakukan dengan metode survei konsumsi makanan, statistik
vital, dan faktor ekologi. Penilaian status gizi untuk dewasa yang lazim digunakan adalah metode
antropometri karena relatif sederhana dan mudah untuk dilakukan. Alat yang digunakan relatif mudah ditemukan dan diaplikasikan.
Universitas Sumatera Utara
Metode antropometri dilakukan dengan mengukur berat badan dan tinggi badan kemudian menginterpretasikan status gizi dalam bentuk Indeks Massa
Tubuh yang dapat diperoleh dengan rumus : IMT = Berat badan kg
Tinggi badan m
2
Klasifikasi Indeks Massa Tubuh yang dikeluarkan oleh WHO untuk digunakan secara internasional tidak dapat diaplikasikan untuk orang Indonesia
karena kepadatan dan ukuran tulang akan mempengaruhi perhitungan berat badan. Maka, Departemen Kesehatan mengeluarkan klasifikasi Indeks Massa Tubuh
khusus untuk orang Indonesia Riyadi, 2010.
Tabel 2.1. Klasifikasi Indeks Massa Tubuh IMT berdasarkan WHO 2004
Klasifikasi IMT
Underweight 18,50
Berat 16,00
Sedang 16,00 – 16,99
Ringan 17,00 – 18,49
Normal 18,50 – 24,99
Overweight
≥ 25,00
Pre-Obese 25,00 – 29,99
Obesitas
≥ 30,00 Obesitas Kelas 1
30,00 – 34,99 Obesitas Kelas 2
35,00 - 39,99 Obesitas Kelas 3
≥ 40,00
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2. Klasifikasi Indeks Massa Tubuh IMT berdasarkan Departemen Kesehatan Repubik Indonesia 2005
Kategori IMT
Kurus
Kekurangan Berat Badan Tingkat Berat 17,00
Kekurangan Berat Badan Tingkat Sedang 17,00 – 18,50
Normal 18,50 - 25,00
Gemuk
Kelebihan Berat Badan Tingkat Ringan 25,00 – 27,00
Kelebihan Berat Badan Tingkat Berat 27,00
Status Gizi mempunyai peranan penting dalam siklus menstruasi. Diperlukan paling tidak 22 lemak dan indeks tubuh yang lebih besar dari 19
kgm
2
agar siklus ovulatorik dapat terpelihara dengan normal. Coad, 2007. Siklus menstruasi sendiri sangat bergantung pada mekanisme hormonal,
termasuk hormon estrogen yang memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap mekanisme feedback Prawirohardjo, 2005. Selain dihasilkan di
ovarium di bawah kontrol hipotalamus, estrogen juga dapat dihasilkan dari jaringan lemak. Dengan demikian, produksi estrogen juga bergantung pada berat
badan dan komposisi lemak tubuh Proverawati, 2009. Obesitas dapat menyebabkan gangguan siklus menstruasi melalui jaringan
adiposa yang secara aktif mempengaruhi rasio hormon androgen dan estrogen. Pada wanita dengan obesitas terjadi peningkatan produksi estrogen yang apabila
terjadi secara terus-menerus secara tidak langsung akan menyebabkan peningkatan hormon androgen yang dapat mengganggu perkembangan folikel
sehingga tidak dapat menghasilkan folikel yang matang Rakhmawati, 2012. Waryana 2010 dalam Wahyuni 2012 mengatakan bahwa pada keadaan
gizi kurang atau terbatas juga terjadi gangguan fungsi reproduksi dan perubahan kadar hormon estrogen yang akan mempengaruhi keteraturan siklus menstruasi.
Jappe et al 2014 juga menyatakan bahwa wanita dengan malnutrisi atau
Universitas Sumatera Utara
underweight umumnya akibat eating disorder, mengalami keterlambatan dalam maturitas seksual dan menyebabkan risiko siklus menstruasi yang tidak teratur.
Selain itu, sekresi hormon LH yang terganggu akibat penurunan berat badan juga akan mengganggu siklus dengan menyebabkan pemendekan fase luteal Coad,
2007.
2.4.2 Stress