INTERAKSI SOSIAL PENARI BUJANGGANONG PADA SALE CREATIVE COMMUNITY DI DESA SALE KABUPATEN REMBANG
i
INTERAKSI SOSIAL PENARI BUJANGGANONG PADA SALE CREATIVE COMMUNITY DI DESA SALE KABUPATEN REMBANG
SKRIPSI
untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
oleh
Nama : Nur Rachma Permatasary
NIM : 2501411019
Program Studi : Pendidikan Seni Tari
Jurusan : Pendidikan Seni Drama, Tari, dan Musik
FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
(2)
(3)
(4)
(5)
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto:
“Keramahtamahan dalam perkataan menciptakan keyakinan, keramahtamahan dalam pemikiran menciptakan kedamaian, keramahtamahan dalam memberi menciptakan kasih.” (Lao Tse)
Persembahan:
1. Suamiku tercinta yang selalu setia mendukung dan mendoakan saya. 2. Ayah dan Ibuku tercinta yang selalu
mendukung dan mendoakan. 3. Adikku tercinta
4. Sahabat-sahabat terbaikku
5. Teman-teman Sendratasik 2011
6. Teman-teman Sale Creative
Community (SCC)
7. Teman-teman kos Valet
(6)
vi
SARI
Permatasary, Nur Rachma. 2015. Interaksi Sosial Penari Bujangganong pada Sale Creative Community di Desa Sale Kabupaten Rembang. Skripsi. Jurusan Pendidikan Seni Drama, Tari, dan Musik, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I: Drs. Indriyanto, M.Hum. Kata Kunci : Interaksi Sosial, Bujangganong
Sale Creative Community (SCC) merupakan gabungan dari beberapa lembaga dan kelompok kesenian yang berdiri di desa Sale kabupaten Rembang. Berdirinya komunitas ini merupakan bentuk interaksi sosial yang tumbuh dan berkembang dari berbagai kalangan dan lembaga. Banyak anggapan bahwa kelompok kesenian memiliki fenomena interaksi sosial yang berbeda dengan kelompok masyarakat lainnya dan adanya pernyataan lain bahwa antara penari memiliki karakter yang berbeda untuk dapat menyesuaikan dalam sebuah kelompok kesenian Bujangganong dan antara kelompok kesenian Bujangganong Sale Creative Community dengan kelompok kesenian Bujangganong lainnya yang mempunyai gerakan yang khas dan tujuan yang berbeda dari masing-masing kelompok untuk dapat berkolaborasi.
Berdasarkan paparan tersebut, masalah penelitian ini adalah bagaimana interaksi sosial penari Bujangganong pada Sale Creative Community (SCC) di desa Sale kabupaten Rembang. Tujuan utama penelitian ini untuk mengetahui interaksi sosial penari Bujangganong pada Sale Creative Community (SCC) di desa Sale kabupaten Rembang.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Teknik pengumpulan data yang dilakukan olah peneliti terdiri atas observasi, wawancara, dan dokumentasi
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya interaksi sosial penari Bujangganong Sale Creative Community (SCC) diantaranya terjadi kontak sosial antar individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok dan adanya komunikasi yang terjalin. Bentuk interaksi sosial yang muncul adalah kerjasama, asimilasi, akomodasi, persaingan, pertentangan, dan kontravensi. Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial penari Bujangganong Sale Creative Community yaitu faktor imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati.
Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan tersebut, saran yang diberikan
kepada penari Bujangganong Sale Creative Community (SCC) untuk tetap
mempertahankan nilai-nilai sosial agar terjalin hubungan yang harmonis dan mempunyai rasa kebersamaan yang kuat antar penari, penari dengan pelatih, penari dengan kelompok kesenian Bujangganong Sale Creative Community, dan
kelompok kesenian Bujangganong Sale Creative Community dengan kelompok
kesenian Bujangganong lainnya. Dan saran yang diberikan kepada Sale Creative Community harus sering membuat acara-acara yang kreatif dan inovatif untuk tetap menjaga eksistensi kesenian Bujangganong Sale Creative Community dan melestarikan kesenian Bujangganong.
(7)
vii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, karena penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan di Universitas Negeri Semarang. Sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan segenap pengikutnya yang setia sampai akhir zaman.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa adanya bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak skripsi ini tidak mungkin dapat terselesaikan dengan baik, oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis dengan tulus mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor UNNES yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk menempuh kuliah di UNNES.
2. Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum., Dekan Fakultas Bahasa dan Seni yang memberikan izin penelitian penulisan skripsi ini.
3. Joko Wiyoso, S.Kar, M.Hum., Ketua Jurusan Pendidikan Seni Drama, Tari, dan Musik yang telah memberi kemudahan dalam menyusun skripsi.
4. Drs. R. Indriyanto, M.Hum., Pembimbing utama yang telah banyak
meluangkan waktu untuk mengoreksi dan memberikan saran-saran selama penyusunan skripsi ini serta membimbing penulis dengan penuh kesabaran serta tulus ikhlas dalam menyusun skripsi ini.
5. Segenap Dosen Pendidikan Seni Drama, Tari, dan Musik yang telah banyak
memberikan ilmunya dan memberi dukungan moril selama penulis berada di kampus.
6. Drs. Sunarto, S.H., M.M. Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan
Olahraga Kabupaten Rembang yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
7. Sujarwo, Kepala Desa Sale yang telah memberikan izin kepada penulis untuk
(8)
viii
8. Drs. Praptomo selaku pimpinan Sale Creative Community (SCC) desa Sale kabupaten Rembang, yang telah memberikan izin penelitian.
9. Edi Susanto pelatih kesenian Bujangganong Sale Creative Community (SCC)
desa Sale kabupaten Rembang, yang telah membantu kelancaran proses penelitian.
10. Penari Bujangganong Sale Creative Community (SCC) desa Sale kabupaten Rembang, yang telah membantu kelancaran proses penelitian.
11. Semua pihak yang telah memberikan bantuan hingga terselesaikannya
penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari adanya kekurangan dan kelemahan pada penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat diharapkan penulis untuk pijakan penulisan berikutnya. Besar harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.
(9)
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……… i
PERSETUJUAN PEMBIMBING……… ii
LEMBAR PENGESAHAN……..………... iii
PERNYATAAN………... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN……… v
SARI…….………... vi
KATA PENGANTAR………. vii
DAFTAR ISI………... ix
DAFTAR GAMBAR……….... xii
DAFTAR FOTO…...……… xiii
DAFTAR LAMPIRAN………... xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah….………... 1
1.2. Rumusan Masalah……….. 7
1.3. Tujuan Penelitian………... 7
1.4. Manfaat Penelitian………... 7
1.5.Sistematika Skripsi……… 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS 2.1.Tinjauan Pustaka……….. 9
2.2. Landasan Teoretis……….. 10
2.2.1. Interaksi Sosial……….. 10
(10)
x
2.2.3. Komunikasi……… 13
2.2.4. Bentuk Interaksi Sosial………. 14
2.2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Interaksi Sosial……….. 17
2.2.6. Community (Komunitas)………... 18
2.2.7. Bentuk Pertunjukan………... 19
2.3. Kerangka Berfikir……… 25
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian……… 27
3.2. Data dan Sumber Data……….. 28
3.2.1. Lokasi Penelitian………... 28
3.2.2. Sasaran Penelitian………. 28
3.2.3. Sumber Data………. 28
3.3. Teknik Pengumpulan Data……….... 29
3.3.1. Observasi………... 29
3.3.2. Wawancara……… 31
3.3.3. Dokumentasi……….. 32
3.4. Teknik Analisis Data………. 33
3.4.1. Reduksi Data………. 34
3.4.2. Penyajian Data……….. 35
3.4.3. Simpulan/Verifikasi……….. 36
3.5. Teknik Keabsahan Data………...……… 36
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian……….. 38
4.1.1. Lokasi dan Bentuk Kondisi Bangunan Show Room Sale Creative Community(SCC)………...………..38
4.1.2. Sejarah Berdirinya Sale Creative Community(SCC)……… 40
4.2.Bujangganong Sale Creative Community(SCC) Desa Sale………. 44
(11)
xi
4.2.2. Bentuk Pertunjukan Kesenian Bujangganong Sale Creative
Community(SCC)……….. 46
4.2.3. Unsur-unsur Kesenian Bujangganong Sale Creative Community (SCC)………. 48
4.3.Interaksi Sosial Penari Bujangganong pada Sale Creative Community 58 4.3.1. Kontak Sosial………. 58
4.3.2. Komunikasi……… 63
4.3.3. Bentuk-bentuk Interaksi Soaial………. 65
4.3.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Interaksi Sosial Penari Bujangganong Sale Creative Community(SCC)………... 69
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan……… 72
5.2. Saran……….. 74
DAFTAR PUSTAKA………... 75
(12)
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Skema Kerangka Berfikir 25
(13)
xiii
DAFTAR FOTO
Foto Halaman
1. Show room Sale Creative Community (SCC) 38 2. Show room Sale Creative Community (SCC) 39
3. Alat musik kendhang 51
4. Alat musik gong 51
5. Alat musik slompret 52
6. Alat musik kethuk dan kenong 52
7. Alat musik angklung 53
8. Tata busana penari Bujangganong Sale Creative Community (SCC) 54
9. Tata rias penari Bujangganong Sale Creative Community (SCC) 56
10. Topeng ganongan/penthul 56
11. Penari Bujangganong memegang pecut/cambuk 57
12. Penari lama (kanan) memberi contoh gerakan pada penari baru
(kiri) 59
13. Para penari Bujangganong saling membantu dan mengajari 61
14. Penari Bujangganong Sale Creative Community berkolaborasi
dengan kelompok kesenian Reog Ponorogo Singo Yudha 62
15. Penari Bujangganong Sale Creative Community (pengendhang) membantu kelompok kesenian Bujangganong Singo Yudho dalam
memainkan alat musik 66
16. Penari Bujangganong Sale Creative Community akan beradu skill
(14)
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Surat Keputusan Dosen Pembimbing 77
2. Surat Pernyataan telah Melakukan Penelitian 78
3. Instrumen Penelitian 79
4. Glosarium 85
5. Biodata Narasumber 86
6. Biodata Penulis 88
7. Foto 89
(15)
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan berkembangnya jaman masyarakat dituntut untuk mempunyai mobilitas yang tinggi. Masyarakat pun mulai membentuk suatu komunitas dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai struktur dan fungsi yang sangat sempurna dibanding dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya.
Manusia memiliki kemampuan sosial sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki akal pikiran juga kemampuan berinteraksi secara individu maupun sosial. Di sisi lain, karena manusia merupakan makhluk sosial, maka manusia pada dasarnya tidak mampu hidup sendiri di dalam dunia ini baik sendiri dalam kontek fisik maupun dalam kontek sosial budaya.
Dalam kontek sosial budaya, manusia membutuhkan manusia lain untuk saling berkolaborasi dalam pemenuhan kebutuhan fungsi-fungsi sosial satu dengan lainnya dan semua masyarakat pada hakikatnya membudaya dan berkebudayaan.
Manusia dikenal sebagai makhluk yang berbudaya karena berfungsi sebagai pembentuk kebudayaan, sekaligus dapat berperan karena didorong oleh hasrat atau keinginan yang ada di dalam diri manusia yaitu: menyatu dengan manusia lain yang berbeda di sekelilingnya; Menyatu dengan suasana dalam
(16)
sekelilingnya (Anwar dan Adang, 2013: 169). Kesenian merupakan salah satu perwujudan kebudayaan yang mempunyai peranan tertentu di dalam masyarakat.
Seni pada dasarnya dibutuhkan oleh setiap individu dalam pemenuhan kebutuhan rohani. Seni memunculkan rasa peka terhadap berbagai hal yang memunculkan kesan estetis. Manusia mulai menciptakan berbagai macam kesenian untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut. Seperti yang diungkapkan Anwar dan Adang (2013: 188) bahwa setelah manusia dapat mencukupi kebutuhan fisiknya, maka dibutuhkan kebutuhan psikisnya untuk dipuaskan. Manusia bukan lagi semata-mata memenuhi kebutuhan isi perut saja, mereka juga perlu pandangan mata yang indah, suara merdu, yang semuanya dapat dipenuhi melalui kesenian.
Seni senantiasa hadir di tengah-tengah kehidupan di masyarakat, baik sebagai ekspresi pribadi maupun ekspresi kelompok. Selain sebagai ekspresi pribadi maupun kelompok, seni juga sebagai kebutuhan integrative manusia yang menurut Paddington sebagaimana dikemukakan oleh Suparlan (dalam Wadiyo, 2008: 58) bahwa mencerminkan manusia sebagai makhluk pemikir, bermoral, dan bercitarasa, yang berfungsi untuk mengintegrasikan berbagai kebutuhan menjadi suatu sistem yang dibenarkan secara moral, dipahami akal pikiran, dan diterima oleh citarasa.
Terkait dengan hal tersebut maka dapat dikatakan, seni adalah ekspresi budaya manusia yang hadir sebagai ekspresi pribadi maupun ekspresi kelompok berdasarkan budaya yang dianutnya, sehingga dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh orang perorang atau kelompok sebagai sarana interaksi sosial.
(17)
Seni dibagi menjadi beberapa cabang seni diantaranya seni tari, seni musik, seni rupa dan seni drama. Menurut Soemaryatmi (2011: 75) seni tari merupakan cabang seni yang menggunakan gerak tubuh manusia sebagai media ekspresi berupa gerak ritmis yang memiliki unsur keindahan. Gerak yang indah adalah gerak yang sudah terolah desainnya serta mengalami perombakan dari bentuk aslinya dan penghalusan gerak. Pada dasarnya seni tari merupakan suatu ekspresi secara sadar, sebagai ungkapan untuk menanggapi alam sekeliling melalui bahasa gerak.
Seni tari adalah bidang seni yang berhubungan dengan gerak tubuh manusia. Masing-masing gerakan memiliki arti yang tidak sama. Seni tari membahas macam-macam gaya tari yang berada di berbagai daerah maupun negara lain.
Tari merupakan suatu kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena tari dapat menjadikan orang merasa senang dan nyaman. Seseorang dapat mengekspresikan apa yang dia rasakan melalui gerak tari. Tari dapat membantu kita mengatasi kebosanan, melepaskan stres serta melatih keberanian dan menambah rasa percaya diri. Tari dapat menjadikan seseorang untuk kreatif dan inovatif dalam merangkai sebuah gerakan. Tari juga melatih keseimbangan kerja otak kanan dan kerja otak kiri, jadi secara tidak langsung melatih konsentrasi seseorang.
Seni tari sebagai sarana interaksi sosial, dapat dilihat dari dua arah. Pertama, seni tari digunakan sebagai sarana interaksi sosial antara pelaku seni tari. Kedua, seni tari digunakan hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan interaksi
(18)
sosial. Interaksi sosial yang berlangsung rutin dan tindakan sosial yang dilakukan orang-orang bagi Syam (2012: 78) adalah sebuah proses yang membentuk kenyataan sosial yang perlu dipertanyakan dan dibongkar untuk kemudian merangkainya kembali dalam suatu bentuk analisis tertentu yang dapat diteliti dan dikomunikasikan kepada orang lain, serta diuji kembali kebenarannya.
Seni termasuk salah satu media individu maupun kelompok untuk mengomunikasikan berbagai macam kepentingan dalam berinteraksi sehingga memunculkan sesuatu yang berpengaruh terhadap diri individu maupun kelompok. Melalui komunikasi kita dapat belajar, menyesuaikan diri, berinteraksi dan sebagainya. Sumber informasi, media, dan penerima informasi merupakan unsur dari komunikasi.
Menurut Saputra (2014: 4) dalam interaksi sosial terdapat kegiatan komunikasi. Kegiatan komunikasi adalah aktivitas penyampaian pesan antar dua orang atau lebih sehingga pesan yang disampaikan dapat dipahami dan dapat mempengaruhi orang yang menerima pesan. Kegiatan komunikasi menjadi suatu mekanisme sosialisasi, integrasi, dan peningkatan kerjasama. Semua ini mempunyai akibat terhadap penyelenggaraan komunikasi yang juga dapat mempengaruhi hubungan antar manusia di dalam kelompok dan luar kelompok. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kegiatan komunikasi melibatkan orang.
Komunikasi yang terjalin antara sumber informasi dan penerima informasi dapat mempengaruhi orang yang menerima informasi dan memunculkan akibat dari penyelenggaran kegiatan berkomunikasi ini, sehingga mempengaruhi hubungan antara manusia satu dengan manusia lainnya di dalam maupun diluar
(19)
kelompok. Salah satu akibat yang terjadi adalah adanya konflik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, maupun kelompok dengan kelompok.
Proses sosial adalah pengaruh timbal balik antara berbagai segi kehidupan bersama. Komunikasi dapat dikatakan sebagai sebuah proses sosial karena komunikasi mentransfer lambang-lambang yang mengandung arti. Dalam proses berkomunikasi muncul berbagai perbedaan pendapat yang dihadapi individu ataupun kelompok sehingga muncul sebuah konflik. Konflik yang muncul menjadikan hambatan dalam proses berkomunikasi dan konflik akan reda sendiri seiring dengan penyelesaian masalah.
Setiap kelompok kesenian memiliki berbagai macam konflik karena sebuah perbedaan antara individu dengan individu, individu dengan kelompok dan kelompok kesenian dengan kelompok kesenian lainnya. Masalah yang dihadapi
kelompok kesenian Bujangganong Sale Creative Community (SCC) dalam
berinteraksi menyebabkan kesalahpahaman (miss communication) antara penari satu dengan penari lainnya, penari dengan kelompok kesenian Bujangganong Sale Creative Community (SCC) dan kelompok kesenian Bujangganong Sale Creative Community (SCC) dengan kelompok kesenian lainnya. Masalah tersebut biasanya karena kurangnya komunikasi antar penari Bujangganong. Dalam penyelesaian masalah para penari berkumpul dan diarahkan dalam satu tujuan, visi dan misi yang sama.
Sale Creative Community (SCC) merupakan salah satu komunitas yang berdiri di desa Sale kabupaten Rembang. Berdirinya komunitas ini merupakan
(20)
bentuk interaksi yang tumbuh dan berkembang dari berbagai kalangan dan lembaga yang menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat pendukungnya.
Sale Creative Community (SCC) juga merupakan sarana interaksi para anak, remaja, bahkan orang tua. Komunitas ini mencoba mengajak masyarakat bergabung untuk menyalurkan bakat maupun kemampuan mereka dibidang kesenian, salah satunya di bidang seni tari. Komunitas ini mempunyai show room yang digunakan sebagai tempat pertunjukan kesenian, tempat pameran, dan promosi. Show room yang dikelola Sale Creative Community (SCC) sangat diminati semua kalangan karena letaknya yang sangat strategis dan memungkinkan seseorang untuk berekspresi, berkreasi, dan berkarya.
Objek penelitian ini adalah penari Bujangganong karena banyak anggapan bahwa kelompok kesenian memiliki fenomena interaksi sosial yang berbeda dengan kelompok masyarakat lainnya dan adanya pernyataan lain bahwa antara penari satu dengan penari lain memiliki karakter yang berbeda untuk dapat menyesuaikan dalam sebuah kelompok kesenian Bujangganong dan antara
kelompok kesenian Bujangganong Sale Creative Community (SCC) dengan
kelompok kesenian Bujangganong lainnya yang mempunyai gerakan yang khas dan tujuan yang berbeda dari masing-masing kelompok untuk dapat berkolaborasi.
(21)
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana interaksi sosial penari Bujangganong
pada Sale Creative Community (SCC) di desa Sale kabupaten Rembang?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui interaksi sosial
penari Bujangganong pada Sale Creative Community (SCC) di desa Sale
kabupaten Rembang.
1.4. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini, manfaat yang akan diambil adalah : 1.4.1. Manfaat Teoritis
1. Sebagai bahan perbandingan bagi pembaca terhadap penelitian
sebelumnya.
2. Sebagai bahan referensi bagi pembaca.
1.4.2. Manfaat Praktis
1. Bagi peneliti dan pembaca, hasil penelitian ini sebagai sumbangan
pemikiran bagi pembaca dan menambah wawasan mengenai interaksi sosial penari Bujangganong pada Sale Creative Community di desa Sale kabupaten Rembang.
2. Bagi masyarakat kabupaten Rembang, hasil penelitian ini akan dijadikan bahan dokumentasi yang memberikan informasi sehingga dapat ikut memperhatikan dan melestarikan kesenian Bujangganong di desa Sale.
(22)
3. Bagi pemerintah kabupaten Rembang, hasil penelitian ini akan dijadikan bahan untuk membuat kebijaksanaan guna pengembangan dan pelestarian budaya sebagai kekayaan kabupaten Rembang.
1.5. Sistematika Skripsi
Untuk memudahkan memahami jalan pikiran secara keseluruhan, penelitian skripsi ini terbagi dalam lima bagian yaitu :
BAB I Pendahuluan, yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika skripsi.
BAB II Tinjauan pustaka dan landasan teoretis, yang berisi tinjauan pustaka, teori-teori tentang interaksi sosial, bentuk pertunjukan, komunitas, dan kerangka berfikir.
BAB III Metode penelitian, yang berisi tentang pendekatan penelitian, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan teknik keabsahan data.
BAB IV Hasil penelitian dan pembahasan yang mencakup tentang lokasi
penelitian, kesenian Bujangganong, interaksi sosial penari
Bujangganong pada Sale Creative Community di desa Sale kabupaten Rembang.
BAB V Penutup, bab ini merupakan bab terakhir yang memuat tentang simpulan dan saran.
(23)
9 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS 2.1. Tinjauan Pustaka
Interaksi Sosial Penari Bujangganong pada Sale Creative Community di Desa Sale Kabupaten Rembang belum pernah diteliti, namun penelitian sejenis pernah dilakukan. Penelitian tersebut antara lain:
2.1.1 Penelitian yang dilakukan oleh Topan Aji Saputra. 2013. “Interaksi Sosial Pemain Band Pada Studio Musik Letta di desa Sekaran Kecamatan Gunungpati
Kabupaten Semarang”. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
bagaimanakah interaksi sosial pemain band pada studio musik Letta di desa Sekaran, kecamatan Gunungpati, kabupaten Semarang. Hasil penelitian ini adalah adanya kontak sosial antara orang perorangan yang di dalamnya terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial antara orang perorang di studio musik Letta yaitu faktor imitasi, faktor sugesti, faktor identifikasi, dan faktor simpati. Adanya kontak sosial antara perorangan dengan suatu kelompok atau sebaliknya yang di dalamnya terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial antara perorangan dengan suatu kelompok atau sebaliknya di studio musik Letta yaitu faktor imitasi, faktor sugesti, faktor identifikasi, dan faktor simpati. Adanya kontak sosial antara kelompok dengan kelompok yang di dalamnya terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial antara kelompok dengan kelompok di studio musik Letta yaitu faktor imitasi, faktor sugesti, faktor identifikasi, dan faktor simpati. Adanya bentuk-bentuk interaksi remaja di studio
(24)
musik Letta yaitu kerjasama, persaingan, pertentangan, persesuaian, dan perpaduan.
Persamaan penelitian Topan Aji Saputra dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti interaksi sosial. Perbedaannya adalah objek penelitian yang diteliti oleh peneliti.
2.2. Landasan Teoretis 2.2.1. Interaksi Sosial
Interaksi adalah proses dimana orang-orang berkomunikasi saling mempengaruhi dalam pikiran dan tindakan. Pada dasarnya manusia dalam kehidupan sehari-hari tidaklah lepas dari hubungan satu dengan yang lain, dimana kelakuan antar individu saling mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya (Setiadi dkk 2003: 95).
Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial, sedangkan bentuk khususnya adalah aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis. Hubungan sosial yang dimaksud dapat berupa hubungan antara individu yang satu dengan individu lainnya, antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya, maupun antara kelompok dengan individu (Anwar dan Adang 2013: 194). Interaksi sosial merupakan suatu hubungan di mana terjadi proses saling pengaruh memengaruhi antara para individu, antara individu dengan kelompok , maupun antara kelompok (Soekanto 2003: 423).
Bentuk social dinamic yang dimaksud Auguste Comte yaitu fungsi-fungsi masyarakat yang terlibat dalam proses sosial, perubahan sosial, atau bentuk
(25)
abstrak interaksi sosial sama dengan yang dimaksud dengan struktur dinamis dalam masyarakat. Struktur dinamis ini dilihat memiliki kemiripan dengan proses sosial. Proses sosial yang dimaksud adalah di mana individu, kelompok, dan masyarakat bertemu, berinteraksi, dan berkomunikasi sehingga melahirkan sistem sosial dan pranata sosial serta semua aspek kebudayaan. Proses sosial ini kemudian mengalami dinamika sosial lain yang disebut dengan perubahan sosial terus menerus dan secara simultan bergerak dalam sistem-sistem sosial yang lebih besar (Bungin 2007: 55). Proses-proses sosial ini akan mengalami pasang surut seirama dengan perubahan-perubahan sosial secara global. Gillin dan Gillin mengajukan dua syarat yang harus dipenuhi agar suatu interaksi sosial itu terjadi,
yaitu adanya kontak sosial (sosial contact) dan adanya komunikasi
(communication) (Anwar dan Adang 2013: 195). 2.2.2. Kontak Sosial
Kontak sosial berasal dari bahasa latin con atau cum (bersama-sama) dan tango (menyentuh), jadi artinya secara harfiah adalah bersama-sama menyentuh. Secara fisik, kontak sosial baru terjadi apabila adanya hubungan fisikal, sebagai gejala sosial hal itu bukan semata-mata hubungan badaniah, karena hubungan sosial terjadi tidak saja secara menyentuh seseorang, namun orang dapat berhubungan dengan orang lain tanpa harus menyentuhnya. Misalnya kontak sosial sudah terjadi ketika seseorang berbicara dengan orang lain, bahkan kontak sosial juga dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi, seperti melalui telepon, telegrap, radio, surat, televisi, internet, dan sebagainya (Soekanto 2002: 65).
(26)
Anwar dan Adang (2013: 195) kontak sosial yang dapat berlangsung dalam tiga bentuk yaitu, antar individu, antar individu dengan kelompok, dan antar kelompok. Selain itu, kontak sosial dapat pula bersifat langsung maupun tidak langsung.
Terjadinya kontak sosial tidak semata-mata tergantung dari tindakan, tetapi juga bergantung pada adanya tanggapan terhadap tindakan tersebut. Sebagaimana pembentukan kelompok yang terjadi melalui proses interaksi sosial, pembentukan masyarakat pun terjadi melalui proses interaksi antar kelompok. Kontak sosial merupakan tindakan pertama dalam interaksi sosial, meskipun kontak sosial belum mampu membentuk komunikasi yang berkelanjutan (Syam 2012: 79).
Menurut Soekanto (dalam Wadiyo 2008) kontak sosial dapat berlangsung dalam 3 (tiga) bentuk, yaitu:
1. Kontak sosial antara orang perorang
2. Kontak sosial antara orang dengan kelompok
3. Kontak sosial antara satu kelompok dengan kelompok lainnya
Kontak sosial harus dibedakan antara kontak primer dengan kontak sekunder. Kontak primer dikembangkan dalam asosiasi-asosiasi tatap muka yang hubungannya erat, di mana perasaan-perasaan pada waktu tatap muka (langsung) dan partisipan dalam komunikasi senantiasa terlibat. Sementara kontak sekunder ditandai dengan eksternalitas dan jarak. Orang yang mentalnya terbentuk dalam kontak primer dan gagasan primer, mengembangkan ciri-ciri yang berbeda dengan mereka yang terbentuk jiwanya oleh kontak sekunder (Syam 2012: 99).
(27)
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa kontak sosial dapat berlangsung antara orang per orang, orang dengan kelompok, kelompok dengan kelompok dan kontak sosial tidak hanya menjadi kebutuhan tetapi juga menjadi pilihan dengan siapa ia melakukannya.
2.2.3. Komunikasi
Sosiologi menjelaskan komunikasi sebagai sebuah proses memaknai yang dilakukan seseorang (komunikator) terhadap informasi, sikap, dan perilaku orang lain (komunikan) yang berbentuk pengetahuan, pembicaraan, gerak, sikap, perilaku, dan perasaan, sehingga komunikan membuat reaksi-reaksi terhadap informasi, sikap, dan perilaku tersebut berdasarkan pengalaman yang pernah dia (komunikator) alami.
Menurut Syam (2013: 95) bahwa dalam komunikasi ada tiga unsur penting yang selalu ada, yaitu sumber informasi (source), saluran (channel), dan penerima informasi (receiver). Sumber informasi adalah seseorang atau intitusi yang memiliki bahan informasi (pemberitaan) untuk disebarkan kepada masyarakat luas. Saluran (channel) yang digunakan, dapat berupa saluran intrapersonal atau pun media massa. Sementara penerima informasi (receiver) adalah perorangan atau kelompok dan masyarakat yang menjadi sasaran informasi atau yang menerima informasi.
Selain 3 (tiga) unsur yang terpenting dalam komunikasi adalah aktivitas memaknai informasi yang disampaikan oleh sumber informasi dan pemaknaan yang dibuat oleh receiver terhadap informasi yang diterimanya itu dan sebuah proses komunikasi memiliki dimensi yang sangat luas dalam pemaknaannya,
(28)
karena dilakukan oleh subjek-objek yang beragam, dan konteks sosial yang majemuk pula.
2.2.4. Bentuk Interaksi Sosial
Bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerjasama (cooperation), persaingan (competition), dan pertentangan (conflict). Suatu keadaan dapat dianggap sebagai bentuk keempat dari interaksi sosial, keempat bentuk pokok dari interaksi sosial tersebut tidak perlu merupakan kontinuitas dalam arti interaksi itu dimulai dengan adanya kerjasama yang kemudian menjadi persaingan serta memuncak menjadi pertikaian untuk akhirnya pada sampai akomodasi (Setiadi dkk 2013: 101).
Menurut Gillin and Gillin (Setiadi dkk 2013: 101) ada dua macam proses sosial yang timbul sebagai akibat adanya interaksi sosial, yaitu proses asosiatif dan proses disosiatif.
2.2.4.1.Bentuk Interaksi Asosiatif
Bentuk interaksi asosiatif adalah kerjasama, akomodasi, dan asimilasi. 2.2.4.1.1. Kerjasama
Kerjasama ialah suatu bentuk interaksi sosial dimana orang-orang atau kelompok-kelompok bekerjasama bantu membantu untuk mencapai tujuan bersama. Kerjasama timbul karena orientasi orang perorangan terhadap kelompoknya dan kelompok lain (Setiadi dkk 2013: 102).
Proses terjadinya kerjasama lahir apabila diantara individu atau kelompok tertentu menyadari adanya kepentingan yang sama. Tujuan-tujuan yang sama akan
(29)
menciptakan kerjasama diantara individu dan kelompok yang bertujuan agar tujuan-tujuan mereka tercapai.
2.2.4.1.2. Akomodasi
Akomodasi adalah proses sosial dengan dua makna, pertama adalah proses sosial yang menunjukkan pada suatu keadaan yang seimbang dalam interaksi sosial yang terjadi dalam masyarakat. Kedua adalah menuju pada suatu proses yang sedang berlangsung, dimana akomodasi menampakkan suatu proses untuk meredakan suatu pertentangan yang terjadi pada masyarakat dan proses akomodasi merupakan proses menuju suatu tujuan untuk mencapai kestabilan.
Akomodasi dapat diartikan sebagai suatu keadaan, dimana terjadi keseimbangan dalam interaksi antara orang perorangan dan kelompok manusia, sehubungan dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat (Anwar dan Adang 2013: 196).
2.2.4.1.3. Asimilasi
Asimilasi merupakan suatu proses dimana pihak-pihak yang berinteraksi mengidentifikasikan dirinya dengan kepentingan-kepentingan serta tujuan-tujuan kelompok dan merupakan pencampuran dua atau lebih budaya yang berbeda sebagai akibat dari proses sosial, kemudian menghasilkan budaya tersendiri yang berbeda dengan budaya asalnya.
Proses asimilasi menjadi penting dalam kehidupan masyarakat yang individunya berbeda secara kultural, sebab asimilasi yang baik akan melahirkan budaya-budaya yang dapat diterima oleh semua anggota kelompok dalam masyarakat.
(30)
2.2.4.2.Bentuk Interaksi Disosiatif
Bentuk interaksi disosiatif adalah persaingan, pertentangan, dan kontravensi.
2.2.4.2.1. Persaingan
Persaingan diartikan sebagai proses sosial, dimana individu atau kelompok-kelompok manusia bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang ada pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum dengan cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada, tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan (Sujarwanto 2012).
2.2.4.2.2. Pertentangan
Bentuk interaksi sosial yang berupa perjuangan yang langsung dan sadar antara orang dengan orang atau kelompok dengan kelompok untuk mencapai tujuan yang sama.
2.2.4.2.3. Kontravensi
Kontravensi merupakan bentuk interaksi yang berbeda antara persaingan dan pertentangan. Kontravensi ditandai oleh adanya ketidakpastian terhadap diri seseorang, perasaan tidak suka yang disembunyikan, dan kebencian terhadap kepribadian orang, tetapi gejala-gejala tersebut tidak sampai menjadi pertentangan atau pertikaian (Setiadi dkk 2013: 103).
(31)
2.2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Interaksi Sosial
Menurut Setiadi dkk (2013: 97) faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial, yaitu faktor imitasi, faktor sugesti, faktor identifikasi, dan faktor simpati.
2.2.5.1.Faktor Imitasi
Faktor imitasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses interaksi sosial. Salah satu segi positifnya adalah bahwa imitasi dapat membawa seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku. Imitasi adalah pembentukan nilai melalui dengan meniru cara-cara orang lain (Anwar dan Adang 2013: 197).
2.2.5.2.Faktor Sugesti
Sugesti yaitu pengaruh psikis, baik yang datang dari dirinya sendiri maupun dari orang lain, yang pada umumnya diterima tanpa adanya kritik dari orang lain. Sugesti dapat diberikan dari individu kepada kelompok. Kelompok kepada kelompok, kelompok kepada individu.
2.2.5.3.Faktor Identifikasi
Identifikasi dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain, baik secara lahiriah maupun batiniah. Di sini dapat mengetahui, bahwa hubungan sosial yang berlangsung pada identifikasi adalah lebih mendalam daripada hubungan yang berlangsung atas proses sugesti dan imitasi.
(32)
2.2.5.4.Faktor Simpati
Simpati adalah perasaan tertariknya orang yang satu terhadap orang yang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, melainkan berdasarkan penilaian perasaan seperti juga pada proses identifikasi.
Faktor imitasi dan sugesti terjadi lebih cepat, namun pengaruhnya kurang mendalam apabila dibanding dengan faktor identifikasi dan simpati yang relatif lebih lambat proses berlangsungnya. Tanpa adanya pemahaman yang sama tentang maksud dan tujuan masing-masing pelaku, suatu interaksi sosial tidak akan berjalan dengan baik. Max Weber (dalam Setiadi dkk 2013: 99) mengemukakan bahwa interaksi sosial selalu menyangkut sejumlah pelaku yang saling memengaruhi. Dengan demikian, hubungan para pelaku tersebut terlihat secara nyata dalam bentuk tindakan tertentu.
2.2.6. Community (Komunitas)
Komunitas adalah sekelompok orang yang saling peduli satu sama lain lebih dari yang seharusnya, dimana dalam sebuah komunitas terjadi relasi pribadi yang erat antar para anggota komunitas tersebut karena adanya kesamaan interest atau values (Hermawan 2008: 55). Komunitas adalah sebuah identifikasi dan interaksi sosial yang dibangun dengan berbagai kebutuhan fungsional (Soenarno 2002: 47).
Menurut Burhan Bungin (2007: 29) bahwa pengartian manusia yang hidup bersama dalam ilmu sosial tidak mutlak jumlahnya, bisa saja dua orang atau lebih. Manusia tersebut hidup bersama dalam waktu relatif lama, dan akhirnya melahirkan menusia-manusia baru yang saling berhubungan satu dengan yang
(33)
lainnya. Hubungan antara manusia itu kemudian melahirkan keinginan, kepentingan, perasaan, kesan, penilaian, dan sebagainya. Keseluruhan itu kemudian mewujudkan adanya sistem komunikasi dan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara manusia dalam masyarakat tersebut. Dalam sistem hidup tersebut maka muncullah budaya yang mengikat antara satu manusia dengan lainnya.
Community-masyarakat adalah kelompok-kelompok orang yang
menempati sebuah wilayah (teritorial) tertentu, yang hidup secara relatif lama, saling berkomunikasi, memiliki simbol-simbol dan aturan tertentu serta sistem hukum yang mengontrol tindakan anggota masyarakat, memiliki sistem stratifikasi, sadar sebagai bagian dari anggota masyarakat tersebut serta relatif dapat menghidupi dirinya sendiri.
Komunitas itu terbentuk dari beberapa kelompok yang telah mewujudkan sistem komunikasi, peraturan-peraturan yang mengatur anggota dari kelompok tersebut dan sistem komunikasi tersebut memunculkan budaya yang mengikat antara satu manusia dengan lainnya. Pada penelitian ini interaksi sosial penari Bujngganong Sale Creative Community (SCC) di desa Sale kabupaten Rembang terdapat pada saat pertunjukan dan di luar pertunjukan.
2.2.7. Bentuk Pertunjukan
Menurut Indriyanto (2002: 15-16) bentuk adalah unsur dasar dari semua perwujudan. Bentuk seni sebagai ciptaan seniman merupakan wujud dari ungkapan isi pandangan dan tanggapannya ke dalam bentuk fisik yang dapat ditangkap indera. Bentuk (wadhah) adalah fisik, yaitu bentuk yang diamati,
(34)
sebagai sarana untuk menuangkan nilai-nilai yang diungkapkan seorang seniman, sedangkan isi adalah bentuk ungkap, yaitu mengenai nilai-nilai atau pengalaman jiwa. Bentuk ungkapan suatu karya seni pada hakikatnya bersifat fisik, seperti garis, warna, suara manusia, bunyi-bunyian alat, gerak tubuh dan kata. Bentuk fisik dalam tari dapat dilihat melalui elemen-elemen bentuk penyajiannya, yaitu bentuk penataan tari keseluruhan.
Menurut Anwar (2001: 558) pertunjukan adalah segala sesuatu yang dipertunjukkan, dipertontonkan, dan dipamerkan kepada orang lain. Pertunjukan seni merupakan salah satu santapan estetis manusia yang selalu membutuhkan keindahan agar dapat dinikmati penonton.
Bentuk pertunjukan tari dapat diartikan sebagai rangkaian gerak yang disajikan dari awal sampai akhir pertunjukan yang mengandung nilai keindahan. Menurut Jazuli (2008: 13) ada enam unsur pelengkap sajian tari antara lain: 2.2.7.1.Iringan (musik)
Pada hakekatnya pertunjukan tari tidak akan terlepas dari iringan/ musik, baik internal maupun eksternal. Iringan atau musik internal adalah iringan atau musik yang berasal dari penarinya itu sendiri, sedangkan iringan musik eksternal adalah iringan yang dilakukan oleh orang di luar penari, baik dengan kata-kata, nyanyian maupun dengan orkestra yang lengkap (Jazuli 2008: 16).
Fungsi musik dalam pertunjukan tari dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :
(35)
Peranan musik hanya untuk mengiringi penampilan tari, sehingga tak banyak ikut menentukan isi tarinya. Musik merupakan bagian yang tak terpisahkan (menyatu) dari tari, artinya meskipun fungsi musik hanya untuk mengiringi tetapi juga harus bisa memberikan dinamika atau membantu memberi daya hidup tarinya.
2. Sebagai pemberi suasana tari
Peran musik sebagai pemberi suasana lebih cocok untuk dramatari sebab di dalam dramatari akan dipertunjukkan. Apabila musik dipergunakan untuk memberi suasana pada suatu tarian (bukan dramatari) hendaknya musik senantiasa mengacu pada tema atau isi tarinya.
3. Sebagai ilustrasi atau pengantar tari
Tari yang menggunakan musik baik sebagai pengiring maupun pemberi suasana hanya pada saat-saat tertentu saja, tergantung kebutuhan garapan tari. Musik diperlukan hanya pada bagian-bagian tertentu dari keseluruhan sajian tari, bisa hanya berupa pengantar sebelum tari disajikan, bisa hanya bagian depan dari keseluruhan tari, atau hanya. Bagian tengah dari keseluruhan sajian tari.
2.2.7.2.Tema
Tema adalah pokok pikiran, gagasan utama atau ide dasar. Setiap karya seni selalu mengandung observasi dasar tentang kehidupan, baik berupa aktifitas manusia, binatang, maupun keadaan lingkungan. Tema ditemukan merupakan akar dari penyajian hal-hal khusus dalam sebuah karya.
(36)
2.2.7.3.Tata Busana dan Kostum
Fungsi kebutuhan tari adalah untuk mendukung tema atau isi tari dan untuk memperjelas peran-peran dalam suatu sajian tari. Busana tari yang baik bukan hanya sekedar untuk menutup tubuh semata, melainkan juga harus dapat mendukung desain ruang pada saat penari sedang menari. Oleh karena itu di
dalam penataan dan penggunaan busana tari hendaknya senantiasa
mempertimbangkan hal-hal berikut:
1. Busana tari hendaknya enak dipakai dan sedap dilihat oleh penonton.
2. Penggunaan busana selalu mempertimbangkan isi/tema tari sehingga bisa menghadirkan suatu kesatuan dan kebutuhan antara tari dan tata busananya. 3. Penataan busana hendaknya bisa merangsang imajinasi penonton.
4. Busana harus mempertimbangkan bentuk-bentuk gerak tarinya agar tidak mengganggu gerakan penari.
5. Busana hendaknya dapat memberi proyeksi kepada penarinya, sehingga busana itu dapat merupakan bagian dari diri penari.
6. Keharmonisan dalam pemilihan atau memadukan warna-warna sangat penting, terutama harus diperhatikan efeknya terhadap tata cahaya.
Busana tari sering mencerminkan identitas (ciri khas) suatu daerah yang sekaligus menunjuk pada tari itu berasal. Begitu pula dengan pemakain warna busana, tidak jarang suatu daerah tertentu senang dengan warna yang gemerlap dan menyolok, sedangkan daerah lain lebih berselera dengan warna-warna lembut atau kalem. Semua itu tidak terlepas dari latar belakang budaya atau pandangan filosofis dari masing-masing daerah.
(37)
Pada dasarnya penggolongan warna dapat dibedakan menjadi dua yaitu warna primer dan warna sekunder . Warna primer adalah warna utama, sedangkan warna sekunder adalah campuran dari warna-warna primer. Warna primer seringkali memiliki arti simbolis bagi masyarakat tertentu yang memakainya. Arti simbolis ini dihubungkan dengan kepentingan tari yang dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Warna merah merupakan simbol keberanian dan agresif. Digunakan untuk
menggambarkan peranan raja yang sombong dan bengis, namun sering juga digunakan oleh seorang yang agresif dan pemberani, seperti ksatria yang dinamis.
2. Warna biru merupakan simbol kesetiaan dan mempunyai kesan
ketentraman. Biasanya dikenakan oleh tokoh yang berwatak setia, baik kepada bangsa dan negara maupun kepada seorang kekasih.
3. Warna kuning merupakan simbol keceriaan atau berkesan gembira.
Biasanya ada pada jenis tari yang bertema gembira dan pergaulan.
4. Warna hitam merupakan simbol kebijaksanaan atau kematangan jiwa.
Biasanya dipakai oleh tokoh raja yang agung dan bijaksana.
5. Warna putih merupakan simbol kesucian atau bersih. Biasanya untuk menggambarkan tokoh yang tidak mementingkan duniawi, seperti resi, pendeta, begawan.
2.2.7.4.Tata Rias
Fungsi tata rias adalah mengubah karakter pribadi menjadi karakter tokoh yang sedang dibawakan, untuk memperkuat ekspresi, dan untuk daya tarik penampilan. Tata rias panggung berbeda dengan tata rias sehari-hari.
(38)
Tata rias panggung dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tata rias panggung atau pentas biasa (tertutup) dan tata rias panggung arena (terbuka). Penataan rias panggung tertutup dianjurkan agar lebih tegas, jelas, dan lebih tebal karena biasanya penonton melihat pertunjukan dalam jarak yang cukup jauh. Tata rias panggung arena atau terbuka memakai rias tidak terlalu tebal dan yang lebih utama harus nampak halus dan rapi karena penonton berada lebih dekat dengan pertunjukan.
2.2.7.5.Tempat Pentas
Suatu pertunjukan memerlukan ruangan atau tempat untuk
menyelenggarakan pertunjukan tersebut. Beberapa bentuk tempat pertunjukan yang berkembang di Indonesia antara lain : lapangan terbuka atau arena terbuka, di pendapa, dan pemanggungan (staging).
2.2.7.6.Tata Lampu atau Cahaya
Saran dan prasarana yang ideal bagi sebuah pertunjukan tari adalah bila gedung pertunjukan telah dilengkapi dengan peralatan yang menunjang penyelenggaraan pertunjukan, khususnya tata lampu (lighting) dan tata suara (sound system). Tata lampu dan tata suara sebagai unsur pelengkap sajian tari berfungsi membantu kesuksesan pergelaran. Dalam teknik kerjanya, antara tata lampu dan tata suara tidak dapat dipisahkan.
(39)
2.3. Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 1
Skema Kerangka Berfikir Pertunjukan Bujangganong
pada Sale Creative Community (SCC)
Penari Bujangganong
Interaksi Sosial
Kontak Sosial 1. Individu dengan individu 2. Individu dengan kelompok 3. Kelompok dengan kelompok
Komunikasi 1. Sumber informasi
(source)
2. Saluran (channel) 3. Penerima informasi
(receiver).
Interaksi Sosial Penari Bujangganong pada Sale
(40)
Keterangan :
Kesenian Bujangganong merupakan salah satu kesenian yang berkembang di kabupaten Rembang khususnya di desa Sale. Banyak anak-anak dan remaja di desa Sale, Kecamatan Sale, Kabupaten Rembang yang menyalurkan bakatnya dalam bidang seni tari. Mereka membentuk sebuah kelompok kesenian Bujangganong untuk saling berkolaborasi dan berinteraksi. Sale Creative Community merupakan salah satu komunitas di kabupaten Rembang yang merupakan wadah penyalur bakat dalam berbagai bidang kesenian. Penari Bujangganong melalui komunitas ini menjalin kontak sosial dan komunikasi baik antar penari Bujangganong satu dengan penari lainnya, antar penari Bujangganong dengan kelompok kesenian Sale Creative Community (SCC),
maupun antar kelompok kesenian Bujangganong Sale Creative Community (SCC)
dengan kelompok kesenian Bujangganong lainnya saat pertunjukan berlangsung maupun di luar pertunjukan.
(41)
27 BAB III
METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian
Penelitian interaksi sosial penari Bujangganong pada Sale Creative Community (SCC) di desa Sale kabupaten Rembang ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, artinya permasalahan yang dibahas dalam penelitian tidak menggunakan angka-angka, dan penelitian bertujuan untuk menggambarkan atau menguraikan tentang keadaan.
Instrumen dalam penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri (human instrument). Peneliti sebagai instrumen harus memiliki bekal dan wawasan yang luas sehingga mampu bertanya, menganalisis, memotret, dan mengkontruksi objek yang diteliti sehingga menjadi lebih jelas dan bermakna (Rachman 2011: 110)
Alasan menggunakan metode penelitian kualitatif adalah data penelitian yang dibahas tidak berkenan dengan angka-angka tetapi berupa kata-kata, gambar, lebih mementingkan proses daripada hasil, sehingga penelitian secara mendalam melalui informasi merupakan hal penting (Moeleong 2011: 8).
Sifat kualitatif penelitian ini mengarah pada uraian dan pembahasan tentang interaksi sosial penari Bujangganong di desa Sale, yang berasal dari para informan atau subjek penelitian melalui observasi dan wawancara.
(42)
3.2. Data dan Sumber Data 3.2.1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian berada di desa Sale kabupaten Rembang tepatnya di Sale Creative Community (SCC). Komunitas ini merupakan gabungan dari beberapa lembaga dan kelompok kesenian. Sale Creative Community (SCC) terdiri atas KPH Perhutani Kebonharjo, Kidung Bocah Sale, Kelompok Scooter, NIL Club, LMDH Reksa Wana Kumala desa Sale dan Kawismedia.
3.2.2. Sasaran Penelitian
Sasaran penelitian ditujukan kepada penari Bujangganong Sale Creative Community. Masalah dalam penelitian ini adalah interaksi sosial penari
Bujangganong pada Sale Creative Community (SCC). Mengacu pada teori
interaksi sosial, penelitian ini akan memfokuskan penelitian pada kontak sosial
dan komunikasi yang muncul pada penari Bujangganong Sale Creative
Community (SCC). 3.2.3. Sumber Data
Pada penelitian ini penulis memperoleh sumber data dari tempat yang dijadikan sebagai objek penelitian. Tempat tersebut adalah Sale Creative Community (SCC) desa Sale kecamatan Sale kabupaten Rembang. Sumber data yang diperoleh sebagai bahan analisis data dikelompokkan sebagai berikut:
3.2.3.1. Data Primer
Data primer yaitu data yang didapatkan secara langsung dari orang-orang yang menjadi informan yang mengetahui pokok permasalahan atau objek penelitian ini. Informan dalam penelitian ini adalah Pimpinan Sale Creative
(43)
Community (SCC), pelatih Bujangganong, penari Bujangganong, Kepala Dinas Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga kabupaten Rembang, Kepala Desa Sale beserta pembantunya.
3.2.3.2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumber utama. Data sekunder diperoleh dari jurnal, buku, majalah ilmiah, instansi terkait, dan lain-lain.
3.3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standard data yang ditetapkan. Berikut ini adalah metode-metode yang digunakan untuk mendapatkan data yang baik dan valid, yaitu:
3.3.1. Observasi
Observasi adalah kegiatan pengamatan secara cermat di lapangan terhadap objek penelitian. Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Sumaryanto 2002: 17), pengamatan atau observasi dapat diklasifikasikan melalui cara berperan serta dan tidak berperan serta. Pengamatan menurut Moeleong (dalam Sumaryanto 2002: 17), dapat pula dibagi ke dalam pengamatan terbuka dan tertutup. Pengamatan terbuka diketahui oleh subjek sehingga subjek dengan sukarela memberikan kesempatan kepada pengamat untuk mengamati peristiwa yang terjadi dan mereka menyadari bahwa ada orang lain yang sedang mengamati mereka. Sebaliknya
(44)
pada pengamatan tertutup, pengamat melakukan penelitian tanpa diketahui oleh subjeknya.
Pengumpulan data melalui metode observasi dilakukan dengan cara terjun langsung ke lokasi penelitian untuk mengadakan pengamatan terhadap subjek yang akan diteliti. Hal-hal yang diobservasi oleh peneliti adalah sebagai berikut : 1. Mengamati keadaan lingkungan dan kondisi fisik lokasi penelitian, yaitu Sale
Creative Community (SCC) di desa Sale kecamatan Sale kabupaten Rembang.
2. Mengamati dan mencatat bentuk pertunjukan dan unsur-unsur pertunjukan
kesenian Bujangganong Sale Creative Community (SCC) di desa Sale
kabupaten Rembang.
3. Mengamati dan mencatat interaksi sosial penari Bujangganong pada Sale Creative Community (SCC) di desa Sale kecamatan Sale kabupaten Rembang.
4. Proses, yang meliputi : (1) Berkunjung ke kantor Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga kabupaten Rembang. (2) Berkunjung ke kantor kelurahan Sale kecamatan Sale kabupaten Rembang. (3) Berkunjung
ke tempat narasumber kesenian Bujangganong Sale Creative Community
(SCC) desa Sale kecamatan Sale kabupaten Rembang.
Peneliti menggunakan pedoman observasi sebagai alat bantu berupa buku dan alat bantu berupa kamera digital. Melalui observasi dilakukan usaha-usaha untuk memperoleh gambaran konkret tentang interaksi sosial penari
(45)
Bujangganong pada Sale Creative Community (SCC) di desa Sale kabupaten Rembang.
3.3.2. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moeleong 2000: 101).
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode wawancara sebagai alat bantu dalam pengumpulan data dan memilih informan diantaranya pimpinan Sale Creative Community, pelatih kesenian Bujangganong, penari Bujangganong.
Berikut ini hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap (1) Bapak Sunarto sebagai Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga kabupaten Rembang mendapatkan informasi mengenai eksistensi kesenian Bujangganong di kabupaten Rembang. Upaya yang dilakukan dari Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga kabupaten Rembang terhadap kesenian Bujangganong. (2) Bapak Sujarwo sebagai Kepala Desa Sale Kecamatan Sale Kabupaten Rembang, mendapatkan informasi gambaran umum desa Sale. (3) Bapak Praptomo sebagai Pimpinan Sale Creative Community (SCC) sekaligus pelatih kesenian Bujangganong, mendapatkan informasi mengenai sejarah berdirinya Sale Creative Community (SCC) , bentuk pertunjukan kesenian
Bujangganong Sale Creative Community (SCC), unsur-unsur kesenian
Bujangganong Sale Creative Community (SCC), proses latian penari
(46)
Bujangganong berlangsung maupun di luar pertunjukan. (4) Bapak Edi Susanto
sebagai pelatih kesenian Bujangganong Sale Creative Community (SCC),
mendapatkan informasi mengenai bentuk pertunjuukan kesenian Bujangganong Sale Creative Community (SCC), unsur-unsur kesenian Bujangganong Sale Creative Community (SCC), proses latian penari Bujangganong, dan interaksi sosial yang terjadi saat pertunjukan kesenian Bujangganong berlangsung maupun di luar pertunjukan. (5) Yoga, Aril, dan Titan sebagai penari Bujangganong Sale Creative Community (SCC) mendapatkan informasi mengenai proses latian penari Bujangganong dan interaksi sosial yang terjadi saat pertunjukan kesenian Bujangganong berlangsung maupun di luar pertunjukan dan proses latian penari Bujangganong.
3.3.3. Dokumentasi
Dokumen adalah setiap bahan tertulis ataupun film (Moleong 2000: 161). Metode dokumentasi digunakan untuk mencari sumber informan yang ada kaitannya dengan penelitian berupa dokumen foto, video, catatan penting, gambar, syair-syair lagu dan sebagainya. Pengumpulan dokumen digunakan sebagai bahan untuk menambah informasi dan data-data sebagai bukti tentang faktor-faktor yang diteliti.
Metode dokumentasi ini digunakan untuk mencari data tentang pelaksanaan kesenian Bujangganong Sale Creative Community (SCC) di desa Sale kecamatan Sale kabupaten Rembang. Peneliti mendapatkan foto berupa : bangunan Sale Creative Community (SCC) di desa Sale, bentuk pertunjukan
(47)
kesenian Bujangganong yang meliputi gerak tari, tata rias dan busana, alat musik, dan tempat pertunjukan.
3.4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data adalah cara menganalisis data yang diperoleh dari penelitian untuk mengambil kesimpulan dari hasil penelitian. Proses analisis data dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yang telah diperoleh dari penelitian di lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto, dan sebagainya (Sumaryanto 2007: 105).
Proses analisis data dalam penelitian yang berjudul “Interaksi Sosial
Penari Bujangganong pada Sale Creative Community (SCC) di Desa Sale
Kabupaten Rembang” dimulai dengan melakukan observasi di Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga kabupaten Rembang, kemudia peneliti melakukan wawancara dengan (1) Bapak Sunarto sebagai Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga kabupaten Rembang. Selanjutnya peneliti melakukan observasi di Kantor Kelurahan Sale Kecamatan Sale Kabupaten Rembang, dan melakukan wawancara pada (2) Bapak Sujarwo selaku Kepala Desa Sale Kecamatan Sale Kabupaten Rembang. Kemudian peneliti melakukan observasi di Sale Creative Community (SCC) mengenai kesenian Bujangganong dan melakukan wawancara pada (3) Bapak Praptomo selaku
pimpinan Sale Creative Community (SCC) sekaligus pelatih kesenian
Bujangganong Sale Creative Community (SCC); (4) Bapak Edi Susanto selaku pelatih kesenian Bujangganong Sale Creative Community (SCC); (5) Yoga selaku
(48)
Titan selaku penari dan pemusik kesenian Bujangganong Sale Creative Community (SCC); (6) Aril selaku penari dan pemusik kesenian Bujangganong Sale Creative Community (SCC). Setelah melakukan metode observasi dan wawancara peneliti melakukan metode dokumentasi untuk mengumpulkan data berupa foto dan video yang mendukung dalam penelitian ini. Pengumpulan data yang telah diperoleh peneliti selanjutnya dianalisis. Aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus memerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi.
Gambar 2
Komponen-komponen dalam Analisis Data: Model Interaktif Sumber: Miles and Huberman (dalam Rohidi 1992: 16)
3.4.1. Reduksi Data
Menurut Sugiyono (2008: 247) mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya serta membuang yang tidak penting. Data yang direduksi akan
(49)
memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan.
Data yang diperoleh peneliti dari lapangan mengenai Interaksi Sosial
Penari Bujangganong pada Sale Creative Community (SCC) di Desa Sale
Kabupaten Rembang, meliputi gambaran umum desa Sale, letak Sale Creative Community (SCC), sejarah berdirinya Sale Creative Community (SCC), bentuk pertunjukan kesenian Bujangganong Sale Creative Community (SCC), unsur-unsur pertunjukan kesenian Bujangganong diantaranya gerak tari, tata rias dan busana, tema, iringan/musik, properti, tempat dan tata lampu/cahaya yang ada dalam kesenian Bujangganong Sale Creative Community (SCC), interaksi sosial penari Bujangganong diantaranya kontak sosial antar orang perorangan, kontak sosial antar orang dan kelompok, kontak sosial antar kelompok dengan kelompok, komunikasi, bentuk-bentuk interaksi sosial yang terjadi (kerjasama, persaingan, pertentangan, persesuaian, dan perpaduan), dan faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial (imitasi, sugesti, identifikasi, simpati) yang ada terjadi pada penari
Bujangganong Sale Creative Community (SCC). Keseluruhan data tersebut
diperoleh peneliti dengan teknik observasi, wawancara, dokumentasi selanjutnya dikumpulkan, kemudian dipilih dan di teliti, sehingga dapat diarahkan dan ditarik kesimpulan dan verifikasi.
3.4.2. Penyajian Data
Penyajian data merupakan langkah kedua dari teknik analisis data yang dilakukan peneliti dalam mengkaji permasalahan setelah mereduksi data.
(50)
Data-data yang telah ditajamkan dan dikelompokkan oleh peneliti berhubungan dengan interaksi sosial penari Bujangganong, selanjutnya disajikan dalam teks naratif. 3.4.3. Simpulan/Verifikasi
Peneliti melakukan penarikan simpulan dan verifikasi mengenai interaksi sosial penari Bujangganong berupa sejarah berdirinya Sale Creative Community (SCC), bentuk pertunjukan kesenian Bujangganong Sale Creative Community (SCC), interaksi sosial penari Bujangganong diantaranya kontak sosial antar orang perorangan, kontak sosial antar orang dan kelompok, kontak sosial antar kelompok dengan kelompok, komunikasi, bentuk-bentuk interaksi sosial yang terjadi (kerjasama, asimilasi, akomodasi, persaingan, pertentangan, dan kontravensi), dan faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial (imitasi, sugesti, identifikasi, simpati). Setelah melakukan reduksi data atau memfokuskan hal-hal yang terkait dengan penyajian data dan seluruh data yang diperoleh dan disajikan secara teks bersifat naratif, kemudian peneliti menarik kesimpulan sesuai dengan landasan teori yang digunakan dengan kenyataan yang ditemukan di lapangan.
3.5. Teknik Keabsahan Data
Keabsahan data digunakan untuk menyanggah balik terhadap kesan bahwa penelitian kualitatif tidak ilmiah, merupakan sebagian unsur yang tidak terpisahkan dari konsep pengetahuan penelitian kualitatif. Pemeriksaan keabsahan data yang digunakan melalui triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data (Moeleong 2010: 330).
(51)
Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperolah melalui waktu alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif (Patton 1987: 331). Hal itu dapat dicapai dengan jalan : (1) membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara ; (2) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi ; (3) membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu ; (4) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang pemerintahan ; (5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
(52)
72 BAB V
SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan
Kesenian Bujangganong Sale Creative Community (SCC) di desa Sale
kabupaten Rembang merupakan pethilan dari kesenian Reog Ponorogo.
Bujangganong merupakan penggambaran tokoh Patih Klana Wijaya dan salah satu tokoh dalam pertunjukan Reog Ponorogo. Kesenian Bujangganong Sale Creative Community (SCC) di desa Sale kabupaten Rembang terbentuk pada
tahun 2012 yang merupakan gagasan dari Bapak Praptomo (Pimpinan Sale
Creative Community sekaligus pelatih kesenian Bujangganong). Tujuan
dibentuknya kelompok kesenian Bujangganong ini untuk membantu
mengembangkan bakat dan kemampuan yang dimiliki anak-anak, menumbuhkan rasa percaya diri, bertanggung jawab menjadi generasi penerus untuk mengenalkan kesenian Bujangganong kepada masyarakat dan melestarikannya.
Kesenian Bujangganong Sale Creative Community (SCC) dipentaskan 2
minggu sekali di halaman depan show room Sale Creative Community (SCC) dan
dimulai pada pukul 19.00. Kesenian Bujangganong Sale Creative Community (SCC) disajikan oleh 4 orang penari dengan memakai topeng ganongan / penthul, kaos berseret merah dan putih ada gambar singo barong, celana hitam, embong gombyong, sampur merah, ikat kepala, dan properti yang digunakan adalah cambuk/ pecut. Gerak penari Bujangganong identik dengan gerakan yang lincah dan akrobatik.
(53)
Dilihat dari bentuk pertunjukan, kesenian Bujangganong Sale Creative Community (SCC) dibagi menjadi 3 bagian, yaitu bagian pertama tarian persembahan yang di dalamnya terdapat gerak playon, sabetan, kebatan, sembahan dan pangilon dengan diiringi gendhing panaragan/ gendhing iring-iring dan gendhing sampak, bagian kedua merupakan gerakan atraksi yang diiringi dengan gendhing obyog, dan bagian ketiga merupakan bagian penutup yang diiringi gendhing panaragan.
Adanya kesenian Bujangganong Sale Creative Community (SCC)
memunculkan interaksi sosial pada penari. Interaksi sosial merupakan proses awal penyesuaian nilai-nilai sosial dalam kehidupan bersama, seperti para penari
Bujangganong di Sale Creative Community (SCC) yang menekankan
kebersamaan dan menjalin keharmonisan meskipun antar penari memiliki watak dan karakter yang berbeda. Kontak sosial penari Bujangganong Sale Creative Community (SCC) yang terjalin yaitu kontak sosial antara orang perorangan, kontak sosial antara orang per orang dengan satu kelompok atau sebaliknya dan kontak sosial antara satu kelompok dengan kelompok lainnya memunculkan
kesadaran penari Bujangganong Sale Creative Community (SCC) untuk
bekerjasama, memotivasi, menaati aturan, menghargai, dan bersatu saat pertunjukan maupun di luar pertunjukan. Komunikasi yang terjalin antara penari dengan penari dan pelatih dengan penari agar keadaan kondusif dan tidak sampai terjadi pertentangan bahkan pertikaian.
Ke enam bentuk interaksi sosial (kerja sama, asimilasi, akomodasi persaingan, pertentangan, dan kontravensi) menjadikan penari untuk lebih maju
(54)
dan berkembang dalam berkarya. Dan Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial penari Bujangganong Sale Creative Community (SCC) diantaranya faktor imitasi ditunjukkan penari meniru gerak dan atraksi penari kelompok kesenian lainnya untuk menambah referensi gerak, faktor sugesti ditunjukkan penari dengan saling memotivasi agar tercipta hubungan yang harmonis, faktor identifikasi memunculkan rasa penari untuk berlaku sama dengan membuat ciri khas yang berbeda dengan yang lainnya, dan faktor simpati memunculkan sifat ketertarikan penari terhadap orang yang diidolakan setelah melakukan penilaian sehingga ingin menjadi penari seperti yang diidolakan.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan tersebut, saran yang diberikan
kepada penari Bujangganong Sale Creative Community (SCC) untuk tetap
mempertahankan nilai-nilai sosial agar terjalin hubungan yang harmonis dan mempunyai rasa kebersamaan yang kuat antar penari dengan penari, penari dengan pelatih, penari dengan kelompok kesenian Bujangganong Sale Creative Community (SCC), dan kelompok kesenian Bujangganong Sale Creative Community (SCC) dengan kelompok kesenian Bujangganong lainnya. Dan saran yang diberikan kepada Sale Creative Community harus sering membuat acara-acara yang kreatif dan inovatif untuk tetap menjaga eksistensi kesenian
Bujangganong Sale Creative Community (SCC) dan melestarikan kesenian
(55)
75
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 2007. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Anwar dan Adang. 2013. Sosiologi untuk Universitas. Bandung: PT Refika Aditama.
Bungin, Burhan. 2007. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana.
Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Hermawan, Kertajaya. 2008. Komunitas Imajiner. Yogyakarta : Pustaka Belajar.
Jazuli, Muhammad. 2008. Pendidikan Seni Budaya Suplemen Pembelajaran Seni
Tari. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Indriyanto, 2002. Lengger Banyumasan : Kontinuitas dan Perubahan.
Yogyakarta: Yayasan Lentera Budaya.
Lisbijanto, Herry. 2013. Reog Ponorogo. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Miles & Huberman. 2007. Analisis Data Kualitatif Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Moeleong, Lexy J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Santosa, Budi. 2004. Kesenian dan Kebudayaan dalam Buletin Wiled. Surakarta : STSI Press.
Saputra, T. A. 2014. Interaksi Sosial Pemain Band pada Studio Musik Letta di Desa Sekaran Kecamatan Gunungpati Kabupaten Semarang. Skripsi. Universitas Negeri Semarang, Semarang.
Setiadi EM, Hakam KA & Effendi R. 2013. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Jakarta: Kencana.
Soekanto, Soeryono. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali Press.
Soemaryatmi. 2011. Tari dan Pendidikan. GELAR (Jurnal Seni Budaya). Volume
9, Nomor 1: 75.
(56)
Sujarwanto, Imam. 2012. Interaksi Sosial Antar Umat Beragama (Studi Kasus
pada Masyarakat Karangmalang Kedungbanteng Kabupaten Tegal). Journal
of Educational Social Studies. Volume 1, Nomor 2: 62.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sumaryanto, Totok. 2007 . Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif. Semarang:
Unnes Press.
Syam, Nina. 2012. Sosiologi sebagai Akar Ilmu Komunikasi. Bandung: Simbiosa
Rekatama Media.
Wadiyo. 2008 . Sosiologi Seni (Sisi Pendekatan Multi Tafsir). Semarang: Unnes Press.
(57)
Lampiran 1
(58)
Lampiran 2
(59)
Lampiran 3
Instrumen Penelitian 1. Pedoman Observasi
Dalam penelitian hal-hal yang diamati langsung mengenai: 1.1. Keadaan lingkungan dan kondisi fisik lokasi penelitian
1.2. Interaksi Sosial penari Bujangganong Sale Creative Community (SCC)
1.3. Bentuk Pertunjukan kesenian Bujangganong Sale Creative Community
(SCC)
1.4. Proses yang meliputi:
1.4.1. Berkunjung ke kantor Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga kabupaten Rembang
1.4.2. Berkunjung ke kantor kelurahan Sale kecamatan Sale kabupaten Rembang
1.4.3. Berkunjung ke tempat narasumber kesenian Bujangganong Sale
Creative Community (SCC) desa Sale kecamatan Sale kabupaten Rembang
2. Pedoman Wawancara
2.1. Wawancara dengan Bapak Sunarto Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata,
Pemuda dan Olahraga kabupaten Rembang:
2.1.1. Bagaimana perkembangan kesenian di kabupaten Rembang?
2.1.2. Apakah kesenian-kesenian di kabupaten Rembang masih terus ada
(60)
2.1.3. Bagaimana tanggapanya tehadap kesenian Bujangganong di desa Sale?
2.1.4. Bagaimana upaya dari pemerintah dalam melestarikan kesenian
Bujangganong?
2.2. Wawancara dengan Bapak Sujarwo Kepala Desa Sale:
2.2.1. Bagaimana gambaran umum tentang desa Sale, khususnya Sale
Creative Community (SCC)?
2.2.2. Bagaimana tanggapan masyarakat desa Sale terhadap kesenian
Bujangganong?
2.3. Wawancara dengan Bapak Praptomo Pimpinan Sale Creative Community
(SCC) dan pelatih kesenian Bujangganong Sale Creative Community
(SCC):
2.3.1. Bagaimana sejarah awal berdirinya Sale Creative Community (SCC)?
2.3.2. Mengapa diberi nama Sale Creative Community (SCC)?
2.3.3. Kesenian apa saja yang ada di Sale Creative Community (SCC)?
2.3.4. Apa itu kesenian Bujangganong?
2.3.5. Bagaimana pertunjukan dan unsur-unsur kesenian Bujangganong di Sale Creative Community (SCC)?
2.3.6. Kesenian Bujangganong Sale Creative Community (SCC) ditarikan oleh siapa?
2.3.7. Kapan dan dimana pertunjukan kesenian Bujangganong Sale Creative
(61)
2.3.8. Bagaimana interaksi sosial penari Bujangganong Sale Creative Community (SCC)?
2.3.9. Bagaimana kontak sosial yang terjadi antara penari dengan individu lainnya, penari dengan kelompok kesenian, kelompok kesenian
Bujangganong Sale Creative Community (SCC) dengan kelompok
kesenian Bujangganong lainnya? 2.3.10.Bagaiman komunikasi yang terjadi?
2.3.11.Bagaimana bentuk interaksi sosial yang terjadi (Kerjasama,
akomodasi, asimilasi, persaingan, pertentangan, dan kontravensi)?
2.4. Wawancara dengan Bapak Edi Susanto pelatih kesenian Bujangganong
Sale Creative Community (SCC):
2.4.1. Apa itu kesenian Bujangganong?
2.4.2. Bagaimana pertunjukan dan unsur-unsur kesenian Bujangganong di Sale Creative Community (SCC)?
2.4.3. Kesenian Bujangganong Sale Creative Community (SCC) ditarikan oleh siapa?
2.4.4. Kapan dan dimana pertunjukan kesenian Bujangganong Sale Creative
Community (SCC) dilaksanakan?
2.4.5. Bagaimana interaksi sosial penari Bujangganong Sale Creative
Community (SCC)?
2.4.6. Bagaimana kontak sosial yang terjadi antara penari dengan individu lainnya, penari dengan kelompok kesenian, kelompok kesenian
(62)
Bujangganong Sale Creative Community (SCC) dengan kelompok kesenian Bujangganong lainnya?
2.4.7. Bagaiman komunikasi yang terjadi?
2.4.8. Bagaimana bentuk interaksi sosial yang terjadi (Kerjasama,
akomodasi, asimilasi, persaingan, pertentangan, dan kontravensi)?
2.5. Wawancara dengan Aril penari Bujangganong Sale Creative Community
(SCC):
2.5.1. Bagaimana interaksi sosial penari Bujangganong Sale Creative
Community (SCC)?
2.5.2. Bagaimana kontak sosial yang terjadi antara penari dengan individu lainnya, penari dengan kelompok kesenian, kelompok kesenian
Bujangganong Sale Creative Community (SCC) dengan kelompok
kesenian Bujangganong lainnya?
2.5.3. Bagaiman komunikasi yang terjadi?
2.5.4. Bagaimana bentuk interaksi sosial yang terjadi (Kerjasama,
akomodasi, asimilasi, persaingan, pertentangan, dan kontravensi)?
2.6. Wawancara dengan Yoga penari Bujangganong Sale Creative Community
(SCC):
2.6.1. Bagaimana interaksi sosial penari Bujangganong Sale Creative
Community (SCC)?
2.6.2. Bagaimana kontak sosial yang terjadi antara penari dengan individu lainnya, penari dengan kelompok kesenian, kelompok kesenian
(63)
Bujangganong Sale Creative Community (SCC) dengan kelompok kesenian Bujangganong lainnya?
2.6.3. Bagaiman komunikasi yang terjadi?
2.6.4. Bagaimana bentuk interaksi sosial yang terjadi (Kerjasama,
akomodasi, asimilasi, persaingan, pertentangan, dan kontravensi)?
2.7. Wawancara dengan Titan penari Bujangganong Sale Creative Community
(SCC):
2.7.1. Bagaimana interaksi sosial penari Bujangganong Sale Creative
Community (SCC)?
2.7.2. Bagaimana kontak sosial yang terjadi antara penari dengan individu lainnya, penari dengan kelompok kesenian, kelompok kesenian
Bujangganong Sale Creative Community (SCC) dengan kelompok
kesenian Bujangganong lainnya?
2.7.3. Bagaiman komunikasi yang terjadi?
2.7.4. Bagaimana bentuk interaksi sosial yang terjadi (Kerjasama,
akomodasi, asimilasi, persaingan, pertentangan, dan kontravensi)? 3. Pedoman Dokumentasi
3.1. Gambar atau foto: bangunan showroom Sale Creative Community (SCC) di desa Sale, bentuk pertunjukan kesenian Bujangganong Sale Creative Community (SCC) dan unsur-unsur kesenian Bujangganong Sale Creative Community (SCC) yang meliputi gerak tari, tata rias dan busana, alat musik, property, dan tempat pertunjukan.
(64)
3.2. Data dan dokumen: Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan
Olahraga kabupaten Rembang, Kepala Desa Sale, Pimpinan Sale Creative
Community (SCC), pelatih kesenian Bujangganong Sale Creative Community (SCC), penari kesenian Bujangganong Sale Creative Community (SCC).
(65)
Lampiran 4 Glosarium
Channel : Saluran
Communication : Komunikasi Competition : Kompetisi Conflict : Perselisihan Cooperation : Kerjasama
Ganongan/penthul : Topeng yang digunakan penari Bujangganong Gendhing : Iringan/musik
Interest : Perhatian
Pecut : Cambuk
Receiver : Penerima
Show room : Tempat pameran
Skill : Kemampuan
Sosial contact : Kontak sosial Source : Informasi
(66)
Lampiran 5
Biodata Narasumber
1. Nama : Drs. Sunarto, S.H., M.M.
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 58 tahun
Pekerjaan : Kepala Dinbudparpora Kabupaten Rembang
Alamat : Ds. Wonokerto, Kec. Sale, Kab. Rembang
2. Nama : Sujarwo
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 49 tahun
Pekerjaan : Kepala Desa Sale
Alamat : Ds. Sale, Kec. Sale, Kab. Rembang
3. Nama : Drs. Praptomo
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 47 tahun
Pekerjaan : PNS/Guru
Alamat : Ds. Sale, Kec. Sale, Kab. Rembang
4. Nama : Edi Susanto
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 45 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
(67)
5. Nama : Ahmad Dimas Aril Lian
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 11 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Ds. Sale, Kec. Sale, Kab. Rembang
6. Nama : Oktama Yoga Kurniawan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 12 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Ds. Sale, Kec. Sale, Kab. Rembang
7. Nama : Titan Ardindo
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 12 tahun
Pekerjaan : Pelajar
(68)
Lampiran 6 Biodata Penulis
Nama : Nur Rachma Permatasary
Tempat, Tanggal Lahir : Rembang, 14 Desember 1993
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Alamat : Ds. Pakis, RT.02 RW.01, Kec. Sale, Kab. Rembang
Agama : Islam
Prodi : Pendidikan Seni Tari
Jurusan : Pendidikan Seni Drama, Tari, dan Musik
Fakultas : Bahasa dan Seni
Riwayat Pendidikan :
SD Negeri 1 Sale lulus tahun 2005 MTs Negeri Sale lulus tahun 2008 SMA Negeri 1 Sale lulus tahun 2011
(69)
Lampiran 7
Foto
Pertunjukan kesenian Bujangganong
(Foto: Nur Rachma Permatasary, 08 November 2014)
Pertunjukan kesenian Bujangganong
(70)
Pertunjukan kesenian Bujangganong
(Foto: Nur Rachma Permatasary, 08 November 2014)
Pemusik kesenian Bujangganong
(71)
Pertunjukan kesenian Bujangganong
(Foto: Nur Rachma Permatasary, 07 Desember 2014)
Pertunjukan kesenian Bujangganong
(72)
Wawancara dengan Bapak Kepala Dinbudparpora (Foto: Junaedi, 14 November 2014)
Wawancara dengan Bapak Praptomo (Foto: Junaedi, 08 November 2014)
(73)
Wawancara dengan Bapak Edi Susanto (Foto: Junaedi, 08 November 2014)
(74)
Lampiran 8 Peta Desa Sale
(1)
89
Lampiran 7
Foto
Pertunjukan kesenian Bujangganong
(Foto: Nur Rachma Permatasary, 08 November 2014)
Pertunjukan kesenian Bujangganong
(2)
90
Pertunjukan kesenian Bujangganong
(Foto: Nur Rachma Permatasary, 08 November 2014)
Pemusik kesenian Bujangganong
(3)
91
Pertunjukan kesenian Bujangganong
(Foto: Nur Rachma Permatasary, 07 Desember 2014)
Pertunjukan kesenian Bujangganong
(4)
92
Wawancara dengan Bapak Kepala Dinbudparpora (Foto: Junaedi, 14 November 2014)
Wawancara dengan Bapak Praptomo (Foto: Junaedi, 08 November 2014)
(5)
93
Wawancara dengan Bapak Edi Susanto (Foto: Junaedi, 08 November 2014)
(6)
94
Lampiran 8 Peta Desa Sale