BAB II HUKUM ACARA PERDATA DI INDONESIA DAN HUKUM
ACARA PERADILAN ISLAM
A. Pengertian dan Fungsi Hukum Acara
1. Pengertian Hukum Acara
Bila dicermati pendapat para ahli hukum mengenai pengertian atau
definisi hukum acara, nampaknya terdapat beragam pendapat. Wirjono
Prodjodikoro mendefinisikan bahwa hukum acara adalah rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak dihadapan
pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan hukum perdata.
1
Sudikno Mertokusumo mengemukakan pengertian hukum acara perdata, Hukum
Acara Perdata ialah peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim
atau peraturan hukum yang menentukan bagaimana caranya menjamin pelaksanaan hukum perdata materiil. Hukum acara perdata mengatur
tentang bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak, cara memeriksa dan cara memutusnya, serta bagaimana pelaksanaan daripada
putusannya.
2
Sementara R. Subekti Mantan Ketua Mahkamah Agung berpendapat : Hukum acara itu mengabdi kepada hukum materiil, setiap
perkembangan dalam hukum materil itu sebaiknya selalu diikuti dengan penyesuaian hukum acaranya. Oleh karena itu Hukum Perdata diikuti
1
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Jakarta: PT. Intermasa, cet. 31, 2003, hlm.177
2
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, Ed. 7, 2006, hlm. 134.
22
23
dengan penyesuaian hukum acara perdata dan Hukum Pidana diikuti dengan penyesuaian hukum acara pidana
3
. Berbeda dengan tiga orang ahli hukum diatas, Soepomo seorang
ahli hukum adat mengatakan bahwa dalam peradilan, tugas hakim ialah mempertahankan tata hukum perdata, menetapkan apa yang ditentukan
oleh hukum dalam suatu perkara.
4
Dari beberapa pengertian dan pendapat para ahli hukum tersebut diatas, kiranya dapat ditarik suatu pengertian bahwa Hukum Acara
Perdata adalah hukum yang mengatur bagaimana ditegakkannya hukum perdata materiil, bagaimana orang berhadapan dimuka pengadilan dan
bagaimana pelaksanaan dari putusannya. a.
Fungsi Hukum Acara Dalam Proses Peradilan. Kiranya tidak bisa dipungkiri, bahwa hukum acara perdata
hukum formal mempunyai posisi yang sangat urgen dalam proses peradilan. Begitu urgennya kedudukan hukum acara dalam proses
peradilan sehingga ia dianggap sebagai salah satu tolok ukur bagi tegak dan terlaksananya ideologi fiar trial sekaligus terwujudnya
prisnsip due process right dalam proses peradilan yang dicita-citakan oleh semua negara hukum dan masyarakat demokrasi dimanapun di
dunia.
5
3
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, hlm.178
4
Moh. Taufik Makarao, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata Jakarta : PT Rineka Cipta, 2009, hlm. 131
5
Cik Basir, Penyelesaian sengketa Perbankan Syari’ah Di Pengadilan Agama Mahkamah Syari’ah, Jakarta : PT Fajar Interpratama Offset,2009, hlm. 53
24
Benar dan adilnya Hakim dalam menyelesaikan suatu perkara di pengadilan, bukan dilihat pada hasil akhir putusan yang
dijatuhkan semata. Tetapi mesti dilihat dan dinilai sejak awal proses pemeriksaan perkara dimulai. Apakah sejak awal pemeriksaan
perkara dimulai, Hakim telah melakukannya sesuai dengan hukum acara yang benar atau tidak, apakah proses pemeriksaan perkara
sejak awal sampai akhir benar-benar due process of law atau undue process.
6
Jika sejak awal sampai putusan dijatuhkan, proses pemeriksaan telah dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum acara
due process of law, berarti Hakim telah melaksanakan dan menegakkan ideologi fair trial yang dicita-citakan negara hukum dan
para pencari keadilan justiabelen. Untuk tegaknya ideologi fair trial, yaitu cita-cita proses
peradilan yang benar dan jujur sejak awal sampai akhir, serta terwujudnya prinsip due process right yaitu yang memberi hak
kepada setiap pencari keadilan untuk diperlakukan seacara adil dalam proses pemeriksaan, khususnya pada perkara di Peradilan
Agama diperlukan pemahaman dan pengertian yang luas secara aktual dan kontekstual, baik dari kacamata terori maupun praktis
atau dengan kata lain bahwa antara das sein dan das solen berjalan secara sinergi.
7
6
Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, Cetakan Kelima, 2007, hlm. 5
7
Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, hlm. 6.
25
2. Tata cara Beracara di Pengadilan Agama
Seseorang yang merasa haknya dilanggar oleh orang lain dan ia tidak dapat menyelesaikan sendiri masalahnya, dapat mengajukan
tuntutan hak kepada Pengadilan untuk menyelesaikannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Tuntutan itu harus mengandung kepentingan hukum, point d’interet, poit d’action, geen belang geen actie tidak ada ada
kepentingan, tidak dapat digugat di muka pengadilan. Putusan MARI No. 294 KSip1971 tanggal 7 Juli 1971 menyebutkan, gugatan harus
diajukan oleh orang yang mempunyai hubungan hukum.
8
Untuk mengajukan tuntutan hak gugatan di pengadilan sebagaimana tersebut di atas tentu ada tatacaranya yang telah diatur
dalam undang-undang, yaitu : 1
Penggugat mengajukan gugatanpemohonan secara tertulis atau lisan kepada pengadilan Agama mahkamah syari’ah.
9
2 PenggugatPemohon bisa meminta petunjuk kepada pengadilan
Agama tentang tata cara membuat surat gugatanpermohonan.
10
3 Berkenaan dengan perkara perceraian, jika suami yang mengajukan
permohonan perceraian, permohonan tersebut diajukan kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat
8
Pustaka Hukum, Hukum Acara Peradilan Agama, https:pustakalegal.wordpress.com
, diakses tanggal 22 Juni 2016.
9
Pasal 118 HIR, 142 R.Bg. jo. Pasal 66 UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006.
10
Pasal pasal 119 HIR, 143 R.bg jo. Pasal 58 UU No. 7 Th. 1989 tentang Peradilan Agama yang telah diubah dengan UU No. 3 Th. 2006
26
kediaman Termohon.
11
Namun jika yang mengajukan isteri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya
meliputi tempat tinggal Penggugat.
12
4 Bila Termohon meninggalkan tempat kediaman yang telah
disepakati bersama tanpa izin Pemohon, maka permohonan harus diajukan kepada Pengadilan Agama Mahkamah Syar’iyah yang
daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon.
13
Bila Termohon berkediaman di luar negeri, maka permohonan di ajukan
kepada Pengadilan Agama Mahkamah Syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon.
14
5 Bila Pemohon dan Termohon bertempat kediaman di luar negeri ,
maka permohonan diajukan kepada Pengadilan Agama Mahkamah Syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkan
perkawinan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
15
B. Skema Penyelesaian Perkara Ekonomi Syari’ah di Pengadilan Agama.