7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Novel
Secara etimologi novel berasal dari bahasa Latin Novus yang artinya “baru”.
Kemudian diserap menjadi bahasa inggris yang menggunakan bahasa Italia yaitu novella
yang artinya “sebuah kisah atau sepotong berita” Ian Milligan, 1983:15.
Jeremy Hawthorn 1985:1 menyatakan bahwa the novel is a fictitious prose narrative or tale of considerable length in which characters and actions
representative of the real life of past or present times are portrayed in a plot of more or less complexity
. Pendapat lain dari Rene Wellek Austin Warren 1977:284 bahwa the novel is a picture of real life and manners, and of the time in which is
written .
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa novel adalah karya sastra fiksi berupa cerita yang mengacu kepada hal-hal nyata
– tempat, manusia, dan peristiwa
– karena menceritakan tentang kehidupan dan tingkah laku manusia yang ditulis pada waktu itu dalam sebuah alur atau cerita yang lebih kompleks dan tokoh
atau jumlah pemeran juga lebih banyak. Berdasarkan Klarer 1998:12 dan Hawthorn 1985:12 bahwa novel dibagi
menjadi beberapa kategori di antaranya the Picaresque novel berhubungan dengan
pengalaman pengembara; Bildungsroman berhubungan dengan pendidikan, the Epistolary
novel novel yang menggunakan surat sebagai pencerita dan Semua kategori tersebut, tidak terlepas dari unsur intrinsik tokoh, tema, sudut pandang, latar
dan alur dan ekstrinsik biografi pengarang atau riwayat hidup, pendekatan sosial dan politik.
2.2 Unsur Intrinsik 2.2.1 Alur Plot
Alur merupakan salah satu unsur instrinsik dalam novel. Alur digunakan untuk memperjelas cerita dari novel tersebut. Menurut Jeremy Hawthorn
1985:53 a plot is an ordered, organized sequence of events and actions. Pendapat lain dari Laurence Perrine 1988:41 bahwa plot is the sequence of
incidents or events of which a story is composed . Dari kedua pendapat di atas,
dapat disimpulkan bahwa alur adalah urutan kejadian atau peristiwa yang ditulis dalam sebuah cerita oleh pengarang.
Alur memiliki beberapa tingkatan elemen dalam sebuah cerita yaitu: Exposition
menjelaskan situasi awal; Complication munculnya masalah menuju klimaks; Climax puncak masalah dan ada aksi untuk mengambil keputusan;
Turning point pengambilan keputusan menuju resolusi; dan Resolution
resolusi Klarer, 1998:15.
Keberadaan alur sangat penting dalam cerita karena selain mengungkapkan pesan yang akan disampaikan juga tempat adanya tokoh dan
tindakan yang merujuk pada konflik. Konflik merupakan intisari dari alur karena menimbulkan tindakan, keinginan, dan harapan. Hal ini mengacu kepada tindakan
seperti apa yang akan dilakukan tokoh di dalam novel dan mengapa mereka melakukannya Milligan, 1983:145.
Konflik merupakan salah satu aspek yang ada di dalam alur yang dapat membuat alur sebuah novel berkembang. Berdasarakan Laurence Perrine
1988:42 bahwa konflik dalam novel dibagi menjadi empat bagian yaitu manusia dengan manusia man against man; manusia dengan alam man against nature;
manusia dengan lingkungan man against environment; dan manusia dengan dirinya sendiri man against himself. Setiap tokoh dalam novel bisa memiliki
konflik lebih dari satu dalam waktu yang sama. Di sisi lain, beberapa konflik dalam cerita menerangkan sesuatu yang
berbentuk fisik, mental, emosi, dan moral Laurence Perrine, 1988:42. Bagaimanapun, keberadaan konflik memperkuat pembaca dalam memahami
cerita dan membuat pembaca penasaran dan melanjutkan untuk terus mencari tahu maksud dari cerita tersebut.
2.2.2 Tokoh Character dan Penokohan Characterization
Tokoh dan penokohan adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan yang merupakan salah satu unsur instrinsik dalam novel. Tokoh dimunculkan
sebagai pembawa cerita atau orang yang bercerita oleh pengarang sedangkan penokohan adalah gambaran atau sifat dari setiap tokoh.
Ada dua cara pengenalan dalam penokohan yaitu secara dramatis the dramatic
dilihat dari lingkungan, dari apa yang diucapkan tokoh lain, dari apa yang dilakukan dan diucapkan; dan analitis the analytic dilihat dari pengarang
yang menguraikan tokohnya, menjelaskan alasannya, kemunculannya, dan pemikirannya Laurence Perrine, 1988:34.
Dalam suatu cerita, pengarang juga menghadirkan tokohnya secara langsung direct dan tidak langsung indirect. Laurence Perrine menyatakan
bahwa “direct presentation is they tell us straight out, by exposition or analysis what a character is like, have someone else in the story tells us what he is like‖
maksudnya tokohnya menceritakan langsung melalui eksposisi atau analisis mengenai apa yang diinginkan tokoh atau seseorang yang ada di dalam cerita itu
dan indirect presentation is the authors show us the character in action; we infer what they think or say or do‖ maksudnya pengarang menunjukan tokohnya dalam
sebuah tindakan, kita menginterpretasikan sendiri apa yang tokoh ucapkan dan lakukan 1988:66. Pendapat lain dari Klarer adalah explanatory characterization
yaitu menggambarkan
seseorang melalui
pencerita; dan
dramatic characterization
ditunjukkan dari sebuah dialog – monolog 1998:20.
Berdasarkan dua definisi di atas, pada dasarnya memiliki makna yang sama meskipun berbeda istilah di antaranya seperti explanatory characterization atau
direct presentation yaitu tokoh yang digambarkan atau diceritakan oleh
pengarang; dan dramatic characterization atau indirect presentation yaitu tokoh yang di ungkapkan dalam sebuah dialog yang kemudian pembaca harus
menginterpretasikan apa yang tokoh ucapkan dan lakukan. Klarer 1998:20 berpendapat bahwa tokoh dibagi menjadi dua bagian
yaitu flat atau typified character dan round atau individualized character. Tokoh flat
atau typified character dilambangkan dalam ciri atau sifat yang lebih spesifik sedangkan tokoh round atau individualized character biasanya menunjukkan
seseorang yang lebih kompleks. Pendapat lain dari Laurence Perrine 1988:67 bahwa Flat
Characterization adalah ciri atau sifat tokohnya bisa dilihat dari satu kalimat saja
sedangkan Round Characterization adalah tokoh yang memerlukan analisis penuh dari berbagai segi. Salah satu bentuk flat characterization adalah stock character,
tipe seperti ini sering dilibatkan dalam cerita fiksi yang hanya memerlukan imajinasi dari pengarangnya bukan observasi. Hal ini secara langsung membuat
tokoh tersebut dapat dikenal oleh pembaca karena tokohnya mencontoh dari tokoh satu ke tokoh lain.
Selain itu, tokoh juga bisa diklasifikasikan sebagai static character yaitu tokohnya tidak ada perubahan dari awal sampai akhir cerita; dan developing
character yaitu tokoh yang mengalami perubahan secara permanen dalam
beberapa aspek pada tokoh, kepribadian, dan pandangan Laurence Perrine, 1988:69.
2.3 Konsep Hierarki Kebutuhan