Pengelolaan Biaya Pencatatan Nikah dan Rujuk di KUA

h. Pelaksanaan penggunaan PNBP-NR pada kandepag menggunakan mekanisme pencairan sesuai dengan ketentuan perbendaharaan. 21 Berdasarkan mekanisme maka diketahui bahwa beberapa hal yang bisa menghambat pengelolaan penerimaan negara bukan pajak PNBP termasuk penggunaannya di KUA, yaitu target penerimaan yang diajukan, bisa lebih kecil dari yang seharusnya. Kemungkinan faktor penyebabnya, bisa jadi karena khawatir bila target penerimaan tidak tercapai akan mengurangi penilaian kinerja, bisa juga adanya kemungkinan tidak ingin penerimaan yang sebenarnya diketahui. Target penerimaan yang kecil jelas mempengaruhi besarnya pengeluaran yang akan dibiayai langsung dengan penerimaan tersebut. Akhirnya pengeluaran yang dianggarkan menjadi lebih kecil dari yang sebenarnya dibutuhkan. Padahal bila target penerimaan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya besar bahkan disusun dengan target yang optimis, maka otomatis bisa dibuat penganggaran yang bisa memenuhi semua kebutuhan operasional. Adanya pembiayaan yang semestinya tidak perlu dibebankan pada PNBP nikah-rujuk, Kegiatan peningkatan SDM dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, serta kegiatan pelayanan dan bimbingan di bidang perkawinan serta penegakan hukum, semestinya tidak menggunakan biaya PNBP dari KUA. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan bagian tugas dari Kementerian Agama sehingga sudah sewajarnya biaya yang diperlukan untuk melaksanakannya dibebankan pada anggaran Kementerian Agama, bukannya membebani PNBP yang berasal dari pelayanan KUA. Hanya kegiatan yang terkait langsung dengan pelayanan yang dibutuhkan masyarakat yang seharusnya dibebankan pada penerimaan instansi bersangkutan. 21 httpwww.kemenag.go.idDiakses 30 Desember 2014. PNBP yang merupakan penerimaan negara dari pelayanan KUA kepada masyarakat tidak seluruhnya digunakan untuk keperluan KUA dalam rangka membiayai pelayanan kepada masyarakat. 20nya merupakan porsi yang digunakan oleh Kandepag KabKota, sedangkan KUA hanya bisa menggunakan 80nya. Hal ini jelas mengurangi anggaran KUA bersangkutan yang seharusnya bisa digunakan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu kewenangan untuk mengalokasikan penggunaan PNBP-NR ada pada Kepala Kandepag, dengan mempertimbangkan skala prioritas kegiatan pada KUA. Hal ini memperpanjang birokrasi dan bisa menimbulkan perbedaan penafsiran, mana yang prioritas mana yang tidak, antara Kandepag dan KUA. Seharusnya kewenangan tersebut diserahkan saja kepada KUA karena mereka yang lebih tahu prioritas masing-masing sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan kondisi di lapangan. Berapapun biaya yang ditetapkan pemerintah terkait pelayanan KUA kepada masyarakat, tidak akan banyak berpengaruh pada terpenuhinya biaya operasional KUA untuk melayani masyarakat. Hal ini akan terus terjadi bila belum adanya kesadaran dalam perencanaan dan pengelolaan anggaran dengan baik disisi penerimaan maupun pengeluaran. Secara prinsip, biaya yang diperlukan oleh KUA dalam melayani masyarakat seharusnya bisa ditutupi dari penerimaan yang dibayarkan oleh masyarakat. Asalkan perencanaan dan penganggarannya dilakukan dengan penuh kejujuran dan memperhatikan kaidah-kaidah sesuai undang-undang dan peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Petugas KUApenghulu telah diberikan penghasilan dan fasilitas dari pemerintah. Adapun cukup tidak cukupnya hal tersebut sangatlah relatif dan bisa diperdebatkan. Sebagai abdi negara dan pelayan masyarakat yang berintegritas, profesional dan jujur, sudah seharusnya mereka tidak mengharapkan apalagi meminta imbalan atau sesuatu apapun dari masyarat yang dilayaninya. Apalagi pelaksanaan tugas mereka sangat erat kaitannya dengan ajaran agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral. Terkait tugas-tugas mereka yang bila memang tidak bisa dihindari harus melayani masyarakat hingga ke tempat yang jauh dan memerlukan biaya yang cukup besar, maka sudah seharusnya negara memfasilitasi pelaksanaan tugas tersebut. Petugas KUA wajib diberikan fasilitas dalam rangka melaksanakan tugasnya tersebut seperti kendaraan operasional ataupun biaya perjalanan dinas. Biaya perjalanan dinas tersebut akan ditanggung negara sesuai besarnya pengeluaran yang dikeluarkan, mulai dari biaya transportasi, penginapan, dan uang harian terdiri dari uang makan, uang saku, uang transport lokal untuk dipergunakan selama dalam perjalanan dinas melayani masyarakat. Biaya-biaya ini dapat dijadikan dasar dalam menetapkan berapa besarnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat sesuai dengan situasi dan kondisi di lapangan. Semua biaya yang dibutuhkan tersebut hanya dapat dibiayai bila telah masuk dalam dokumen anggaran. Oleh karena itu sangat diperlukan upaya keras yang dilandasi dengan kejujuran dan niat baik dalam membuat perencanaan dan penganggaran baik untuk penerimaan maupun pengeluaran. 22 Kementerian Agama beserta KUA hendaknya mengkaji kemungkinan adanya cara- cara lain untuk memudahkan pelayanan pencatatan pernikahan. Apalagi sesuai ajaran 22 httpwww.kemenag.go.idDiakses 30 Desember 2014. agama Islam, untuk menikahkan calon pengantinsuami-istri tidak diperlukan persyaratan yang rumit. Agama Islam menganjurkan untuk memudahkan pelaksanaan pernikahan. Bila memang memungkinkan, tidak perlu petugas KUA yang datang langsung untuk menikahkan atau melangsungkan akad nikah. Di masyarakat cukup banyak tokoh agama yang punya pemahaman dan kompetensi untuk menikahkan pasangan calon suami-istri. Pihak Kemenag dan KUA bisa menjadi regulator agar pelaksanaannya berlangsung tertib. Adapun pencatatan pernikahannya, di jaman sekarang ini bisa menggunakan teknologi informasi dan komunikasi yang serba canggih. Mungkin pihak Kemenag dan KUA dapat mempertimbangkan pencatatan pernikahan secara online baik melalui situswebsite ataupun melaui email. Kemenag dan KUA tinggal mengatur bagaimana teknis persyaratan dan dokumen yang diperlukan. Bila perlu masyarakat diwajibkan untuk menguploadmengirimkan rekaman video acara akad pernikahan yang dilaksanakan jauh dari KUA setempat. BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Masalah

Penelitian Hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisisnya. 23 Pendekatan masalah yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif dan empiris. Hukum normatif hanya mengenal data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, maka dalam mengolah dan menganalisis bahan hukum tersebut tidak bisa melepaskan diri dari berbagai penafsiran yang dikenal dalam ilmu hukum. Penelitian hukum normatif ini mencakup Penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum, penelitian sejarah hukum, dan penelitian perbandingan hukum. Sementara itu pendekatan empiris dilakukan untuk menganalisis suatu peristiwa hukum yang benar-benar terjadi dalam kehidupan masyarakat 24

3.2 Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengambarkan secara rinci, jelas, dan sistematis mengenai implementasi penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2014 terhadap peningkatan pelayanan di Kantor 23 Serdjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Rajawali Pers, Jakarta, 1990, hlm. 1. 24 Ibid, hlm. 5. Urusan Agama dan implikasi penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2014 terhadap peningkatan pelayanan di Kantor Urusan Agama.

3.3 Data dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

3.3.1 Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh dari hasil wawancara langsung kepada narasumber penelitian, sebagai berikut: 1. Kepala Seksi Bimas Islam Kantor Kementian Agama Kota Bandar Lampung Hi. Lemra Horizon : 1 orang 2. Kepala KUA Kecamatan Kedaton Kota Bandar Lampung Hi. Purna Irawan : 1 orang 3. Perwakilan Masyarakat di Kecamatan Kedaton Sulaiman Hasan : 1 orang + Jumlah : 3 orang

3.3.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi kepustakaan library research, dengan cara membaca, menelaah dan mengutip terhadap berbagai teori, asas dan peraturan yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian. Data sekunder ini meliputi: 1. Bahan Hukum Primer, terdiri dari: a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan c. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik d. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang- Undang Perkawinan e. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2004 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku pada Departemen Agama f. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam g. Instruksi Menteri Agama Nomor 2 Tahun 2004 tentang Pembiayaan Pencatatan Nikah 2. Bahan Hukum Sekunder, terdiri dari berbagai sumber hukum yang relevan dengan pembahasan dalam penelitian, seperti buku-buku, jurnal ilmiah. 3. Bahan Hukum Tersier, terdiri dari berbagai sumber pendukung lain seperti kamus, ensiklopedia dan sumber internet.

3.4 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: a. Studi pustaka Dilakukan dengan serangkaian kegiatan seperti membaca, menelaah dan mengutip dari literatur serta melakukan pengkajian terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pokok bahasan. b. Studi lapangan Dilakukan dengan kegiatan wawancara kepada narasumber sebagai usaha mengumpulkan data yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian.

Dokumen yang terkait

Dampak Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Terhadap Wajib Pajak Usaha Mikro Kecil Menengah (Umkm) Dan Penerimaan Pajak Penghasilan (Pph) Pasal 4 Ayat 2pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

14 149 189

Pandangan Kritis Eksistensi Pasal 32 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah Atas Sertipikat Hak Atas Tanah (Studi Kasus Di Kota Medan)

6 132 159

Perlindungan Hukum Yang Diberikan Oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah Kepada Pemegang Sertifikat Hak Atas Tanah (Studi Kasus Di Kantor Pertanahan Kota Medan)

0 42 159

Pengaruh Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Pajak Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajb Pajak Yang Memiliki Predaran Bruto Tertentu Terhadap Penerimaan Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

3 57 83

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KEBIJAKAN KEMENTERIAN AGAMA DALAM PELAKSANAAN PERATURAN AKAD NIKAH DI KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2014

13 79 90

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - PENERAPAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 48 TAHUN 2014 TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK ATAS BIAYA NIKAH DI WILAYAH KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN KABAT PADA MASYARAKAT KABAT BANYUWANGI - Digilib IAIN Jember

0 0 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu - PENERAPAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 48 TAHUN 2014 TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK ATAS BIAYA NIKAH DI WILAYAH KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN KABAT PADA MASYARAKAT KABAT BANYUWANGI - Digilib IAIN Jember

0 0 37

PENERAPAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 48 TAHUN 2014 TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK ATAS BIAYA NIKAH DI WILAYAH KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN KABAT PADA MASYARAKAT KABAT BANYUWANGI - Digilib IAIN Jember

0 0 8

BAB III KANTOR KEMENTERIAN AGAMA KOTA BANDAR LAMPUNG - MANAJEMEN PENGEMBANGAN PEGAWAI DI KANTOR KEMENTERIAN AGAMA KOTA BANDAR LAMPUNG - Raden Intan Repository

0 0 13

GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA KANTOR URUSAN AGAMA DALAM MEMBINA KEDISIPLINAN PEGAWAI DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN PANJANG BANDAR LAMPUNG - Raden Intan Repository

0 0 95