Perlakuan naungan 50 meningkatkan konsentrasi total nitrogen daun

52 SIMPULAN 1. Karakter agronomi dan morfofisiologi tanaman padi gogo mengalami perubahan baik pada genotipe toleran maupun peka. Pada genotipe toleran terjadi peningkatan tinggi tanaman dan panjang malai lebih besar dari genotipe peka. Sebaliknya pada jumlah daun, jumlah anakan maksimum dan jumlah anakan produktif, jumlah gabah per malai, bobot 1000 butir, persentase gabah hampa dan bobot gabah kering giling mengalami penurunan yang lebih besar pada genotipe peka dibandingkan dengan genotipe toleran. 2. Perubahan karakter agronomi dan morfofisiologi tanaman padi gogo berimplikasi pada ketidakkonsistennya kedua galur; TB 177 E-28-B-3 nomor galur 2 kelompok genotipe toleran dan TB 154 E-TB-1 nomor galur 13 kelompok galur peka.

3. Perlakuan naungan 50 meningkatkan konsentrasi total nitrogen daun

baik genotipe toleran maupun genotipe peka terutama pada genotipe toleran naungan lebih besar dibandingkan genotipe peka pada fase vegetatif aktif dan pengisian biji. Sebaliknya N terlarut, protein N terlarut dan N terlarut TCA mengalami penurunan pada kedua genotipe. Perlakuan naungan 50 pada Uji Cepat 9 dan 18 hari menyebabkan penurunan konsentrasi total nitrogen daun dan nitrogen terlarut baik pada genotipe toleran maupun genotipe peka. 4. Toleransi tanaman padi gogo terhadap naungan secara morfofisiologi ditentukan oleh tingginya kandungan total N dan rendahnya N terlarut pada daun tanaman. Peningkatan ini diindikasi sebagai suatu bentuk mekanisme adaptasi tanaman terhadap naungan. STUDY ON SPECIFIC PROTEIN CHARACTERIZATION OF TOLERANT AND SENSITIVE UPLAND RICE ABSTRACT The experiment was aimed to identify photosinthetical protein of tolerant and sensitive upland rice. It was arranged in a completely randomized design with two level factors in three replications. The first factor was shading levels 0 and 50, and the second factor was genotypevarieties tolerance = Jatiluhur and sensitive = Kalimutu planted in polybags. The results showed the tolerant upland rice Jatiluhur under 50 of shading had a higher decrease of total protein and chloroplast protein leaf compared with the intolerance Kalimutu in active vegetative and grain filled phases, although the consentration mean of the tolerant genotype was still higher than the sensitive genotype. Whereas, there was lower increase in leaf membrane thylakoid protein of the tolerant genotype than the sensitive genotype either in active vegetative or grain filled phases. According to path analysis on 50 shading for 3,9 and 19 days, the tolerant genotype had more decrease in thylakoid membrane protein consentrantion than the intolerance. The specific protein analysis on tolerant upland rice under shading showed gradation in chloroplast protein band tickness at molecule weight of 64 kDa, as known as polyphenol oxidization, the 55 kDa protein was coded by rbc L gene as known as a large sub-unit Rubisco enzyme Rubisco-L, the 33 kDa protein was coded by psb O gene as a protein complex OEC1 Oxygen-Evolving Complex, and the 18 kDa protein coded by psb Q gene. In addition, there were also gradations in thylakoid membrane protein at molecule weight of 31, coded by psb A, 23 kDa protein was coded by psb Q and 20 kDa protein produced by Lhcb6 gene as known as CP 24 protein, that is pigment- protein light harvesting complex in photo system II LHC-II. Keywords: protein, chloroplast, thylakoid membrane, upland rice 54 STUDI KARAKTERISASI PROTEIN SPESIFIK PADA PADI GOGO TOLERAN DAN PEKA NAUNGAN ABSTRAK Percobaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakter protein fotosintetik padi gogo yang toleran dan peka terhadap naungan. Percobaan ini menggunakan rancangan acak lengkap RAL dalam pola faktorial diulang tiga kali. Faktor pertama adalah naungan terdiri atas 2 taraf yaitu naungan; 0 dan 50 sedang faktor kedua adalah varieas terdiri atas genotipevarietas toleran Jatiluhur dan peka naungan Kalimutu yang ditanam pada polybag. Hasil penelitian menunjukkan naungan 50 pada padi gogo genotipe toleran mengalami penurunan konsentrasi protein total dan protein kloroplas lebih tinggi dibandingkan genotipe peka Kalimutu pada fase vegetatif aktif dan fase pengisian biji, meskipun konsentrasi rata-rata genotipe toleran Jatiluhur masih lebih tinggi daripada genotipe peka Kalimutu. Sementara itu, peningkatan protein membran tilakoid pada genotipe toleran lebih rendah dari pada genotipe peka, baik pada fase vegtatif aktif maupun pengisian biji. Uji cepat pada naungan 50 selama 3, 9 dan 18 hari pada genotipe toleran mengalami penurunan konsentrasi protein membran tilakoid, namun penurunannya lebih rendah dari genotipe peka. Analisis protein spesifik pada padi gogo toleran yang dinaungi menunjukkan penurunan ketebalan pita protein kloroplas pada bobot molekul 64 kDa yang dikenal sebagai polyfenol oksidase, protein 55 kDa dikode oleh gen rbc L sebagai enzim Rubisco sub unit besar Rubisco-L, protein membran ekstrinsik 33 kDa dikode gen psb O dan 18 kDa dikode gen psb Q., selain itu terjadi penurunan ketebalan pita protein pada membran tilakoid pada bobot molekul 31 kDa dikode gen psb A, 23 kDa dikode gen psb Q dan protein 20 kDa merupakan produk gen Lhcb6 dikenal sebagai protein CP 24 yaitu kompleks protein-pigmen pemanen cahaya pada fotosistem II atau LHC-II-b . Kata kunci: protein, kloroplas, membran tilakoid, padi gogo 55 PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman memanen energi cahaya pada spektrum tampak 400-700nm dan mengubahnya ke dalam energi kimia ATP dan mereduksi NADP dalam proses fotosintesis. Energi cahaya yang ditangkap oleh klorofil yang terikat ke kompleks protein pemanen cahaya dan ditransfer kepusat reaksi pigmen P 680 dan P 700 pada fotosistem II PS II dan fotosistem I PS I. Fotosintesis berada dalam organel semi-autonom kloroplas komponen yang terlibat dalam kedua kompartemen, larutan stroma dan membran tilakoid. Kehadiran membran tilakoid yang tersusun dari wilayah appressed bagian grana dan interkoneksi non-appressed stroma lamela disekeliling lumen tilakoid Hall dan Rao 1994. Daun tanaman yang ternaungi akan lebih tipis dan lebar yang disebabkan oleh pengurangan jumlah lapisan palisade dan sel-sel mesofil Taiz dan Zeiger 1991; Chozin et al. 2000; Sopandie et al. 2003a. Pada genotipe padi gogo dan kedelai toleran naungan terjadi pengurangan jumlah lapisan palisade yang lebih besar akibat cekaman naungan dibandingkan dengan genotipe peka yang menyebabkan daun menjadi lebih tipis Khumaida 2002; Sopandie et al. 2003a. Tanaman ternaungi mengandung 4-5 kali klorofil a dan klorofil b per unit volume kloroplas dan mempunyai nisbah klorofil ab lebih tinggi sebab kompleks pemanen cahaya LHC meningkat Lawlor 1987. Hal ini ditunjukkan juga oleh genotipe toleran padi gogo dibanding gentotipe yang peka Sulistyono et al. 1999; Chozin et al. 2000; Sopandie et al. 2003b; Lautt 2003 Kondisi serup juga terjadi pada tanaman kedelai Khumaida 2002; Khumaida et al. 2003; Sopandie et al. 2003a; Tyas 2006; Jufri 2006. Penelitian lain melaporkan bahwa intensitas cahaya rendah menurunkan nisbah klorofil ab Hidema et al. 1992. Penurunan ini disebabkan oleh peningkatan klorofil b pada tanaman yang dinaungi yang berkaitan dengan peningkatan protein klorofil ab pada kompleks pemanen cahaya IIb. Intensitas cahaya yang rendah menyebabkan fotosistem I dan fotosistem II menurun tetapi nisbah antena klorofil ke pusat reaksi sedikit lebih besar dibandingkan pertumbuhan pada tanaman intensitas yang tinggi. Ini menggambakan bahwa pada tanaman yang ternaungi akan meningkatkan kapasitas penangkapan cahaya dan transfer energi ke pusat reaksi. Karena 56 tanaman ternaungi memiliki perangkat pemanen cahaya lebih besar tetapi pelengkap pembawa elektron lebih kecil dibandingkan tanaman yang tidak ternaungi Allen dan Pfannschmidt 2000. Tanaman yang ternaungi menyebabkan laju transpor elektron terbatas melalui jumlah foton yang jatuh pada daun. Kondisi ini tidak menguntungkan tanaman ternaungi untuk menghasilkan kapasitas yang besar pada rantai transpor elektron serta pool plastoquinon menerima elektron dari pusat reksi PS II. Namun demikian, sistim absorbsi cahaya yang dimiliki tanaman ternaungi sangat efektif dalam pengumpulan cahaya yang tersedia dan melewati dengan cepat ke pusat reaksi pada cahaya rendah Lawlor 1987. Penelitian lain menunjukkan untuk mencapai toleransi yang tinggi pada genotipe toleran tanaman kedelai Ceneng terhadap intensitas cahaya rendah yaitu dengan cara meningkatkan laju transpor elektron dan laju fotosintesis, mempertahankan aktivitas enzim fotosintetik rubisco dan SPS sukrosa fosfat sintase. La Muhuria, 2007 Kloroplas tanaman ternaungi biasanya jumlahnya sedikit pada sel mesofil dan tersusun dekat permukaan daun bagian atas walaupun sel pada mesofil lebih rendah dan sering memiliki klorofil lebih sedikit per unit luas daun. Grana sering tidak tetap orientasinya yang mungkin meningkatkan penangkapan cahaya difussebar atau orientasi cahaya berubah-ubah. Pada intensitas cahaya rendah kloroplas akan mengumpul pada dua bagian yaitu pada kedua sisi dinding sel terdekat dan terjauh dari cahaya Salisbury dan Ross, 1995. Tanaman Gusmania monostachia yang ditumbuhkan pada intensitas cahaya rendah 50 µmol m -2 s -1 menghasilkan kloroplas per sel, volume kloroplas, kloroplas pada bidang cross-sectional, volume tilakoid dan jumlah tumpukan per granum lebih tinggi dibandingkan dengan yang tumbuh pada cahaya tinggi 650 µmol m -2 s -1 Maxwell et al. 1999. Gambaran diatas menunjukkan untuk mengenali mekanisme adaptasi tanaman terhadap cahaya rendah diperlukan informasi tentang karakter protein fotosintetik spesifik. Protein spesifik ini diduga terinduksi oleh adanya cahaya rendah yang kemungkinan terkait dengan mekanisme adaptasi terhadap cahaya rendah. 57 Tujuan Percobaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakter protein fotosintetik padi gogo yang toleran dan peka terhadap naungan. BAHAN DAN METODE Bahan tanaman Bahan tanaman yang digunakan pada percobaan ini adalah dua genotipevarietas standar toleran dan peka naungan yaitu varietas Jatiluhur toleran naungan dan varietas Kalimutu peka naungan. Bahan tanaman diperoleh dari tanaman naungan paranet 50 yang dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan IPB Bogor, bulan Juli 1998 hingga Oktober 1998. Tanaman yang ditumbuhkan pada kondisi tanpa naungan 0 dan kondisi naungan paranet 50. Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap RAL dalam pola faktorial, dengan 3 ulangan. Faktor pertama terdiri atas 2 taraf naungan ; 0 dan 50 , sedang faktor kedua adalah dua varietas pada dua fase pertumbuhan sehingga kombinasi perlakuan terdapat 12 satuan percobaan dan setiap satuan percobaan menggunakan 12 polybag. Analisis protein fotosintetik Karakter yang diamati untuk identifikasi protein fotosintetik meliputi: kandungan total protein daun, protein kloroplas dan protein membran tilakoid. Pengukuran kandungan total protein daun, protein kloroplas, dan membran tilakoid dilakukan dengan menggunakan metode Bradford 1976. Prosedur disajikan pada Lampiran 28. Pengukuran total protein daun, dilakukan di laboratorium biokimia MIPA- IPB, isolasi protein kloroplas dan isolasi protein membran tilakoid dilakukan di laboratorium PSPT, laboratorium HPT dan laboratorium BALITVET. Persiapan Sampel. Sampel yang dibutuhkan untuk isolasi protein total daun, protein kloroplas dan protein membran tilakoid, diambil dari daun padi yang sudah berkembang penuh daun ke tiga dari atas, yang diperoleh dari 2 genotipevarietas yang toleran dan peka masing-masing diambil pada perlakuan tanpa naungan 0 dan naungan 50 . Pengambilan sampel pada saat pukul 10.00-11.00 pagi, dan pengambilan sampel dilakukan pada dua fase yaitu pada 58 fase vegetatif aktif 45 hari setelah tanam dan pengambilan sampel pada fase pengisian biji, disesuaikan dengan umur stadia pengisian biji masing-masing genotipe 75 HST untuk Jatiluhur dan 65 HST untuk Kalimutu. Pengambilan sampel untuk kebutuhan pengujian singkat uji cepat short term 3, 9 dan18 hari dinaungi diperoleh dari fase vegetatif yaitu tanaman padi selama kurang lebih 40 hari ditumbuhkan pada kondisi tanpa naungan, kemudian semua tanaman untuk kebutuhan analisis ditempatkan pada kondisi naungan 50. Pengambilan sampel disesuaikan dengan perlakuan 3, 9 dan 18 hari setelah dinaungi. Isolasi Total Protein Daun . Sampel daun padi kurang lebih 3 g berat basah digerus di dalam mortar dengan bantuan nitrogen cair kemudian ditambahkan buffer ekstraksi 100 mM Tris-HCl pH 7.4, 4 mM EDTA, 10 mM β- merkaptoetanol, 1 mM PMS, 1mM PVP, 1mM DTT dengan perbandingan 1 : 2. Sampel disentrifus dengan kecepatan 20.000 g selama 30 menit. Supernatan yang diperoleh dipindahkan ketabung eppendorf dan disimpan dalam suhu 4 C sampai analisis selanjutnya. Isolasi Protein Kloroplas. Isolasi protein kloroplas daun padi dilakukan dengan menggunakan metode Kin-Ying et al, 1996. Sampel daun padi kurang lebih 3 g berat segar dihomogenasi dengan menggunakan buffer ekstraksi 50 mM HEPES, pH 8.0, 1 mM MgCl 2, 1 mM MnCl 2, 2 mM EDTA, 330 mM Sorbitol, 5 mM Sodium askobat dengan perbandingan 1 : 5. Sampel difiltrasi dengan menggunakan dua lapis Miracloth. Filtrat disentrifus dengan kecepatan 22.000 g selama 30 menit pada suhu 4 C. Pelet kloroplas yang terkumpul selanjutnya dilisis dan diekstrak dengan buffer garam tinggi yang mengandung 20 mM HEPES pH. 8.0, 5 mM MgCl 2 , 1mM EDTA, 1mM DTT, 1mM PMSF, 1mM Benzanidin, 5mM ε- amino- n- caproic acid, 1 mM NaCl, 15 gliserol. Presipitasi dilakukan dengan penambahan amonium sulfat selanjutnya disentrifus dengan kecepatan 22.000 g selama 30 menit pada suhu 4 C. Pelet yang didapatkan disuspensi dengan aquades, kemudian dilisis dengan buffer yang mengandung 50 mM Sodium pospat pH 6.8, 0.2 mM EDTA, 0.5 mM PMSF, 0.5 mM DTT dan 10 Gliserol. Selanjutnya disentrifus dengan kecepatan 22.000 g selama 30 menit pada suhu 4 C. Kloroplas dikumpulkan dan disimpan dalam suhu -80 C sampai analisis selanjutnya. 59 Isolasi Protein Membran Tilakoid. Isolasi protein membran tilakoid daun padi dilakukan dengan menggunakan metode Shinohara dan Akino 1996. Sampel 10 g digerus dengan bantuan nitrogen cair, selanjutnya dihomogenasi dengan 50 ml buffer A yaitu 50 mM HEPES-KOH pH 7.6, 10 mM EDTA dan 10 wv PEG-4000. Filtrasi dilakukan dengan menggunakan 2 lapis miracloth dilakukan 2 kali. Debris disuspensi dalam buffer yang sama, kemudian dihomogenasi dan difiltrasi. Filtrat kemudian disentrifus dengan kecepatan 20. 000 g selama 60 menit pada suhu 4 C. Pelet disuspensi dalam 5 ml bufer buffer B yaitu 50 mM HEPES-KOH pH 7.6 dan 10 mM EDTA. Suspensi dibagi 3 lapisan dalam 3 tahap gradien 8 ml pada 2 M sukrosa, 1.5 ml pada 1.3 M sukrosa dan 8 ml pada 0.4 M sukrosa dalam bufer B kemudian disentrifus pada kecepatan 80.000 g selama 60 menit pada suhu 4 C. Membran tilakoid dikumpulkan dari lapisan antara batas larutan sukrosa 1.3 M dan 2 M sukrosa. Membran tilakoid yang didapatkan kemudian diencerkan 6 kali dengan aquades dan disentrifus dengan kecepatan 20.000 g selama 60 menit pada suhu 4 C. Pelet membran tilakoid dikumpulkan dan disimpan pada suhu - 80 C untuk analisis selanjutnya. Analisis Pemisahan Protein. Pemisahan protein kloroplas, membran tilakoid dan protein membran tilakoid pada uji cepat dilakukan dengan menggunakan Elektroforesis SDS-PAGE. Prosedur kerja disajikan pada Lampiran 28. Analisis data. Data kandungan total protein daun, protein kloroplas dan protein membran tilakoid dianalalisis dengan menggunakan prosedur Anova, dilanjutkan dengan Uji t pada taraf uji 5 . Hasil analisis disajikan sebagian dalam bentuk Tabel, Grafik dan Histogram serta bentuk Gambar. HASIL DAN PEMBAHASAN Total Protein Daun Kondisi naungan 50 menyebabkan menurunnya konsentrasi protein total daun baik pada genotipe toleran naungan Jatiluhur maupun genotipe peka naungan Kalimutu Tabel 5. Nampak pada Tabel 5 rata-rata konsentrasi total protein daun pada genotipe toleran Jatiluhur lebih rendah bila dibandingkan dengan genotipe peka Kalimutu baik pada kondisi tanpa naungan maupun pada naungan 50, namun secara statistik tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 . 60 Penurunan konsentrasi protein total lebih tinggi pada varietas Jatiluhur sebesar 23.03 dibandingkan dengan varietas Kalimutu 7.03 pada kondisi naungan 50 pada fase vegetatif aktif. Demikian pula pada fase pengisian biji penurunan lebih besar terjadi pada varietas Jatiluhur 20.92 dibandingkan dengan Kalimutu 6.16 . Tabel 5. Konsentrasi total protein daun μg g -1 pada genotipe toleran dan peka pada fase vegetatif aktif dan pengisian biji pada naungan 0 dan 50 Naungan Genotipe 0 50 NR Vegetatif Jatiluhur 424.36 a 326.61 a 76.97 Kalimutu 518.65 a 482.19 a 92.97 Pengisisan Biji Jatiluhur 279.56 c 221.09 c 79.08 Kalimutu 217.02 c 203.65 c 93.84 Keterangan : Huruf yang sama dalam baris dan kolom pada fase yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji t 5 . NR = Nilai Relatif persen kontrol. Penurunan konsentrasi protein total daun diduga berkaitan dengan terganggunya sintesis protein yang bertanggung jawab terhadap proses fotontesis. Terganggunya sintesis protein tersebut, terkait dengan tingginya konsentrasi nitrogen terlarut dan konsentrasi protein N terlarut pada genotipe toleran bila dibandingkan dengan genotipe peka pada kondisi naungan 50 pada fase vegetatif aktif Lampiran 12. Hal ini sesuai dengan pernyataan Murty dan Sahu 1987 bahwa terganggunya sintesis protein dan rendahnya ketersediaan karbohidrat dan tingginya kehampaan, erat kaitannya dengan peningkatan nitrogen terlarut dan protein-N terlarut. Telah dilaporkan Evans 1988 bahwa terjadi penurunan protein terlarut dan tingkat Rubisco di daun akibat naungan. Jumlah total protein terlarut berkurang oleh naungan, untuk daun tanpa naungan sebesar 4.7 g m -2 dan daun dinaungi sebesar 3.5 g m -2 . 61 Protein Kloroplas Rata-rata konsentrasi perotein kloroplas pada genotipe toleran Jatiluhur 430.66 μg g -1 lebih tinggi dibanding genotipe peka Kalimutu 414.65 μg μg g -1 pada kondisi tanpa naungan, tetapi secara statistik konsentrasi protein kloroplas tidak berbeda nyata antara genotipe toleran dan peka. Demikian pula pada kondisi naungan 50 konsentrasi perotein kloroplas pada genotipe toleran Jatiluhur 413.05 μgg lebih tinggi dibanding genotipe peka Kalimutu 409.85 μgg Tabel 6. Tabel 6. Konsentrasi protein kloroplas μg g -1 pada genotipe toleran dan peka pada fase vegetatif aktif dan pengisian biji pada naungan 0 dan 50 Tingkat Naungan Genotipe 0 50 NR Vegetatif Jatiluhur 430.66 a 413.05 a 95.91 Kalimutu 414.65 a 409.85 a 98.84 Pengisian Biji Jatiluhur 443.47 c 409.05 c 92.24 Kalimutu 422.66 c 415.07 c 98.20 Keterangan : Huruf yang sama dalam baris dan kolom pada fase yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji t 5 . NR = Nilai Relatif persen kontrol. Perlakuan naungan 50 menurunkan konsentrasi protein kloroplas pada genotipe toleran Jatiluhur dan genotipe peka Kalimutu dengan derajat yang relatif sama pada fase vegetatif aktif. Sedangkan pada fase pengisian biji, Jatiluhur mengalami penurunan konsentrasi protein kloroplas yang lebih besar dibandingkan Kalimutu nampak pada nilai relatif. Penurunan konsentrasi protein kloroplas pada genotipe toleran naungan kemungkinan sebagai akibat aklimatisasi tanaman terhadap cahaya rendah sehingga terjadi perubahan komposisi kloroplas yang diindikasikan oleh menurunnya konsentrasi protein kloroplas. Hal tersebut kemungkinan terkait dengan laju fotosintesis maksimum tanaman lebih rendah pada intensitas cahaya rendah dibandingkan dengan laju fotosintesis maksimum pada intensitas cahaya tinggi. Konsentrasi perotein kloroplas pada genotipe toleran Jatiluhur 413.05 μg g -1 lebih tinggi dibanding genotipe peka Kalimutu 409.85 μg g -1 pada kondisi 62 naungan 50 lebih tingginya konsentrasi protein kloroplas pada genotipe toleran, diduga merupakan suatu bentuk mekanisme adaptasi sebagai respon spesifik terhadap kondisi defisit cahaya. Hal ini didukung oleh pernyataan Bjorkman 1981; Anderson 1986; Anderson et al. 1988, 1996 bahwa adaptasi tanaman tingkat tinggi terhadap perbedaan cahaya memerlukan spesifikasi tanaman pada struktur daun dan komposisi kloroplas. Protein Membran Tilakoid Konsentrasi protein membran tilakoid pada fase vegetatif aktif, genotipe toleran Jatiluhur maupun peka Kalimutu mengalami perubahan pada naungan 50 Tabel 7. Tabel 7. Konsentrasi protein membran tilakoid μg g -1 padi genotipe toleran dan peka pada fase vegetatif aktif dan pengisian biji pada naungan 0 dan 50 Tingkat Naungan Genotipe 0 50 NR Vegetatif Jatiluhur 0.2081 a 0.2197 a 105.59 Kalimutu 0.1666 b 0.2002 b 120.20 Pengisian Biji Jatiluhur 0.1501 c 0.2792 c 186.01 Kalimutu 0.1514 d 0.2499 d 165.09 Keterangan : Huruf yang sama dalam baris dan kolom pada fase yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji t 5 . NR = Nilai Relatif persen kontrol. Genotipe toleran Jatiluhur mengalami peningkatan konsentrasi protein tilakoid akan tetapi genotipe peka Kalimutu mengalami peningkatan dengan derajat yang lebih besar. Peningkatan yang sama terjadi pada genotipe peka Kalimutu pada fase pengisian biji namun untuk genotipe toleran Jatiluhur mengalami peningkatan dengan sangat drastis dan secara statistik protein tilakoid berbeda nyata antara genotipe toleran dan peka baik pada kondisi tanpa naungan maupun pada naungan 50. Pada kondisi tanpa naungan, rata-rata konsentrasi perotein tilakoid pada genotipe toleran Jatiluhur 0.2081 μg g -1 lebih tinggi dibanding genotipe peka Kalimutu 0.1666 μg g -1 . Demikian pula pada kondisi naungan 50, konsentrasi 63 perotein tilakoid pada genotipe toleran Jatiluhur 0.2197 μgg lebih tinggi dibanding genotipe peka Kalimutu 0.2002 μgg. Peningkatan konsentrasi perotein tilakoid pada genotipe toleran Jatiluhur terkait dengan aklimatisasi tanaman terhadap cahaya rendah diduga mempunyai peranan yang penting dalam memaksimalkan penangkapan cahaya. Dalam hal ini genotipe toleran Jatiluhur membutuhkan peningkatan protein tilakoid yang lebih besar untuk dapat beradaptasi pada kondisi defisit cahaya dibandingkan genotipe peka Kalimutu. Hal ini telah diteliti dengan baik oleh Maxwell et al. 1999 bahwa aklimatisasi fotosintesis tanaman cenderung rasionalis dalam cara tanaman mengoptimalisasi efisiensi fotosintetik pada kondisi cahaya berbeda; yaitu memaksimalkan penangkapan cahaya pada kondisi cahaya rendah dan memaksimalkan kapasitas fotosintetik pada kondisi cahaya tinggi. 0.2 0.4 0.6 Kons. Prot.Tilakoid Ugg 3 9 18 L a ma N a un ga n H a ri Jatiluhur Kalim utu Gambar 11. Konsentrasi protein membran tilakoid padi genotipe toleran jatiluhur dan peka kalimutu pada uji cepat. Perlakuan defisit cahaya naungan pada periode yang lama long term, berbeda dengan uji cepat, perlakuan defisit cahaya pada 3, 9 dan 18 hari naungan short term menurunkan konsentrasi protein tilakoid secara drastis, terutama pada genotipe peka Kalimutu dibandingkan dengan genotipe toleran Jatiluhur Gambar 11. Penurunan protein membran tilakoid pada uji cepat menunjukkan bahwa optimalisasi tanaman pada kondisi defisit cahaya untuk memaksimalkan penangkapan cahaya fotosintesis belum optimal, sehingga 64 protein membran tilakoid rendah dan kemungkinan tanaman pada kondisi cahaya terbatas disertai oleh pengurangan secara paralel penangkapan energi eksitasi. Penurunan protein membran tilakoid yang lebih rendah pada genotipe toleran diduga merupakan suatu bentuk mekanisme untuk memelihara penggunaan cahaya fotosintetik pada kondisi cahaya terbatas agar dapat beradaptasi. Hal ini sejalan denghan pernyataan Maxwell et al. 1999 bahwa adaptasi tanaman terhadap lingkungan cahaya juga melibatkan perubahan fungsionil dan keseimbangan komposisi pada morfologi daun dan komposisi membran tilakoid dan enzim pelengkap. Meskipun demikian, mekanisme perubahan-perubahan tersebut masih belum jelas. Pengaruh Naungan terhadap Komposisi Protein Fotosintetik Protein kloroplas dan protein membran tilakoid yang diisolasi dari daun tanaman padi genotipe toleran dan genotipe peka naungan dianalisis pada periode yang lama fase vegetatif aktif dan fase pengisian biji. Sedangkan membran tilakoid selain perlakuan defisit cahaya pada periode lama juga dilakukan pada periode singkatuji cepat pada 3, 9 dan 18 hari naungan short term. Pola atau komposisi protein dianalisis dengan cara memurnikan protein kloroplas dan protein membran tilakoid melalui sentrifugasi gradien sukrosa sucrose density gradient centrifugation . Pemurnian protein kloroplas melalui sentrifugasi gradien sukrosa dengan komposisi gradien sukrosa yakni sejumlah 16 ml pada 60 sukrosa untuk lapisan bawah dan 8 ml pada 30 sukrosa untuk lapisan atas. Dilakukan sentrifus pada kecepatan 22.000 g, pada suhu 4 C selama 30 menit. Untuk memperoleh protein membran tilakoid dilakukan pemurnian melalui sentrifugasi gradien sukrosa dengan susunan sebagai berikut : sejumlah 8 ml pada konsentrasi 2 M sukrosa untuk lapisan pertama bagian bawah, sejumlah 15 ml pada 1.3 M sukrosa pada lapisan kedua tengah dan 8 ml pada 0.4 M sukrosa pada lapisan ketiga bagian atas. Dilakukan sentrifus dengan kecepatan 80.000 g, pada suhu 4 C selama 60 menit. Pengumpulan protein kloroplas dan membran tilakoid dilakukan dengan cara mengeluarkan lapisan hijau yang terbentuk pada lapisan tertentu dengan bantuan jarum suntikan. Protein kloroplas yang terkumpul berwarna hijau terletak antara lapisan batas 65 antara 30 dan 60 sukrosa. Sedangkan protein membran tilakoid yang terkumpul terletak antara lapisan 1.3 M dan 2 M sukrosa Gambar 12. Protein yang terkumpul disimpan pada suhu -80 C sampai analisis selanjutnya. Gambar 12. Profil kloroplas dan tilakoid daun padi pada gradien sukrosa berbeda. JL JL 50 KM KM 50 JL JL 50 KM KM 50 Kloroplas Membran Tilakoid Keterangan: JL 0 = Jatiluhur naungan 0 JL 50 = Jatiluhur naungan 50 KM 0 = Kalimutu naungan 0 KM 50 = Kalimutu naungan 50 A nalisis pemisahan protein dengan elektroforesis menggunakan metode menurut Andrews 1986 yang telah dimodifikasi. Pemisahan protein dimulai dari persiapan pereaksi: pembuatan larutan stock, Bahan A : Tris-HCl 1.5 M pH = 8.8; bahan B : sodium dodecyl sulfate - 10 , bahan C : akrilamidbis = 30 T, 2.67 C; bahan D : Ammonium Persulfat 10 ; bahan E : Tris - Hcl 0.5 M Ph 6.8; bahan F : Running Buffer 25 Mm Tris, 192 Mm Glycine, 0.1 Sds, Ph = 8.3; bahan G : Larutan Pewarna Staining; bahan H : Larutan Pencuci Destaining; bahan I : Buffer Contoh; bahan J : Ammonium Sulfat 60 ; bahan K : Sodium Dodecyl Sulfat 1 . Selanjutnya pembuatan media gel, preparasi sampel, proses pemisahan running elektroforesis, pewarnaan dan pencucian warna kemudian penetapan penanda protein. Estimasi bobot molekul BM dilakukan dengan cara mengukur jarak migrasi pita protein. Bobot molekul dari masing-masing protein monomer ditentukan dengan menghitung nilai Rf dari pita-pita protin yang tampak, lalu dibuat kurva standar Log BM terhadap nilai Rf pita protein standar marker untuk mengetahui bobot molekul dari sampel. 66 Analisis komposisi protein melalui SDS-PAGE, menunjukkan jumlah polypeptida yang diinduksi oleh perlakuan naungan pada genotipe toleran Jatiluhur lebih padattebal pada kondisi naungan 0 dibandingkan dengan kondisi naungan 50. Sebaliknya pada genotipe peka Kalimutu tidak menunjukkan perbedaan kepadatan antara naungan 0 dan naungan 50 baik pada fase vegetatif maupun pada fase pengisian biji Gambar 13. 18 33 S 1 2 3 4 5 6 7 8 85200 55600 39200 26600 20100 14300 Da 116400 64 k 55 Standar Jatiluhur Jatiluhur 50 Kalimutu 0 Kalimutu 50 Jatiluhur Jatiluhur 50 Kalimutu 0 Kalimutu 50 Fase Vegetatif Fase Pengisian Biji Gambar 13. Komposisi protein kloroplas dua genotipe padi gogo pada dua perlakuan naungan dan dua fase pertumbuhan melalui SDS-PAGE 67 Hasil estimasi bobot molekul protein kloroplas dan membran tilakoid serta bobot molekul membran tilakoid pada uji cepat, yang ditentukan berdasarkan nilai Rf dari migrasi pita protein yang tampak dan hasil perhitungan kurva standar Log BM terhadap nilai Rf protein marker, disajikan pada Tabel 8, 9 dan 10. Tabel 8. Estimasi bobot molekul protein kloroplas pada varietas toleran dan peka pada naungn 0 dan 50 pada fase vegetatif aktif dan pengisian biji Estimasi Bobot Molekul kDa Vegetatif Aktif Pengisian Biji Jatiluhur Kalimutu Jatiluhur Kalimutu Pita Ke-n 0 50 0 50 0 50 0 50 1 98 98 98 98 78 78 80 80 2 80 80 78 78 64 64 65 65 3 64 64 65 63 57 0 57 61 4 55 55 55 54 52 52 52 57 5 49 49 44 44 35 0 0 54 6 42 42 41 41 19 0 0 52 7 36 36 35 35 18 0 19 19 8 33 33 33 33 14 0 0 0 9 20 20 19 19 0 0 0 10 18 18 18 18 0 0 0 0 11 15 15 15 15 12 14 14 14 14 Pada fase vegetatif aktif, pita protein kloroplas yang tampak dari hasil elektroforesis SDS-PAGE Gambar 13 menunjukkan genotipe toleran Jatiluhur mengakumulasi 12 polypertida pada kondisi naungan 0 kontrol, dan mempunyai bobot molekul hasil estimasi dengan kisaran 14 kDa – 98 kDa Tabel 8. Sementara pada kondisi naungan 50 , akumulasi protein kloroplas tampak masih menunjukkan jumlah akumulasi polypeptida dan bobot molekul yang relatif sama dengan jumlah akumulasi polypeptida dan bobot molekul pada kondisi tanpa naungan. Meskipun demikian, perlakuan naungan 50 menyebabkan pita protein kloroplas genotipe toleran Jatiluhur mengalami perubahan, yakni terjadi penurunan gradation ketebalan pita menjadi lebih tipis, baik pada fase vegetatif aktif maupun fase pengisian biji, namun perubahan ini tidak terjadi pada genotipe peka Kalimutu. Ketebalan pita protein yang mengalami penurunan tersebut kemungkinan berhubungan erat dengan konsentrasi protein kloroplas yang menurun pada kondisi naungan Tabel 6, yang diduga sebagai bentuk aklimatisasi tanaman terhadap intensitas cahaya rendah, yang terkait dengan 68 terjadinya perubahan komposisi kloroplas tanaman dalam merespon perubahan kondisi cahaya, untuk memaksimalkan intersepsi cahaya bila cahaya terbatas. Namun dalam hal ini optimalisasi tanaman belum mencapai maksimal, yang diindikasikan oleh terjadinya penurunan ketebalan pita protein kloroplas tersebut. Pada genotipe peka Kalimutu, perlakuan naungan tidak mempengaruhi jumlah akumulasi polypeptida yang tampak, baik pada kondisi tanpa naungan 0 maupun pada kondisi naungan 50 . Demikian pula dengan ketebalan pita protein tidak berbeda antara kondisi 0 dan 50, baik fase vegetatif aktif maupun fase pengisian biji. Hal ini diduga, kemungkinan genotipe peka tidak responsif terhadap perubahan kondisi cahaya. Induksi naungan pada genotipe toleran Jatiluhur terhadap pola pita protein kloroplas menunjukkan terjadiya penurunan ketebalan pita protein sebanyak 4 pita, sebaliknya tidak terjadi penurunan pada genotipe peka Kalimutu. Keempat pita yang mengalami penurunan terjadi pada bobot molekul 64 kDa, diikuti bobot molekul 55 kDa, 33 kDa dan bobot molekul 18 kDa. Beberapa pita protein genotipe toleran Jatiluhur yang mengalami penurunan ketebalan pada kondisi naungan 50 menunjukkan pita semakin tipis, baik pada fase vegetatif aktif bahkan menghilang sama sekali pada fase pengisian biji. Penurunan pita protein tersebut sejalan dengan kondisi konsentrasi protein kloroplas yang menurun pada kondisi naungan 50 yang diduga sebagai bentuk aklimatisasi tanaman terhadap kondisi defisit cahaya. Pita protein kloroplas dengan bobot molekul tertentu yang mengalami penurunan pada Gambar 13, merupakan protein yang bertanggung jawab dalam proses fotosintesis seperti halnya pada bobot molekul 64 kDa termasuk protein kloroplas yang mempunyai fungsi tertentu dalam meregulasi mekanisme fotosintesis, yang diidentifikasi sebagai polyfenol oksidase. Protein 55 kDa yang dikenal sebagai enzim Rubisco sub unit besar Rubisco-L, dikode oleh gen rbc L yang berperan dalam fiksasi CO 2, dan protein membran ekstrinsik 33 kDa merupakan kompleks protein pada fotosistem II yang terlibat dalam proses fotolisa air. Protein membran ekstrinsik 33 kDa ini dikode oleh gen psb O merupakan kompleks protein evolusi-oksigen Oksigen-Evolving Complex OEC1 yang mempunyai fungsi sebagai protein sub unit regulator pada oksidasi air dan merupakan protein penstabilisasi mangan Mn. Protein dengan bobot molekul 18 kDa juga merupakan kompleks protein membran ekstrinsik pada fotosistem II yang terlibat dalam proses fotolisa air, dan dikode oleh gen psb Q 69 adalah kompleks protein evolusi-oksigen OEC3 yang mempunyai fungsi sebagai protein sub unit regulator pada oksidasi air. Standar Jatiluhur Jatiluhur 50 Kalimutu 0 Kalimutu 50 Jatiluhur Jatiluhur 50 Kalimutu 0 Kalimutu 50 Fase Vegetatif Fase Pengisian Biji Da S 1 2 3 4 5 6 7 8 94000 67000 43000 20100 30000 14400 31 23 20 Gambar 14. Komposisi protein membran tilakoid dua genotipe padi gogo pada naungan 0 dan 50 melalui SDS-PAGE Pita protein membran tilakoid yang tampak dari hasil elektroforesis SDS- PAGE Gambar 14 pada kondisi naungan 0 menunjukkan genotipe toleran Jatiluhur pada fase vegetatif aktif mengakumulasi 7 polypertida dan mempunyai bobot molekul dari hasil estimasi berkisar 15 kDa – 63 kDa Tabel 9. 70 Tabel 9. Estimasi bobot molekul protein tilakoid pada varietas toleran dan peka pada naungn 0 dan 50 pada fase vegetatif aktif dan pengisian biji Estimasi Bobot Molekul kDa Vegetatif Aktif Pengisian Biji Jatiluhur Kalimutu Jatiluhur Kalimutu Pita Ke- n 0 50 0 50 0 50 0 50 1 63 63 63 61 64 64 64 64 2 55 55 53 53 56 56 56 56 3 31 31 31 31 32 32 32 32 4 23 23 23 24 25 25 25 25 5 20 19 19 18 0 0 0 0 6 17 18 17 17 7 15 15 15 15 15 15 15 15 Pada kondisi naungan 50 tampak akumulasi membran tilakoid menunjukkan akumulasi polypeptida dengan jumlah yang sama sebanyak 7 dan mempunyai bobot molekul dengan derajat yang sama pada kondisi tanpa naungan. Pola pita protein membran tilakoid pada genotipe toleran Jatiluhur dan genotipe peka Kalimutu melalui SDS-PAGE pada Gambar 14, menunjukkan genotipe toleran Jatiluhur terjadi perubahan ketebalan pita protein menjadi lebih padat sebanyak 3 pita pada kondisi naungan 50, perubahan yang terjadi sejalan dengan konsentrasi protein membran tilakoid genotipe toleran Jatiluhur meningkat pada kondisi naungan 50 Tabel 7. Peningkatan kepadatan pita protein membran tilakoid pada genotipe toleran tersebut, terkait dengan aklimatisasi tanaman pada kondisi cahaya rendah, yang diduga merupakan suatu bentuk mekanisme tanaman untuk meningkatkan proporsi grana lebih besar, jumlah tumpukan tilakoid lebih banyak, dikaitkan dengan peningkatan konsentrasi pada kompleks pemanen cahaya pada fotosistem II LHC II, yang dalam hal ini diindikasikan dengan konsentrasi protein membran tilakoid genotipe toleran Jatiluhur lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe peka Kalimutu. Pita protein membran tilakoid yang mengalami perubahan berturut-turut terjadi pada bobot molekul 31 kDa, 23 kDa, dan bobot molekul 20 kDa. Protein yang mengalami perubahan tersebut merupakan protein-pigmen yang terikat pada antena yang terlibat dalam pemanen cahaya. Protein membran tilakoid genotipe toleran Jatiluhur yang mengalami perubahan pada Gambar 13 adalah protein dengan bobot molekul 31 kDa dikenal sebagai protein membran instrinsik komponen dari fotosistem II yang dikode oleh gen psb A, protein sub unit pusat reaksi, mengikat cofaktor oksidasi- reduksi redoks, sedangkan protein dengan bobot molekul 23 kDa adalah 71 termasuk kompleks protein membran ekstrinsik pada fotosistem II yang terlibat dalam proses fotolisa air, dikode oleh gen psb Q adalah kompleks protein evolusi-oksigen OEC2 mempunyai fungsi sebagai protein sub unit regulator pada oksidasi air. Protein dengan bobot molekul 20 kDa dikenal sebagai protein CP 24 merupakan produk gen Lhcb6 yaitu kompleks protein-pigmen pemanen cahaya pada fotosistem II LHC-II dalam membran tilakoid. Protein membran tilakoid yang mengalami penurunan pada uji cepat juga protein membran ekstrinsik 33 kDa disajikan pada Gambar 15. Da S 1 2 3 4 5 6 33 Gambar 15. Komposisi protein membran tilakoid uji cepat dua genotipe padi gogo pada 3, 9 dan 18 hari naungan melalui SDS-PAGE Standar Jatiluhur Kalimutu Jatiluhur Kalimutu Jatiluhur Kalimutu 3 Hari 94000 43000 30000 20100 14400 67000 9 Hari 18 Hari Pita protein membran tilakoid yang tampak pada uji cepat dari hasil elektroforesis SDS-PAGE pada Gambar 14, menunjukkan jumlah akumulasi 72 polypertida yang sama 5 pita pada perlakuan 3, dan 9 serta 18 hari naungan dan mempunyai bobot molekul hasil estimasi dengan derajat yang sama berkisar 25 kDa – 62 kDa Tabel 10. Meskipun demikian, pada kondisi naungan 50, tampak pita protein membran tilakoid genotipe toleran Jatiluhur menunjukkan ketebalan pita lebih tipis dibandingkan dengan genotipe peka Kalimutu pada perlakuan 3 dan 18 hari naungan, namun pada perlakuan 9 hari naungan, menunjukkan ketebalan pita protein membran tilakoid relatif sama antara genotipe toleran Jatiluhur dan genotipe peka Kalimutu. Tabel 10. Estimasi bobot molekul protein tilakoid pada uji cepat varietas toleran dan peka pada naungan 50 pada fase vegetatif aktif Estimasi Bobot Molekul kDa Pita Ke- n 3 Hari 9 Hari 18 Hari Jatiluhur Kalimutu Jatiluhur Kalimutu Jatiluhur Kalimutu 1 62 63 62 62 62 62 2 55 55 54 55 55 55 3 45 46 44 45 4 33 35 33 34 34 34 5 25 25 25 25 25 25 Induksi naungan pada genotipe toleran Jatiluhur terhadap pola pita protein membran tilakoid pada uji cepat, menunjukkan adanya penurunan kepadatan pita protein pada bobot molekul 33 kDa. Kepadatan pita protein pada kondisi 3 hari naungan mengalami penurunan lebih tinggi nampak lebih tipis dibandingkan dengan kondisi 9 dan 18 hari naungan. Hal ini menunjukkan tanaman belum dapat beradaptasi pada kondisi awal kekurangan cahaya, dan hal ini diduga terkait dengan kemampuan tanaman untuk mengoptimalisasi pemanenan cahaya belum mencapai maksimal. Sedangkan pada kondisi 9 dan 18 hari naungan, nampak kepadatan pita protein relatif sama pada genotipe toleran Jatiluhur dan peka Kalimutu. Diduga pada kondisi tersebut, tanaman sudah dapat menyesuaikan diri dengan kondisi kekurangan cahaya, dan kemungkinan dalam upaya meningkatkan pemanenan cahaya telah mencapai kondisi steady state pada perlakuan naungan 9 hari. Hal ini ditunjukkan oleh peningkatan kepadatan pita protein genotipe toleran Jatiluhur pada perlakuan 9 hari naungan. Penyesuaian tanaman pada kondisi 9 hari tersebut, sejalan dengan pernyataan Levitt 1980 bahwa waktu yang dibutuhkan tanaman untuk dapat beradaptasi terhadap stres cahaya sekitar 8 hari. 73 Terjadinya penurunan ketebalan pita protein yang ditunjukkan oleh protein kloroplas dan membran tilakoid mengindikasikan tanaman melakukan aklimatisasi terhadap perubahan kondisi cahaya yang rendah, dengan cara tanaman mengoptimalisasi penangkapan cahaya agar dapat meningkatkan laju fotosintesis. Disamping itu, tanaman melakukan perubahan dalam komposisi protein kloroplas dan membran tilakoid diduga mempertahankan fungsi-fungsi mereka yang terganggu, sehingga dapat berjalan secara optimal. Tyas 2006, melaporkan bahwa bentuk kloroplas kedelai genotipe toleran Ceneng mengalami perubahan cenderung cembung pada kondisi cahaya 50 yang berbeda dengan kondisi cahaya normal 100 yang memiliki bentuk kloroplas memanjang. Demikian pula kompak grana lebih banyak ditemukan pada cahaya 50 dibandingkan cahaya 100. Hal tersebut diduga agar dapat memperluas penangkapan cahaya dari berbagai sisi. Sebagian besar protein-protein yang mengalami penurunan kepadatan densitas pita setelah perlakuan naungan 50 merupakan protein-pigmen yang terlibat dalam proses fotosintesis. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilaporkan Khumaida 2003 bahwa ekspresi gen Rubisco sub unit besar rbcL dan gen Rubisco aktivase rca pada kondisi naungan 50 menurun pada genotipe toleran Jatiluhur bila dibandingkan pada kondisi cahaya penuh. Penurunan protein yang terjadi pada tanaman yang ternaungi, kemungkinan sebagai bentuk usaha untuk memaksimalkan penangkapan cahaya, dan kemungkinan pula sebagai bentuk adaptasi fisiologi yang penting untuk mencegah kerusakan akibat kekurangan cahaya. Dengan demikian, tanaman dapat melakukan aktivitas metaboliknya secara optimal. SIMPULAN Dari hasil analisis terhadap protein kloroplas dan protein membran tilakoid dapat disimpulkan bahwa : 1. Perlakuan naungan 50 pada padi gogo menyebabkan penurunan konsentrasi protein total daun dan protein kloroplas yang lebih tinggi pada genotipe toleran dibanding genotipe peka baik pada fase vegetatif aktif maupun pengisian biji. Secara kuantitatif konsentrasi protein total dan protein kloroplas baik pada naungan maupun tanpa naungan lebih tinggi pada genotipe toleran dibanding genotipe peka 74 2. Perlakuan naungan 50 , konsentrasi protein membran tilakoid meningkat. Peningkatan protein memban tilakoid pada genotipe toleran lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe peka baik pada fase vegetatif aktif maupun pengisian biji. 3. Uji cepat perlakuan naungan 50 , rata-rata konsentrasi protein membran tilakoid menurun, baik genotipe toleran maupun genotipe peka pada perlakuan 3, 9 dan 18 hari naungan.

4. Penurunan ketebalangradasi pita protein kloroplas terjadi pada bobot