kosmetik pencerah kulit

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Balakang Masalah
Tampil cantik dan menarik merupakan dambaan bagi setiap
wanita, karenanya banyak wanita yang melakukan perawatan wajah
dan tubuh dengan menggunakan kosmetik tradisional maupun
kosmetik modern. Kosmetik pencerah kulit adalah produk kosmetik
yang mengandung bahan aktif yang dapat menekan atau menghambat
melamin yang sudah terbentuk sehingga akan memberikan warna kulit
yang lebih putih (Ismail, 2001). Karena setidaknya sekitar 40%
perempuan Asia mempunyai masalah flek hitam pada kulit, jadi jenis
kosmetika ini adalah jenis kometik modern yang paling banyak
digunakan di dunia dan Indonesia saat ini (BPOM RI, 2008).
Di Indonesia sudah banyak beredar kosmetika pencerah kulit
yang menjanjikan dapat memutihkan atau menghaluskan kulit wajah
dalam waktu singkat. Jangka waktu proses pemutihan pun bervariasi
dari yang bisa memutihkan wajah dalam waktu 4 minggu pemakaian
krim, dalam 3 minggu pemakaian krim, bahkan ada produk yang bisa
memutihkan kulit wajah hanya dalam pemakaian 2 minggu. Ditambah
dengan banyaknya promosi kosmetik kecantikan melalui iklan di
televisi, di internet dan media sosial misalnya instagram yang rajin

menawarkan produk pemutih kulit yang diperankan oleh model bintang

1

iklan yang identik dengan kulit putih dan cerah, rambut panjang dan
lurus, tubuh tinggi dan langsing yang membuat masyarakat bisa
mengkategorikan antara yang cantik dan tidak cantik.
Hasil sampling dan pengujian kosmetik tahun 2005 terhadap
10.896 sampel kosmetik pencerah kulit menunjukkan, terdapat 124
sampel (1,24%) tidak memenuhi syarat, di antaranya produk ilegal
atau tidak terdaftar, mengandung bahan-bahan dilarang, terutama
merkuri dan rhodamin. Hasil pengawasan Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) Republik Indonesia tahun 2007 yang telah
melakukan pengujian laboratorium terhadap kosmetik yang beredar
dan ditemukan 43 (empat puluh tiga) merek kosmetik yang
mengandung bahan yang dilarang digunakan dalam kosmetik yaitu :
Merkuri (Hg), Hidroquinon > 2%, Asam Retinoat dan bahan pewarna
Merah

K3


dan

Merah

K10.

Bahan-bahan

tersebut

dilarang

penggunaannya sabagaimana yang sudah tercantum dalam peraturan
dari Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia (BPOM RI) No. 18 Tahun 2015 tentang Persyaratan Teknis
Bahan Kosmetika.
Penelitian yang dilakukan Manurung (2008) dalam purnawati
(2009) di salah satu pusat kebugaran di kota Medan menunjukkan
sebanyak


46,31%

responden

ternyata

menggunakan

kosmetik

pemutih yang mengandung bahan berbahaya yaitu merkuri. Angka
kejadian efek samping kosmetik pencerah kulit juga cukup tinggi
2

terjadi di indonesia, terbukti dengan adanya hasil dari penelitian yang
dilakukan Dr.Retno Tranggono (2007) terhadap 244 pasien RSCM
yang menderita noda-noda hitam 18,3% disebabkan oleh kosmetik.
Pemakaian merkuri dalam kosmetik pencerah kulit dapat menimbulkan
berbagai hal, mulai dari perubahan warna kulit yang pada akhirnya

dapat menyebabkan bintik-bintik hitam pada kulit, alergi, iritasi kulit,
melasme serta tumbuhnya jerawat (BPOM, 2006).
Saat ini tidak semua orang mengetahui bahwa banyak kosmetik
pencerah kulit yang tidak memenuhi aturan farmasetika yaitu aman,
berkhasiat, dan berkualitas. Untuk bisa mendapatkan hasil yang
maksimal penggunaannya harus disesuaikan dengan aturan pakainya,
misalnya harus sesuai jenis kulit, warna kulit, iklim, cuaca, waktu
penggunaan,

umur

dan

jumlah

pemakaiannya

sehingga

tidak


menimbulkan efek yang tidak diinginkan (Armin, 2013).
Setiap pilihan selalu ada resikonya, menurut Sari (2010)
pemilihan pemakaian produk kosmetik pencerah kulit membutuhkan
pemikiran yang kritis sebelum menggunakannya. Begitu banyak faktor
yang mempengaruhi apakah seseorang ingin atau tidak ingin
menggunakan produk kosmetik pencerah kulit karena efek samping
yang akan terjadi setelah penggunaannya. Faktor tersebut berasal dari
internal maupun eksternal. Faktor internal meliputi kebutuhan dan
motivasi, kepribadian, persepsi, status pendidikan/pembelajaran, dan
sikap. Dimana pengetahuan seseorang yang sembarangan dalam
3

memilih kosmetik pencerah kulit tanpa mengetahui terlebih dahulu
kandungan bahan dalam kosmetik karena keinginan memiliki wajah
putih dan mulus dalam waktu relative singkat. Sedangkan faktor
eksternal meliputi keluarga, kelas sosial, budaya, kelompok teman
sebaya,

dan


komunikasi

pemasaran/

media

iklan.

Dimana

pemasaran/media iklan dimaksudkan adalah paparan media iklan baik
media elektronik dan non elektronik yang biasa menggambarkan
cantik itu putih sehingga seseorang tersebut akan semakin tertarik
untuk menggunakan kosmetik pencerah kulit (Emilia, 2009).
Pengetahuan adalah hasil tahu yang terjadi setelah melakukan
penginderaan terhadap suatu objek melalui panca indra. Pengetahuan
juga penting dalam terbentuknya suatu perilaku pada seseorang. Lalu
iklan merupakan sarana komunikasi pemasaran tentang suatu produk
melalui media yang digunakan untuk menarik perhatian dan membujuk

sebagian atau seluruh masyarakat dalam merespon ide, barang
atapun jasa yang ditampilkan. Sedangkan perilaku merupakan respon
atau reaksi seseorang terhadap rangsangan dari luar.
Penelitian yang dilakukan oleh Damanik (2011) menunjukkan
83% remaja putri ambon beresiko tinggi mempunyai perilaku yang
salah

dalam pemilihan kosmetik pencerah

kulit yaitu

kurang

memperhatikan informasi pada label produk contohnya bahan
kandungan, tanggal kadaluarsa, jenis kulit yang cocok dan cara
pemakaian yang benar. Adanya sikap yang mudah tergiur dengan
4

harganya yang murah dan cepat dalam menghasilkan wajah yang
putih menjadi tolak ukur dalam pemilihan kosmetik pencerah kulit.

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di STIKES
Muhammadiyah Samarinda didapatkan data dari bagian BAA (Biro
Administrasi Akademik) bahwa jumlah mahasiswa terbanyak yaitu
pada mahasiswa program studi S1 ilmu keperawatan dibandingan
dengan program studi S1 Kesehatan Masyarakat, D3 Keperawatan
dan D3 Kesehatan Lingkungan yaitu dengan jumlah 444 mahasiswa
dan 332 diantaranya adalah yang berjenis kelamin perempuan.
Berdasarkan hasil wawancara secara acak pada 10 mahasiswa
prodi

S1

keperawatan

menggunakan kosmetik

terdapat

hasil


7

orang

yang

sudah

pencerah kulit dan 3 sisanya tidak

menggunakan krim pencerah kulit dan hanya menggunakan bedak
tabur dan bedak padat. Dari 7 orang pengguna kosmetik pencerah
kulit mereka mengatakan bahwa alasan menggunakan krim pencerah
kulit untuk membuat wajah lebih cepat putih, mulus dan cerah. 4 dari
mereka tidak mengetahui dahulu kandungan bahan krim serta bahaya
dari penggunaan jangka panjang krim pencerah tersebut. Untuk cara
mereka memilih suatu kosmetik pencerah kulit bermacam-macam, dari
7 orang 4 diantaranya melihat dari media sosial yaitu iklan-iklan
instagram dan bbm lalu 3 sisanya melihat dari iklan di televisi. Ketika
akan memilih produk mereka lebih memperhatikan tujuan kosmetik

dan jangka

waktu

proses produk kosmetik tersebut berkerja
5

dibandingkan dengan bahan kandungan yang digunakan. Pada 3
orang yang tidak menggunakan kosmetik pencerah kulit mengatakan
takut akan bahaya yang timbul akibat kosmetik pencerah kulit,
sehingga tidak ingin mendapatkan efek samping dari penggunaan
kosmetik tersebut di kemudian hari.
Dari latar belakang diatas penulis tertarik melakukan penelitian
dengan judul “Hubungan pengetahuan dan media iklan dengan
perilaku pemilihan kosmetik pencerah kulit pada mahasiswa Prodi S1
Keperawatan di STIKES Muhammadiyah Samarinda”. Peneliti memilih
kampus

STIKES


Muhammadiyah

Samarinda

sebagai

tempat

penelitian karena pertama, belum ada penelitian terkait di kampus
tersebut, kedua karena kampus STIKES Muhammadiyah Samarinda
adalah

kampus

berbasis

kesehatan

dimana

seharusnya

mahasiswanya adalah role model untuk masyarakat sehingga bisa
cerdas dalam memilih dan menggunakan kosmetik pencerah kulit.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan pengetahuan dan
media periklanan dengan perilaku pemilihan kosmetik pencerah kulit
pada mahasiswa Prodi S1 keperawatan di STIKES Muhammadiyah
Samarinda”?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum

6

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan
pengetahuan dan media periklanan dengan perilaku pemilihan
kosmetik pencerah kulit pada mahasiswa Prodi S1 keperawatan di
STIKES Muhammadiyah Samarinda.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik responden berdasarkan (Umur,
semester, sumber informasi).
b. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan

dengan

perilaku

pemilihan kosmetik pencerah kulit pada mahasiswa Prodi S1
Keperawatan di STIKES Muhammadiyah Samarinda.
c. Mengidentifikasi paparan media iklan dengan perilaku pemilihan
kosmetik

pencerah

kulit

pada

mahasiswa

Prodi

S1

Keperawatan di STIKES Muhammadiyah Samarinda.
d. Mengidentifikasi perilaku pemilihan kosmetik pencerah kulit
pada

Mahasiswa

Prodi

S1

Keperawatan

di

STIKES

Muhammadiyah Samarinda.
e. Menganalisa hubungan pengetahuan dan media iklan terhadap
perilaku pemilihan kosmetik pencerah kulit pada mahasiswa
Prodi S1 Keperawatan di STIKES Muhammadiyah Samarinda.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Responden
Hasil dari penelitian ini bisa memberi informasi lebih kepada
reponden mengenai cara pemilihan krim pemutih sehingga dapat
dijadikan acuan dalam pemilihan krim pencerah kulit.
2. Bagi STIKES Muhammadiyah Samarinda
Penelitian ini dapat menjadi informasi, pengetahuan dan
referensi tambahan untuk melengkapi kepustakaan mengenai

7

hubungan pengetahuan dan media iklan dengan perilaku pemilihan
kosmetik pencerah kulit.
3. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat menambah pengetahuan bagi peneliti
dalam memberikan informasi kepada para mahasiswa bahwa
pengetahuan dan media iklan bisa mempengaruhi seseorang
dalam memilih kosmetik pencerah kulit.
4. Bagi Peneliti selanjutnya
Sebagai bahan masukan bagi rekan mahasiswa yang ingin
mempelajari dan yang berminat unutk melakukan penelitian
serupa.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian yang terkait dengan faktor-faktor yang berhubungan
dengan perilaku pemilihan kosmetik pencerah kulit

yang sudah di

lakukan antara lain :
1. Damanik (2011) meneliti tentang “persepsi remaja putri di kota
ambon

tentang

resiko

terpapar

kosmetik

berbahaya

dan

perilakunya dalam memilih dan menggunakan kosmetik” jenis
penelitian yang digunakan adalah bersifat deskriptif. Dengan 394
responden yaitu 246 dari SMA Negeri dan 148 dari SMA Swasta
yang terpilih secara multistage cluster sampling. Dari hasil
penelitian

menunjukkan bahwa sekitar separu (57,9%) siswa

yang sudah menggunakan kosmetik pencerah mengalami
masalah kulit. Perbedaan terletak pada variabel independen yang
diteliti yaitu persepsi remaja.
8

2. Saputri (2010) meneliti tentang “faktor-faktor yang mempengaruhi
penggunaan

pemutih

kulit

wajah

(skin

bleaching)

pada

pengunjung salon kecantikan di kota medan”. Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross sectional.
Jumlah sampel yang harus dicapai adalah sebanyak 80 orang.
Penarikan sampel dilakukan

dengan

menggunakan

teknik

probability sampling, yaitu dengan teknik stratiefied random
sampling. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa dari 80
responden 74 responden masuk dalam kategori pendidikan tinggi
yang menggunakan krim pemutih kulit. Perbedaan terletak pada
variabel independen yang diteliti yaitu usia, tingkat pendidikan,
pendapatan dan motivasi.
3. Sari & Aminah (2010) meneliti tentang “Hubungan antara tingkat
pendidikan dan status pekerjaan terhadap perilaku pemilihan
kosmetik pencerah kulit pada wanita”. Penelitian ini merupakan
penelitian non-eksperimental dengan pendekatan cross sectional.
Sampel penelitian ini adalah wanita berusia 22-55 tahun yang
sudah menikah yang ada atau menetap pada dusun tersebut
sebanyak 32 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Analisis uji korelasi Spearman. Dari hasil penelitian menunjukkan
bahwa dari uji korelasi adanya hubungan positif yang kuat antara
status pekerjaan dan perilaku pemilihan kosmetik pencerah kulit

9

pada wanita dengan nilai (r=0,460) signifikan dengan nilai
p=0,008 (p